Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PRAKTIKUM

ELEKTRONIKA
RANGKAIAN PENGUAT

Oleh :
Kelompok 1
Ageng Kastawaningtyas

13030654003

Safitri Rahayu

13030654014

Septiana Nurjanatin Aulia

13030654028

Yeny Ratnasari

13030654037

Kelas Pendidikan IPA A 2013

JURUSAN PENDIDIKAN IPA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
2016

RANGKAIAN PENGUAT
ABSTRAK
Percobaan Rangkaian Penguat bertujuan untuk mendeskripsikan cara kerja
transistor sebagai penguat serta membandingkan kurva Vin dan Vout pada
rangkaian penguat Common Emitter. Percobaan ini menggunakan transistor
Common Emiter dilakukan dengan dua buah resistor sebesar 1k2 dan 5k6
. Common Emiter digunakan sebagai penguat arus. Metode percobaanya
dengan menghubungkan rangkaian dengan osiloskop, catu daya, FG dengan
sinyal Vin sinus frekuensi 1kHz yang kemudian diamati grafik gelombang di
osiloskop. Hasil percobaan menunjukkan rrafik gelombang tegangan keluaran
(Vout) lebih besar daripada grafik gelombang tegangan masukan (Vin) yang
menunjukkan besar penguatan transistor pada rangkaian Common Emitter. Cara
kerja resistor sebagai rangkaian penguat yaitu terminal emitor yang merupakan
terminal bersama terhubung ke sinyal basis (ground), sedangkan terminal
masukan dan keluarannya terletak masing-masing pada terminal basis dan
terminal kolektor.
Kata Kunci : Rangkaian Penguat, Transistor, Vin, Vout

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam peralatan elektronik yang digunakan sehari-hari tersusun atas
berbagai rangkaian elektronika yang terdiri dari berbagai komponen misalnya
resistor, kapasitor, transistor, induktor, dan diode. Setiap komponen
elektronika memiliki karakteristik dan cara kerja yang berbeda. Salah satu
komponen

elektronika

yang

berfungsi

sebagai

penguat,

pemotong

(switching), stabilisasi tegangan, dan modulasi sinyal adalah transistor.


Transistor sebagai penguat berarti transistor berfungsi untuk menguatkan
daya sinyal masukan. Salah satu syarat yang dituntut pada penguat adalah
bahwa sinyal keluaran harus tepat benar bentuknya seperti sinyal masukan,
hanya saja amplitudonya lebih tinggi. Kalau bentuk sinyal keluaran tidak
tepat sama dengan sinyal masukan, meskipun beda bentuk ini hanya kecil
saja, maka dikatakan sinyal keluarannya cacat.
Transistor sebagai penguat biasanya digunakan pada rangkaian
elektronika yang sifatnya masih analog misalnya ketika digunakan sebagai
penguat arus, penguat tegangan dan penguat daya. Fungsi komponen
transistor dapat ditemukan pada rangkaian Pree-Amp Head, Pree-Amp Mic,
Mixer,Echo, Tone Control, Amplifier dan sebagainya. Penguat paling
sederhana terdiri dari satu buah transistor. Ada tiga kemungkinan pemasangan
transistor sebagai penguat, yaitu emitor bersama (common emitter), kolektor
bersama (common collector), dan basis bersama (common base). Pada
umumnya transistor memiliki 3 terminal. Tegangan atau arus yang dipasang
di satu terminalnya akan mengatur arus yang lebih besar melalui 2 terminal
lainnya. Untuk mengetahui lebih jelas mengenai fungsi transistor sebagai
penguat, maka dilakukan praktikum mengenai rangkaian penguat.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas dapat disusun rumusan masalah


sebagai berikut:
1. Bagaimana cara kerja transistor sebagai penguat?
2. Bagaimana kurva Vin dan Vout pada rangkaian penguat
common emitter?
C. Tujuan Percobaan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan percobaan ini adalah
1. Mendeskripsikan cara kerja transistor sebagai penguat.
2. Menggambarkan kurva Vin dan Vout pada rangkaian penguat common
emitter.

BAB II
KAJIAN TEORI

A. Pengertian Transistor
Transistor merupakan suatu komponen aktif yang dibuat dari bahan semi
konduktor yang berfungsi sebagai penguat, misalnya penguat basis
ditanahkan. Pada umumnya, transistor memiliki tiga terminal. Tegangan atau
arus yang dipasang di satu terminalnya mengatur arus yang lebih besar yang
melalui dua terminal lainnya. Dalam rangkaian analog, transistor digunakan
dalam amplifier. Rangkaian analog melingkupi pengeras suara, sumber listrik
stabil, dan penguat sinyal radio. Dalam rangkaian digital, transistor digunakan
sebagai saklar berkecepatan tinggi. Beberapa transistor juga dapat dirangkai
sedemikian rupa sehingga berfungsi sebagai logic gate, memori dan
komponen-komponen lainnya.
B. Tipe-Tipe Transistor
Secara umum, transistor dapat dibedakan berdasarkan banyak kategori
yaitu:
1. Materi semikonduktor: Germanium, Silikon, Gallium Arsenide
2. Kemasan fisik: Through Hole Metal, Through Hole Plastic, Surface
Mount, IC, dan lain-lain
3. Tipe: UJT, BJT, JFET, IGFET (MOSFET), IGBT, HBT, MISFET,
VMOSFET, MESFET, HEMT, SCR serta pengembangan dari transistor
yaitu IC (Integrated Circuit) dan lain-lain.
4. Polaritas: NPN atau N-channel, PNP atau P-channel.
5. Maximum kapasitas daya: Low Power, Medium Power, High Power.
6. Maximum frekwensi kerja: Low, Medium, atau High Frequency, RF
transistor, Microwave, dan lain-lain.
7. Aplikasi: Amplifier, Saklar, General Purpose, Audio, Tegangan Tinggi,
dan lain-lain.
Dari banyak tipe-tipe transistor modern, pada awalnya ada dua tipe dasar
transistor, bipolar junction transistor (BJT atau transistor bipolar) dan fieldeffect transistor (FET), yang masing-masing bekerja secara berbeda.
Transistor bipolar dinamakan demikian karena kanal konduksi
utamanya menggunakan dua polaritas pembawa muatan: elektron dan lubang,
untuk membawa arus listrik. Dalam BJT, arus listrik utama harus melewati
satu daerah/lapisan pembatas dinamakan depletion zone, dan ketebalan

lapisan ini dapat diatur dengan kecepatan tinggi dengan tujuan untuk
mengatur aliran arus utama tersebut.
FET (juga dinamakan transistor unipolar) hanya menggunakan satu
jenis pembawa muatan (elektron atau hole, tergantung dari tipe FET). Dalam
FET, arus listrik utama mengalir dalam satu kanal konduksi sempit dengan
depletion zone di kedua sisinya (dibandingkan dengan transistor bipolar
dimana daerah Basis memotong arah arus listrik utama). Dan ketebalan dari
daerah perbatasan ini dapat diubah dengan perubahan tegangan yang
diberikan, untuk mengubah ketebalan kanal konduksi tersebut.
C. Karakteristik Transistor
1. Karakteristik Input
Transistor adalah komponen aktif yang menggunakan aliran
electron sebagai prinsip kerjanya didalam bahan. Sebuah transistor
memiliki tiga daerah doped yaitu daerah emitter, daerah basis dan daerah
disebut kolektor. Transistor ada dua jenis yaitu NPN dan PNP. Transistor
memiliki dua sambungan: satu antara emitter dan basis, dan yang lain
antara kolektor dan basis. Karena itu, sebuah transistor seperti dua buah
dioda yang saling bertolak belakang yaitu dioda emitter-basis, atau
disingkat dengan emitter dioda dan dioda kolektor basis, atau disingkat
dengan dioda kolektor.
Bagian emitter-basis dari transistor merupakan dioda, maka apabila
dioda emitter basis dibias maju maka kita mengharapkan akan melihat
grafik arus terhadap tegangan dioda biasa. Saat tegangan dioda emitterbasis lebih kecil dari potensial barriernya, maka arus basis (Ib) akan kecil.
Ketika tegangan dioda melebihi potensial barriernya, arus basis (Ib) akan
naik secara cepat.
2. Karakteristik Output
Sebuah transistor memiliki empat daerah operasi yang berbeda
yaitu daerah aktif, daerah saturasi, daerah cutoff, dan daerah breakdown.
Jika transistor digunakan sebagai penguat, transistor bekerja pada daerah
aktif. Jika transistor digunakan pada rangkaian digital, transistor biasanya
beroperasi pada daerah saturasi dan cutoff. Daerah breakdown biasanya
dihindari karena resiko transistor menjadi hancur terlalu besar.
3. Karakteristik Transfer Transistor

Parameter dari transistor merupakan perolehan arus maksimum


yang dapat diperoleh kalau transistor bekerja dalam ragam umum emitter
(CE). Beta dc) sebuah transistor didefinisikan sebagai rasio arusbdc
(disimbolkan kolektor dc dengan arus basis dc. Beta dc juga dikenal
sebagai gain arus karena arus basis yang kecil dapat menghasilkan arus
kolektor yang jauh lebih besar.
4. Transistor sebagai saklar
Bias basis berguna di dalam rangkaian-rangkaian digital karena
rangkaian tersebut biasanya dirancang untuk beroperasi didaerah jenuh
dan cutoff. Oleh sebab itu, mereka memiliki tegangan keluaran rendah
ataupun tegangan keluran tinggi. Rangkaian digital sering dinamakan
rangkaian saklar karena titik Q berubah diantara dua titik pada garis beban
yaitu daerah jenuh dan cutoff.
Penguat dengan basis ditanahkan juga dikenal dengan Penguat
Common Base. Penguat ini dapat menghasilkan penguatan tegangan
antara sinyal masukan dan keluaran, tetapi tidak penguatan arus.
Karakteristiknya adalah impedansi masukan kecil dan impedansi keluaran
seperti pada penguat Common Emitter. Karena arus masukan dan
keluaran mempunyai nilai yang hampir sama, kapasitor stray dari
transistor tidak terlalu berpengaruh dibandingkan pada penguat common
emiter. Penguat common basis sering digunakan pada frekuensi tinggi
yang menghasilkan penguatan tegangan lebih besar daripada rangkaian
dengan 1 transistor lainnya.

Gambar 2.1. Rangkaian common base

Penguat Common Base Mempunyai Karakter sebagai berikut :


a. Adanya isolasi yang tinggi dari output ke input sehingga
meminimalkan efek umpan balik.
b. Mempunyai impedansi input yang relative tinggi sehingga cocok
untuk penguat sinyal kecil (Pre Amplifier).
c. Sering dipakai pada penguat frekuensi tinggi pada jalur VHF dan
UHF.
d. Bisa juga dipakai sebagai buffer atau penyangga.
Ada dua macam ciri pada transistor, ciri keluaran yaitu Ic terhadap
Vcb, dan ciri masukan yaitu Ie Terhadap Veb.
a. Ciri Keluaran
Ciri keluaran statik menyatakan bagaimana arus kolektor Ic berubah
dengan Vcb untuk berbagai nilai arus statik dari emitor Ie. Lengkung
ciri statik transistor basis ditanahkan ditunjukkan pada gambar berikut
untuk transistor npn. Pada ciri keluaran transistor dengan basis
ditanahkan perlu diperhatikan hal berikut:
1) IcIe, kerena Ic = Ie dan 1. Hal ini juga berarti arus
keluaran Ic berbanding lurus dengan arus masukan Ie. Sehingga
dikatakan transistor dwikutub adalah suatu piranti yang
dikendalikan oleh arus.
2) Ciri statik keluaran mempunyai kemiringan amat kecil (sangat
horizontal). Ini berarti hambatan keluaran transistor yang
merupakan kebalikan kemiringan iC (vCB) mempunyai nilai amat
besar yaitu sama dengan hambatan isyarat kecil dioda yang ada
dalam keadaan tegangan mundur, yaitu dioda sambungan kolektor
basis.
b. Ciri masukan
Lengkung ciri masukan transistor dengan hubungan basis
ditanahkan sama dengan lengkungan ciri statik dioda dalam
keadaan panjar maju oleh karena sambungan emitor basis diberi
panjar maju. Pada ciri statik masukan transistor perlu diperhatikan
hal berikut:
1) Bentuk ciri statik masukan serupa dengan ciri statik dioda
dalam keadaan panjar maju. Ini tak mengherankan oleh karena

sambungan emitor basis merupakan suatu dioda dengan panjar


maju.
2) Ciri statik masukan hampir berimpit untuk berbagai nilai Vcb.
Hal ini berarti tegangan keluaran Vcb tidak banyak
berpengaruh

pada

masukan.

Suatu

penguat

memang

seharusnya demikian. Apa yang terjadi pada keluaran tak


terasa pada masukan.
Kedua sifat di atas membuat transistor dapat digunakan untuk
memperkuat isyarat. Suatu perubahan kecil pada Vcb oleh suatu isyarat
masukuan yang kecil akan menyebabkan perubahan arus emitor Ie yang
besar. Perubahan ini diteruskan menjadi arus isyarat Ic, yang diubah
menjadi isyarat tegangan oleh Rc, yaitu Vo = Ic Rc, yang lebih besar
daripada tegangan isyarat masukan.
D. Transistor Sebagai Penguat
Salah satu fungsi Transistor yang paling banyak digunakan di dunia
Elektronika Analog adalah sebagai penguat yaitu penguat arus,penguar
tegangan, dan penguat daya. Fungsi komponen semikonduktor ini dapat kita
temukan pada rangkaian Pree-Amp Mic, Pree-Amp Head, Mixer, Echo, Tone
Control, Amplifier dan lain-lain.
Prinsip kerja transistor pada contoh rangkaian di bawah adalah, arus kecil
pada basis (B) yang merupakan input dikuatkan beberapa kali setelah melalui
Transistor. Arus output yang telah dikuatkan tersebut diambil dari terminal
Collector (C). Besar kecilnya penguatan atau faktor pengali ditentukan oleh
beberapa perhitungan resistor yang dihubungkan pada setiap terminal
transistor dan disesuaikan dengan tipe dan karakteristik transistor. Signal
yang diperkuat dapat berupa arus DC (searah) dan arus AC (bolak-balik)
tetapi maksimal tegangan output tidak akan lebih dari tegangan sumber (Vcc)
Transistor.

Gambar 2.2. Rangkaian Transistor sebagai Penguat

Gambar 2.3. Bentuk signal input dan output penguatan


Pada gambar pertama (Transistor Sebagai Penguat), tegangan pada Basis
(dalam mV) dikuatkan oleh Transistor menjadi besar (dalam Volt). Perubahan
besarnya tegangan output pada Collector akan mengikuti perubahan tegangan
input pada Basis. Pada gambar kedua dapat terlihat perubahan dan bentuk
gelombang antara input dan output yang telihat melalui Osciloscope.
Berdasarkan cara pemasangan ground dan pengambilan output, penguat
transistor dibagi menjadi tiga bagian yaitu:
1. Common Base
Penguat Common Base digunakan sebagai penguat tegangan. Pada
rangkaian ini Emitor merupakan input dan Collector adalah output
sedangkan Basis di-ground-kan/ ditanahkan. Sifat-sifat Penguat Common
Base: Isolasi input dan output tinggi sehingga Feedback lebih kecil. Cocok
sebagai Pre-Amp karena mempunyai impedansi input tinggi yang dapat
menguatkan sinyal kecil. Dapat dipakai sebagai penguat frekuensi tinggi
dan dapat dipakai sebagai buffer.

Gambar 2.4. Penguat Common Base


2. Penguat Common Emitor
Penguat Common Emitor digunakan sebagai penguat tegangan.
Pada rangkaian ini Emitor di-ground-kan/ ditanahkan, Input adalah Basis,
dan output adalah Collector.

Gambar 2.5. Penguat Common Emitor


Sifat-sifat Penguat Common Emitor:
a. Signal output berbeda phasa 180 derajat
b. Memungkinkan adanya osilasi akibat feedback, untuk mencegahnya
sering dipasang feedback negatif.
c. Sering dipakai sebagai penguat audio (frekuensi rendah)
d. Stabilitas penguatan rendah karena tergantung stabilitas suhu dan bias
transistor.
3. Penguat Common Collector
Penguat Common Collector digunakan sebagai penguat arus.
Rangkaian ini hampir sama dengan Common Emitor tetapi outputnya
diambil dari Emitor. Input dihubungkan ke Basis dan output dihubungkan

ke Emitor. Rangkaian ini disebut juga dengan Emitor Follower (Pengikut


Emitor) karena tegangan output hapir sama dengan tegangan input.

Gambar 2.6. Penguat Common Collector


Sifat-sifat Penguat Common Collector:
a. Signal output dan sigal input satu phasa (tidak terbalik seperti Common
Emitor)
b. Penguatan tegangan kurang dari 1 (satu)
c. Penguatan arus tinggi (sama dengan HFE transistor)
d. Impedansi input tinggi dan impedansi output rendah sehingga cocok
digunakan sebagai buffer.
Salah satu fungsi utama transistor adalah sebagai penguat sinyal.
Dalam hal ini transistor bisa dikonfigurasikan sebagai penguat tegangan,
penguat arus maupun sebagai penguat daya
Berdasarkan titik kerjanya penguat transistor ada tiga jenis, yaitu:
1. Penguat Kelas A
Penguat kelas A adalah penguat yang titik kerja efektifnya
setengah dari tagangan VCC penguat. Untuk bekerja penguat kelas A
memerlukan bias awal yang menyebabkan penguat dalam kondisi siap
untuk menerima sinyal. Karena hal ini maka penguat kelas A menjadi
penguat dengan efisiensi terendah namun dengan tingkat distorsi (cacat
sinyal) terkecil.

Gambar 2.7. Penguat Kelas A


Sistem bias penguat kelas A yang populer adalah sistem bias
pembagi tegangan dan sistem bias umpan balik kolektor. Melalui
perhitungan tegangan bias yang tepat maka kita akan mendapatkan titik
kerja transistor tepat pada setengah dari tegangan VCC penguat.
Penguat kelas A cocok dipakai pada penguat awal (pre amplifier) karena
mempunyai distorsi yang kecil.
2. Penguat Kelas B
Penguat kelas B adalah penguat yang bekerja berdasarkan
tegangan bias dari sinyal input yang masuk. Titik kerja penguat kelas B
berada dititik cut-off transistor. Dalam kondisi tidak ada sinyal input
maka penguat kelas B berada dalam kondisi OFF dan baru bekerja jika
ada sinyal input dengan level diatas 0.6Volt (batas tegangan bias
transistor).

Gambar 2.8. Penguat Kelas B


Penguat kelas B mempunyai efisiensi yang tinggi karena baru
bekerja jika ada sinyal input. Namun karena ada batasan tegangan 0.6
Volt maka penguat kelas B tidak bekerja jika level sinyal input dibawah
0.6Volt. Hal ini menyebabkan distorsi (cacat sinyal) yang disebut
distorsi cross over, yaitu cacat pada persimpangan sinyal sinus bagian
atas dan bagian bawah.

Gambar 2.9. Penguat Kelas B push-pull


Penguat kelas B cocok dipakai pada penguat akhir sinyal audio
karena bekerja pada level tegangan yang relatif tinggi (diatas 1 Volt).
Dalam aplikasinya, penguat kelas B menggunakan sistem konfigusi
push-pull yang dibangun oleh dua transistor.
3. Penguat Kelas AB
Penguat kelas AB merupakan penggabungan dari penguat kelas
A dan penguat kelas B. Penguat kelas AB diperoleh dengan sedikit
menggeser titik kerja transistor sehingga distorsi cross over dapat
diminimalkan. Titik kerja transistor tidak lagi di garis cut-off namun
berada sedikit diatasnya.

Gambar 2.10. Penguat Kelas AB


Penguat kelas AB merupakan kompromi antar efisiensi dan
fidelitas penguat. Dalam aplikasinya penguat kelas AB banyak menjadi
pilihan sebagai penguat audio.
4. Penguat Kelas C
Penguat kelas C mirip dengan penguat kelas B, yaitu titik
kerjanya berada di daerah cut-off transistor. Bedanya adalah penguat
kelas C hanya perlu satu transistor untuk bekerja normal tidak seperti
kelas B yang harus menggunakan dua transistor (sistem push-pull). Hal
ini karena penguat kelas C khusus dipakai untuk menguatkan sinyal
pada satu sisi atau bahkan hanya puncak-puncak sinyal saja.

Gambar 2.11. Penguat Kelas C

Penguat kelas C tidak memerlukan fidelitas, yang dibutuhkan


adalah frekuensi kerja sinyal sehingga tidak memperhatikan bentuk
sinyal. Penguat kelas C dipakai pada penguat frekuensi tinggi. Pada
penguat kelas C sering ditambahkan sebuah rangkaian resonator LC
untuk membantu kerja penguat. Penguat kelas C mempunyai efisiensi
yang tinggi sampai 100 % namun dengan fidelitas yang rendah.

BAB III
METODE PERCOBAAN
A. Alat dan Bahan
1. Breadboard
2. Transistor common emitter
3. Resistor
4. Catu daya
5. Kapasitor
6. Osiloskop
7. FG
8. Kabel penghubung
B. Rancangan Percobaan

1 buah
1 buah
5 buah
1 buah
1 buah
1 buah
1 buah
10 buah

Gamb
ar 3.1. Rancangan Percobaan Penguat Common Emitter
C. Variabel Percobaan
1. Variabel Manipulasi

: Resistor

Definisi Operasional : Resistor yang digunakan adalah RC1 (1k2 )


dan

RC2 (5k6 )

2. Variabel Kontrol
: Sinyal Vin sinus dan Amplitudo Vin
Definisi Operasional : Sinyal Vin sinus yang digunakan dengan frekuensi
1kHz dan Amplitudo Vin yaitu hingga didapatkan
sinyal maksimum tak cacat (tidak terpotong) pada
Vout
3. Variabel Respon
: Kurva Vin dan Vout
Definisi Operasional : Kurva yang dihasilkan dalam osiloskop berupa
Kurva Vin (coupling AC) dan Vout (coupling AC dan
coupling DC)
D. Langkah Percobaan
1. Merangkai komponen pada breadboard sesuai dengan rancangan
2.
3.
4.
5.

percobaan diatas.
Menghubungkan rangkaian dengan osiloskop.
Menyalakan catu daya
Memberikan sinyal VIN sinus dengan frekuensi 1 kHz menggunakan FG.
Mengatur amplitudo VIN hingga didapatkan sinyal maksimumtak cacat

(tidak terpotong pada VOUT).


6. Mengamati tampilan osiloskop dan menggambar VIN (coupling AC) dan
VOUT (menggambarkan coupling AC dan coupling DC).
7. Mengulangi langkah yang sama untuk RC2.

E. Alur Percobaan
Komponen
elektronika
- Dirangkai seperti rancangan
percobaan pada breadboard
- Dihubungkan dengan osiloskop
- Dinyalakan catu daya
Sinyal Vin sinus
- Diatur dengan frekuensi 1 kHz
- Diatur amplitudonya hingga didapatkan
sinyal maksimum takcacat (tidak
terpotong) pada Vout
Vin dan Vout
- Digambar kurva Vin dan Vout
BAB IV
DATA
DAN
Kurva
VinANALISIS
dan Vout
A. Data
(Gambar Scan Grafik)
B. Analisis
Percobaan pada rangkaian penguat ini dilakukan sebanyak dua kali
dengan manipulasi nilai hambatan yang bersambungan dengan bagian
collector pada transistor (RC2). Hambatan yang dimanipulasi RC1 yaitu
sebesar (1k2 ) dan (RC2) yaitu sebesar 5k6 dan. Pada percobaan
pertama saat rangkaian penguat dengan nilai RC1 sebesar 1K2 dihubungkan
dengan catu daya dan osiloskop, tampak gambar Vin dan Vout dimana tinggi
gelombang Vout lebih tinggi dari VIN. Pada percobaan kedua yaitu mengganti
nilai RC2 menjadi sebesar 5k6 , kemudian dihubungkan dengan satu daya
dan dilihat diagram VIN dan Vout pada osiloskop, terlihat gejala yang sama
dengan percobaan pertama nampak yaitu tinggi gelombang Vout lebih tinggi
dari pada Vin.

Berdasarkan grafik hubungan kedua arus dan tegangan dapat dilihat


bahwa semakin besar arus maka tegangannya juga semakin besar, atau
grafiknya linear. Dari data yang diperoleh dapat diketahui bahwa semakin
tinggi hambatan yang dipasang pada potensiometer, maka semakin tinggi pula
arus IC yang diperoleh begitu pula VCE nya. Grafik gelombang Vout lebih
besar daripada grafik gelombang Vin. Hal ini menunjukkan penguatan yang
diberikan oleh transistor dan telah sesuai dengan teori yang ada dimana
transistor berfungsi sebagai penguat.

BAB V
PEMBAHASAN
Transistor merupakan alat yang mempunyai tiga terminal dengan simbol
sirkit. Percobaan ini bertujuan untuk mendeskripsikan cara kerja transistor sebagai
penguat. Transistor merupakan komponen dasar untuk sistem penguat, transistor
digunakan untuk bekerja sebagai penguat dan harus berada dalam kondisi aktif.
Kondisi aktif dihasilkan dengan memberikan bias pada transistor. Bias dapat
dilakukan dengan memberikan arus yang konstan pada basis atau pada kolektor.
Untuk kemudahan, dalam praktikum ini akan digunakan sumber arus konstan
untuk memaksa arus kolektor agar transistor berada pada kondisi aktif. Jika
pada kondisi aktif transistor diberikan sinyal (input) yang kecil, maka akan
dihasilkan sinyal keluaran (output) yang lebih besar. Hasil bagi antara sinyal
output dengan sinyal input inilah yang disebut faktor penguatan, yang sering
diberi notasi A atau C.
Percobaan ini menggunakan transistor Common Emiter dilakukan dengan
dua buah resistor sebesar 1k2

dan 5k6 . Common Emiter digunakan

sebagai penguat arus. Rangkaian Common Emitter adalah rangkaian BJT yang
menggunakan terminal emitor sebagai terminal bersama yang terhubung ke sinyal

basis (ground), sedangkan terminal masukan dan keluarannya terletak masingmasing pada terminal basis dan terminal kolektor. Rangkaian penguat commonemitter adalah yang paling banyak digunakan karena memiliki sifat menguatkan
tegangan puncak amplitudo dari sinyal masukan. Faktor penguatan dari transistor
dilambangkan dengan simbol beta ().
Grafik tegangan masukan yang diberikan berupa gelombang sinusoida. Setelah
pengaturan pada osiloskop dan signal generator dilakukan didapatkan grafik
tegangan keluaran berupa grafik gelombang sinusoida yang memiliki beda fase
180 derajat yang menghasikan gambar gelombang yang terbalik dari gelombang
sinusoida. Hal ini menunjukkan bahwa rangkaian common emiter ini berfungsi
sebagai penguat.

Penguat emiter mempunyai titik kerja yang stabil. Pada

tegangan emiter ini tidak terdapat tegangan emtter AC kaerna pengaruh dari
penggunaan kapasitor bypass. Jika kapasitor bypass terhubung terbuka, akan
terdapat tegangan antara emitter dan ground. Gejala ini akan segera dapat
diidentifikasi sebagai kapasitor yang terhubung terbuka. Jika tegangan keluaran
turun oleh pertambahan

arus beban, maka VBE (tegangan basis emiter )

bertambah dan arus beban bertambah beasr pula, sehingga titik q (kerja) bergeser
keatas sepanjang garis beban dan VEC (tegangan emiter colector) berkurang.
Akibatnya Vout (tegangan keluaran) bertambah besar melawan turunnya Vo oleh
arus beban sehingga keluaran Vout akan tetap. Emiter menjadi bagian bersama
untai masukan dan keluaran. Dengan menghubungkan pembangkit luar pada
ujung keluaran, maka arus mengalir kedalam penguat dan akan dihasilkan penguat
emiter yang membuat grafik tegangan keluaran yang berbentuk gelombang
sinusoida yang terbalik dengan gelombang sinusoida masukan.
Dalam percobaan ini digunakan Common Emitter untuk melihat hubungan
antara tegangan masukan (Vin) dengan tegangan keluaran (Vout). Grafik
gelombang Vout lebih besar daripada grafik gelombang Vout. Hal ini menujukkan
adanya penguatan dalam rangkaian yang dilakukan oleh transistor. Pada RC1 (1k2
) diatur pada CH2 sebesar 2 mV dan pada pada RC2 (5k6 ) diatur CH2

sebesar 10 mV. Grafik gelombang Vout pada RC1 lebih besar daripada grafik
gelombang RC2. Hal ini kurang sesuai teori bahwa semakin besar hambatan

resistor maka tegangan yang dihasilkan juga semakin besar. Kesalahan ini
disebabkan karena faktor rangkaian komponen yang kurang tepat.

BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai
berikut :
1. Cara kerja resistor sebagai rangkaian penguat yaitu terminal emitor yang
merupakan terminal bersama terhubung ke sinyal basis (ground),
sedangkan terminal masukan dan keluarannya terletak masing-masing
pada terminal basis dan terminal kolektor.
2. Grafik gelombang tegangan keluaran (Vout) lebih besar daripada grafik
gelombang tegangan masukan (Vin) yang menunjukkan besar penguatan
transistor pada rangkaian Common Emitter.
B. Saran
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat disarankan hal-hal
sebagai berikut :
1. Praktikan lebih terampil dan teliti dalam merangkai komponen sehingga
tidak terjadi kesalahan dalam mengambil data.

2. Laporan ini dapat dijadikan sumber referensi dan sumber pembanding


dalam laporan lain dengan topik yang sama.

DAFTAR PUSTAKA
Jati, B.M.E., 2010. Fisika Dasar, Listrik-Magnet, Optika, Fisika Modern.
Yogyakarta : C.V. Andi Offset.
Oklilas, Fali. A., 2007. Bahan Ajar Elektronika Dasar. Palembang : Universitas
Sriwijaya.
Sutrisno. 1989. Elektronika Teori dan Penerapannya 1. Bandung : Penerbit ITB.
Tipler, Paul. A., 1991. Fisika untuk Sains dan Teknik. Jakarta : Erlangga.
William D. Cooper, Instrumentasi Elektronik Dan Teknik Pengukuran, Penerbit
Erlangga, 1985

LAMPIRAN
Lampiran Dokumentasi
No
.
1.

Gambar

Keterangan

RC1 (1k2 )

CH1 yang berwarna kuning


sebesar 2 mV
CH2 yang berwarna biru
sebesar 2 mV

2.

RC2 (5k6 )

CH1 yang berwarna kuning


sebesar 10 mV
CH2 yang berwarna biru
sebesar 10 mV

Anda mungkin juga menyukai