Anda di halaman 1dari 5

Stabilisasi dan Isolasi Senyawa Tembaga

Tujuan
Mempelajari cara isolasi senyawa tembaga (I) melalui pembentukan senyawa
kompleks Tris (tiourea) Tembaga (I) Sulfat.

Dasar teori
Dalam larutan berair suatu unsure dapat berada dalam beberapa keadaan
oksidasi. Tiap-tiap keadaan oksidasi mempunyai srabilitas termodinamika yang
berbeda. Stabilitas relative suatu unsure pada dua keadaan oksidasi yang berbeda
dapat dinyalakan sebagai porensial elektroda reaksi berikut ;
M3+ + (a-b) e M

b+a

Potensial elektroda reaksi ini dapat dinyatakan dengan persamaan berikut :


E = Eo(RT/nF) ln (Ma+)/(Mb+)
Dimana,
N

= jumlah electron yang terlihat dalam reaksi

= Bilangan Faraday = 96480 C Mol-1

= Potensial elektroda dalam larutan

Eo = Potensial elektroda standar


Ma+ = aktivitas ion Ma+ dalam larutan
Mb+ = aktivitas ion Mb+ dalam larutan

Oleh karena itu setiap spesies yang ditambahkan dalam larutan yang
menurunkan konsentrasi Ma+ dan Mb+ akan menyebabkan perubahan potensial
elektroda karena perubahan rasio (Ma+)/(Mb+). Potensial elektroda dari reaksi di
atas menunjukkan apakah stabilitas keadaan oksidasi yang lebih tinggi bertambah
atau berkurang dengan adanya pembentukan suatu senyawa. Namun demikian hal
itu tidak memberikan informasi bagaimana kenaikan atau penurunan stabilitas
tersebut dihasilkan. Sebagai contoh dalam percobaan ini akan dipelajari stabilisasi
keadaan oksidasi yang tidak biasa dari logam Tembaga (3d10, 4s1) mempunyai
keadaan oksidasi +1 atau +2. Keadaan oksidasi yang normal dari tembaga adalah
+2 tetapi senyawa yang mengandung Cu (I) yang sudah distabilkan dapat juga
dibuat dalam larutan berair.
1.

Stabilisasi melalui pembentukan senyawa tak larut


Potensial elektroda standar untuk reaksi reduksi Cu(I) dan Cu(II) adalah

sebagai berikut :
Cu2+ + e- Cuo

Eo = 0.520 V

Cu2+ + e- Cu

Eo = 0.153 V

Dengan demikian larutan ion Cu(I) dalam larutan berair adalah tidak stabil dengan
kecenderungan berubah menjadi Cuo dan Cu2+
2 Cu+ Cuo + Cu2+
E = Eo + (RT/nF) ln (Cu2+)/(Cub)
Setiap spesies uang ditambahkan ke dalam larutan yang menurunkan konsentrasi
Cu(I) akan menyebabkan kenaikan harga potensial elektroda yang terukur.
Pengurangan konsentrasi Cu(I) dapat dilakukan dengan jalan menambahkan suary
ion yang dapat membentuk garam tidak larut dengan Cu (I) tetapi ridak dengan
Cu(II).

2.

Stabilasasi melalui pembentukan suatu senyawa larut.


Selain melalui pembentukan senyawa tak larut, stabilisasi Cu(I) juga dapat

dilakukan dengan jalan pembentukan senyawa kompleks. Jika senyawa kompleks


yang terbentuk tidak cukup stabil, maka konsentrasi Cu(I) yang ada akan
tereduksi cukup berarti. Dalam senyawa kompleks selain terjadi ikatan sigma
antara logam pusat dengan ligan juga terjadi pemanfaatan elektron ion logam
untuk pembentukan ikatan phi. Jika ion logam mempunyai kerapatan elektron
yang ringgi maka ion logam itu akan lebih siap untuk menyumbangkan elektron
dalam pembentukan ikatan phi dengan ligan. Dengan adanya ikatan phi ini akan
menyebabkan naiknya stabilitas ion kompleks. Dengan demikian suatu jenis
logam dengan keadaan oksidasi yang lebih rendah akan lebih siap berpartisipasi
dalam pembentukan ikatan phi. Untuk keperluan stabilisasi Cu(I) dalam larutan,
tiourea merupakan ligan yang cocok. Senyawa kompleks yang terbentuk adalah
ion tris (tio urea) tembaga (I) dengan ikatan koordinasi terjadi antara ion Cu(I)
dengan atom S dari tio urea.

Bahan dan alat


Bahan :

Alat :

Tio urea

Gelas ukur 50 dan 100 ml

CuSO4.5H2O

Pengaduk gelas

H2SO4 1 M

Corong

Alkohol

Kertas saring

Es

Termometer 100oC
Lampu spirtus
Alat timbang

Cara kerja
1.

Timbang 2.5 gram tiourea dan larutkan dalam 15 ml air. Larutkan juga 2.5
gram CuSO4.5H2O dalam 15 ml air. Kemudian kedua larutan tersebut
didinginkan dalam tempat yang berisi es.

2.

Tambahkan perlahan-lahan larutan CuSO4 ke dalam larutan tiourea sambil


diaduk terus menerus. Setelah larutan CuSO4 habis ditambahkan, diamkan
larutan campuran hingga terbentuk kristal pada dinding gelas piala.

3.

Buat larutan 1.0 gram tiourea dingin dalam 10ml air dan tambahkan ke dalam
campuran reaksi, aduk campuran reaksi secara cepat kemudian diamkan.

4.

Lakukan penyaringan, kristal yang didapat dikeringkan dan ditimbang.

Data pengamatan
Bobot
CuSO4
(gram)

Bobot
tiourea
(gram)

Bobot
tiourea
(gram)

Bobot kertas
saring + kristal
(gram)

Bobot kertas
saring kosong
(gram)

2.5003

1.000

2.5003

1.0580

0.9968

II

2.5005

1.0007

2.5007

1.1335

1.0800

Bobot Cu(I) = (B.Kertas saring+Kristal)-B.kertas saring kosong


Bobot Cu(I)

Simplo

= 0.0612 gram

Duplo

= 0.0535 gram

Rata-rata Bobot Cu(I)

= 0.0574 gram

Pembahasan
Sifat kimia Cu(I) terbatas pada reaksi yang melibatkan ion tembaga (I) yang
sederhana di dalam larutan. Reaksi ion tembaga (I) dalam larutan terdisproporsi
menghasilkan ion tembaga (II) dan tembaga endapan.
Jika mereaksikan Cu (I) oksida dengan asam sulfat encer panas, maka tidak
akan terbentuk larutan tembaga (I) sulfat dan air melainkan diperoleh endapan
coklat tembaga dan larutan biru tembaga (II) sulfat karena reaksi disproposionasi.
Cu2O + H2SO4 Cu + CuSO4 + H2O
Tiourea pada suhu kamar tampak sebagai padatan berwarna tidak berbau.
Tiourea merupakan zat pelarut logam mulia dari batuan. Larutan Cu (II) dalam air
yang berupa CuSO4 mempunyai watna biru. Jika CuSO4 ini direaksikan dengan
tiourea akan berbentuk Cu-Tiourea, dengan penambahan tiourea dimaksudkan
untuk meningkatkan kelarutan ion tembaga, karena ion kupri stabil maka yang
lebih banyak terbentuk adalah kompleks Cu-Tiourea daripada kompleks OH.
Dengan terbentuknya kompkleks Cu-Tiourea menyebabkan naiknya kelarutan Cu
dalam larutan tersebut. Semakin lama naiknya kelarutan Cu dalam larutan tersebut
maka, tiourea yang terus ditambahkan menyebabkan mengendapnya logam Cu
atau menjadi kristal.

Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum diperoleh rata-rata bobot krisral Cu (I) sebesar
0.0574 gram.

Daftar Pustaka
www.chem-is-try.org
www.wikipedia.org

Anda mungkin juga menyukai