Anda di halaman 1dari 6

Harnendra Dwi Abikusumo

2006581546
Paralel

PERBEDAAN ANTARA MOU DENGAN PERJANJIAN PENGIKATAN


JUAL BELI

PENDAHULUAN

Istilah kontrak berasal dari bahasa Inggris, yaitu contract. Dalam bahasa Belanda di
dalam burgerlijk wetboek (BW) menggunakan istilah overeenkomst dan contract untuk
pengertian yang sama.1 Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dijelaskan apa yang
dimaksud dengan kata ‘verbintenis’ dan ‘overeenkomst’. Verbintenis berasal dari kata kerja
verbinden yang artinya mengikat, menunjukkan adanya ikatan atau hubungan. Sedangkan,
overeenkomst berasal dari kata overeenkomst yang berarti setuju atau sepakat, sehingga
overeenkomst mengandung arti kata sepakat, yang bersesuaian dengan salah satu asas
perjanjian, yaitu konsensualitas. Subekti berpendapat bahwa istilah perjanjian atau
persetujuan dengan kontrak mempunyai pengertian yang berbeda. Menurut Subekti istilah
kontrak mempunyai pengertian lebih sempit karena ditujukan kepada perjanjian atau
persetujuan tertulis. Sedangkan, Potheir tidak memberikan perbedaan antara kontrak dan
perjanjian, namun membedakan pengertian kontrak dengan convention (pacte). Dikatakan
convention yaitu perjanjian dimana dua orang atau lebih menciptakan, menghapuskan
(opheffen) atau merubah (wijzigen) perikatan. Sedangkan, contract adalah perjanjian yang
mengharapkan terlaksananya perikatan.2
Menurut Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dirumuskan perjanjian
adalah, “Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan di mana satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.” Dari isi ketentuan Pasal 1313
Kitab Undang-Undang Perdata, dapat ditarik unsur-unsur dari perjanjian, yaitu: (1) unsur
perbuatan, dan (2) unsur satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau
lebih.
Unsur perbuatan, kata perbuatan di dalam definisi perjanjian memiliki makna yang
terlalu luas, yang dapat diartikan sebagai perbuatan atau tindakan hukum, perbuatan manusia
lainnya (bukan tindakan hukum), zaakwaarneming, dan onrechtmatigedaad.
Zaakwaarneming dan onrechtmatigedaad timbul karena perbuatan manusia atau tindakan
manusia dan akibatnya menimbulkan perikatan antara para pihak, dimana diantara para pihak
timbul hak dan kewajiban secara bertimbal balik.3
Unsur mengikatkan diri terhadap satu orang atau lebih dapat dimaknai sebagai dimana
kedua belah pihak saling mengikat diri. Hukum perjanjian dikatakan sebagai bagian dari
hukum perikatan sedangkan hukum perikatan merupakan bagian dari hukum harta kekayaan
dan hubungan hukum yang ditimbulkan adalah hubungan dalam lapangan hukum harta
kekayaan, dan dapat disimpulkan bahwa perjanjian menimbulkan perikatan.4

1
R. Setiawan, Pokok-Pokok Hukum Perikatan (Bandung: Bina Cipta, 1979), hlm. 1.
2
Subekti, Hukum Perjanjian, Cet. XVI (Jakarta: Intermasa, 1996), hlm. 1.
3
J. Satrio, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, Buku 1 (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1995), hlm.
24-25.
4
Ibid, hlm. 26-27.
Harnendra Dwi Abikusumo
2006581546
Paralel
Adapun perjanjian dalam pengertian yang luas mencakup semua perjanjian yang
menimbulkan akibat hukum sebagaimana yang dikehendaki para pihak. Perjanjian dalam arti
luas tidak hanya diatur dalam lapangan hukum harta kekayaan saja, tetapi juga mencakup
Buku I Kitab Undang-Undang Hukum Perdata seperti perjanjian kawin.5
Menurut Setiawan, rumusan dari Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
sangatlah luas. Oleh karena itu, menurutnya perlu diadakan perbaikan mengenai definisi
tersebut, yaitu “a. Perbuatan harus diartikan sebagai perbuatan hukum. Yaitu perbuatan yang
bertujuan untuk menimbulkan akibat hukum; b. Menambahkan perkataan “atau saling
mengikatkan dirinya” dalam Pasal 1313 BW; c. Sehingga perumusannya menjadi, “perjanjian
adalah perbuatan hukum, dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya atau saling
mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.”6
Terhadap definisi Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Purwahid Patrik
mengatakan kelemahan-kelemahannya, yaitu “a. Definisi tersebut hanya menyangkut
perjanjian sepihak saja. Hal ini dapat disimak dari rumusan “satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya”. Kata “mengikat” merupakan
kata kerja yang sifatnya hanya datang dari satu pihak saja, tidak dari kedua pihak. Sedangkan
maksud dari perjanjian itu para pihak saling mengikatkan diri, sehingga tampak kekurangan
yang seharusnya ditambah dengan rumusan “saling mengikatkan diri”; b. Kata perbuatan
mencakup juga tanpa consensus/kesepakatan, termasuk perbuatan mengurus kepentingan
orang lain (zaakwaarneming) dan perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad). Hal ini
menunjukkan makna “perbuatan” itu luas dan yang menimbulkan akibat hukum; c. Perlu
ditekankan bahwa rumusan Pasal 1313 BW mempunyai ruang lingkup di dalam hukum harta
kekayaan (vermogensrecht).7
Sedangkan, menurut Niewenhuis, perjanjian obligatoir (yang menciptakan perikatan)
merupakan sarana utama bagi para pihak untuk secara mandiri mengatur hubungan-hubungan
hukum diantara mereka. Demikian halnya dengan Polak, suatu persetujuan tidak lain suatu
perjanjian yang mengakibatkan hak dan kewajiban.8 Pengertian-pengertian yang sudah
dijelaskan sebelumnya menutupi kekurangan yang terdapat di Pasal 1313 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata, sehingga secara lengkap pengertian kontrak atau perjanjian
adalah perbuatan hukum, dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya atau saling
mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.9
Jenis kontrak berdasarkan sumbernya didasarkan pada tempat kontrak itu ditemukan.
Sudikno Mertokusumo menggolongkan perjanjian (kontrak) dari sumber hukumnya menjadi
5 macam, yaitu a. Perjanjian yang bersumber dari hukum keluarga, seperti halnya
perkawinan, b. perjanjian yang bersumber dari kebendaan, yaitu yang berhubungan dengan
peralihan hukum benda, misalnya peralihan hak milik; c. perjanjian obligatoir, yaitu
perjanjian yang menimbulkan kewajiban; d. perjanjian yang bersumber dari hukum acara,

5
Zakiyah, Hukum Perjanjian Teori dan Perkembangannya (Yogyakarta: Lentera Kreasindo, 2015), hlm.
4.
6
R. Setiawan, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, hlm. 49.
7
Purwahid Patrik, Hukum Perdata II, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian dan Undang-undang,
(Semarang: FH Undip, 1988), hlm. 1-3.
8
Henry Rizard Rumopa, “Keabsahan Perjanjian Innominaat dalam Bentuk Nominee Shareholder
Agreement (Analisis Kepemilikan Saham Secara Nominee dalam Perseroan Terbatas),” Tesis Pascasarjana
Fakultas Hukum Universitas Indonesia Tahun 2010, hlm. 22.
9
Ibid.
Harnendra Dwi Abikusumo
2006581546
Paralel
yang disebut dengan bewijsovereenkomst; e. perjanjian yang bersumber dari hukum publik,
yang disebut dengan publiekrechtelijke overeenkomst.10
PEMBAHASAN

Berdasarkan namanya, kontrak dapat dikelompokkan berdasarkan nama yang


tercantum dalam Pasal 1319 KUHPerdata dan Artikel 1355 NBW. Disebutkan terdapat dua
macam kontrak berdasarkan namanya, yaitu kontrak nominaat (bernama) dan kontrak
innominaat (tidak bernama). Kontrak nominaat adalah jual-beli, tukar-menukar,
sewa-menyewa, persekutuan perdata, hibah, penitipan barang, pinjam pakai,
pinjam-meminjam, pemberian kuasa, penanggungan utang, perdamaian, dan lain-lain.
Sedangkan, kontrak innominaat adalah kontrak yang timbul, tumbuh, dan berkembang di
masyarakat, misalnya leasing, beli-sewa, franchise, kontrak rahim, joint-venture, kontrak
karya, keagenan, production sharing, nominee agreement, dan lain-lain.11
Berhubungan dengan hal itu, terdapat Memorandum of Understanding dan juga
Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) yang berbeda diantara keduanya. Memorandum of
understanding adalah sebuah dokumen yang menjelaskan kesepakatan antara dua atau lebih
pihak dalam rangka untuk melakukan kerjasama atau bekerja sama dalam suatu proyek atau
program tertentu. MoU tidak memiliki kekuatan hukum yang sama seperti sebuah kontrak,
namun dapat digunakan untuk menjelaskan kesepakatan bersama antara pihak-pihak yang
terlibat dalam suatu proyek atau program, serta untuk mengatur tanggung jawab dan
kewajiban masing-masing pihak. MoU biasanya digunakan dalam konteks bisnis, kemitraan
antar lembaga, dan dalam kerjasama antar negara. MoU dapat berisi informasi tentang tujuan
kerjasama, tanggung jawab masing-masing pihak, jangka waktu kerjasama, dan
batasan-batasan yang harus diikuti oleh pihak-pihak yang terlibat dalam kerjasama tersebut.12
MoU biasanya digunakan untuk menggambarkan kesepakatan awal atau niat untuk
melakukan kerjasama atau transaksi bisnis di masa depan antara dua pihak. MoU dapat
mencakup berbagai hal seperti kebijakan, prosedur, atau tujuan umum dari kerjasama bisnis
tersebut. MoU sering kali dianggap sebagai dokumen pra penjualan yang tidak mengikat dan
tidak memiliki dampak hukum yang kuat. MoU tidak diatur secara khusus dalam
undang-undang di Indonesia. Namun, MoU dapat menjadi dasar hukum dalam pembuatan
perjanjian atau kontrak yang lebih lengkap dan mengikat. Dalam hal ini, isi MoU harus
mencerminkan kesepakatan awal antara kedua belah pihak dan harus mencantumkan hal-hal
yang telah disepakati, seperti tujuan, batas waktu, dan kewajiban masing-masing pihak.13
Sementara itu, Perjanjian pengikatan jual beli (PPJB) adalah perjanjian tertulis antara
penjual dan pembeli yang bertujuan untuk mengikatkan diri dalam suatu transaksi jual beli
suatu properti, seperti tanah, rumah, apartemen, atau bangunan komersial. Dalam perjanjian
pengikatan jual beli, terdapat beberapa hal yang diatur, antara lain:14
1. Identitas penjual dan pembeli
2. Deskripsi dan kondisi properti yang dijual
10
Ibid, hlm. 23.
11
Ibid.
12
Andriani Fajarwati, "Legal Comparison between PPJB and MOU in the Indonesian Property
Transactions,” Journal of Legal, Ethical and Regulatory Issues, Vol. 22, No. 1 (2019).
13
Ibid.
14
M. Aris Widodo, dkk, "The Differences between MOU and PPJB in Indonesian Property Transactions"
International Journal of Economics, Commerce and Management, Vol. 5, No. 9, (September 2017).
Harnendra Dwi Abikusumo
2006581546
Paralel
3. Harga dan cara pembayaran
4. Jangka waktu penyerahan properti
5. Jaminan dan risiko
6. Sanksi dan akibat jika salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya dalam
perjanjian.

Setelah PPJB ditandatangani, biasanya dilanjutkan dengan proses pembayaran dan


penyerahan properti, serta pembuatan akta jual beli di hadapan notaris. Akta jual beli ini
merupakan dokumen resmi yang memberikan bukti sah bahwa transaksi jual beli properti
telah dilakukan antara penjual dan pembeli.15

PPJB ialah dokumen resmi yang menetapkan persyaratan dan kondisi dari transaksi
jual beli suatu properti atau barang. PPJB mengikat secara hukum dan mewajibkan kedua
belah pihak untuk memenuhi persyaratan yang telah disepakati, termasuk waktu dan metode
pembayaran, serta penyerahan barang atau properti. PPJB diatur dalam Pasal 1320 KUH
Perdata, Pasal 16 ayat (1) UU No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun, dan Pasal 12 ayat
(1) PP No. 29 Tahun 1996 tentang Perubahan PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran
Tanah. PPJB merupakan perjanjian yang mengikat kedua belah pihak dalam transaksi jual
beli barang atau properti, sehingga harus memenuhi syarat-syarat sahnya suatu perjanjian,
yaitu kesepakatan yang dibuat secara sukarela, adanya objek yang dapat ditentukan, adanya
sebab yang halal, serta adanya kewenangan untuk melakukan perjanjian tersebut.16

Dilihat dari beberapa hal, terdapat beberapa perbedaan antara Memorandum of


Understanding dengan Perjanjian Pengikatan Jual Beli, diantaranya:17
1. Tujuan

MoU adalah perjanjian awal antara pihak-pihak yang akan melakukan kerjasama
untuk menentukan kerangka kerja dan prinsip-prinsip dasar kerjasama tersebut. MoU
biasanya tidak bersifat mengikat secara hukum, sehingga masih memungkinkan
adanya perubahan atau penambahan ketentuan-ketentuan di kemudian hari.

2. Isi

MoU lebih bersifat sebagai pernyataan niat atau kesepakatan awal, sehingga isinya
biasanya masih bersifat umum dan belum terperinci. MoU dapat mencantumkan
hal-hal seperti tujuan kerjasama, tanggung jawab masing-masing pihak, jadwal kerja,
dan lain sebagainya.

3. Ruang Lingkup

MoU biasanya mencakup kesepakatan awal atau niat untuk melakukan kerjasama atau
transaksi bisnis di masa depan antara dua pihak. MoU dapat mencakup berbagai hal
seperti kebijakan, prosedur, atau tujuan umum dari kerjasama bisnis tersebut.
Sedangkan PPJB mengatur persyaratan dan kondisi dari transaksi jual beli suatu
properti atau barang.
15
Ibid.
16
R. Mohamad Gazali, Perjanjian Pengikatan Jual Beli dan Memorandum of Understanding (Jakarta:
Ghalia Indonesia, 2016).
17
Ariya Pramesti, Understanding the Differences between MOU and PPJB in Indonesian Property
Transactions (Jakarta: Gramedia, 2019).
Harnendra Dwi Abikusumo
2006581546
Paralel
4. Legalitas

MoU biasanya dianggap sebagai dokumen pra penjualan yang tidak mengikat secara
hukum dan tidak memiliki dampak hukum yang kuat. Dalam arti, MoU tidak dapat
dijadikan alat bukti di pengadilan. Sedangkan PPJB adalah dokumen resmi yang
menetapkan persyaratan dan kondisi dari transaksi jual beli suatu properti atau barang.
PPJB mengikat secara hukum dan mewajibkan kedua belah pihak untuk memenuhi
persyaratan yang telah disepakati.

5. Tanggal Efektif

MoU biasanya tidak memiliki tanggal efektif yang pasti dan biasanya ditandatangani
sebagai bukti kesepakatan antara dua pihak. Sedangkan PPJB memiliki tanggal efektif
yang pasti dan ditandatangani ketika kedua belah pihak sepakat dan telah memenuhi
syarat-syarat yang telah ditentukan.

6. Kepentingan Pihak

MoU biasanya digunakan untuk menjajaki kerjasama atau transaksi bisnis di masa
depan dan memungkinkan kedua belah pihak untuk menggali
kemungkinan-kemungkinan kesepakatan tanpa harus terikat secara hukum.
Sedangkan PPJB digunakan untuk mengatur persyaratan dan kondisi transaksi jual
beli suatu properti atau barang, di mana kedua belah pihak berkepentingan untuk
memastikan transaksi tersebut dilakukan secara sah dan sesuai dengan hukum yang
berlaku.

7. Sifat Dokumen

MoU umumnya bersifat fleksibel dan dapat berubah sesuai dengan kebutuhan kedua
belah pihak, karena dokumen ini hanya menggambarkan kesepakatan awal dan niat
baik dari kedua belah pihak untuk melakukan kerjasama atau transaksi bisnis di masa
depan. Sedangkan PPJB bersifat tetap dan tidak dapat diubah kecuali atas kesepakatan
kedua belah pihak dan persetujuan dari pihak yang berwenang.

PENUTUP

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa Memorandum of Understanding adalah


perjanjian innominaat dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di Indonesia
khususnya hukum perdata Indonesia. Sedangkan, Perjanjian Pengikatan Jual Beli merupakan
perjanjian nominaat dalam hukum perdata Indonesia. MoU biasanya digunakan sebagai
kesepakatan awal untuk menjajaki kerjasama atau transaksi bisnis di masa depan, sementara
PPJB digunakan sebagai dokumen resmi untuk mengatur persyaratan dan kondisi transaksi
jual beli barang atau properti.
Harnendra Dwi Abikusumo
2006581546
Paralel
DAFTAR PUSTAKA

Jurnal
Widodo, M. Aris, dkk."The Differences between MOU and PPJB in Indonesian Property
Transactions." International Journal of Economics, Commerce and Management, Vol.
5, No. 9, (September 2017).
Fajarwati, Andriani. "Legal Comparison between PPJB and MOU in the Indonesian Property
Transactions.” Journal of Legal, Ethical and Regulatory Issues, Vol. 22, No. 1 (2019).
Buku
Satrio, J. Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, Buku 1. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti,
1995.
Patrik, Purwahid. Hukum Perdata II, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian dan
Undang-undang. Semarang: FH Undip, 1988.
Setiawan, R. Pokok-Pokok Hukum Perikatan. Bandung: Bina Cipta, 1979.
Subekti, Hukum Perjanjian, Cet. XVI. Jakarta: Intermasa, 1996.
Pramesti, Ariya. Understanding the Differences between MOU and PPJB in Indonesian
Property Transactions. Jakarta: Gramedia, 2019.
Gazali, R. Mohamad. Perjanjian Pengikatan Jual Beli dan Memorandum of Understanding.
Jakarta: Ghalia Indonesia, 2016.
Zakiyah. Hukum Perjanjian Teori dan Perkembangannya. Yogyakarta: Lentera Kreasindo,
2015.
Tesis
Rumopa, Henry Rizard. “Keabsahan Perjanjian Innominaat dalam Bentuk Nominee
Shareholder Agreement (Analisis Kepemilikan Saham Secara Nominee dalam
Perseroan Terbatas).” Tesis Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia Tahun
2010.

Anda mungkin juga menyukai