Anda di halaman 1dari 5

Credentialing & Privileging

Kredensialing adalah:
Proses untuk mendapatkan, memeriksa, dan menilai kecakapan (kualifikasi) praktisi
perawatan kesehatan untuk memberikan pelayanan perawatan pasien di rumah sakit
(atau organisasi perawatan kesehatan lain). Proses untuk memeriksa secara berkala
kecakapan staf disebut rekredensialing.
Privileging adalah:
Proses di mana suatu cakupan dan isi tertentu dalam layanan perawatan pasien (yaitu,
hak-hak istimewa klinis) diberikan sebagai wewenang kepada seorang praktisi
perawatan kesehatan oleh suatu rumah sakit, berdasarkan evaluasi kredensial dan
kinerja orang tersebut.
Catatan: Proses privileging dilakukan terhadap seluruh praktisi yang diperbolehkan
oleh undang-undang untuk berpraktek tanpa pengawasan (mandiri), dan bukan hanya
dilakukan terhadap dokter.
JCI / akreditasi mensyaratkan seluruh tenaga kesehatan (dokter, perawat, analis lab,
radiographer, fisioterapis, ahli gizi, dll) dilakukan kredensialing. Tujuannya jelas, agar
seluruh tenaga yang secara langsung melakukan pelayanan kesehatan kepada pasien
benar-benar mempunyai kewenangan yang sah dan kecakapan yang dibutuhkan.
Juga untuk menghindari adanya tenaga kesehatan palsu atau aspal yang masih
sering ditemui. Bukan hanya di Indonesia, bahkan di negara maju sekalipun. Dengan
demikian, kredensialing ini begitu penting untuk dilakukan. Seseorang tidak cukup
mengatakan bahwa dia ahli ini dan itu tanpa ada bukti sah yang mendukungnya.

Bagaimana Kredensialing dan Privileging Dilakukan?


Aktifitas Kredensialing harus sudah dimulai sejak awal proses penerimaan calon staf
medis / kesehatan. Harus ada penanggung jawab khusus yang ditunjuk untuk
melakukan proses ini. Kemudian, setiap calon staf medis / kesehatan yang akan
diterima bekerja harus diperiksa kelengkapan dokumennya minimal dalam hal bukti
pendidikan, lisensi, dan registrasi. Bukti pendidikan adalah ijazah, bukti lisensi adalah
surat ijin praktek (SIP), dan bukti registrasi adalah surat tanda registrasi (STR).
Kelengkapan dokumen tersebut tidak cukup berupa lembaran dokumen, bahkan jika
calon tersebut menunjukkan dokumen aslinya. JCI / akreditasi mensyaratkan suatu
proses yang disebut sebagai verifikasi sumber primer. Verifikasi sumber primer
dilakukan dengan cara melacak kebenaran dokumen tersebut (bukti pendidikan, lisensi,
registrasi) sampai ke sumber dokumen tersebut diterbitkan. Bukti pendidikan dilacak
dengan cara menanyakannya langsung ke lembaga pendidikan yang mengeluarkan
ijazah. Bukti lisensi dilacak dengan cara menanyakannya langsung ke lembaga
penerbit SIP (Dinas Kesehatan). Bukti registrasi dilacak dengan cara menanyakannya
langsung ke Konsil Kedokteran (untuk dokter). Cara menanyakannya bisa dilakukan
dengan berbagai cara, misalnya datang langsung, melalui surat, fax, email, atau
telepon. Jika melalui telepon, harus tercatat nama penelepon dan jabatannya, nomor
telepon yang dituju, dengan siapa berbicara, tanggal telepon, dan bukti rekaman
percakapannya. Kredensialing juga dilakukan dengan cara verifikasi sumber primer
ke tempat calon tersebut bekerja sebelumnya, atau ke referensi professional lainnya.
Caranya sama seperti di atas (datang langsung, surat, fax, email, telepon).
Hasil dari proses verifikasi sumber primer ini kemudian dipakai sebagai bahan dasar
untuk melakukan proses privileging pada tahap awal dan penerimaan sebagai staf
medis / kesehatan. Mengapa demikian? Karena, kita belum dapat menilai kinerja
sesungguhnya dari calon tersebut. Sehingga, hanya hasil kredensialing itulah yang
dapat kita pakai sebagai dasar.

Rumah sakit sebaiknya telah membuat daftar seluruh pelayanan / tindakan yang dapat
dilakukan di rumah sakit tersebut berdasarkan bidang spesialisasi / sub spesialisasi
masing-masing. Kemudian, calon tersebut memberi tanda pelayanan / tindakan apa
saja yang dapat dilakukannya. Tentu saja harus sesuai dengan hasil evaluasi
kredensial sebelumnya. Nah, daftar pelayanan / tindakan yang telah dia tandai dan
disetujui pihak rumah sakit itulah yang menjadi dasar privilegingnya. Artinya, calon
tersebut tidak boleh melakukan pelayanan / tindakan diluar privileging yang sudah
disetujui.
Setelah proses di atas selesai, calon tersebut kemudian diterima dan bekerja sebagai
staf medis / kesehatan. Mulailah aktifitas penilaian kinerja dilakukan. JCI / akreditasi
mensyaratkan evaluasi kinerja dilakukan minimal setahun sekali. Ini adalah batas
minimal. Artinya, jika tidak ada suatu masalah atau perubahan berarti, penilaian kinerja
tetap harus dilakukan setahun sekali. Rumah sakit perlu menetapkan kriteria penilaian
kinerja staf. Kriteria tersebut misalnya (namun tidak terbatas pada):

Pemeriksaan prosedur operatif dan klinis lainnya yang dilakukan dan hasilhasilnya

Pola penggunaan darah dan farmasi

Permintaan-permintaan tes dan prosedur

Pola lamanya perawatan

Data morbiditas dan mortalitas

Penggunaan konsultasi dan spesialis oleh praktisi

Kriteria lainnya yang relevan sebagaimana ditetapkan oleh rumah sakit

Informasi di atas dapat diperoleh dengan berbagai cara diantaranya: pengamatan


langsung, pemantauan mutu klinis, diskusi dengan sejawat, dan lain-lain.

Proses evaluasi tersebut harus bersifat objektif dan berbasis pada bukti. Hasil penilaian
ulang bisa berupa tidak ada perubahan tanggung jawab, perluasan tanggung jawab,
pembatasan tanggung jawab, masa konseling dan pengawasan, atau tindakan
lain yang sesuai. Kita tidak perlu menunggu satu tahun untuk melakukan perubahan
jika diperlukan. Jika terjadi perubahan kompetensi, misalnya staf tersebut mengikuti
kursus atau pendidikan tertentu, sudah selayaknya tanggung jawabnya langsung
ditambah. Atau sebaliknya, apabila ditemukan bukti kinerja yang diragukan atau tidak
baik, maka perlu dilakukan pemeriksaan dan langsung diambil tindakan-tindakan yang
tepat. Misalnya dalam bentuk pengurangan tanggung jawab. Hasil pemeriksaan,
tindakan yang diambil, dan dampak pada privileging didokumentasikan dalam file
kredensial staf medis tersebut.

Rekredensialing
Hal lain yang perlu dilakukan adalah yang disebut sebagai Rekredensialing. Pada
proses rekredensialing ini, dilakukan pembaharuan ijin kerja dan kesepakatan ulang /
privileging antara rumah sakit dengan staf medis tersebut. JCI / akreditasi
mensyaratkan rekredensialing dilakukan minimal 3 tahun sekali. Sekali lagi 3 tahun ini
adalah syarat minimal. Jika tidak ada suatu masalah atau perubahan berarti, maka
rekredensialing tetap harus dilakukan paling tidak 3 tahun sekali. Jika dari hasil
evaluasi direkomendasikan ada tindakan yang harus dilakukan, bisa saja rumah sakit
melakukan rekredensialing setahun sekali untuk staf medis tertentu, atau bahkan
pengakhiran kerja sama.
Rekredensialing penting dilakukan karena beberapa hal, misalnya: dokumen-dokumen
seperti lisensi dan registrasi memiliki masa berlaku, adanya tambahan kompetensi,
sanksi dari organisasi profesi, perubahan kemampuan fisik dan mental, hasil evaluasi
kinerja, dan lain-lain yang dapat memberi informasi tentang banyak hal yang perlu
ditindaklanjuti. Jika rumah sakit tidak memiliki mekanisme pembaharuan ijin dan
kesepakatan ulang, sudah dipastikan akan mengalami masalah mutu pelayanan.

Hal-hal yang perlu menjadi pertimbangan dalam melakukan kesepakatan ulang:

Kualitas perawatan pasien

Pengetahuan medis / klinis

Pembelajaran dan perbaikan berbasis praktik

Keterampilan interpersonal dan komunikasi

Profesionalisme

Praktik berbasis sistim

Banyak sekali sumber referensi dari internet yang dapat kita pakai untuk melakukan
proses ini, diantaranya:

Credentialing, dapat dilihat disini dan disini.

Privileging, dapat dilihat disini.

Performance evaluation, dapat dilihat disini, disini, dan disini.

Recredentialing, dapat dilihat disini.

Selain sumber di atas, masih banyak sumber lain di internet yang bisa anda dapatkan.
Cukup dengan mengetikkan kata-kata kunci tersebut.

Anda mungkin juga menyukai