NASKAH PUBLIKASI
Oleh
FARRA SILVIANA ABIDAH
G1D012058
ABSTRACT
Bullying is the most teenager problems appear in the school. Bullying behavior
cause physical and psychological harm even to death. So, there should be an
intervention to cut the acquaintance with it, one of the method is by using positive
self-talking affirmation. The purpose of this research is to determine how the
influence of positive self-talking affirmation toward students bullying behavior at
the XII grade of SMK in Purwokerto. This research used pre-experiment design
with pretest-posttest one group without control group design approach. The
samples of this research are chosen by total sampling technique with total 32
respondents. The data collection was carried out by questionnaire. The data is
analyzed by using the Wilcoxon test. Wilcoxon test result shows that the value
between before and after the treatment is p = 0.000 (p < 0.001) and Z coefficient
score is -4.860. There is a significant effect of positive self-talking affirmation
toward students bullying behavior at the XII grade of SMK in Purwokerto.
Keywords: affirmation, bullying, positive self-talking affirmation.
ABSTRAK
Bullying merupakan masalah yang terjadi hampir di seluruh sekolah, terutama
pada remaja. Perilaku bullying dapat menyebabkan berbagai dampak khususnya
bagi korban, baik secara fisik maupun psikis bahkan hingga kematian. Oleh
karena itu, perlu adanya intervensi untuk memutus mata rantai tersebut, salah
satunya adalah dengan metode self-talking affirmation positif. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui pengaruh self-talking affirmation positif terhadap
perilaku bullying siswa kelas XII SMK di Purwokerto. Penelitian ini
menggunakan desain penelitian pra eksperimen dengan pendekatan one group
pretest-posttest without control group design. Sampel dipilih dengan teknik total
sampling sebanyak 32 responden. Pengumpulan data dilakukan dengan kuisioner
perilaku bullying. Data dianalisis menggunakan uji Wilcoxon. Hasil uji Wilcoxon
antara sebelum dan sesudah perlakuan didapatkan nilai p = 0,000 (p < 0,001) dan
nilai koefisien Z sebesar -4,860. Ada pengaruh yang bermakna self-talking
affirmation positif terhadap perilaku bullying siswa kelas XII SMK di
Purwokerto.
Kata Kunci: afirmasi, bullying, self-talking affirmation positif.
PENDAHULUAN
Sebanyak 10-60% siswa di Indonesia
melaporkan
mendapat
ejekan,
cemoohan, pengucilan, pemukulan,
tendangan,
ataupun
dorongan
sedikitnya satu kali dalam seminggu
(Amalia, 2010). Hasil penelitian
tahun 2008 oleh Yayasan Semai Jiwa
Amini di tiga kota besar yaitu
Yogyakarta, Surabaya dan Jakarta
mencatat terjadinya tingkat kekerasan
sebesar 43,7% untuk tingkat SMA.
Sedangkan
hasil
penelitian
Muhammad
(2009)
menemukan
bullying terjadi pada siswa SMK di
Kabupaten
Banyumas,
meskipun
intensitasnya tidak tinggi. Salah satu
contohnya yaitu kasus yang terjadi
pada siswa SMK X di Purwokerto
berupa tawuran antar pelajar SMK
dan
perkelahian
antar
siswa,
meskipun
tidak
sampai
mengorbankan
nyawa
(Wardani,
2014)
Quiroz et al. (dalam Astuti,
2008)
mengemukakan
sedikitnya
terdapat tiga faktor yang dapat
menyebabkan
perilaku
bullying,
antara lain hubungan anak dengan
keluarga, tradisi senioritas di sekolah,
dan pengaruh media. Sedangkan hasil
penelitian yang dilakukan Wardani
(2014), diketahui bahwa penyebab
bullying di SMK X yaitu adanya
ketidaksamaan persepsi antara siswa
yang satu dengan yang lain, adanya
dendam turun temurun yang tidak
terselesaikan,
dan
ketidaksukaan
terhadap
siswa
yang
dianggap
sombong dan tidak hormat.
Pengalaman yang terjadi pada
diri siswa dapat membentuk persepsi
siswa untuk melakukan bullying.
Pelaku yang melakukan bullying
karena balas dendam akibat pernah
menjadi korban biasanya mempunyai
bullying.
Uji
normalitas
data
menggunakan
Shapiro
wilk
menghasilkan data tidak terdistribusi
normal. Oleh karena itu, peneliti
menggunakan median sebagai ukuran
pemusatan dan minimum-maksimum
sebagai penyebaran. Uji komparasi
menggunakan uji non parametrik
Wilcoxon.
HASIL PENELITIAN
A. Karakteristik Responden
Tabel 1. Karakteristik responden
(n=32)
Karakteristik
Jenis kelamin
Laki-laki
Perempuan
Jurusan
Mesin
Bangunan
Multimedia
Otomotif
Tipe keluarga
The nuclear family
The extended family
The single-parent family
The stepparent family
Pendidikan orang tua
SD
SMP
SMA/SMK
Perguruan Tinggi
Pekerjaan orang tua
Non PNS
31
1
96,9
3,1
19
4
4
5
59,4
12,5
12,5
15,6
27
2
2
1
84,4
6,3
6,3
3,1
14
6
11
1
43,8
18,8
34,4
3,1
32
100
Median
111,50
84,00
Min-Max
101-154
62-137
Mean
Z
rank
16,00
-4,860
0,000
0,00
mesin,
bangunan,
multimedia,
otomotif,
dan
listrik
sehingga
sebagian besar respondennya berjenis
kelamin laki-laki.
Peneliti
mengetahui
bahwa
sebagian besar responden masuk ke
dalam jurusan mesin, yaitu 19 orang
(59,4). Hal ini dikarenakan jurusan
mesin
merupakan jurusan yang
banyak diminati oleh anak laki-laki
dibandingkan
anak
perempuan
(Isnaeni, 2015). Selain itu, SMK
tersebut merupakan sekolah kejuruan
yang memiliki 6 kelas jurusan mesin.
Kelas mesin dalam SMK tersebut
termasuk jumlah kelas terbanyak.
Pemaparan data pada tabel 1
menunjukkan
bahwa
mayoritas
responden diketahui tinggal dengan
keluarga inti, yaitu sebanyak 27 orang
(84,4%). Menurut Cahyo (dikutip
dalam Isnaeni, 2015) tipe keluarga
yang banyak di masyarakat yaitu
nuclear family atau keluarga inti.
Responden sebagian besar tinggal
dengan keluarganya karena jarak
rumah dengan sekolah tidak terlalu
jauh
atau
masih
di
sekitar
Purwokerto.
Sebagian
besar
tingkat
pendidikan orang tua responden
adalah SD yaitu sebanyak 14 orang
(43,8%).
Rendahnya
tingkat
pendidikan orang tua disebabkan
karena
ketidakmampuan
dalam
membayar
biaya
sekolah
dan
terbatasnya sarana pendidikan di
lingkungan tersebut. Rendahnya tingkat
pendidikan juga sejalan dengan tingkat
pekerjaan
dan
penghasilan
yang
diperoleh.
Penelitian ini menunjukkan bahwa
semua orang tua responden memiliki
pekerjaan non PNS (100%). Hal ini
disebabkan
karena
Purwokerto
merupakan sebuah kota kecil yang
memiliki banyak perusahaan-perusahaan,
B. Perilaku Bullying
Skor perilaku bullying sebelum diberi
perlakuan self-talking affirmation
positif tercatat nilai terendah 101
(kategori perilaku bullying sedang)
dan nilai tertinggi 154 (kategori
perilaku bullying berat). Tingginya
skor perilaku bullying sebelum diberi
perlakuan self-talking affirmation
positif pada penelitian ini dapat
disebabkan oleh cara berpikir yang
irrasional. Sugiharto (2008) dalam
konsep dasar konseling rational
emotive behavior menjelaskan bahwa
berpikir irrasional diawali dengan
belajar secara tidak logis yang
diperoleh dari orang tua dan budaya
tempat dibesarkan. Berpikir secara
irrasional
akan
tercermin
dari
verbalisasi
yang
digunakan.
Verbalisasi
yang
tidak
logis
menunjukkan cara berpikir yang
salah.
Cara berpikir yang salah dan
persepsi-persepsi
negatif
yang
muncul dalam diri responden sebelum
melakukan bullying
antara lain
bullying
merupakan
hal
yang
dianggap wajar pada siswa sekolah
dan bullying dapat meningkatkan
keakraban. Siswa mengaku senang
dan puas ketika berhasil melakukan
bullying pada temannya. Selain itu,
bullying dilakukan agar rasa kesal
pelaku terlampiaskan pada korban
yang dianggap sombong, sehingga
hal ini dilakukan dengan maksud
untuk melihat reaksi malu dan marah
dari korbannya. Responden juga
mengatakan bahwa belum lengkap
rasanya
jika
belum mem-bully
temannya
di sekolah,
sehingga
responden memiliki dorongan yang
kuat untuk melakukan bullying
berulang
kali
hingga
menjadi
kebiasaan.
Hasil
observasi
selama
penelitian
menunjukkan
bahwa
responden terlihat baju seragamnya
dikeluarkan, tidak memakai dasi,
beberapa kancing bajunya terbuka,
rambutnya juga ada yang kurang rapi
dan sedikit panjang. Namun, ada juga
responden yang penampilannya rapi,
ketika diajak berbicara tutur katanya
baik dan tidak menunjukkan bahwa
responden memiliki perilaku bullying
tinggi. Hasil ini sejalan dengan
pendapat Maulana (2009) yang
mengatakan
bahwa
individu
seringkali memperlihatkan tindakan
yang bertentangan dengan sikapnya.
Akan
tetapi,
sikap
dapat
menimbulkan pola-pola cara berpikir
yang mempengaruhi tindakan dan
perilaku seseorang.
Perilaku
menurut
Maulana
(2009) merupakan bentuk respon atau
reaksi
terhadap
stimulus
atau
rangsangan dari luar, namun respon
yang diberikan tergantung pada
karakteristik atau faktor individu
tersebut. Sehingga dapat diasumsikan
bahwa perilaku seseorang terlihat
oleh orang lain, dan hal ini dapat
berpengaruh besar pada perubahan
perilaku
seseorang,
seperti
lingkungan
sosialnya.
Berkowitz
(2005 dalam Wardani, 2014) juga
menambahkan bahwa perilaku agresif
yang tercermin dari perilaku remaja
merupakan
hasil paparan
yang
diterima dari lingkungan dan hal
tersebut disebabkan karena remaja
ingin dihargai dan diterima oleh
temannya.
mempunyai
kecenderungan
berperilaku
bullying
untuk
menurunkan perilaku tersebut dengan
mengubah pikiran negatifnya menjadi
positif hingga menjadi kebiasaan.
Hasil ini sesuai dengan teori yang
dikemukakan oleh Copel (2007)
bahwa afirmasi adalah permasalahan
psikologis yang paling utama, dan
dari hal tersebut kebiasaan, karakter,
dan
keyakinan seseorang akan
terbentuk.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dapat
disimpulkan
bahwa
karakteristik
responden
menunjukkan
bahwa
mayoritas responden berjenis kelamin
laki-laki (96,9%), peminatan jurusan
terbanyak
yaitu
jurusan
mesin
(59,4%), mayoritas tinggal dengan
keluarga inti (84,4%), pendidikan
orang tua terbanyak yaitu SD (43,8%)
dan semua orang tua responden
bekerja non PNS (100%). Skor
perilaku bullying sebelum dilakukan
intervensi (pre-test) dengan nilai
tertinggi 154 (bullying berat) dan
nilai terendah 101 (bullying sedang).
Terjadi penurunan skor perilaku
bullying setelah dilakukan intervensi
(post-test) dengan nilai tertinggi 137
(bullying sedang) dan nilai terendah
62 (bullying ringan). Self-talking
affirmation
positif
berpengaruh
signifikan
terhadap
penurunan
perilaku bullying siswa kelas XII
SMK di Purwokerto.
SARAN
Perawat diharapkan dapat meneliti
lebih lanjut tentang manfaat dan
faktor
pendukung
keberhasilan
metode self-talking affirmation positif
dalam bidang lain, serta deskripsi
kualitatif
tentang
faktor-faktor
Amalia,
D.
(2010). Hubungan
persepsi
tentang
bullying
dengan intense melakukan
bullying siswa SMA Negeri 82
Jakarta.
(Skripsi).
Jakarta:
Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah.
Astuti, P. R. (2008). Meredam
bullying:
3
cara
efektif
menanggulangi kekerasan pada
anak. Jakarta: Grasindo.
Berkowitz, L. (2005). Emotional
behavior: mengenali perilaku
dan tindakan kekerasan di
lingkungan sekita kita dan cara
penanggulangannya.
PPM.
Jakarta:
(Skripsi).
Yogyakarta: UIN
Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Muhammad.
(2009).
Aspek
perlindungan anak dalam tindak
kekerasan (bullying) terhadap
siswa korban kekerasan di
sekolah (studi kasus di SMK
Kabupaten Banyumas). Jurnal
Dinamika Hukum, 9 (3), 230236.