Proses atau metode yang digunakan dalam kredensial ditentukan oleh masing-masing institusi, dan
dituangkan dalam peraturan internal staf keperawatan. Beberapa proses atau metode yang dapat
digunakan dalam proses kradensial diantaranya adalah metode porto folio dan metode asesmen
kompetensi. Proses kredensial pada umumnya adalah sebagai berikut :
Perawat atau bidan mengajukan permohonan kepada Ketua Komite Keperawatan untuk memperoleh
kewenangan klinis.
Ketua Komite Keperawatan menugaskan kepada sub komite kredensial untuk melakukan proses
kredensial.
Sub komite kredensial membentuk panitia ad hoc untuk melakukan review, verifikasi dan evaluasi
dengan metode yang telah disepakati.
Sub komite memberikan laporan kepada Ketua Komite Keperawatan hasil kredensial sebagai bahan
rapat menentukan kewenangan klinis.
Seluruh proses kredensial dan hasil rapat penentuan kewenangan klinis selanjutnya dilaporkan secara
tertulis oleh sub komite kredensial kepada Ketua Komite Keperawatan untuk diteruskan kepada
direktur dan dijadikan bahan rekomendasi kepada direktur.
Direktur mengeluarkan penugasan klinis terhadap perawat atau bidan bersangkutan.
Sedangkan tahapan proses kredensial, menurut :
1. Robert Priharjo.
Robert Priharjo menyebutkan bahwa proses kredensial memiliki empat tahap, yaitu :
Lisensi, seperti Surat Ijin Kerja (SIK) dan Surat Ijin Praktek Perawat (SIPP).
Registrasi, seperti Surat Tanda Registrasi (STR).
Sertifikasi, seperti Surat Uji Kompetensi Profesi dan sertipikat pelatihan.
Akreditasi, terkait dengan ijazah, sertipikat dan dokumen seperti tersebut di atas sudah terakreditasi
atau belum.
Kredensial perawat merupakan salah satu unsur dalam penilaian akreditasi rumah sakit. Proses
kredensial sebagai dasar pemberian kewenangan klinik kepada perawat, pada kenyataannya belum
sepenuhnya terlaksana dengan baik. Semangat rumah sakit untuk melaksanakan kredensial
keperawatan masih dipengaruhi oleh adanya tuntutan penilaian standar akreditasi rumah sakit oleh
Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS) atau Joint Comission International (JCI). Hal ini seharusnya
bersinergi dan saling menguatkan, namun pada kenyataannya karena tuntutan rumah sakit yang ingin
segera dilakukan penilaian, sehingga proses kredensial menjadi kurang bermakna dan cenderung
sebatas formalitas.
Perawat adalah seseorang yang lulus pendidikan tinggi keperawatan baik di dalam maupun di luar
negeri yang diakui oleh pemerintah RI sesuai peraturan perundangan dan telah disiapkan untuk
memiliki kompetensi yang ditetapkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia serta teregistrasi.
Perawat terdiri dari Perawat Ahli Madya, Ners dan Ners spesialis. Berdasarkan standar kompetensi
perawat (PPNI, AIPNI, AIPDiKI,2013), kompetensi perawat meliputi praktik profesional, etis, legal
dan peka budaya, pemberian asuhan dan manajemen asuhan keperawatan, dan pengembangan kualitas
personal dan profesional.
Pelayanan keperawatan merupakan rangkaian tindakan yang dilandasi aspek etik legal dan peka
budaya untuk memenuhi kebutuhan klien. Kegiatan tersebut meliputi tindakan prosedural,
pengambilan keputusan klinik yang memerlukan analisis kritis serta kegiatan advokasi dengan
menunjukkan Perilaku Caring. Pengelolaan pelayanan keperawatan merupakan kewenangan dan
tanggung jawab perawat yang memiliki kompetensi sebagai manager. Asuhan keperawatan dilakukan
melalui tindakan keperawatan mandiri dan atau kolaborasi oleh tim keperawatan (Perawat Ahli
Madya, Ners dan Ners Spesialis) maupun dengan tim kesehatan lainnya. Dalam pelaksanaannya,
tindakan oleh tim keperawatan dilakukan sesuai dengan batasan Kewenangan dan Kompetensi
masing-masing jenis tenaga Perawat.
Saat ini, perawat di rumah sakit khusunya PNS dihadapkan pada beberapa proses assesmen
kompetensi diantaranyabahwa ketika seorang perawat melanjutkan pendidikan profesi keperawatan,
saat akan lulus diharuskan mengikuti uji kompetensi untuk mendapatkan sertifikat kompetensi sebagai
salah satu syarat untuk pengajuan pembuatan Surat Tanda Registrasi (STR), saat akan naik jenjang
perawat klinik dilakukan assesmen kompetensi, kemudian yang terbaru saat akan naik jabatan
fungsional juga harus dilakukan uji kompetensi.
Kemudian sub kredensial komite keperawatan bersama mitra bestari saat melakukan proses verifikasi
kewenangan klinis perawat, seharusnya mitra bestari bisa dari para tenaga perawat yang expert
dibidangnya sesuai area kliniknya, tetapi kenyataanya proses verifikasi kewenangan klinis dilakukan
oleh mitra bestari yang belum tentu sama peminatan area kliniknya sehingga menjadikan hasil yang
didapat kurang memadai. Rumah sakit seharusnya bisa bekerjasama dengan himpunan perawat yang
ada di organisasi profesi perawat maupun institusi pendidikan keperawatan.
Proses kredensial keperawatan dirumah sakit belum sepenuhnya optimal, karena kurangnya komitmen
dari pimpinan rumah sakit sehingga kegiatan kredensial terhambat. Kegiatan kredensial seyogyanya
dilakukan berkesinambungan untuk memelihara kompetensi perawat. Kendala lain yang ditemukan
adalah kepala bidang keperawatan dijabat bukan dari perawat, pengurus subkomite kredensial
keperawatan masih merangkap menjadi perawat fungsional di unit tertentu padahal untuk mengurusi
kegiatan kredensial diperlukan waktu, tenaga, konsentrasi pikiran dan biaya untuk pelaksanaannya.
Upaya kredensial keperawatan di rumah sakit masih perlu ditingkatkan. Perkembangan pengetahuan
dan teknologi kesehatan khususnya keperawatan harus diimbangi dengan kesiapan sumber daya
keperawatan. Kompetensi perawat perlu dipertahankan dan ditingkatkan. Untuk melaksanakan
kredensial yang berkesinambungan,perlu adanya dukungan dari manajemen rumah sakit dan
pemerintah dalam bentuk komitmen yang kuat serta monitor dan evaluasi dalam pelaksanaannya.
http://legalstudies71.blogspot.com/search?q=kredensial
https://joglosemarnews.com/2018/05/kredensial-perawat-antara-tuntutan-akreditasi-dan-
jaminan-kompetensi/
https://lektur.id/arti-kredensial/