Anda di halaman 1dari 31

BAB 1.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Mastitis adalah infeksi peradangan pada mammae, terutama pada primipara
yang biasanya disebabkan oleh staphylococcus aureus. Infeksi ini terjadi melalui
luka pada puting susu, tetapi mungkin juga melalui peredaran darah
(Prawirohadjo, 2001). Mastitis adalah peradangan payudara, yang dapat disertai
atau tidak disertai dengan infeksi.Penyakit ini biasanya menyertai laktasi,
sehingga disebut juga mastitis laktasional atau mastitis puerperalis. Kadangkadang keadaan ini dapat menjadi fatal apabila tidak diberi tindakan yang
adekuat.Mastitisjuga seringkali disebut sebagai abses payudara, dimana terjadi
pengumpulan nanah lokal di dalam payudara. Keadaan ini menyebabkan beban
penyakit yang berat dan memerlukan biaya yang sangat besar untuk
pengobatannya. Penelitian terbaru juga ada yang menyatakan bahwa mastitis
dapat meningkatkan risiko penularan HIV melalui menyusui.
Pengeluaran ASI yang tidak efisien akibat teknik menyusui yang kurang
benar merupakan penyebab yang penting, tetapi pada kenyataannya saat ini masih
banyak petugas kesehatan yang menganggap bahwa mastitis masih sama dengan
infeksi payudara. Mereka sering tidak mampu membantu pasien mastitis untuk
terus menyusui, dan mereka bahkan mungkin menyarankan pasien tersebut untuk
berhenti menyusui, yang sebenarnya hal tersebut tidak perlu.
Makalah ini disusun untuk menyajikan informasi tentang konsep dasardan
asuhan keperawatanmastitis laktasional, untuk menuntun penatalaksanaan praktik
yang tepat sehingga pasien mastitis masih dapat mempertahankan agar tetap dapat
memberikan ASI kepada bayinya secara eksklusif.

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang diatas maka penulis membuat suatu rumusan masalah
yaitu bagaimana asuhan keperawatan yang dapat di berikan pada pasien yang
menderita mastitis?
1.3

Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini antara lain:

1.3.1
1.3.2
1.3.3
1.3.4
1.3.5
1.3.6
1.3.7
1.3.8
1.3.9
1.3.10
1.3.11

mengetahui anatomi dan fisiologi payudara;


mengetahui definisi mastitis;
mengetahui epidemiologi mastitis;
mengetahui etiologi mastitis
mengetahui tanda dan gejala mastitis;
mengetahui patofisiologi mastitis;
mengetahui komplikasi dan prognosis mastitis;
mengetahui pengobatan mastitis;
mengetahui pencegahan mastitis;
mengetahui pemeriksaan penunjang mastitis;
mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan mastitis.

1.4 Manfaat
Manfaat makalah ini dapat diuraikan sebagai berikut.
1.4.1

Bagi mahasiswa, hasil makalah diharapkan dapat memberikan pemahaman


dan pengertian terhadap pentingnya kesehatan dan mampu memberikan

1.4.2

asuhan keperawatan dengan benar;


Bagi penulis, makalah ini diharapkan dapat menambah dan meningkatkan
wawasan, pengetahuan dan pengalaman belajar yang terkait dengan masalah
pada sistem reproduksi wanita, yaitu penyakit mastitis inisehingga dalam
mempraktikkan ilmu yang terkait akan lebih mudah.

BAB 2. TINJAUAN TEORI


2.1

Definisi
Infeksi Payudara (Mastitis) adalah suatu infeksi pada jaringan payudara.

Biasanya terjadi karena adanya bakteri jenis staphylococcus aureus. Bakteri


biasanya

masuk melalui puting

susu yang pecah-pecah

atau

terluka.

Pada infeksi yang berat atau tidak diobati, dapat terbentuk abses payudara

(penimbunan nanah di dalam payudara). Mastitis adalah reaksi sistematik seperti


demam, terjadi 1-3 minggu setelah melahirkan sebagai komplikasi sumbatan
saluran air susu (Masjoer, 2001).
Mastitis adalah peradangan payudara yang dapat disertai atau tidak disertai
infeksi.Penyakit ini biasanya menyertai laktasi, sehingga disebut juga mastitis
laktasional atau mastitis puerperalis.Kadang-kadang keadaan ini dapat menjadi
fatal bila tidak diberikan tindakan yang adekuat.Abses payudara, pengumpulan
nanah lokal di dalam payudara, merupakan komplikasi berat dari mastitis.
Keadaan inilah yang menyebabkan beban penyakit bertambah berat (Sally I,
Severin V.X, 2003 dalam Anonim, 2013).
Sumber lain menyebutkan bahwa mastitis adalah infeksi dan peradangan
pada payudara yang terjadi melalui luka pada puting, dapat berasal dari peredaran
darah. Tandatanda mastitis yang dirasakan ibu adalah rasa panas dingin disertai
kenaikan suhu, ibu merasa lesu, tidak nafsu makan, payudara membesar, nyeri
perabaan, mengkilat dan kemerahan pada payudara, dan terjadi pada 34 minggu
masa nifas. Hal ini dapat diatasi dengan membersihkan puting sebelum dan
sesudah menyusui; menyusui pada payudara yang tidak sakit; kompres dingin
sebelum menyusui;menggunakan BH untuk menyokong payudara, berikan
antibiotik dan analgetik, istirahat yang cukup dan banyak minum (USU, tanpa
tahun).
Mastitis adalah infeksi yang disebabkan karena adanya sumbatan pada
duktus hingga puting susu mengalami sumbatan. Mastitis paling sering terjadi
pada minggu kedua dan ketiga pasca kelahiran.Penyebab penting dari mastitis ini
adalah pengeluaran ASI yang tidak efisien akibat teknik menyusui yang
buruk.Untuk menghambat terjadinya mastitis ini dianjurkan untuk menggunakan
bra atau pakaian dalam yang memiliki penyangga yang baik pada payudaranya
(Sally I, 2003 dalam Anonim, 2013).
Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat di tarik suatu
kesimpulan mastitis adalah suatu infeksi atau peradangan pada jaringan payudara
yang diakibatkan karena adanya bakteri (staphylococcus aureus) yang masuk
melalui puting susu yang pecah-pecah atau terluka.

Mastitis diklasifikasikan menjadi4 jenis, yaitu: mastitis puerparalis


epidemic, mastitis aninfeksosa, mastitis subklinis dan mastitis infeksiosa. Dimana
keempat jenis tersebut muncul dalam kondisi yang berbeda-beda. Diantaranya
adalah sebagai berikut (Bertha, 2002 dalam Djamudin, 2009):
1.

Mastitis Puerparalis Epidemik


Mastitis puerparalis epidemic ini biasanya timbul apabila pertama kali bayi
dan ibunya terpajan pada organisme yang tidak dikenal atau verulen. Masalah
ini paling sering terjadi di rumah sakit, yaitu dari infeksi silang atau
bekesinambungan strain resisten.

2.

Mastitis Noninfesiosa
Mastitis moninfeksiosa terjadi apabila ASI tidak keluar dari sebagian atau
seluruh payudara, produksi ASI melambat dan aliran terhenti.Namun proses ini
membutuhkan waktu beberapa hari dan tidak akan selesai dalam 23 minggu.
Untuk sementara waktu, akumulasi ASI dapat menyebabkan respons
peradangan.

3.

Mastitis Subklinis
Mastitis subklinis telah diuraikan sebagai sebuah kondisi yang dapat
disertai dengan pengeluaran ASI yang tidak adekuat, sehingga produksi ASI
sangat berkurang yaitu kira-kira hanya sampai di bawah 400 ml/hari (<400
ml/hari).

4.

Mastitis Infeksiosa
Mastitis infeksiosa terjadi apabila siasis ASI tidak sembuh dan proteksi oleh
faktor imun dalam ASI dan oleh responrespon inflamasi. Secara normal, ASI
segar bukan merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri.

2.2

Epidemiologi

Organisasi kesehatan dunia/WHO (2008) memperkirakan lebih dari 1,4 juta


orang terdiagnosis menderita mastitis. The American Society memperkirakan
241.240 wanita Amerika Serikat terdiagnosis mastitis. Sedangkan di Kanada
jumlah wanita yang terdiagnosis mastitis adalah 24.600 orang dan di Australia
sebanyak 14.791 orang. Di Indonesia diperkirakan wanita yang terdiagnosis
mastitis adalah berjumlah 876.665 orang dan di Sumatera Utara berkisar antara
40-60% wanita terdiagnostik mastitis (Djamudin, 2009).
Berdasarkan hasil survei lapangan, ditemukan jumlah penderita mastitis di
Klinik Bidan Elfrida Fitri Simamora Periode Tahun 2008 (Januari-Desember)
adalah sebanyak 30 orang. Hal ini menunjukkan bahwa masih rendahnya
pengetahuan ibu post partum tentang mastitis terutama dalam teknik menyusui
yang baik (Fitri, 2009).
Mastitis dan abses payudara terjadi hampir pada semua populasi. Insiden
yang dilaporkan bervariasi sampai 33% wanita menyusui, tetapi biasanya di
bawah 10%. Walaupun demikian, menurut beberapa laporan, terutama dari
negara-negara berkembang, suatu abses dapat terjadi tanpa didahului dengan
mastitis yang nyata. Mastitis paling sering terjadi pada minggu kedua dan ketiga
pasca kelahiran, dengan sebagian besar laporan menunjukkan bahwa 74% sampai
95% kasus terjadi dalam 12 minggu pertama. Namun, mastitis juga dapat
terjadipada setiap tahap laktasi, termasuk pada tahun kedua. Abses payudara juga
paling sering terjadi pada 6 minggu pertama pascakelahiran tetapi dapat timbul
kemudian (Anonim, 2013).

2.3 Faktor Resiko


Beberapa faktor yang diduga dapat meningkatkan risiko mastitis (Prasetyo,
2010), yaitu:
a. Umur
Wanita berumur 21-35 tahun lebih sering menderita mastitis dari pada
wanita di bawah usia 21 tahun atau di atas 35 tahun.
b. Serangan sebelumnya
5

Serangan mastitis pertama cenderung berulang, hal ini merupakan akibat


teknik menyusui yang buruk yang tidak diperbaiki.
c. Melahirkan
Komplikasi melahirkan dapat meningkatkan risiko mastitis, walupun
penggunaan oksitosin tidak meningkatkan resiko.
d. Gizi
Asupan garam dan lemak tinggi serta anemia menjadi faktor predisposisi
terjadinya mastitis. Wanita yang mengalami anemia akan beresiko mengalami
mastitis karena kurangnya zat besi dalam tubuh, sehingga hal itu akan
memudahkan tubuh mengalami infeksi (mastitis). Antioksidan dari vitamin E,
vitamin A dan selenium dapat mengurangi resiko mastitis.
e. Faktor kekebalan dalam ASI
Faktor kekebalan dalam ASI dapat memberikan mekanisme pertahanan
dalam payudara.
f. Pekerjaan di luar rumah
Interval antar menyusui yang panjang dan kekurangan waktu dalam
pengeluaran ASI yang adekuat sehingga akan memicu terjadinya statis ASI.
g. Trauma
Trauma pada payudara yang disebabkan oleh apapun dapat merusak
jaringan kelenjar dan saluran susu dan haltersebut dapat menyebabkan mastitis.

2.4

Etiologi
Infeksi payudara biasanya disebabkan oleh bakteri yang banyak ditemukan

pada kulit yang normal yaitu Staphylococcus aureus. Bakteri ini seringkali berasal
dari mulut bayi yang masuk ke dalam saluran air susu melalui sobekan atau
retakan di kulit pada puting susu.Mastitis biasanya terjadi pada wanita yang
menyusui

dan paling sering terjadi

dalam waktu 1-3 bulan

setelah

melahirkan.Sekitar 1-3% wanita menyusui mengalami mastitis pada beberapa


minggu pertama setelah melahirkan.
Soetjiningsih (1997) menyebutkan bahwa peradangan pada payudara
(Mastitis) di sebabkan oleh hal-hal sebagai berikut:
a. Payudara bengkak yang tidak disusu secara adekuat, akhirnya tejadi mastitis.
b. Puting lecet akan memudahkan masuknya kuman dan terjadi payudara
bengkak.
c. Penyangga

payudara

yang

terlalu

ketat,

mengakibatkan

segmental

engorgement sehingga jika tidak disusu secara adekuat bisa erjadi mastitis.
d. Ibu yang memiliki diet jelek, kurang istirahat, anemia akan mempermudah
terkena infeksi.
Pada wanita pasca menopause, infeksi payudara berhubungan dengan
peradangan menahun dari saluran air susu yang terletak di bawah puting susu.
Perubahan hormonal di dalam tubuh wanita menyebabkan penyumbatan saluran
air susu oleh sel-sel kulit yang mati. Saluran yang tersumbat ini menyebabkan
payudara lebih mudah mengalami infeksi.Dua penyebab utama mastitis adalah
stasis ASI dan infeksi.Stasis ASI biasanya merupakan penyebab primer yang
dapat disertai atau berkembang menuju infeksi.Guther pada tahun 1958
menyimpulkan dari pengamatan klinis bahwa mastitis diakibatkan oleh stagnasi
ASI di dalam payudara, dan bahwa pengeluaran ASI yang efisien dapat mencegah
keadaan tersebut.Ia menyatakan bahwa bila terjadi infeksi, bukan primer, tetapi
diakibatkan oleh stagnasi sebagai media pertumbuhan bakteri.
Thomsen,dkk pada tahun 1984 menghasilkan bukti tambahan tentang
pentingnya stasis ASI. Mereka menghitung leukosit dan bakteri dalam ASI dari
payudara dengan tanda klinis mastitis dan mengajukan klasifikasi berikut, yaitu:
a. Stasis ASI
Statis ASI terjadi jika ASI tidak dikeluarkan dengan efisien dari payudara.
Hal ini terjadi jika payudara terbendung segera setelah melahirkan, atau setiap
saat jika bayi tidak mengisap ASI, kenyutan bayi yang buruk pada payudara,
pengisapan yang tidak efektif, pembatasan frekuensi/durasi menyusui,
sumbatan pada saluran ASI, suplai ASI yang sangat berlebihan dan menyusui

untuk kembar dua/lebih. Statis ASI dapat membaik hanya dengan terus
menyusui, tentunya dengan teknik yang benar.
b. Inflamasi non infeksiosa (atau mastitis noninfeksiosa)
Mastitis jenis ini biasanya ditandai dengan gejala sebagai berikut:Adanya
bercak panas/nyeri tekan yang akut, bercak kecil keras yang nyeri tekan, dan
tidak terjadi demam dan ibu masih merasa baik-baik saja.Mastitis

non

infeksiosa membutuhkan tindakan pemerasan ASI setelah menyusui.


c. Mastitis infeksiosa
Mastitis jenis ini biasanya ditandai dengan gejala sebagai berikut: lemah,
nyeri kepala seperti gejala flu, demam suhu > 38,5 derajat celcius, ada luka
pada puting payudara, kulit payudara tampak menjadi kemerahan atau
mengkilat, terasa keras dan tegang, payudara membengkak, mengeras, dan
teraba hangat, dan terjadi peningkatan kadar natrium sehingga bayi tidak mau
menyusu karena ASI yang terasa asin. Mastitis infeksiosa hanya dapat diobati
dengan pemerasan ASI dan antibiotik sistemik. Tanpa pengeluaran ASI yang
efektif, mastitis non infeksiosa sering berkembang menjadi mastitis infeksiosa,
dan mastitis infeksiosa menjadi pembentukan abses.
2.5
a.

Tanda dan Gejala


Tanda dan Gejala dari mastitis ini biasanya berupa:
Payudara yang terbendung membesar, membengkak, keras

dan kadang terasa nyeri.


b.

Payudara dapat terlihat merah, mengkilat dan puting


teregang menjadi rata.

c.

ASI tidak mengalir dengan mudah, dan bayi sulit mengenyut


untuk menghisap ASI sampai pembengkakan berkurang.

d.

Ibu akan tampak seperti sedang mengalami flu, dengan


gejala demam, rasa dingin dan tubuh terasa pegal dan sakit.

e.

Terjadi pembesaran kelenjar getah bening ketiak pada sisi


yang sama dengan payudara yang terkena.
Gejala yang muncul juga hampir sama dengan payudara yang membengkak
karena sumbatan saluran ASI antara lain :
a. Payudara terasa nyeri
b. Teraba keras
8

c. Tampak kemerahan
d. Permukaan kulit dari payudara yang terkena infeksi juga tampak seperti pecah
pecah, dan badan terasa demam seperti hendak flu, bila terkena sumbatan tanpa
infeksi, biasanya di badan tidak terasa nyeri dan tidak demam. Pada payudara
juga tidak teraba bagian keras dan nyeri serta merah.
Namun terkadang dua hal tersebut sulit untuk dibedakan, gampangnya bila
didapat sumbatan pada saluran ASI, namun tidak terasa nyeri pada payudara, dan
permukaan kulit tidak pecah pecah maka hal itu bukan mastitis. Bila terasa sakit
pada payudara namun tidak disertai adanya bagian payudara yang mengeras, maka
hal tersebut bukan mastitis (Pitaloka, 2001 dalam Anonim, 2013).
2.6

Patofisiologi
Secara garis besar, mastitis atau peradangan pada payudara dapat terjadi

karena proses infeksi ataupun noninfeksi. Namun semuanya bermuara pada proses
infeksi. Mastitis akibat proses noninfeksi berawal dari proses laktasi yang normal.
Namun karena sebab-sebab tertentu maka dapat menyebabkan terjadinya
gangguan pengeluaran ASI atau yang biasa disebut sebagai stasis ASI.Hal ini
membuat ASI terperangkap di dalam ductus dan tidak dapat keluar dengan
lancar.Akibatnya mammae menjadi tegang.Sehingga sel epitel yang memproduksi
ASI menjadi datar dan tertekan.permeabilitas jaringan ikat meningkat, beberapa
komponen(terutama protein dan kekebalan tubuh dan natrium) dari plasma masuk
ke dalam ASI dan jaringan sekitar sel memicu respon imun. Terjadi inflmasi
hingga sehingga mempermudah terjadinya infeksi.Kondisi ini membuat lubang
duktus laktiferus menjadi port de entry bakteri, terutama bakteri Staphylococcus
aureus dan Strepcococcus sp.
Hampir sama dengan kejadian pada mastitis noninfeksi, mastitis yang
terjadi akibat proses infeksi terjadi secara langsung, yaitu saat timbul
fisura/robekan/perlukaan pada puting yang terbentuk saat awal laktasi akan
menjadikanport de entry/tempat masuknya bakteri. Proses selanjutnya adalah
infeksi pada jaringan mammae.

2.7

Komplikasi dan Prognosis

2.7.1 Komplikasi
Berikut beberapa komplikasi yang dapat muncul karena mastitis.
a. Abses payudara
Abses payudaramerupakan komplikasi mastitis yang biasanya terjadi
karena pengobatan terlambat atau tidak adekuat. Bila terdapat daerah
payudara teraba keras, merah dan tegang walaupun ibu telah diterapi, maka
kita harus memikirkan kemungkinan terjadinya abses. Kurang lebih 3% dari
kejadian mastitis berlanjut menjadi abses.Pemeriksaan USG payudara
diperlukan untuk mengidentifikasi adanya cairan yang terkumpul. Cairan ini
dapat dikeluarkan dengan aspirasi jarum halus yang berfungsi sebagai
diagnostik sekaligus terapi, bahkan mungkin diperlukan aspirasi jarum
secara serial/berlanjut. Pada abses yang sangat besar terkadang diperlukan
tindakan bedah. Selama tindakan ini dilakukan, ibu harus mendapatkan
terapi medikasi antibiotik. ASI dari sekitar tempat abses juga perlu dikultur
agar antibiotik yang diberikan sesuai dengan jenis kumannya.
b. Mastitis berulang/kronis
Mastitis berulang biasanya disebabkan karena pengobatan terlambat atau
tidak adekuat. Ibu harus benar-benar beristirahat, banyak minum,
mengonsumsi makanan dengan gizi berimbang, serta mengatasi stress. Pada
kasus mastitis berulang karena infeksi bakteri biasanya diberikan antibiotik
dosis rendah (eritromisin 500 mg sekali sehari) selama masa menyusui.

c. Infeksi jamur
Komplikasi sekunder pada mastitis berulang adalah infeksi oleh jamur
seperti candida albicans.Keadaan ini sering ditemukan setelah ibu mendapat
terapi antibiotik.Infeksi jamur biasanya didiagnosis berdasarkan nyeri
berupa rasa terbakar yang menjalar di sepanjang saluran ASI. Diantara

10

waktu menyusui permukaan payudara terasa gatal. Puting mungkin tidak


nampak kelainan. Pada kasus ini, ibu dan bayi perlu mendapatkan
pengobatan. Pengobatan terbaik adalah mengoles nistatin krim yang juga
mengandung kortison ke puting dan areola setiap selesai bayi menyusu dan
bayi juga harus diberi nistatin oral pada saat yang sama.

2.7.2 Prognosis
Prognosis baik setelah dilakukan tindakan kepeerawatan dengan segera.
Dan keadaan akan menjadi fatal bila tidak segera diberikana atau dilakukan
tindakan yang adekuat.

2.8

Pengobatan
Setelah diagnosa mastitis dipastikan, hal yang harus segera dilakukan adalah

pemberian susu kepada bayi dari mamae yang sakit dihentikan dan diberi
antibiotik. Dengan tindakan ini terjadinya abses seringkali dapat dicegah, karena
biasanya infeksi disebabkan oleh Staphylococcus aureus. Penicilin dalam dosis
cukup tinggi dapat diberikan sebagai terapi antibiotik. Sebelum pemberian
penicilin dapat diadakan pembiakan/kultur air susu, supaya penyebab mastitis
benar-benar diketahui. Apabilaada abses maka nanah dikeluarkan,kemudian
dipasang pipa ke tengah abses agar nanah dapat keluar terus. Untuk mencegah
kerusakan pada duktus laktiferus, sayatan dibuat sejajar dengan jalannya duktusduktus tersebut.

Prinsip-prinsip utama penanganan mastitis adalah:


1. Konseling suportif

11

Mastitis merupakan pengalaman yang paling banyakwanita merasa sakit


dan membuat frustasi.Selain dalam penanganan yang efektif dan pengendalian
nyeri, wanita membutuhkan dukungan emosional. Ibu harus diyakinkan
kembali tentang nilai menyusui, yang aman untuk diteruskan, bahwa ASI dari
payudara yang terkena tidak akan membahayakan bayinya dan bahwa
payudaranya akan pulih, baik bentuk maupun fungsinya. Klien membutuhkan
bimbingan yang jelas tentang semua tindakan yang dibutuhkan untuk
penanganan, dan bagaimana meneruskan menyusui/memeras ASI dari
payudara yang sakit. Klien akan membutuhkan tindak lanjut untuk mendapat
dukungan terus menerus dan bimbingan sampai kondisinya benar-benar pulih.
2. Pengeluaran ASI dengan efektif
Hal ini merupakan bagian terapi terpenting, antara lain:
a. Bantu ibu memperbaiki kenyutan bayi pada payudaranya
b. Dorong untuk sering menyusui, sesering dan selama bayi menghendaki,
tanpa pembatasan
c. Bila perlu peras ASI dengan tangan/pompa/botol panas, sampai menyusui
dapat dimulai lagi
3. Terapi antibiotik
Terapi antibiotik diindikasikan pada:
a. Hitung sel dan koloni bakteri dan biakan yang ada serta menunjukkan
infeksi
b. Gejala berat sejak awal
c. Terlihat puting pecah-pecah
d. Gejala tidak membaik setelah 12-24 jam setelah pengeluaran ASI diperbaiki
maka Laktamase harus ditambahkan agar efektif terhadap Staphylococcus
aureus. Untuk organisme gram negatif, sefaleksin/amoksisillin mungkin
paling tepat. Jika mungkin, ASI dari payudara yang sakit sebaiknya dikultur
dan sensivitas bakteri antibiotik ditentukan.
Antibiotik

Dosis

Eritromisin

250-500 mg setiap 6 jam

Flukloksasilin

250 mg setiap 6 jam

Dikloksasilin

125-250 mg setiap 6 jam per oral

Amoksasilin (sic)

250-500 mg setiap 8 jam

Sefaleksin

250-500 setiap 6 jam

12

Tabel 1.1 Dosis Antibiotik


e. Pada kasus infeksi mastitis, penanganannya antara lain:
1. Berikan antibiotik Kloksasilin 500 mg per oral 4 kali sehari setiap 6 jam
selama 10 hari atau eritromisin 250 mg per oral 3 kali sehari selama 10
hari.
2. Bantulah ibu agar tetap menyusui
3. Bebat/sangga payudara
4. Kompres hangat sebelum menyusui untuk mengurangi bengkak dan
nyeriyaitu dengan memberikan parasetamol 500 mg per oral setiap 4 jam
dan lakukan evaluasi secara rutin.
Pengobatan yang tepat dengan pemberian antibiotik, mintalah pada
dokter antibiotik yang baik dan aman untuk ibu yang menyusui, selain itu bila
badan terasa panas, ibu dapat minum obat turun panas, kemudian untuk bagian
payudara yang terasa keras dan nyeri, dapat dikompres dengan menggunakan
air hangat untuk mengurangi rasa nyeri.
Bila tidak tahan nyeri, dapat meminum obat penghilang rasa sakit,
istirahat yang cukup amat perlu untuk mengembalikan kondisi tubuh menjadi
sehat kembali. Disamping itu, makan dan minum yang bergizi, minum banyak
air putih juga akan membantu menurunkan demam, biasanya rasa demam dan
nyeri itu akan hilang dalam dua atau tiga hari dan ibu akan mampu beraktivitas
seperti semula

4. Terapi simtomatik
Nyeri sebaiknya diterapi dengan analgesik. Ibuprofen dipertimbangkan
sebagai obat yang paling efektif dan dapat membantu mengurangi inflamasi
dan nyeri. Parasetamol merupakan alternatif yang paling tepat. Istirahat sangat
penting, karena tirah baring dengan bayinya dapat meningkatkan frekuensi
menyusui, sehingga dapat memperbaiki pengeluaran susu. Tindakan lain yang
dianjurkan adalah penggunaan kompres hangat pada payudara yang akan
menghilangkan nyeri dan membantu aliran ASI, dan yakinkan bahwa ibu

13

cukup minum cairan. Dilakukan pengompresan hangat pada payudara selama


15-20 menit, 4 kali/hari. Diberikan antibiotik dan untuk mencegah
pembengkakan, sebaiknya dilakukan pemijatan dan pemompaan air susu pada
payudara yang terkena.
a.
Mastitis (Payudara tegang / indurasi dan kemerahan)

Berikan klosasilin 500 mg setiap 6 jam selama 10 hari. Bila diberikan


sebelum terbentuk abses biasanya keluhannya akan berkurang.

b.

Sangga payudara.

Kompres dingin.

Bila diperlukan berikan Parasetamol 500 mg per oral setiap 4 jam.

Ibu harus didorong menyusui bayinya walau ada PUS.

Ikuti perkembangan 3 hari setelah pemberian pengobatan.


Abses Payudara (Terdapat masa padat, mengeras di bawah kulit yang
kemerahan).

Diperlukan anestesi umum.


Insisi radial dari tengah dekat pinggir aerola, ke pinggir supaya tidak
mendorong saluran ASI.
Pecahkan kantung PUS dengan klem jaringan (pean) atau jari tangan.
Pasang tampon dan drain, diangkat setelah 24 jam.
Berikan Kloksasilin 500 mg setiap 6 jam selama 10 hari.
Sangga payudara.
Kompres dingin.
Berikan parasetamol 500 mg setiap 4 jam sekali bila diperlukan.
Ibu dianjurkan tetap memberikan ASI walau ada pus.
Lakukan follow up setelah peberian pengobatan selama 3 hari.
Jika terjadi abses, biasanya dilakukan penyayatan dan pembuangan nanah,
serta dianjurkan untuk berhenti menyusui.Untuk mengurangi nyeri dapat
diberikan obat pereda nyeri (misalnya acetaminophen atau ibuprofen).Kedua obat
tersebut aman untuk ibu menyusui dan bayinya.

14

2.9

Pencegahan
Untuk mencegah terjadinya mastitis dapat dilakukan beberapa tindakan

sebagai berikut (Soetjiningsih, 1997):


a.

Menyusui secara bergantian antara payudara kiri dan kanan

b.

Untuk mencegah pembengkakan dan penyumbatan saluran, kosongkan


payudara dengan cara memompanya

c.

Gunakan teknik menyusui yang baik dan benar untuk mencegah


robekan/luka pada puting susu

d.

Minum banyak cairan

e.

Menjaga kebersihan puting susu

f.

Mencuci tangan sebelum dan sesudah menyusui.


Tindakan-tindakan berikut ini juga dapat dilakukan untuk mencegah

terjadinya mastitis, yaitu:


a. Perbaikan pemahaman penatalaksanaan menyusui
Menyusui sedini mungkin setelah melahirkan;
Menyusui dengan posisi yang benar;
Memberikan ASI On Demand dan memberikan ASI eklusif;
Makan dengan gizi yang seimbang;
b. Pemberian infotentang hal-hal yang mengganggu proses menyusui, membatasi,
mengurangi isapan proses menyusui dan meningkatkan statis ASI antara lain:
Penggunaan dot;
Pemberian minuman lain pada bayi pada bulan-bulan pertama;
Tindakan melepaskan mulut bayi dari payudara pertama sebelum bayi
siapuntuk menghisap payudara yang lain;
Beban kerja yang berat atau penuh tekanan;
Kealpaan menyusui bila bayi mulai tidur sepanjang malam
Trauma payudara karena tindakan kekerasan atau penyebab lain.
c. Pemberian infotentang penatalaksaan yang efektif pada payudara yangpenuh
dan kencang. Adapun hal-hal yang harus dilakukan yaitu:
Ibu harus dibantu untuk memperbaiki kenyutan pada payudara oleh bayinya
untuk memperbaiki pengeluaran ASI serta mencegah luka pada punting

susu.
Ibu harus didorong untuk menyusui sesering mungkin dan selama bayi
menghendaki tanpa batas.
15

Perawatan payudara dengan dikompres dengan air hangat dan pemerasan

ASI
d. Pemberian informasi tentang perhatian dini terhadap semua tanda statis ASIIbu
harus

memeriksa

payudaranya

untuk

melihat

adanya

benjolan,

nyeri/panas/kemerahan:
Bila ibu mempunyai salah satu faktor resiko, seperti kealpaan menyusui.
Bila ibu mengalami demam/merasa sakit, seperti sakit kepala.

Bila ibu mempunyai satu dari tanda-tanda tersebut, maka ibu perlu
untuk:beristirahatdi tempat tidur bila mungkin, sering menyusui pada
payudara yang terkena, mengompres panas pada payudara yang terkena,
berendam dengan air hangat/pancuran, memijat dengan lembut setiap daerah
benjolan saat bayi menyusui untuk membantu ASI mengalir dari daerah
tersebut, mencari pertolongan dari nakes bila ibu merasa lebih baik
selanjutnya.
e. Perhatian dini pada kesulitan menyusui lain
Ibu membutuhkan bantuan terlatih dalam menyusui setiap saat dan ibu
mengalami kesulitan yang dapat menyebabkan statis ASI, seperti:
Nyeri/puting pecah-pecah
Ketidaknyaman payudara setelah menyusui
Kompresi puting susu (garis putih melintasi ujung puting ketika bayi

melepaskan payudara)
Bayi yang tidak puas, menyusu sangat sering, jarang atau lama
Kehilangan percaya diri pada suplay ASInya, menganggap ASInya tidak

cukup
Pengenalan makanan lain secara dini
Menggunakan dot
f. Pengendalian infeksi
Petugas kesehatan dan ibu perlu mencuci tangan secara menyeluruh dan
sering sebelum dan setelah kontak dengan bayi. Kontak kulit dini, diikuti
dengan rawat gabung bayi dengan ibu merupakan jalan penting untuk
mengurangi infeksi rumah sakit.
2.10 Pemeriksaan Penunjang
Data yang mendukung pemeriksaan yang tidak dapat diketahui dengan
pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan laboratorium dan rontgen. Pada ibu nifas
dengan mastitis tidak dilakukan pemeriksaan laboratorium/rontgen (Wiknjosastro,

16

2005). Namuan World Health Organization (WHO) menganjurkan pemeriksaan


kultur dan uji sensitivitas pada beberapa keadaan yaitu bila:
a. pengobatan dengan antibiotik tidak memperlihatkan respons yang baik dalam 2
hari;
b. terjadi mastitis berulang;
c. mastitis terjadi di rumah sakit; dan
d. penderita alergi terhadap antibiotik atau pada kasus yang berat.
Bahan kultur diambil dari ASI pancar tengah hasil dari perahan tangan yang
langsung ditampung menggunakan penampung urin steril. Puting harus
dibersihkan terlebih dulu dan bibir penampung diusahakan tidak menyentuh
puting untuk mengurangi kontaminasi dari kuman yang terdapat di kulit yang
dapat memberikan hasil positif palsu dari kultur. Beberapa penelitian
memperlihatkan beratnya gejala yang muncul berhubungan erat dengan tingginya
jumlah bakteri atau patogenitas bakteri.
BAB 3. PATHWAYS

Stasis
ASI

Fisura
pada
puting

Jaringan
mammae
menjadi tegang
Lubang
duktus
laktiferus
lebih terbuka

Terbukanya
port de
entry

Bakteri

MASTITI
S
Ketegangan
pada
jaringan
mammae

Laktasi
terganggu

Proses
infeksi
bakteri

17

Ukuran
mamma
e
membes

Penekanan
reseptor
nyeri

Nyeri akut

Ganggu
an citra
tubuh

Menyusui
tidak

Reaksi
imun

Muncul
pus
Kurang
pengetah
uan
Ansietas

Resik
o
tinggi
infeks

BAB 4. ASUHAN KEPERAWATAN

4.1 Pengkajian
a. Identitas klien :
Nama
: jelas dan lengkap, jika perlu tanyakan nama panggilan sehariharinya agar tidak salah pasien ketika memberikan perawatan.
: wanita yang berumur 21-35 tahun lebih sering mengalami

Umur

mastitis daripada wanita yang berumur dibawah 21 tahun dan


di atas 35 tahun. Umur <21 tahun diperkirakan bahwa alat-alat
reproduksinya masih belum matang, mental dan psikisnya juga
belum siap. Sedangkan umur >35 tahun akan rentan sekali
untuk terjadi perdarahan dalam masa nifas. Hal tersebut akan
Suku

memicu terjadinya mastitis ini.


: berpengaruh pada adat istiadat/kebiasaan sehari-hari, khususnya

Agama

dalam hal teknik menyusui dan perawatan payudara.


: untuk mengetahui keyakinan pasien sehingga dalam

Pendidikan

membimbing dan mengarahkannya lebih mudah.


: biasanya wanita yang status pendidikannya rendah akan
banyak yang mengalami penyakit ini dikarenakan mereka tidak
18

mengetahui tentang penyakit serta pengobatan dan teknik


perawatan payudara yang benar untuk kesehatan. Selain itu
aspek pendidikan juga akan mempengaruhi dalam tindakan
keperawatan yang akan diberikan, sehingga perawat dapat
memberi asuhan keperawatan dan konseling yang sesuai
Pekerjaan

dengan kondisi pasien.


: wanita yang bekerja di luar rumah (sebagai wanita karier)
saat mempunyai kewajiban untuk menyusui anaknya adalah
termasuk kelompok yang berisiko tinggi mengalami mastitis.
Hal itu disebabkan oleh kesibukan kerjanya ini akan menjadi
penghambat

pengeluaran

ASI

sehingga

menimbulkan

terjadinya stasis ASI yang dapat menjadi salah satu pencetus


penyakit mastitis ini.
Selain itu juga aspek pekerjaan ini untuk mengetahui dan
mengukur tingkat sosial ekonomi pasien, karena hal itu
dimungkinkan dapat mempengaruhi dalam pemenuhan gizi
Alamat

pasien yang memungkinkan timbulnya penyakit mastitis ini.


: perlu ditanyakan apabila pasien dirasa memerlukan

kunjungan rumah post perawatan


b. Riwayat kesehatan
1. Riwayat kesehatan dahulu
Kemungkinan wanita yang mengalami mastitis ini karena adanya faktorfaktor predisposisi seperti faktor kekebalan ASI yang rendah, sehingga
dapat dengan mudah mengalami infeksi utamanya pada payudara
(mastitis). Asupan nutrisi yang tidak adekuat dan lebih banyak
mengandung garam dan lemak juga dapat memicu terjadinya mastitis,
adanya riwayat trauma pada payudara juga dapat menjadi penyebab
terjadinya mastitis karena adanya kerusakan pada kelenjar dan saluran
susu. Selain itu juga dengan adanya faktor penyebab yang pasti seperti
stasis ASI karena bayi yang susah menyusu, adanya luka lecet di area
puting susu dan penggunaan bra yang tidak tepat/teralalu ketat juga dapat
menjadi

penyebab

terjadinya

mastitis,

dimana

hal-hal

tersebut

kemungkinan besar adalah merupakan hal yang sering sekali diabaikan

19

oleh wanita. Infeksi mammae pada kehamilan sebelumnya juga dapat


menjadi penyebab terjadinya mastitis.
2. Riwayat kesehatan sekarang
Pasien biasanya kelihatan lemah, suhu tubuh meningkat (>38 derajat
celcius), tidak ada nafsu makan, nyeri pada daerah mammae, bengkak
dan merah pada mammae. Jika tidak mendapatkan pengobatan yang
adekuat, maka dapat timbul berbagai komplikasi seperti abses payudara,
infeksi berulang dan infeksi jamur. Oleh sebab itu, perlu dilakukan
tindakan pencegahan yang tepat, misalnya memberikan info tentang
perawatan payudara, teknik menyusui yang benar, dsb.
3. Riwayat kesehatan keluarga
Faktor herediter tidak mempengaruhi kejadian mastitis.
c. Pengkajian Keperawatan
1. Persepsi dan Pemeliharaan Kesehatan
Persepsi: masih banyak masyarakat yang menganggap bahwa nyeri yang
sering muncul saat masa menyusui adalah hal yang normal, dimana tidak
perlu mendapatkan perhatian khusus untuk penanganannya. Pasien
dengan mastitis biasanya kebersihan badannya kurang terjaga terutama
pada area payudara dan lingkungan yang kurang bersih.
2. Pola Nutrisi / Metabolik
Asupan garam yang terlalu tinggi juga dapat memicu terjadinya mastitis.
Dengan adanya asupan garam yang terlalu tinggi maka akan
menyebabkan terjadinya peningkatan kadar natrium dalam ASI, sehingga
bayi tidak mau menyusu pada ibunya karena ASI yang terasa asin. Hal ini
akan mengakibatkan terjadinya penumpukan ASI dalam payudara (Stasis
ASI) yang dapat memicu terjadinya mastitis.
Wanita yang mengalami anemia juga akan beresiko mengalami mastitis
karena kurangnya zat besi dalam tubuh, sehingga hal itu akan
memudahkan tubuh mengalami infeksi (mastitis). Pemenuhan nutrisi
juga seringkali menurun akibat dari penurunan nafsu makan karena nyeri
dan peningkatan suhu tubuh.
3. Pola Eliminasi
Secara umum pada pola eliminasi tidak mengalami gangguan yang
spesifik akibat terjadinya mastitis.
a. Tidak ada nyeri saat berkemih
b. Konsistensi dan warna normal
20

c. Jumlah dan frekuensi berkemih normal.


4. Pola Aktivitas dan Latihan
Pola aktivitas terganggu akibat peningkatan suhu tubuh (hipertermi : >38
derajat celcius) dan nyeri. Sehingga biasanya pasien akan mengalami
penurunan aktivitas karena lebih fokus pada gejala yang muncul.
5. Pola Tidur dan Istirahat
Pola tidur terganggu karena kurang nyaman saat tidur, mengeluh nyeri.
Pasien akan lebih fokus pada gejala yang muncul pula.
6. Pola Kognitif dan Perseptual
Kurang mengetahui kondisi yang dialami, anggapan yang ada hanya
nyeri biasa.Pasien merasa biasa dan jika ada orang lain yang mengetahui
dapat terjadi penurunan harga diri.
7. Pola Persepsi Diri
Tidak ada gangguan.
8. Pola Seksual dan Reproduksi
Biasanya seksualitas terganggu akibat adanya penurunan libido dan
pasien pasti akan lebih fokus pada gejala yang muncul sehingga untuk
pemenuhan kebutuhan seksualitas ini sudah tidak lagi menjadi prioritas.
9. Pola Peran dan Hubungan
Ada gangguan, lebih banyak untuk istirahat karena nyeri.
10. Pola Manajemen Koping-Stress
Pasien terlihat tidak banyak bicara, banyak istirahat.
11. Sistem Nilai dan Keyakinan
Biasanya akan mengalami gangguan, namun hal itu juga tergantung
pada masing-masing individu, kadangkala ada individu yang lebih rajin
ibadah dan mendekatkan diri kepada Tuhan.namun di lain sisi juga ada
individu yang karena sakit itu, ia malah menyalahkan dan menjauh dari
Tuhan.
d. Pengkajian Fisik
1. Keadaan Umum
a) Keadaan Umum: pada ibu dengan mastitis keadaan umumnya baik.
b) Derajat kesadaran : pada ibu dengan mastitis derajat kesadarannya
adalah compos mentis.
c) Derajat gizi : pada ibu dengan mastitis derajat gizinya cukup.
2. Pemeriksaan Fisik Head to too
a) Tanda-tanda Vital
- Tekanan darah: pada ibu dengan mastitis TD dalam keadaan normal
120/80 mmHg

21

- Nadi: pada ibu dengan mastitis nadi mengalami penaikan 90110/menit. Dimna normalnya 60-80/menit.
- Frekuensi Pernafasan: pada ibu dengan mastitis frekuensi pernafasan
mengalami peningkatan 30x/menit. Dimana normalnya 1620x/menit.
- Suhu: suhu tubuh waniti setelah partus dapat terjadi peningkatan
suhu badan yaitu tidak lebih dari 37,2 C dan pada ibu dengan
mastitis, suhu mengalami peningkatan sampai 39,5 C.
b) Kulit
Tidak ada gangguan, kecuali pada area panyudara sehingga perlu
pemeriksaan fisik yang terfokus pada panyudara.
c) Kepala
Pada area ini tidak terdapat gangguan. Namun biasanya ibu dengan
mastitis mengeluh nyeri kepala seperti gejala flu.
d) Wajah
Wajah terlihat meringis kesakitan.
e) Mata
Pada ibu dengan mastitis konjungtiva terlihat anemis. Dimana
anemia merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya mastitis,
karena seseorang dengan anemis akan mudah mengalami infeksi.
f) Hidung
Napas cuping hidung (-), sekret (-/-), darah (-/-), deviasi (-/-). Tidak
ada gangguan pada area ini.
g) Mulut
Mukosa basah (+), sianosis (-), pucat (-), kering (-). Tidak ada
gangguan pad area ini.
h) Telinga
Daun telinga dalam batas normal, sekret (-). Tidak ada gangguan
ada area ini.
i) Tenggorokan
Uvula di tengah, mukosa pharing hiperemis (-), tonsil T1 - T1.
Tidak ada gangguan pada area ini.
j) Leher
Pada area leher tidak di temukan adanya gangguan atau perubahan
fisik.

22

k) Kelenjar getah bening


Pada kelenjar bening yang terdapat pada area ketiak terjadi
pembesaran. pembesaran kelenjar getah bening ketiak pada sisi yang
sama dengan payudara yang terkena mastitis.
l) Panyudara
Pada daerah panyudara terlihat kemerahan atau mengkilat,
gambaran pembuluh darah terlihat jelas di permukaan kulit, terdapat
lesi atau luka pada puting panyudara, panyudara teraba keras dan
tegang, panyudara teraba hangat, terlihat bengkak, dan saat di lakukan
palpasi terdapat pus.
m) Toraks
Bentuk: normochest, retraksi (-), gerakan dinding dada simetris.

Tidak ada gangguan pada derah toraks.


Cordis:
1) Inspeksi: iktus kordis tidak tampak
2) Palpasi : iktus kordis tidak kuat angkat
3) Perkusi : batas jantung kesan tidak melebar
4) Auskultasi : BJ I-II intensitas normal, reguler, bising (-)

1)
2)
3)
4)

Pulmo:
Inspeksi : Pengembangan dada kanan = kiri
Palpasi : Fremitus raba dada kanan = kiri
Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+) Suara tambahan: (-/-)

n) Abdomen
1) Inspeksi: dinding perut lebih tinggi dari dinding dada karena post
partum sehingga pembesaran fundus masih terlihat.
2) Auskultasi: bising usus (+) normal
3) Perkusi: tympani
4) Palpasi: supel, hepar dan lien tidak teraba
e.

Pemeriksaan penunjang
Pada

ibu

nifas

dengan

mastitis

tidak

dilakukan

pemeriksaan

laboratorium/rontgen (Wiknjosastro, 2005). Namun jika dilakukan pemeriksaan


23

laboratorium biasanya ditemukan jumlah sel darah putih (SDP) meningkat karena
adanya reaksi inflamasi. Selain itu pada pemeriksaan kultur ASI ditemukan
beberapa bakteri penyebab mastitis. Dimana pemeriksaan kultur ASI tersebut
juga digunakan untuk menentukan antibiotik yang tepat bagi klien.
4.2

Diagnosa Keperawatan

a. Nyeri akut berhubungan dengan proses inflamasi


b. Ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan denganterhentinya menyusui
sekunder akibat ibu yang sakit, bayi tidak mau menyusu
c. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengankerusakan jaringan
d. Ansietas berhubungan dengan proses penyakit, kurang pengetahuan
e. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan penampilan fisik
akibat penyakit
f. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi

24

4.2 Intervensi keperawatan


4.3

Diagnose

a. Nyeri akut
berhubungan
dengan proses
inflamasi
4.7

4.4

Tujuan dan Kriteria

Hasil
4.8
Tujuan:
4.9
Setelah dilakukan

Intervensi

lokasi, lamanya dan intensitas nyeri).

4.12
1x24 jam nyeri dapat teratasi.
2. Berikan kompres hangat.
4.10 Kriteria Hasil:
1. Ibu dapat menyusui bayinya
4.13

normal
3. Suhu tubuh menurun
4. Payudara tidak bengkak lagi
dan lunak
5. Nyeri mulai berkurang/hilang
4.11

4.18

Tujuan :

4.6

Rasional

1. Kaji tingkat nyeri (keluhan nyeri, 1. Membantudalammenentukan

tindakan keperawatan selama

dengan nyaman
2. Ibu dapat beraktifitas dengan

b. Ketidakefektif

4.5

3. Ajarkan dan anjurkan klien untuk

identifikasiderajat, ketidaknyamanan
dan dapat diberi tetapi yang tepat.
2. Kompres hangat dapat menyebabkan
vasodilatasi sehingga aliran darah
lancar.
3. Dengan perawatan yang benar dan

melakukan perawatan payudara.


konsisten (tepat) dapat mengurangi rasa
4.14
4.15
nyeri.
4. Anjurkan
klien
untuk
tidak 4. Penyangga yang ketat dapat
menggunakan penyangga yang terlalu
ketat.
5. Kolaborasi dalam pemberian analgetik

menimbulkan rasa nyeri.


5. Antibiotik untuk mencegah penyebaran
infeksi secara berlebih dan analgetik

dan antibiotic.
untuk mengurangi nyeri.
4.16
6. Mencegah komplikasi sejak awal.
6. Kolaborasi dalam melakukan insisiden
4.17
biopsy jika ada abses.
1. Anjurkan ibu untuk mengoleskan 1. Mencegah terjadinya iritasi lanjut pada

25

an pemberian

4.19

ASI

tindakan keperawatan selama

berhubungan
denganterhenti
nya menyusui
sekunder
akibat ibu
yang sakit,
bayi tidak mau
menyusu.
c. Resiko tinggi
infeksi
berhubungan
dengankerusak
an jaringan
4.24

Setelah dilakukan

2x24 jam pemberian ASI


pada bayi efektif.
4.20 Kriteria Hasil:
1. Ibu dapat menyusui
bayinya dengan rileks
2. Bayi mau menyusu lagi
3. Tidak ada lagi puting susu
luka atau lecet

baby oil pada puting sebelum dan


sesudah menyusui.
Ajarkan cara menyusui yang tepat

2.

agar tidak terjadi luka pada putting.


3. Lakukan perawatan payudara dan
anjurkan ibu untuk melakukan
perawatan payudara secara tepat.
Anjurkan ibu menyusui dengan

4.

menggunakan puting susu secara


perlahan-lahan.

putting.
4.21
2. meminimalkan luka pada putting susu
ibu.
3. Dengan perawatan yang tepat, dapat
mengatasi masalah menyusui.
4.22
4. Untuk mencegah terjadinya iritasi
lanjut pada putting
4.23

4.25
4.26

Tujuan :
Setelah dilakukan

1. Kaji TTV dan tanda-tanda adanya

1. Peningkatan tanda vital dapat

infeksi.
menunjukkan terjadinya infeksi.
tindakan keperawatan selama 2. Lakukan perawatan luka/ abses dengan 2. Perawatan luka yang steril dapat
1x24 jam tidak terdapat tanda

set yang steril.


mengurangi terjadi pus atau resiko
4.30
dan gejala terjadinya infeksi.
infeksi.
3. Kolaborasi pemeriksaan darah
4.27
3. Deteksi dini kondisi penyebaran infeksi
4.28
lengkap.
pada tubuh ibu.
4.29 Kriteria Hasil :
4. Kolaborasi dalam melakukan insisi/
4. Untuk mengurangi abses dan
1. TTV dalam batas normal
biopsy dan pemberian antibiotik.
2. Mamae tidak merah dan
penyebaran infeksi.
4.31
4.32
regang lagi
5. Berikan informasi pentingnya menjaga
26

3. Tidak ada tanda infeksi

personal hygiene.

5. Menjaga personal hygiene dapat


mencegah penyebaran infeksi atau
bakteri.

4.33
4.4 Implementasi dan Evaluasi
4.34 Diagnosa
a. Nyeri akut
berhubungan
dengan proses
inflamasi

4.35 Implementasi
1. Telah dikaji tingkat nyeri (keluhan nyeri, lokasi,
lamanya dan intensitas nyeri).
2. Telah doberikan kompres hangat.
3. Telah diajarkan dan telah menganjurkan klien untuk
melakukan perawatan payudara.
4. Telah menganjurkan klien untuk tidak menggunakan
penyangga yang terlalu ketat.
5. Telah berkolaborasi dalam pemberian analgetik dan
antibiotic.
6. Telah berkolaborasi dalam melakukan insisi/biopsy

b. Ketidakefektifan
pemberian ASI
berhubungan
denganterhentiny

karena adanya abses.


4.42 1. Telah mengannjurkan ibu untuk mengoleskan
baby oil pada putting susu sebelum dan sesudah
menyusui.
4.43 2. Telah mengajarkan cara menyusui yang tepat

4.36 Evaluasi
4.37 S : Klien mengatakan nyerinya sudah
berkurang atau hilang
4.38 O :
a. Klien tidak tampak meringis lagi.
b. Skala nyeri berkurang

menjadi 2 dari

skala nyeri (1-10)


c. TTV :130/80, Nadi 75x/ menit,RR: 24x/
menit, suhu 37oC
4.39 A : Masalah teratasi sebagian
4.40 P : Lanjutkan intervensi

4.46

S: Ibu mengatakan sudah bisa memberikan ASI

pada bayinya secara rutin dan bayinya juga sudah


mau menyusu.
4.47 O:

27

a menyusui
sekunder akibat
ibu yang sakit,
bayi tidak mau
menyusu
4.41
a. Resiko tinggi
infeksi
berhubungan
dengan kerusakan
jaringan
4.50

agar tidak terjadi luka pada putting.


4.44 3. Telah melakukan perawatan payudara dan

a. Ibu terlihat menyusui bayinya dengan rileks.


b. Ibu dapat menyusui bayinya dengan posisi yang

menganjurkan ibu untuk melakukan perawatan

benar.
c. Lecet pada puting susu ibu berkurang atau tidak

payudara secara tepat dan rutin.


4.45 4. Telah mengajurkan ibu untuk menyusui dengan
menggunakan puting susu secara perlahan-lahan.
1. Telah mengkaji TTV dan tanda-tanda adanya infeksi.
2. Telah melakukan perawatan luka/abses dengan set
yang steril.
3. Telah berkolaborasi untuk melakukan pemeriksaan
darah lengkap.
4. Telah berkolaborasi dalam melakukan insisi/biopsy
dan pemberian antibiotik.
5. Telah memberikan informasi tentang pentingnya
menjaga personal hygiene.

4.48
4.49
4.51

ada.
A: Masalah teratasi
P: Hentikan intervensi
S: Ibu mengatakan panyudaraNya sudah tidak

sakit dan nyeri lagi


4.52 O:
4.53a. Tidak ada lecet pada puting susu
b. TTV :120/80, Nadi 75x/ menit,RR: 22x/
menit, suhu 37oC
c. Tidak ada tanda-tanda adanya ifeksi (peradangan,
pengeluaran push, dll pada payudara)
d. Puting susu terlihat bersih.
4.54
A: Masalah teratasi
4.55
P: Hentikan intervensi

28

4.56
4.57 5.1
4.58

BAB 5. PENUTUP

Kesimpulan
Mastitis merupakan proses peradangan payudara yang mungkin

disertai infeksi atau tanpa infeksi. Sebagian besar mastitis terjadi dalam 6
minggu pertama setelah bayi lahir.Diagnosis mastitis ditegakkan apabila
ditemukan gejala demam, menggigil, nyeri seluruh tubuh serta payudara
menjadi kemerahan, tegang, panas dan bengkak.Beberapa faktor risiko utama
timbulnya mastitis adalah puting lecet, frekuensi menyusui yang jarang dan
pelekatan bayi yang kurang baik.Melancarkan aliran ASI merupakan hal
penting dalam tata laksana mastitis.Selain itu, ibu perlu banyak beristirahat,
banyak minum, mengonsumsi nutrisi yang seimbang dan apabila perlu
mendapatkan terapi medikasi analgesik dan antibiotik. Infeksi payudara atau
mastitis perlu diperhatikan oleh ibu-ibu yang baru melahirkan.Infeksi ini
biasanya terjadi disebabkan adanya bakteri yang hidup di permukaan payudara.
Berbagai macam faktor seperti kelelahan, stres, dan pakaian ketat dapat
menyebabkan penyumbatan saluran air susu dari payudara yang nyeri dan jika
tidak dilakukan pengobatan, maka akan menjadi abses.
4.59
5.2 Saran
4.60

Diharapkan kepada seluruh masyarakat, khususnya bagi wanita

untuk selalu menjaga kesehatan payudaranya agar tidak berpotensi terkena


mastitis. Namun, banyak hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi risiko
mastitis yaitu dengan cara tidak mengenakan bra atau pakaian yang tepat
menekan saluran susu danmenghambat aliran susu, menyusui sesering bayi
menginginkannya. Karenadengan membiarkan pada waktu menyusui terlalu
lama, saluran susu dapat tersumbat saat pertama kali bayi tidur semalaman
tanpa menyusui.
4.61

Bagi mahasiswa keperawatan supaya lebih memahami secara

mendalam mengenai asuhan keperawatan pada pasien dengan tumor ginjal

29

sehingga nantinya dapat menerapkan asuhan keperawatan kepada pasien


dengan baik.
4.62

DAFTAR PUSTAKA
4.63

4.64
4.65
4.66
4.67
4.68
4.69
4.70
4.71
4.72
4.73
4.74
4.75
4.76

4.77
4.78
4.79
4.80

4.81
4.82
4.83
4.84

Carpenito, Moyet, Lynda Juall. 2006. BukuSakuDiagnosaKeperawatan.


Jakarta: EGC.
Mansjoer, A. dkk. 2001. KapitaselektaKedokteran. Jakarta: Media
Aesculapius.
NANDA. 2010.
Prawirohadjo, S. 2001. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.
Jakarta: YBP
Soetjiningsih. 1997. Asi: Petunjuk untuk Tenaga Kesehatan. Jakarta:
EGC.
Winknjosastro, H. 2005. Ilmu kebidanan. Jakarta. Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Anonim. 2013. Asuhan keperawatan pada ibu dengan mastitis. [serial
online]. http://bidaniaku.com/2013/03/07/anatomi-dan-fisiologi-sistemendokrin/#more-50.
(4 Februari 2014).
Djamudin, syahrul. 2009. Askep Nifas Pada Ibu Dengan Infeksi
Payudara. [serial online]. http://healthycaus..com/ (4 Februari 2014).
Fitri. 2009. Gambaran Pengetahuan Ibu Post Partum tentang Mastitis di
Klinik
Bidan
Elfrida
Tahun
2009.
[serial
online].
http://karyatulisilmiah/20009/03/07/Gambaran-pengetahuan-ibupostpartum-tentang-mastitis-diklinik-bidan-elfrida-tahun-2009.pdf(4
februari 2014).
Prasetyo, Doddy Yuman, 2010. Asuhan Keperawatan Mastitis. [serial
online].
http://doddyy.askepmastitis.com/2010/06/askep-mastitis.pdf
(04 Februasy 2014)
USU. Tanpa Tahun. Bab II Tinjauan Teori. [ serial online ].
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24253/4/Chapter
%20II.pdf. (4 Februari 2014).

4.85

30

4.86
4.87
4.88

31

Anda mungkin juga menyukai