LP Cva

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 18

A.

Definisi dan Klasifikasi


Cerebrovascular accident (CVA) atau biasa dikenal sebagai stroke,merupakan suatu
keadaan di mana terjadi gangguan pada suplai oksigen di otak.Gangguan suplai oksigen
ini disebabkan oleh 2 hal, yaitu iskemik (85% kasus) dan hemoragik (15% kasus). Stroke
iskemik terjadi akibat pembuluh darah mengalami sumbatan, sehingga mengakibatkan
hipoperfusi pada jaringan otak. Sedangkan stroke hemoragik terjadi akibat adanya
ekstravasasi darah/perdarahan pada otak (Smeltzer and Barre, 2010).

Tabel 1. Klasifikasi Stroke dan Penyebabnya (Smeltzer and Barre, 2010)


Intracerebral Hemorrhage (ICH)
Adalah suatu keadaan perdarahan yang terjadi dalam substansi otak, seringkali terjadi
pada pasien hipertensi dan atherosclerosis serebral karena perubahan degenaratif kedua
penyakit tersebut menyebabkan ruptur pada pembuluh darah. Perdarahan/hemoragi yang
terjadi juga dapat diakibatkan oleh keadaan patologi pada arteri, tumor otak, dan
penggunaan medikasi seperti antikoagulan oral, amfetamin, dan obat-obatan narkotik
(kokain).
Perdarahan yang terjadi biasanya pada pembuluh darah arteri dan berada pada lobus
serebral, ganglia basalis, thalamus, batang otak (terutama pons), serta serebelum.
Hemoragik yang terjadi mengakibatkan rupture pada dinding ventrikel lateral dan
menyebabkan hemoragi intraventrikular, yang sering bersifat fatal pada penderitanya.

Gambar 1. Intracerebral Hemoragik (kanan atas)

B. Etiologi dan Faktor Resiko


Faktor Resiko yang Dapat dimodifikasi
C.

Tekanan darah tinggi


Merokok
Diabetes Mellitus
Aterosklerosis
Atrial fibrilasi
Penyakit jantung lain
Transient ischemic attack
Anemia bulan sabit
Kolesterol tinggi
Obesitas
Intake alkohol yang tinggi
Penggunaan obat-obatan ilegal

Faktor Resiko yang Tidak Dapat


dimodifikasi
- Usia tua
- Jenis kelamin (banyak terjadi
pada laki-laki)
- Herediter/genetik
- Riwayat stroke atau serangan
jantung sebelumnya

Manifestasi Klinis

Gejala CVA sesuai dengan Area arteri yang terkena


hemiparesis dysphasia Perubahan Penurunan
visual
level
kesadaran
v
v
v
v
v
v
v
v

karotid
Cerebral
tengah
vertebrobasilar

ataksia

Tabel 2. Gejala CVA berdasarkan Area yang Terkena serangan


-

Keterangan:
Hemiparesis : paralisis/kelumpuhan otot pada salah satu sisi tubuh

Gambar 2. Bagian otak yang mengalami stroke berlawanan dengan kelumpuhan


yang terjadi
Dysphasia
: kesulitan dalam mengucapkan atau menyusun kata-kata
Perubahan visual
: perubahan lapang pandang penderita. Contoh lapang pandang
penderita stroke tergantung pada area otak yang mengalami gangguan. Berikut adalah
perubahan lapang pandang yang dapat terjadi:

Gambar 3. Gambaran perubahan visual pada penderita stroke


Penurunan level kesadaran :penurunan Glasgow coma scale
Ataksia
: kegagalan otak untuk mengontrol pergerakan tubuh, sehingga
gerakan tubuh menjadi tidak terkendali

manifestasi jangka pendek


Deteriorasi neurologic
Resiko kegagalan respirasi

D. Patofisiologi

manifestasi jangka panjang


Fungsi motorik terganggu
Apasia
Emosi labil
Ketidakmampuan dalam
memenuhi ADL
- Pengabaian unilateral
- Homonymous hemianopsia
-

Hemoragik serebral (pecahnya pembuluh darah serebral sehingga terjadi perdarahan


ke dalam jaringan otak atau area sekitar), hemoragik dapat terjadi di epidural, subdural,
dan intraserebral. (Hudak & Gallo, 2005; Ranakusuma, 2002). Stroke hemoragik terjadi
perdarahan yang berasal dari pecahnya arteri penetrans yang merupakan cabang dari
pembuluh darah superfisial dan berjalan tegak lurus menuju parenkim otak yang di bagian
distalnya berupa anyaman kapiler. Aterosklerosis dapat terjadi dengan bertambahnya
umur dan adanya hipertensi kronik, sehingga sepanjang arteri penetrans terjadi aneurisma
kecil-kecil dengan diameter 1 mm. Peningkatan tekanan darah yang terus menerus akan
mengakibatkan pecahnya aneurisme ini, sehingga dapat terjadi perdarahan dalam
parenkim otak yang bisa mendorong struktur otak dan merembas ke sekitarnya bahkan
dapat masuk kedalam ventrikel atau ke ruang intrakranial.
Perdarahan intracranial biasanya disebabkan oleh karena ruptur arteri serebri.
Ekstravasasi darah terjadi di daerah otak dan atau subaraknoid, sehingga jaringan yang
ada disekitarnya akan tergeser dan tertekan. Darah ini sangatn mengiritasi jaringan otak,
sehingga dapat mengakibatkan vasospasme pada arteri di sekitar perdarahan. Spasme ini
dapat menyebar ke seluruh hemisfer otak dan sirkulus willis. Bekuan darah yang semula
lunak akhirnya akan larut dan mengecil. Daerah otak disekitar bekuan darah dapat
membengkak dan mengalami nekrosis, karena kerja enzim-enzim maka bekuan darah
akan mencair, sehingga terbentuk suatu rongga. Sesudah beberapa bulan semua jaringan
nekrotik akan diganti oleh astrosit dan kapiler-kapiler baru sehingga terbentuk jalinan
desekitar rongga tadi. Akhirnya rongga-rongga tersebut terisi oleh astroglia yang
mengalami proliferasi (Price & Willson, 2002).
Kebanyakan kasus PIS terjadi pada pasien dengan hipertensi kronik. Keadaan ini
menyebabkan perubahan arteriosklerotik pembuluh darah kecil, terutama pada cabangcabang arteri serebri media, yang mensuplai ke dalam basal ganglia dan kapsula interna.
Pembuluh-pembuluh darah ini menjadi lemah, sehingga terjadi robekan dan reduplikasi
pada lamina interna, hialinisasi lapisan media dan akhirnya terbentuk aneurisma kecil
yang dikenal dengan aneurisma Charcot-Bouchard. Hal yang sama dapat terjadi
pembuluh darah yang mensuplai pons dan serebelum. Rupturnya satu dari pembuluh
darah yang lemah menyebabkan perdarahan ke dalam substansi otak (Gilroy,2000;
Ropper, 2005).
Perdarahan subaraknoid sering dikaitkan dengan pecahnya aneurisma. Kebanyakan
aneurisma mengenai sirkulus wilisi. Hipertensi atau gangguan perdarahan mempermudah
kemungkinan terjadinya ruptur, dan sering terdapat lebih dari satu aneurisma. Gangguan
neurologis tergantung letak dan beratnya perdarahan. Pembuluh yang mengalami
gangguan biasanya arteri yang menembus otak seperti cabang cabang lentikulostriata dari
arteri serebri media yang memperdarahi sebagian dari 3 ganglia basalis dan sebagian
besar kapsula interna. Timbulnya penyakit ini mendadak dan evolusinya dapat cepat dan
konstan, berlangsung beberapa menit, beberapa jam, bahkan beberapa hari.

E.

Pemeriksaan Penunjang
Berikut adalah beberapa pemeriksaan diagnostic yang dapat dilakukan untuk
menentukan status stroke (CVA) (Smeltzer and Barre, 2010; Williams and Hopkins,
2003):
1. Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara apesifik seperti perdarahan
arteriovena atau adanya ruptur.
Arteriogram

2. CT Scan
Memperlihatkan secara spesifik letak oedema, posisi hematoma, adanya jaringan otak
yang infark atau iskemia serta posisinya secara pasti. CT scan merupakan pemeriksaan
paling sensitif untuk PIS dalam beberapa jam pertama setelah perdarahan. CT-scan
dapat diulang dalam 24 jam untuk menilai stabilitas.
- CT-scan
: dapat mengetahui ukuran dan lokasi arteri yang mengalami
hemoragik.

3. Pungsi lumbal
Tekanan yang meningkat dan di sertai dengan bercak darah pada cairan lumbal
menunjukkan adanya haemoragia pada sub arachnoid atau perdarahan pada
intrakranial. Peningkatan jumlah protein menunjukan adanya proses inflamasi.
4. MRI (Magnetic Imaging Resonance)
Dengan menggunakan gelombang magnetic untuk menentukan posisi serta
besar/ luas terjadinya perdarahan otak.

5. USG Dopler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem karotis).
6. EEG(elektro enchepalografi)
Melihat masalah yang timbul dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunnya
impuls listrik dalam jaringan otak.

F. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
Untuk mengobati keadaan akut perlu diperhatikan faktor-faktor kritis sebagai berikut:
1. Berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan:
a. Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan lendir yang
sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi, membantu pernafasan.
b. Mengontrol tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk usaha
memperbaiki hipotensi dan hipertensi.
2.Berusaha menemukan dan memperbaiki aritmia jantung.
3.Merawat kandung kemih, sedapat mungkin jangan memakai kateter.
4. Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat mungkin pasien
harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan gerak pasif.
Pengobatan Konservatif

1. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS) secara percobaan, tetapi


maknanya :pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan.
2. Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra arterial.
3. Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat reaksi pelepasan
agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma.
Pengobatan Pembedahan
Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral:
1. Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan membuka arteri
karotis di leher.
2. Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan manfaatnya paling
dirasakan oleh pasien TIA.
3. Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut
4. Ugasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma.
G.
-

Penatalaksanaan Medis
Terapi farmakologis

Terapi pembedahan, bisa dilakukan kraniotomi untuk menghilangkan thrombus atau


aneurisma yang terbentuk.

H. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan untuk
mengenal masalah klien, agar dapat memberi arah kepada tindakan keperawatan. Tahap
pengkajian terdiri dari tiga kegiatan, yaitu pengumpulan data, pengelompokkan data dan
perumusan diagnosis keperawatan. (Lismidar, 1990)

a)

Pengumpulan data
Pengumpulan data adalah mengumpulkan informasi tentang status kesehatan
klien yang menyeluruh mengenai fisik, psikologis, sosial budaya, spiritual, kognitif,
tingkat perkembangan, status ekonomi, kemampuan fungsi dan gaya hidup klien.
(Marilynn E. Doenges et al, 1998)
(a)
Data demografi
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor
register, diagnose medis.
(b)
Keluhan utama
Didapatkan keluhan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan
tidak dapat berkomunikasi.
(c)
Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat mendadak, pada
saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual,
muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh
badan atau gangguan fungsi otak yang lain. (Siti Rochani, 2000) Sedangkan stroke
infark tidak terlalu mendadak, saat istirahat atau bangun pagi, kadang nyeri
copula, tidak kejang dan tidak muntah, kesadaran masih baik.
(d)
Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia,
riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti
koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan. (Donna D.
Ignativicius, 1995)
(e)
Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes
militus. (Hendro Susilo, 2000)
(f)
Riwayat psikososial
Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk pemeriksaan,
pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan keluarga sehingga faktor
biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klien dan keluarga.
(Harsono, 1996)
(g)
Pola-pola fungsi kesehatan
Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Biasanya ada riwayat perokok, penggunaan alkohol, penggunaan obat
kontrasepsi oral.
Pola nutrisi dan metabolisme
Adanya gejala nafsu makan menurun, mual muntah pada fase akut,
kehilangan sensasi (rasa kecap) pada lidah, pipi, tenggorokan, disfagia
ditandai dengan kesulitan menelan, obesitas (Doengoes, 2000: 291)
Pola eliminasi
Gejala menunjukkan adanya perubahan pola berkemih seperti
inkontinensia urine, anuria. Adanya distensi abdomen (distesi bladder

(h)

berlebih), bising usus negatif (ilius paralitik), pola defekasi biasanya terjadi
konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.(Doengoes, 1998 dan Doengoes,
2000: 290)
Pola aktivitas dan latihan
Gejala menunjukkan danya kesukaran untuk beraktivitas karena
kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, mudah lelah.
Tanda yang muncul adalah gangguan tonus otot (flaksid, spastis),
paralitik (hemiplegia) dan terjadi kelemahan umum, gangguan penglihatan,
gangguan tingkat kesadaran (Doengoes, 1998, 2000: 290)
Pola tidur dan istirahat
Biasanya klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena kejang
otot/nyeri otot
Pola hubungan dan peran
Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami
kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara.
Pola persepsi dan konsep diri
Klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, tidak
kooperatif.
Pola sensori dan kognitif
Pada pola sensori klien mengalami gangguan penglihatan/ kekaburan
pandangan, perabaan/sentuhan menurun pada muka dan ekstremitas yang
sakit. Pada pola kognitif biasanya terjadi penurunan memori dan proses
berpikir.
Pola reproduksi seksual
Biasanya terjadi penurunan gairah seksual akibat dari beberapa
pengobatan stroke, seperti obat anti kejang, anti hipertensi, antagonis histamin.
Pola penanggulangan stress
Klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah karena
gangguan proses berpikir dan kesulitan berkomunikasi.
Integritas ego
Terdapat gejala perasaan tak berdaya, perasaan putus asa dengan tanda
emosi yang labil dan ketidaksiapan untuk marah, sedih dan gembira, kesulian
mengekspresikan diri (Doengoes, 2000: 290)
Pola tata nilai dan kepercayaan
Klien biasanya jarang melakukan ibadah karena tingkah laku yang tidak
stabil, kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh. (Marilynn E.
Doenges, 2000)
Pemeriksaan fisik
Keadaan umum
Kesadaran: umumnya mengelami penurunan kesadaran
Suara bicara: kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang
tidak bisa bicara

Tanda-tanda vital: tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi


Pemeriksaan integumen
Kulit: jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika
kekurangan cairan maka turgor kulit kan jelek. Di samping itu perlu juga
dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah
yang menonjol
karena klien stroke hemoragik harus bed rest 2-3 minggu
Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis
Rambut : umumnya tidak ada kelainan
Pemeriksaan kepala dan leher

Kepala : bentuk normocephalik


Muka : umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah satu sisi
Leher : kaku kuduk jarang terjadi (Satyanegara, 1998)
Pemeriksaan dada
Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi,
wheezing ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur akibat
penurunan refleks batuk dan menelan, adanya hambatan jalan nafas. Merokok
merupakan faktor resiko.
Pemeriksaan abdomen
Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama, dan
kadang terdapat kembung.
Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus
Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine
Pemeriksaan ekstremitas
Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
Pemeriksaan neurologi

Pemeriksaan nervus cranialis: Umumnya terdapat gangguan nervus


cranialis VII dan XII central. Penglihatan menurun, diplopia, gangguan
rasa pengecapan dan penciuman, paralisis atau parese wajah.
Pemeriksaan motorik: Hampir selalu terjadi kelumpuhan/ kelemahan pada
salah satu sisi tubuh, kelemahan, kesemutan, kebas, genggaman tidak
sama, refleks tendon melemah secara kontralateral, apraksia
Pemeriksaan sensorik: Dapat terjadi hemihipestesi, hilangnya rangsang
sensorik kontralteral.
Pemeriksaan refleks
Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah
beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali didahuli dengan
refleks patologis.
Sinkop/pusing, sakitkepala, gangguan status mental/tingkat kesadaran,
gangguan fungsi kognitif seperti penurunan memori, pemecahan masalah,
afasia, kekakuan nukhal, kejang, dll (Doengoes, 2000).
2. Diagnosa Keperawatan

a. Ketidakefektifan Perfusi jaringan serebral berhubungan dengan aliran darah ke


otak terhambat
b. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi ke otak
c. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler
d. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi fisik
e. Resiko Aspirasi berhubungan dengan penurunan kesadaran
f. Resiko injuri berhubungan dengan penurunan kesadaran
g. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan kesadaran.

DAFTAR PUSTAKA
Bulechek GM, Butcher HW, Dochterman JM. 2008. Nursing Intervention Classification
(NIC) ed5. St Louis: Mosby Elsevier.
Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi ed 3. Jakarta: EGC.
Davey, P. 2005. At A Glance Medicine. Jakarta: Erlangga.
Herdman H. 2012. NANDA International Nursing Diagnoses: Definitions and
Classifications 2012-2014. Oxford: Wiley Blacwell.
Mitchell, et al. 2008. Buku Saku Dasar Patologis Penyakit ed.7. Jakarta: EGC.
Morrhead S, Johnson M, Maas ML, Swanson E. 2008. Nursing Outcomes Classification
(NOC) ed4. St Louis: Mosby Elsevier.
Smeltzer, S., and Barre, B. 2010. Medical Surgical Nursing. Philadelphia : Davis Comp.
Williams, SH., Hopper. 2003. Understanding Medical Surgical Nursing. Philadelphia:
Davis Comp.

Saraf-saraf Kranial

Cara Pemeriksaan Saraf Kranial

Mengkaji Kekuatan Otot

Mengkaji Refleks
1. Reflex bisep
Reflex bisep ditimbulkan melalui memberikan pukulan refleks pada siku yang
difleksikan seperti pada gambar. Pemeriksa memegangsiku bagian bawah dengan satu
tangan, kemudian menaruh ibu jari melawan tendon klien dan memukulkan refleks
hammer pada area bisep. Respon normal adalah klien akan memfleksikan sikunya dan
bisep berkontraksi.

2. Reflex trisep
Refleks dilakukan dengan cara memfleksikan lengan klien pada siku dan diposisikan
di depan dada. Pemeriksa memegang lengan pasien dan mengidentifikasi tendon
trisep dengan mempalpasi 2,5-5 cm di atas siku. Pukulan langsung pada siku secara
normal dapat menghasilkan kontraksi otot trisep dan ekstensi siku.

3. Reflex brakioradialis
Lengan atas klien diletakkan pada pangkuan abdomen, dan dilakukan pukulan lembut
menggunakan refleks hammer 2.5-5 cm di atas pergelangan tangan. Respon normal
akan menghasilkan fleksi pada pergelangan tangan dan supinasi lengan atas.
4. Reflex patella
Reflex patella dikaji dengan memukulkan tendon patellar di bawah patella. Klien bisa
duduk atau berbaring. Jika klien berbaring, pemeriksa memegang kaki agar kaki klien
relaksasi. Kontraksi otot kuadriseps dan ekstensi tungkai adalah normal respon yang
dihasilkan.

5. Reflex ankle
To elicit an ankle (Achilles) reflex, the foot is dorsiflexed at theankle and the hammer
strikes the stretched Achilles tendon (seeFig. 60-15D). This reflex normally produces
plantar flexion. Ifthe examiner cannot elicit the ankle reflex and suspects that
thepatient cannot relax, the patient is instructed to kneel on a chairor similar elevated,
flat surface. This position places the anklesin dorsiflexion and reduces any muscle
tension in the gastrocnemius.The Achilles tendons are struck in turn, and plantar
flexion
is usually demonstrated.

6. Klonus
When reflexes are very hyperactive, a phenomenon called clonusmay be elicited. If the foot
is abruptly dorsiflexed, it may continueto beat two or three times before it settles into a
position of rest.Occasionally with central nervous system disease this activity persistsand the
foot does not come to rest while the tendon is beingstretched but persists in repetitive activity.
The unsustained clonusassociated with normal but hyperactive reflexes is not
consideredpathologic. Sustained clonus always indicates the presence of centralnervous
system disease and requires further evaluation.
7. Reflex Babinski
A well-known reflex indicative of central nervous system diseaseaffecting the corticospinal
tract is the Babinski reflex. In someonewith an intact central nervous system, if the lateral

aspect ofthe sole of the foot is stroked, the toes contract and are drawn together(see Fig. 6015E ). In patients who have central nervoussystem disease of the motor system, however, the
toes fan out andare drawn back. This is normal in newborns but represents a
seriousabnormality in adults. Several other reflexes convey similarinformation. Many of them
are interesting but not particularlyinformative.

Anda mungkin juga menyukai