Pembentukan
Jenis
satu organisasi yang paling banyak diakui di seluruh dunia. Salah satu contoh pengakuan
dunia, ICRC telah tiga kali menerima Hadiah Nobel Perdamaian pada tahun 1917, 1944, dan
1963.
Daftar isi
2 Status Hukum
3 Sejarah
o 3.1 Pendirian Komite Internasional Palang Merah
o 3.2 Sebelum Perang Dunia I
o 3.3 Perang Dunia I
o 3.4 Perang Dunia II
o 3.5 Pasca Perang Dunia II
4 Organisasi
o 4.1 Direktorat
o 4.2 Majelis
o 4.3 Dewan Majelis
o 4.4 Presiden
o 4.5 Staff
o 4.6 Pendanaan
5 Emblem/Lambang
6 Prinsip-Prinsip Dasar
8 Kegiatan
9 ICRC di Indonesia
o 9.1 Kegiatan
10 Referensi
11 Pranala luar
Status Hukum
ICRC adalah satu-satunya institusi yang disebut secara eksplisit menurut Hukum Humaniter
Internasional (HHI) sebagai otorita pengawas. Mandat hukum ICRC bersumber pada empat
Konvensi Jenewa 1949, serta Statuta Gerakan. ICRC juga menjalankan tugas-tugas yang
tidak secara khusus diamanatkan oleh hukum, seperti mengunjungi tahanan politik di luar
konflik dan memberikan bantuan kemanusiaan dalam bencana alam.
ICRC adalah asosiasi swasta yang terdaftar di Swiss dan mendapat hak-hak istimewa dan
kekebalan hukum di wilayah Swiss selama bertahun-tahun. Hak-hak istimewa itu dikatakan
mendekati kedaulatan de facto. Pada tanggal 19 Maret 1993, landasan hukum perlakuan
khusus untuk ICRC ditetapkan melalui perjanjian resmi antara Pemerintah Swiss dan ICRC.
Perjanjian ini melindungi "kesucian" (sanctity) semua properti ICRC di Swiss termasuk
kantor pusat dan arsip-arsip, memberi kekebalan hukum kepada anggota dan staf,
membebaskan ICRC dari semua pajak dan biaya, menjamin pengiriman barang, jasa, dan
uang yang dilindungi dan bebas kepabeanan, memberi ICRC privilese komunikasi yang aman
setara dengan kedutaan asing, dan menyederhanakan perjalanan ke dalam dan ke luar Swiss
bagi ICRC. Sebaliknya Swiss tidak mengakui passport yang dikeluarkan ICRC.
Berbeda dengan keyakinan umum, ICRC bukan entitas berdaulat seperti Orde Penguasa
Militer Malta (Sovereign Military Order of Malta) dan juga bukan merupakan organisasi
internasional, baik non-pemerintah (LSM) maupun antar pemerintah. ICRC membatasi
keanggotaannya hanya warga negara Swiss, dan juga tidak seperti kebanyakan LSM, ICRC
tidak memiliki kebijakan keanggotaan yang terbuka dan tak terbatas bagi semua orang karena
anggota baru dipilih oleh Komite (melalui suatu proses yang disebut cooptation/pemilihan).
Akan tetapi, sejak awal 1990-an, ICRC mempekerjakan orang-orang dari seluruh dunia untuk
bekerja dalam misi lapangan dan di Kantor Pusat. Pada tahun 2007, hampir setengah staf
ICRC bukan warga negara Swiss. ICRC mendapat privilese dan kekebalan hukum di banyak
negara, berdasarkan hukum nasional di negara-negara tersebut, berdasarkan perjanjian antara
ICRC dan pemerintah, atau, dalam beberapa kasus, berdasarkan yurisprudensi internasional
(seperti hak delegasi ICRC untuk tidak memberi kesaksian di depan pengadilan
internasional).
Sejarah
Pendirian Komite Internasional Palang Merah
ICRC berawal dari visi dan tekad satu orang: Henry Dunant. Tanggal: 24 Juni 1859. Tempat:
Solferino, kota kecil di Italia utara. Pada waktu itu tengah pasukan Austria dan Prancis
bertempur sengit. Sore harinya, 40.000 prajurit bergeletakan tewas atau terluka. Henry
Dunant, seorang warga Swiss, kebetulan melewati daerah itu untuk suatu urusan bisnis. Ia
ngeri menyaksikan ribuan prajurit menderita tanpa pelayanan medis. Ia mengajak penduduk
setempat merawat mereka. Dia tekankan bahwa prajurit dari kedua belah pihak harus diberi
perawatan yang setara.
Sekembalinya ke Swiss, Dunant menerbitkan sebuah buku berjudul A Memory of Solferino
(Kenangan dari Solferino), yang berisi dua usulan:
agar para relawan ini, yang akan bertugas membantu dinas medis angkatan bersenjata,
diberi pengakuan dan perlindungan melalui sebuah perjanjian internasional.
Pada tahun 1863, sebuah perkumpulan amal bernama Perhimpunan Jenewa untuk
Kesejahteraan Masyarakat membentuk sebuah komisi lima orang untuk mewujudkan gagasan
Dunant itu. Beranggotakan Gustave Moynier, Guillaume-Henri Dufour, Louis Appia,
Theodore Maunoir, dan Dunant sendiri, komisi ini kemudian mendirikan Komite
Internasional Pertolongan Korban Luka, yang kemudian menjadi Komite Internasional
Palang Merah atau ICRC. Mereka lalu terus mengembangkan gagasan Henry Dunant. Atas
undangan mereka, 16 negara dan empat lembaga filantropis menghadiri Konferensi
Internasional di Jenewa pada tanggal 26 Oktober 1863. Dalam konferensi ini sebuah lambang
pembeda, yaitu palang merah di atas dasar putih, diadopsi. Lahirlah Palang Merah.
Untuk memformalkan perlindungan dinas medis angkatan bersenjata di medan tempur dan
untuk mendapatkan pengakuan internasional atas Palang Merah beserta cita-citanya,
Pemerintah Swiss mengundang pemerintah semua negara Eropa, serta Amerika Serikat,
Brasil, dan Meksiko, untuk menghadiri sebuah konferensi diplomatik resmi. Enam belas
negara mengirim total 26 delegasi ke Jenewa. Pada tanggal 22 Agustus 1864, konferensi ini
mengadopsi sebuah perjanjian bernama Konvensi Jenewa untuk Perbaikan Kondisi Korban
Luka dalam Pertempuran Darat, yaitu perjanjian pertama yang membentuk Hukum
Humaniter Internasional. Perwakilan dari 12 negara dan kerajaan menandatangani konvensi
ini: Baden, Belgia, Denmark, Perancis, Hesse, Italia, Belanda, Portugal, Prusia, Swiss,
Spanyol, dan Wrttemberg.
Konvensi ini berisi sepuluh pasal, menetapkan untuk pertama kali aturan-aturan yang
mengikat secara hukum dan menjamin netralitas dan perlindungan bagi tentara yang terluka,
personel medis lapangan, dan lembaga kemanusiaan khusus dalam konflik bersenjata. Selain
itu, konvensi juga menetapkan dua persyaratan terkait pengakuan perhimpunan bantuan
nasional oleh Komite Internasional:
Pemerintah nasional dari masing-masing negara harus menjadi negara pihak dalam
Konvensi Jenewa.
Tidak lama setelah penetapan Konvensi tersebut, perhimpunan nasional pertama didirikan di
Belgia, Denmark, Perancis, Oldenburg, Prusia, Spanyol, dan Wrttemberg. Tahun 1864,
Louis Appia dan Charles van de Velde, seorang kapten Angkatan Darat Belanda, menjadi
delegasi independen dan netral pertama yang bekerja di bawah simbol Palang Merah dalam
konflik bersenjata. Tiga tahun kemudian tepatnya pada tahun 1867, Konferensi Internasional
Perhimpunan Bantuan Nasional untuk Perawatan Korban Luka dalam Perang
diselenggarakan untuk pertama kali.
Pada tahun 1867, Henry Dunant terpaksa menyatakan bangkrut karena kegagalan bisnis di
Aljazair, sebagian karena dia mengabaikan kepentingan bisnisnya selama aktivitas tak kenal
lelah-nya untuk Komite Internasional. Kontroversi seputar masalah bisnis Dunant dan opini
publik negatif yang berkembang, ditambah dengan konflik berkepanjangan dengan Gustave
Moynier, menyebabkan pencopotan Dunant dari posisinya sebagai anggota dan sekretaris.
Dia didakwa memalsukan kebangkrutan dan surat perintah penangkapan dikeluarkan. Dunant
terpaksa meninggalkan Jenewa dan tidak pernah kembali ke kota asalnya. Pada tahun-tahun
berikutnya, perhimpunan nasional didirikan di hampir semua negara di Eropa. Pada tahun
1876, komite mengadopsi nama "Komite Internasional Palang Merah" (ICRC), yang masih
menjadi nama resmi hingga saat ini. Lima tahun kemudian, Palang Merah Amerika didirikan
atas upaya dari Clara Barton. Semakin banyak negara menandatangani Konvensi Jenewa dan
mulai menghormatinya di lapangan selama konflik bersenjata. Dalam waktu yang relatif
singkat, Palang Merah mendapatkan momentum besar sebagai sebuah gerakan yang
dihormati secara internasional, dan perhimpunan nasional menjadi kian populer sebagai
tempat untuk bekerja secara sukarela.
Pada tahun 1906, Konvensi Jenewa 1864 direvisi untuk pertama kali. Satu tahun kemudian,
Konvensi Den Haag X, diadopsi pada Konferensi Perdamaian Internasional Kedua di Den
Haag, memperluas ruang lingkup Konvensi Jenewa untuk perang di laut. Sesaat sebelum
pecahnya Perang Dunia Pertama pada tahun 1914, 50 tahun setelah berdirinya ICRC dan
pengadopsian Konvensi Jenewa pertama, sudah ada 45 perhimpunan bantuan nasional di
seluruh dunia. Gerakan telah menjangkau luar Eropa dan Amerika Utara hingga ke Amerika
Tengah dan Selatan (Argentina, Brazil, Chili, Kuba, Meksiko, Peru, El Salvador, Uruguay,
Venezuela), Asia (Republik Tiongkok, Jepang, Korea, Siam), dan Afrika (Republik Afrika
Selatan).
Perang Dunia I
Ketika Perang Dunia I meletus, ICRC menghadapi tantangan besar yang hanya bisa diatasi
berkat kerjasama ICRC dengan perhimpunan nasional Palang Merah. Juru rawat Palang
Merah dari seluruh dunia, termasuk Amerika Serikat dan Jepang, memberi dukungan
pelayanan medis angkatan bersenjata negara-negara Eropa yang terlibat dalam perang. Pada
tanggal 15 Oktober 1914, segera setelah dimulainya perang, ICRC mendirikan Badan
Tawanan Perang Internasional (POW Agency), yang pada akhir 1914 memiliki sekitar 1.200
staf, sebagian besar relawan. Di akhir perang, Badan ini sudah mengirimkan sekitar 20 juta
surat dan pesan, 1,9 juta paket, dan sekitar 18 juta franc Swiss (Rp.170milyar) sumbangan
uang untuk POW dari semua negara yang terkena dampak. Selain itu, atas intervensi Badan
ini, sekitar 200.000 tahanan menjadi bagian dari pertukaran POW antar pihak-pihak yang
bertikai, dibebaskan dari tahanan dan kembali ke negara asal mereka. Indeks kartu organisasi
Badan ini mengakumulasi sekitar 7 juta catatan dari tahun 1914 hingga tahun 1923, setiap
kartu mewakili satu orang tahanan atau satu orang yang hilang. Indeks kartu membantu
identifikasi sekitar 2 juta tawanan perang dan bisa mengontak keluarga mereka. Indeks
lengkap tersebut saat ini dipinjamkan ICRC ke Museum Palang Merah dan Bulan Sabit
Merah Internasional di Jenewa. Hak untuk mengakses indeks tersebut masih sangat terbatas
untuk ICRC.
Selama perang, ICRC memonitor kepatuhan pihak-pihak bertikai terhadap Konvensi Jenewa
yang telah direvisi pada tahun 1907 dan meneruskan keluhan tentang pelanggaran ke negara
masing-masing. Ketika senjata kimia digunakan dalam perang untuk pertama kalinya dalam
sejarah, ICRC dengan gigih memprotes peperangan jenis baru ini. Bahkan tanpa mandat dari
Konvensi Jenewa, ICRC berusaha meringankan penderitaan penduduk sipil. Di wilayah yang
secara resmi ditetapkan sebagai "wilayah pendudukan", ICRC dapat membantu penduduk
sipil berdasarkan Konvensi Den Haag tentang Hukum dan Kebiasaan Perang di Darat tahun
1907. Konvensi ini juga merupakan dasar hukum pekerjaan ICRC terkait tawanan perang.
Kegiatan Badan Tawanan Perang Internasional sebagaimana diuraikan di atas mencakup
kunjungan inspeksi ke kamp-kamp POW. Sebanyak 524 kamp di seluruh Eropa dikunjungi
oleh 41 delegasi dari ICRC hingga perang berakhir.
Antara tahun 1916 dan 1918, ICRC mengeluarkan sejumlah kartu pos yang memuat foto dari
kamp POW. Foto-foto tersebut menunjukkan para tawanan dalam kegiatan mereka sehari-hari
seperti mendistribusikan surat dari rumah. Tujuan ICRC adalah memberikan harapan dan
penghiburan kepada keluarga tawanan dan mengurangi ketidakpastian tentang nasib orangorang yang mereka cintai. Setelah perang berakhir, ICRC mengatur pemulangan sekitar
420.000 tawanan ke negara asal mereka. Pada tahun 1920, tugas repatriasi diserahkan kepada
Liga Bangsa-Bangsa yang baru terbentuk, yang menunjuk diplomat dan ilmuwan Norwegia
Fridtjof Nansen sebagai Komisioner Tinggi Pemulangan Tawanan. Mandat hukumnya
kemudian diperluas untuk mendukung dan merawat pengungsi perang dan orang-orang
terlantar manakala kantornya diubah menjadi Komisaris Tinggi untuk Pengungsi Liga
Bangsa-Bangsa. Nansen, yang menciptakan paspor Nansen untuk pengungsi tanpa negara dan
yang dianugerahi Hadiah Nobel Perdamaian tahun 1922, menunjuk dua delegasi dari ICRC
sebagai deputinya.
Setahun sebelum akhir perang, ICRC mendapat Hadiah Nobel Perdamaian pada tahun 1917
atas pekerjaan yang luar biasa selama perang. Itu adalah satu-satunya Hadiah Nobel
Perdamaian yang diberikan pada periode 1914-1918. Pada tahun 1923, Komite mengadopsi
perubahan kebijakan mengenai pemilihan anggota baru. Hingga saat itu, hanya warga dari
kota Jenewa yang bisa bekerja di ICRC. Pembatasan ini diperluas untuk mencakup warga
negara Swiss. Sebagai konsekuensi langsung dari Perang Dunia I, satu protokol tambahan
dari Konvensi Jenewa diadopsi pada tahun 1925 yang melarang penggunaan gas cekik atau
gas racun dan unsur-unsur biologi sebagai senjata. Empat tahun kemudian, Konvensi asli
direvisi dan Konvensi Jenewa kedua mengenai "Perlakuan terhadap Tawanan Perang"
ditetapkan. Kejadian-kejadian selama Perang Dunia I dan kegiatan-kegiatan ICRC secara
signifikan meningkatkan reputasi dan kewenangan ICRC di antara komunitas internasional
dan membuat kompetensinya diperluas.
Di awal tahun 1934, rancangan usulan sebuah konvensi tambahan untuk perlindungan
penduduk sipil dalam konflik bersenjata diadopsi oleh Konferensi Internasional Palang
Merah. Sayangnya, mayoritas pemerintah kurang tertarik melaksanakan konvensi ini,
sehingga konvensi tersebut masih belum berlaku sebelum pecahnya Perang Dunia II.
Perang Dunia II
Dasar hukum kegiatan ICRC selama Perang Dunia II adalah Konvensi Jenewa yang direvisi
tahun 1929. Kegiatan ICRC mirip dengan yang dilakukannya selama Perang Dunia I:
mengunjungi dan memantau kamp-kamp POW, mengorganisir bantuan kemanusiaan bagi
penduduk sipil, dan mengatur pertukaran berita terkait tawanan dan orang-orang hilang. Di
akhir perang, 179 delegasi telah melakukan 12.750 kunjungan ke kamp POW di 41 negara.
Badan Informasi Pusat tentang Tawanan Perang memiliki 3.000 staf, indeks kartu
penelusuran tawanan memuat 45 juta kartu, dan 120 juta pesan dipertukarkan oleh Badan ini.
Salah satu kendala utama adalah Palang Merah Jerman yang dikendalikan Nazi menolak
mematuhi statuta Jenewa termasuk pelanggaran secara terang-terangan seperti deportasi
keturunan Yahudi dari Jerman dan pembunuhan massal yang dilakukan di kamp-kamp
konsentrasi yang dijalankan oleh pemerintah Jerman. Selain itu, dua aktor besar lain yang
terlibat dalam konflik, Uni Soviet dan Jepang, bukan negara pihak pada Konvensi Jenewa
1929 dan secara hukum tidak diwajibkan mematuhi aturan-aturan konvensi.
Selama perang, ICRC gagal membuat kesepakatan dengan Nazi Jerman tentang perlakuan
terhadap tahanan di kamp konsentrasi, dan akhirnya memilih untuk tidak memberi tekanan
guna menghindari terganggunya kegiatan-kegiatannya dengan POW. ICRC juga gagal
memberi respon atas informasi yang dapat dipercaya mengenai kamp-kamp pemusnahan dan
pembunuhan massal orang Yahudi di Eropa. Ini masih dianggap sebagai kegagalan terbesar
ICRC dalam sejarahnya. Setelah November 1943, ICRC mendapat izin untuk mengirim paket
kepada tahanan di kamp konsentrasi bagi yang nama dan lokasinya sudah diketahui. Karena
tanda terima paket-paket tersebut sering kali ditandatangani oleh penghuni lain, ICRC
berhasil mendata identitas sekitar 105.000 tahanan di kamp-kamp konsentrasi dan mengantar
sekitar 1,1 juta paket, terutama ke kamp Dachau, Buchenwald, Ravensbrck, dan
Sachsenhausen.
Pada tanggal 12 Maret 1945, Presiden ICRC Jacob Burckhardt mendapat pesan dari Jenderal
SS Ernst Kaltenbrunner yang menerima permintaan ICRC untuk mengijinkan delegasi ICRC
mengunjungi kamp-kamp konsentrasi. Perjanjian ini terikat oleh persyaratan bahwa delegasi
harus tinggal di kamp-kamp sampai akhir perang. Sepuluh orang delegasi, di antaranya Louis
Haefliger (Mauthausen Camp), Paul Dunant (Theresienstadt Camp) dan Victor Maurer
(Dachau Camp), menerima penugasan tersebut dan mengunjungi kamp-kamp. Louis
Haefliger mencegah pengusiran paksa atau peledakan Mauthausen-Gusen dengan
memperingatkan pasukan Amerika, sehingga berhasil menyelamatkan nyawa sekitar 60.000
tahanan. Tindakannya dikutuk oleh ICRC karena dianggap bertindak tidak tepat dan
berdasarkan keinginannya sendiri sehingga mempertaruhkan netralitas ICRC. Baru pada
tahun 1990, reputasinya akhirnya direhabilitasi oleh Presiden ICRC Cornelio Sommaruga.
Contoh lain dari spirit kemanusiaan yang luar biasa adalah Friedrich Born (1903-1963),
seorang delegasi ICRC di Budapest yang menyelamatkan 11.000 hingga 15.000 orang Yahudi
di Hongaria. Marcel Junod (1904-1961), seorang dokter dari Jenewa, adalah salah satu
delegasi terkemuka lainnya selama Perang Dunia Kedua. Cerita tentang pengalamannya,
termasuk kisahnya sebagai salah satu orang asing pertama yang mengunjungi Hiroshima
setelah bom atom dijatuhkan, bisa dibaca dalam buku Warrior without Weapon.
Pada tahun 1944, ICRC menerima Hadiah Nobel Perdamaian kedua. Seperti pada Perang
Dunia I, hadiah ini juga menjadi satu-satunya Nobel Perdamaian yang diberikan selama
periode utama Perang Dunia Kedua, 1939 sampai 1945. Di akhir perang, ICRC bekerja sama
dengan perhimpunan nasional Palang Merah untuk mengatur bantuan kemanusiaan ke
negara-negara yang paling parah kondisinya. Tahun 1948, Komite mengeluarkan sebuah
laporan kajian kegiatan-kegiatan selama perang, dari tanggal 1 September 1939 sampai 30
Juni 1947. Sejak Januari 1996, arsip ICRC untuk periode ini dibuka untuk penelitian
akademik dan publik.
hanya untuk warga negara Swiss. Sejak saat itu, kuota staf yang bukan warga negara Swiss
telah meningkat sekitar 35%.
Pada tanggal 16 Oktober 1990, Majelis Umum PBB memutuskan untuk memberikan status
pengamat kepada ICRC untuk sesi-sesi sidang umum dan pertemuan-pertemuan sub-komite,
status pengamat pertama yang diberikan kepada organisasi non-pemerintah. Resolusi tersebut
diusulkan bersama oleh 138 negara anggota dan diperkenalkan oleh duta besar Italia, Vieri
Traxler, untuk mengenang asal mula organisasi tersebut dari Pertempuran Solferino.
ICRC untuk pertama kali mengakhiri sikap bungkam kepada media yang lazim dilakukannya
dengan mengutuk Genosida yang terjadi di Rwanda pada tahun 1994. ICRC berupaya
mencegah kejahatan yang terjadi di sekitar Srebrenica pada tahun 1995 tetapi kemudian
membuat pernyataan, "Kami harus akui kendati berbagai upaya yang kami lakukan untuk
membantu ribuan warga sipil yang diusir secara paksa dari kota dan meskipun dedikasi
rekan-rekan kami di lapangan, dampak ICRC terhadap tragedi yang terungkap sangat
terbatas". ICRC kembali sekali lagi muncul ke publik pada tahun 2007 untuk mengutuk
"pelanggaran hak asasi manusia"oleh pemerintah militer Myanmar termasuk kerja paksa,
kelaparan, dan pembunuhan pria, wanita, dan anak-anak.
Organisasi
ICRC berkantor pusat di kota Jenewa, Swiss dan memiliki kantor-kantor di luar negeri yang
disebut Delegasi di sekitar 80 negara. Setiap delegasi berada di bawah tanggung jawab
seorang Kepala delegasi yang adalah perwakilan resmi ICRC di suatu negara. Dari 2.000
karyawan profesionalnya, sekitar 800 orang bekerja di kantor pusat Jenewa dan 1.200
ekspatriat bekerja di lapangan. Setengah dari pekerja lapangan bertugas sebagai delegasi
(delegate) yang mengatur operasi ICRC di negara-negara berbeda sedangkah separuh lainnya
adalah tenaga spesialis seperti dokter, agronomis, insinyur atau penterjemah. Di kantor
delegasi, staf internasional dibantu oleh sekitar 13.000 staf nasional, sehingga jumlah total
staf yang bekerja untuk ICRC sekitar 15.000 orang. Delegasi juga sering bekerja sama
dengan Perhimpunan Nasional Palang Merah/Bulan Sabit Merah dimana delegasi berada
sehingga bisa memanfaatkan relawan Palang Merah/Bulan Sabit Merah Nasional untuk
membantu sebagian operasi ICRC.
Struktur organisasi ICRC sulit dipahami oleh orang luar. Hal ini sebagian karena kerahasiaan
organisasi, tetapi juga karena strukturnya yang berubah-ubah. Majelis (Assembly) dan
Presiden (Presidency) adalah dua institusi yang telah lama ada, sedangkan Dewan Majelis
(Assembly Council) dan Direktorat (Directorate) baru dibentuk pada paruh kedua abad kedua
puluh. Keputusan sering kali dibuat secara kolektif, sehingga kewenangan dan hubungan
kekuasaan tidak kaku. Saat ini, organ terpenting adalah Directorate dan Assembly.
Direktorat
Direktorat adalah badan eksekutif ICRC. Direktorat bertanggung jawab atas manajemen
sehari-hari, sementara Majelis membuat kebijakan. Direktorat terdiri atas Direktur Jenderal
dan lima direktur di bidang "Operasi", "Sumber Daya Manusia", "Sumber Daya Keuangan
dan Logistik", "Manajemen Komunikasi dan Informasi ", dan "Hukum Internasional dan
Kerjasama dalam Gerakan". Anggota Direktorat diangkat oleh Majelis untuk bekerja selama
empat tahun. Direktur Jenderal memikul tanggung jawab yang hampir seperti seorang CEO
dalam beberapa tahun terakhir, di mana ia sebelumnya lebih merupakan orang pertama di
antara yang sederajat di Direktorat.
Majelis
Majelis (juga disebut Komite) mengadakan pertemuan secara teratur dan bertanggung jawab
mendefinisikan tujuan, pedoman, dan strategi dan mengawasi masalah keuangan ICRC.
Majelis memiliki keanggotaan maksimum 25 warga Swiss. Anggota harus fasih Bahasa
Perancis, tetapi banyak yang juga berbahasa Inggris dan Jerman. Para anggota Majelis dipilih
untuk jangka waktu empat tahun, dan tidak ada batasan berapa kali seorang anggota Majelis
bisa dipilih. Tiga perempat suara dari semua anggota dibutuhkan untuk terpilih kembali
setelah masa ketiga, yang mana ini menjadi motivasi bagi anggota untuk tetap aktif dan
produktif.
Pada tahun-tahun awal, anggota ICRC adalah orang Jenewa, Protestan, putih, dan laki-laki.
Wanita pertama, Rene-Marguerite Cramer, terpilih pada tahun 1918. Sejak saat itu, beberapa
orang wanita telah menjabat sebagai Wakil Presiden, dan jumlah wanita setelah Perang
Dingin telah mencapai sekitar 15%. Anggota non-Jenewa diterima pertama kali pada tahun
1923, dan satu orang keturunan Yahudi pernah bertugas di Majelis.
Kalau komponen-komponen lain Gerakan banyak yang multi-nasional, ICRC percaya bahwa
sifatnya yang satu negara (mono-national) merupakan aset karena kewarganegaraannya
adalah Swiss. Berkat netralitas permanen Swiss, pihak yang berkonflik bisa yakin bahwa
tidak seorangpun dari pihak "musuh" yang akan menentukan kebijakan di Jenewa. Perang
Perancis-Prusia 1870-1871 menunjukkan bahwa bahkan aktor Palang Merah (dalam hal ini
Perhimpunan Nasional) dapat begitu terikat dengan nasionalisme sehingga mereka tidak
dapat mempertahankan kemanusiaan yang netral.
Dewan Majelis
Selanjutnya, Majelis memilih Dewan Majelis (assembly council) beranggotakan lima orang
yang merupakan inti aktif dari Majelis. Dewan bertemu setidaknya sepuluh kali setiap tahun
dan memiliki kewenangan untuk membuat keputusan atas nama Majelis dalam beberapa hal.
Dewan juga bertanggung jawab mengorganisir pertemuan Majelis dan memfasilitasi
komunikasi antara Majelis dan Direktorat. Dewan Majelis biasanya termasuk presiden, dua
wakil presiden dan dua anggota terpilih. Seorang wakil presiden dipilih untuk masa jabatan
empat tahun, sedangkan yang lainnya diangkat secara permanen dimana masa jabatannya
berakhir ketika yang bersangkutan pensiun dari jabatan wakil presiden atau dari ICRC. Saat
ini Olivier Vodoz dan Christine Beerli adalah wakil presiden ICRC.
Presiden
Majelis juga memilih, untuk jangka waktu empat tahun, satu orang untuk menjadi Presiden
ICRC. Presiden adalah anggota Majelis dan pemimpin ICRC, dan presiden selalu disertakan
dalam Dewan Majelis sejak pembentukannya. Presiden secara otomatis menjadi anggota
kelompok tersebut setelah beliau diangkat, tetapi ia tidak harus selalu berasal dari dalam
organisasi ICRC. Ada faksi yang kuat dalam Majelis yang ingin menjangkau ke luar
organisasi untuk memilih presiden dari pemerintah Swiss atau kalangan profesional seperti
perbankan atau kedokteran. Tiga presiden terakhir sebelumnya merupakan pejabat dalam
pemerintahan Swiss. Pengaruh dan peran presiden tidak terdefinisikan dengan baik, dan
perubahan tergantung pada waktu dan gaya pribadi masing-masing presiden. Sejak tahun
2000, presiden ICRC adalah Jakob Kellenberger, seorang penyendiri yang jarang membuat
penampilan diplomatik tetapi yang terampil dalam negosiasi pribadi dan nyaman dengan
dinamika Majelis. Pada bulan Februari 2007, beliau diangkat oleh Majelis untuk periode
empat-tahun berikutnya yang akan berakhir pada tahun 2011. Presiden-presiden ICRC antara
lain:
Staff
Setelah ICRC berkembang dan kian terlibat secara langsung dalam konflik, terjadi
peningkatan jumlah staf dengan latar belakang profesional, bukan relawan, selama beberapa
tahun terakhir. ICRC hanya memiliki dua belas karyawan pada tahun 1914 dan 1.900 selama
Perang Dunia Kedua yang didukung 1.800 relawan. Jumlah staf yang dibayar menurun
setelah Perang Dunia I dan II, tetapi mengalami peningkatan kembali dalam beberapa
dasawarsa terakhir; secara rata-rata ada 500 staf lapangan tahun 1980-an dan lebih dari seribu
staff pada tahun 1990-an. Dimulai tahun 1970-an, ICRC menjadi lebih sistematis dalam
pelatihan untuk mengembangkan staf yang lebih profesional. ICRC menjadi karir yang
menarik bagi lulusan universitas terutama di Swiss, tetapi beban kerja sebagai karyawan
ICRC sukup menuntut. 15% dari staf keluar setiap tahun dan 75% karyawan bekerja kurang
dari tiga tahun. Staf ICRC multi-nasional dan sekitar 50% bukan warga negara Swiss pada
tahun 2004. Staf internasional ICRC dibantu dalam pekerjaan mereka oleh sekitar 13.000
karyawan nasional yang dipekerjakan di negara-negara dimana delegasi ada.
Pendanaan
Anggaran ICRC pada tahun 2010 mencapai 1.156 juta franc Swiss (Rp11 trilyun). Seluruh
dana yang diberikan kepada ICRC bersifat sukarela dan diterima sebagai sumbangan
berdasarkan dua jenis permintaan yang diajukan oleh Komite: Appeal Kantor Pusat yang
bersifat tahunan untuk menutup biaya-biaya internal dan Appeal Darurat untuk misi-misi
yang bersifat per kasus. Pendanaan ICRC berasal dari tiga kategori, yaitu negara, swasta dan
perhimpunan nasional. Negara-negara penyumbang ICRC antara lain Swiss, Amerika Serikat,
Australia, Kanada, Jepang, Selandia Baru, Negara-negara Eropa lainnya, dan Uni Eropa.
Negara-negara ini menyumbang sekitar 80-85% dari anggaran ICRC. Sekitar 3% berasal dari
hibah pihak swasta, dan sisanya berasal dari perhimpunan nasional.
Emblem/Lambang
Konferensi diplomatik yang diadakan di Jenewa pada tahun 1864 mengadopsi tanda berupa
palang merah di atas dasar putih, yang merupakan kebalikan dari bendera Swiss. Namun,
dalam perang Rusia-Turki 1876-1878, Kekaisaran Ottoman menyatakan akan menggunakan
tanda berupa bulan sabit merah, bukan palang merah, sebagai lambangnya dan akan tetap
menghormati lambang palang merah yang digunakan oleh pihak musuh. Setelah itu, Persia
juga memutuskan untuk menggunakan tanda yang lain, yaitu singa dan matahari merah.
Kedua lambang ini kemudian diakui oleh konferensi diplomatik yang diadakan pada tahun
1929. Pada tahun 1980, Republik Islam Iran memutuskan untuk mengganti singa dan
matahari merah dengan bulan sabit merah. Lambang palang merah dan bulan sabit merah
berhak memperoleh penghormatan sepenuhnya berdasarkan hukum internasional. Namun,
kadang-kadang timbul persepsi di sementara kalangan bahwa kedua lambang ini memiliki
konotasi budaya, agama, atau politik tertentu. Hal ini dapat membahayakan pemberian
perlindungan bagi korban konflik bersenjata, dinas medis militer, dan pekerja kemanusiaan.
Selain itu, hingga belum lama ini, Perhimpunan Nasional yang tidak ingin menggunakan
lambang palang merah ataupun bulan sabit merah tidak dapat diakui sebagai anggota penuh
Gerakan. Ini mempersulit Gerakan mewujudkan prinsip kesemestaan (universality), yang
merupakan salah satu Prinsip Dasarnya, serta memperbesar kemungkinan terus munculnya
lambang-lambang baru. Untuk mengatasi masalah tersebut, diusulkan pemberlakuan sebuah
lambang baru yang bisa diterima oleh semua Perhimpunan Nasional dan semua Negara.
Gagasan ini sangat didukung oleh Gerakan dan kemudian terwujud pada bulan Desember
2005, yaitu ketika sebuah konferensi diplomatik memutuskan untuk mengakui kristal merah
sebagai tanda pembeda bersama-sama dengan palang merah dan bulan sabit merah.
Prinsip-Prinsip Dasar
Kegiatan ICRC dipandu oleh tujuh Prinsip Dasar yang ditaati bersama oleh ICRC dan semua
komponen lain Gerakan. Prinsip-prinsip tersebut yaitu kemanusiaan, ketidakmemihakan,
kenetralan, kemandirian, kesukarelaan, kesatuan, dan kesemestaan dikemukakan dalam
Statuta Gerakan dan menjadi nilai bersama yang membedakan Gerakan dari organisasiorganisasi kemanusiaan lain. Gerakan telah memberi ICRC tugas menegakkan dan
mendiseminasikan prinsip-prinsip tersebut. Ketujuh Prinsip Dasar berikut ini
diproklamasikan dalam Konferensi Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah ke-20
(Wina, 1965): Kemanusiaan Gerakan, yang lahir dari keinginan untuk memberikan bantuan
tanpa diskriminasi kepada korban luka di medan pertempuran, berusaha dengan kemampuan
internasional maupun nasionalnya untuk mencegah dan meringankan penderitaan manusia di
mana saja. Tujuan Gerakan adalah untuk melindungi kehidupan dan kesehatan serta
memastikan penghormatan terhadap umat manusia. Gerakan memajukan saling pengertian,
persahabatan, kerja sama, dan perdamaian abadi di antara semua bangsa. Kesamaan Gerakan
tidak membeda-bedakan kebangsaan, ras, agama, status sosial, atau pandangan politik
korban. Gerakan membantu korban hanya atas dasar kebutuhan mereka. Bantuan
diprioritaskan bagi kasus penderitaan yang paling mendesak. Kenetralan Agar tetap
dipercaya oleh semua pihak, Gerakan tidak akan berpihak dalam konflik yang terjadi dan
tidak akan terlibat dalam pertentangan politik, ras, keagamaan, ataupun ideologis.
Kemandirian Gerakan bersifat independen. Setiap Perhimpunan Nasional, sekalipun
merupakan pendukung pemerintah masing-masing di bidang kemanusiaan dan tunduk pada
hukum nasional negaranya, harus mempertahankan otonominya supaya dapat bertindak
sesuai prinsip-prinsip Gerakan. Kesukarelaan Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah
Internasional adalah sebuah gerakan yang memberikan bantuan atas dasar kesukarelaan, tidak
didorong dengan cara apapun oleh keinginan untuk memperoleh keuntungan tertentu.
Kesatuan Hanya boleh ada satu Perhimpunan Palang Merah atau Bulan Sabit Merah di suatu
negara. Perhimpunan itu harus terbuka bagi semua orang. Perhimpunan itu harus
melaksanakan tugas kemanusiaan di seluruh wilayah negaranya. Kesemestaan Gerakan
Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional, di mana semua Perhimpunan Nasional
mempunyai status yang setara dan tanggung jawab serta kewajiban yang sama dalam
membantu satu sama lain, ada di seluruh dunia.
kemanusiaan bencana, program kesehatan, dan program sosial. Pada waktu perang,
Perhimpunan-perhimpunan Nasional membantu penduduk sipil yang terkena dampak dan,
bilamana diperlukan, memberikan dukungan kepada dinas medis angkatan bersenjata.
Federasi Internasional Perhimpunan-perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah
bekerja berdasarkan Prinsip-prinsip Dasar Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah
Internasional untuk mengilhami, memperlancar, dan meningkatkan semua kegiatan
kemanusiaan yang dilaksanakan oleh Perhimpunan-perhimpunan Nasional yang menjadi
anggotanya, dalam rangka memperbaiki situasi kelompok penduduk yang paling rentan.
Didirikan pada tahun 1919, Federasi Internasional mengarahkan dan mengkoordinasi bantuan
internasional yang diberikan oleh Gerakan kepada para korban bencana alam dan bencana
teknologi, kepada para pengungsi eksternal, dan dalam situasi darurat kesehatan. Federasi
Internasional bertindak sebagai wakil resmi di bidang internasional bagi perhimpunanperhimpunan yang menjadi anggotanya. Federasi Internasional memajukan kerja sama di
antara Perhimpunan-perhimpunan Nasional dan memperkuat kemampuan kemampuan
mereka untuk mempersiapkan diri secara efektif dalam menghadapi bencana dan untuk
melaksanakan program-program kesehatan dan sosial.
Kegiatan
Kegiatan ICRC terbagi dalam empat kategori, yakni perlindungan (protection), bantuan
(assistance), pencegahan (prevention) dan kerjasama (cooperation).
Perlindungan ICRC berusaha untuk melindungi manusia dalam situasi konflik atau kekerasan
bersenjata, dan untuk dapat melakukan hal ini, ICRC harus terus berada di dekat para korban
dan menjalin dialog secara konfidensial dengan pihak-pihak yang terlibat, baik Negara
maupun non-Negara. Kegiatan perlindungan mencakup kunjungan ke tempat-tempat
penahanan dan pemulihan kembali hubungan keluarga.
Bantuan Krisis kemanusiaan sering kali terjadi secara bersamaan dengan, atau menjadi
penyebab tak langsung bagi, krisis-krisis lain seperti kelaparan, wabah penyakit, dan
kekacauan ekonomi. Dalam kondisi seperti itu, ICRC memberikan bantuan yang dibutuhkan.
Walaupun demikian, ICRC selalu berusaha untuk tetap terarah pada tujuan utamanya, yaitu
memulihkan kemampuan orang untuk mencukupi kebutuhannya sendiri atau mandiri.
Bantuan bisa bermacam-macam bentuknya, seperti makanan dan/atau obat-obatan,
pembangunan atau perbaikan sistem penyediaan air atau sarana medis dan pemberian
pelatihan kepada staf kesehatan primer, ahli bedah, dan teknisi prostetik/ortotik.
Pencegahan Kegiatan ICRC yang bersifat preventif dirancang untuk membatasi efek buruk
dari konflik dan menjaga agar efek-efek semacam itu sekecil mungkin. Semangat yang
sesungguhnya dari Hukum Humaniter Internasional ialah agar penggunaan kekuatan
dilakukan secara terkendali dan secara proporsional dengan tujuannya. Karena itu, ICRC
berusaha untuk menyebarluaskan seluruh rangkaian prinsip-prinsip kemanusiaan dalam
rangka mencegah atau sekurang-kurangnya membatasi ekses-ekses terburuk dari peperangan.
Kerjasama Tujuan kegiatan kerja sama ICRC adalah untuk meningkatkan kemampuan
Perhimpunan-perhimpunan Nasional memenuhi tanggung jawab mereka sebagai lembaga
Palang Merah atau Bulan Sabit Merah dalam memberikan pelayanan kemanusiaan di negara
masing-masing. ICRC terutama membantu dan mendukung Perhimpunan-perhimpunan
Nasional dalam kegiatan mereka untuk memberikan bantuan kepada para korban konflik dan
ketegangan dalam negeri (kesiapan dan tanggapan); mempromosikan Hukum Humaniter
Internasional dan menyebarluaskan pengetahuan mengenai Prinsip-Prinsip Dasar, cita-cita,
dan kegiatan-kegiatan Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional; dan
memulihkan hubungan antara anggota keluarga yang tercerai berai sebagai bagian dari
jaringan kerja pencarian Palang Merah dan Bulan Sabit Merah di seluruh dunia.
ICRC di Indonesia
Kegiatan
Berkat kerjasama yang telah lama terjalin antar ICRC, PMI dan Pemerintah Indonesia,
puluhan ribu orang yang terkena dampak dari berbagai situasi kekerasan dan bencana dan
orang-orang yang dicabut kebebasannya mendapat manfaat dari kegiatan kemanusiaan. ICRC
mengembangkan sebagian besar kegiatannya bersama dengan PMI, kecuali untuk kegiatan
yang berkaitan dengan sifat khusus ICRC sebagai perantara yang sangat netral dan mandiri,
seperti kunjungan ICRC kepada orang-orang yang dicabut kebebasannya.
Kegiatan terkait penahanan: ICRC melaksanakan kegiatan perlindungan terutama untuk
kepentingan orang-orang yang dicabut kebebasannya. Akses selama bertahun-tahun semakin
meningkat dan berkat kerjasama dari pihak berwenang Indonesia (Direktorat Jenderal
Pemasyarakatan, Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia - DITJENPAS - dan
Kepolisian Republik Indonesia), maka kunjungan ICRC ke fasilitas penahanan telah
diperluas hinggu di luar lingkup awal tahanan yang ditemui secara individual dan ditahan
karena alasan tertentu. Pada akhir periode peninjauan kembali kegiatan ICRC di Indonesia,
kunjungan tahanan dan keahlian khusus ICRC yang didukung pendekatan struktural multidisiplin (kesehatan, air & sanitasi, manajemen penjara, dll) telah memberi manfaat bagi
semua penghuni fasilitas penahanan yang dikunjungi (hampir 100 tempat penahanan). ICRC
meretas jalan bagi tahanan dan keluarganya untuk tetap menjalin kontak melalui surat
menyurat. Bertindak sebagai perantara yang netral, ICRC juga memfasilitasi pembebasan
orang-orang yang ditahan oleh suatu kelompok bersenjata.
Bantuan untuk penduduk sipil: Bekerja sama dengan PMI, ICRC memberi bantuan
kemanusiaan dengan segera kepada orang yang memerlukan, baik akibat konflik bersenjata
maupun bentuk-bentuk kekerasan lain atau bencana alam. Berdasarkan kapasitas dan sumber
daya yang tersedia dan sesuai dengan skala dan intensitas permasalahan yang dihadapi, ICRC
memberi bantuan atau mendukung pihak lain khususnya PMI dan pemerintah setempat dalam
upaya untuk menangani suatu situasi kemanusiaan. ICRC telah bekerja secara khusus di
Papua, Sulawesi dan Nanggroe Aceh Darusalam dan berkonsentrasi pada bantuan
medis/kesehatan, materi, dan pangan, rehabilitasi pertanian, dan program air dan sanitasi.
Kegiatan-kegiatan usai tsunami 2004 merupakan yang terpenting dari segi kuantitas dan
keberagamannya.
Kegiatan yang bertujuan meningkatkan penghormatan terhadap penduduk sipil: Dalam
kerangka mandat perlindungannya, ICRC sebagai perantara netral telah mengkombinasikan
berbagai bentuk representasi kepada pihak berwenang. Dengan berpegang teguh pada prinsip
kerahasiaan (confidentiality) yang melandasi semua aksinya, Tim ICRC mengumpulkan
laporan perlakuan buruk dan bentuk kesewenangan lainnya, untuk kemudian diserahkan dan
ditindaklanjuti secara semestinya oleh pihak berwenang, dalam kerangka dialog bilateral
yang telah terjalin. ICRC juga memberikan pelayanan langsung kepada orang-orang yang
terkena dampak, atau yang menghadapi resiko, dan kepada keluarga mereka, seperti
pencarian orang hilang atau orang yang tidak jelas nasibnya, mengorganisir pertemuan
kembali (reuni) keluarga, dan mendorong atau memberi dukungan secara langsung kepada
keluarga orang hilang, dan mengurus jenasah.
Promosi Hukum Humaniter Internasional (HHI) dan norma-norma lainnya: ICRC telah
bekerja terus-menerus untuk menyebarkan pengetahuan dan memperluas penerimaan HHI
termasuk aturan-aturan kebiasaannya, dan dalam lingkup yang lebih kecil, standar-standar
hukum internasional terkait seperti Hukum Hak Asasi Manusia (HAM) Internasional. Target
audiens antara lain institusi Pemerintah yang dalam posisi untuk mencegah atau membatasi
kekerasan dan untuk mengatur penggunaan kekuatan, dan dalam batasan tertentu yang
menyasar masyarakat sipil. Penekanan khusus diarahkan untuk membantu institusi terkait
mengadopsi aksi nasional dalam mengimplementasikan komitmen internasional Pemerintah
Indonesia di level nasional dan membantu mengikuti praktik terbaik internasional. ICRC juga
mendorong pengkajian masalah-masalah hukum ini, terutama HHI, di kalangan akademik.
Pencapaian di bidang yang terakhir sangat besar. Sebagai contoh, dukungan ICRC, Militer
dan Kepolisian telah mengkreasikan materi pelatihan mereka sendiri, dan fakultas hukum di
seluruh Indonesia telah mengembangkan program pengajaran HHI.
Kerjasama dengan Perhimpunan Nasional: PMI adalah mitra operasional tak ternilai bagi
ICRC. ICRC melibatkan PMI dalam perencanaan dan implementasi dalam sebagian besar
kegiatannya. ICRC juga mendukung banyak kegiatan yang dilakukan secara langsung oleh
PMI dan secara konsisten berupaya meningkatkan kapasitas Perhimpunan Nasional di sektor
yang berbeda-beda, khususnya kegiatan pemulihan kembali hubungan keluarga dan
pencarian, siaga dan tanggap darurat, promosi HHI, air dan sanitasi. Upaya-upaya
pengembangan kapasitas termasuk mengorganisir pelatihan, penyediaan sumber daya
keuangan dan materi lainnya, menerbitkan kebijakan dan pedoman, dan penyediaan masukan
teknis.
Singkatan
Pembentukan
Jenis
IFRC
1919
Organisasi bantuan kemanusiaan
Membantu dan
mengkoordinasikan semua
Tujuan
kegiatan oleh organisasi lokal of
the Gerakan Palang Merah
Kantor pusat
Jenewa, Swiss
Presiden
Tadateru Kono
Sekretaris jenderal Bekele Geleta
Situs web
www.ifrc.org
Federasi Internasional Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah (IFRC)
adalah suatu Badan yang mendukung aktivitas kemanusiaan yang dilaksanakan oleh
perhimpunan nasional atas nama kelompok-kelompok rentan dan bertindak sebagai juru
bicara dan sebagai wakil Internasional mereka. Federasi mendukung Perhimpunan Nasional
dan ICRC dalam usahanya untuk mengembangkan dan menyebarluaskan pengetahuan
tentang HPI dan mempromosikan Prinsip-prinsip Dasar Gerakan.
Daftar isi
1 Statuta federasi
2 Pembentukan
3 Status
4 Struktur Organisasi
o 4.1 Sekretariat
o 4.2 Sidang Umum
o 4.3 Keuangan
5 Slogan
6 Lihat pula
7 Pranala luar
Statuta federasi
Statuta Federasi memutuskan tanggung jawab Federasi sebagai berikut:
1. Bertindak sebagai badan penghubung dan koordinasi permanen dari PerhimpunanPerhimpunan Nasional;
2. Memberikan bantuan kepada Perhimpunan Nasional yang mungkin memerlukan dan
memintanya;
Pembentukan
Selama berkecamuknya Perang Dunia I (8 Juli 1914 10 Nopember 1918) perhimpunan
Palang Merah Nasional, terutama di Eropa,mengemban tugas yang sangat berat. Perang yang
menelan korban kurang lebih 12 juta orang berlangsung pada saat di mana masih kurangnya
hukum-hukum Internasional yang dapat mengendalikan dan mengawasi perilaku perang dari
negara-negara yang terlibat. Lambang Palang Merah terlihat di mana-mana sebagai tanda
betapa pentingnya peran Palang Merah sebagai suatu organisasi kemanusiaan pada saat
trjadinya persengketaan bersenjata.
Setelah berakhirnya PD I timbul pemikiran untuk membentuk Liga perhimpunan Nasional
Palang Merah dan Bulan Sabit Merah guna mengkoordinasikan usaha-usaha yang diarahkan
pada kesehatan dan kesejahteraan umat manusia.
Pada bulan April 1919, bertempat di gedung CERCLE NAUTIQUE, Cannes, Prancis,
diselenggarakan Konperensi Kesehatan Internasional yang diikuti oleh berbagai negara. Pada
Konperensi itu, Ketua Komite Bantuan untuk Korban Perang (War Council) Palang Merah
Amerika, P. Davison, mengajukan proposal tentang pembentukan Liga Perhimpunan Palang
Merah dan Bulan Sabit Merah yang didukung oleh perwakilan dari Palang Merah Prancis,
Inggris, Italia dan Jepang.
Konperensi dipimpin oleh Profesor EILE ROUX, Direktur PASTEUR INSTITUTE, yang
ternyata menyetujui dan mendukung ide tersebut. Tanpa mengalami banyak kesulitan, pada
tanggal 5 Mei 1919 terbentuklah LIGA PERHIMPUNAN PALANG MERAH. Pada saat
pembentukan itu pesertanya barulah terdiri dari negara-negara pendiri yaitu Palang Merah
Nasional Amerika, Prancis, Inggris, Italia dan Jepang, walaupun sudah terdapat 28
perhimpunan Nasional yang mendapat pengakuan ICRC dari 52 perhimpunan yang ada di
seluruh dunia.
Pada tahun 1991 nama LIGA PERHIMPUNAN PALANG MERAH DAN BULAN SABIT
MERAH dsempurnakan menjadi FEDERASI INTERNASIONAL PALANG MERAH DAN
BULAN SABIT MERAH.
Status
Federasi Intrnasional Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah adalah komponen
dari Gerakan Palang Merah dan Bulan sabit Merah Internasional,yang mempunyai Anggaran
Dasar dan Anggaran Rumah Tangga sendiri. Hingga pertengahan tahun 1977 sebanyak 171
perhimpunan nasional telah menjadi anggota federasi setelah terlebih dulu mendapat
pengakuaan dari ICRC.
Fungsi dan Tugas Federasi menurut Anggaran Dasarnya adalah sebagai berikut:
Struktur Organisasi
Federasi terdiri dari 2 (dua) badan utama yaitu DEWAN PIMPINAN dan SIDANG UMUM.
Dewan Pimpinan Dewan Pimpinan terdiri dari seorang Ketua (Presiden), 8 orang wakil ketua,
sekretaris jenderal, bendahara dan 16 anggota (perhimpunan).
Ketua Federasi dipilih dari anggota Federasi sebagaimana halnya dengan wakil-wakil ketua.
Namun 1 (satu) dari 8 (delapan) wakil ketua sifatnya ex officio yaitu Ketua Perhimpunan
Nasional di mana Markas Besar federasi berada, dengan ketentuan bahwa perhimpunan
nasional dimaksud tidak boleh lagi diusulkan untuk duduk sebagai anggota dewan pimpinan
lainnya.
Keanggotaan dewan pimpinan paling banyak hanya untuk 2 (dua) kali masa bakti yang
masing-masing 4 tahun, dan baru dapat dipilih kembali setelah melalui tenggang waktu
selama 1 periode berikutnya.
Sekretariat
Seketaris Jendral Federasi yang juga selaku Sekretaris Dewan Pimpinan, bertugas mengepalai
Sekretariat atau Markas Besar Federasi. Sekjen dibantu oleh beberapa orang Wakil sekjen
yang masing-masing mengkoordinasikan beberapa direktorat, yaitu :
1. direktorat keuangan
2. direktorat administrasi
3. direktorat Sumber Daya Manusia
4. direktorat Sistem Informasi
Sidang Umum
Sidang Umum Federasi diselenggarakan sedikitnya 2 (dua) tahun sekali dan dipimpin oleh
Ketua Federasi. Di dalam Sidang Umum terdapat komisi-komisi yaitu:
1. Komisi Bantuan Bencana
2. Komisi Pengembangan
3. Komisi Kesehatan dan Pelayanan Masyarakat
4. Komisi Remaja ( Palang Merah Remaja)
Keuangan
Sumber pendapatan Federasi terutama pada iuran anggota perhimpunan nasionalyang
disampaikan setiap tahun. Besarnya iuran ditentukan oleh Komisi Anggaran dan disahkan
oleh Sidang Umum. PMI membayar iuran sebanyak SFr. 50.000/tahun .
Slogan
Federasi mempunyai slogan, yaitu:
PER HUMANITATEM AD PACEM (Latin)
THROUGH HUMANITY TO PEACE (Inggris)
Federasi Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah sejak dibentuk pada tahun 1919
secara berurutan dipimpin oleh ketuanya, yaitu :
Tahun
Pimpinan
19191922
Henry Davison
Asal
Amerika Serikat
19221935
Amerika Serikat
19351938
Amerika Serikat
19381944
Norman Davis
Amerika Serikat
19441945
Jean de Muralt
19451950
Basil O'Connor
Amerika Serikat
19501959
Emil Sandstrm
Swedia
19591965
John MacAulay
Kanada
19651977
Meksiko
19771981
Adetunji Adefarasin
Nigeria
19811987
Enrique de la Mata
Spanyol
19871997
Venezuela
19972001
Norwegia
20012009
Spanyol
2009kini
Tadateru Kono
Jepang
Swiss
FOKAL MEDIAKU
Forum Komunikasi Aloemni PMR SMP Negri 13 Bekasi
memberikan pertolongan secara sukarela kepada setiap manusia yang sedang menderita tanpa
membeda bedakan bangsa, golongan, agama dan politik.
SEJARAH
Berawal dengan pecahnya perang antara pasukan Perancis dan Italia melawanAustria
pada tahun 1859 di Selferino (Italia Utara), Henry Dunant menyaksikan terjadinya perang
tersebut dimana banyak korban perang yang tidak mendapat pertolongan, sehingga timbul ide
atau gagasan untuk memberi pertolongan kepada korban perang tersebut. Pengalaman selama
beberapa hari bergelut di
medan
perang, ia tuangkan di dalam buku yang ditulisnya pada tahun 1962 bejudul A Memory of
Solferino (Kenangan di Solferino). Buku tersebut berkisah tentang kondisi yang
ditimbulkan oleh peperangan dan mengusulkan agar dibentuk satuan tenaga sukarela yang
bernaung di bawah suatu lembaga yang memberikan pertolongan kepada orang yang terluka
di
medan
perang.
1. KOMITE INTERNASIONAL PALANG MERAH ( KIPM )
(International Committee of the Red Cross)
pemerintah Swiss menyelenggarakan suatu konferensi yang diikuti oleh 12 kepala negara
yang menandatangani perjanjian Internasional yang dikenal dengan :
KONVENSI JENEWA I
Sebagai penghargaan terhadap negara Swiss, maka lambang perlindungan menggunakan tanda Palan
Merah di atas dasar putih, yang terjadi dengan mempertukarkan warna warna federal. Lambang in
hendaknya dipakai untuk Rumah Sakit, Ambulance dan para petugas penolong dimedanperang/konflik
bersenjata.
Karena tanda Palang Merah diasumsikan mempunyai arti khusus, maka pada tahun 1876
simbol bulan sabit merah disahkan untuk digunakan oleh Negara-negara Islam. Kedua
symbol tersebut memiliki arti dan nilai yang sama.
Konferensi Internasional Palang Merah yang diselenggarakan 4 tahun sekali dan dihadiri
oleh ICRC, Federasi, Perhimpunan Nasional dan Pemerintah peserta peratifikasi Konvensi
Jenewa tahun 1949. Pertemuan itu membahas persoalan persoalan umum dan menampung
usul usul serta resolusi di samping mengambil keputusan.Para
peserta konferensi memilih anggota Standing Commission (Komisi Tetap) yang bersidang
pada waktu diantara dua konferensi Internasional.
2. FEDERASI INTERNASIONAL PALANG MERAH DAN BULAN SABIT MERAH
(IFRC)
(International Federation of The Red Cross)
Dengan berakhirnya Perang Dunia I, berbagai epidemi penyakit berjangkit bencana kelaparan
menjalar. Melihat kenyataan itu, Henry P. Davidson warga negara Amerika, merasa perlu
mendirikan suatu organisasi yang menangani masalah bantuan tersebut. Organisasi ini resmi
didirikan pada tanggal 5 Mei 1919 dalam suatu Konferensi Kesehatan Internasional di
Cannas Perancis. Palang Merah Indonesia
termasuk anggota ke 68.
Organisasi
Didalam suatu negara hanya ada satu Perhimpunan Palang Merah atau Bulan Sabit Merah
yang terbuka untuk semua orang dan melaksanakan tugas kemanusiaan di seluruh wilayah.
7. KESEMESTAAN ( Universality )
Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional adalah bersifat semesta. Setiap
perhimpunan mempunyai hak dan tanggung jawab yang sama dalam menolong sesama
manusia.
KOMITE INTERNASIONAL
PALANG MERAH (KIPM)
1. Menggiatkan PEMBENTUKAN
dan pengembangan
PERHIMPUNAN NASIONAL di
seluruh dunia. Federasi juga
bertindak sebagai perantara,
koordinator antara Perhimpunan
Palang Merah Internasional.
7. Pembinaan remaja
8. Di masa perang, membantu
tawanan, pengungsi dan kaum
interniran.
3. Mengembangkan pembentukan
rencana KESIAPSIAGAAN
Melakukan PENYEBARLUASAN NASIONAL terhadaP BENCANA
ALAM.
HPI dan prinsip prinsip dasar
gerakan Palang Merah dan Bulan
Sabit Merah dengan tujuan
4. Menggiatkan dan mengkoordinasi
menganjurkan penghormatan bagi
pertukaran gagasan kemanusiaan
kelompok non-kombatan (tentara
bagi pendidikan anak dan remaja
yang luka, tawanan serta warga sipil). diantara Perhimpunan Nasional demi
Disamping membatasi kekejaman,
membina hubungan baik antara
pengrusakan dan mempermudah
remaja di seluruh dunia.
bantuan yang segera, netral serta
tidak memihak kepada para korban 5. Membantu ICRC
konflik bersenjata.
menyebarluaskan HPI dan PRINSIP
PRINSIP DASAR GERAKAN
Dana, sumbangan sukarela dari
PALANG MERAH dan BULAN
pemerintah dan Perhimpunan
SABIT MERAH.
Nasional.
Dana, iuran tahunan dari anggota
dan sumbangan sukarela untuk
bantuan dan pengembangan.
1864 ( pertama ). Konvensi Jenewa telah dilengkapi dan diperbaiki pada tahun 1906, 1928,
1949 dan 2 protokol ditambahkan pada konvensi tersebut ditahun 1977.
4 konvensi Jenewa 1949 :
Konvensi I : Perlindungan terhadap korban angkatan perang di darat yang luka
dan sakit, petugas kesehatan serta petugas dibidang agama.
Konvensi II : Perlindungan terhadap korban angkatan perang di laut, petugas
kesehatan,
petugas agama serta kapal perang yang kandas.
Konvensi III : Perlindungan terhadap tawanan perang.
Konvensi IV : Perlindungan terhadap orang orang sipil di masa perang.
Karena ke 4 Konvensi tersebut belum mencakup perlindungan terhadap semua
penderita yang diakibatkan oleh pertikaian, maka pada tahun 1977 dikeluarkan 2
protokol :
Protokol I : diterapkan pada konflik bersenjata internasional.
Protokol II : diterapkan pada konflik non internasional.
Tiap negara di dunia ikut mengesahkan dan menyetujui konvensi tersebut. Sekarang lebih
dari 160 negara telah ikut menjadi peserta Konvensi Jenewa tahun 1942.
HPI perlu disebarluaskan :
Sesuai ketentuan, negara penandatanganan Konvensi Jenewa 1949 dan Protokol I dan II
1977, mentaati dan menjamin, bahwa isi Konvensi tersebut diketahui dengan sebaik
baiknya terutama oleh angkatan perang, Dinas Kesehatan dan Rohaniawan ( golongan ini
mempunyai hak dan kewajiban dalam Konvensi Jenewa ). Masyarakat dan penduduk sipil
juga harus memahami HPI ini, agar mereka juga mengetahui hak hak serta kewajiban
dimasa pertikaian bersenjata. Kegiatan perikemanusian Palang Merah untuk menolong dan
melindungi korban perang merupakan hak dan kewajiban dibawah ketentuan Konvensi
Jenewa 1949. Kegiatan ini harus semata mata bertujuan menolong korban perang sebagai
manusia, terlepas dari pertimbangan politik atau militer. Untuk itu PMI turut menyebar
luaskan HPI, terutama untuk kalangan PMI, yang dilakukan bersama dengan penyebarluasan
prinsip prinsip Palang Merah.
Dr. Sintanala.
4.
17 September 1945
tersusun Pengurus Besar PMI yang dilantik oleh Wakil Presiden RI Moch. Hatta yang
sekaligus beliau sebagai Ketuanya.
D. MASA PERANG KEMERDEKAAN.
Pada masa itu peperangan terjadi dimana mana, dalam usia muda PMI menghadapi
kesulitan, kurang pengalaman, kurang peralatan dan dana. Namun orang orang secara
sukarela mengerahkan tenaganya, sehingga urusan Kepalangmerahan dapat diselenggarakan.
Dari pertolongan dan bantuan seperti :
Dapur Umum ( DU ).
Pos PPPK ( P3K ).
Pengangkutan dan perawatan korban pertempuran.
Sampai penguburan jika ada yang meninggal.
Dilakukan oleh laskar laskar Sukarela dibawah Panji Palang Merah yang tidak memandang
golongan, agama dan politik.
Pada waktu itu dibentuk Pasukan Penolong Pertama ( Mobile Colone ) oleh cabang cabang,
anggotanya terdiri dari pelajar.
E. BEBERAPA PERISTIWA SEJARAH PMI
1. Tanggal 16 Januari 1950.
Dikeluarkan Keputusan Presiden RI No. 25 / 1950 tentang pengesahan berdirinya PMI.
2. Tanggal 15 Juni 1950.
PMI diakui oleh ICRC.
3. Tanggal 16 Oktober 1950.
PMI diterima menjadi anggota Federasi Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah
dengan keanggotaan No. 68.
F. NAMA NAMA TOKOH YANG PERNAH MENJADI KETUA PMI
1. Ketua PMI ke 1 ( 1945 1946 ) : Drs. Moch. Hatta.
M U N AS
PENGURUS PUSAT
MUSDA
PENGURUS DAERAH
M U S C A B
PENGURUS CABANG
M U S R A N
PENGURUS RANTING
ANGGOTA
PMR WIRA : Setingkat usia murid SLTA, 17 21 tahun, Badge warna KUNING.
Walaupun PMR sesuai dengan tingkatnya, adakalanya diperbantukan pula dalam tugas
tugas Kepalangmerahan, seperti turut membantu memberikan pertolongan P3K, dan lain
lain, namun tugas kewajiban utama yang dibebankan kepada PMR adalah :
1. Berbakti kepada masyarakat.
2. Mempertinggi ketrampilan dan memelihara kebersihan dan kesehatan.
3. Mempererat persahabatan nasional dan internasional.
2. ANGGOTA BIASA PMI
Wanita Pria usia di atas 19 tahun Warga NegaraIndonesia
.
Mendaftarkan diri secara sukarela atas nama pribadi.
Mengetahui azas dan tujuan PMI dan bersedia mengikuti tata tertib organisasi PMI.
KEWAJIBAN :
A. Membayar iuran anggota.
B. Menyumbangkan pikiran, tenaga dan dana untuk menolong sesama yang menderita sesuai
dengan kemampuan.
C. Menjaga nama baik organisasi.
D. Memajukan organisasi.
HAK :
A. Hak suara dalam rapat organisasi.
B. Hak memilih dan dipilih, menjadi Pengurus PMI.
C. Mendapatkan informasi tentang organisasi.
D. Mendapatkan kesempatan pendidikan dan latihan Kepalangmerahan.
E. Ikut aktif dalam Korps Sukarela.
F. Mendapatkan kesempatan begotongroyong, dan saling menolong antara anggota PMI.
G. Menikmati kepuasan batin sebagai insan yang memperhatikan nasib sesama.
KETERANGAN :
KEWAJIBAN :
A. Menjaga nama baik organisasi.
B. Memberi perhatian terhadap PMI.
HAK :
A. Memilih dan dipilih menjadi Pengurus PMI.
B. Mengikuti perkembangan organisasi.
C. Ikut mengembangkan dan memajukan PMI dengan menyampaikan saran kepada
Pengurus.
KETERANGAN :
Anggota Kehormatan PMI merupakan tanda Penghargaan bagi seseorang karena jasa
jasanya dalam menyumbangkan pikiran, tenaga maupun dana yang luar biasa ( ekstra
ordiner ).
Pengurus Daerah dan Pengurus Cabang dapat mengusulkan seseorang untuk diangkat
menjadi Anggota Kehormatan dengan alasan yang sangat kuat.
Pengurus Pusat mengeluarkan Surat Keputusan Pengangkatan Anggota
Sukai ini:
Sembunyikan berita
A. Sejarah Gerakan
Perang Solferino
Pada tanggal 24 Juni 1859 di Solferino, sebuah kota kecil yang terletak di daratan rendah
Propinsi Lambordi, sebelah utara Italia, berlangsung pertempuran sengit antara prajurit
Perancis dan Austria. Pertempuran yang berlangsung sekitar 16 jam dan melibatkan 320.000
orang prajurit itu, menelan puluhan ribu korban tewas dan luka-luka. Sekitar 40 ribu orang
meninggal dalam pertempuran.
Banyaknya prajurit yang menjadi korban, dimana pertempuran berlangsung antar kelompok
yang saling berhadapan, memang merupakan karakteristik perang yang berlangsung pada
jaman itu. Tak ubahnya seperti pembantaian massal yang menghabisi ribuan orang pada satu
waktu. Terlebih lagi, komandan militer tidak memperhatikan kepentingan orang yang terluka
untuk mendapatkan pertolongan dan perawatan. Mereka hanya dianggap sebagai makanan
meriam. Ribuan mayat tumpang tindih dengan mereka yang terluka tanpa pertolongan.
Jumlah ahli bedah pun sangat tidak mencukupi. Saat itu, hanya ada empat orang dokter
hewan yang merawat seribu kuda serta seorang dokter untuk seribu orang. Pertempuran
tersebut pada akhirnya dimenangkan oleh Perancis.
Akibat perang dengan pemandangannya yang sangat mengerikan itu, menggugah Henry
Dunant, seorang pengusaha berkebangsaan Swiss (1828 1910) yang kebetulan lewat dalam
perjalanannya untuk menemui Kaisar Napoleon III guna keperluan bisnis. Namun
menyaksikan pemandangan yang sangat mengerikan akibat pertempuran, membuat
kesedihannya muncul dan terlupa akan tujuannya bertemu dengan kaisar. Dia mengumpulkan
orang-orang dari desa-desa sekitarnya, dan tinggal di sana selama tiga hari untuk dengan
Ribuan orang yang terluka tanpa perawatan dan dibiarkan mati di tempat karena pelayanan
medis yang tidak mencukupi jumlahnya dan tidak memadai dalam tugas/keterampilan,
membuatnya sangat tergugah. Kata-kata bijaknya yang diungkapkan saat itu, Siamo tutti
fratelli (Kita semua saudara), membuka hati para sukarelawan untuk melayani kawan
maupun lawan tanpa membedakannya.
Komite Internasional
Sekembalinya Dunant ke Swiss, membuatnya terus dihantui oleh mimpi buruk yang
disaksikannya di Solferino. Untuk menghilangkan bayangan buruk dalam pikirannya dan
untuk menarik perhatian dunia akan kenyataan kejamnya perang, ditulisnya sebuah buku dan
diterbitkannya dengan biaya sendiri pada bulan November 1862. Buku itu diberi judul
Kenangan dari Solferino (Un Souvenir De Solferino).
Selanjutnya Dunant mengirimkan buku itu kepada keluarga-keluarga terkemuka di Eropa dan
juga para pemimpin militer, politikus, dermawan dan teman-temannya. Usaha itu segera
membuahkan hasil yang tidak terduga. Dunant diundang kemana-mana dan dipuji dimanamana. Banyak orang yang tertarik dengan ide Henry Dunant, termasuk Gustave Moynier,
seorang pengacara dan juga ketua dari The Geneva Public Welfare Society (GPWS). Moynier
pun mengajak Henry Dunant untuk mengemukakan idenya dalam pertemuan GPWS yang
berlangsung pada 9 Februari 1863 di Jenewa. ternyata, 160 dari 180 orang anggota GPWS
mendukung ide Dunant. Pada saat itu juga ditunjuklah empat orang anggota GPWS dan
dibentuklah KOMITE LIMA untuk memperjuangkan terwujudnya ide Henry Dunant.
Mereka adalah :
1. Gustave Moynier
2. dr. Louis Appia
Adapun Henry Dunant, walaupun bukan anggota GPWS, namun dalam komite tersebut
ditunjuk menjadi sekretaris. Pada tanggal 17 Februari 1863, Komite Lima berganti nama
menjadi Komite Tetap Internasional untuk Pertolongan Prajurit yang Terluka sekaligus
mengangkat ketua baru yaitu jenderal Guillame Henri Dufour.
Pada bulan Oktober 1863, Komite Tetap Internasional untuk Pertolongan Prajurit yang
Terluka, atas bantuan Pemerintah Swiss, berhasil melangsungkan Konferensi Internasional
pertama di Jenewa yang dihadiri perwakilan dari 16 negara (Austria, Baden, Beierem,
Belanda, Heseen-Darmstadt, Inggris, Italia, Norwegia, Prusia, Perancis, Spanyol, Saksen,
Swedia, Swiss, Hannover,dan Hutenberg). Beberapa Negara tersebut saat ini sudah menjadi
Negara bagian dari Jerman.
Adapun hasil dari konferensi tersebut, adalah disepakatinya satu konvensi yang terdiri dari
sepuluh pasal, beberapa diantaranya merupakan pasal krusial yaitu digantinya nama Komite
Tetap Internasional untuk Menolong Prajurit yang Terluka menjadi KOMITE
INTERNASIONAL PALANG MERAH atau ICRC (International Committee of the Red
Cross) dan ditetapkannya tanda khusus bagi sukarelawan yang memberi pertolongan
prajurit yang luka di medan pertempuran yaitu Palang Merah diatas dasar putih.
Pada akhir konferensi internasional 1863, gagasan pertama Dunant untuk membentuk
perhimpunan para sukarelawan di setiap negara pun menjadi kenyataan Beberapa
perhimpunan serupa dibentuk beberapa bulan kemudian setelah konferensi internasional di
Wurttemburg, Grand Duchy of Oldenburg, Belgia dan Prusia. Perhimpunan lain mengikuti
seperti di Denmark, Perancis, Italy, Mecklenburgh-schwerin, Spain, Hamburg dan Hesse.
Pada waktu itu mereka disebut sebagai Komite Nasional atau Perhimpunan Pertolongan.
B. Komponen Gerakan
Liga Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah[1] kemudian secara formal
terbentuk dengan markas besarnya di Paris oleh Perhimpunan Palang Merah dari Perancis,
Inggris, Itali, Jepang, Amerika Serikat pada tanggal 5 Mei 1919 dengan tujuan utama
memperbaiki kesehatan pada negara-negara yang telah sangat menderita setelah perang. Liga
itu juga bertujuan untuk memperkuat dan menyatukan aktivitas kesehatan yang sudah ada
dalam Perhimpunan Palang Merah dan untuk mempromosikan pembentukan perhimpunan
baru. Bagian penting dari kerja Federasi adalah menyediakan dan mengkoordinasi bantuan
bagi korban bencana alam dan epidemi. Sejak 1939 markas permanennya ada di Jenewa.
Pada tahun 1991, keputusan diambil untuk merubah nama Liga Perhimpunan Palang Merah
menjadi Federasi Internasional Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah
atau IFRC (International Federation of the Red Cross and Red Crescent Societis).
Selanjutnya, baik IFRC, ICRC dan Perhimpunan Nasional, merupakan bagian dari komponen
Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah atau biasa disebut dengan Gerakan saja.
Komponen Gerakan dalam menjalankan tugasnya sesuai Prinsip Dasar dan mandat masingmasing sebagaimana yang disebut dalam Statuta Gerakan.
antara dua negara yang berperang atau bermusuhan dalam konflik bersenjata Internasional,
konflik bersenjata non-Internasional dan pada kasus-kasus kekerasan internasional. Selain
itu, juga berusaha untuk menjamin bahwa korban kekerasan di atas, baik penduduk sipil
maupun militer serta menerima perlindungan dan pertolongan.
ICRC adalah pelindung prinsip-prinsip dasar gerakan dan pengambil keputusan atas
pengakuan perhimpunan-perhimpunan nasional, dimana dengan itu mereka menjadi bagian
resmi dari gerakan. ICRC bekerja untuk mengembangkan HPI, menjelaskan,
mendiseminasikan dan mempromosikan Konvensi Jenewa. ICRC juga melaksanakan
kewajiban yang ditimpakan padanya berdasarkan Konvensi-konvensi tersebut dan
memastikan bahwa konvensi-konvensi itu dilaksanakan dan mengembangkannya apabila
perlu.
Perhimpunan Nasional
Perhimpunan Nasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah adalah organisasi kemanusiaan
yang ada di setiap negara anggota penandatangan Konvensi Jenewa. Tidak ada negara yang
dapat memiliki lebih dari satu Perhimpunan Nasional. Sebelum sebuah perhimpunan baru
disetujui oleh ICRC dan menjadi anggota Federasi, beberapa syarat ketat harus dipenuhi.
Menurut statuta gerakan Perhimpunan Nasional yang baru didirikan harus disetujui oleh
ICRC. Untuk dapat memperoleh persetujuan dari ICRC, sebuah Perhimpunan Nasional harus
memenuhi 10 syarat yaitu:
Memakai nama dan lambang Palang Merah atau Bulan Sabit Merah
Bersifat mandiri
Statuta Gerakan
Statuta Gerakan adalah salah satu dasar yang menentukan struktur dan kewajiban ICRC,
Federasi, dan Perhimpunan Nasional. Statuta Gerakan disusun pada tahun 1928. Kemudian
direvisi pada tahun 1952 direvisi lagi pada tahun 1986, tepatnya pada Konferensi
Internasional yang ke-25 yang dilaksanakan di Jenewa.
Statuta ICRC
ICRC menetapkan statutanya pada tahun 1915. Semenjak itu mereka sudah merevisinya
beberapa kali. Khususnya, mereka berefleksi dan mengembangkan pokok-pokok pikiran dari
pasal 5 Statuta Gerakan. Untuk lebih persisnya, sebagai tambahan atas apa yang sudah
disebutkan di atas, statuta itu menyebutkan bahwa ICRC harus:
Mengemban tugas yang diberikan oleh Konvensi Jenewa dan memastikan bahwa HPI
Statuta Federasi
Statuta Federasi memutuskan tanggung jawab Federasi sebagai berikut:
> Bertindak sebagai badan penghubung dan koordinasi permanen dari PerhimpunanPerhimpunan Nasional;
> Memberikan bantuan kepada Perhimpunan Nasional yang mungkin memerlukan dan
memintanya;
>
> Mengkoordinasi operasi bantuan yang dilaksanakan oleh Perhimpunan Nasional dalam
rangka membantu korban bencana alam dan pengungsi di tempat di mana tidak ada konflik
bersenjata.
1] Pada saat itu, beberapa negara dimulai dari kerajaan Ottonam (Turki), sudah menggunakan
Lambang Bulan Sabit Merah sebagai Lambang perhimpunan nasionalnya.
mylawuskblog
hukum
Search
Main menu
Skip to primary content
Home
About
Post navigation
Previous Next
1. 1. Latar Belakang
Komite Internasional Palang Merah (ICRC) adalah lembaga kemanusiaan swasta yang
berbasis di Jenewa, Swiss. Negara-negara peserta (penanda tangan) keempat Konvensi
Jenewa 1949 dan Protokol Tambahan 1977 dan 2005, telah memberi ICRC mandat untuk
melindungi korban konflik bersenjata internasional dan non-internasional. Termasuk di
dalamnya adalah korban luka dalam perang, tawanan, pengungsi, warga sipil, dan nonkombatan lainnya.
ICRC adalah salah satu dari tiga komponen, sekaligus cikal bakal, Gerakan Palang Merah
dan Bulan Sabit Merah Internasional. Selain ICRC, komponen Gerakan antara lain Federasi
Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah (IFRC) dan 186 Perhimpunan Nasional.
Perhimpunan Nasional di Indonesia bernama Palang Merah Indonesia (PMI). ICRC adalah
organisasi tertua dan dihormati dalam Gerakan, dan merupakan salah satu organisasi yang
paling banyak diakui di seluruh dunia. Salah satu contoh pengakuan dunia, ICRC telah tiga
kali menerima Hadiah Nobel Perdamaian pada tahun 1917, 1944, dan 1963.
Pernyataan misi resmi ICRC berbunyi: Komite Internasional Palang Merah (ICRC) adalah
organisasi yang tidak memihak, netral, dan mandiri, yang misinya semata-mata bersifat
kemanusiaan, yaitu untuk melindungi kehidupan dan martabat para korban konflik bersenjata
dan situasi-situasi kekerasan lain dan memberi mereka bantuan. ICRC mengarahkan dan
mengkoordinasi kegiatan bantuan kemanusiaan dan berupaya mempromosikan dan
memperkuat hukum humaniter dan prinsip-prinsip kemanusiaan universal. Tugas utama
ICRC bersumber pada Konvensi Jenewa dan Statuta Gerakan, dimana dikatakan bahwa tugas
ICRC antara lain:
2)
3)
BAB II
PEMBAHASAN
1. 1. Definisi ICRC
ICRC (International Committee of the Red Cross atau Komite Internasional Palang Merah)
didirikan hamper satu setengah abad yang lalu. ICRC berupaya memelihara kemanusiaan di
tengah kancah peperangan. Prinsip yang menjadi pedoman ICRC ialah bahwa dalam perang
pun ada batas-batasnya, yaitu batas-batas bagi cara melakukan perang itu sendiri dan batasbatas bagi perilaku kombatan. Kumpulan aturan yang dibentuk dengan mempertimbangkan
prinsip tersebut dan telah disahkan oleh hamper semua Negara di dunia dikenal dengan nama
Hukum Humaniter Internasional (international Humanitarian Law), yang landasan utamanya
ialah Konvensi-konvensi Jenewa (the Geneva Conventions).
Peran istimewa yang dimiliki oleh ICRC merupakan peran yang ditugaskan kepadanya oleh
negara-negara melalui berbagai instrument Hukum Humaniter. Namun, walaupun ICRC
menjalin hubungan tetap dengan negara-negara, ICRC selalu menekankan statusnya sebagai
organisasi yang independen (mandiri). Alasannya ialah,bahwa hanya jika ICRC bebas
bertindak secara mandiri terhadap pemerintah atau penguasa manapun, ICRC akan dapat
melayani kepentingan sesungguhnya yang ada pada para korban konflik. Para korbanlah
yang menjadi inti misi kemanusiaan ICRC.
1. 2. Status Hukum
ICRC adalah organisasi kemanusiaan yang netral, tidak memihak, dan mandiri. Mandate
ICRC, yaitu melindungi dan membantu korban konflik bersenjata, diperolehnya dari Negaranegara melalui keempat Konvensi Jenewa Tahun 1949 beserta protocol Tambahannya Tahun
1977 dan 2005, yang menggantikan Konvensi Jenewa Pertama Tahun 1846.
Mandat dan status hukumnya membedakan ICRC dari badan-badan antarpemerintah, seperti
misalnya organisasi-organisasi Perserikatan Bangsa-Bansa, dan juga lembaga-lembaga
swadaya masyarakat (LSM). Di kebanyakan negara di mana organisasi ini bekerja, ICRC
mengadakan perjanjian markas besar dengan para pihak yang berwenang. Dengan perjanjianperjanjian ini, yang tunduk pada hukum Internasional, ICRC memperoleh hak-hak istimewa
dan kekebalan yang biasanya hanya diberikan kepada organisai-organisasi antarpemerintah,
seperti misalnya kekebalan terhadap hukum, yang melindunginya dari proses administratif
dan pengadilan, dan tidak dapat diganggu gugatnya gedung, arsip dan dokumen-dokumen
ICRC lainnya. Hak istimewa dan kekebalan tersebut harus ada pada ICRC, sebab hak-hak
tersebut menjamin dua kondisi yang amat penting bagi tindakannya, yaitu kenetralan dan
kemandirian. ICRC telah mengadakan perjanjian semacam itu dengan Negara Swiss, yang
menjamin kebebasan bertindak dan kemandirian ICRC dari Pemerintah Swiss.
ICRC adalah asosiasi swasta yang terdaftar di Swiss dan mendapat hak-hak istimewa dan
kekebalan hukum di wilayah Swiss selama bertahun-tahun. Hak-hak istimewa itu dikatakan
mendekati kedaulatan de facto. Pada tanggal 19 Maret 1993, landasan hukum perlakuan
khusus untuk ICRC ditetapkan melalui perjanjian resmi antara Pemerintah Swiss dan ICRC.
Perjanjian ini melindungi kesucian (sanctity) semua properti ICRC di Swiss termasuk
kantor pusat dan arsip-arsip, memberi kekebalan hukum kepada anggota dan staf,
membebaskan ICRC dari semua pajak dan biaya, menjamin pengiriman barang, jasa, dan
uang yang dilindungi dan bebas kepabeanan, memberi komunikasi yang aman setara dengan
kedutaan asing, dan menyederhanakan perjalanan ke dalam dan ke luar Swiss bagi ICRC.
Sebaliknya Swiss tidak mengakui passport yang dikeluarkan ICRC.
Berbeda dengan keyakinan umum, ICRC bukan entitas berdaulat seperti Orde Penguasa
Militer Malta (Sovereign Military Order of Malta) dan juga bukan merupakan organisasi
internasional, baik non-pemerintah (LSM) maupun antar pemerintah. ICRC membatasi
keanggotaannya hanya warga negara Swiss, dan juga tidak seperti kebanyakan LSM, ICRC
tidak memiliki kebijakan keanggotaan yang terbuka dan tak terbatas bagi semua orang
karena anggota baru dipilih oleh Komite (melalui suatu proses yang disebut
cooptation/pemilihan). Akan tetapi, sejak awal 1990-an, ICRC mempekerjakan orang-orang
dari seluruh dunia untuk bekerja dalam misi lapangan dan di Kantor Pusat. Pada tahun 2007,
hampir setengah staf ICRC bukan warga negara Swiss. ICRC mendapat privilese dan
kekebalan hukum di banyak negara, berdasarkan hukum nasional di negara-negara tersebut,
berdasarkan perjanjian antara ICRC dan pemerintah, atau, dalam beberapa kasus,
berdasarkan yurisprudensi internasional (seperti hak delegasi ICRC untuk tidak memberi
kesaksian di depan pengadilan internasional).
Pada tanggal 9 Februari 1863 di Jenewa, Henry Dunant mendirikan Komite Lima
(bersama-sama dengan empat tokoh terkemuka lainnya dari keluarga terkenal Jenewa)
sebagai komisi investigasi dari Masyarakat Jenewa untuk Kesejahteraan Masyarakat. [7]
Tujuan mereka adalah untuk memeriksa kelayakan gagasan Dunant dan untuk mengatur
sebuah konferensi internasional tentang kemungkinan implementasi mereka. Anggota komite
ini, selain dari Dunant sendiri, adalah Gustave Moynier, pengacara dan Ketua Masyarakat
Jenewa untuk Kesejahteraan Masyarakat, dokter Louis Appia, yang memiliki pengalaman
yang signifikan bekerja sebagai dokter bedah lapangan, teman Appia dan rekan Thodore
Maunoir, dari Jenewa Kebersihan dan Kesehatan Komisi, dan Guillaume-Henri Dufour,
seorang Swiss Army umum terkenal besar. Delapan hari kemudian, lima laki-laki
memutuskan untuk mengubah nama panitia kepada Komite Internasional untuk Bantuan ke
Terluka. Pada bulan Oktober (26-29) 1863, konferensi internasional yang diselenggarakan
oleh panitia diadakan di Jenewa untuk mengembangkan langkah-langkah yang mungkin
untuk meningkatkan pelayanan medis di medan perang. Konferensi ini dihadiri oleh 36
orang: delapan belas delegasi resmi dari pemerintah nasional, enam delegasi dari nonpemerintah organisasi, tujuh non-resmi delegasi asing, dan lima anggota dari Komite
Internasional. Negara-negara dan kerajaan diwakili oleh delegasi resmi adalah Baden,
Bavaria, Prancis, Inggris, Hanover, Hesse, Italia, Belanda, Austria, Prusia, Rusia, Saxony,
Swedia, dan Spanyol. Di antara proposal tertulis dalam resolusi akhir konferensi, yang
diadopsi pada tanggal 29 Oktober 1863, adalah:
1. Dasar dari masyarakat kemanusiaan nasional untuk tentara yang terluka;
2. Netralitas dan perlindungan bagi tentara yang terluka;
3. Pemanfaatan pasukan relawan untuk bantuan pemulihan di medan perang;
4. Organisasi konferensi tambahan untuk memberlakukan konsep-konsep dalam
perjanjian internasionaln yang mengikat secara hukum, dan
5. Pengenalan simbol perlindungan umum khas bagi tenaga medis di lapangan, yaitu
gelang putih bantalan sebuah salib merah.
Memorial memperingati penggunaan pertama dari simbol Palang Merah dalam sebuah
konflik bersenjata selama Pertempuran Dybbol (Denmark) pada tahun 1864, bersama-sama
didirikan pada tahun 1989 oleh Palang Merah masyarakat nasional dari Denmark dan
Jerman.
Palang Merah dalam aksi pada tahun 1864.
Hanya satu tahun kemudian, pemerintah Swiss mengundang pemerintah semua negara
Eropa, serta Amerika Serikat, Brasil, dan Meksiko, untuk menghadiri sebuah konferensi
diplomatik resmi. Enam belas negara mengirimkan total dua puluh enam delegasi ke Jenewa.
Pada tanggal 22 Agustus 1864, konferensi mengadopsi Konvensi Jenewa pertama untuk
kemajuan dari syarat yang Terluka di tentara di Lapangan. Perwakilan dari 12 negara dan
kerajaan menandatangani konvensi itu: Baden, Belgia, Denmark, Perancis, Hesse, Italia,
Belanda, Portugal, Prusia, Swiss, Spanyol, dan Wrttemberg. Konvensi tersebut berisi
sepuluh artikel, menetapkan untuk pertama kalinya aturan yang mengikat secara hukum
menjamin netralitas dan perlindungan bagi tentara yang terluka, petugas bidang medis, dan
lembaga-lembaga kemanusiaan tertentu dalam suatu konflik bersenjata. Selain itu, konvensi
didefinisikan dua persyaratan khusus untuk pengakuan masyarakat lega nasional oleh Komite
Internasional.
Masyarakat nasional harus diakui oleh pemerintah nasionalnya sendiri sebagai masyarakat
bantuan sesuai dengan konvensi, dan Pemerintah nasional masing-masing negara harus
menjadi negara pihak pada Konvensi Jenewa.
Langsung setelah pembentukan Konvensi Jenewa, masyarakat nasional pertama yang
didirikan di Belgia, Denmark, Perancis, Oldenburg, Prusia, Spanyol, dan Wrttemberg. Juga
pada tahun 1864, Louis Appia dan Charles van de Velde, seorang kapten dari tentara
Belanda, menjadi delegasi independen dan netral pertama yang bekerja di bawah simbol
Palang Merah dalam konflik bersenjata. Tiga tahun kemudian pada tahun 1867, Konferensi
Internasional pertama Perhimpunan Bantuan Nasional untuk Keperawatan Perang Wounded
diselenggarakan.
Juga pada tahun 1867, Henry Dunant dipaksa untuk menyatakan bangkrut karena kegagalan
bisnis di Aljazair, sebagian karena ia telah mengabaikan kepentingan bisnisnya selama
kegiatan tak kenal lelah nya untuk Komite Internasional. Kontroversi seputar bisnis Dunant
transaksi dan pendapat yang dihasilkan publik yang negatif, dikombinasikan dengan konflik
yang berkelanjutan dengan Gustave Moynier, menyebabkan pengusiran Dunant dari
jabatannya sebagai anggota dan sekretaris. Dia didakwa dengan kebangkrutan penipuan dan
surat perintah penangkapan dikeluarkan. Dengan demikian, ia terpaksa meninggalkan Jenewa
dan tidak pernah kembali ke kota rumahnya. Dalam tahun-tahun berikutnya, masyarakat
nasional didirikan di hampir setiap negara di Eropa. Pada tahun 1876, komite mengadopsi
nama Komite Internasional Palang Merah (ICRC), yang masih penunjukan resmi hari ini.
Lima tahun kemudian, Palang Merah Amerika didirikan melalui upaya Clara Barton. Lebih
banyak negara menandatangani Konvensi Jenewa dan mulai menghormati dalam praktek
selama konflik bersenjata. Dalam waktu yang agak singkat, Palang Merah mendapatkan
momentum besar sebagai gerakan internasional dihormati, dan masyarakat nasional menjadi
semakin populer sebagai tempat untuk pekerjaan sukarela.
Ketika Nobel Peace Prize pertama diberikan pada tahun 1901, Komite Nobel Norwegia
memilih untuk memberikan bersama-sama ke Henry Dunant dan Frdric Passy, seorang
pasifis internasional terkemuka. Lebih penting daripada kehormatan hadiah itu sendiri,
ucapan selamat resmi dari Komite Internasional Palang Merah ditandai rehabilitasi terlambat
dari Henry Dunant dan mewakili penghargaan untuk peran kunci dalam pembentukan Palang
Merah. Dunant meninggal sembilan tahun kemudian di resor kesehatan kecil Swiss Heiden.
Hanya dua bulan sebelumnya lama lawannya Gustave Moynier juga meninggal,
meninggalkan tanda dalam sejarah Komite sebagaimana terlama presidennya pernah.
Pada tahun 1906, Konvensi Jenewa 1864 direvisi untuk pertama kalinya. Satu tahun
kemudian, Konvensi Den Haag X, diadopsi pada Konferensi Perdamaian Internasional
Kedua di Den Haag, memperluas ruang lingkup Konvensi Jenewa untuk perang angkatan
laut. Sesaat sebelum awal Perang Dunia Pertama pada tahun 1914, 50 tahun setelah
berdirinya ICRC dan pengadopsian Konvensi Jenewa pertama, sudah ada 45 masyarakat
kemanusiaan nasional di seluruh dunia. Gerakan telah diperpanjang sendiri di luar Eropa dan
Amerika Utara ke Tengah dan Amerika Selatan (Argentina, Brazil, Chili, Kuba, Meksiko,
Peru, El Salvador, Uruguay, Venezuela), Asia (Republik Cina, Jepang, Korea, Siam), dan
Afrika (Afrika Selatan).
1. 4. Dasar Hukum
Operasi ICRC umumnya didasarkan pada Hukum Humaniter Internasional (IHL),
empat Konvensi Jenewa tahun 1949, mereka dua Protokol Tambahan tahun 1977 dan
Protokol Tambahan III tahun 2005, Anggaran Dasar Palang Merah Internasional dan Gerakan
Bulan Sabit Merah, dan keputusan yang Konferensi Internasional Palang Merah dan Bulan
Sabit Merah.
Hukum Humaniter Internasional (IHL), Perjanjian dan Hukum Adat Hukum Internasional
Kemanusiaan adalah seperangkat aturan yang mulai berlaku dalam konflik bersenjata. Hal ini
bertujuan untuk meminimalkan bahaya dari konflik bersenjata dengan memberlakukan
kewajiban dan tugas kepada mereka yang berpartisipasi dalam konflik bersenjata. IHL
terutama berkaitan dengan dua bagian, perlindungan terhadap orang-orang yang tidak, atau
tidak lagi mengambil bagian dalam pertempuran dan pembatasan pada cara dan metode
peperangan seperti senjata dan taktik [20]. IHL yang dirikan pada konvensi Jenewa yang
pertama kali ditandatangani pada tahun 1864 oleh 16 negara. Tradisi dan Bea Cukai telah
diatur pelaksanaan perang sampai saat itu, yang bervariasi tergantung pada lokasi dan waktu.
Konvensi Jenewa Pertama tahun 1949 mencakup perlindungan bagi yang terluka dan sakit
dari konflik bersenjata di darat. The Jenewa Kedua Konvensi meminta perlindungan dan
perawatan untuk luka, sakit dan terdampar dari konflik bersenjata di laut. The Jenewa Ketiga
Konvensi menekankan perlakuan terhadap tawanan perang. Konvensi Jenewa Keempat
menyangkut perlindungan warga sipil di masa perang. Selain itu, ada adalah tubuh lebih
banyak Hukum Adat Internasional (CIL) yang mulai berlaku bila diperlukan.
BAB III
PENUTUP
1. 1. Kesimpulan
Dari pembahasan yang telah diuraikan, maka dapat diambil kesimpula bahwa ICRC
adalah singkatan dari International Committee of the Red Cross) yang merupakan salah satu
dari organisasi internasional yang bersifat netral, tidak memihak, dan berbasis kemanusiaan.
Perlu diketahui bahwasanya ICRC ( Komite Internasional Palang Merah ) adalah lembaga
pendiri Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah. Di samping melaksanakan kegiatankegiatan operasional untuk melindungi dan membantu para korban perang, ICRC adalah
promotor dan pemelihara hukum humaniter internasional.