Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN DEKOMPENSASI KORDIS

A.

Definisi
Gagal jantung kongestif (decompensasi cordis) adalah ketidakmampuan jantung untuk
memompa darah dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadp
oksigen dan nutrien.(Diane C. Baughman dan Jo Ann C. Hockley, 2000)
Decompensasi cordis adalah suatu keadaan patofisiologi adanya kelainan fungsi jantung
berakibat jantung gagal memompakan darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme
jaringan dan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian tekanan pengisian
ventrikel kiri (Braundwald, 2003 ).
Berdasarkan definisi patofisiologik gagal jantung (decompensatio cordis) atau dalam
bahasa inggris Heart Failure adalah ketidakmampuan jantung untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme jaringan pada saat istirahat atau kerja ringan. Hal tersebut akan menyebabkan
respon sistemik khusus yang bersifat patologik (sistem saraf, hormonal, ginjal, dan lainnya)
serta adanya tanda dan gejala yang khas (Fathoni, 2007).
Jadi gagal jantung adalah suatu kegagalan pemompaan (di mana cardiac output tidak
mencukupi kebutuhan metabolik tubuh) sedangkan tekanan pengisian ke dalam jantung
masih cukup tinggi, mekanisme yang mendasar tentang gagal jantung termasuk kerusakan
sifat kontraktilitas jantung yang berkurang dan vetrikel tidak mampu memompa keluar darah
sebanyak yang masuk selama diastole. Hal ini menyebabkan volume diastolic akhir ventrikel
secara progresif bertambah. Hal yang terjadi sebagai akibat akhir dari gangguan jantung ini
adalah jantung tidak dapat mencukupi kebutuhan oksigen pada sebagi organ.

B.
Klasifikasi Dekompensasi Kordis
1. Decompensasi cordis kiri/gagal jantung kiri
Dengan berkurangnya curah jantung pada gagal jantung mengakibatkan pada akhir
sistol terdapat sisa darah yang lebih banyak dari keadaan keadaan normal sehingga pada masa
diatol berikutnya akan bertambah lagi mengakibatkan tekanan distol semakin tinggi, makin
lama terjadi bendungan didaerah natrium kiri berakibat tejadi peningkatan tekanan dari batas
normal pada atrium kiri (normal 10-12 mmHg) dan diikuti pula peninggian tekanan vena
pembuluh pulmonalis dan pebuluh darah kapiler di paru, karena ventrikel kanan masih sehat
memompa darah terus dalam atrium dalam jumlah yang sesuai dalam waktu cepat tekanan
hodrostatik dalam kapiler paru-paru akan menjadi tinggi sehingga melampui 18 mmHg dan
terjadi transudasi cairan dari pembuluh kapiler paru-paru..
Pada saat peningkatan tekanan arteri pulmonalis dan arteri bronkhialis, terjadi
transudasi cairanin tertisiel bronkus mengakibatkan edema aliran udara menjadi terganggu
biasanya ditemukan adanya bunyi eksspirasi dan menjadi lebih panjang yang lebih dikenal
asma kardial fase permulaan pada gagal jantung, bila tekanan di kapiler makin meninggi
cairan transudasi makin bertambah akan keluar dari saluran limfatik karena ketidaka
mampuan limfatik untuk, menampungnya (>25 mmHg) sehingga akan tertahan dijaringan
intertissiel paru-paru yang makain lama akan menggangu alveoli sebagai tempat pertukaran
udara mengakibatkan udema paru disertai sesak dan makin lama menjadi syok yang lebih
dikenal dengan syak cardiogenik diatandai dengan tekanan diatol menjadi lemah dan rendah

a.

b.
c.
2.

1.
2.
3.
4.

C.

serta perfusi menjadi sangat kurang berakibat terdi asidosis otot-otot jantung yang berakibat
kematian.
Gagalnya kkhususnya pada ventrikel kiri untuk memompakan darah yang mengandung
oksigen tubuh yang berakibat dua antara lain:
Tanda-tanda dan gejela penurunan cardiak output seperit dyspnoe de effort (sesak nafas pada
akktivitas fisik, ortopnoe (sesak nafas pada saat berbaring dan dapat dikurangi pada saat
duduk atau berdiri.kemudian dispnue noktural paroksimalis (sesak nafas pada malam hari
atau sesak pada saat terbangun)
Dan kongesti paru seperti menurunnya tonus simpatis, darah balik yang bertambah,
penurunan pada pusat pernafasan, edema paru, takikakrdia,
Disfungsi diatolik, dimana ketidakmampuan relaksasi distolik dini ( proses aktif yang
tergantung pada energi ) dan kekakuan dindiing ventrikel
Decompensasi cordis kanan
Kegagalan venrikel kanan akibat bilik ini tidak mampu memeompa melawan tekanan
yang naik pada sirkulasi pada paru-paru, berakibat membaliknya kembali kedalam sirkulasi
sistemik, peningkatan volume vena dan tekanan mendorong cairan keintertisiel masuk
kedalam(edema perier) (long, 1996). Kegagalan ini akibat jantung kanan tidak dapat
khususnya ventrikel kanan tidak bisa berkontraksi dengan optimal, terjadi bendungan
diatrium kanan dan venakapa superior dan inferiordan tampak gejal yang ada adalah
udemaperifer, hepatomegali, splenomegali, dan tampak nyata penurunan tekanan darah yang
cepat., hal ini akibaat vetrikel kanan pada saat sisitol tidak mampu mempu darah keluar
sehingga saat berikutnya tekanan akhir diatolik ventrikel kanan makin meningkat demikin
pula mengakibatkan tekanan dalam atrium meninggi diikuti oleh bendungan darah vena kava
supperior dan vena kava inferior serta selruh sistem vena tampak gejal klinis adalah erjadinya
bendungan vena jugularis eksterna, bven hepatika (tejadi hepatomegali, vena lienalis
(splenomegali) dan bendungan-bedungan pada pada ena-vena perifer. Dan apabila tekanan
hidristik pada di pembuluh kapiler meningkat melampui takanan osmotik plasma maka
terjadinya edema perifer.
Pada gagal jantung kongestif terjadi manifestasi gabungan gagal jantung kiri dan kanan. New
York Heart Association (NYHA) membuat klasifikasi fungsional dalam 4 kelas :
Kelas 1; Bila pasien dapat melakukan aktivitas berat tanpa keluhan.
Kelas 2; Bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas lebih berat dari aktivitas sehari hari
tanpa keluhan.
Kelas 3; Bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas sehari hari tanpa keluhan.
Kelas 4; Bila pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktivits apapun dan harus tirah
baring.
Etiologi
Mekanisme fisiologis yang menyebabkan timbulnya dekompensasi kordis adalah
keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal, beban akhir atau yang menurunkan
kontraktilitasmiokardium. Keadaan yang meningkatkan beban awal seperti regurgitasi aorta,
dan cacat septumventrikel. Beban akhir meningkat pada keadaan dimana terjadi stenosis aorta
atau hipertensi sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada infark miokard atau
kardiomyopati. Faktor lain yang dapat menyebabkan jantung gagal sebagai pompa adalah
gangguan pengisisan ventrikel ( stenosis katup atrioventrikuler ), gangguan pada pengisian
dan ejeksi ventrikel (perikarditis konstriktif dan temponade jantung). Dari seluruh penyebab
tersebut diduga yang paling mungkin terjadi adalah pada setiap kondisi tersebut
mengakibatkan pada gangguan penghantaran kalsium di dalam sarkomer, atau di dalam
sistesis atau fungsi protein kontraktil. ( Price. Sylvia A, 1995).

Penyebab gagal jantung digolongkan menurut apakah gagal jantung tersebut


menimbulkan gagal yang dominan sisi kiri atau dominan sisi kanan. Dominan sisi kiri :
penyakit jantung iskemik, penyakit jantung hipertensif, penyakit katup aorta, penyakit katup
mitral, miokarditis, kardiomiopati, amiloidosis jantung, keadaan curah tinggi ( tirotoksikosis,
anemia, fistula arteriovenosa). Dominan sisi kanan : gagal jantung kiri, penyakit paru kronis,
stenosis katup pulmonal, penyakit katup trikuspid, penyakit jantung kongenital (VSD, PDA),
hipertensi pulmonal, emboli pulmonal masif. (Chandrasoma, 2006).
Gagal jantung dapat disebabkan oleh banyak hal. Secara epidemiologi cukup penting
untung mengetahui penyebab dari gagal jantung, di Negara berkembang penyakit arteri
koroner dan hipertensi merupakan penyebab terbanyak sedangkan di negara berkembang
yang menjadi penyebab terbanyak adalah penyakit jantung katup dan penyakit jantung akibat
malnutrisi.4 Pada beberapa keadaan sangat sulit untuk menentukan penyebab dari gagal
jantung. Terutama pada keadaan yang terjadi bersamaan pada penderita. Penyakit jantung
koroner pada Framingham Study dikatakan sebagai penyebab gagal jantung pada 46% lakilaki dan 27% pada wanita.4 Faktor risiko koroner seperti diabetes dan merokok juga
merupakan faktor yang dapat berpengaruh pada perkembangan dari gagal jantung. Selain itu
berat badan serta tingginya rasio kolesterol total dengan kolesterol HDL juga dikatakan
sebagai faktor risikoindependen perkembangan gagal jantung.
Hipertensi telah dibuktikan meningkat-kan risiko terjadinya gagal jantung pada
beberapa penelitian. Hipertensi dapat menyebabkan gagal jantung melalui beberapa
mekanisme, termasuk hipertrofi ventrikel kiri. Hipertensi ventrikel kiri dikaitkan dengan
disfungsi ventrikel kiri sistolik dan diastolik dan meningkatkan risiko terjadinya infark
miokard, serta memudahkan untuk terjadinya aritmia baik itu aritmia atrial maupun aritmia
ventrikel. Ekokardiografi yang menunjukkan hipertrofi ventrikel kiri berhubungan kuat
dengan perkembangan gagal jantung.4 Kardiomiopati didefinisikan sebagai penyakit pada
otot jantung yang bukan disebabkan oleh penyakit koroner, hipertensi, maupun penyakit
jantung kongenital, katup ataupun penyakit pada perikardial. Kardiomiopati dibedakan
menjadi empat kategori fungsional : dilatasi (kongestif), hipertrofik, restriktif dan obliterasi.
Kardiomiopati dilatasi merupakan penyakit otot jantung dimana terjadi dilatasi abnormal
pada ventrikel kiri dengan atau tanpa dilatasi ventrikel kanan. Penyebabnya antara lain
miokarditis virus, penyakit pada jaringan ikat seperti SLE, sindrom Churg-Strauss dan
poliarteritis nodosa.
Kardiomiopati hipertrofik dapat merupakan penyakit keturunan (autosomal dominan)
meski secara sporadik masih memungkinkan. Ditandai dengan adanya kelainan pada serabut
miokard dengan gambaran khas hipertrofi septum yang asimetris yang berhubungan dengan
obstruksi outflow aorta (kardiomiopati hipertrofik obstruktif). Kardiomiopati restriktif
ditandai dengan kekakuan sertacompliance ventrikel yang buruk, tidak membesar
dandihubungkan dengan kelainan fungsi diastolic(relaksasi) yang menghambat pengisian
ventrikel.4,5 Penyakit katup sering disebabkan oleh penyakit jantung rematik, walaupun saat
ini sudah mulai berkurang kejadiannya di negara maju. Penyebab utama terjadinya gagal
jantung adalah regurgitasi mitral dan stenosis aorta. Regusitasi mitral (dan regurgitasi aorta)
menyebabkan kelebihan beban volume (peningkatan preload) sedangkan stenosis aorta
menimbulkan beban tekanan (peningkatan afterload).
Aritmia sering ditemukan pada pasien dengan gagal jantung dan dihubungkan dengan
kelainan struktural termasuk hipertofi ventrikel kiri pada penderita hipertensi. Atrial fibrilasi
dan gagal jantung seringkali timbul bersamaan. Alkohol dapat berefek secara langsung pada
jantung, menimbulkan gagal jantung akut maupun gagal jantung akibat aritmia (tersering
atrial fibrilasi). Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat menyebabkan kardiomiopati dilatasi
(penyakit otot jantung alkoholik). Alkohol menyebabkan gagal jantung 2 3% dari kasus.
Alkohol juga dapat menyebabkan gangguan nutrisi dan defisiensi tiamin. Obat obatan juga

dapat menyebabkan gagal jantung. Obat kemoterapi seperti doxorubicin dan obat antivirus
seperti zidofudin juga dapat menyebabkan gagal jantung akibat efek toksik langsung terhadap
otot jantung. (Santosa, A 2007)
D.

Patofisiologi
Mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi gangguan kemampuan kontraktilitas
jantung yang menyebabkan curah jantung lebih rendah dari normal. Dapat dijelaskan dengan
persamaan CO = HR x SV di mana curah jantung (CO:Cardiac output) adalah fungsi
frekuensi jantung (HR: Heart Rate) x Volume Sekuncup (SV: Stroke Volume).
Frekuensi jantung adalah fungsi dari sistem saraf otonom. Bila curah jantung berkurang,
sistem saraf simpatis akan mempercepat frekuensi jantung untuk mempertahankan curah
jantung. Bila mekanisme kompensasi ini gagal untuk mempertahankan perfusi jaringan yang
memadai, maka volume sekuncup jantunglah yang harus menyesuaikan diri untuk
mempertahankan curah jantung.
Volume sekuncup adalah jumlah darah yang dipompa pada setiap kontraksi, yang
tergantung pada 3 faktor, yaitu: (1) Preload (yaitu sinonim dengan Hukum Starling pada
jantung yang menyatakan bahwa jumlah darah yang mengisi jantung berbanding langsung
dengan tekanan yang ditimbulkan oleh panjangnya regangan serabut jantung); (2)
Kontraktilitas (mengacu pada perubahan kekuatan kontraksi yang terjadi pada tingkat sel dan
berhubungan dengan perubahan panjang serabut jantung dan kadar kalsium); (3) Afterload
(mengacu pada besarnya tekanan ventrikel yang harus dihasilkan untuk memompa darah
melawan perbedaan tekanan yang ditimbulkan oleh tekanan arteriole).
Jika terjadi gagal jantung, tubuh mengalami beberapa adaptasi yang terjadi baik pada
jantung dan secara sistemik. Jika volume sekuncup kedua ventrikel berkurang akibat
penekanan kontraktilitas atau afterload yang sangat meningkat, maka volume dan tekanan
pada akhir diastolik di dalam kedua ruang jantung akan meningkat. Hal ini akan
meningkatkan panjang serabut miokardium pada akhir diastolik dan menyebabkan waktu
sistolik menjadi singkat. Jika kondisi ini berlangsung lama, maka akan terjadi dilatasi
ventrikel. Cardiac output pada saat istirahat masih bisa berfungsi dengan baik tapi
peningkatan tekanan diastolik yang berlangsung lama (kronik) akan dijalarkan ke kedua
atrium, sirkulasi pulmoner dan sirkulasi sitemik. Akhirnya tekanan kapiler akan meningkat
yang akan menyebabkan transudasi cairan dan timbul edema paru atau edema sistemik.
Penurunan cardiac output, terutama jika berkaitan dengan penurunan tekanan arterial
atau penurunan perfusi ginjal, akan mengaktivasi beberapa sistem saraf dan humoral.
Peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis akan memacu kontraksi miokardium, frekuensi
denyut jantung dan vena; yang akan meningkatkan volume darah sentral yang selanjutnya
meningkatkan preload.
Meskipun
adaptasi-adaptasi
ini
dirancang
untuk
meningkatkan cardiac output, adaptasi itu sendiri dapat mengganggu tubuh. Oleh karena itu,
takikardi dan peningkatan kontraktilitas miokardium dapat memacu terjadinya iskemia pada
pasien dengan penyakit arteri koroner sebelumnya dan peningkatan preload dapat
memperburuk kongesti pulmoner.
Aktivasi sitem saraf simpatis juga akan meningkatkan resistensi perifer. Adaptasi ini
dirancang untuk mempertahankan perfusi ke organ-organ vital, tetapi jika aktivasi ini sangat
meningkat malah akan menurunkan aliran ke ginjal dan jaringan. Salah satu efek penting
penurunan cardiac output adalah penurunan aliran darah ginjal dan penurunan kecepatan
filtrasi glomerolus, yang akan menimbulkan retensi sodium dan cairan. Sitem renninangiotensin-aldosteron juga akan teraktivasi, menimbulkan peningkatan resistensi vaskuler
perifer selanjutnya dan penigkatanafterload ventrikel kiri sebagaimana retensi sodium dan
cairan.

Gagal jantung berhubungan dengan peningkatan kadar arginin vasopresin dalam


sirkulasi, yang juga bersifat vasokontriktor dan penghambat ekskresi cairan. Pada gagal
jantung terjadi peningkatan peptida natriuretik atrial akibat peningkatan tekanan atrium, yang
menunjukan bahwa disini terjadi resistensi terhadap efek natriuretik dan vasodilator.
Pathways
E.
1.
2.
3.
4.
5.
1.
2.
3.
4.
5.
1.
2.
3.
4.

Manifestasi Klinis
Dampak dari cardiak output dan kongesti yang terjadi sisitem vena atau sistem pulmonal
antara lain :
Lelah
Angina
Cemas
Oliguri. Penurunan aktifitas GI
Kulit dingin dan pucat
Tanda dan gejala yang disebakan oleh kongesti balikdari ventrikel kiri, antara lain :
Dyppnea
Batuk
Orthopea
Reles paru
Hasil x-ray memperlihatkan kongesti paru.
Tanda-tanda dan gejala kongesti balik ventrikel kanan :
Edema perifer
Distensi vena leher
Hati membesar
Peningkatan central venous pressure (CPV)

F.
Pemeriksaan Diagnostik
1. EKG : Hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpangan aksis, iskemia san kerusakan pola
mungkin terlihat. Disritmia mis : takhikardi, fibrilasi atrial. Kenaikan segmen ST/T persisten
6 minggu atau lebih setelah imfark miokard menunjukkan adanya aneurime ventricular.
2. Sonogram : Dapat menunjukkan dimensi pembesaran bilik, perubahan dalam fungsi/struktur
katub atau are penurunan kontraktilitas ventricular.
3. Scan jantung : Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan pergerakan dinding.
4. Pemeriksaan laboratorium
a. Darah
Hemoglobin dan eritrosit menurun sedikit karena hemodilusi. Kadar hemoglobin di bawah
5% sewaktu-waktu dapat menimbulkan gagal jantung, setidaknya keadaan anemi akan
menyebabkan bertambahnya beban jantung. Jumlah leukosit dapat meninggi; bila sangat
meninggi mungkin terdapat superinfeksi, endokarditis atau sepsis yang akan memberatkan
jantung. Laju endap darah (LED) biasanya menurun, bila gagal jantung dapat diatasi tapi
infeksi atau karditis masih aktif ada maka LED akan meningkat. Kadar natrium dalam darah
sedikit menurun walaupun natrium total bertambah. Keadaan asam basa tergantung pada
keadaan metabolisme, masukan kalori, keadaan paru, besarnya shunt dan fungsi ginjal.
b. Urine
Jumlah pengeluaran urine berkurang, berat jenis meninggi, terdapat albuminuria
sementara. (Long, Barbara C, Perawatan Medikal Bedah : Suatu Pendekatan Proses
Keperawatan, 1996; Soeparman, Ilmu Penyakit Dalam, 1987)

5. Kateterisasi jantung : Tekanan bnormal merupakan indikasi dan membantu membedakan


gagal jantung sisi kanan verus sisi kiri, dan stenosi katup atau insufisiensi, Juga mengkaji
potensi arteri kororner. Zat kontras disuntikkan kedalam ventrikel menunjukkan ukuran
bnormal dan ejeksi fraksi/perubahan kontrktilitas. (Wilson Lorraine M, 2001)
6. Foto thorak dapat mengungkapkan adanya pembesaran jantung, edema atau efusi fleura yang
menegaskan diagnisa CHF.
7. EKG dapat mengungkapkan adanya takikardi, hipertrofi bilik jantung dan iskemik (jika
disebabkan oleh AMI)
8. Elektrolit serum yang mengungkapkan kadar natrium yang rendah sehingga hasil hemodilusi
darah dari adanya kelebihan retensi air. (Nursalam M, 2002)

G.

Komplikasi
Komplikasi lebih lanjut yang dapat terjadi akibat Decompensasio Cordis yaitu renjatan
(shock) kardiogenik, dimana ventrikel kiri sudah tidak mampu berfungsi lagi. Selain itu dapat
terjadi gagal nafas total akibat perluasan edema paru yang hebat dan ketidakmampuan
compliance maupun recoil paru. (Soeparman, Ilmu Penyakit Dalam, 1987)

H. Penatalaksanaan
1. Perawatan
a. Tirah baring/bedrest
Kerja jantung dalam keadaan decompensasi harus benar-benar dikurangi dengan bederest,
mengingat konsumsi oksigen yang relatif meningkat.
b. Pemberian oksigen.
Pemberian oksigen secara rumat biasanya diperlukan 2 liter/menit dalam keadaan sianosis
sekali dapat lebih tinggi.
c. Diet.
Umumnya diberikan makanan lunak dengan rendah (pembatasan) garam.Jumlah kalori sesuai
kebutuhan, pasien dengan gizi kurang diberi makanan tinggi kalori tinggi protein. Cairan
diberikan 80-100 ml/kgBB/hari.
2. Pengobatan medik
1) Digitalisasi
Digitalis akan memperbaiki kerja jantung dengan memperlambat dan memperkuat kontraksi
jantung serta meninggikan curah jantung.
Dosis digitalis :
1) Digoksin oral untuk digitalisasi cepat 0,5 2 mg dalam 4 6 dosis selama 24 jam dan
dilanjutkan 2 x 0,5 mg selama 2 4 hari.
2) Cedilanid IV 1,2 1, 6 mg dalam 24 jam.
Dosis penunjang untuk gagal jantung :
Digoksin 0,25 mg sehari untuk pasien usia lanjut dan gagal ginjal dosis disesuaikan.
Dosis penunjang digoksin untuk fibrilasi atrium 0,25 mg.
2) Diuretik
Diuresis dapat mengurangi beban awal (preload), tekanan pengisian yang berlebihan dan
secara umum untuk mengatasi retensi cairan yang berlebihan. Yang digunakan : furosemid 40
80 mg. pemberian dosis penunjang bergantung pada respon, rata-rata 20 mg sehari.
3) Vasodilator
Obat vasodilator menurunkan tekanan akhir diastolic ventrikel kiri dan menghilangkan
bendungan paru serta beban kerja jantung jadi berkurang.
Preparat vasodilator yang digunakan :

1)
2)
d.
1)
2)

3.
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)
9)
I.

Nitrogliserin 0,4 0,6 mg sublingual atau 0,2 2 mg/kgBB/menit IV


Nitroprusid 0,5 1 mg/kgBB/menit IV
Pengobatan penunjang lainnya bersifat simptomatik
Jika terjadi anemia, maka harus ditanggulangi dengan pemberian sulfa ferosus, atau tranfusi
darah jika anemia berat.
Jika terdapat infeksi sistemik berikan antibiotik
Untuk penderita gagal jantung anak-anak yang gelisah, dapat diberikan penenang; luminal
dan morfin dianjurkan terutama pada anak yang gelisah.
(Mansjoer Arif, dkk, Kapita Selekta Kedokteran, 1999; Long, Barbara C, Perawatan Medikal
Bedah : Suatu Pendekatan Proses Keperawatan, 1996)
Operatif
Pemakaian Alat dan Tindakan Bedah antara lain :
Revaskularisasi (perkutan, bedah).
Operasi katup mitral.
Aneurismektomi.
Kardiomioplasti.
External cardiac support.
Pacu jantung, konvensional, resinkronisasi pacu jantung biventricular.
Implantable cardioverter defibrillators (ICD).
Heart transplantation, ventricular assist devices, artificial heart.
Ultrafiltrasi, hemodialisis.

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
a. Aktivitas dan Istirahat
1) Gejala : Mengeluh lemah, cepat lelah, pusing, rasa berdenyut dan berdebar.
Mengeluh sulit tidur (ortopneu, dispneu paroksimal nokturnal, nokturia, keringat malam
hari).
2) Tanda: Takikardia, perubahan tekanan darah, pingsan karena kerja, takpineu, dispneu.
b. Sirkulasi
1) Gejala: Menyatakan memiliki riwayat demam reumatik hipertensi, kongenital: kerusakan
arteial septal, trauma dada, riwayat murmur jantung dan palpitasi, serak, hemoptisisi, batuk
dengan/tanpa sputum, riwayat anemia, riwayat shock hipovolema.
2) Tanda: Getaran sistolik pada apek, bunyi jantung; S1 keras, pembukaan yang keras,
takikardia. Irama tidak teratur; fibrilasi arterial.
c. Integritas Ego
1) Tanda : menunjukan kecemasan; gelisah, pucat, berkeringat, gemetar. Takut akan kematian,
keinginan mengakhiri hidup, merasa tidak berguna, kepribadian neurotik.
d. Makanan / Cairan
1) Gejala: Mengeluh terjadi perubahan berat badan, sering penggunaan diuretik.
2) Tanda: Edema umum, hepatomegali dan asistes, pernafasan payah dan bising terdengar
krakela dan mengi.
e. Neurosensoris
1) Gejala: Mengeluh kesemutan, pusing
2) Tanda: Kelemahan
f. Pernafasan
1) Gejala: Mengeluh sesak, batuk menetap atau nokturnal.
2) Tanda: Takipneu, bunyi nafas; krekels, mengi, sputum berwarna bercak darah, gelisah.
g. Keamanan
1) Gejala: Proses infeksi/sepsis, riwayat operasi

2)
h.
1)
2)

Tanda: Kelemahan tubuh


Penyuluhan / pembelajaran
Gejala: Menanyakan tentang keadaan penyakitnya.
Tanda: Menunjukan kurang informasi.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Pola nafas tidak efektif b/d hiperventilasi.
b. Gangguan pertukaran gas b/d kongesti paru, hipertensi pulmonal, penurunan perifer yang
mengakibatkan asidosis laktat dan penurunan curah jantung.
c. Kelebihan volume cairan b/d berkurangnya curah jantung, retensi cairan dan natrium oleh
ginjal, hipoperfusi ke jaringan perifer dan hipertensi pulmonal.
d. Intoleransi aktivitas b/d curah jantung yang rendah, ketidakmampuan memenuhi
metabolisme otot rangka, kongesti pulmonal yang menimbulkan hipoksinia, dyspneu dan
status nutrisi yang buruk selama sakit kritis.
3. Intervensi Keperawatan
No
1.

Pola Nafas tidak efektifb/d hiperventilasi

Definisi : Pertukaran udara inspirasi dan/atau ekspirasi tidak adeku


Batasan karakteristik :
1. Penurunan tekanan inspirasi/ekspirasi
2. Penurunan pertukaran udara per menit
3. Menggunakan otot pernafasan tambahan
4. Nasal flaring
5. Dyspnea
6. Orthopnea
7. Perubahan penyimpangan dada
8. Nafas pendek
9. Assumption of 3-point position
10. Pernafasan pursed-lip
11. Tahap ekspirasi berlangsung sangat lama
12. Peningkatan diameter anterior-posterior
13. Pernafasan rata-rata/minimal
Bayi : < 25 atau > 60
Usia 1-4 : < 20 atau > 30
Usia 5-14 : < 14 atau > 25
Usia > 14 : < 11 atau > 24
14. Kedalaman pernafasan
Dewasa volume tidalnya 500 ml saat istirahat
Bayi volume tidalnya 6-8 ml/Kg
15. Timing rasio
16. Penurunan kapasitas vital
Faktor yang berhubungan :
Hiperventilasi
Deformitas tulang
Kelainan bentuk dinding dada
Penurunan energi/kelelahan

2.

Perusakan/pelemahan muskulo-skeletal
Obesitas
Posisi tubuh
Kelelahan otot pernafasan
Hipoventilasi sindrom
Nyeri
Kecemasan
Disfungsi Neuromuskuler
Kerusakan persepsi/kognitif
Perlukaan pada jaringan syaraf tulang belakang
Imaturitas Neurologis
Gangguan pertukaran gas b/d kongesti paru, hipertensi pulmonal, p

Definisi :
Kelebihan atau kekurangan dalam oksigenasi dan atau pengeluaran
Batasan karakteristik :
1. Gangguan penglihatan
2. Penurunan CO2
3. Takikardi
4. Hiperkapnia
5. Keletihan
6. somnolen
7. Iritabilitas
8. Hypoxia
9. kebingungan
10. Dyspnoe
11. nasal faring
12. AGD Normal
13. sianosis
14. warna kulit abnormal (pucat, kehitaman)
15. Hipoksemia
16. hiperkarbia
17. sakit kepala ketika bangun
18. frekuensi dan kedalaman nafas abnormal
Faktor faktor yang berhubungan :
ketidakseimbangan perfusi ventilasi
perubahan membran kapiler-alveolar

3.

Kelebihan volume cairan b/d berkurangnya curah jantung, retensi c


Definisi :

Retensi cairan isotomik meningkat

Batasan karakteristik :
1. Berat badan meningkat pada waktu yang singkat
2. Asupan berlebihan dibanding output
3. Tekanan darah berubah, tekanan arteri pulmonalis berubah, pening
4. Distensi vena jugularis
5. Perubahan pada pola nafas, dyspnoe/sesak nafas, orthopnoe, suara
6. Hb dan hematokrit menurun, perubahan elektrolit, khususnya peru
7. Suara jantung SIII
8. Reflek hepatojugular positif
9. Oliguria, azotemia
10. Perubahan status mental, kegelisahan, kecemasan
Faktor-faktor yang berhubungan :
Mekanisme pengaturan melemah
Asupan cairan berlebihan
Asupan natrium berlebihan

4.

Intoleransi aktivitas b/d curah jantung yang rendah, ketidakmampu


Intoleransi aktivitas b/dfatigue

Definisi :
Ketidakcukupan energu secara fisiologis maupun psikologis untuk
1.
2.
3.
4.

Batasan karakteristik :
melaporkan secara verbal adanya kelelahan atau kelemahan.
Respon abnormal dari tekanan darah atau nadi terhadap aktifitas
Perubahan EKG yang menunjukkan aritmia atau iskemia
Adanya dyspneu atau ketidaknyamanan saat beraktivitas.

Faktor factor yang berhubungan :


Tirah Baring atau imobilisasi
Kelemahan menyeluruh
Ketidakseimbangan antara suplei oksigen dengan kebutuhan
Gaya hidup yang dipertahankan.

DAFTAR PUSTAKA
Ardini, Desta N. 2007. Perbedaaan Etiologi Gagal jantung Kongestif pada Usia Lanjut dengan Usia
Dewasa Di Rumah Sakit Dr. Kariadi Januari - Desember 2006. Semarang: UNDIP
Jayanti,
N.
2010. Gagal
Jantung
Kongestif.
Dimuat
dalam http://rentalhikari.wordpress.com/ 2010/03/22/lp-gagal-jantung-kongestif/ (diakses
pada 8 Maret 2014)
Johnson, M.,et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New Jersey:
Upper Saddle River
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius
Mc Closkey, C.J., Iet all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima Medika
Udjianti, Wajan J. 2010. Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba medika

Anda mungkin juga menyukai