PENDAHULUAN
Dari latar belakang diatas maka penulis membuat suatu rumusan masalah
yaitu bagaimana asuhan keperawatan yang dapat di berikan pada pasien yang
menderita mastitis?
1.3
Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini antara lain:
1.3.1
1.3.2
1.3.3
1.3.4
1.3.5
1.3.6
1.3.7
1.3.8
1.3.9
1.3.10
1.3.11
1.4 Manfaat
Manfaat makalah ini dapat diuraikan sebagai berikut.
1.4.1
1.4.2
Definisi
Infeksi Payudara (Mastitis) adalah suatu infeksi pada jaringan payudara.
atau
terluka.
Pada infeksi yang berat atau tidak diobati, dapat terbentuk abses payudara
2.
Mastitis Noninfesiosa
Mastitis moninfeksiosa terjadi apabila ASI tidak keluar dari sebagian atau
seluruh payudara, produksi ASI melambat dan aliran terhenti.Namun proses ini
membutuhkan waktu beberapa hari dan tidak akan selesai dalam 23 minggu.
Untuk sementara waktu, akumulasi ASI dapat menyebabkan respons
peradangan.
3.
Mastitis Subklinis
Mastitis subklinis telah diuraikan sebagai sebuah kondisi yang dapat
disertai dengan pengeluaran ASI yang tidak adekuat, sehingga produksi ASI
sangat berkurang yaitu kira-kira hanya sampai di bawah 400 ml/hari (<400
ml/hari).
4.
Mastitis Infeksiosa
Mastitis infeksiosa terjadi apabila siasis ASI tidak sembuh dan proteksi oleh
faktor imun dalam ASI dan oleh responrespon inflamasi. Secara normal, ASI
segar bukan merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri.
2.2
Epidemiologi
2.4
Etiologi
Infeksi payudara biasanya disebabkan oleh bakteri yang banyak ditemukan
pada kulit yang normal yaitu Staphylococcus aureus. Bakteri ini seringkali berasal
dari mulut bayi yang masuk ke dalam saluran air susu melalui sobekan atau
retakan di kulit pada puting susu.Mastitis biasanya terjadi pada wanita yang
menyusui
setelah
payudara
yang
terlalu
ketat,
mengakibatkan
segmental
engorgement sehingga jika tidak disusu secara adekuat bisa erjadi mastitis.
d. Ibu yang memiliki diet jelek, kurang istirahat, anemia akan mempermudah
terkena infeksi.
Pada wanita pasca menopause, infeksi payudara berhubungan dengan
peradangan menahun dari saluran air susu yang terletak di bawah puting susu.
Perubahan hormonal di dalam tubuh wanita menyebabkan penyumbatan saluran
air susu oleh sel-sel kulit yang mati. Saluran yang tersumbat ini menyebabkan
payudara lebih mudah mengalami infeksi.Dua penyebab utama mastitis adalah
stasis ASI dan infeksi.Stasis ASI biasanya merupakan penyebab primer yang
dapat disertai atau berkembang menuju infeksi.Guther pada tahun 1958
menyimpulkan dari pengamatan klinis bahwa mastitis diakibatkan oleh stagnasi
ASI di dalam payudara, dan bahwa pengeluaran ASI yang efisien dapat mencegah
keadaan tersebut.Ia menyatakan bahwa bila terjadi infeksi, bukan primer, tetapi
diakibatkan oleh stagnasi sebagai media pertumbuhan bakteri.
Thomsen,dkk pada tahun 1984 menghasilkan bukti tambahan tentang
pentingnya stasis ASI. Mereka menghitung leukosit dan bakteri dalam ASI dari
payudara dengan tanda klinis mastitis dan mengajukan klasifikasi berikut, yaitu:
a. Stasis ASI
Statis ASI terjadi jika ASI tidak dikeluarkan dengan efisien dari payudara.
Hal ini terjadi jika payudara terbendung segera setelah melahirkan, atau setiap
saat jika bayi tidak mengisap ASI, kenyutan bayi yang buruk pada payudara,
pengisapan yang tidak efektif, pembatasan frekuensi/durasi menyusui,
sumbatan pada saluran ASI, suplai ASI yang sangat berlebihan dan menyusui
untuk kembar dua/lebih. Statis ASI dapat membaik hanya dengan terus
menyusui, tentunya dengan teknik yang benar.
b. Inflamasi non infeksiosa (atau mastitis noninfeksiosa)
Mastitis jenis ini biasanya ditandai dengan gejala sebagai berikut:Adanya
bercak panas/nyeri tekan yang akut, bercak kecil keras yang nyeri tekan, dan
tidak terjadi demam dan ibu masih merasa baik-baik saja.Mastitis
non
c.
d.
e.
c. Tampak kemerahan
d. Permukaan kulit dari payudara yang terkena infeksi juga tampak seperti pecah
pecah, dan badan terasa demam seperti hendak flu, bila terkena sumbatan tanpa
infeksi, biasanya di badan tidak terasa nyeri dan tidak demam. Pada payudara
juga tidak teraba bagian keras dan nyeri serta merah.
Namun terkadang dua hal tersebut sulit untuk dibedakan, gampangnya bila
didapat sumbatan pada saluran ASI, namun tidak terasa nyeri pada payudara, dan
permukaan kulit tidak pecah pecah maka hal itu bukan mastitis. Bila terasa sakit
pada payudara namun tidak disertai adanya bagian payudara yang mengeras, maka
hal tersebut bukan mastitis (Pitaloka, 2001 dalam Anonim, 2013).
2.6
Patofisiologi
Secara garis besar, mastitis atau peradangan pada payudara dapat terjadi
karena proses infeksi ataupun noninfeksi. Namun semuanya bermuara pada proses
infeksi. Mastitis akibat proses noninfeksi berawal dari proses laktasi yang normal.
Namun karena sebab-sebab tertentu maka dapat menyebabkan terjadinya
gangguan pengeluaran ASI atau yang biasa disebut sebagai stasis ASI.Hal ini
membuat ASI terperangkap di dalam ductus dan tidak dapat keluar dengan
lancar.Akibatnya mammae menjadi tegang.Sehingga sel epitel yang memproduksi
ASI menjadi datar dan tertekan.permeabilitas jaringan ikat meningkat, beberapa
komponen(terutama protein dan kekebalan tubuh dan natrium) dari plasma masuk
ke dalam ASI dan jaringan sekitar sel memicu respon imun. Terjadi inflmasi
hingga sehingga mempermudah terjadinya infeksi.Kondisi ini membuat lubang
duktus laktiferus menjadi port de entry bakteri, terutama bakteri Staphylococcus
aureus dan Strepcococcus sp.
Hampir sama dengan kejadian pada mastitis noninfeksi, mastitis yang
terjadi akibat proses infeksi terjadi secara langsung, yaitu saat timbul
fisura/robekan/perlukaan pada puting yang terbentuk saat awal laktasi akan
menjadikanport de entry/tempat masuknya bakteri. Proses selanjutnya adalah
infeksi pada jaringan mammae.
2.7
2.7.1 Komplikasi
Berikut beberapa komplikasi yang dapat muncul karena mastitis.
a. Abses payudara
Abses payudaramerupakan komplikasi mastitis yang biasanya terjadi
karena pengobatan terlambat atau tidak adekuat. Bila terdapat daerah
payudara teraba keras, merah dan tegang walaupun ibu telah diterapi, maka
kita harus memikirkan kemungkinan terjadinya abses. Kurang lebih 3% dari
kejadian mastitis berlanjut menjadi abses.Pemeriksaan USG payudara
diperlukan untuk mengidentifikasi adanya cairan yang terkumpul. Cairan ini
dapat dikeluarkan dengan aspirasi jarum halus yang berfungsi sebagai
diagnostik sekaligus terapi, bahkan mungkin diperlukan aspirasi jarum
secara serial/berlanjut. Pada abses yang sangat besar terkadang diperlukan
tindakan bedah. Selama tindakan ini dilakukan, ibu harus mendapatkan
terapi medikasi antibiotik. ASI dari sekitar tempat abses juga perlu dikultur
agar antibiotik yang diberikan sesuai dengan jenis kumannya.
b. Mastitis berulang/kronis
Mastitis berulang biasanya disebabkan karena pengobatan terlambat atau
tidak adekuat. Ibu harus benar-benar beristirahat, banyak minum,
mengonsumsi makanan dengan gizi berimbang, serta mengatasi stress. Pada
kasus mastitis berulang karena infeksi bakteri biasanya diberikan antibiotik
dosis rendah (eritromisin 500 mg sekali sehari) selama masa menyusui.
c. Infeksi jamur
Komplikasi sekunder pada mastitis berulang adalah infeksi oleh jamur
seperti candida albicans.Keadaan ini sering ditemukan setelah ibu mendapat
terapi antibiotik.Infeksi jamur biasanya didiagnosis berdasarkan nyeri
berupa rasa terbakar yang menjalar di sepanjang saluran ASI. Diantara
10
2.7.2 Prognosis
Prognosis baik setelah dilakukan tindakan kepeerawatan dengan segera.
Dan keadaan akan menjadi fatal bila tidak segera diberikana atau dilakukan
tindakan yang adekuat.
2.8
Pengobatan
Setelah diagnosa mastitis dipastikan, hal yang harus segera dilakukan adalah
pemberian susu kepada bayi dari mamae yang sakit dihentikan dan diberi
antibiotik. Dengan tindakan ini terjadinya abses seringkali dapat dicegah, karena
biasanya infeksi disebabkan oleh Staphylococcus aureus. Penicilin dalam dosis
cukup tinggi dapat diberikan sebagai terapi antibiotik. Sebelum pemberian
penicilin dapat diadakan pembiakan/kultur air susu, supaya penyebab mastitis
benar-benar diketahui. Apabilaada abses maka nanah dikeluarkan,kemudian
dipasang pipa ke tengah abses agar nanah dapat keluar terus. Untuk mencegah
kerusakan pada duktus laktiferus, sayatan dibuat sejajar dengan jalannya duktusduktus tersebut.
11
Dosis
Eritromisin
Flukloksasilin
Dikloksasilin
Amoksasilin (sic)
Sefaleksin
12
4. Terapi simtomatik
Nyeri sebaiknya diterapi dengan analgesik. Ibuprofen dipertimbangkan
sebagai obat yang paling efektif dan dapat membantu mengurangi inflamasi
dan nyeri. Parasetamol merupakan alternatif yang paling tepat. Istirahat sangat
penting, karena tirah baring dengan bayinya dapat meningkatkan frekuensi
menyusui, sehingga dapat memperbaiki pengeluaran susu. Tindakan lain yang
dianjurkan adalah penggunaan kompres hangat pada payudara yang akan
menghilangkan nyeri dan membantu aliran ASI, dan yakinkan bahwa ibu
13
b.
Sangga payudara.
Kompres dingin.
14
2.9
Pencegahan
Untuk mencegah terjadinya mastitis dapat dilakukan beberapa tindakan
b.
c.
d.
e.
f.
susu.
Ibu harus didorong untuk menyusui sesering mungkin dan selama bayi
menghendaki tanpa batas.
15
ASI
d. Pemberian informasi tentang perhatian dini terhadap semua tanda statis ASIIbu
harus
memeriksa
payudaranya
untuk
melihat
adanya
benjolan,
nyeri/panas/kemerahan:
Bila ibu mempunyai salah satu faktor resiko, seperti kealpaan menyusui.
Bila ibu mengalami demam/merasa sakit, seperti sakit kepala.
Bila ibu mempunyai satu dari tanda-tanda tersebut, maka ibu perlu
untuk:beristirahatdi tempat tidur bila mungkin, sering menyusui pada
payudara yang terkena, mengompres panas pada payudara yang terkena,
berendam dengan air hangat/pancuran, memijat dengan lembut setiap daerah
benjolan saat bayi menyusui untuk membantu ASI mengalir dari daerah
tersebut, mencari pertolongan dari nakes bila ibu merasa lebih baik
selanjutnya.
e. Perhatian dini pada kesulitan menyusui lain
Ibu membutuhkan bantuan terlatih dalam menyusui setiap saat dan ibu
mengalami kesulitan yang dapat menyebabkan statis ASI, seperti:
Nyeri/puting pecah-pecah
Ketidaknyaman payudara setelah menyusui
Kompresi puting susu (garis putih melintasi ujung puting ketika bayi
melepaskan payudara)
Bayi yang tidak puas, menyusu sangat sering, jarang atau lama
Kehilangan percaya diri pada suplay ASInya, menganggap ASInya tidak
cukup
Pengenalan makanan lain secara dini
Menggunakan dot
f. Pengendalian infeksi
Petugas kesehatan dan ibu perlu mencuci tangan secara menyeluruh dan
sering sebelum dan setelah kontak dengan bayi. Kontak kulit dini, diikuti
dengan rawat gabung bayi dengan ibu merupakan jalan penting untuk
mengurangi infeksi rumah sakit.
2.10 Pemeriksaan Penunjang
Data yang mendukung pemeriksaan yang tidak dapat diketahui dengan
pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan laboratorium dan rontgen. Pada ibu nifas
dengan mastitis tidak dilakukan pemeriksaan laboratorium/rontgen (Wiknjosastro,
16
Stasis
ASI
Fisura
pada
puting
Jaringan
mammae
menjadi tegang
Lubang
duktus
laktiferus
lebih terbuka
Terbukanya
port de
entry
Bakteri
MASTITI
S
Ketegangan
pada
jaringan
mammae
Laktasi
terganggu
Proses
infeksi
bakteri
17
Ukuran
mamma
e
membes
Penekanan
reseptor
nyeri
Nyeri akut
Ganggu
an citra
tubuh
Menyusui
tidak
Reaksi
imun
Muncul
pus
Kurang
pengetah
uan
Ansietas
Resik
o
tinggi
infeks
4.1 Pengkajian
a. Identitas klien :
Nama
: jelas dan lengkap, jika perlu tanyakan nama panggilan sehariharinya agar tidak salah pasien ketika memberikan perawatan.
: wanita yang berumur 21-35 tahun lebih sering mengalami
Umur
Agama
Pendidikan
pengeluaran
ASI
sehingga
menimbulkan
penyebab
terjadinya
mastitis,
dimana
hal-hal
tersebut
19
21
- Nadi: pada ibu dengan mastitis nadi mengalami penaikan 90110/menit. Dimna normalnya 60-80/menit.
- Frekuensi Pernafasan: pada ibu dengan mastitis frekuensi pernafasan
mengalami peningkatan 30x/menit. Dimana normalnya 1620x/menit.
- Suhu: suhu tubuh waniti setelah partus dapat terjadi peningkatan
suhu badan yaitu tidak lebih dari 37,2 C dan pada ibu dengan
mastitis, suhu mengalami peningkatan sampai 39,5 C.
b) Kulit
Tidak ada gangguan, kecuali pada area panyudara sehingga perlu
pemeriksaan fisik yang terfokus pada panyudara.
c) Kepala
Pada area ini tidak terdapat gangguan. Namun biasanya ibu dengan
mastitis mengeluh nyeri kepala seperti gejala flu.
d) Wajah
Wajah terlihat meringis kesakitan.
e) Mata
Pada ibu dengan mastitis konjungtiva terlihat anemis. Dimana
anemia merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya mastitis,
karena seseorang dengan anemis akan mudah mengalami infeksi.
f) Hidung
Napas cuping hidung (-), sekret (-/-), darah (-/-), deviasi (-/-). Tidak
ada gangguan pada area ini.
g) Mulut
Mukosa basah (+), sianosis (-), pucat (-), kering (-). Tidak ada
gangguan pad area ini.
h) Telinga
Daun telinga dalam batas normal, sekret (-). Tidak ada gangguan
ada area ini.
i) Tenggorokan
Uvula di tengah, mukosa pharing hiperemis (-), tonsil T1 - T1.
Tidak ada gangguan pada area ini.
j) Leher
Pada area leher tidak di temukan adanya gangguan atau perubahan
fisik.
22
1)
2)
3)
4)
Pulmo:
Inspeksi : Pengembangan dada kanan = kiri
Palpasi : Fremitus raba dada kanan = kiri
Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+) Suara tambahan: (-/-)
n) Abdomen
1) Inspeksi: dinding perut lebih tinggi dari dinding dada karena post
partum sehingga pembesaran fundus masih terlihat.
2) Auskultasi: bising usus (+) normal
3) Perkusi: tympani
4) Palpasi: supel, hepar dan lien tidak teraba
e.
Pemeriksaan penunjang
Pada
ibu
nifas
dengan
mastitis
tidak
dilakukan
pemeriksaan
laboratorium biasanya ditemukan jumlah sel darah putih (SDP) meningkat karena
adanya reaksi inflamasi. Selain itu pada pemeriksaan kultur ASI ditemukan
beberapa bakteri penyebab mastitis. Dimana pemeriksaan kultur ASI tersebut
juga digunakan untuk menentukan antibiotik yang tepat bagi klien.
4.2
Diagnosa Keperawatan
24
Diagnose
a. Nyeri akut
berhubungan
dengan proses
inflamasi
4.7
4.4
Hasil
4.8
Tujuan:
4.9
Setelah dilakukan
Intervensi
4.12
1x24 jam nyeri dapat teratasi.
2. Berikan kompres hangat.
4.10 Kriteria Hasil:
1. Ibu dapat menyusui bayinya
4.13
normal
3. Suhu tubuh menurun
4. Payudara tidak bengkak lagi
dan lunak
5. Nyeri mulai berkurang/hilang
4.11
4.18
Tujuan :
4.6
Rasional
dengan nyaman
2. Ibu dapat beraktifitas dengan
b. Ketidakefektif
4.5
identifikasiderajat, ketidaknyamanan
dan dapat diberi tetapi yang tepat.
2. Kompres hangat dapat menyebabkan
vasodilatasi sehingga aliran darah
lancar.
3. Dengan perawatan yang benar dan
dan antibiotic.
untuk mengurangi nyeri.
4.16
6. Mencegah komplikasi sejak awal.
6. Kolaborasi dalam melakukan insisiden
4.17
biopsy jika ada abses.
1. Anjurkan ibu untuk mengoleskan 1. Mencegah terjadinya iritasi lanjut pada
25
an pemberian
4.19
ASI
berhubungan
denganterhenti
nya menyusui
sekunder
akibat ibu
yang sakit,
bayi tidak mau
menyusu.
c. Resiko tinggi
infeksi
berhubungan
dengankerusak
an jaringan
4.24
Setelah dilakukan
2.
4.
putting.
4.21
2. meminimalkan luka pada putting susu
ibu.
3. Dengan perawatan yang tepat, dapat
mengatasi masalah menyusui.
4.22
4. Untuk mencegah terjadinya iritasi
lanjut pada putting
4.23
4.25
4.26
Tujuan :
Setelah dilakukan
infeksi.
menunjukkan terjadinya infeksi.
tindakan keperawatan selama 2. Lakukan perawatan luka/ abses dengan 2. Perawatan luka yang steril dapat
1x24 jam tidak terdapat tanda
personal hygiene.
4.33
4.4 Implementasi dan Evaluasi
4.34 Diagnosa
a. Nyeri akut
berhubungan
dengan proses
inflamasi
4.35 Implementasi
1. Telah dikaji tingkat nyeri (keluhan nyeri, lokasi,
lamanya dan intensitas nyeri).
2. Telah doberikan kompres hangat.
3. Telah diajarkan dan telah menganjurkan klien untuk
melakukan perawatan payudara.
4. Telah menganjurkan klien untuk tidak menggunakan
penyangga yang terlalu ketat.
5. Telah berkolaborasi dalam pemberian analgetik dan
antibiotic.
6. Telah berkolaborasi dalam melakukan insisi/biopsy
b. Ketidakefektifan
pemberian ASI
berhubungan
denganterhentiny
4.36 Evaluasi
4.37 S : Klien mengatakan nyerinya sudah
berkurang atau hilang
4.38 O :
a. Klien tidak tampak meringis lagi.
b. Skala nyeri berkurang
menjadi 2 dari
4.46
27
a menyusui
sekunder akibat
ibu yang sakit,
bayi tidak mau
menyusu
4.41
a. Resiko tinggi
infeksi
berhubungan
dengan kerusakan
jaringan
4.50
benar.
c. Lecet pada puting susu ibu berkurang atau tidak
4.48
4.49
4.51
ada.
A: Masalah teratasi
P: Hentikan intervensi
S: Ibu mengatakan panyudaraNya sudah tidak
28
4.56
4.57 5.1
4.58
BAB 5. PENUTUP
Kesimpulan
Mastitis merupakan proses peradangan payudara yang mungkin
disertai infeksi atau tanpa infeksi. Sebagian besar mastitis terjadi dalam 6
minggu pertama setelah bayi lahir.Diagnosis mastitis ditegakkan apabila
ditemukan gejala demam, menggigil, nyeri seluruh tubuh serta payudara
menjadi kemerahan, tegang, panas dan bengkak.Beberapa faktor risiko utama
timbulnya mastitis adalah puting lecet, frekuensi menyusui yang jarang dan
pelekatan bayi yang kurang baik.Melancarkan aliran ASI merupakan hal
penting dalam tata laksana mastitis.Selain itu, ibu perlu banyak beristirahat,
banyak minum, mengonsumsi nutrisi yang seimbang dan apabila perlu
mendapatkan terapi medikasi analgesik dan antibiotik. Infeksi payudara atau
mastitis perlu diperhatikan oleh ibu-ibu yang baru melahirkan.Infeksi ini
biasanya terjadi disebabkan adanya bakteri yang hidup di permukaan payudara.
Berbagai macam faktor seperti kelelahan, stres, dan pakaian ketat dapat
menyebabkan penyumbatan saluran air susu dari payudara yang nyeri dan jika
tidak dilakukan pengobatan, maka akan menjadi abses.
4.59
5.2 Saran
4.60
29
DAFTAR PUSTAKA
4.63
4.64
4.65
4.66
4.67
4.68
4.69
4.70
4.71
4.72
4.73
4.74
4.75
4.76
4.77
4.78
4.79
4.80
4.81
4.82
4.83
4.84
4.85
30
4.86
4.87
4.88
31