Anda di halaman 1dari 8

Langkah dalam Evidence Based Practice

Berikut adalah proses/langkah dalam Evidence Based Practice:


1. Merumuskan pertanyaan klinis yang dapat dijawab
Contoh :
Clinical Question: Bagaimanakah efektifitas pemeriksaan kardiotokograpi untuk
mendeteksi kesejahteraan janin dalam proses persalinan?
2. Menemukan bukti terbaik
a. Formulasi PICO
Patient
Intervention
Comparator
Outcome

Infant, neonatal
Carditocography
Intermitten auscultation
Assessment of fetal wellbeing

b. Frase Penelusuran
Patient/Population

Search Terms
(Infant* OR Neonatal*)

Problem
Intervention

(Cardiotocography*)

Comparator

(Intermitten auscultation*)

Outcome

(Assessment of fetal wellbeing*)

c. Frase Penelusuran Akhir


(Infant* OR Neonatal*) AND (Cardiotocography*) AND (Intermitten auscultation*)
AND (Assessment of fetal wellbeing*)
d. Hasil Penelusuran Jurnal
Search Pharase
Infant
(Infant*)
(Infant* OR Neonatal*)
(Infant* OR Neonatal*) AND (Cardiotocography*)
(Infant* OR Neonatal*) AND (Cardiotocography*) AND

PUBMED
987981
1048764
1125994
1019
16

(Intermitten auscultation*)
(Infant* OR Neonatal*) AND (Cardiotocography*) AND

(Intermitten auscultation*) AND (Assessment of fetal


wellbeing*)
e. Hasil Penelusuran Jurnal

Contoh:
Judul Artikel: Admission cardiotocography: a randomised controlled trial. Lawrence
Impey, Margaret Reynolds, Kathryn MacQuillan, Simon Gates, John Murphy, Orla
Sheil.
3. Menilai bukti secara kritis (mengetahui seberapa bagus bukti tersebut dan apa artinya)
Contoh :
Apakah hasil dari penelitian uji diagnosis ini valid?
Apakah ada perbandingan dengan baku emas yang dilakukan secara independen dan tersamar?

Apakah alat diagnosis diuji akurasinya dalam spektrum pasien yang merta (seperti terjadi dalam praktek rutin

Apakah uji yang dipakai sebagai baku emas dilakukan dengan mengabaikan hasil dari pemeriksaan lain yang

Akankah kemungkinan sakit setelah pemeriksaan mempengaruhi manajemen dan pertolongan anda kepada pa

Akankah konsekuensi-konsekuensi pemeriksaan menolong pasien anda?


4. Mengaplikasikan Bukti
Contoh:
Apakah hasil yang valid dari penelitian uji diagnosis ini penting?
Hitungan anda:
Target penyakit: gawat janin
postif
a b
c d
a + c = 46 b + d = 104
Sensitivitas (SN) = a/(a+c) =
Spesifisitas (SP) = d/(b+d) =
Positive Predictive Value(Nilai ramal positif) = a/(a+b) =
Negative Predictive Value(Nilai ramal negatif) = d/(c+d) =
Pre test Probability(Kemungkinan sakit sebelum diperiksa (prevalensi) = (a+c)/
(a+b+c+d) =
RR= 0,90;95% CI, 0,75-1,08

ARR=1-RR
1-0,90= 0,1 (10%;95 CI, 0,75-1,08)
NNT= 1/ARR=1/0,1=10
Apakah anda dapat menerapkan bukti ilmiah yang valid dan penting dari
penelitian uji diagnosis dalam merawat pasien anda?
Apakah alat diagnosis ini tersedia, dapat diadakan, tepat, teliti di tempat anda bekerja?

Dapatkah anda membuat estimasi kemungkinnan sakit sebelum dilakukan pemeriksaan (dari data-data prakte

5. Mengevaluasi efektivitas dan efisiensi dalam melaksanakan langkah-langkah 1-4 dan


mencari cara untuk meningkatkan mereka berdua untuk waktu berikutnya.
a. PICO
Contoh :
PICO percobaan cardiotokograpi cocok dengan pertanyaan klinis kita yaitu
bagaimanakah efektifitas pemeriksaan kardiotokograpi untuk mendeteksi
kesejahteraan janin dalam proses persalinan.
b. Validitas Internal
1) Rekrutmen
Contoh :
Pada percobaan cardiotokograpi, subjek direkrut dari awal secara sukarela.
Kriteria inklusi/eksklusi menunjukkan bahwa perekrutan subjek mewakili
populasi yang jelas (ibu hamil tunggal dengan usia kehamilan kurang dari 42
minggu, tidak ada kelainan janin dan komplikasi kehamilan, suhu tubuh ibu
kurang dari 37,5o C saat masuk dan bersedia menjadi responden). Ini termasuk
penelitian yang besar karena jumlah responden sebanyak 8580 wanita( Admission
CTG= 4298, Usual care=4282). Jumlah subjek cukup menyediakan sampel yang
mewakili.
2) Alokasi
Penempatan kelompok secara acak tetapi metode yang dipakai (amplop tertutup)
bukan metode paling efektif untuk menghilangkan bias penempatan. subjek tahu
di mana kelompoknya berada.
Contoh :
Baik karena bias penempatan ((ibu hamil tunggal dengan usia kehamilan kurang
dari 42 minggu, tidak ada kelainan janin dan komplikasi kehamilan, suhu tubuh
ibu kurang dari 37,5o C saat masuk dan bersedia menjadi responden). Terdapat
perbedaan signifikan secara statistik pada peningkatan operasi SC antara 2
kelompok.

3) Maintenance
Sekali subjek ditempatkan ke kelompok, maka semua subjek diatur secara sama,
outcome yang relevan diukur menggunakan metodelogi yang sama untuk kedua
kelompok tersebut, akan tetapi banyak yang hilang pada saat follow upI.
4) Measurement
Blinding / penyamaran bidan yang melakukan pemeriksaan dengan

menggunakan gold standar mengetahui keadaan pasien sebelumnya.


Objectivity /objektivitas pengukuran outcome tergantung interprestasi

dari alat cardiotocography dan auskultasi intermitten


Overall / keseluruhan (Validitas internal) : percobaan dilakukan dengan baik
c. Overall/keseluruhan (Validitas internal)
Percobaan dilaksanakan dengan baik tapi memiliki kelemahan metodologi yang bisa
berdampak pada outcomes.
d. Hasil
Contoh :
Hasil menunjukkan perbedaan besar antara kelompok perlakuan dengan kelompok
kontrol, tidak signifikan secara statistik (karena CI melewati angka 1
ARR = 1 RR
1 - 0,90 = 0,1 (10%;95 CI, 0,75-1,08)
NNT= 1/ARR=1/0,1=10
e. Kesimpulan
Contoh :
Hasil penelitian menunjukkan cardiotocography memiliki dua peran potensial.
Pertama, mungkin bertindak sebagai stress test untuk janin yang mungkin menjadi
hipoksia dalam proses persalinan. Kedua, mungkin mendeteksi dan pelayanan yang
cepat dari beberapa janin yang sudah kronis hypoxic. Sementara itu angka NNT
cukup besar (10), sekarang tinggal seberapa penting keputusan klinis sehubungan
dengan konsekuensinya.
f. Level Evidance Based Diagnostic Accuracy
Contoh :
Judul
Admission cardiotocography:

Metode
randomised controlled trial

Level
II B

Sumber : http://ekarianamidwifery.blogspot.co.id/2015/04/langkah-dalam-evidence-basedpractice.html diakses pada tanggal 4 Mei 2016 pukul 09.15 WIB (eka riana, 15 April 2015)

Langkah-langkah dalam penerapan evidence based medicine-practice:


1. Penerapan evidence based medicine-practice dimulai dari pasien, masalah klinis atau
pertanyaan yang timbul terkait perawatan yang diberikan pada klien.
2. Merumuskan pertanyaan klinis (rumusan masalah) yang mungkin, termasuk pertanyaan
kritis dari kasus/ masalah ke dalam kategori.
Contoh : desain studi dan tingkatan evidence.
3. Melacak/ mencari sumber bukti terbaik yang tersedia secara sistematis untuk menjawab
pertanyaan.
4. Penilaian kritis (critical appraisal) akan bukti ilmiah yang telah didapat untuk validitas
internal/ kebenaran bukti, (meliputi: kesalahan sistematis sebagai akibat dari bias seleksi,
bias informasi dan faktor perancu; aspek kuantitatif dari diagnosis dan pengobatan;
ukuran efek dan aspek presisi; hasil klinis; validitas eksternal atau generalisasi), dan
kegunaan dalam praktrk klinis.
5. Penerapan hasil dalam praktek pada klien, dengan membuat keputusan untuk
menggunakan atau tidak menggunakan hasil studi tersebut, dan atau mengintegrasikan
bukti tersebut dengan pengalaman klinis dan faktor pasien/ klien dalam menentukan
keputusan tersebut.
6. Evaluasi kinerja, yaitu melakukan evaluasi atas tindakan yang telah dilakukan pada klien.
Untuk menggunakan hasil penelitian/ bukti sebagai referensi dalam memberikan
perawatan pada klien, diperlukan suatu tinjauan sistematis/ review sistematis (evidence
review/ systematic review) dari hasil penelitian-penelitian serupa. Tinjauan sistematis ini
dapat kita lakukan sendiri atau menggunakan tinjauan sistematis yang sudah disusun dan
dipublikasikan oleh seorang penulis (peneliti, akademisi, praktisi) yang ahli dibidangnya
untuk memberikan rencana terperinci dan berulang tentang pencarian literatur dan
evaluasi dari bukti-bukti tersebut.
Setelah semua bukti terbaik dinilai, pengobatan/ perawatan dikategorikan sebagai:
1) Mungkin bermanfaat.
2) mungkin berbahaya.
3) Bukti tidak mendukung salah satu manfaat atau bahaya.
Kualitas bukti dapat dinilai berdasarkan jenis sumber bukti (dari meta-analisis dan
review sistematis uji klinis), faktor lainnya termasuk validitas statistik, relevansi klinis,
keakuratan dan kekinian, dan penerimaan. Dalam evidence based medicine-practice kategori
berbagai jenis evidence based dan tingkatan atau nilainya disesuaikan dengan kekuatan hasil
penelitian dari berbagai jenis bias penelitian.

Penilaian untuk menilai kualitas bukti berdasarkan US Preventive Services Task


Force (USPSTF), dikategorikan menjadi:
1. Tingkat I : bukti yang diperoleh berasal dari hasil penelitian yang dirancang dengan
metode randomized controlled trial.
2. Tingkat II-1 : bukti yang diperoleh berasal dari hasil penelitian yang dirancang dengan
metode controlled trials without randomization.
3. Tingkat II-2 : bukti yang diperoleh berasal dari hasil penelitian yang dirancang dengan
metode studi kohort atau kasus control rancangan studi analitik, yang dilakukan pada
lebih dari satu kelompok penelitian.
4. Tingkat II-3 : bukti diperoleh dari beberapa rancangan penelitian time series design
dengan atau tanpa intervensi. Hasil yang dramatis dalam uji terkontrol dapat juga
dianggap sebagai jenis bukti.
5. Tingkat III : pendapat otoritas/ ahli yang dihormati, berdasarkan pengalaman klinis,
penelitian deskriptif, atau laporan komite ahli. Dalam pedoman dan publikasi lainnya,
rekomendasi untuk layanan klinis diklasifikasikan berdasarkan resiko klinis dibandingkan
dengan manfaat layanan dan tingkat bukti dimana informasi/ hasil penelitian didapatkan.
Klasifikasi yang ditetapkan berdasarkan The US Preventive Services Task Force:
1. Tingkat A : bukti ilmiah baik, menunjukkan bahwa manfaat dari layanan klinis secara
substansial lebih besar daripada risiko potensial. Pemberi layanan harus mendiskusikan
jenis/ bentuk layanannya dengan klien yang memenuhi syarat.
2. Tingkat B : bukti ilmiah cukup baik, menunjukkan bahwa manfaat dari layanan klinis
melebihi potensi risiko. Pemberi layanan harus mendiskusikan jenis/ bentuk layanan
dengan klien yang memenuhi syarat.
3. Tingkat C: bukti ilmiah cukup baik, menunjukkan bahwa ada manfaat yang diberikan
oleh layanan klinis, tetapi keseimbangan antara manfaat dan risiko yang terlalu dekat
untuk membuat rekomendasi. Pemberi layanan tidak perlu menawarkan kecuali ada
pertimbangan individu.
4. Tingkat D: bukti ilmiah cukup baik, menunjukkan bahwa risiko layanan klinis melebihi
manfaat potensial. Pemberi layanan tidak harus menawarkan layanan kepada klien tanpa
gejala.
5. Tingkat I: Bukti ilmiah yang kurang, kualitas yang buruk atau bertentangan, sehingga
risiko dibanding manfaat tidak dapat dinilai. Pemberi layanan harus membantu klien
dalam memahami ketidakpastian seputar layanan klinis.

Meskipun evidence based medicine-practice dianggap sebagai standar emas dalam praktek
klinis, terdapat sejumlah keterbatasan dalam pelaksanaannya:
1. Evidence based medicine-practice menghasilkan penelitian kuantitatif, terutama dari
desain Randomized Controlled Trial (RCT). Dengan demikian, hasilnya mungkin tidak
relevan untuk semua situasi perawatan.
2. Penelitian dengan desain RCT mahal, maka prioritas diberikan pada topic penelitian yang
dipengaruhi oleh kepentingan para sponsor.
3. Ada jeda antara saat RCT dilakukan dengan ketika hasilnya dipublikasikan, dan ada jeda
antara saat hasilnya dipublikasikan dengan saat hasilnya diterapkan dengan benar.
4. Penelitian dengan rancangan RCT membatasi generalisasi, karena penelitian tidak
dilakukan pada semua populasi.
5. Tidak semua bukti dari penelitian dengan rancangan RCT dapat diakses dengan mudah,
sehingga efektivitas pengobatan yang dilaporkan mungkin berbeda dari yang dicapai
dalam praktek klinis rutin.
6. Hasil studi/ penelitan yang diterbitkan mungkin tidak mewakili semua studi yang
diselesaikan pada topik tertentu (diterbitkan dan tidak diterbitkan) atau mungkin tidak
dapat diandalkan karena kondisi studi yang berbeda dan bervariasi.
Penelitian umumnya cenderung berfokus pada populasi, namun tiap-tiap individu
dalam populasi dapat bervariasi secara substansial dari norma-norma yang umum terjadi
dalam suatu populasi. Dapat disimpulkan bahwa evidence based medicine-practice berlaku
untuk kelompok orang (populasi). Namun hal tersebut tidak menghalangi pemberi layanan
dari menggunakan pengalaman pribadi mereka dalam memutuskan bagaimana menyelesaikan
setiap masalah. Salah satu sumber menyarankan bahwa: pengetahuan yang diperoleh dari
penelitian klinis tidak langsung menjawab pertanyaan klinis, apa yang terbaik bagi klien,
dan menunjukkan bahwa evidence based medicine-practice tidak harus menyimpang dari
nilai pengalaman klinis. Sumber lainnya menyatakan bahwa evidence based medicinepractice berarti mengintegrasikan keahlian klinis individu dengan bukti klinis terbaik yang
tersedia

(diakses

secara

terbuka/

umum)

dari

penelitian

yang

sistematis.

Penerapan evidence based medicine-practice dalam pelayanan kebidanan (evidence based


midwifery) khususnya dalam asuhan kehamilan, diantaranya sebagai pertimbangan dalam:
melaksanakan pemeriksaan ibu hamil, menjalankan program antenatal care (standar asuhan
kehamilan, standar kunjungan), mengatasi keluhan/ ketidaknyamanan yang dialami selama
kehamilan, pemenuhan kebutuhan dasar ibu hamil, dan penatalaksanaan penyulit/ komplikasi
kehamilan.

Sumber : https://oshigita.wordpress.com/tag/evidence-based-midwifery/ diakses pada tanggal


4 Mei 2016 pukul 09.40 WIB (Gita Kostania, 13 April 2015)

Referensi:
American Psychological Association. (2006). APA presidential task force on evidence based
practice. Washington, DC: Author.
Anonim.

(2014).

Evidence

based

health

care

and

review.http://community.cochrane.org/about-us/evidence-based-health-care.

systematic
Florida

State

University.
Elder, Linda. (2007). Critical Thinking. http://www.criticalthinking.org/pages/definingcritical-thinking/766.

Tomales,

CA.

Slawson DC, Shaughnessy AF. Teaching evidence-based medicine: should we be teaching


information

management

instead?

Acad

Med.

2005

Jul;80(7):685-9.

Sackett DL, Strauss SE, Richardson WS,et al. Evidence-based medicine: how to practice and
teach EBM. London: Churchill-Livingstone, 2000.

Anda mungkin juga menyukai