Anda di halaman 1dari 77

BAB II

KEABSAHAN KONTRAK
A. ISTILAH KONTRAK DAN PERJANJIAN
Dalam keseharian (sehari-hari) ada kata atau istilah Perjanjian dan juga
Kontrak (Perjanjian atau Kontrak). Sehingga timbul pertanyaan apakah pengertian
Perjanjian sama dengan Kontrak atau sebaliknya ? Moch. Isnaeni berpendapat bahwa
istilah Kontrak dan Perjanjian adalah identik, tanpa perlu dibedakan, dan dapat
dipergunakan secara bersamaan37 dengan alasan bahwa Bab Kedua, Buku III BW yang
secara harfiah berjudul Tentang Perikatan yang Dilahirkan dari Kontrak atau
Perjanjian. Jelas-jelas BW tidak pernah memperbedakan kedua istilah tersebut,
tambahan lagi sudah sangat umum orang menyebut azas yang sangat terkenal dalam
Hukum Perjanjian sebagaimana termaktub dalam Pasal 1338 BW dengan istilah
kebebasan berkontrak38. Pada sisi yang lain, Budiono Kusumohamidjojo berpendapat
istilah Perjanjian (dalam Bahasa Indonesia) tidak selalu sepadan dengan Kontrak
(dalam Bahasa Inggris)39. Dalam kepustakaan hukum bahasa Inggris menunjukkan
istilah Contract dipergunakan dalam kerangka hukum nasional atau internasional yang
bersifat perdata. Dalam kerangka Hukum Internasional Publik40., yang disebut
Perjanjian dalam Bahasa Inggris disebut Treaty atau Covenant. Sejauh yang dapat
diketahui, tidak pernah dua pihak swasta atau lebih membuat treaty atau covenant,
Sebaliknya41., tidak pernah terekam dua negara yang diwakili oleh pemerintah
masing-masing membuat suatu kontrak.
Mempertemukan 2 (dua) istilah yang berasal dari 2 (dua) bahasa yang
berbeda dan kemudian dirangkum menjadi satu istilah hukum dalam bahasa
Indonesia merupakan suatu hal yang tidak mudah untuk dilakukan ataupun untuk
mencari padanannya dalam bahasa Indonesia.
Kata Perjanjian dalam Bahasa Indonesia merupakan kata yang mempunyai
(salah satu) arti sebagai persetujuan (lisan atau tertulis) yang dibuat oleh dua pihak
37

Moch. Isnaeni, Kontrak Sebagai Bingkai Kegiatan Bisnis, Workshop


Teknik Perancangan & Review Kontrak-kontrak Bisnis, Law Firm Prihandono &
Partners, Surabaya - Bina Uf Confrence, Surabaya, 2003, hal. 5.
38
Moch. Isnaeni, ibid.
39
Budiono Kusumohamidjojo, Dasar-dasar Merancang Kontrak, Gramedia
Widiasarana Indonesia, Jakarta, 1998, hal. 6.
40
Budiono Kusumohamidjojo, ibid, hal. 7.
41
Budiono Kusumohamidjojo, ibid, hal. 7.

Dr. HABIB ADJIE,SH,MH

Page - 17 -

MAGISTER ILMU HUKUM- UNNAR SURABAYA

atau

lebih,

masing-masing

berjanji

akan menaati apa yang disebut dalam

persetujuan itu42. Dan Perjanjian sebagai arti dari Overeenskomst43. yang


merupakan persesuaian kehendak dua pihak atau lebih44. Serta Perjanjian jika
diartikan sebagai Kontrak (Contract), maka Contract adalah an agreement between
two or more persons which creates an obligation to do or not to do a particular
thing45. Unsur-unsur esensial kontrak yaitu component parties (pihak-pihak yang
berkompeten), subject matter (pokok-pokok yang disetujui), a legal consideration
(pertimbangan hukum), mutuality of agreement (persetujuan timbal balik), and
mutuality of obligation (kewajiban timbal balik)46. Bahwa Kontrak merapakan suatu
tulisan yang memuat persetujuan para pihak, yang dilengkapi dengan kententuanketentuan dan syarat-syarat, serta berfungsi sebagai alat bukti tentang adanya
kewajiban para pihak (The writing which contains the agreement of parties, with
thew term and condition, and which serve as a proof af the obligation)47.
Berdasarkan uraian di atas dapat ditentukan bahwa dalam Perjanjian,
Contract atau Overeenkomst senantiasa mempunyai unsur yang sama, yaitu adanya
persetujuan, agreement dan persesuaian kehendak para pihak, ada hak dan kewajiban
para pihak secara timbal balik, dibuat secara tertulis. sebagai alat bukti, dengan
demikian dapat

disimpulkan bahwa Perjanjian ataupun Kontrak suatu hal yang

sama. Ada juga yang memperbedakan dengan Contract dengan Agreement.


Untuk agreement yang berkaitan dengan bisnis disebut contract, sedang untuk
yang tidak terkait dengan bisnis

hanya disebut agreement48.

42

Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Kedua, Departemen Pendidikan dan


Kebudayaan - Balai Pustaka, Jakarta, 1994, hal. 401.
43
Marianne Termorshuizen, Kamus Hukum Belanda - Indonesia,
Penerbit Djambatan, Jakarta, 2002, hal. 294. Dalam kepustakaan hukum Indonesia
(Hukum Perdata) mengenal istilah Verbintenis dan Overeenkomst, Verbintenis
diartikan sebagai Perikatan, Perutangan dan Perjanjian. Overeenskomst
diartikan sebagai Perjanjian dan Persetujuan, R. Setiawan, Pokok-pokok Hukum
Perikatan, Binacipta, Jakarta, 1979, hal. 1. Bahwa Perikatan dapat bersumber dari
Undang-undang (Pasal 1352 BW) atau Perjanjian (Pasal 1313).
44
N.E. Algra & H.R.W. Gokkel; - dkk, Kamus Istilah Hukum,
FockemaAndreae - Belanda Indonesia, Binacipta Jakarta, 1983, hal. 377
45
Black's Law Dictionary, loc cit, hal. 293.
46
Black's Law Dictionary, ibid.
47
Black's Law Dictionary, ibid.,
48
Agus Yudha Hernoko, op cit., .hal. 13

Dr. HABIB ADJIE,SH,MH

Page - 18 -

MAGISTER ILMU HUKUM- UNNAR SURABAYA

Istilah Perjanjian dan Kontrak49 sudah merupakan istilah yang familiar


dalam dunia hukum Indonesia50, sehingga tidak perlu dipertentangkan keduanya.
Kedua istilah tersebut harus sudah dijadikan istilah hukum yang baku dalam
Hukum Indonesia. Dan istilah atau terminologi hukum lainnya dalam Hukum
Indonesia harus dibangun oleh komunitas Hukum Indonesia sendiri51.
Bahwa dengan demikian dapat disimpulkan bahwa :
1.

Secara komutatif familiar Perjanjian adalah Kontrak, dan Kontrak adalah Perjanjian.

2.

Kontrak adalah Perjanjian Bisnis, yang bukan Perjanjian Bisnis bukan Kontrak.

3.

Kontrak dipergunakan dalam kerangka hukum nasional atau internasional yang


bersifat perdata.

4.

Perjanjian yang mempunyai konsekuensi hukum adalah Kontrak, Sedangkan


perjanjian yang tidak mempunyai konsekuensi hukum, tidak sama artinya
49

Pada saat ini Hukum Kontrak tertuang dalam Buku III Burgerlijk
Wetboek (BW) Indonesia tentang Perikatan. Di dalam kodifikasi itu tidak
disebutkan adanya kata Kontrak. Yang ada kata overeenkomst yang
apabila diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia artinya Perjanjian. Akan
tetapi kontrak memang merupakan perjanjian yang dalam hal ini perjanjian
bisnis. Sedangkan perjanjian yang bukan merupakan perjanjian bisnis tidak
dapat disebut kontrak. Kontrak merupakan awal terjadinya transaksi bisnis.
Peter Mahmud Marzuki, Filosofi Pembaharuan Hukum Indonesia, Jurnal
Yustika, Volume 5, Nomor 1 Juli 2002, 28 29.
50
Dalam kamus bahasa Indonesia Istilah Kontrak sudah merupakan
Kosakata dalam bahasa Indonesia, dan istilah Perjanjian sama dengan Kontrak
Kamus Besar Bahasa Indonesia, op cit., hal. 523.Badudu-Zain, Kamus Umum
Bahasa Indonesia, Pustaka Sinar Harapan Jakarta, 1994, hal. 715.
51
Perbedaan antara Perjanjian dan Kontrak dilihat dari ada atau tidak
adanya akibat hukum, misalnya : perjanjian yang mempunyai konsekuensi
hukum yang mengikat sama artinya dengan kontrak, yang intinya, yaitu
masing-masing pihak terikat untuk memenuhi prestasi (memberikan prestasi)
atas hal-hal yang telah dijanjikan (disepakati) tersebut. Dan bila terjadi
pengingkaran dari janji (wanprestasi) akan memberikan hukuman padanya
untuk mengganti rugi mitra berjanjinya yang dirugikan (hukum perikatan atau
law obligation), tidak peduli kesepakatan tersebut tertulis atau lisan.
Sedangkan perjanjian yang tidak mempunyai konsekuensi hukum, tidak sama
artinya dengan kontrak. Hal ini dalam prakteknya dicirikan oleh pelakupelaku bisnis secara sengaja telah menciptakan bentuk-bentuk perjanjian yang
dari penjudulannya saja sudah dimaksudkan sebagai suatu kesepakatan yang
tidak mempunyai akibat hukum, antara lain, seperti memorandum of
understanding, letter of intent, letter of comfort.Istilah-istilah tersebut pada
dasarnya dimaksudkan untuk kesekapatan-kesepakatan yang tidak mempunyai
kekuatan hukum walaupun tidak secara tegas disebutkan oleh para pihak di
dalamnya. Ricardo Simanjuntak, Teknik Perancangan Kontrak Bisnis,
Mingguan Ekonomi dan Bisnis KONTAN, Jakarta, 2006,, hal. 27 35.

Dr. HABIB ADJIE,SH,MH

Page - 19 -

MAGISTER ILMU HUKUM- UNNAR SURABAYA

dengan kontrak.
5.

Kontrak ditujukan kepada perjanjian atau persetujuan yang tertulis52.

B. PENGATURAN HUKUM KONTRAK.


Pengaturan

Hukum Kontrak dimaksudkan sebagai penempatannya

dalam berbagai peraturan perundang-undangan. Di Indonesia pengaturan Hukum


Kontrak yaitu :
1.

tercantum dalam Buku III KUHPerdata yang terdiri dari 18 bab dan 631
pasal, yang dimulai dari Pasal 1233 sampai dengan Pasal 1854, yaitu :

a.

Perikatan pada umumnya (Pasal 1233 sampai dengan Pasal 1312


KUHPerdata), diatur mengenai :
-

sumber perikatan,

prestasi,

penggantian biaya, rugi dan bunga karena tidak dipenuhinya suatu


perikatan.

b.

Jenis-jenis perikatan.

Perikatan yang dilahirkan dari Perjanjian (Pasal 1313 sampai dengan Pasal
1351 KUHPerdata), diatur mengenai :

c.

ketentuan umum,

syarat-syarat sahnya perjanjian

akibat perjanjian,

penafsiran perjanjian.

Hapusnya perikatan (Pasal 1881 sampai dengan Pasal 1456 KUHPerdata),


terdiri dari :
1. Pembayaran (betaling),
2. Penawaran pembayaran tunai yang (asalkan) diikuti dengan penyimpanan
atau penitipan,
3. Pembaharuan utang (novatie),
4. Perjumpaan utang (kompensasi),
5. Percampuran utang.
6. Pembebasan utang,
7. Musnahnya barang yang terutang,
52

Subekti, op cit., hal. 1.

Dr. HABIB ADJIE,SH,MH

Page - 20 -

MAGISTER ILMU HUKUM- UNNAR SURABAYA

8. Batal atau pembatalan,


9. Lewatnya waktu/kadaluwarsa.
d. Jual- beli

(diatur

dalam Pasal 1457 sampai

dengan

Pasal 1540

KUHPerdata).

Jual-beli (koop en verkoop) ialah suatu persetujuan / perjanjian dengan


mana pihak yang satu penjual mengikatkan dirinya untuk menyerahkan
suatu benda (zaak), sedangkan pihak lainnya pembeli untuk membayar
harga yang telah dijanjikan (Pasal 1457 KUHPerdata).

Ketentuan umum (sifat) dan hak serta kewajiban para pihak :


Perjanjian jual beli itu dianggap sudah terjadi antara pihak penjual dan
pihak pembeli, segera setelah mereka sepakat tentang benda dan harga
yang bersangkutan, walaupun baik benda maupun harganya belum
diserahkan dan dibayar.
Beralihnya hak milik atas benda yang dijual hanya terjadi jika telah
dilakukan penyerahan (levering).
Penyerahan dalam jualbeli itu ialah suatu pemindahan barang yang
telah dijual ke dalam kekuasaan (macht) dan kepunyaan (bezit)
pembeli.
Jika benda yang dijual itu berupa suatu barang tertentu, apabila para
pihak tidak menentukan lain, maka barang ini sejak saat pembelian itu
terjadi merupakan tanggungan pembeli, walaupun penyerahannya
belum dilakukan, dan penjual dapat (berhak untuk) menuntut harganya
(Pasal 1460 KUHPerdata, yang menurut para ahli hukum merupakan
pasal mati).

Adanya larangan bagi orang-orang tertentu, karena kedudukan atau


jabatan, untuk membeli barang-barang tertentu, yaitu :
a.

jualbeli antara suami-isteri, dengan beberapa pengecualian ;

b.

Hakim, Jaksa, Panitera, Advokat, Pengacara, Jurusita dan Notaris


untuk menjadi pemilik hak-hak dan tuntutan-tuntutan yang menjadi
pokok perkara / hal yang bersangkutan.

c.

penjabat-penjabat umum untuk dirinya sendiri atau orang-orang


perantara, mengenai barang-barang yang dijual oleh atau di hadapan

Dr. HABIB ADJIE,SH,MH

Page - 21 -

MAGISTER ILMU HUKUM- UNNAR SURABAYA

mereka, dengan mengecualikan yang diberikan oleh Ketua Pengadilan


Negeri yang berwenang ;
d.

kuasa (perantara) kepada siapa barang-barang ybs. dikuasakan untuk


menjualnya, pada penjualan secara di bawah tangan ;

e.

pengurus benda-benda milik Negara dan badan-badan umum, kepada


siapa dipercayakan untuk memelihara dan mengurusnya, kecuali jika
telah mendapat izin dari Ketua Pengadilan Negeri yang berwenang.

Jual-beli benda milik orang lain batal, dan pembeli yang tidak mengetahui
bahwa barang itu milik orang lain berhak untuk menuntut penjual yang
bersangkutan, ganti biaya, rugi dan bunga.
Penjual berkewajiban untuk menyatakan dengan tegas untuk apa ia
mengikatkan dirinya, oleh karena segala janji yang tidak terang (duister)
dan dapat diberikan berbagai pengertian (dubbelzinnig), harus ditafsirkan
atas kerugian penjual itu.
Tentang kewajiban (utama) dari penjual terhadap pembeli, yaitu :
a.

menyerahkan barang / benda yang bersangkutan ;

b.

menanggung / menjamin (vrijwaren),

c.

penguasaan benda yang dijual itu secara aman dan tenteram (rustig en
vreedzaam),

d.

cacad-cacad yang tersembunyi (verborgen gebreken) dari benda yang


bersangkutan. atau yang sedemikian rupa hingga menerbitkan alasan
pembatalan jual-beli itu.

Pembeli mempunyai kewajiban utama untuk membayar harga dari apa


yang dibelinya itu, pada waktu dan di tempat sebagaimana ditetapkan
menurut persetujuan / perjanjian yang bersangkutan dengan aturan
tambahan bahwa jika para pihak tidak menentukannya, pembayaran itu
harus dilakukan di tempat pada waktu penyerahan benda itu.
Jika pembeli tidak membayar harga benda yang dibelinya itu, maka
penjual dapat menuntut dibatalkannya jual-beli yang bersangkutan.
Mengenai jual-beli barang-barang dagangan dan barang-barang perabot
rumah-tangga (waren en meubelen) terdapat kekecualian, yaitu bahwa
demi kepentingan penjual, jual-beli itu batal dengan sendirinya jika barang
itu tidak diambil pada waktu yang telah ditentukan oleh para pihak.

Dr. HABIB ADJIE,SH,MH

Page - 22 -

MAGISTER ILMU HUKUM- UNNAR SURABAYA

Hal-hal penting lain yang perlu difahami yaitu mengenai jual-beli dengan
hak membeli kembali (het recht van wederinkoop) tercantum dalam Pasal
1519 sampai dengan Pasal 1532 KUHPerdata, antara lain dan terutama
tentang hal-hal sebagai berikut :
a. Para pihak (penjual dan pembeli) dapat mengadakan perjanjian, bahwa
penjual berhak untuk membeli kembali benda yang telah dijualnya
kepada pembeli, dengan mengembalikan atau membayar kembali
harga pembelian asal (oorspronkelijke koopprijs) dengan / disertai
penggantian biaya-biaya pembelian, penyerahan, pembetulan /
perbaikan dan tambah harga (waardemeerdering) sebagai akibat dari
biaya-biaya yang dikeluarkan. Sebelum pembayaran-pembayaran
tersebut terjadi penjual yang demikian tidak dapat memperoleh
penguasaan (bezit) atas benda yang dibelinya kembali itu.
b. Barang siapa membeli dengan janji untuk membeli kembali, maka ia
menggantikan segala hak dari penjual yang bersangkutan.
c. Dalam pada itu penjual suatu benda tak gerak dengan janji hak beli
kembali, dapat / boleh juga menggunakan haknya terhadap pembeli
kedua, walaupun seandainya dalam perjanjian / persetujuan kedua itu
tidak disebutkan tentang janji (beding) itu.
d. Hak membeli kembali itu tidak boleh diperjanjikan untuk waktu yang
lebih lama dari lima tahun, dengan sanksi jika diperjanjikan lebih lama
dari waktu tersebut, maka waktu itu diperpendek sampai 5 tahun saja.
Tentang jual-beli piutang (inschulden) dan benda-benda lain (hak) yang
tak bertubuh (onlichamelijke zaken) yang diatur dalam Pasal 1533 sampai
dengan 1540 KUHPerdata, yang perlu diperhatikan antara lain sebagai
berikut :
a. Dalam jual-beli suatu piutang (inschuld) meliputi segala sesuatu yang
melekat pada piutang itu, seperti : penanggungan (borgtocht), hak
istimewa (voorrechten) dan hipotik.
b. Penjual dari kedua hal tersebut di atas harus menanggung bahwa hakhak itu benar-benar ada sewaktu hak-hak itu diserahkan, walaupun
tidak terdapat klausule demikian dalam perjanjian yang bersangkutan.

Dr. HABIB ADJIE,SH,MH

Page - 23 -

MAGISTER ILMU HUKUM- UNNAR SURABAYA

c. Perhatikan Pasal 1537, 1538 dan 1539 KUHPerdata yang mengatur


tentang hak-hak dan kewajiban-kewajiban penjual dan pembeli
mengenai jual-beli harta peninggalan (warisan).
Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia tentang Jual Beli :
1.

Apabila perjanjian jual-beli rumah dan/atau tanah mengandung syarat


apabila ternyata bahwa balik-nama atas rumah dan/atau tanah yang
bersangkutan itu tidak dapat dilaksanakan, maka perjanjian jual-beli
itu harus dianggap sebagai perjanjian sewa-menyewa untuk jangka
waktu 21 (dua puluh satu) tahun, hingga perjanjian termaksud harus
dianggap sebagai suatu perjanjian bersyarat,

yang syaratnya

merupakan suatu syarat penghapusan (ontbindende voorwaarden). (M.A. tanggal 14-5-1973 No. 1103 K/Sip/1972).
2.

MA No. 689 K/Sip/1969. - Perjanjian jual beli yang objeknya


tidak ada adalah batal demi hukum.

3.

MA No. 319 K/Sip/1974.- Objek jual beli dalam hal ini kendaraan
bermotor yang ternyata berasal dari kejahatan dikategorikan barang
yang

mengandung

cacad

yang

tersembunyi

yang

menyebabkan pihak pembelinya tidak dapat me-nikmatinya


dengan aman dan tentram.
4.

MA No. 60 K/Sip/1960.- Untuk membuktikan bahwa suatu


barang yang menjadi obyek jual beli, kemudian ternyata berasal
dari curian, tidak perlu secara mutlak bahwa harus ada putusan
Hakim pidana tentang itu, melainkan cukuplah bukti-bukti lain.

5.

MA No. 1230 K/Sip/1980 - Pembeli yang beritikad baik harus


mendapat perlindungan hukum.

6.

MA No. 150 K/Sip/1963 - Seorang pembeli suatu partij besi, yang


menerima kembali uang voorschot tanpa protes selama 10 bulan, harus
dianggap menyetujui pembatalan persetujuan jual beli.

7.

MA No. 938 K/Sip/1971. - Jual beli antara Tergugat dengan orang


ketiga tidak dapat dibatalkan tanpa diikutsertakannya orang ketiga
tersebut sebagai Tergugat dalam perkara.

8.

MA 42 K / Sip /1974. - Orang yang bertindak sebagai kuasa penjual


dalam jual beli, tidak dapat secara pribadi (tanpa kuasa dari penjual)

Dr. HABIB ADJIE,SH,MH

Page - 24 -

MAGISTER ILMU HUKUM- UNNAR SURABAYA

mengajukan gugatan terhadap pembeli, gugatan harus dinyatakan


tidak dapat diterima.
9.

Putusan MA No. 197 K/Sip/1956.- Apabila terjadi sengketa jual beli


dimana pihak pembeli mendalilkan bahwa ia belum menerima seluruh
barang yang dibelinya menurut kontrak, sedang pihak penjual
membantah dengan mengemukakan bahwa ia telah menyerahkan
seluruh barang yang dijual-belikan. Pihak pembeli harus dibebani
pembuktian mengenai adanya kontrak dan pembayaran yang telah
dilakukan sedang pihak penjual mengenai barang-barang yang telah
diserahkan.

10. M.A. 882 K/Sip/1973. - Jual beli rumah yang diatasnya telah
dilakukan penyitaan adalah tidak sah.
11. MA No. 521 K/Sip/1975.- Jual beli rumah dianggap meliputi juga
pemindahan hak sewa/hak pemakaian tanah di atas mana rumah itu
berdiri.
12. MA No. 3176 K /Pdt/1988.- Sebidang tanah yang sudah jelas ada
sertifikatnya tidak dapat diperjual belikan begitu saja berdasarkan
surat girik, melainkan harus didasarkan atas sertifikat tanah yang
bersangkutan, yang merupakan bukti otentik dan mutlak tentang
pemilikannya, sedang surat girik hanya sebagai tanda untuk
membayar pajak.
13. MA No. 2691 K/Pdt/1996.- Perjanjian lisan menjual tanah harta
bersama yang dilakukan suami dan belum disetujui isteri maka
perjanjian tersebut tidak sah menurut hukum. Tindakan terhadap
harta bersama oleh suami isteri harus mendapat persetujuan suami
isteri (Pasal 36 ayat 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan).
14. MA No. 701K/Pdt/1997.- Jual beli tanah yang merupakan harta
bersama harus disetujui pihak isteri atau suami. Harta bersama berupa
tanah yang dijual suami tanpa persetujuan isteri adalah tidak sah
dan batal demi hukum.
15. MA No. 522 K /Pdt/1990.- Sebelum berlaku UUPA tahun 1960,
berdasarkan Vervreemdingsverbod, S. 1875 No. 179, tanah milik
pribumi tidak dapat dialihkankepada golongan asing, jual beli yang

Dr. HABIB ADJIE,SH,MH

Page - 25 -

MAGISTER ILMU HUKUM- UNNAR SURABAYA

melanggar larangan tersebut tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan


hukum.
16. MA No. 2339 K/Sip/1982. - Menurut UUPA, Pasal 5 bagi tanah
berlaku hukum adat, hal mana berarti rumah dapat diperjual
belikan terpisah dari tanah (pemisahan horizontal).
17. MA No. 126 K/Sip/1976. - Untuk sahnya jual beli tanah, tidak
niutlak harus dengan akta yang dibuat oleh dan dihadapan PPAT.
Akta pejabat ini hanyalah suatu alat bukti.
18. MA No. 3045 K /Pdt/1991. - Jual beli (tanah) harus dilakukan
dihadapan

PPAT

dan

sertifikat

tanah

merupakan

bukti

kepemilikan yang sah menurut hukum (Pasal 19 ayat (2) sub c


UUPA).
19. MA No. 992 K/Sip/1979. - Semenjak akta jual beli ditandatangani di
depan PPAT, hak milik atas tanah yang dijual beralih kepada pembeli.
20. MA No. 516 K/Pdt/1995.- Jual beli yang tidak diikuti dengan
levering, maka berdasarkan Pasal 1459 BW hak milik atas
tanah tersebut belum berpindah kepada si pembeli, jadi masih tetap
berada pada pemilik larna.
21. MA No. 101 K/Sip/1963.- Penyetoran uang harga pembelian kepada
suatu Bank belum berarti bahwa pabrik yang dibeli seketika menjadi
milik si pembeli.
22. MA No. 3201 K/Pdt/1991.- Jual beli yang dilakukan hanya purapura saja hanya mengikat terhadap yang membuat perjanjian
dan tidak mengikat sama sekali kepada pihak ketiga yang membeli
dengan itikad baik.
23. MA No. 147 K/Sip/1979.- Jual beli tanah/rumah tersebut tidak
sah, karena ternyata dari kesaksian kuasa penjual sendiri, para
Tergugat Asal bukan pembeli yang sebenarnya, me-lainkan hanya
dipinjam namanya saja, sedang pembeli yang sebenarnya adalah
Penggugat Asal yang pada waktu itu masih seorang WNA. Dengan
demikian perjanjian jual beli tersebut mengandung suatu sebab
yang dilarang oleh undang-undang yaitu ingin menyelundupi
ketentuan larangan dalam Pasal 5 Jo. 21 UUPA.

Dr. HABIB ADJIE,SH,MH

Page - 26 -

MAGISTER ILMU HUKUM- UNNAR SURABAYA

24. MA No. 46 K/Sip/1955.- Dalam hal seorang Indonesia Asli


mempunyai rumah di atas tanah eigendom kepunyaan seorang Tiong
Hoa ada suatu perjanjian antara dua orang tersebut tentang rumah itu
berupa jual beli dengan hak membeli kembali dan dengan hak
sewa rumah itu bukan oleh pemilik rumah. Hubungan antar
golongan ini dianggap dimaksud mengadakan perjanjian pinjam
uang dengan suatu rumah selaku jaminan, yang dikenal dalam
hukum adat, maka seorang Indonesia Asli tetap pemilik rumah
tersebut.
25. MA No. 2370 K/Pdt/1992. - Penjual diberi kesempatan untuk
membeli kembali dalam jangka waktu tertentu dan bilamana
waktu tersebut telah berlalu maka jual beli tersebut secara hukum
adalah sah.
26. MA No. 3597 K/Pdt/1985. - Jual beli dengan hak membeli kembali
merupakan bentuk perjanjian menurut Pasal 1519 dan seterusnya
BW, sedangkan jual beli tanah/rumah sesuai dengan UUPA
dikuasai oleh hukum adat yang tidak mengenal bentuk jual beli dengan
hak membeli kembali. Maka perjanjian Penggugat dengan Tergugat
dalam perkara ini adalah batal demi hukum.
27. MA No. 949 K/Sip/1973. - Berdasarkan asas contracteer vrijheid
pihak-pihak dalam suatu perjanjian jual dengan hak membeli
kembali dengan menyalahi serta bertentangan dengan ketentuanketentuan dalam Pasal 1519 BW dapat menentukan harga
pembelian kembali yang lebih tinggi daripada harga penjualannya
semula.
28. MA No. 530 K/Sip/1963. - Tiada suatu perbedaan antara jual akad
dengan jual dengan hak membeli kembali dan menurut Pasal 7 ayat
1 Perpu No. 56 Tahun I960, sawah yang di-gadaikan lebih dari 7
tahun harus dikembalikan kepada pemilik tanpa uang tebusan
atau ganti kerugian apapun.
29. MA No. 1061 K/Sip/1973.- Dalam jual beli tidak ada persoalan
bunga, maka runtutan Penggugat mengenai bunga 6 % sebulan
karena keterlambatan pembayaran oleh Tergugat selaku pembeli
tidak dapat dikabulkan.

Dr. HABIB ADJIE,SH,MH

Page - 27 -

MAGISTER ILMU HUKUM- UNNAR SURABAYA

30. MA No. 14 K/Sip/1953. - Perjanjian jual beli i.c jual beli toko
yang dalam perjanjiannya ditentukan bahwa jual beli itu akan
pecah dengan sendirinya bila pembeli setelah waktu yang ditentukan
tidak melunasi sisa uang pembeliannya, pemecahannya berdasarkan
Pasal 1266 BW tetap harus dimintakan kepada Hakim. Karena
setelah pada waktu yang ditentukan itu pembeli tidak melunasi
sisa uang pembeliannya, penjual diam saja dan kemudian selama 8
tahun berturut-turut mem-biarkan pembeli memungut uang sewa
terhadap toko-toko itu, penjual harus dianggap telah melepaskan
haknya akan pemecahan jual beli dan pembeli dianggap tetap
sebagai pemilik dari toko-toko tersebut.
31. MA No. 62 K/Sip/1952.- Jual beli yang diadakan dengan
ketentuan bahwa pembeli harus menjual terus barang yang bersangkutan untuk kemudian diadakan pembagian keuntungan
adalah suatu persetujuan bersyarat termaksud dalam Pasal 1263
BW, yang menurut ayat 2 Pasal tersebut persetujuan ini baru dapat
dituntut pelaksanaannya setelah syarat itu dipenuhi

(i.c

Penggugat belum menjual terus persil-persil yang dibelinya dari


Tergugat maka tuntutannya agar persil-persil itu diserahkan kepadanya
ditolak).
32. MA No. 197 K/ Sip/ 1956. - Dalam hal pada sebuah perjanjian timbal
balik salah satu pihak tidak memenuhi sebagian dari perjanjian, pihak
lawan boleh juga menuntut pemecahan perjanjian sekedar untuk
bagian yang tidak dipenuhi itu.
33. MA No. 314 K/Sip/1957. - Meskipun biasanya menurut Pasal 1461
BW risiko atas keselamatan barang-barang yang dijual belikan
secara ditimbang beratnya, dipikul oleh penjual sampai saat
barang-barangnya ditimbang dengan dihadiri oleh si pembeli,
namun kini berhubung dengan keadaan setempat harus dianggap,
bahwa si pembeli menyetujui bahwa menimbangnya barang-barang
itu dilakukan di tempat penjual di luar hadir pembeli, maka dengan
demikian sejak waktu itu risiko atas keselamatan barang-barang yaitu
in casu risiko atas hilangnya barang-barang selaku akibat perampokan
di perjalanan, haras dipikul oleh pembeli.

Dr. HABIB ADJIE,SH,MH

Page - 28 -

MAGISTER ILMU HUKUM- UNNAR SURABAYA

34. MA No. 704 K/Sip/1972.Bagi pihak-pihak yang tunduk pada


hukum barat, maka dalam hal terjadi wanprestasi dari satu pihak
oleh sebab tidak membayar harga barang yang dibeli, pihak yang
dirugikan dapat menuntut pembatalan jual beli.
e.

Tukar menukar

(diatur Pasal

1541

sampai dengan Pasal

1546

KUHPerdata) 53..
Tukar-menukar (ruiling) ialah suatu persetujuan / perjanjian, dengan mana
para pihak mengikatkan diri untuk saling memberikan suatu barang secara
timbal-balik (elkander wederkerig), sebagai pengganti suatu barang lain.
Segala apa yang dapat dijual, dapat pula menjadi bahan (onderwerp) tukarmenukar. Perbedaannya yaitu, jika dalam jual-beli objeknya adalah uang
dan barang lain (bukan uang), dalam tukar-menukar yang merupakan
objeknya sama yaitu berupa barang (bukan uang).
Mutatis mutandis apa yang berlaku bagi jual-beli banyak yang berlaku
pula untuk tukar-menukar. Pasal 1543, 1544 dan 1545 KUHPerdata namun
merupakan peraturan khusus untuk perjanjian tukar-menukar.
f.

Sewa menyewa (diatur dalam

Pasal

1548

sampai

dengan Pasal

1600 KUHPerdata).
Sewa-menyewa (huur en verhuur) adalah suatu perjanjian / persetujuan
dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan
kepada pihak yang lainnya kenikmatan dari sesuatu barang, selama sesuatu
waktu tertentu dan dengan pembayaran sesuatu harga, yang oleh pihak
tersebut terakhir disanggupi pembayarannya.
Kewajiban yang menyewakan :
Kewajiban utama / pokok (penting) dari pihak yang menyewakan,
yaitu :
Menyerahkan barang yang disewakannya itu kepada pihak penyewa,
dalam keadaan terpelihara baik segala-galanya (in alle opzichten);
Memelihara barang yang disewakannya itu sedemikian rupa, hingga
53

Putusan MA No. 105 K/Sip/1960.- Hukum adat memperbolehkan


pergantian perjanjian gadai dengan perjanjian tukar menukar barang. Campur
tangan Kepala Desa in casu bersifat menyaksikan adanya pergantian
perjanjian itu.

Dr. HABIB ADJIE,SH,MH

Page - 29 -

MAGISTER ILMU HUKUM- UNNAR SURABAYA

barang itu dapat dipakai / dipergunakan untuk keperluan yang


dimaksudkan ;Memberikan atau membiarkan pihak penyewa untuk
menikmati barang yang disewanya itu dengan aman dan tenteram
selama berlangsungnya kontrak yang bersangkutan.
Suruh

melakukan

pembetulan-pembetulan

(reparatien)

yang

diperlukan, kecuali pembetulan yang menjadi / merupakan


kewajiban pihak penyewa (baca pula Pasal 1583 tentang
pembetulan-pembetulan kecil dan sehari-hari yang dipikul oleh
penyewa dan Pasal 1584 mengenai beberapa pembersihan /
pemeliharaan yang harus dipikul oleh yang menyewakan jika tidak
dijanjikan sebaliknya).
Kewajiban penyewa :
Kewajiban-kewajiban pokok (utama) pihak penyewa, yaitu :
Ia harus bertindak sebagai seorang bapak / kepala rumah tangga yang
baik (als seen goed huisvader) dalam memakai / mempergunakan
barang yang disewanya itu, sesuai dengan tujuannya, baik
sebagaimana telah dijanjikan / disepakati oleh kedua belah pihak
ataupun yang diperkirakan menurut keadaan. Ini berarti bahwa
penyewa berkewajiban memelihara dan menggunakan barang yang
disewanya itu sebaik mungkin ; dan
Ia berkewajiban untuk membayar harga sewa pada waktu yang telah
ditentukan, yaitu yang disepakati oleh kedua belah pihak.
Penyewa tidak dibolehkan (dilarang) untuk menyewakan lagi atau
mengulang-sewakan barang yang disewanya itu kepada atau
melepaskan hak sewanya itu untuk kepentingan pihak ketiga
(derden), kecuali jika untuk itu ia memang telah mendapat izin dari
yang menyewakan.
Sanksinya ialah perjanjian sewa-menyewa tersebut dapat dibatalkan
dengan penggantian biaya, rugi dan bunga. Setelah terjadinya pembatalan
itu,

pihak

yang

menyewakan

tidak

diwajibkan

untuk

menaati

persetujuannya tentang ulang-sewa/menyewakan lagi (onderhuur).


Dalam pada itu jika yang disewa itu berupa sebuah rumah yang didiami
oleh penyewa, ia (penyewa) - atas tanggung-jawab sendiri - dapat

Dr. HABIB ADJIE,SH,MH

Page - 30 -

MAGISTER ILMU HUKUM- UNNAR SURABAYA

menyewakannya sebagian dari bangunan itu kepada orang lain, kecuali


bila kedua belah pihak telah menjanjikan lain, yaitu adanya larangan untuk
menyewakan ulang/lagi dalam kontrak yang bersangkutan.
Bahwa perjanjian sewa-menyewa itu tidak hapus / berakhir (niet
ontbonden), karena :
Meninggalnya penyewa, atau
Meninggalnya yang menyewakan, atau
Dijualnya (dipindahkan / dialihkan haknya) barang yang disewakan itu,
kecuali bila dalam kontrak yang bersangkutan

telah dijanjikan

demikian (koop breekt geenhuur).


Putusan

Mahkamah Agung Republik Indonesia tentang Sewa-

menyewa :
1.

-Dalam hal tergugat secara melawan hukum telah menyewakan rumah


milik penggugat kepada pihak ketiga, maka penggugat berhak atas
ganti kerugian dari tergugat, yang besarnya sama dengan uang sewa
yang oleh tergugat telah diterima dari pihak ketiga tersebut
.-Dalam hal uang sewa ditentukan dalam mata uang asing, maka ganti
rugi itu dihitung dalam mata uang Republik Indonesia (rupiah), sesuai
dengan nilai lawan (kurs) mata uang asing tersebut dalam rupiah pada
waktu putusan Pengadilan dijatuhkan.(M.A. tanggal 17-9-1973 No.
625 K/Sip/1972).

2.

Segala

sesuatu

pengosongan

mengenai

rumah

penghentian

merupakan

sewa-menyewa

wewenang

Kantor

dan

Urusan

Perumahan. (M.A. tanggal 22-3-1972 No. 937 K/Sip/1970).


3.

-Apabila pembeli kolam mengetahui bahwa kolam yang bersangkutan.


ada pada (sedang disewa oleh) orang lain, maka ia juga mengambil
risiko atas beban yang mungkin akan mengakibatkan kerugian
baginya, sehingga tidak ada alasan yang cukup untuk mengabulkan
gugatan atas ganti kerugian yang dideritanya.
-Sekalipun pemilik baru berhak menghentikan hubungan sewamenyewa tanah yang diadakan oleh pemilik lama dengan memberikan
waktu yang layak kepada penyewanya, ia wajib membayar ganti
kerugian kepada penyewa tersebut.

Dr. HABIB ADJIE,SH,MH

Page - 31 -

MAGISTER ILMU HUKUM- UNNAR SURABAYA

-Bila sebidang tanah yang disewa oleh orang lain dijual, maka
hubungan sewa-menyewa dengan pemilik lama harus dihormati oleh
pemilik baru, dengan pengertian bahwa apabila pemilik baru hendak
menghentikan hubungan sewa-menyewa itu, ia harus memberi waktu
yang layak kepada penyewanya untuk mengosongkan tanah tersebut
dan menyerahkannya kepadanya. (M.A. tanggal 12-9-1970 No. 130
K/Sip/1970).
4.

Uang sewa harus dibayar oleh penjual sebidang tanah beserta


bangunan di atasnya untuk pemakaian tanah yang telah dijual dengan
hak untuk membelinya kembali sebenarnya merupakan bunga atas
uang yang telah dipinjamnya dari pembeli tanah yang bersangkutan.
karena / perjanjian jual-beli dengan hak untuk membeli kembali
sebenarnya merupakan hutang-piutang uang belaka dengan tanah dan
bangunan sebagai jaminan. (M.A. tanggal 30-6-1971 No. 755/
K/Sip/1970).

5.

MA No. 98 K/Sip/1952. - Tiap-tiap perjanjian dalam hukum, termasuk


pula perjanjian sewa menyewa, dapat dilangsungkan baik oleh lebih
dari seorang kreditur maupun oleh lebih dari seorang debitur.

6.

MA No. 213 K/Sip/1979.- Sebagai penyewa Penggugat tidak


mempunyai

kedudukan

untuk

menggugat

tentang

beralihnya

kepemilikan.
7.

MA No. 313 K/Sip/1960. - Penjualan sebidang tanah tidak


mengakibatkan putusnya perjanjian sewa menyewa yang telah ada
antara penyewa dengan pemilik tanah yang lama.

8.

MA No. 136 K/Sip/1952. - Menurut Pasal 1556 BW seorang penyewa


persil yang dalam memakai persil itu diganggu oleh seorang pihak
ketiga, tidak berkewajiban untuk menuntut juga pihak yang
menyewakanbersama-sama dengan yang menggangu.

9.

MA No. 287 K/Sip/1963. - Pasal 1553 BW menentukan kalau barang


yang disewa adalah musnah dari sebab suatu keadaan yang tidak dapat
dipertanggung jawabkan pada salah satu pihak, maka perjanjian sewa
menyewa dengan sendirinya batal. Perkataan" musnah" ini

harus

ditafsirkan sedemikian rupa, bahwa barang itu tidak usah sama sekali
musnah melainkan sudah cukup, apabila barang itu rusak sedemikian

Dr. HABIB ADJIE,SH,MH

Page - 32 -

MAGISTER ILMU HUKUM- UNNAR SURABAYA

rupa, sehingga tidak dapat lagi dipergunakan.


10. MA No. 219 K/Sip/1955. - Hak penyewa untuk membongkar dan
mengambil barang-barangnya yang ada pada benda yang disewanya
sebagai yang dimaksudkan dalam Pasal 1567 BW hanya dapat
dilaksanakan pada waktu ia meninggalkan benda yang disewanya itu
dan tidak lagi sesudah itu.
11. MA No. 55 K/Sip/1956. - Gugatan oleh seorang penyewa rumah, agar
seorang ketiga mengambil beberapa buah perkakas rumah tangga
milik seorang ketiga itu dari rumah tersebut, dapat didasarkan Pasal
1556 BW anak kalimat penghabisan, yang memberi hak kepada
sipenyewa untuk langsung, tidak dengan peraturan pihak yang
menyewakan rumah, menggugat seorang ketiga itu.
12. MA No. 1078 K/Sip/1971.- Suatu perselisihan merupakan perselisihan
sewa menyewa, jika salah satu pihak tidak memenuhi isi perjanjian
sewa menyewa,yang berwenang menyelesaikan perselisihan tentang
sewa menyewa adalah Kantor Urusan Perumahan.
13. MA No. 566 K/Sip/1973. - Penghentian hubungan sewa menyewa
berdasarkan peraturan perumahan adalah wewenang penuh dari
panitia perumahan.
14. MA No. 341 K/Sip/1973.- Orang yang menghuni rumah menurut
peraturan perumahan yang berlaku harus dilindungi oleh hukum.
15. MA No. 3280 K/Pdt/1995.- Sewa menyewa rumah yang perjanjiannya
tidak tertulis atau tertulis tanpa batas waktu yang telah ditentukan
bersama dinyatakan berakhir dalam waktu 3 tahun (Pasal 12 (6) UU
No. 4 Tahun 1992 dan Pasal 21 ayat (1) PP No. 44 Tahun 1992).
16. MA No. 199 K/Sip/1962. - Hukum adat yang kini dianggap berlaku
tidak mengenal ketentuan seperti Pasal 1579 BW yang tidak
membolehkan perjanjian sewa menyewa rumah dihentikan oleh yang
menyewakan dengan alasan akan memakai sendiri rumah itu.
17. MA No. 32 K/Sip/1954.- Menurut Pasal 1579 BW hubungan sewa
menyewa suatu pekarangan tidak dapat dihentikan dengan alasan
pekarangannya akan dipakai sendiri oleh pihak yang menyewakan,
kecuali apabila pada waktu membentuk persetujuan sewa menyewa ini
dijanjikan diperbolehkan. Adanya janji ini tidak didalilkan oleh

Dr. HABIB ADJIE,SH,MH

Page - 33 -

MAGISTER ILMU HUKUM- UNNAR SURABAYA

Penggugat maka gugatannya tidak dapat diterima.


18. MA No. 81 K/Sip/1956. - Apabila sudah terang bahwa persewaan
sebidang tanah dihentikan dan sejak waktu pemilik menyewakan
tanah itu kepada penyewa, maka si penyewa baru dapat langsung
menuntut si penyewa lama untuk mengosongkan tanah itu. Pasal 1558
BW tidak merupakan halangan untuk penuntutan itu.
19. MA No. 7 K/Sip/1959. - Dalam hal ini, oleh karena menurut Pasal
1567 BW pada waktu terhentinya sewa si penyewa dapat me-ngambil
segala sesuatu yang dipasang olehnya pada pekarangan yang disewa,
maka si pemilik pekarangan tidak berhak membongkar begitu saja
bangunan tersebut tanpa izin si penyewa.
20. MA No. 313 K/Sip/1960.- Perjanjian sewa menyewa sebidang tanah
bertahan terus, meskipun pemilik tanah menjualnya kepada orang lain.
21. MA No. 1078 K/Sip/1974.- Karena Penggugat membeli bangunan
tersebut

dalam

keadaan

terisi

oleh

Tergugat

dengan

hak

sewa,Penggugat tidak dapat menuntut pengosongan dengan alasan ia


telah memiliki dan membutuhkan ruangan-ruangan yang dipakai
Tergugat.
22. MA No. 1400 K/Sip/1974. - Membongkar, mengubah dan mendirikan
bangunan adalah hak pemilik, bukan hak penyewa, Pengadilan tidak
dapat memberi izin untuk membangun, membongkar mengubah
bangunan kepada penyewa.
23. MA No. 227 K/Sip/1973. - Karena sewa menyewa diadakan tanpa
ketentuan mengenai batas waktu serta alasan-alasan berakhirnya sewa,
hubungan sewa menyewa tidak dengan sendirinya berakhir karena
oleh penyewa sewa di-operkan kepada anaknya tanpa izin pemilik,
tetapi pengoperan tanpa izin itu dapat merupakan alasan untuk
meminta pemutusan hubungan sewa menyewa.
24. MA No. 4413 K/Pdt/1986. - Penghentian sewa menyewa dapat
dilakukan ber-dasarkan kepentingan pemilik atas dasar kepatutan dan
keadilan sosial pada waktu tersebut.
25. MA No. 766 K/Sip/1975. - Dengan berakhirnya masa kontrak sewa
antara pemilik rumah dengan Tergugat I, dengan sendirinya Tergugat I
tidak berhak lagi menempati rumah tersebut dan Tergugat II yang

Dr. HABIB ADJIE,SH,MH

Page - 34 -

MAGISTER ILMU HUKUM- UNNAR SURABAYA

kemudian atas kuasa Tergugat I tanpa persetujuan pemilik tinggal di


situ, menempati rumah dengan tidak ada hak.
26. MA No. 1976 K /Pdt/1994. - Merujuk kepada Keputusan Menteri
Sosial No. 11 Tahun 1977 dalam hal SIP yang dimiliki oleh para
penyewa sudah habis dan tidak atau belum di-perpanjang, maka
beralasan untuk menghukum para penyewa untuk mengosongkan
tanah dan rumah terperkara, namun dikaitkan dengan kedudukan
ekonomi antara pihak yang menyewakan dengan para penyewa
ternyata lebih lemah, maka pihak yang menyewakan berkewajiban
untuk membayar pe-sangon kepada para penyewa guna mencari
tempat tinggal pengganti yang layak sebesar 25 % dari harga pasaran
tanah dan rurnah sengketa.
g.

Beli-sewa / sewa-beli (huurkoopovereenkomst)


KUHPerdata tidak mengaturnya secara khusus, tapi sebagai dasar hukum
dapat dipergunakan Pasal 1576 h dan seterusnya mengenai onroerend
goed.
Dalam kehidupan sehari-hari (praktek) ternyata kita banyak menjumpai
kontrak ini, jadi sudah lama hidup di kalangan masyarakat,
Sesuai dengan istilahnya perjanjian ini menyangkut baik unsur-unsur
sewa-menyewa maupun unsur jual-beli.

h.

Perjanjian kerja / perburuhan..


Persetujuan / perjanjian

perburuhan (arbeidovereenkomst) adalah

perjanjian dengan mana pihak yang satu (buruh) mengikatkan dirinya


untuk melakukan pekerjaan di bawah perintah pihak lain (majikan),
untuk sesuatu waktu tertentu, dengan menerima upah.
Pengaturannya selain yang tersebut dalam Pasal 1601 sampai dengan
1603 z KUHPerdata yang menyangkut : ketentuan-ketentuan umum,
perjanjian kerja pada umumnya, kewajiban majikan, kewajiban buruh,
cara berakhirnya hubungan kerja dan ketentuan-ketentuan lain, terdapat
pula aturan-aturan lain (lama) yang ada hubungannya dengan perjanjian

Dr. HABIB ADJIE,SH,MH

Page - 35 -

MAGISTER ILMU HUKUM- UNNAR SURABAYA

kerja / perburuhan54.
i.

Pemborongan kerja / pekerjaan (diatur dalam Pasal 1601 b dan Pasal 1604
sampai dengan Pasal 1617 KUHPerdata)
Pemborongan kerja (aanneming van werk) ialah persetujuan / perjanjian
dengan mana pihak yang satu pemborong (aannemer) - mengikatkan diri
untuk menyelenggarakan suatu pekerjaan bagi pihak yang lain yang
memborongkan (aanbesteder) dengan menerima suatu harga (prijs) yang
ditentukan.
Dalam kontrak pemborongan itu para pihak (yang memborongkan dan
pemborong) dapat menjanjikan :
Bahwa pemborong hanya akan melakukan pekerjaan (arbeid) saja, atau
Bahwa pemborong selain dari melakukan pekerjaan akan menyediakan
bahannya (stof) juga.
Hal tersebut membawa akibat dalam pertanggung jawaban, yaitu mengenai
hal yang pertama, jika hasil pekerjaan yang bersangkutan musnah
(vergaat), maka pemborong hanya bertanggung jawab untuk / karena
kesalahannya saja, sedangkan mengenai hal yang kedua, jika hasil
pekerjaan yang bersangkutan dengan cara bagaimanapun juga musnah
sebelum pekerjaan itu diserahkan kepada yang memborongkan, maka
pemborong bertanggung-jawab atas segala kerugian, kecuali bila pihak
yang memborongkan telah lalai untuk menerima pekerjaan itu.
Para ahli bangunan (bouwmeesters) dan para pemborong

yang

bersangkutan bertanggung jawab untuk selama 10 tahun, jika suatu gedung


yang telah diborongkan dengan harga tertentu, sebagian atau seluruhnya
musnah dikarenakan suatu cacat, baik dalam penyusunan (gebrek in de
samenstelling)

konstruksinya

atau

karena

tak

patut/tak

baiknya

(ongeschiktheid) tanah yang bersangkutan atau kualitas bahan yang


digunakan.
Pihak pemborong bertanggung-jawab terhadap perbuatan dari para pekerja
54

Pengaturan perburuhan dalam KUHPerdata ini sudah tidak banyak


dilakukan sebagai acuan utama bidang perburuhan, karena saat ini telah banyak
peraturan perundang-undangan yang mengatur ketenagakerjaan.

Dr. HABIB ADJIE,SH,MH

Page - 36 -

MAGISTER ILMU HUKUM- UNNAR SURABAYA

yang ia suruh untuk melakukan pekerjaan borongan yang bersangkutan.


Pemborongan pekerjaan berhenti dengan meninggalnya pemborong yang
bersangkutan, tanpa mengurangi kewajiban pihak yang memborongkan
utnuk membayar kepada ahli waris pemborong harga pekerjaan yang telah
dikerjakan dan atau harga bahan yang telah disediakan oleh pemborong,
dengan mana pihak yang memborongkan memperoleh suatu manfaat.
j.

Perseroan / persekutuan perdata (diatur dalam Pasal 1618 sampai dengan


Pasal 1652 KUHPerdata).
Perseroan (maatschap) adalah suatu persetujuan / perjanjian dengan mana
dua orang atau lebih mengikatkan diri untuk memasukkan sesuatu ke
dalam suatu gabungan (gemeenschap), dengan maksud untuk membagi di
antara mereka (para peseronya) keuntungan yang terjadi/ diperoleh dari
kerja sama itu.
Perseroan ini mencari/mengejar keuntungan yang bersifat kebendaan
(stoffelijk voordeel) dan yang hanya dapat diadakan/didirikan oleh 2 orang
atau lebih; jadi tak bisa hanya oleh seorang saja (logis).
Perseroan yang terdapat dalam pasal tersebut di atas merupakan dasar
hukum pula dari / bagi perseroan-perseroan lain yang terdapat dalam kitab
undang-undang lain seperti (terutama) KUHDagang, yaitu perseroan di
bawah firma, perseroan komanditer (C.V), perseroan terbatas (P.T.),
perseroan perkapalan (rederij), Yayasan, Perkumpulan, Koperasi..

k.

Hibah (diatur dalam Pasal 1666 sampai dengan Pasal 1693 KUHPerdata).
Hibah / penghibahan (schenking) adalah suatu persetujuan / perjanjian,
dengan / dalam mana pihak yang menghibahkan (schenker), pada waktu ia
masih hidup, secara cuma-cuma (om niet) dan tak dapat ditarik kembali,
menyerahkan/ melepaskan sesuatu benda kepada / demi keperluan
penerima hibah (begiftidge) yang menerima penyerahan / penghibahan itu.
Beberapa ketentuan yang perlu diperhatikan tentang hibah ini antara lain :
Yang dapat dihibahkan hanya benda yang sudah ada pada saat
penghibahan itu terjadi. Jika hibah itu mencakup barang-barang yang
belum ada, maka penghibahan batal sekedar mengenai barang-barang
yang belum ada itu.
Antara suami-isteri penghibahan dilarang, kecuali mengenai hadiah atau

Dr. HABIB ADJIE,SH,MH

Page - 37 -

MAGISTER ILMU HUKUM- UNNAR SURABAYA

pemberian benda bergerak yang bertubuh (roerende en lichamelijke


voorwerpen) dan harganya tidak seberapa, dengan mengingat /
memperhatikan kemampuan penghibah. Yang dapat diberikan antara
suami-isteri itu hanya benda bergerak yang bertubuh, tidak termasuk
penghibahan

mengenai

kertas-kertas

berharga

(geldswaardige

papieren)
Penghibahan

kepada

lembaga-lembaga

umum

atau

keagamaan

(openbare of godsdienstige gestichten) hanya sah setelah oleh presiden


atau pejabat/penguasa yang ditunjuk olehnya kepada pengurus lembagalembaga tersebut diberi kekuasaan untuk menerima hibahan itu.
Baik notaris maupun saksi-saksi dari sesuatu akta hibah tidak boleh
menikmati suatu dari pada akta yang dibuat di hadapan / disaksikan
oleh mereka sendiri.
Akta hibahan itu harus dibuat secara otentik (notarieel) demikian pula
halnya dengan akta penerimaan hibahan yang bersangkutan bila akta
pemberian dan penerimaannya dibuat secara terpisah.
Jika sesuatu akta hibah karena adanya cacad (gebrek) dalam bentuk
(vorm), maka hibahan itu batal (nietig) demi hukum, dan cacadnya itu
tidak dapat diperbaiki dengan suatu akta penegasan (bevestiging),
melainkan harus dibuat akta hibah yang baru.
Pasal 1684 KUHPerdata dan Pasal 103 dan seterusnya KUHPerdata
tentang hak dan kewajiban suami dan isteri, mengatur tentang hibahan
kepada wanita bersuami, sedangkan Pasal 1685 KUHPerdata mengenai
hibahan kepada anak-anak di bawah umur (belum dewasa), baik yang
berada di bawah kekuasaan orang tua (ouderlijke macht) ataupun yang
berada di bawah perwalian (voogdij).
Suatu hibah hanya dapat ditarik kembali atau dihapuskan

(te niet

gedaan) :
a. Jika syarat-syarat yang tercantum dalam akta yang bersangkutan
tidak dipenuhi ;
b. Jika penerima hibah bersalah melakukan atau turut melakukan
kejahatan yang bertujuan untuk membunuh penghibah atau kejahatan
lain terhadap penghibah ;

Dr. HABIB ADJIE,SH,MH

Page - 38 -

MAGISTER ILMU HUKUM- UNNAR SURABAYA

c. Jika penerima hibah menolak untuk memberikan tunjangan


(levensonderhoud) kepada penghibah, setelah penghibah jatuh
miskin.
Menurut Pasal 1693 KUHPerdata ketentuan dalam Pasal 1666 dan
seterusnya KUHPerdata tidak mengurangi / tak merubah berlakunya
apa yang ditetapkan dalam Pasal 139 KUHPerdata tentang pemberian
(giften) pada perjanjian kawin (huwelijksvoorwaarden).
Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia tentang Hibah..
1.

-Apabila

suatu hibah dilakukan dengan disaksikan dua orang saksi,

sekalipun hibah itu tidak dilakukan di muka kepala desa, maka hibah
itu adalah sah.
-Dalam Hukum Adat Jawa-Barat tidak ada suatu ketentuan bahwa
suatu hibah atau wasiat harus dilakukan dalam suatu bentuk yang
tertentu, misalnya dengan membuat suatu akta di hadapan pemerintah
desa. (M.A. tanggal 31-5-1972 No. 249 K/Sip/1972).
2.

Sekalipun tanah-tanah gono-gini dihibahkan oleh seorang isteri tanpa


sepengetahuan dan/atau seizin suaminya yang bersama-sama berhak
atas tanah gono-gini itu, akan tetapi apabila suami tersebut sekian
lamanya (kira-kira 9 tahun) membiarkan tanah itu dalam keadaan
tersebut, maka sikap suami itu harus dianggap membenarkan keadaan
tersebut. (M.A. tanggal 21-1-1974 No. 695 K/Sip/1973).

3.

Hibah daripada sebidang tanah yang sedang dalam sengketa


Pengadilan dan dalam keadaan sita lebih dahulu (conservatoir beslag),
adalah batal menurut hukum (van rechtswege nietig), sehingga orang
yang menerima hibah ini tidak menjadi pemilik yang sah dari tanah
yang bersangkutan. (M.A. tanggal 16-10-1971 No. 601 K/Sip/1971).

4.

Apabila tidak dapat dibuktikan bahwa barang yang dihibahkan adalah


milik pemberi hibah, demikian pula tidak jelas bagian mana dari
sebidang tanah yang dihibahkan serta berapa luasnya, maka tidak
terbukti pula, bahwa telah terjadi suatu penghibahan tanah. (M.A.
tanggal 11-12-1971 No. 703 K/Sip/1971).

5.

-Apabila seseorang dengan kemungkinan akan meninggal dunia


menetapkan mengenai kekayaannya untuk kepentingan isteri dan anak
atau anak saudara lain yang terdekat, maka ketetapan itu disebut

Dr. HABIB ADJIE,SH,MH

Page - 39 -

MAGISTER ILMU HUKUM- UNNAR SURABAYA

penghibahan.
-Meskipun suatu penghibahan merupakan hibah mutlak, namun
apabila kedua belah pihak sama-sama setuju, tiada halangan dalam
hukum apabila tanah dan sawah selama hidup pemberi hibah masih
dikuasai olehnya.(M.A. tanggal 5-2-1972 No. 855 K/Sip/1971).
6.

Penghibahan diperkenankan asal saja tidak merupakan pencabutan hak


waris ahli waris lainnya (onterving). (M.A. tanggal 30-10-1971 No.
637 K/Sip/1971).

7.

Suatu hibah hanya dapat dibatalkan, apabila dapat dibuktikan adanya


unsur paksaan, kekhilafan atau penipuan pada waktu surat hibah
dibuat. (M.A. tanggal 1-3-1972 No. 827 K/Sip/1971).

8.

MA No. 556 K/Sip/1971. - Hibah yang sah mengenai barangbarang bergerak yang harganya tidak berkelebihan dan yang sesuai
dengan kemampuan pemberi hadiah (i.c pemberian kedai kopi yang
berharga Rp. 200.000,- dianggap tidak sesuai dengan kemampuan
pemberi hadiah).

9.

MA No. 1005 K/Sip/1979. - Dalam hal hibah wasiat selama pemberi


wasiat masih hidup penerima wasiat belum menjadi pemilk barang
yang bersangkutan, sehingga belum berhak menjualnya.

10. MA No. 3704 K/ Pdt/1991. - Hibah wasiat baru berlaku setelah


orang yang menghibah wasiatkan meninggal dunia, sedangkan
penghibah sebagai yang menghibah wasiatkan masih hidup. Maka
hibah wasiat itu dapat dicabut kembali (Pasal 1669, 1672 BW).
11. MA No. 207 K/Sip/1955.- Yang menurut Pasal 1687 BW tidak
diperlukan suatu akta notaris, ialah penghibahan segala barang-barang
bergerak dengan tiada batasnya, jadi tidak hanya me-liputi pemberian
kecil-kecil saja, melainkan juga meliputi barang-barang yang tinggi
harganya.
12. MA No. 388 K/Sip/1974.- Dalam akta kuasa untuk melakukan hibah
harus di-cantumkan pihak yang akan menerima hibah itu. Hibah
yang terjadi atas dasar akta kuasa untuk melakukan hibah yang
tidak mencantumkan nama serta identitas lainnya dari pihak yang
harus menerima hibah yang bersangkutan adalah tidak sah.
13. MA No. 123 K/Sip/1970.- Hukum adat di Bali tidak melarang

Dr. HABIB ADJIE,SH,MH

Page - 40 -

MAGISTER ILMU HUKUM- UNNAR SURABAYA

adanya penghiba-han antara suami isteri sepanjang hal ini tidak


mengenai harta pusaka.
l.

Penitipan

barang (diatur dalam Pasal 1694 sampai dengan Pasal 1739

KUHPerdata) 55.
Penitipan barang (bewaargeving) terjadi, apabila seseorang menerima
sesuatu barang dari seseorang lain dengan syarat bahwa ia menyimpannya
dan mengembalikannya dalam ujud asalnya (in natura).
KUHPerdata mengenal dua macam penitipan barang, yaitu :
Penitipan yang sejati (de eigenlijk gezegde bewaargeving) dan
Sekestrasi (sequestratie).
Penitipan sejati :
Penitipan barang yang sejati hanya dapat terjadi mengenai barang gerak
(roerende goederen) dan jika tidak dijanjikan sebaiknya dianggap
dibuat tanpa pembayaran (cuma-cuma), dengan ketentuan bahwa
barang yang bersangkutan. Harus sungguh-sungguh diserahkan atau
secara dugaan / disangkakan (voorondersteld).
Penitipan barang itu terjadi :
Dengan sukarela, yaitu bila terdapat kata sepakat (wederkerige
toestemming) antara yang menitipkan dan yang dititipi, atau
Karena terpaksa, yaitu bila/dalam hal terjadinya sesuatu malapetaka,
seperti kebakaran, runtuhnya gedung, perampokan, karamnya kapal,
banjir dan peristiwa lain yang tak disangka-sangka.
Yang menerima titipan barang berkewajiban untuk merawat barang
yang bersangkutan, dan memeliharanya itu harus seperti ia
memelihara barang milik pribadinya sendiri serta mengembalikan
barang itu dalam ujudnya tatkala ia menerima barang itu. Oleh
55

- Untuk uang titipan tidak dapat diperhitungkan bunga. (Putusan M.A.


tanggal 13-8-1973 No. Reg. 372 K/Sip/1973).
-Putusan MA No. 117 K/ Sip /1956. - Tuntutan untuk pengembalian barang-barang
yang dititipkan dan kalau barangnya sudah tidak ada lagi supaya harganya diganti,
adalah tuntutan yang menurut hukum sama sekali tidak ganjil dan oleh sebab itu
harus dapat diterima.
-Putusan MA No. 104 K/Sip/1952. - Perjanjian simpanan menyimpan mempunyai
dua anasir yaitu, (l). Bahwa pihak pemberi simpanan adalah berhak atas barang
yang disimpan itu, (2). Bahwa memang ada perjanjian simpan menyimpan.

Dr. HABIB ADJIE,SH,MH

Page - 41 -

MAGISTER ILMU HUKUM- UNNAR SURABAYA

karena itu apabila yang dititipkan itu berupa uang (geldsom), maka
yang harus dikembalikan itu mata uang yang sama seperti yang
dititipkan. Naik atau turunnya nilai uang itu atau kemunduran harga
dari sesuatu barang yang dititipkan merupakan tanggungan pihak
yang menitipkan (logis).
Penerima barang titipan berhak bila beralasan yang sah untuk
mengembalikan kepada pihak yang menitipkan barang yang
bersangkutan sebelum habisnya waktu penitipan menurut perjanjian,
atau jika pihak yang menitipkan menolaknya dapat diminta izin
hakim untuk menitipkan barang itu di suatu tempat lain.
Sekestrasi :
Pengertian tentang sekestrasi (sequestratie) dapat kita baca dalam Pasal
1730 KUHPerdata, hal mana terjadi atas barang sengketa / perselisihan
(geschil). Barang yang bersangkutan berada di tangan seorang ketiga
(een derde), yang mengikatkan diri untuk mengembalikan barang itu
serta hasilnya (vruchten) kepada pihak yang dinyatakan berhak, hal
mana dapat terjadi karena perjanjian atau atas perintah hakim.
Sekestrasi tunduk pada aturan yang berlaku untuk penitipan sejati, akan
tetapi dengan perbedaan / pengecualian sebagaimana tercantum dalam
Pasal 1734 dan seterusnya KUHPerdata, antara lain :
Bahwa sekestrasi dapat mengenai baik benda (ber) gerak maupun benda
tak gerak, dan
Bahwa orang yang dititipi barang secara sekestrasi tidak dapat
dibebaskan dari tugasnya sebelum selesai / berakhirnya sengketa yang
bersangkutan,

kecuali

jika

semua

pihak

yang

berkepentingan

menyetujuinya atau apabila terdapat suatu alasan lain yang sah.


m. Pinjam pakai (diatur dalam Pasal 1740 sampai dengan Pasal

1753

KUHPerdata) 56.

Pinjam-pakai (bruiklening) itu adalah suatu perjanjian / persetujuan


dengan mana pihak yang satu memberikan (geeft) suatu barang kepada
56

Putusan MA No. 129 K/Sip/1957. - Untuk meminjamkan suatu rumah,


orang tidak perlu pemilik dari rumah itu, tetapi ia baru dapat meminjamkan
rumah itu, apabila ia sendiri memakai rumah tersebut kini pemakaian ini
dianggap tidak ternyata.

Dr. HABIB ADJIE,SH,MH

Page - 42 -

MAGISTER ILMU HUKUM- UNNAR SURABAYA

pihak yang lainnya untuk dipakai secara cuma-cuma (om niet), dengan
syarat bahwa yang menerima barang itu setelah memakainya atau setelah
lewatnya suatu waktu tertentu, akan mengembalikannya.

Perikatan yang terbit dari perjanjian pinjam-pakai beralih / berpindah baik


kepada ahli waris yang meminjamkan atau kepada ahli waris yang
meminjam, kecuali apabila peminjaman itu telah diberikan kepada
seseorang secara pribadi (khusus), maka ahli waris peminjam tak dapat
terus/tetap menikmati barang pinjaman itu.

Kewajiban-kewajiban peminjam barang antara lain, bahwa ia peminjamberkewajiban untuk menyimpan dan memelihara barang pinjaman yang
bersangkutan sebaik-baiknya dan sejujur-jujurnya, yaitu sebagai seorang
bapak rumah tangga yang baik (als een goed huisvader). Ia hanya boleh
memakai barang pinjaman itu sesuai dengan sifat dari barang yang
bersangkutan.

Ada kalanya barang yang merupakan obyek perjanjian itu berkurang


harganya. Jika terjadi demikian, maka peminjam tidak bertanggung-jawab
mengenai kemunduran harga/nilai barang itu, asalkan berkurangnya itu di
luar salahnya pemakai / peminjam dan oleh karena pemakaian sematamata.

Kewajiban-kewajiban yang meminjamkan barang antara lain, bahwa ia


hanya boleh meminta kembali barang yang bersangkutan setelah lewatnya
waktu yang ditentukan dalam perjanjian, atau sesudah dipergunakannya
barang itu untuk keperluan yang dimaksudkan, apabila kedua pihak tidak
menjanjikan jangka waktu tertentu, kecuali apabila hakim memutuskan
lain dengan mengingat alasan yang mendesak yang diajukan oleh yang
meminjamkan.

n.

Pinjam mengganti / meminjam (diatur dalam Pasal 1754 sampai dengan


Pasal 1769 KUHPerdata) .

Pinjam-mengganti

atau

pinjam-ganti

atau

pinjam-meminjam

(verbruiklening), yaitu persetujuan / perjanjian dengan mana pihak yang


satu, yaitu yang meminjamkan / kreditur memberikan (afgeeft) kepada
pihak yang lain, yaitu yang meminjam / debitur suatu jumlah tertentu dari
benda (zaken) yang dapat habis karena pemakaian, dengan syarat bahwa

Dr. HABIB ADJIE,SH,MH

Page - 43 -

MAGISTER ILMU HUKUM- UNNAR SURABAYA

pihak yang meminjam mengembalikan sejumlah yang sama dari macam


dan keadaan yang sama pula.

Perbedaan yang sangat penting / menonjol antara pinjam-pakai dan


pinjam-ganti di antaranya ialah, bahwa dalam pinjam pakai (bruiklening)
pihak yang meminjamkan tetap merupakan pemilik barang yang
dipinjamkan, sedangkan pada pinjam-mengganti

(verbruik-lening)

peminjam menjadi pemilik benda yang bersangkutan. Dengan akibat


(dalam pinjam-ganti) jika barang itu musnah secara bagaimanapun, maka
kemusnahan itu merupakan tanggungan pihak peminjam, yang lain halnya
dengan musnahnya barang pada perjanjian pinjam-pakai (Pasal 1745
KUHPerdata).

Di kalangan masyarakat mengenai pinjam-ganti ini paling sering terjadi


ialah pinjaman uang / pengakuan utang (perjanjian kredit), baik antara
orang-orang pribadi maupun antara orang dengan berbagai bank
(pemerintah dan swasta). Dalam bentuk perjanjian pengakuan utang atau
perjanjian kredit ini.

Beberapa pasal yang menyebut-nyebut khusus tentang atau bertalian erat


dengan pinjaman uang itu ialah Pasal 1756, 1757, 1761, 1765, 1766, 1767,
1768 dan 1769 KUHPerdata, sedangkan pasal-pasal lainnya pada
umumnya merupakan aturan aik yang berlaku untuk peminjaman uang
maupun barang/benda lain yang dapat habis setelah dipakai (verbruikbare
zaken) atau barang/benda yang dapat diganti (vervangbare zaken).

Undang-undang memperbolehkan kepada para pihak, yaitu kreditur dan


debitur untuk menjanjikan bunga (interest / rente) dalam perjanjian
pinjam-meminjam uang atau barang lain yang dapat habis karena
pemakaian. Sebaiknya besarnya bunga itu ditetapkan/ditentukan oleh
pihak-pihak yang bersangkutan. oleh karena apabila besarnya itu tidak
ditentukan, maka debitur hanya berkewajiban membayar bunga menurut
undang-undang, yaitu sebesar 6% per tahun (Stb. 1848 22) tentang
anatocismus.

Putusan

Mahkamah Agung Republik Indonesia tentang Pinjam

mengganti / meminjam :
1.

Apabila

bunga

Dr. HABIB ADJIE,SH,MH

tidak

diperjanjikan,

Page - 44 -

maka

Pengadilan

dapat

MAGISTER ILMU HUKUM- UNNAR SURABAYA

menetapkan bunga berdasarkan undang-undang. Berdasarkan pasal


1766 KUHPerdata :
a. Bunga yang ditetapkan dalam perjanjian, boleh melampaui bunga
menurut undang-undang dalam hal-hal penentuan bunga yang lebih
tinggi itu tidak dilakukan oleh undang-undang.
b. Besarnya bunga yang diperjanjikan

harus ditetapkan secara

tertulis.(Putusan Mahkamah Agung tanggal 24-9-1973 No. 224


K/Sip/1972).
2.

Suku bunga yang ditetapkan oleh pihak-pihak yang bersangkutan.


sendiri dalam transaksi kreditnya, menentukan besarnya jumlah ganti
rugi yang dapat diminta oleh pihak yang dirugikan. (M.A. tanggal 36-1972 No. 244 K/Sip/1972).

3.

Karena pokok piutang tidak dapat diperniagakan, maka ganti rugi


sebesar 2 % (dua persen) sebulan dari jumlah piutang adalah layak.
(M.A. tanggal 23-8-1972 No. 112 K/Sip/1972).

4.

Dalam hal seseorang mengakui, bahwa ia pernah menyanggupi


membayar sejumlah uang, maka hal ini harus dianggap sebagai
jaminan dari perjanjian kembalinya uang pinjaman, sekalipun bukan ia
sendiri yang menerima pinjaman tersebut. (M.A. tanggal 13-8-1973
No. 382 K/Sip/1973).

5.

Untuk uang titipan tidak dapat dikenakan bunga. (M.A. tanggal 13-81973 No. 382 K/Sip/1973).

6.

Apabila

bunga

tidak

diperjanjikan,

maka

Pengadilan

dapat

menetapkan bunga berdasarkan undang-undang. Berdasarkan pasal


1766 BW :
1) Bunga yang ditetapkan dalam perjanjian, boleh melampaui bunga
menurut undang-undang dalam hal-hal penentuan bunga yang lebih
tinggi itu tidak dilakukan oleh undang-undang.
2) Besarnya bunga yang diperjanjikan harus ditetapkan secara tertulis.
(M.A. tanggal 24-9-1973 No. 224 K/Sip/1972).
7.

Apabila seseorang memberikan jaminan (borg staan) kepada suatu


perseroan terbatas terhadap utang yang diadakan oleh perseroan
terbatas lainnya, maka jaminan oleh orang tersebut merupakan
jaminan pribadi, sehingga pemberi jaminan ini hanya bertanggung-

Dr. HABIB ADJIE,SH,MH

Page - 45 -

MAGISTER ILMU HUKUM- UNNAR SURABAYA

jawab sampai apa yang ia telah jaminkan ; dan pelaksanaan daripada


tanggung-jawab itu hanya terbatas pada dan sampai pada harga
penjualan daripada barang jaminan yang telah ia berikan itu. (M.A.
tanggal 3-10-1973 No. 436 K/Sip/1973).
8.

Pengembalian uang atau ganti kerugian setelah adanya perubahan nilai


uang didasarkan pada perbedaan nilai harga emas pada waktu terjadi /
timbulnya utang yang bersangkutan. dan keadaan pada waktu
pengembalian utang tersebut dengan membagi rata (dua) risiko atas
perubahan harga emas di antara kedua belah pihak. (M.A. tanggal 146-1969 No. 74 K/Sip/1969 dan M.A. tanggal 18-12-1971 No. 398
K/Sip/1971).

9.

Suku bunga yang telah ditetapkan oleh kedua belah pihak dalam surat
perjanjian resmi (akta Notaris) tetap berlaku, sekalipun menurut
ketentuan Bank-bank Negara dan Hukum yang berlaku suku bunga
terhadap uang yang didepositokan jauh lebih rendah (Pasal 1767 BW).
(M.A. tanggal 19-12-1970 No. 728 K/Sip/1970).

10. Menurut yurisprudensi tetap, jika ganti rugi/bunga tidak dapat


ditentukan/ dibuktikan maka selayaknya diberikan bunga 6% setahun
menurut

undang-undang.

(M.A.

tanggal

5-2-1972

No.

779

K/Sip/1971).
11. Bunga di dalam perjanjian hutang piutang utang antara 2 orang
Indonesia (asli) berdasarkan Yurisprudensi tetap, dihitung sebanyak 6
% setahun, walaupun antara kedua belah pihak diadakan perjanjian
lain (dalam hal ini sebanyak 10 % sebulan). (M.A. tanggal 5-2-1972
No. 779 K/Sip/1971).
12. Menurut

peraturan (Woeker Ordonantie S. 1938-524), apabila

Pengadilan menganggap bunga atas suatu pinjaman uang terlampau


besar, Pengadilan karena jabatan dapat meringankan bunga tersebut.
(M.A. tanggal 30-6-1970 No 755 K/Sip/1970).
13. Bunga 10 % atas uang simpanan sudah merupakan ganti kerugian.
(M.A. tanggal 22-3-1972 No. 1322 K/Sip/1971).
14. MA No. 400 K/Pdt/1984.-

Karena hubungan hukum yang

sesungguhnya adalah hubungan hutang piutang antara Penggugat


dengan anak Tergugat, anak Tergugat harus turut digugat.

Dr. HABIB ADJIE,SH,MH

Page - 46 -

MAGISTER ILMU HUKUM- UNNAR SURABAYA

15. MA No. 289 /Sip/1973.- Besarnya suku bunga pinjaman adalah


sebagaimana yang telah diperjanjikan bersama.
16. MA No. 401 K/Sip/1972. -Berapapun besarnya bunga hutang,
asal sudah diperjanjikan harus dipenuhi.
17. MA No. 525 K/ Sip/1973. - Apabila atas utang Tergugat dituntut
bunga maka bunga menurut undang-undang sebesar 6 % setahun.
18. MA No. 804 K/Sip/1973. - Tergugat dihukum untuk membayar
uang hutang pokok ditambah bunga 6 % sebulan, karena jumlah
bunga sekian persen itu merupakan bunga yang lazim pada saat
perjanjian diadakan.
19. MA No. 466 K/Sip/1973.- Kekeliruan Pengadilan Tinggi dalam
menentukan bunga (i.c oleh FT ditentukan bunga 3 % sebulan
sesuai dengan bunga yang berlaku pada bank-bank umumnya,
sedangkan yang dituntutkan adalah bunga menurut undang-undang)
tidaklah berakibat batalnya putusan, meskipun jumlah bunga harus
diubah.
20. MA No. 1076 K/Sip/1996. - Walaupun sudah diperjanjikan dan
disepakati oleh kedua belah pihak bahwa peminjam wajib
membayar bunga sebesar 2,5 % setiap bulan, namun bunga
tersebut perlu disesuaikan dengan bunga yang berlaku di Bank
Pemerintah yaitu sebesar 18 % setahun.
21. MA No. 2818 K/Pdt/2000.- Walaupun

masalah

bunga kredit

bank (BPR) telah disepakati oleh kedua belah pihak, sebesar Rp.
5 % setiap bulan sesuai dengan Surat Perjanjian Kredit, namun
karena perjanjian kredit tersebut dinilai mengandung unsur-unsur
pemerasan dan riba, sesuai dengan ketentuan Riba Stb 1938/
No. 532, maka Hakim Mahkamah Agung karena jabatannya
ber-wenang merubah dan menentukan kembali (menurunkan)
besarnya bunga kredit yang mengandung riba tersebut ke tingkat
bunga kredit yang adil dan patut yaitu 2 % perbulan, sesuai
dengan tingkat bunga "kredit bank" yang umum berlaku
dalarn masyarakat perbankan saat perkara diperiksa dan diadili.
22. MA No. 419 K/Sip/1959.- Dalam

hal hutang piutang uang risiko

dari perbedaan yang harus dipikul secara fifty-fifty oleh kedua

Dr. HABIB ADJIE,SH,MH

Page - 47 -

MAGISTER ILMU HUKUM- UNNAR SURABAYA

belah pihak dan dalarn hal yang meminjamkan uang sendiri lalai
untuk menagih, sehingga uang pinjaman sampai lama tidak
dikembalikan (i.c sampai 20 tahun) bunga yang

pantas

diperhitungkan hanya untuk selama 2 tahun.


23. MA No. 63 K/Pdt/1987.- Dalam

hal

Tergugat

mempunyai

hutang/pinjaman kepada Penggugat sebesar harga barang tersebut


dan sebagai ganti rugi karena si pembeli telat membayar, maka
ganti rugi tersebut adalah ganti rugi atas dasar bunga yang tidak
diperjanjikan yaitu 6 % setahun.
24. MA No.

494 K/Pdt/1995.- Mengenai

besarnya

denda

keterlambatan membayar sebesar 10 % perbulan dari sisa hutang


pokok meski-pun hal iru diperjanjikan, menurut MA denda sebesar
itu dipandang tidak layak karena bertentangan kepatutan dan
rasa keadilan masyarakat dan MA berpendapat patut dan adil
apabila denda keterlambatan membayar tersebut ditetapkan sebesar
3 % setiap bulan x sisa hutang pokok.
25. MA No. 791 K/Sip/1972. - Uang paksa (Dwangsom) tidak berlaku
terhadap tindakan untuk membayar uang.
26. MA No. 770 K/Sip/1973.- Meskipun

oleh judex facti dianggap

terbukti bahwa hutang Tergugat pembayarannya secara mengangsur,


namun karena adanya wanprestasi, kuranglah tepat Tergugat
dihukumuntuk membayar hutangnya secara mengangsur setiap bulan
dengan mengambil dari gaji, melainkan harus membayar sekaligus,
maka amar putusan Pengadilan Tinggi perlu diperbaiki yaitu
dengan meniadakan ketentuan pengangsuran tersebut.
27. MA No. 1074 K/Pdt/1995. -Perjaniian hutang piutang dengan jaminan
tanah tidak dapat digantikan menjadi perjanjian jual beli tanah
jaminan bila tidak ada kesepakatan mengenai harga tanah tersebut.
28. MA

No.

507 K/Pdt/1996. - Hubungan

pinjam

meminjam

uang dalam rangka pelunasan hutang dilanjutkan dengan jual beli


tanah sengketa maka sesuai Pasal 1320 BW, hal tersebut tidak dapat
membatalkan Akta Jual Beli yang dibuat di hadapan PPAT kecuali
dapat karena adanya paksaan, kekhilafan atau penipuan.

Dr. HABIB ADJIE,SH,MH

Page - 48 -

MAGISTER ILMU HUKUM- UNNAR SURABAYA

29. MA No. 340 K/Sip/1971. - Apabila dalam hal pinjam meminjam oleh
kedua belah pihak telah diperjanjikan mengenai upah penagihan, biaya
pengacara dapat dianggap sudah termasuk di dalamnya.
o. bunga tetap / abadi 57 (diatur dalam Pasal 1770 sampai dengan

Pasal 1773

KUHPerdata).
Bunga abadi (gevestigde / altijddurende renten) merupakan suatu
perjanjian

dengan mana pihak yang memberi pinjaman uang

(uitlener/kreditur) mensyaratkan (dijanjikan oleh kedua belah pihak)


adanya bunga atas pembayaran sejumlah uang pokok (hoofdsom) yang
tidak akan dimintanya kembali (dari debitur).
Perbedaannya dengan pinjaman uang dengan bunga biasa, ialah dalam
altijddurende rente sebagaimana diterangkan di atas uang / pinjaman
pokok yang bersangkutan tidak boleh diminta kembali kecuali bila (salah
satu dari) ketiga hal tersebut di bawah ini terjadi.
Hak dan kewajiban kreditur dan debitur :
Bunga yang dijanjikan oleh para pihak itu pada dasarnya dapat
dibayar / diangsur (aflosbaar), meskipun para pihak itu dapat saling
berjanji, bahwa hal ini selama tenggang waktu / masa untuk hal
mana tidak boleh lebih dari 10 tahun tidak akan terjadi. (Pasal
1771 KUHPerdata).
Debitur dapat dipaksa untuk mengembalikan uang pokok pinjaman,
apabila :
(1) Debitur sama sekali tidak membayar bunga selama 2 tahun berturutturut, kecuali jika ia dalam waktu 20 hari terhitung mulai adanya
peringatan dengan perantaraan hakim (gerechtelijke aanmaning)
membayar angsuran-angsuran yang sudah harus dibayarnya ;
(2) Debitur lalai memberikan jaminan yang telah dijanjikan kepada
kreditur, kecuali jika ia dalam waktu 20 hari terhitung mulai adanya
peringatan seperti tersebut di atas memberikan jaminan yang telah
dijanjikan / ditentukan ; dan
57

Pada dewasa ini sudah sangat jarang orang membuat perjanjian


(kontrak) ini, sehingga boleh dikatakan (kita pandang) hal ini merupakan suatu
peristiwa sejarah saja, karena dalam kaitan ini telah banyak produk perbankan
atau lembaga keuangan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Dr. HABIB ADJIE,SH,MH

Page - 49 -

MAGISTER ILMU HUKUM- UNNAR SURABAYA

(3) Debitur telah dinyatakan pailit.


p. Perjanjian untung-untungan (diatur dalam Pasal 1774 sampai dengan pasal
1791 KUHPerdata).

Perjanjian

untung-untungan

(kansovereenkomst)

merupakan

suatu

perbuatan yang hasilnya bertalian dengan untung-ruginya baik bagi


semua maupun bagi salah satu pihak, bergantung pada suatu kejadian
yang belum tentu, tergantung dari pelaksanaan kewajiban dari suatu
pihak.

Contoh :
(1) Perjanjian pertanggungan (de overeenkomst van verzekering) - (Pasal
246 dan seterusnya KUHDagang);
(2) Bunga cagak hidup atau bunga untuk selama hidup seseorang
(lijfrente), dan
(3) Perjudian dan pertaruhan (spel en weddingschap).

Bunga cagak hidup :


perjanjian/persetujuan ini yang menurut pendapat ahli-ahli hukum
hendaknya tidak dipandang sebagai suatu persetujuan, melainkan suatu
perhubungan hukum tertentu, dapat terjadi karena / dengan :
(1) Persetujuan atas beban (bij ene bezwarende titel), atau
(2) Suatu akta hibah (schenking), atau
(3) Suatu surat / akta wasiat, atau
(4) Suatu putusan hakim.

Perjanjian ini dapat diadakan :


Atas diri (lijf) orang yang memberikan pinjaman (geldschieter), atau
Atas diri (lijf) orang yang memperoleh kenikmatan dari bunga tersebut,
atau
Atas diri seorang ketiga (een derde), walaupun orang ini tidak
menikmatinya ;
Atas diri satu orang atau lebih ;
Dengan bunga yang besarnya sesuai dengan ketetapan para pihak
sendiri

Dr. HABIB ADJIE,SH,MH

Page - 50 -

MAGISTER ILMU HUKUM- UNNAR SURABAYA

Bunga cagak hidup tidak dapat diadakan atas diri seorang yang telah
meninggal pada hari dibuatnya perjanjian / persetujuan itu ; dengan sanksi
tak berdaya (krachteloos) / batal.
Pemungut bunga (renteheffer) hanya dapat menagih bunga dengan
mengatakan bahwa orang yang atas dirinya diadakan lijfrente itu masih
hidup.
Perjudian dan pertaruhan :
Mengenai hal ini undang-undang tidak memberikan suatu tuntutan
hukum (rechtsvordering) untuk utang yang terjadi karena itu, terkecuali
mengenai permainan yang berlaku (geschikt) untuk olahraga. Hal
tersebut tidak dapat dihindari dengan dalih pembaruan utang
(novatie/schuldvernieuwing).
Seseorang yang telah membayar secara sukarela suatu perjudian sama
sekali tidak berhak untuk menuntut kembali pembayaran itu terhadap /
dari pemenang yang bersangkutan., kecuali jika kemenangan itu terjadi
karena kecurangan atau penipuan dari pemenang tersebut.
q. Pemberian

kuasa

(diatur dalam Pasal 1792 sampai dengan Pasal 1819

KUHPerdata).
Pemberian kuasa (lastgeving) merupakan suatu perjanjian / persetujuan
dengan mana seseorang memberi kuasa / kekuasaan (macht) kepada orang
lain (lasthebber), yang menerimanya untuk atas nama pemberi kuasa
(lastgever).
Kuasa itu dapat diberikan dan diterima dengan berbagai cara, yaitu :
Dengan akta umum / otentik (notarieel),
Dengan tulisan di bawah tangan (onderhands geschrift),
Dengan surat biasa dan/atau
Dengan lisan,
Sedangkan penerimaannya selain dari secara tegas sebagaimana
diterangkan di atas dapat pula secara diam-diam (stilzwijgend) dan dapat
disimpulkan dari pelaksanaannya.
Pemberian kuasa itu, bila tidak dijanjikan, terjadi secara cuma-cuma (om
niet). Jika upah bagi pemegang kuasa tidak ditentukan dengan tegas dalam
perjanjian yang bersangkutan maka berlakunya ketentuan Pasal 411

Dr. HABIB ADJIE,SH,MH

Page - 51 -

MAGISTER ILMU HUKUM- UNNAR SURABAYA

KUHPerdata tentang upah bagi wali (voogd).


Berdasarkan undang-undang (KUHPerdata) kita mengenal beberapa
macam pemberian kuasa, yaitu :
Kuasa khusus (bijzonder) dan hanya menyangkut satu atau beberapa hal
/ kepentingan (zaken) saja, atau
Kuasa umum (algemeen) dan menyangkut semua hal / kepentingan dari
pemberi kuasa, dengan catatan bahwa apabila pemberian kuasa itu
dirumuskan dalam kata-kata umum (algemene bewoordingen), maka
hanya meliputi perbuatan pengurusan (daden van beheer) saja.
Diperlukan suatu pemberian kuasa dengan kata-kata yang tegas untuk :
Mengalihkan / melepaskan hak atas benda,
Menghipotikkan (menjaminkan) suatu benda (tanah dan lain-lain),
Membuat suatu perdamaian, atau
Suatu perbuatan / tindakan lain yang hanya dapat dilakukan oleh
pemilik benda yang bersangkutan.
Dalam melakukan kekuasaan yang bersangkutan pemegang kuasa tidak
boleh bertindak melampaui batas yang diberikan kepadanya oleh pemberi
kuasa.
Pesero komanditer (pesero pelepas uang) tidak boleh dikuasakan untuk
melakukan perbuatan pengurusan atau untuk bekerja pada perseroan
komanditer itu (Pasal 20 KUHDagang).
Oleh karena tindakan dari pemegang kuasa itu sebenarnya mewakili,
demikian untuk dan atas nama pemberi kuasa, maka ia pemberi kuasa
dapat dalam arti kata berhak untuk menggugat secara langsung dan
menuntut orang ketiga, dengan siapa pemegang kuasa telah bertindak
dalam kedudukannya, agar perjanjian yang bersangkutan dipenuhinya.
Kewajiban dan tanggung jawab pemegang kuasa :
Pemegang kuasa berkewajiban untuk antara lain terus melaksanakan
tugasnya sebagai kuasa sampai selesai, selama ia belum dibebaskan
untuk itu (kuasanya belum dicabut/berakhir). Ia bertanggung jawab atas
kelalaian yang dilakukan dalam menjalankan kuasanya itu, lagi pula ia
diwajibkan untuk melaporkan serta memberikan perhitungan kepada
pemberi kuasa apa yang telah dikerjakannya sebagai pemegang kuasa.

Dr. HABIB ADJIE,SH,MH

Page - 52 -

MAGISTER ILMU HUKUM- UNNAR SURABAYA

Pemegang kuasa yang telah menyerahkan / mengoperkan kekuasaannya


itu kepada orang lain / orang ketiga (een derde) bertanggung jawab
untuk orang yang ditunjuknya itu:
Apabila ia tidak diberi kuasa oleh pemberi kuasa untuk menunjuk orang
lain ;
Apabila untuk itu dia memang telah diberi wewenang (bevoegd), akan
tetapi orang yang ditunjuknya itu ternyata tak-cakap (onbekwaam).
Kewajiban dan tanggung jawab serta hak pemberi kuasa :
Pemberi kuasa berkewajiban untuk memenuhi semua perikatan
(verbintenissen) yang telah dilaksanakan oleh pemegang kuasa sesuai
dengan kekuasaan yang telah diberikan olehnya kepada pemegang
kuasa itu. Selanjutnya ia pemberi kuasa berkewajiban untuk :
Membayar kembali uang di muka (voorschotten) dan biaya (onkosten),
pula membayar upah jika hal ini memang telah dijanjikan, demikian
pula membayar ganti-rugi dan membayar bunga atas persekot tersebut,
kepada pemegang kuasa, walaupun urusannya tidak berhasil karena
bukan kelalaian atau kurang hati-hatinya pemegang kuasa itu.
Pemegang kuasa berhak untuk menahan segala sesuatu milik /
kepunyaan

pemberi kuasa yang ada pada pemegang kuasa, selama apa

yang merupakan utang tersebut belum lunas.


Masing-masing pemberi kuasa bertanggung jawab secara renteng
(hoofdelijk aanpsrakelijk) mengenai segala akibat dari pemberian
kuasa itu terhadap pemegang kuasa dalam hal terjadinya pemberian
kuasa oleh beberapa orang untuk mengenai urusan bersama dari para
pemberi kuasa itu.
Pemberian kuasa (lastgeving) itu berakhir karena / dengan :
Pencabutan / ditariknya kembali (herroeping) oleh pemberi kuasa ;
Pemberitahuan (opzegging) oleh pemberi kuasa ;
Meninggalnya, pengampuannya (curatele), jatuh miskinnya (staat van
kennelijk onvermogen) pemberi kuasa atau pemegang kuasa ;
Perkawinan seorang wanita baik sebagai pemberi maupun sebagai
pemegang kuasa.
Bila dikehendakinya pemberi kuasa dapat menarik kembali kuasanya

Dr. HABIB ADJIE,SH,MH

Page - 53 -

MAGISTER ILMU HUKUM- UNNAR SURABAYA

itu, sedangkan yang diberi kuasa jika memang beralasan dapat


dipaksa/diharuskan

untuk

mengembalikan

kekuasaan

yang

bersangkutan.
Agar penarikan kembali kekuasaan itu mengikat pihak ketiga yang telah
mengadakan perikatan dengan pemegang kuasa, sebaiknya penarikan
kembali itu selain dari kepada pemegang kuasa diberitahukan pula
kepada pihak ketiga itu.
Jika pemberi kuasa mengangkat seorang kuasa baru untuk melakukan
suatu hal/ urusan yang sama (dezelfde zaak), maka terhitung mulai saat
diberitahukannya hal itu kepada pemegang kuasa yang pertama / terdahulu
itu, berarti / menyebabkan ditariknya kembali kekuasaan yang telah
diberikan oleh pemberi kuasa kepada pemegang kuasa yang pertama /
terdahulu tersebut.
Merupakan suatu keharusan bagi para ahli waris dari pemegang kuasa
yang meninggal untuk memberitahukan peristiwa meninggalnya pemegang
kuasa itu kepada pemberi kuasa dan mengambil langkah-langkah yang
perlu menurut keadaan demi kepentingan pemberi kuasa. Bila ahli waris
itu lalai dalam hal ini, ia / mereka dapat (bila beralasan) dituntut untuk
membayar/mengganti biaya, kerugian dan bunga.
Putusan

Mahkamah Agung Republik Indonesia tentang Pemberian

Kuasa.
1.

Apabila suatu surat kuasa dirumuskan dengan kata-kata umum, maka


pemberian kuasa itu hanya meliputi perbuatan pengurusan saja
sehingga untuk penjualan barang tersebut dalam surat kuasa
diperlukan suatu surat kuasa khusus dengan kata-kata yang tegas
(MA, tanggal 18-12-1971 No. 598 K/Sip/1971).

2.

-Suatu pemberian kuasa tanpa hak substitusi hanya berlaku bagi orang
yang diberi kuasa, sehingga kuasa ini tidak dapat dilimpahkan kepada
orang lain.
-Berdasarkan pasal 1470 BW, yang dapat dipergunakan sebagai
pedoman dan petunjuk, tidaklah patut seorang lasthebber membeli
sendiri barang kepunyaan lastgever.
-Apabila pemilik barang berkeberatan atas penjualan miliknya, maka

Dr. HABIB ADJIE,SH,MH

Page - 54 -

MAGISTER ILMU HUKUM- UNNAR SURABAYA

walaupun ketentuan ini tidak merupakan peraturan-peraturan van


openbare orde, akan tetapi pada tempatnya apabila akte Notaris
mengenai penjualan seperti itu adalah batal demi hukum, (MA,
tanggal 30-6-1971 No. 755 K/Sip/1970).
3.

Kerugian yang ditimbulkan oleh perbuatan seseorang yang menjadi


kuasa orang lain harus ditanggung oleh yang memberinya kuasa untuk
melakukan perbuatan tersebut. (MA, tanggal 12-9-1970 No. 130
K/Sip/1970).

4.

Selama surat kuasa belum dicabut oleh pemberi kuasa, maka kedua
belah pihak terikat pada perjanjian pemberian kuasa tersebut.(MA.
tanggal 3-11-1971 No. 539 K/Sip/1971).

5.

Seorang wakil termasuk pseudo lasthebber harus jelas melakukan


perbuatan untuk orang lain. (MA, tanggal 22-3-1972 No. 1322
K/Sip/1971).

6.

Apabila pemeri kuasa umum telah menyetujui suatu atau beberapa


tindakan yang dilakukan oleh penerima kuasa yang sekalipun untuk
melakukan perbuatan-perbuatan termaksud tidak menerima kuasa
khusus dari pemberi kuasanya, maka perbuatan-perbuatan yang
dilakukan oleh penerima kuasa yang lain daripada perbuatan yang
dapat dianggap termasuk pemberian kuasa umum kepadanya, adalah
sah pula. (MA, tanggal 6-8-1973 No. 445 K/Sip/1973).

7.

- Suatu gugatan yang diajukan atas dasar suatu perjanjian kuasa yang
ternyata telah diputuskan (opgezegd), lagi pula belum pernah
dilaksanakan dengan secara itikad baik oleh penerima kuasa, harus
dinyatakan tidak diterima, karena tidak beralasan.
-Suatu surat kuasa khusus di mana penerima kuasa semula telah
memberi kuasa kepada pemberi kuasa semula guna menyelesaikan
sendiri masalah yang merupakan obyek pemberian kuasa semula,
merupakan pembebasan diri dari kewajiban (last) dari perjanjian
pemberian kuasa semula antara kedua belah pihak, karena perbuatan
tersebut telah memutuskan (opgezegd) perjanjian penguasaan itu
seperti tersimpul dalam maksud

pasal 1817 dan 1813 BW.(MA,

tanggal 18-6-1973 No. 147 K/Sip/1973).


8.

Seorang suami atau ayah daripada seorang ahliwaris tidak dengan

Dr. HABIB ADJIE,SH,MH

Page - 55 -

MAGISTER ILMU HUKUM- UNNAR SURABAYA

sendirinya

mewakili

atau

bertindak

sebagai

kuasa

ahliwaris

termaksud.(MA, tanggal 31-5-1972 No. 249 K/Sip/1972).


9.

MA No. 337 K/Sip/1974.- Tidaklah bertentangan dengan hukum


bila yang dikuasakan untuk menjual, membeli sendiri barang yang
bersangkutan, asal dalam hal ini ia tidak berbuat bertentangan dengan
kepentingan principalnya.

r.

Penanggung utang/penanggungan (diatur dalam Pasal 1820 sampai dengan


Pasal 1850 KUHPerdata) 58.
Penanggungan (borrgtocht) merupakan suatu perjanjian/persetujuan,
dengan mana seorang ketiga (een derde), guna kepetingan kreditur
(schuldeiser), mengikatkan dirinya untuk memenuhi perikatan debitur
(schuldenaar), jika ia debitur - itu sendiri tidak memenuhinya.
Sifat dan akibat penanggungan :
Penanggungan

itu

merupakan

salah

satu

perjanjian

dampingan/sampingan/tambahan (bijkomende / accssoire verbintenis)


sehingga ia tidak akan ada bila tidak ada suatu perjanjian/perikatan
pokok (hoofdverbintenis) yang sah (wettig) dari debitur.
Dalam pada itu namun seseorang dapat mengajukan diri sebagai
penanggung (borg) untuk suatu perikatan yang dengan/oleh suatu
tangkisan

(exceptie),

seperti

masih

di

bawah

umurnya

(minderjarigheid), dari debitur, dapat dibatalkan.


Selaras dengan sifat accessoir dari penanggungan itu, seorang penanggung
tidak dapat mengikatkan diri untuk menanggung lebih berat daripada
ikatan debitur dalam perjanjian yang bersangkutan. Penanggungan itu
boleh diadakan untuk hanya sebagian saja dari utang debitur atau dengan
syarat yang lebih ringan/kurang.
Seseorang dapat bertindak sebagai penanggung walaupun tidak diminta
oleh atau (bahkan) tanpa sepengetahuan debitur; juga dapat sebagai
penanggung dari penanggung (voor een reeds gestelde borg).
58

Putusan MA No. 401 K/Sip/1972. - Dalam hal hutang piutang uang


dengan borg suatu barang tetap, kalau yang berhutang melakukan wanprestasi
tidak dengan otomatis barang-barang tanggungan itu menjadi milik yang
menghutangkan. Akan tetapi hal ini baru benar, kalau tidak diperjanjikan dengan
tegas dalam surat perjanjian.

Dr. HABIB ADJIE,SH,MH

Page - 56 -

MAGISTER ILMU HUKUM- UNNAR SURABAYA

Penanggungan itu tidak boleh terjadi hanya dengan/secara persangkaan


(verondersteld) belaka, melainkan perlu diadakannya suatu pernyataan
yang tegas (uitdrukkelijk).
Seperti halnya dengan perikatan/perjanjian lain, perikatan dan penanggung
berpindah pula pada ahli warisnya.
Seseorang yang oleh undang-undang atau menurut suatu putusan (vonnis)
hakim diwajibkan mengajukan seorang penangung, sedangkan ia tidak
berhasil untuk mendapatkannya, sebagai gantinya memberikan jaminan
lain berupa gadai atau hipotik. KUHPerdata tidak mengatur sebaliknya,
mengingat jaminan gadai dan hipotik dipandang lebih kuat daripada
penanggungan.
Penanggung tidak usah membayar utang debitur, selama debitur itu tidak
lupa (in gebreke).
Penanggung tidak dapat menuntut, agar harta benda debitur lebih dahulu
disita dan dijual :
Jika

ia

telah melepaskan (heeft afstand gedaan) hak istimewanya

untuk menuntut supaya harta benda debitur disita dan dijual lebih
dahulu (voorrecht van eerdere uitwinning);
Jika ia telah mengikatkan dirinya untuk bertanggungjawab secara
renteng;
Jika debitur dapat mengajukan suatu tangkisan (exceptie), yang hanya
mengenai dirinya pribadi, misalnya karena ia masih di bawah umur;
Jika debitur berada dalam keadaan pailit atau jatuh miskin (kennelijk
onvermogen);
Jika penanggung itu karena perintah hakim (gerechtelijk borgtocht).
Dalam pada itu kreditur tidak diwajibkan untuk menyita dan menjual lebih
dahulu harta benda debitur (eerdere uitwinning), kecuali bila penanggung
memang telah memintanya demikian pada waktu dia (penanggung)
pertama kali dituntut di pengadilan.
Apabila beberapa orang telah mengikatkan diri sebagai penanggung untuk
seorang debitur dari/untuk utang yang sama, maka masing-masing terikat
untuk seluruh utang itu. Akan tetapi masing-masing terikat untuk seluruh
utang itu. Akan tetapi masing-masing dari mereka

Dr. HABIB ADJIE,SH,MH

Page - 57 -

itu, yang tidak

MAGISTER ILMU HUKUM- UNNAR SURABAYA

melepaskan hak istimewanya untuk pemecahan utang (schuldsplitsing),


boleh

menuntut

agar kreditur

lebih

dahulu

membayar piutang/

penagihannya.
Penanggung yang telah membayar berhak untuk menuntutnya kembali dari
debitur-utama

(hoofdschuldenaar),

tanpa

mengingat

apakah

penanggungan itu telah diadakan dengan atau tanpa pengetahuan debitur.


Hal ini pembuat undang-undang mengatur demikian, oleh karena
penanggung yang telah membayar utang itu, demi hukum (van
rechtswege) menerima semua hak kreditur terhadap debitur (Pasal 1400
KUHPerdata).
Penanggung juga dapat (boleh/berhak untuk) menuntut debitur untuk
diberikan ganti rugi atau dibebaskan dari perikatannya, antara lain
(bahkan) apabila utang debitur itu sudah dapat ditagih (opeisbaar) karena
lampaunya jangka waktu yang telah ditetapkan untuk pembayaran ybs.
Juga setelah lewatnya 10 tahun bila perjanjian pokok (utama) tidak
mempunyai waktu pengakhiran (vervatijd).
Setiap

penanggungan

hapus/berakhir

karena

hapus

berakhirnya

perjanjian/perikatan pokok (utama) ; jadi sama halnya seperti hipotik, gadai dan
perjanjian dampingan lainnya. Penundaan pembayaran yang diberikan oleh
kreditur kepada debitur yang bersangkutan tidak membebaskan penanggung,
walaupun ia (penanggung) dalam hal demikian/boleh memaksa/menuntut agar
debitur

membayar

utangnya

itu

atau

membebaskan

penanggung

dari

penanggungan yang membebaninya itu.


s.

Perdamaian (diatur

dalam Pasal

1851 sampai dengan Pasal

1864

KUHPerdata) 59.

59

-Putusan MA No. 356 K/Sip/1972. - Gugatan harus ditolak karena


yang menjadi pokok perkara adalah tuntutan pembatalan akta perdamaian di muka
Hakim yang sudah tetap.
-Putusan MA No. 792 K/Pdt/2002.- Perjanjian perdamaian yang disepakati oleh kedua
belah pihak tanpa ada paksaan dan para pihak cakap untuk membuat perjanjian,
meskipun salah satu pihak dalam status penahanan, perjanjian tersebut adalah sah.

Dr. HABIB ADJIE,SH,MH

Page - 58 -

MAGISTER ILMU HUKUM- UNNAR SURABAYA

Perdamaian (dading/compromise) merupakan suatu perjanjian/persetujuan


dengan mana para pihak, dengan menyerahkan, menjanjikan atau menahan
suatu barang, mengakhiri suatu perkara yang belum putus (aanhanging)
atau untuk mencegah timbulnya suatu perkara.

Cara dibuatnya dan sifat :


Perjanjian ini harus dibuat secara tertulis, meskipun seandainya
menyangkut suatu hal/perkara (zaak) yang pembuktiannya boleh
dilakukan dengan saksi (kesaksian).
Setiap

perdamaian

hanya

mengakhiri

perselisihan/sengketa

(geschillen) yang termasuk di dalamnya atau hanya terbatas pada


soal/masalah yang termaktub di dalam pokok perselisihan yang
bersangkutan.
Antara para pihak perdamaian itu mempunyai kekuatan seperti suatu
putusan (vonnis) hakim dalam tingkat paling tinggi/ terakhir (kracht
van gewijsde in het hoogste resort), sehingga terhadap perjanjian itu
tidak dapat diajukan bantahan dan perjanjian itu tidak dapat dibatalkan,
kecuali karena kekhilafan mengenai orang atau pokok perselisihan
(dwaling) atau karena penipuan (bedrog) atau paksaan (geweld).
Tanpa menghalangi kewajiban kejaksaan (penuntut umum)

untuk

menuntut perkara pidana yang bersangkutan, dapat pula diadakan


perdamaian yang menyangkut urusan perdata yang timbul dari suatu
kejahatan (misdrijf) atau pelanggaran (overtrading).
Seseorang hanya dapat mengadakan perdamaian bila ia mempunyai,
kekuasaan/wewenang

(bevoegdheid)

untuk

melepaskan

haknya

(beschikken) atas hal-hal yang termasuk di dalam perdamaian itu. Wali


dan pengampu dalam mengadakan perdamaian bagi pupil dan kurandus
mereka tunduk pada (harus mengindahkan) ketentuan yang tercantum
dalam Pasal 330 dan seterusnya KUHPerdata, dan Pasal 433 dan
seterusnya KUHPerdata.
Batal (nietig) suatu perdamaian yang diadakan atas dasar surat-surat
yang kemudian ternyata/diketahui palsu.
Perdamaian dari suatu perkara yang masih dapat dimintakan banding,
jadi yang belum mempunyai kekuatan mutlak, sedangkan para atau

Dr. HABIB ADJIE,SH,MH

Page - 59 -

MAGISTER ILMU HUKUM- UNNAR SURABAYA

salah satu pihak tidak mengetahuinya putusan hakim yang bersangkutan


adalah sah (van waarde).
Merupakan suatu keharusan untuk memperbaikinya bagi para pihak,
bila dalam suatu perdamaian terdapat suatu kekeliruan dalam hal
menghitung (misslag van berekening).
2.

Tersebar dalam berbagai peraturan perundang-undangan (atau diluar Buku III


KUHPerdata).
Semua

jenis

perjanjian

yang

disebutkan

dalam

Buku

III

KUHPerdata merupakan Perjanjian Bernama karena KUHPerdata telah


menentukan untuk

perjanjian-perjanjian yang bentuknya telah ditentukan oleh

KUHPerdata saja, tapi juga dapat diciptakan bentuk-bentuk perjanjian lainnya


yang disesuaikan dengan kebutuhan praktek sehari-hari berdasarkan prinsip
Kebebasan Berkontrak. Sebagai contoh mengenai Lembaga Pembiayaan untuk
pertama kali pemerintah mengeluarkan Keppres nomor 61 Tahun 1988 tentang
Lembaga Pembiayaan, yang kemudian ditindak lanjuti dengan Keputusan Menteri
Keuangan Republik Indonesia nomor : 1251/KMK.013/1988 tentang Ketentuan dan
Tatacara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan,

bahwa kegiatan perusahaan

pembiayaan meliputi :
a. Sewa Guna Usaha .
b. Modal Ventura.
c. Perdagangan Surat Berharga,
d. Anjang Piutang.
e. Usaha Kartu Kredit.
f. Pembiayaan Konsumen.
Secara pembidangan lebih banyak perjanjian-perjanjian yang disesuaikan
dengan isinya, antara lain60 :

60

Budiono Kusumohamidjojo, op cit., hal. 40 - 41.

Dr. HABIB ADJIE,SH,MH

Page - 60 -

MAGISTER ILMU HUKUM- UNNAR SURABAYA

a.

Keuangan.
- banking : kredit, cessie61, subrogasi62, novatie63, kompensasi64. dan
percampuran utang65.
- Asuransi,
- Pasar Modal.

b.

Industri.

c.

Pariwisata (hotel, restoran, biro perjalanan).

d.

Perdagangan (jual-beli, futures trading66.,pemasok, distribusi.),

e.

Kontruksi.

f.

Infrasturktur (jalan raya, water treatment).

g.

Investasi (pabrik, hotel).

h.

Property (real estate, towers, bussines complex),

i.

Pertambangan (contract of work/CoW, eksploitasi, services),

j.

Perminyakan (production sharing contract/PSC, CoW, eksploitasi services),

k.

Pertanian dan komoditas (perkebunan, perdagangan, komoditas),

l.

Telekomunikasi (jaringan telepon, permbangunan instalasi, alokasi jalur, sewamenyewa, satelit),

m. Transportasi (shipping, sewa menyewa pesawat terbang, tax services),


n.

Kerjasama,
-

satu arah (transfers of technology/ToT, Lisensi, Waralaba/


franchise67., keagenan, merek dagang.

Timbal balik (patungan, kerjasama operasi/KSO),

Leasing dan sewa-menyewa (rumah, kantor, kendaraan, mesin).

61

Pasal 613 KUHPerdata kreditur lama menyerahkan hak tagihan


kepada kreditur baru dengan akta.
62
Pasal 1400 KUHPerdata penggantian hak kreditur oleh hak ketiga,
yang membayar utang debitur kepada kreditur itu.
63
Pasal 1413 KUHPerdata -. Pembaruan utang yang terjadi dengan
penggantian suatun perikatan lama dengan perikatan yang baru.
64
Perjumpaan utang, dimana kedua belah pihak adalah debitur dan
kreditur secara timbal balik.
65
Pasal 1436 KUHPerdata kedudukan kreditur dan debitur berkumpul
dalam satu orang, dengan mana piutang menjadi hapus.
66
Pasal 1334 KUHPerdata jual beli benda yang belum ada adalah sah.
Belum ada relatif : benda belum menjadi milik dari penjual. Belum ada objektif :
benda memang belum ada
67
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 16 Tahun 1997
tentang Waralaba.

Dr. HABIB ADJIE,SH,MH

Page - 61 -

MAGISTER ILMU HUKUM- UNNAR SURABAYA

o. Kontrak-kontrak transnasional dibidang penanaman modal asing, Joint Venture


Contracts, dapat berupa kontrak-kontrak68 : Foreign Direct Investment,
Liecensing Contracts, Franchising Contracts, Management Contracts,
Marketing Contracts, Technical Service Contracts, Turnkey and/or Turnkey
Plus Contracts, International sub Contracting, Distribution Contracts.
C. SIGNIFIKASI BATAS TIAP KONTRAK
Dalam Pasal 1319 BW membedakan Kontrak Bernama (artinya nama kontrak
oleh undang-undang sudah diberi nama), jika mengikuti nama kontrak yang sudah
ditentukan tersebut, maka ketentuan yang mengatur kontrak tersebut harus diperhatikan.
Kontrak Bernama terbatas jumlahnya sebagaimana yang ditentukan dalam titel I, II, III,
IV dan V sampai dengan titel XVIII BW, yaitu
(1). Jual beli,
(2). Tukar-menukar,
(3). Sewa-menyewa,
(4). Perjanjian melakukan pekerjaan,
(5). Persekutuan perdata,
(6). Badan hukum.
(7). Hibah.
(8). Penitipan barang.
(9). Pinjam pakai,
(10). Pinjam-meminjam,
(11). Pemberian kuasa.
(12). Bunga tetap (abadi),
(13). Perjanjian untung-untungan.
(14). Penanggungan utang,
(15). Perdamaian
dan Kontrak Tldak Bernama (artinya undang-undang tidak memberikan nama tertentu),
tapi namanya diserahkan kepada praktek, misalnya anjak piutang, waralaba. Kontrak
Tidak Bernama ini sangat banyak jumlahnya (tidak terbatas) dan dapat kita tentukan
sendirinya sesuai dengan substansi Kontrak..
68

Elly Erawaty AF, Perkembangan Lex Mercatoria dan Penerapannya


Dalam Kontrak Bisnis International, Kumpulan Tulisan Ilmiah, Citra Aditya
Bakti, Bandung, 1993, hal. 280 281.

Dr. HABIB ADJIE,SH,MH

Page - 62 -

MAGISTER ILMU HUKUM- UNNAR SURABAYA

Tiap kontrak tersebut mempunyai pengertian dan ciri tersendiri

sebagai

pembeda antara kontrak-kontrak yang ada. Adanya pengertian dan ciri yang berbeda
tersebut merupakan suatu signifikasi batas tiap kontrak. Dalam praktek ditemukan
kontrak-kontrak tertentu tapi ketika terjadi sengketa, ternyata maksudnya menjadi
berbeda, misalnya dalam Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia nomor 1074
K/Pdt/1995, bahwa perjanjian hutang-piutang dengan jaminan tanah tidak dapat
digantikan menjadi perjanjian jual-beli tanah jaminan bila tidak ada kesepakatan
mengenai harga tanah tersebut. Pada awalnya perjanjiannya adalah hutang-piutang
dengan jaminan tanah, tapi berhubung pihak yang berhutang tidak sanggup
membayarnya, maka ditindak lanjuti dengan menjadi jual-beli, artinya tanah jaminan
tersebut menjadi objek jual-beli sebagai bentuk pelunasan hutang, dan hal tersebut tidak
diperbolehkan jika tidak ada kesepakatan mengenai harga tanah tersebut. Untuk lebih
tegasnya, jika memang diperjanjikan pinjam-meminjam uang dengan jaminan, maka
harus ditegaskan pada awal kontrak seperti itu, yaitu pinjam-meminjam uang dengan
jaminan tanah, jangan ketika debitur wanprestasi, barang jaminan tersebut ditindak lanjuti
menjadi jual beli, artinya yang menjam/yang meminjamkan menjadi berkedudukan
sebagai pembeli dan yang meminjam menjadi berkedudukan sebagai penjual. Contoh
lainnya terdapat dalam putusan Mahkamah Agung nomor 1904 K/Sip/1982, bahwa
timbulnya surat kuasa untuk menjual rumah sengketa kepada pihak ketiga maupun
kepada dirinya, ternyata berawal dari surat pengakuan hutang dengan rumah sengketa
sebagai jaminan, maka perjanjian tersebut merupakan perjanjian semua untuk
menggantikan perjanjian asli yang merupakan hutang-piutang.
Siginifikasi pembeda kontrak ini sangat diperlukan untuk kontrak-kontrak yang
hampir mirip sama. Contohnya :.

Ciri

Pinjam meminjam

Pinjam pakai

-Persetujuan / perjanjian dengan


mana pihak yang satu, yaitu yang
meminjamkan
/
kreditur
memberikan (afgeeft) kepada
pihak yang lain, yaitu yang
meminjam / debitur suatu jumlah
tertentu dari benda (zaken) yang
dapat habis karena pemakaian,
-dengan syarat bahwa pihak
yang meminjam mengembalikan
sejumlah yang sama dari macam

-Perjanjian
/
persetujuan
dengan mana pihak yang satu
memberikan (geeft) suatu
barang kepada pihak yang
lainnya untuk dipakai secara
cuma-cuma (om niet),
-dengan syarat bahwa yang
menerima barang itu setelah
memakainya atau setelah
lewatnya
suatu
waktu
tertentu,
akan

Dr. HABIB ADJIE,SH,MH

Page - 63 -

MAGISTER ILMU HUKUM- UNNAR SURABAYA

Objek

dan keadaan yang sama pula.

mengembalikannya.

Jumlah tertentu dari suatu benda


yang dapat habis dipakai karena
pemakaiann
atau
benda
dikembalikan yang sama dengan
jumlah yang sama (bukan benda
yang berasal dipinjam).

Suatu barang untuk dipakai


secara
cuma-cuma
atau
peminjam wajib mengembalikan
barang yang dipinjamnya seperti
semula (benda tidak berubah)

Signifikasi tersebut tidak hanya berkaitan seperti kontrak-kontrak yang


tersebut dalam KUHPerdata sebagaimana tersebut di atas, tapi sesuai dengan
perkembangan jaman akan timbul perbuatan hukum lain yang jika dibuat ke dalam
sebuah kontrak akan mempunyai siginifikasi sendiri. Dan signifikasi beda atau batasan
tiap kontrak penting ketika mengkontruksikan sebuah kontrak yang berasal dari bahanbahan atau permasalahan yang ada. Adanya signifikasi Kontrak ini akan mempermudah
penyelesaian jika terjadi persengketaan., seperti tersebut dalam Putusan Mahkamah
Agung tersebut di atas, yaitu penyelesaian akan dikembalikan kepada kontrak yang
sebenarnya disepakti oleh para pihak.
Jika terjadi suatu permasalahan dari sebuah kontrak campuran, misalnya
dengan kontruksi Sewa-Beli, untuk menyerlesaikannya, apakah tunduk pada ketentuan
Sewa-menyewa atau Jual-beli. Untuk menyelesaikan permasalahan seperti itu, dikenal
3 (tiga) teori, yaitu69 :
1. Teori Akumulasi.
Bahwa unsur-unsur perjanjian dapat dipilah-pilah. Untuk unsur jual-beli
diberlakukan ketentuan perjanjian jual-beli dan untuk unsur sewa-menyewa
diberlakukan ketentuan tentang perjanjian sewa-menyewa. Kritik terhadap teori ini
adalah adan ketentuan yang saling bertentangan antara perjanjian jual-beli dan
perjanjian sewa-menyewa. Dalam perjanjian jual-beli sewa-menyewa, resiko
ditanggung oleh pembeli meskipin hak milik atas barang belum diserahkan kepada
pembeli, sedangkan resiko dalam perjanjian sewa-menyewa tetap berada atau ada pada
pemiliknya, sehingga jika terjadi force majeure maka perjanjian sewa-menyewa gugur.
Mengenai resiko dalam perjanjian jual-beli barang tertentu yang diatur dalam Pasal
1460 KUHPerdata, banyak mengunndang kritik dari para ahli hukum, karena
69

J. Satrio, Hukum Perjanjian, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1992, hal.

120 -123.

Dr. HABIB ADJIE,SH,MH

Page - 64 -

MAGISTER ILMU HUKUM- UNNAR SURABAYA

meskipun hak milik atas barabg belum beralih dari penjual kepada pembeli, tetapi
pemberli sudah menanggung resiko.
2. Teori Absorbsi.
Menurut teori ini untuk perjanjian campuran diterapkan unsur perjanjian
yang paling dominan. Kritik terhadap teori ini tidak mudah untuk menentukan unsur
perjanjian mana yang paling dominan, apakah perjanjian jual-beli atau perjanjian sewamenyewa.
3. Teori Sui Generis.
Menurut teori ini, perjanjian campuran adalah suatu perjanjian yang memiliki
ciri tersendiri. Karena itu ketentuan perjanjian khusus yang diatur dalam KUHPerdata
diberlakukan secara analogis bagi perjanjian campuran.
D. SISTEM PENGATURAN HUKUM KONTRAK.
Dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata ditegaskan bahwa semua
perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka
yang membuatnya70. Hal ini menunjukkan

bahwa sistem Hukum Kontrak

Indonesia menganut Sistem Terbuka, artinya setiap kata sepakat yang terjadi atau
dilakukan oleh para pihak menimbulkan daya ikat yang berlaku bagi para pihak.
Ketentuan

tersebut

membuat/mengadakan

mengandung

makna,

bahwa

orang

berhak

untuk

perjanjian dengan siapapun, kemudian dapat menentukan

syarat dan ketentuan yang disepakti oleh para pihak, meskipun dalam hal ini tidak
berlaku mutlak, misalnya jika dikaitkan dengan ajaran melawan hukum,
tidak hanya

yang

melawan undang-undang, tetapi juga melanggar hak-hak subjektif

70

Putusan MA No. 791 K/Sip/1972 Pasal 1338 BW masih tetap


berlaku dalam hubungan perjanjian, oleh sebab itu sesuai dengan
pertimbangan pengadilan tinggi, pihak-pihak harus mentaati apa yang telah
mereka setujui, dan yang telah dikukuhkan dalam akta otentik tersebut.

Dr. HABIB ADJIE,SH,MH

Page - 65 -

MAGISTER ILMU HUKUM- UNNAR SURABAYA

orang lain, kesusilaan dan ketertiban umum71.


Memasuki zaman global hampir dalam semua aspek kehidupan, dan
perbatasan antara satu Negara dengan Negara yang lainnya nyaris tidak ada
(borderless), informasi dari satu wilayah negara ke negara lainnya (secara non
fisik) dapat ditembus tanpa batas melalui teknologi informasi, dengan keadaan
seperti ini menyebabkan suatu perbuatan hukum dapat melintasi beberapa wilayah
negara yang berbeda, dan sudah tentu tiap negara mempunyai aturan hukum
(kontrak) yang berbeda pula, oleh karena itu, sekarang bukan suatu hal yang
mustahil, jika suatu perbuatan hukum, tidak hanya ingin diatur oleh hukum salah
satu pihak saja, tapi juga yang bersangkutan dapat membawa hukumnya sendiri
masuk ke wilayah Negara lain.
Berkaitan dengan pengaturan Hukum ada beberapa aturan (secara
inteernasional) yang harus diperhatikan yang

sebagai bagian dari Hukum

Kontrak.72. :Salah satu contoh tersebut dalam

UNIDROIT, yang diprakarsai

pembentukannya oleh PBB UNIDROIT dibentuk dengan tujuan untuk


menciptakan harmonisasi dalam koordinasi unifikasi hukum lintas negara
dunia,dalam hal mengkodiflkasi serta unifikasi kode-kode hukum perdata dari
negara anggotanya, yang kemudian dipromosikan penerimaan sistem hukum yang
uniformitas. Upaya yang telah dihasilkan oleh organisasi ini adalah: uniformitas
71

Hukum
Perjanjian Indonesia yang diatur dalam Buku III
KUHPerdata mengandung ketentuan-ketentuan yang memaksa (dwingend,
mandatory) dan yang opsional (aanvullend., optional) sifatnya. Untuk
ketentuan yang memaksa para pihak tidak mungkin menyimpanginya dengan
membuat syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan lain dalam perjanjian yang
mereka buat. Namun terhadap ketentuan-ketentuan undang-undang yang
bersifat opsional para pihak bebas untuk menyimpanginya dengan
mengadakan sendiri syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan lain sesuai
kehendak para pihak. Maksud dari adanya ketentuan-ketentuan yang opsional
itu, adalah hanya untuk memberikan aturan yang berlaku bagi perjanjian yang
dibuat oleh para pihak bila memang para pihak belum mengatur atau tidak
mengatur secara tersendiri, agar tidak terjadi kekosongan pengaturan
mengenai hal atau materi yang dimaksud. Bila pada akhirnya tetap terdapat
juga kekosongan aturan untuk sautu hal atau materi yang menyangkut
perjanjian itu, maka adalah kewajiban hakim untuk mengisi kekosongan itu
dengan memberikan aturan yang diciptakannya untuk menjadi acuan yang
mengikat bagi para pihak dalam menyelesaikan masalah yang dipertikaikan.
Sutan Remy Sjahdeini, op cit., hal. 47.
72
H.F. Abraham Amos, Legal Oipinion, Aktualisasi Teoritis dan
Emprisme, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004. hal. 163 - 165.

Dr. HABIB ADJIE,SH,MH

Page - 66 -

MAGISTER ILMU HUKUM- UNNAR SURABAYA

konvensi tentang hukum jual beli internasional benda-benda bergerak (Convention


Relating to Uniform Law on the International Sales of Goods, 1964), jo.
Convention Relating to a Uniform Law on the Formation of Contracts for the
International Sale of Goods, 1964 (konvensi tentang kontrak jual beli benda-benda
bergerak) dalam sistem perdagangan dunia internasional.
Atas inisiatif PBB telah menghasilkan kesepakatan dalam bidang Hukum
Dagang Internasional (UNCITRAL) untuk keperluan privat antarnegara anggota,
tepatnya pada tanggal 20 Desember 1965 ditetapkan resolusi PBB No. 2102 (XX)
yang berisikan "Concideration of Steps to be taken for the progressive
development of Private International Law with a particular view towards
promoting International Trade", dengan maksud untuk mempromosikan
pembangunan hukum perdata internasional secara progresif khususnya dalam dunia
perdagangan Kehadiran resolusi ini sangat berarti oleh sebab pengaruh konflik
hukum di bidang perdagangan yang timbul dari akibat perbedaan sistem hukum
antarnegara dalam dunia perdagangan interinsuler secara global. Mengingat bahwa
komisi pembentukan UNCITRAL (United Nation Commission on International
Trade Law) ini telah ditetapkan sebagai suatu resolusi PBB No. 2205 (XXI) tanggal
17 Desember 1966, dan bertugas mengembangkan dan meningkatkan harmonisasi
progresivitas dalam bidang hukum dagang internasional, (Promoting the
Progressive Harmonization and Unification of the Law of the International
Trade).
Sejalan dengan itu, inisiatif tersebut juga telah diambil oleh Negara Asean
melalui perjanjian bilateral menyangkut tahun 2010 tentang AFTA, hal tersebut
sudah diadopsi dalam bentuk UU No. 7 Tahun 1994 (tentang Establishing the
World Trade Organization) sebagai unifikasi hukum yang menjadi acuan Indonesia
ikut serta menopang perdagangan internasional.
Inisiatif ini juga terjadi di luar keanggotaan resmi PBB, seperti usaha
menyelaraskan hubungan dagang internasional melalui ICC (International
Chamber of Commerce), yang dalam kiprahnya telah menerbitkan juga aturan
penyelarasan penyele-saian sengketa dagang, di samping itu juga diterbitkannya
INCO-TERMS 2000 (International Commercial Terms) yang dikeluarkan terakhir
pada tanggal 1 Januari 2000 merupakan perbaikan dari Incoterms 1936, sebagai
persyaratan dokumen perdagangan internasional. Di samping itu juga yaitu Uniform
Customs and Practice for Documentary Credits (UCP 400, yang kini telah diubah

Dr. HABIB ADJIE,SH,MH

Page - 67 -

MAGISTER ILMU HUKUM- UNNAR SURABAYA

menjadi UCP 500), sebagai petunjuk penggunaan pembayaran kredit dan asuransi
dagang internasional serta kontekstual persyaratan bagi lalu lintas dagang
internasional.
E. ASAS HUKUM KONTRAK.
Pasal 1338 dan Pasal 1320 KUHPerdata merupakan dasar bagi para pihak
untuk membuat perjanjian. Pasal 1338 KUHPerdata dikenal sebagai dasar
hukum dalam kebebasan berkontrak73, artinya para perjanjian dibuat oleh para
pihak akan mengikat para pihak yang membuatnya (pacta sunt servanda) 74.,
dan para pihak yang terikat didalamnya wajib melaksanakan sepenuhnya, kecuali

73

Menurut Peter Mahmud Marzuki, bahwa seseorang


pada
umumnya mempunyai pilihan bebas untuk mengadakan perjanjian. Di dalam azas
ini terkandung suatu pandangan bahwa orang bebas untuk melakukan atau tidak
melakukan perjanjian, bebas dengan siapa ia mengadakan perjanjian, bebas
tentang apa yang diperjanjikan dan bebas untuk menetapkan syarat-syarat
perjanjian. Peter Mahmud Marzuki, Batas Kebebasan, loc. cit, hal. 219.
Meskipun demikian kebebasan berkontrak ada batas-batasnya, yaitu : (1) harus
dilindungi dari korban undue influence, (2) perjanjian yang bertentangan dengan
ketertiban umum (openbareorde), (3) yang bertentangan dengan kebijakan publik
(public policy), Peter Mahmud Marzuki, ibid.
74
Menurut L.J. Van Apeldorn bahwa dalam batas-batas pengertian
tertentu, para pihak yang mengadakan perjanjian dapat dipersamakan posisinya
dengan pembentuk undang-undang (law maker), di mana bila pengertian dari
undang-undang adalah ketentuan yang bersifat umum dan mengikat semua orang
atau warga negara secara keseluruhan. Maka, dengan mengadakan perjanjian,
berarti para pihak tersebut telah membentuk hukum yang secara khusus ataupun
konkret dimaksudkan oleh para pihak dan hanya berlaku dan mengikat para pihak
yang bersepakat tersebut, L.J. Van Apeldorn, op cit., hal. 155 157.

Dr. HABIB ADJIE,SH,MH

Page - 68 -

MAGISTER ILMU HUKUM- UNNAR SURABAYA

disepakati oleh para pihak perjanjian tersebut ditarik atau dicabut75. Suatu perjanjian
tak dapat ditarik kembali secara sepihak, jadi harus ada kesepakatan semua pihak
atau karena menurut pernyataan (aanwijzing) undang-undang cukup beralasan,
karena semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang
bagi mereka yang membuatnya (Pasal 1338 KUHPerdata).
Dalam Hukum Kontrak dikenal asas-asas penting, yaitu :
1. Kebebasan Berkontrak (Freedom on Contract/Party Autonomy)
Asas ini merupakan asas yang universal, artinya dianut oleh hukum
perjanjian di semua negara pada umumnya,76. Bahwa pada dasarnya Kebebasan
Berkontrak bukan berarti bebas tanpa batasan. Apapun yang disebut Kebebasan
senantiasa akan ada batasnya77. Batasan Kebesanan Berkontrak sebenarnya telah
dibatasi oleh ketentuan yang tersebut dalam Pasal 1320 KUHPerdata yang
ditafsirkan secara argumentum a contrario, yaitu :

75

Menurut Moch. Isnaeni, bahwa azas kebebasan berkontrak menjadi


kuda hitam yang sangat diandalkan, padahal kontrak yang sehat, tentunya tidak
melulu berlandas pada satu azas saja. Azas-azas lain mestinya juga harus diberi
peran yang seimbang, misalnya saja azas itikad baik. Azas ini sebenarnya sangat
strategis perannya untuk kelahiran sebuah kontrak yang sehat, mengingat langkah
awal para pihak untuk saling mengikatkan diri, lebih bermula dari niat, dan sudah
tentu yang berlabel baik. Moch. Isnaeni, Hukum Kontrak, Makalah Workshop
Teknik Perancangan & Review Kontrak-kontrak Bisnis, Law Firm Prihandono &
Partners BinaUF Conference, Surabaya, 20 -21 Oktober 2003, hal. 9.
Selanjutnya oleh Moch. Isnaeni dikemukan pula, bahwa azas itikad baik, azas
kebebasan berkontrak dan konsensualisme, saling berjalin satu dengan yang lain
tanpa dapat dielakkan kalau menginginkan lahirnya suatu kontrak yang sehat (fair)
demi terbingkainya aktifitas bisnis dalam hidup keseharian. Moch. Isnaeni,
Jalinan Prinsip-prinsip Hukum Kontrak Dalam Bisnis, Makalah Seminar
Hukum Kontrak, Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Surabaya, 13 Oktober
2004, hal. 7.
76
Sutan Remy Sjahdeini, op cit., hal. 18.
77
Suatu asas tentu ada kekecualiannya. Kebebasan Berkontrak akan
terhenti manakala pada suatu situasi konkret terjadi konflik antara
kepentingan individu dan kepentingan yang lebih tinggi. Perlindungan
terhadap individu dalam menggunakan hak-haknya bergantung pada
hubungan kepentingan antara individu dan masyarakat yang dilindungi oleh
hukum objektif. Timbul pertanyaan, di mana letak batas kebebasan seseorang ?
Batas kebebasan seseorang akan ditentukan dengan memakai ukuran sesuai
norma dan nilai yang diterima serta berkaitan erat dengan factor waktu dan
tempat yang ada pada masyarakat. Lagi pula, batas kebebasan seseorang
bergantung juga pada system yang dianut oleh masyarakat tersebut., Herlien
Budiono, op cit., hal. 127 128..

Dr. HABIB ADJIE,SH,MH

Page - 69 -

MAGISTER ILMU HUKUM- UNNAR SURABAYA

a. Ayat (1) kontrak tidak sah jika tidak adan sepakat konsensus di antara para
pihak, yang berarti kebebasan salah satu pihak untuk menentukan isi suatu
kontrak dibatasi oleh sepakat pihak lainnya.
b. .ayat (2) bahwa kebebasan orang untuk membuat kontrak dibatasi oleh
kecakapannya yang bersangkutan.
c. Ayat (3) bahwa orang tidak bebas untuk membuat perjanjian yang berkaitan
dengan kausa yang dilarang oleh undang-undang, kesusilaan atau bertentangan
dengan ketertiban umum.
d. Ayat (4) - bahwa kebebasan para pihak dalam membuat kontrak tidak dapat
dilaklukan seenaknya atau semaunya tetapi dibatasi oleh itikad baiknya.
Asas kebebasan berkontrak menurut Hukum Perjanjian Indonesia
meliputi ruang lingkup sebagai berikut78:
1) Kebebasan untuk membuat atau tidak membuat perjanjian,
2) Kebebasan untuk memilih pihak dengan siapa ia ingin membuat
perjanjian,
3) Kebebasan untuk menentukan atau memilih causa dari perjanjian yang
akan dibuatnya,
4) Kebebasan untuk menentukan objek perjanjian,
5) Kebebasan untuk menentukan bentuk suatu perjanjian,
6) Kebebasan untuk menerima atau meyimpangi ketentuan undangundang yang bersifat opsional (aanvullend. optional).
2. Konsensualisme,
Bahwa salah satu syarat sahnya Perjanjian, yaitu adanya kata Sepakat
(Pasal 1320 ayat (1) KUHPerdata) dari para pihak yang membuat perjanjian, dan
kesepakatan tidak dilakukan secara formal, misalnya dengan cara-cara tertentu,
tapi sepakat tersebut muncul dari keinginan dari para pihak sendiri. Meskipun
dalam praktek sepakat ini dapat pula dilakukan dengan cara-cara tertentu secara
tertulis79.

78

Sutan Remy Sjahdeini, op cit., hal. 47.


Putusan MA No. 3909 K/Pdt/1994 Tidak adanya kata sepakat
antara Penggugat dan Tergugat, baik atas jumlah hutang dan barang
jaminannya antara lain perjanjian kredit adalah merupakan cacat hukum,
menurut Pasal 1320 BW perjanjian tersebut tidak sah.
79

Dr. HABIB ADJIE,SH,MH

Page - 70 -

MAGISTER ILMU HUKUM- UNNAR SURABAYA

3. Pacta sunt servanda,


Bahwa pada prinsipnya para pihak yang terikat dalam suatu kontrak
wajib tunduk pada komitmen-komitmen yang telah disepakti sejak kontrak dibuat,
ini merupakan makna dari asas pacta sun servanda. Adanya sikap gentlement dan
kejujuran para pihak bahwa kontrak yang dibuat harus dilaksanakan dan dihormati
merupakan makna lebih jauh dari asas tersebut. Oleh karena itu suatu hal yang
sangat beralasan jika sebelum kontrak dibuat dikaji lebih dulu maksud dan tujuan
kontrak tersebut dibuat, artinya bukan sesuatu yang asal dibuat, setidaknya
maksud dan tujuan para pihak telah tertulis dalam kontrak, meskipun maksud dan
tujuan yang tidak tertulis para pihak belum tentu saling mengetahui, maka dalam
hal ini kejujuran hati diperlukan dari para pihak.
4. Itikad baik,
Dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata ditegaskan bahwa perjanjian
harus dilaksanakan dengan itikad baik. Ketika kontrak dibuat oleh para pihak
sudah tentu dengan maksud dan tujuan yang baik pula, sehingga para pihak perlu
saling mengutarakan maksud dan tujuannya secara tersebut secara terbuka,
sehingga para pihak dapat mengukur maksud dan tujuan tersebut, apakah ada
maksud atau tujuan lain yang disembunyikan baik secara substansi ataupun dari
kata atau kalimat.
Itikad baik dalam Hukum Romawi disebut Bona Fides, yang diartikan
sebagai Peraturan (reasonablenes) dan Keadilan (equity). Itikad Baik (goodfaith)
atau Bona Fides di dalam suatu perjanjian mempunyai 3 (tiga) fungsi, yaitu80:
1. sebagai pedoman didalam rangka menafsirkan semua perjanjian.
2. melengkapi suatu perjanjian, yaitu melengkapi hak dan kewajiban para pihak
yang mungkin belum ada ketika para pihak membuat sautu perjanjian.
3. meniadakan atau membatasi pelaksanaan suatu perjanjian. Pelaksanaan suatu
perjanjian haruslah tidak bertentangan dengan kepatutan dan keadilan.
5. Kepribadian,
Para pihak membuat kontrak untuk dirinya sendiri, artinya yang
bersangkutan membuatnya untuk diri sendiri, dan mengikat para pihak yang
membuatnya

bukan untuk kepentingan orang lain (Pasal 1315 dan 1340

80

Arthur S. Hartkamp and Mariane M.M Tillema, Contract Law in


Nederlands, Kluwer Law International, The Haque, London Boston, 1995, hal.
48 49.

Dr. HABIB ADJIE,SH,MH

Page - 71 -

MAGISTER ILMU HUKUM- UNNAR SURABAYA

KUHPerdata), meskipun demikian jika dipersyaratkan atau dengan syarat-syarat


tertentu, dapat kontrak dibuat untuk orang lain (Pasal 1317 KUHPerdata). Secara
limitative kontrak dapat saja dibuat untuk kepentingan pihak-pihak tertentu,
misalnya

untuk diri sendiri, para ahli warisnya atau orang-orang yang

memperoleh hak dari yang bersangkutan (Pasal 1318 KUHPerdata).


Dalam Hukum Kontrak atau Perjanjian dikenal pula asas-asas hukum
Perjanjian yang lain, seperti dikemukakan oleh Achmad Ali81, yaitu :
1.

Asas sistem terbukanya hukum perjanjian, artinya ketentuan-ketentuan


hukum perjanjian yang termuat dalam Buku III BW merupakan kaidah
pelengkap yang boleh tidak diindahkan oleh para pihak yang membuat
perjanjian. Sejauhmana dibolehkan penyimpangan itu, berkaitan dengan asasasas lainnya.

2.

Asas konsensualitas, artinya sejak detik tercapainya consensus antara kedua


pihak, sejak itulah timbulnya suatu perkanjian.

3.

Asas personalitas, artinya tidak seorangpun dapat mengadakan perjanjian,


kecuali untuk dirinya sendiri.

4.

Asas itikad baik (in good faith, tegoedertrouw, de bonne foi). Pengertian
itikad baik ini mempunyai 2 (dua) arti, sebagai berikut :
a. Arti yang objektif, yaitu perjanjian yang dibuat itu harus dilaksanakan
dengan mengindahkan norma-norma

kepatutan dan kesusilaan.

Konsekuensinya, hakim boleh melakukan intervensi terhadap isi


perjanjian yang telah dibuat para pihak yang bersangkutan.
b. Arti yang subjektif, yaitu pengertian itikad baik yang terletak pada sikap
batin seseorang.
5.

Asas pacta sunt servanda, yaitu semua perjanjian yang dibuat secara saha
berlaku sebagai undang-undang bagi yang membuatnya.

81

Ahmad Ali, Menguak Tabir Hukum, Edisi Kedua, Ghalia Indonesia,


Jakarta, 2008. Hal. 189.

Dr. HABIB ADJIE,SH,MH

Page - 72 -

MAGISTER ILMU HUKUM- UNNAR SURABAYA

6.

Asas force majeur atau asas keadaan memaksa, yaitu debitur dibebaskan dari
kewajiban untuk membayar ganti rugi, akibat tidak terlaksananya perjanjian
karena sesuatu sebab yang memaksa. Keadaan memaksa ialah keadaan
dimana debitur memang tidak berbuat berbuat apa-apa terhadap keadaan atau
peristiwa yang timbul diluar dugaan tadi.

7.

Asas exception non adimpleti contractus, yaitu asas pembelaan bagi debitur
untuk dibebaskan dari kewajiban membayar ganti rugi, akibat tidak
dipenuhinya perjanjian dengan alasan kreditur pun lalai. Asas ini terutama
berlaku didalam suatu perjanjian timbale balik.

F. SUMBER HUKUM KONTRAK 82.


1.

Algemene Bepalingen van Wetgeving (AB).

2.

KUHPerdata83..

3.

KUHDagang.

4.

Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli


dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

5.

Undang-undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Kontruksi.


82

-Dalam system Common Law, sumber Hukum Kontrak, dapat terdiri


dari :
1) Keputusan Hakim (Judicial Opinion).
2) Statutory Law.
3) Restatement;
4) Komentar Hukum (Legal Comentary).
-Sumber Hukum Kontrak tidak hanya tersebut sebagaimana di atas, masih banyak
lagi secara tersebar, setidaknya yang mengatur hak dan kewajiban para pihak
untuk perbuatan hukum tertentu.
83
Bahwa meskipun eksistensi Kitab undang-undang Hukum Perdata
untuk bagian-bagian tertentu sudah dinyatakan tidak berlaku lagi karena telah
ada undang-undang lain yang mengaturnya, ataupun ada beberapa pasal yang
dinyatakan tidak berlaku berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung
(SEMA) no. 3/1963, tapi bagian-bagian tertentu masih dapat dipergunakan
sebagai pedoman, meskipun tidak mengikat (dalam SEMA) disebutkan bahwa
BW tidak sebagai undang-undang, melainkan sebagai suatu dokumen yang
hanya menggambarkan suatu kelompok hukum tak tertulis). Dan tentang
SEMA itu sendiri menurut Achmad Ali bahwa "Sekalipun secara hirarki
perundang-undangannya kaum positivis sebuah SEMA tidak mungkin
menghapuskan suatu undang-undang, apalagi kitab undang-undang,
tetapi di dalam kenyataannya SEMA itulah yang diikuti dalam praktek
peradilan", Achmad Ali, Keterpurukan Hukum di Indonesia (Penyebab
dan Solusinya), Ghalia Indonesia, Jakarta, 2002, hal. 25.

Dr. HABIB ADJIE,SH,MH

Page - 73 -

MAGISTER ILMU HUKUM- UNNAR SURABAYA

6.

Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif


Penyelesaian Sengketa.

7.

Undang-undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Perjanjian Internasional.

8.

Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan


Kewajiban Pembayaran Utang.

9.

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

10. Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa


Konstruksi.
11. Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
12. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 16 Tahun 1997 tentang
Waralaba.
Bahwa sumber Hukum Kontrak tidak hanya sebagaimana yang tertulis di
atas, apabila diteliti dan pada perkembangan selanjutnya akan muncul sumber
Hukum Kontrak yang lainnya, yang dikeluarkan dalam bentuk peraturan peraturan
perundang-undangan tertentu yang disesuaikan dengan kebutuhan pada saat itu
(dalam skala nasional maupun secara internasional), dan dalam skala internasional
masih ada aturan hukum yang masih dapat dijadikan rujukan sebagai sumber
Hukum Kontrak, antara lain :
1.

Convention Relating to Civil Procedures, (March 1, 1954) yang berisikan


antara lain: mengatur masalah sistematik pembuktian di luar negeri, yaitu
dengan cara commission regatoire, juga mengenai syarat penyetoran uang
jaminan, ongkos perkara terhadap orang asing (sautio judicatum sovi), bantuan
hukum secara prodeo, dan paksaan badan terhadap orang asing terhadap
perkara-perkara keperdataan, dan yang berkaitan dengan proses berperkara yang
menempatkan orang asing sebagai pihak dalam perkara.

2.

Convention on the Law Applicable to International Sales of Goods, (June 15,


1955) berisikan antara lain: mekanisme hukum yang harus dipakai dalam
transaksi jual beli internasional. Prinsip yang dianut dalam konvensi ini dengan
tetap memperhatikan beberapa pengecualian, adalah sistem hukum dari pihak
negara penjual.

3.

Convention Concerning the Recognition of Legal Personalities of Foreign


Companies, Association and Foundations, (June 1, 1956) yang berisikan
antara lain: pengakuan terhadap badan hukum, badan usaha, perkumpulan dan

Dr. HABIB ADJIE,SH,MH

Page - 74 -

MAGISTER ILMU HUKUM- UNNAR SURABAYA

yayasan asing yang beroperasi di wilayah hukum suatu negara. Prinsip yang
dianut dalam konvensi ini adalah bahwa hukum yang berlaku yaitu hukum
tempat di mana badan usaha itu didirikan (place of incorporation), dan bukan
hukum di tempat mana perusahaan itu berkedudukan (lex rei sitae = redding
place).
4.

Convention on the Jurisdiction of the Sellected Forum in the Cases of


International Sales of Goods, (April 15,1958) yang berisikan antara lain: pilihan
forum hukum dan hakim yang ditentukan sendiri oleh para pihak sehubungan
dengan jual beli internasional yang dilakukan, konvensi ini berkaitan erat dengan
Convention on the Law Governing Transfer of Tittle in International Sales of
Goods (1958) yang mengatur tentang penentuan forum hukum untuk
kepentingan peralihan hak milik atas barang yang dijual, saat beralihnya hak itu
dari penjual kepada pembeli.

5.

Convention Abolishing the Requirements of Legalization for Foreign Public


Documents, (October 5, 1961) yang berisikan antara lain: mengatur tentang
prosedur penghapusan syarat legalisasi dokumen yang telah dibuat di luar negeri
yang hendak diper-gunakan dalam suatu perkara yang sedang berlangsung di
muka pengadilan negara lain. Menurut konvensi ini model sertifikat yang sudah
pernah dikeluarkan atau yang masih dipegang oleh pemegangnya sudah cukup
untuk dijadikan alat bukti, tanpa perlu memohon autentiknya dari pihak lembaga yang mengeluarkannya.

6.

Convention on Testamentary Disposition, (October 5, 1961) yang berisikan


antara lain: tentang bentuk formal suatu testament yang dibuat di luar negeri.
Konvensi ini mengutamakan prinsip favour testaments.

7.

Convention on the Service Abroad of Judicial and Extra-judicial Documents


in Civil or Commercial Matters, (November 15, 1965) yang berisikan antara
lain: mempermudah cara penyampaian pemanggilan dan pemberitahuan resmi
dalam perkara-perkara perdata yang diselesaikan di luar negeri, bagi warga
negara asing yang bukan warga negara dari tempat penerbit surat pemanggilan.

8.

Convention on the Choice of Court, (November 15, 1965) yang berisikan


antara lain: pengakuan prinsip kebebasan para pihak memilih forum pengadilan,
hukum, hakim, untuk menyele-saikan sengketa-sengketa yang timbul dari
kontrak perjanjian yang disepakati oleh para pihak.

9.

Convention on Recognition and Execution of Foreign Judgement in Civil

Dr. HABIB ADJIE,SH,MH

Page - 75 -

MAGISTER ILMU HUKUM- UNNAR SURABAYA

and Commercial Matters, (1966) yang berisikan antara lain: mengatur tentang
pengakuan dan pelaksanaan keputusan dalam perkara perdata dagang yang
diucapkan oleh hakim pengadilan luar negeri pada forum hukum di luar negeri.
10. Convention on the Taking of Evidence Abroad in Civil or Commercial
Matters, (1968) yang berisikan antara lain: untuk memudah-kan pemanggilan
dan mendengarkan kesaksian para saksi yang berada di luar negeri,
memudahkan pengambilan bukti-bukti yang ada di luar negeri, untuk
kepentingan proses peradilan perkara perdata dagang yang berlangsung dalam
suatu negara. Hal ini dimungkinkan karena terdapat keharusan kerja sama yang
demikian di antara negara-negara anggota konvensi.
11. Convention on the Law Applicable to Traffic Accident, (1968) yang berisikan
antara lain: mengatur tentang hukum yang berlaku terhadap tanggung jawab
sipil yang bersifat nonkontraktual yang diakibatkan oleh kecelakaan perjalanan,
di mana pun kejadian itu diadili. Prinsip yang dianut dalam konvensi ini adalah
hukum ditempat mana yang diberlakukan yaitu hukum perdata internasional
internal di negara mana pun tempat kecelakaan itu terjadi84.
12. United Nations Convention on Contract for the International Sale of Goods
(17 April 1980), yang berisi penetapan keseragaman pengaturan yang mengatur
berbagai

kontrak

untuk

penjualan

barang-barang

internasional

yang

memperhitungkan perbedaan sosial, ekonomi, dan sistem hukum.

84

H.F. Abraham Amos, op cit, hal. 159 163.

Dr. HABIB ADJIE,SH,MH

Page - 76 -

MAGISTER ILMU HUKUM- UNNAR SURABAYA

G. JENIS-JENIS KONTRAK.
Jenis-jenis Kontrak dapat

dilihat/ditinjau dari

berbagai segi, antara

lain :
1.

Berdasarkan sumber hukumnya.


Kontrak seperti didasarkan pada sumber/tempat (aturan hukum/peraturan

perundang-undangan) kontrak ditemukan, antara lain85 :


a.

Perjanjian yang bersumber dari hukum keluarga, contoh dari Hukum


Perkawinan.

b.

Perjanjian yang bersumber dari kebendaan, yaitu berhubungan dengan


peralihan hukum benda, misalnya peralihan hak.

c.

Perjanjian oligatoir, yaitu perjanjian nyang menimbulkan kewajiban.

d.

Perjanjian yang bersumber dari hukum acara (bewijsovereenkomst).

e.

Perjanjiannyang

bersumber

dari

hukum

public

(publieckrechtelijke

overeenkomst).
2.

Menurut namanya.
Dalam Pasal 1319 BW membedakan Kontrak Bernama (artinya nama kontrak

oleh undang-undang sudah diberi nama disebut juga Kontrak Nominat), jika mengikuti
nama kontrak yang sudah ditentukan tersebut, maka ketentuan yang mengatur kontrak
tersebut harus diperhatikan. Kontrak Bernama terbatas jumlahnya sebagaimana yang
ditentukan dalam titel I, II, III, IV dan V sampai dengan titel XVIII BW, yaitu (1). Jual
beli, (2). Tukar-menukar, (3). Sewa-menyewa, (4). Perjanjian melakukan pekerjaan,
(5). Persekutuan perdata, (6). Badan hukum. (7). Hibah. (8). Penitipan barang. (9).
Pinjam pakai, (10). Pinjam-meminjam, (11). Pemberian kuasa. (12). Bunga tetap
(abadi), (13). Perjanjian untung-untungan. (14). Penanggungan utang, (15).
Perdamaian. Dan Kontrak Tidak Bernama (artinya undang-undang tidak memberikan
nama tertentu), tapi namanya diserahkan kepada praktek, misalnya anjak piutang,
waralaba. Kontrak Tidak Bernama ini sangat banyak jumlahnya (tidak terbatas) dan dapat
kita tentukan sendirinya sesuai dengan substansi Kontrak.
Adanya istilah Perjanjian Bernama atau Perjanjian Tertentu atau Perjanjian
Khusus, pada saat KUHPerdata dibuat, hanya perjanjian seperti itu yang dikenal dalam
masyarakat. Sesuai dengan perkembangan jaman, maka masyarakat dapat menciptakan
perjanjian lainnya, sehingga yang menjadi patokan untuk selanjutnya yaitu azas-azas
85

Sudikno Mertokusumo dalam Salim, H.S. op cit, hal. 27.

Dr. HABIB ADJIE,SH,MH

Page - 77 -

MAGISTER ILMU HUKUM- UNNAR SURABAYA

kontrak .
3.

Menurut bentuknya.
Kontrak

menurut

bentuknya86

dapat

dibagi

(dua),

yaitu

Lisan/kesepakatan para pihak (pasal 1320 KUHPerdata), dan Tertulis. Kontrak


tertulis ada yang dibuat dibawah tangan (dibuat oleh para pihak sendiri), dan ada
yang dibuat dengan akta Notaris atau PPAT. Akta yang dibuat dibawah tangan
dapat didaftarkan (waarkmerking) oleh Notaris dan ada yang dilegalisasi oleh
Notaris.
4.

Timbal balik.
Kontrak timbal balik yaitu menimbulkan hak dan kewajiban para pihak.

Kontrak seperti ini ada 2 (dua) macam, yaitu Kontrak timbal balik sempurna,
artinya adanya keseimbangan prestasi yang dilakukan oleh para pihak. Dan
Kontrak sepihak yang menimbulkan kewajiban untuk salah satu pihak saja,
misalnya Kontrak pinjam-mengganti.
5.

Perjanjian Cuma-cuma/ dengan alas hak yang membebani.


Perjanjian Cuma-Cuma merupakan perjanjian yang menimbulkan

keuntungan untuk salah satu pihak saja, misalnya pinjam pakai. Dan Perjaninan
dengan alas hak yang membebani yaitu ada prestasi dari masing-masing pihak,
artinya jika satu pihak melakukan suatu perbuatan hukum, maka pihak yang
lainnya melakukan perbuatan hukum yang telah disepakati bersama.
6.

Berdasarkan sifatnya.
Perjanjian seperti inmi didasarkan pada hak kebendaan dan kewajiban

yang ditimbulkan atau yang muncul dari perjanjian tersebut. Perjanjian seperti ini
86

Berdasarkan bentuknya, Kontrak dapat diklasifikasikan sebagai


berikut :
1. Bilateral Contract A promise for a promise,
2. Unilateral Contract A promise for an act.
3. Express Contract A contract expressed in oral or written words.
4. Implied in fact contract A contract implied from the conduct of the
parties.
5. Quasi Contract A contract implied by law to prevent unjust enrichment
and unjust detriment.
6. Formal Contract A contract that requires a special form or method for
creation.
7. Informal Contract A contract thar requires no special form or method for
creation.
(Henry R. Cheeseman, op cit., hal. 211).

Dr. HABIB ADJIE,SH,MH

Page - 78 -

MAGISTER ILMU HUKUM- UNNAR SURABAYA

ada yang disebut Perjanjian Kebendaan yaitu suatu perjanjian nyang ditimbulkan
dari hak kebendaan, contohnya perjanjian pembebanan jaminan, dan ada pula
Perjanjian Obligatoir merupakan perjanjian yang menimbulkan kewajiban dari
para pihak.
Dalam kaitan perjanjian berdasarkan sifatnya dikenal pula Perjanjian
Acessoir atau Ikutan, perjanjian seperti ini akan ada jika ada Perjanjian Pokoknya,
misalnya Perjanjian Pokoknya Pinjam-meminjam Uang, maka yang menjadi
Perjanjian Acessoirnya adalah barang/benda jaminan milik debitur (dengan Hak
Tanggungan untuk jaminan berupa tanah dan Fidusia untuk jaminan selain tanah).
7.

Substansinya yang dilarang.


Bahwa perjanjian seperti ini yang dilarang adalah materi substansinya

berdasarkan undang-undang, contoh dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999


tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
H. SYARAT SAHNYA KONTRAK.
Substansi Pasal 1320 KUHPerdata tersebut mengenai sahnya
perjanjian. Menurut

Pasal

1320 KUHPerdata ada 4 (empat) syarat yang

harus dipenuhi untuk sahnya (valid) suatu perjanjian87, yaitu :


1. adanya kesepakatan88 bebas dari para pihak yang berjanji, atau tanpa tekanan
dan intervensi dari pihak manapun, tapi semata-mata keinginan para pihak
yang berjanji.
87

Dalam sistem Common Law, bahwa persyaratan sahnya suatu Kontrak


sebagai berikut :
1. Harus ada offer.
2. Terhadap offer harus ada acceptance;
3. Pihak yang berkontrak harus mempunyai capacity;
4. Harus ada Consideration (prestasi timbale balik);
5. Lawful Causes.
6. Harus ada intention to create legal relation.
88
Masalah kata Sepakat
ini, sangat
menarik untuk dikaji jika
dikaitkan dengan kemajuan Teknologi Informasi (TI). Sekarang ini suatu
transaksi dapat dilakukan via internet atau perundingan dengan teleconfrence,
bahkan penandatanganan perjanjian dapat dilakukan secara digital dan para
pihak tidak pernah secara fisik. Sehingga dalam hal ini untuk segera dibuat
peraturan perundang-undangan yang mengatur hal tersebut. Meskipun
selama ini Sepakat atau Persetujuan ini dapat dilihat dari Teori Ucapan, Teori
Pengiriman, Teori Diketahuinya Penawaran Disetujui, Teori Penerimaan, Teori
Sepatutnya Offerte Disetujui, tapi sesuai dengan perkembangan zaman maka
Teori Sepakat ini harus diberikan tafsir baru.

Dr. HABIB ADJIE,SH,MH

Page - 79 -

MAGISTER ILMU HUKUM- UNNAR SURABAYA

Pasal 1321 KUHPerdata menegaskan, apabila dapat dibuktikan bahwa


kontrak ternyata

disepakati dibawah paksaan atau ancaman yang

menimbulkan ketakutan orang yang diancam sehingga orang tidak


mempunyai pilihan lain, selain menandatangani kontrak tersebut, maka
kontrak tersebut dapat dibatalkan. Menurut Subekti digambarkan sebagai
paksaan terhadap rohani ataupun paksaan terhadap jiwa (physyc) berwujud
ancaman yang berbentuk perbuatan melawan hukum, misalnya dalam bentuk
kekerasan yang menimbulkan suatu ketakutan89.
Berkaitan dengan kesepakatan ini dalam praktek dikenal doktrin
Penyalahgunaan
dipergunakan

Keadaan
melalui

(Undue

kedudukan

Influence),
seseorang

doktrin
dari

ini

dapat

posisinya

yang

memungkinkan untuk melakukan penekanan kepada pihak lainnya, misalnya


dalam jabatannya (baik pemerintahan atau politik atau dalam masyarakat),
secara ekonomis, dalam keadaan seperti ini, pihak yang lainnya tidak
mempunyai kemampuan untuk menghindarinya selaian menerima kontrak
yang diberikan kepadanya untuk disepakati. Dengan kata lain dalam doktrin
seperti ini tidak ada kekerasan fisik atau ancaman, tapi lebih menitikberatkan
kepada keadaan (situasi dan lingkungan) salah satu subjek dalam kontrak
yang bersangkutan.
Doktrin Penyalahgunaan Keadaan disebut juga Unconscinability atau
misbruik van omstandigheden90. Dalam Common Law ada 3 (tiga) tolok
ukur untuk diklasifikasikan telah terjadinya Unconscinability91, yaitu :
a) Para pihak yang berkontrak berada dalam posisi yang sangat tidak
seimbang

dalam

upaya

untuk

menegosiasikan

penawaran

dan

penerimnaan.
b) Pihak yang lebih kuat tersebut secara tidak rasional menggunakan posisi
89

Subekti, op cit., hal. 23.


Doktrin misbruik van omstandigheden telah pula diakui oleh
Mahkamah Agung Republik Indonesia dengan putusan nomor 3431 K/Pdt/1984,
dan nomor 1904 K/Sip/1982, tanggal 28 Januari 1984 tentang penerapan bunga
10% perbulannya oleh kreditur terhadap debitur yang dinyatakan melanggar azas
kepatutan dan keadilan. Lihat H.P. Pangabean, Penyalahgunaan Keadaan
Sebagai Alasan (Baru) Untuk Pembatalan Perjanjian, Liberty, Yogyakarta,
2001.
91
Hendry R. Cheeseman dalam Ricardo Simanjuntak, op cit., hal. 160
161.
90

Dr. HABIB ADJIE,SH,MH

Page - 80 -

MAGISTER ILMU HUKUM- UNNAR SURABAYA

kekuatan yang sangat mendominasi tersebut untuk menciptakan suatu


kontrak yang didasarkan pada tekanan dan tidakseimbangan dari hak dan
kewajiban.
c) Pihak yang kedudukannya lebih lemah tersebut tidak mempunyai pilihan
lain selain menyetujui kontrak tersebut.
Adanya Penipuan merupakan alasan lain untuk membatalkan perjanjian,
hal ini sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1328 KUHPerdata, bahwa
penipuan merupakan suatu alasan untuk pembatalan perjanjian, apabila ada
tipu muslihat, yang dipakai oleh salah satu pihak, adalah sedemikian rupa
hingga terang dan nyata bahwa pihak yang lain tidak telah membuat
perikatan itu jika dilakukan tipu muslihat tersebut. Penipuan ini dilakukan
baik dengan serangkaian kata-kata atau kalimat yang menyesatkan ataupun
pemberian yang tidak benar oleh salah satu pihak yang berkaitan dengan
substansi kontrak, dan salah satu pihak kemudian tergerak untuk menyetujui
kontrak tersebut. Penipuan semacam ini harus dapat dibuktikan oleh salah
satu pihak, sebagai sebuah kerugian yang nyata.
2. adanya kecakapan untuk melakukan tindakan dari pihak yang berjanji.
Kecakapan melakukan suatu tindakan hukum oleh para pihak dalam
kontrak yang akan menimbulkan akibat hukum tertentu jika tidak memenuhi
syarat yang sudah ditentukan. Dalam kaitan ini berkaitan dengan Subjek Hukum
yang akan bertindak dalam Kontrak tersebut.
Subjek hukum adalah penyandang hak dan kewajiban, yang terdiri dari
manusia (personal entity) dan badan hukum (legal entity/corporate entity).
Subjek dari suatu kontrak adalah pihak yang bertindak dan bertanggungjawab
atas kontrak yang bersangkutan.
a. Subjek Hukum - Manusia (personal entity).
Mengenai batas usia dewasa bertindak dalam hukum (secara umum)
sampai dengan saat ini belum ada dalam hukum positif Indonesia,
batasan usia memang ada untuk tindakan hukum tertentu saja. Hal
tersebut masih tetap menjadi masalah karena undang-undang yang ada
(hukum positif) tidak menyebutkan dengan tegas batas umur dewasa
tersebut. Sehingga untuk maksud dan tujuan tertentu hampir tiap
peraturan perundang-undangan yang ada akan memberikan batas
tersendiri batas umur mulai dewasa tersebut.

Dr. HABIB ADJIE,SH,MH

Page - 81 -

MAGISTER ILMU HUKUM- UNNAR SURABAYA

Dalam praktek Notaris (ataupun Pejabat Pembuat Akta Tanah/PPAT)


melihat batas umur seseorang dikatakan dewasa didasarkan kepada
Pasal 330 KUHPerdata, contohnya jika yang menghadap (kepada
Notaris/PPAT) untuk melakukan perbuatan hukum tertentu untuk/atas
dirinya sendiri atau untuk pihak/orang lain, maka kepada yang
bersangkutan akan diterapkan batas dewasa 21 tahun.
Dapat memahami, kenapa di antara para Notaris/PPAT ada yang
bersikap seperti itu. Setidaknya ada satu alasan kenapa hal seperti itu
dilakukan. Yaitu, sebagai salah satu bentuk kehati-hatian ketika
Notaris/PPAT dalam menjalankan jabatannya. Karena ketentuan
dewasa sampai saat ini tidak jelas dalam berbagai peraturan perundangundangan, sehingga daripada menimbulkan akibat hukum di kemudian
hari, maka para Notaris/PPAT, mengambil keputusan batasan umur
dewasa yaitu 21 tahun. Dan sudah tentu batas dewasa 21 tahun, ini
merujuk kepada Pasal 330 BW tersebut di atas.
Padahal kalau dikaji lebih jauh lagi batasan usia dewasa 21 tahun
tersebut berasal dari Pasal 330 KUHPerdata, sebenarnya pasal tersebut
tidak mengatur batas usia dewasa, tapi mengatur kebelumdewasaan,
disebutkan belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur
genap 21 (dua puluh satu) tahun dan tidak lebih dahulu telah kawin.
Dalam hal ini KUHPerdata telah mengatur segala akibat hukum dari
kebelumdewasaan tersebut.
Sebenarnya jika mau konsisten, penentuan batas umur dewasa tersebut,
harus didasarkan kepada golongan penduduk Indonesia dan hukum apa
yang berlaku bagi mereka (hal ini mengingatkan Pasal 131 IS dan 163
IS), sehingga dengan demikian (jika kita mau konsisten lagi) jika yang
datang menghadap kepada Notaris/PPAT adalah mereka yang tunduk
pada Hukum Adat maka pergunakanlah batas umur dewasa menurut
Hukum Adat, begitu juga jika mereka yang datang menghadap adalah
mereka yang tunduk kepada KUHPerdata, maka pergunakanlah batas
umur dewasa menurut KUHPerdata. Tapi apakah tepat menurut hukum,
jika Notaris/PPAT bertindak diskriminasi seperti itu ?.

Dr. HABIB ADJIE,SH,MH

Page - 82 -

MAGISTER ILMU HUKUM- UNNAR SURABAYA

Adanya pluralitas batas umur dewasa tersebut sampai sekarang masih


saja ada, padahal sebenarnya hal tersebut sudah harus diakhiri atau
diselesaikan. Sudah tentu caranya tidak harus selalu dengan bentuk
peraturan perundang-undangan, tapi juga dapat dilakukan oleh para
(seluruh) Notaris/PPAT dilakukan secara konsisten (ajeg), bahwa
mereka yang (mulai) berusia tertentu, misalnya 18 tahun, dapat
bertindak (cakap/berwenang) dalam hukum secara penuh.
Jika para Notaris/PPAT konsisten melakukannya dalam penentuan
umur dewasa tersebut, sudah tentu ke konsisten an tersebut
merupakan bentuk penemuan hukum92 oleh para Notaris/PPAT dan di
sisi yang lain merupakan kontribusi Notaris/PPAT

dalam

pembentukan hukum secara umum (terutama hukum keluarga) dan


menghilangkan diskriminasi dalam penerapan hukum.
Berdasarkan peraturan perundang-undangan yang sering dijadikan
rujukan untuk menentukan batasan dewasa (secara hukum), yaitu
Undang-undang nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, ditemukan
tiga kriteria usia sebagaimana biasanya ditemukan dalam bidang
Hukum Keluarga. Ketiga macam usia itu adalah :
1. Usia syarat kawin, yaitu pria 19 (sembilan belas) tahun dan wanita
16 (enam belas) tahun pasal 7 (1).
2. Usia izin kawin, mereka yang akan menikah di bawah usia 21 (dua
puluh satu) tahun, harus ada izin kawin pasal 6 (2).
3. Usia dewasa, yaitu 18 (delapan belas) tahun atau telah kawin (lihat
Pasal 47 (1), (2) dan Pasal 50 (1), (2).
Adanya tiga kriteria usia ini sama juga halnya dalam ketentuan Hukum
Keluarga KUHPerdata. Di dalam Buku I Bab tentang Hukum Keluarga
KUHPerdata, dapat ditemukan tiga kriteria usia :
1. Usia syarat kawin, yaitu bagi pria 18 (delapan belas) tahun dan bagi
wanita 15 (lima belas) tahun pasal 29 KUHPerdata.

92

Untuk lebih jelasnya lihat Sudikno Mertokusumo, Penemuan Hukum


(Suatu Pengantar), Liberty, Yogyakarta, 1988, hal. 136-159.

Dr. HABIB ADJIE,SH,MH

Page - 83 -

MAGISTER ILMU HUKUM- UNNAR SURABAYA

2. Usia izin kawin, bagi mereka yang akan menikah yang belum
berusia 30 (tiga puluh ) tahun diperlukan izin kawin pasal 42 (1)
KUHPerdata.
3. Usia dewasa, yaitu 21 (dua puluh satu) tahun atau telah kawin pasal
330 KUHPerdata.
Ketentuan seperti tersebut di atas dapat dikaitkan dan melihat
perkembangan terakhir (trend secara global) mengenai batas umur
dewasa, sebagai perbandingan di bawah ini kita mencoba untuk
mengkaji kembali beberapa ketentuan (secara internasional) yang
mengatur batas umur mulai dewasa tersebut.
Dalam konvensi mengenai hak anak-anak yang diprakarsai oleh
Perserikatan Bangsa-bangsa, telah secara tegas menyatakan bahwa93 :
For the purpose of the present Convention, a child means every
humanbeing below the age 18 years, under the law applicable to the
child. Majority is attained earlier (yang dimaksud anak dalam
konvensi ini adalah setiap orang yang berusaha di bawah 18 (delapan
belas) tahun, kecuali berdasarkan undang-undang yang berlaku bagi
anak ditentukan bahwa usia dewasa dicapai lebih awal).
Kemudian menurut SMR-JJ94, menegaskan bahwa :
Juvenile is a child or young person who under the respective legal
system. May be dealt with for ab offence in a menner which is
different from an adult (Anak-anak adalah seorang anak atau remaja
yang menurut sistem hukum masing-masing dapat diperlakukan
sebagai pelaku suatu pelanggaran dengan cara yang berbeda dari
seorang dewasa).
Uraian singkat di atas memberikan gambaran kepada kita bahwa dalam
konvensi yang diselengarakan oleh PBB bahwa batas usia mulai dewasa
adalah 18 tahun95.

93

Lihat United Nations Childrens Fund, Convention On The Rights of


the Child, Resolusi PBB, nomor 44/25, 20 November 1989.
94
SMR-JJ (Beijing Rules), Scope of the Rules and definition used, 1986.
95
Dalam Penentuan usia dewasa tersebut, sebenarnya Mahkamah Agung
(yang didasarkan dalam lingkungan Hukum Adat) telah tetap mengambil usia 15
tahun sebagai batas dewasa (lihat putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia,
tanggal 1 Juni 1955, nomor : 53 K/Sip./1952).

Dr. HABIB ADJIE,SH,MH

Page - 84 -

MAGISTER ILMU HUKUM- UNNAR SURABAYA

Bahwa Kedewasaan secara yuridis selalu mengandung pengertian


tentang adanya kewenangan seseorang untuk melakukan perbuatan
hukum sendiri tanpa adanya bantuan pihak lain, apakah ia, orang tua si
anak atau wali si anak. Jadi seseorang adalah dewasa apabila orang itu
diakui oleh hukum untuk melakukan perbuatan hukum sendiri, dengan
tanggung jawab sendiri atas apa yang ia lakukan jelas disini terdapatnya
kewenangan seseorang untuk secara sendiri melakukan suatu perbuatan
hukum96.
Unsur dari kedewasaan, antara lain97 :
1. Indikator utama untuk menentukan kedewasaaan secara hukum
adalah adanya kewenangan pada seseorang untuk melakukan
perbuatan hukum sendiri, tanpa bantuan orang tua ataupun wali.
2. Seseorang yang telah dewasa dapat dibebani tanggung jawab atas
segala perbuatan hukum yang dilakukannya.
3. Batasan usia tersebut harus merupakan pengaturan bagi perbuatan
hukum secara umum, bukan untuk perbuatan hukum tertentu saja.
Berdasarkan uraian di atas, dan pandangan secara umum dalam
masyarakat sebagai hukum yang hidup, sangat beralasan batasan usia
bertindak dalam hukum secara umum, yaitu 18 (delapan belas) tahun
saja atau telah/pernah menikah sebelum mencapai umur tersebut98.
Ketika Subjek Hukum Manusia tersebut bertindak, maka harus
diperhatikan kedudukannya, yaitu :
1. untuk diri sendiri;
2. selaku kuasa;
3. selaku orang tua yang menjalankan kekuasaan orang tua untuk
anaknya yang belum dewasa;
4. selaku wali;
5. selaku pengampu;
96

Djuhaendah Hasan, Masalah Kedewasaan Dalam Hukum Indonesia,


Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Bandung, hal. 7.
97
Djuhaendah Hasan, ibid, hal. 19.
98
Putusan MA No. 477 K/Sip/1976.- Dengan berlakunya Undangundang No. 1 Tahun 1974, maka berdasarkan Pasal 50 UU tersebut batas
umur seseorang yang berada dibawah kekuasan perwalian adalah 18
tahun bukan 21 tahun.

Dr. HABIB ADJIE,SH,MH

Page - 85 -

MAGISTER ILMU HUKUM- UNNAR SURABAYA

6. curator (kepailitan);
7. dalam jabatannya.
b. Subjek Hukum Badan Hukum99 Perdata (legal entity/corporate entity).
Institusi yang berbadan hukum perdata dalam Hukum Indonesia, antara lain :
1. Perseroan Terbatas (Pasal Undang-undang No. 40/2007)
2. Yayasan (Pasal 1 angka 1 Undang-undang No. 16/2001)
3. Koperasi (Undang-undang No. 25/1999).
4. Perkumpulan. (Staatsblad 1870 No.64 tentang Perkumpulan Berbadan
Hukum, Staatsblad 1937 no. 573,. Staatsblad 1938 no. 276. pasal 1653
1665 KUHPerdata).
c. Subjek Hukum Badan Hukum Publik.
Dalam keadaan tertentu bahwa lembaga pemerintahan sebagai badan hukum
publik

dapat

terlibat

dalam/untuk

membuat

kontrak,

misalnya

Gubernur/Walikota/Bupati yang sesuai dengan kewenangan masingmasing100.


3. adanya objek yang tertentu (clear and definite) yang diperjanjikan.
Prestasi merupakan pokok/objek perjanjian. Sebagaimana yang disebutkan
dalam Pasal 1234 KUHPerdata. Menurut Pasal 1332101 dan 1334 KUHPerdata,
hanya barang-barang yang dapat diperdagangkan saja dapat menjadi pokok
99

-Menurut ketentuan Pasal 3 ayat (1) Undang-undang No. 2/2008


tentang Partai Politik (Parpol) bahwa Parpol sebagai Badan Hukum.
- Kedudukan Badan Hukum bagi Parpol tersebut berbeda dengan karakter dengan
Badan Hukum lainnya sebagaimana tersebut di atas, misalnya tidak turut serta
dalam kepemilikan sebidang tanah.
100
Jika Badan Hukum Publik (melalui pejabatnya) turut serta dalam
perbuatan Hukum Perdata, maka tindakan tersebut tindakan menurut Hukum
Perdata yang bukan termasuk Keputusan Badan Tata Usaha Negara. (lihat Pasal 2
huruf a Undang-undang No.5/1986 juncto Undang-undang No. 9/2004).
101
-Putusan MA No. 224 K/Sip/1973 Berdasarkan Pasal 1322 BW
kekhilafan tidak mengakibatkan batalnya perjanjian kecuali apabila kekhilafan
itu mengenai hakekat barang barang-barang yang menjadi pokok perkanjian.
Kekhilafan mengenai diri seorang dengan siapa diadakan suatu perjanjian juga
tidak menjadi sebab batalnya suatu perjanjian, kecuali apabila perjanjian yang
bersangkutan khusus diadakan mengikat diri orang tertentu itu.
-Putusan MA No. 3191 K/Pdt/1984. - Bahwa dengan tidak dipenuhinya janji
Tergugat Asal untuk mengawini Penggugat Asal, Tergugat Asal telah
melanggar norma kesusilaan dan kepatutan dalam masyarakat, serta
perbuatan Tergugat Asal tersebut merupakan suatu perbuatan melawan
hukum sehingga menimbulkan kerugian terhadap diri Penggugat Asal, maka
Tergugat Asal wajib mem-bayar kerugian.

Dr. HABIB ADJIE,SH,MH

Page - 86 -

MAGISTER ILMU HUKUM- UNNAR SURABAYA

perjanjian, tak perduli apakah barang-barang itu sudah ada atau yang baru
akan ada kelak). Ragaan Prestasi 102:
PRESTASI

BERBUAT SESUATU

MEMBERIKAN
SESUATU

TIDAK BERBUAT
SESUATU

TIDAK DILAKUKAN/TERLAMBAT
DILAKUKAN/TIDAK SEMPURNA
DILAKUKAN

WANPRESTASI

Prestasi103 tersebut hanya mengikat pihak-pihak yang tersebut dalam kontrak,


ktentuan ini sebagaimana tersebut dalam Pasal 1340 KUHPerdata, yaitu :
Suatu perjanjian hanya berlaku antara para pihak yang membuatnya.
Suatu perjanjian tidak dapat membawa rugi kepada pihak-pihak ketiga,
tak dapat pihak-pihak ketiga mendapat manfaat karenanya, selain dalam
hal yang diatur dalam Pasal 1317 104.

102

Ricardo Simanjuntak, op cit., hal. 117.


Putusan MA No. 186 K/Sip/1959 - Apabila dalam perjanjian
ditentukan dengan tegas kapan pihak yang bersangkutan harus melaksanakan
sesuatu dan setelah lampau waktu yang ditentukan ia belum juga
melaksanakannya, ia menurut hukum belum dapat dikatakan alpa memenuhi
kewajiban perjanjian selarna hal tersebut belum dinyatakan kepadanya secara
tertulis oleh pihak lawan
104
Pasal 1317 KUHPerdata - Lagi pula diperbolehkan juga untuk
meminta ditetapkannya suatu janji guna kepentingan seorang pihak ketiga,
apabila suatu penetapan janji yang dibuat oleh seorang untuk dirinya sendiri,
atau suatu pemberian yang dilakukannya kepada orang lain, memuat janji
seperti itu.
103

Dr. HABIB ADJIE,SH,MH

Page - 87 -

MAGISTER ILMU HUKUM- UNNAR SURABAYA

4. Substansi perjanjian

adalah

sesuatu

yang diperbolehkan, baik menurut

undang-undang, kebiasaan, kepatutan, kesusilaan dan ketertiban umum


yang berlaku pada saat perjanjian dibuat dan ketika akan dilaksanakan105.
Pasal 1320 BW yang mengatur tentang syarat sahnya perjanjian, ada syarat
subjektif yaitu syarat yang berkaitan dengan subjek

yang mengadakan atau

membuat perjanjian, yang terdiri dari kata sepakat dan cakap bertindak untuk
melakukan suatu perbuatan hukum, dan syarat objektif yaitu syarat yang berkaitan
dengan

perjanjian

perbuatan

itu

sendiri atau

berkaitan dengan objek yang dijadikan

hukum oleh para pihak, yang terdiri dari suatu hal tertentu dan sebab

yang tidak dilarang106.

105

-Putusan MA No. 144 K/Sip/1958.- Perjanjian jual beli tidak sah


karena kausanya / tujuan bersama yang hendak dicapai melalui perjanjian
tersebut yaitu pengoperan hak milik atas tanah dari orang pribumi kepada
seorang Timur Asing (Tiong Hoa) adalah terlarang.
-Putusan MA No. 147 K/Sip/1979.- Perjanjian jual beli dibatalkan karena
mengandung suatu sebab yang terlarang oleh undang-undang yaitu ingin
menyelundupi ketentuan larangan yang tersebut dalam Pasal 9 Jo. Pasal 21 UUPA.
-Putusan MA No. 80 K/ Sip/1971.- Perjanjian yang dibuat karena causa yang
tidak diperkenankan (ongeoorloofde oorzak) adalah tidak sah (i.c perjanjian balik
nama keagenan Pertamina antara Tergugat dan Penggugat).
106
Suatu persetujuan tanpa sebab, atau yang telah dibuat karena sesuatu
sebab yang palsu atau terlarang, maka persetujuan tersebut tidak mempunyai
kekuatan (Pasal 1335 BW). Jika tidak dinyatakan suatu sebab, tetapi ada sebab
yang halal (tidak dilarang), ataupun jika ada suatu sebab lain, daripada yang
dinyatakan, maka persetujuan tetap sah (Pasal 1336 BW).

Dr. HABIB ADJIE,SH,MH

Page - 88 -

MAGISTER ILMU HUKUM- UNNAR SURABAYA

Dalam hukum perjanjian ada akibat hukum tertentu jika syarat subjektif
dan syarat objektif tidak dipenuhi107. Jika syarat subjektif tidak terpenuhi, maka
perjanjian dapat dibatalkan (vernietigbaar) sepanjang ada permintaan oleh orangorang tertentu atau yang berkpentingan108. Syarat subjektif ini senantiasa
dibayangi ancaman untuk dibatalkan oleh para pihak yang berkepentingan dari
orang tua, wali atau pengampu. Agar ancaman seperti itu tidak terjadi, maka dapat
dimintakan penegasan dari mereka yang berkepentingan, bahwa perjanjian
tersebut akan tetap berlaku dan mengikat para pihak. Jika syarat objektif tidak
dipenuhi, maka perjanjian batal demi hukum (nietig), tanpa perlu ada permintan
dari para pihak, dengan demikian perjanjian dianggap tidak pernah ada dan tidak
107

Sebagai bahan perbandingan yang berkaitan dengan hal tersebut di


atas, menurut Common Law dikenal istilah :
a. A valid contract is one that meets all of the essential elements to establish
a contract. In other words, it must (1) consist of an agreement between the
parties, (2) be supported by legally sufficient consideration, (3) be between
parties concractual capacity, and (4) accomplish a lawful object. Valid
contract are enforceable by at least on of the parties.
b. A void contract is one that has no legal effect. It is a if no contract had
ever been created. For example, a contract to commit a crime is void. If
contract void, neither party is obligated to perform and neither party can
enforce the contract.
c. A voidable contract is one where at least one party has the option to void
or her obligation. If the contract is voided, both parties are released from
their obligation under contract. If the party with option chooses to ratify the
contract, both parties must fully perform their obligations. With certain,
contract may be voided by minors, insane persons, intoxicated, persons
acting under dures, under influence, or fraud, and cases involving mutual
mistake.
d. An unenforceable contract is one where is some legal defence to the
enforcement of the contract. For example, if contract is required to be in
writing under the Statute of Frauds but is not, the contract is
unenforceable. The parties may voluntarily perform a contract that is
unenforceable. (Henry R. Cheeseman, op cit., hal. 208).
108
Pembatalan
karena ada
permintaan dari pihak yang
berkepentingan, seperti orang tua, wali atau pengampu disebut pembatalan yang
relatif atau tidak mutak. Pembatalan relatif ini dibagi 2 (dua), yaitu :
a. pembatalan atas kekuatan sendiri, maka atas permintaan orang tertentu dengan
mengajukan gugatan atau perlawanan, agar hakim menyatakan batal (nietig
verklaard) suatu perjanjian. Contohnya jika tidak dipenuhi syarat subjektif
(Pasal 1446 BW).
b. Pembatalan oleh hakim, dengan putusan membatalkan suatu perjanjian dengan
mengajukan gugatan. Contohnya Pasal 1449 BW. (Wirjono Prodjodikoro,
Azas-azas Hukum Perjanjian, Bale Bandung Sumur Bandung, Bandung,
1989, hal. 121).

Dr. HABIB ADJIE,SH,MH

Page - 89 -

MAGISTER ILMU HUKUM- UNNAR SURABAYA

mengikat siapapun. Perjanjian yang batal mutlak dapat juga terjadi, jika suatu
perjanjian yang dibuat tidak dipenuhi, padahal aturan hukum sudah menentukan
untuk perbuatan

hukum tersebut harus dibuat dengan cara yang sudah

ditentukan atau berlawanan dengan kesusilaan atau ketertiban umum, karena


perjanjian sudah dianggap tidak ada, maka sudah tidak ada dasar lagi
pihak

untuk

bagi para

saling menuntut atau menggugat dengan cara dan bentuk

apapun109. Misalnya jika suatu perjanjian wajib dibuat dengan akta (Notaris atau
Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT),

tapi ternyata tidak dilakukan, maka

perbuatan hukum atau perjanjian tersebut batal demi hukum.


Tabel : Perjanjian/Kontrak yang Dapat Dibatalkan dan Batal Demi Hukum
Keterangan
Alasan

Mulai
berlaku/ter
-jadinya
pembatalan.

Kontrak yang dapat dibatalkan

Kontrak yang batal Demi


Hukum

-Melanggar
unsur subjektif,
yaitu :
1. sepakat
mereka
yang
mengikatkan
dirinya
(de
toetsemmimg van degenen die
zich verbinden).
2. kecakapan untuk membuat suatu
perikatan (de bekwaamheid om
eene verbindtenis aan te gaan).

Melanggar unsur objektif ,


yaitu :
1. suatu hal tertentu (een
bepaald onderwerp).
2. suatu sebab yang tidak
terlarang
(eene
geoorloofde oorzaak).

-Kontrak tetap mengikat selama


belum ada putusan pengadilan yang
telah mempunyai kekuatan hukum
tetap.
-Kontrak menjadi tidak mengikat
sejak ada putusan pengadilan yang
telah mempunyai kekuatan hukum
tetap.

Sejak saat Kontrak tersebut


ditandatangani
dan
tindakan
hukum
yang
tersebut dalam Kontrak
dianggap tidak pernah
terjadi, dan tanpa perlu ada
putusan pengadilan.

I. SIFAT KONTRAK.
Dalam uraian sebelumnya ditegaskan bahwa kontrak paling sedikit ada 2
109

Jika perjanjian sudah tidak memenuhi syarat objektif, ternyata masih


ada yang mengajukan gugatan atau tuntutan atas hal tersebut, maka hakim
diwajibkan karena jabatannya, menyatakan bahwa tidak pernah ada suatu
perjanjian atau perikatan, R. Subekti, op cit., hal. 22.

Dr. HABIB ADJIE,SH,MH

Page - 90 -

MAGISTER ILMU HUKUM- UNNAR SURABAYA

(dua) pihak yang terlibat di dalamnya, dalam praktek sering ditemukan Pernyataan
sepihak yang ditujukan untuk pihak lainnya,

apakah hal tersebut termasuk

kontrak ? Sehingga dalam kaitan perlu dikaji mengenai Sifat Kontrak110 yang
berkaitan dengan substansi dan pihak yang membuatnya, yaitu :
a.

Kontrak dan Pernyataan Sepihak.


Pernyataan sering dikategorikan sebagai keinginan salah satu pihak yang

aktif yang ditujukan kepada pihak lain yang pasif,. Pernyataan ini isinya
Deklaratif saja, meskipun dibuat oleh salah satu pihak saja, sebenarnya Pernyataan
tersebut dapat dikategorikan sebagai kontrak, karena ada pihak lain yang akan
menerima dan terkena oleh Pernyataan tersebut, dan pihak yang terkana
Pernyataan tersebut dapat menuntut pihak yang menyatakan tersebut. Perbedaan
antara Kontrak dan Pernyataan hanya dari segi pihak yang membuatnya saja, pada
Kontrak sudah pasti bisa lebih dari 2 (dua) pihak, sedangkan pada Pernyataan
hanya satu pihak saja, dan secara subtansi, Kontrak harus ada kesepakatan atau
dirumuskan bersama, sedangkan Pernyataan yang bersangkutan sendiri yang
berkepentingan. Sehingga dengan kata lain Pernyataan bersifat Deklaratif saja,
sedangkan Kontrak bersifat Konstitutif.
b.

Independensi Kontrak.
Kontrak dapat dibuat tanpa ada hubungannya dengan kontrak yang

lainnya, artinya Kontrak yang berdiri sendiri, dan ada juga Kontrak yang
berhubungan atau bagian atau derivasi dengan Kontrak yang lainnya., artinya
Kontrak yang satu lahir karena sebagai perintah atau tindak lanjut dari Kontrak
yang lainnya. Hal ini dapat dibedakan antara :
a)

Kontrak-kontrak yang berdiri sendiri.

b) Kontrak-kontrak yang tidak berdiri sendiri, sebagai :

c.

1.

Kontrak-kontrak pokok (misalnya perjanjian pinjaman).

2.

Kontrak Acessoir (misalnya perjanjian jaminan)

Intensitas Kontrak,
Kontrak akan sangat mudah dibuat jika hanya terdiri dari satu variabel,

misalnya sewa-menyewa bangunan rumah saja, dengan harga dan jangka waktu
tertentu, tapi akan sangat rumit, misalnya harga sewa tidak dibayar secara penuh,
110

Sifat Kontrak ini diambil dari Budiono Kusumohamidjojo, op cit., hal


99 100, ditambah dengan uraian seperlunya oleh penulis.

Dr. HABIB ADJIE,SH,MH

Page - 91 -

MAGISTER ILMU HUKUM- UNNAR SURABAYA

tapi bertahap, dengan klausul, jika tidak dibayar, maka uang sewa yang sudah
diterima, maka selama waktu tertentu pula masa sewa berlangsung. Atau dalam
Leasing yang memadukan antara sewa-beli, akhirnya jual-beli. Contoh seperti ini
dikategorikan sebagai kontrak yang mudah/sederhana dan yang rumit. Tapi
praktek ditemukan kontrak-kontrak yang bertahap, seperti :
a) Kontrak Pendahuluan.
Kontrak seperti merupakan kontrak dengan substansi akan atau mau
membeli atau menjual atau melakukan tindakan awal untuk kontrak tertentu,
misalnya Perjanjian Pendahuluan Untuk Menjual/Membeli Saham atau Rumah.
Kontrak seperti ini

berisi kalusul-klausul yang dapat melanjutkan atau

membatalkan tindakan hukum yang disebut dalam kontrak tersebut.


b) Kontrak Utama.
Kontrak seperti ini umumnya mengatur keseluruhan skema dari suatu
transaksi yang dapat ditindak lanjuti dengan kontrak-kontrak lainnya., artinya
akan ada kontrak turunan derivasi dari Kontrak Utama tersebut, dan Kontrak
Utama ini akan memayungi seluruh kontrak yang terkait atau dibuat dari Kontrak
Utama tersebut.
c)

Kontrak Pelaksanaan.
Kontrak seperti ini ada sebagai tindak lanjut dari Kontrak Utama. Dan

Kontrak Utama ini tidak akan jalan jika tidak ada Kontrak Pelaksanaan. Substansi
Kontrak Pelaksaan mengatur secara rinci substansi kontrak tapi tidak bertentangan
dengan Kontrak Utama.
d.

Proyeksi Kontrak,
Secara umum substansi kontrak menegaskan suatu keadaan yang

dikehendaki oleh para pihak, bisa keadaan di masa lampau, sekarang atau masa
yang akan datang, bisa berdiri sendiri atau gabungan ketiga hal tersebut. Dalam
kaitan ini kontrak dapat dibedakan sebagai :
a)

Kontrak yang mengatur suatu masalah di masa lamapau (settlement


agreement).

b) Kontrak

yang

menegaskan

keadaan

sekarang

(misalnya

perjanjian

perdamaian).
c)

Kontrak yang akan mengatur hubungan para pisaka pada masa yang akan
datang atau sesuatu hal yang disepakati yang akan terjadi kemudian.

Dr. HABIB ADJIE,SH,MH

Page - 92 -

MAGISTER ILMU HUKUM- UNNAR SURABAYA

e.

Keseimbangan Kontraktual.
Sebuah kontrak yang baik disamping secara formal sesuai aturan hukum

yang berlaku, juga secara substansi harus justice and fairness, artinya harus
menerapkan prinsip-prinsip keadilan dan kejujuran untuk/bagi para pihak Harus
ada kedudukan yang seimbang bagi para pihak, meskipun dalam praktek sangat
sulit untuk membuat atau menemukan kontrak yang seimbang111. Kontrak yang
tidak seimbang biasanya dapat diketahui ketika terjadi wanprestasi, sebenarnya
hal ini dapat dieliminasi ketika kontark dibuat, artinya persoalan yang akan timbul
kemudian dapat diketahui sebelumnya112.
.
----------------------------

111

Tentunya sudah bukan waktunya lagi untuk berkutat pada dilemma


semua ketidakseimbangan atau ketidakadilan berkontrak, tetapi seyogyanya lebih
difokuskan pada bagaimana perbedaan-perbedaan para pihak dapat diatur
sedemikian rupa secara proporsional. Agus Yudha Hernoko, op cit. hal. 7.
112
Putusan MA No. 653 K/Sip/1980.- Hak-hak dan kewajibankewajiban dari pihak-pihak dalam tiap-tiap perjanjian mesti harus ada dan hal itu
ditentukan di dalam isi perjanjian yang bersangkutan.

Dr. HABIB ADJIE,SH,MH

Page - 93 -

MAGISTER ILMU HUKUM- UNNAR SURABAYA

Anda mungkin juga menyukai