Atas inisiatif ICRC, negara-negara mengadopsi Konvensi Jenewa pertama tahun 1864. Sejak saat
itu, ICRC, dengan dukungan seluruh Palang Merah dan Bulan Sabit Merah, terus mendorong
pemerintah untuk mengadaptasikan hukum humaniter internasional terhadap keadaan yang terus
berubah, terutama terkait perkembangan terkini peralatan dan metode perang, guna memberikan
perlindungan dan bantuan yang lebih efektif bagi korban konflik.
Dewasa ini, semua Negara terikat oleh empat Konvensi Jenewa 1949 yang pada masa konflik
bersenjata, memberikan perlindungan kepada anggota angkatan bersenjata yang terluka, sakit dan
kapal karam, tawanan perang dan warga sipil.
Lebih dari tiga perempat negara di seluruh duni saat ini telah menjadi Negara Pihak pada kedua
Protokol Tambahan 1977. Protokol Tambahan I melindungi korban konflik bersenjata internasional,
sedangkan Protokol Tambahan II melindungi korban konflik bersenjata non-internasional. Yang
terpenting, perjanjian-perjanjian tersebut telah mengkodifikasikan aturan untuk melindungi
penduduk sipil dari dampak permusuhan. Protokol Tambahan III 2005 memungkinkan untuk
penggunaan lambang tambahan – Kristal Merah – oleh perhimpunan nasional dalam Gerakan.
Keempat Konvensi Jenewa dan Protokol Tambahan I memberi mandat khusus kepada ICRC
untuk melaksanakan aksi kemanusiaan dalam situasi konflik bersenjata internasional. Secara
khusus, ICRC mempunyai hak untuk mengunjungi tawanan perang dan interniran sipil.
Konvensi-konvensi tersebut juga memberi ICRC hak inisiatif.
Dalam konflik bersenjata non-internasional, ICRC bisa menggunakan hak inisiatif
kemanusiaan yang diakui oleh masyarakat internasional dan tercantum pada Pasal 3
ketentuan sama keempat Konvensi Jenewa.
Dalam hal terjadinya gangguan dan ketegangan dalam negeri, dan dalam situasi lain yang
membutuhkan aksi kemanusiaan, ICRC juga mempunyai hak inisiatif, yang diakui dalam
Anggaran Dasar Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional. Dengan demikian,
ketika hukum humaniter internasional tidak berlaku, ICRC dapat menawarkan pelayanannya
kepada pemerintah yang mana tawaran tersebut bukan merupakan campur tangan terhadap
urusan internal negara yang bersangkutan.
Komite Internasional Palang Merah (ICRC) adalah organisasi yang tidak memihak, netral, dan
independen, yang misinya semata-mata bersifat kemanusiaan, yaitu untuk melindungi kehidupan
dan martabat para korban konflik bersenjata dan situasi-situasi kekerasan lainnya, dan memberi
mereka bantuan.
ICRC juga berusaha mencegah penderitaan dengan mempromosikan dan memperkuat hukum
humaniter dan prinsip-prinsip kemanusiaan universal.
Didirikan pada tahun 1863, ICRC merupakan cikal bakal dari Konvensi-konvensi Jenewa dan
Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional. ICRC mengatur dan mengkoordinasi
aksi kemanusiaan internasional yang dilakukan oleh Gerakan dalam konflik-konflik bersenjata dan
situasi-situasi kekerasan lainnya.
Tentang ICRC
Atas inisiatif ICRC, negara-negara mengadopsi Konvensi Jenewa pertama tahun 1864. Sejak saat
itu, ICRC, dengan dukungan seluruh Palang Merah dan Bulan Sabit Merah, terus mendorong
pemerintah untuk mengadaptasikan hukum humaniter internasional terhadap keadaan yang terus
berubah, terutama terkait perkembangan terkini peralatan dan metode perang, guna memberikan
perlindungan dan bantuan yang lebih efektif bagi korban konflik.
Dewasa ini, semua Negara terikat oleh empat Konvensi Jenewa 1949 yang pada masa konflik
bersenjata, memberikan perlindungan kepada anggota angkatan bersenjata yang terluka, sakit dan
kapal karam, tawanan perang dan warga sipil.
Lebih dari tiga perempat negara di seluruh duni saat ini telah menjadi Negara Pihak pada kedua
Protokol Tambahan 1977. Protokol Tambahan I melindungi korban konflik bersenjata internasional,
sedangkan Protokol Tambahan II melindungi korban konflik bersenjata non-internasional. Yang
terpenting, perjanjian-perjanjian tersebut telah mengkodifikasikan aturan untuk melindungi
penduduk sipil dari dampak permusuhan. Protokol Tambahan III 2005 memungkinkan untuk
penggunaan lambang tambahan – Kristal Merah – oleh perhimpunan nasional dalam Gerakan.
Keempat Konvensi Jenewa dan Protokol Tambahan I memberi mandat khusus kepada ICRC
untuk melaksanakan aksi kemanusiaan dalam situasi konflik bersenjata internasional. Secara
khusus, ICRC mempunyai hak untuk mengunjungi tawanan perang dan interniran sipil.
Konvensi-konvensi tersebut juga memberi ICRC hak inisiatif.
Dalam konflik bersenjata non-internasional, ICRC bisa menggunakan hak inisiatif
kemanusiaan yang diakui oleh masyarakat internasional dan tercantum pada Pasal 3
ketentuan sama keempat Konvensi Jenewa.
Dalam hal terjadinya gangguan dan ketegangan dalam negeri, dan dalam situasi lain yang
membutuhkan aksi kemanusiaan, ICRC juga mempunyai hak inisiatif, yang diakui dalam
Anggaran Dasar Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional. Dengan demikian,
ketika hukum humaniter internasional tidak berlaku, ICRC dapat menawarkan pelayanannya
kepada pemerintah yang mana tawaran tersebut bukan merupakan campur tangan terhadap
urusan internal negara yang bersangkutan.
Komite Internasional Palang Merah (ICRC) adalah organisasi yang tidak memihak, netral, dan
independen, yang misinya semata-mata bersifat kemanusiaan, yaitu untuk melindungi kehidupan
dan martabat para korban konflik bersenjata dan situasi-situasi kekerasan lainnya, dan memberi
mereka bantuan.
ICRC juga berusaha mencegah penderitaan dengan mempromosikan dan memperkuat hukum
humaniter dan prinsip-prinsip kemanusiaan universal.
Didirikan pada tahun 1863, ICRC merupakan cikal bakal dari Konvensi-konvensi Jenewa dan
Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional. ICRC mengatur dan mengkoordinasi
aksi kemanusiaan internasional yang dilakukan oleh Gerakan dalam konflik-konflik bersenjata dan
situasi-situasi kekerasan lainnya.
Kategori Indonesia
Berita Indonesia ICRC
Komite Internasional Palang Merah (ICRC) bekerjasama dengan Sketchwalker mengadakan kompetisi sketsa.
Mengusung tema “Sketsa untuk kemanusiaan” (Sketch ...
Waktu menunjukan pukul 10.30 saat pesawat kami mendarat di Bandara Sultan Iskandar Muda, Banda
Aceh. Udara panas menyeruak tatkala pintu pembatas ruang pengambilan ...
Layanan forensik ICRC, berbicara bagi yang
telah tiada
30/08/2017, Bantuan Kemanusiaan / Berita / Foto & Video / Indonesia / Kegiatan / Orang Hilang
Konflik bersenjata, bencana menyebabkan banyak keluarga terpisah dari orang-orang yang mereka cintai
tanpa mengetahui di ...
Kompetisi Debat Hukum Humaniter Internasional atau yang dikenal dengan IHL National Debate
Competition baru saja ...
Jakarta (PMI/MSF/ICRC) – Ancaman global yang dihadapi oleh pasien dan petugas pelayanan kesehatan
pada saat konflik menjadi isu utama dalam diskusi yang melibatkan ...
ICRC dan TNI AU upayakan perdalam
pengetahuan HHI bagi 40 perwira Lanud
Sulaiman
03/08/2017, Berita / Foto & Video / Indonesia / Kegiatan / Promosi HHI
Dalam upaya memperdalam pengetahuan dan mempertajam kemampuan HHI para perwira di Lanud
Sulaiman, Komite Internasional ...
The 12th Indonesian Round of the International Humanitarian Law Moot Court Competition akan
diselenggarakan sekitar bulan ...
Komentar terkait Konvensi Jenewa II sudah
diperbarui
26/07/2017, Berita / Dokumen HHI / Hukum Humaniter / Indonesia
Setelah bertahun-tahun, akhirnya Komentar atas Konvensi Jenewa II tentang Perang di Laut kembali
diperbarui. Pada dasarnya, yang berubah dari isi kompilasi komentar ini ...
Setelah berhasil mengadakan operasi katarak bagi warga masyarakat di Kota Tual Provinsi Maluku, dua
minggu ...
Guna membantu mengurangi angka prevalensi kebutaan yang terus meningkat di Indonesia, Palang Merah
Indonesia (PMI) bersama dengan ICRC (Komite Internasional Palang Merah) kembali melakukan ...
Kompetisi Debat HHI Nasional 2017
07/06/2017, Agenda Kegiatan / Berita / Indonesia / Kegiatan / Promosi HHI
Kompetisi Debat HHI Nasional 2017 diselenggarakan oleh Komite Internasional Palang Merah (ICRC)
regional delegasi Indonesia ...
Presiden Komite Internasional Palang Merah (ICRC), Peter Maurer, telah menyelesaikan kunjungan ke
Indonesia yang dilaksanakan selama tiga hari dari 20-22/03/2017. Kunjungan ini bertujuan ...
Kategori Dokumen HHI
Pusat Data ICRC Jakarta
Mengapa kami memerlukan prinsip-prinsip
dasar?
07/09/2017, Dokumen HHI / Hukum Humaniter
Bayangkan Anda seorang sukarelawan Palang Merah atau Bulan Sabit Merah. Negara Anda mengalami
perang saudara brutal dan tugas Anda adalah merawat orang sakit ...
Setelah bertahun-tahun, akhirnya Komentar atas Konvensi Jenewa II tentang Perang di Laut kembali
diperbarui. Pada dasarnya, yang berubah dari isi kompilasi komentar ini ...
Lambang kemanusiaan
05/07/2017, Dokumen HHI / Hukum Humaniter / Promosi HHI
Lambang palang merah dan bulan sabit merah adalah simbol harapan universal bagi orang-orang yang
sedang mengalami krisis kemanusiaan. Bagi masyarakat yang mengalami trauma ...
Islam dan Hukum Humaniter Internasional:
Selayang Pandang
05/06/2017, Berita / Dokumen HHI / Hukum Humaniter / Opini
Seiring dengan terjadinya konflik bersenjata di banyak belahan dunia Islam, hukum perang Islam menjadi
suatu keniscayaan demi melindungi warga sipil dan mereka yang ...
Abstrak Artikel ini mengulas hubungan antara prinsip yurisdiksi universal dan komplementaritas serta
kesulitan dalam implementasinya. Kendati kedua prinsip ini dikenal luas, masih ada ...
Hukum internasional dan konflik bersenjata di
masa suram : Seruan untuk terlibat
21/04/2016, Dokumen HHI / Hukum Humaniter
Abstrak Catatan Opini ini menyoroti ketentuan hukum humaniter internasional (HHI) yang mewajibkan
diseminasi Konvensi Jenewa dan Protokol Tambahan kepada warga sipil. Dengan merujuk ...
Abstrak Seraya memperkenalkan bagian terbaru, yakni ‘debat’, Review berharap bisa berkontribusi pada
refleksi tentang kontroversi yang bersifat etika, hukum, atau praktik sekarang ini ...
Abstrak Kekerasan seksual banyak terjadi dalam konflik bersenjata kontemporer. Hukum humaniter
internasional dan hukum hak asasi manusia secara mutlak melarang segala bentuk kekerasan ...
Kekerasan dan Aksi Kemanusiaan di Daerah
Perkotaan: Tantangan dan Pendekatan Baru
21/01/2016, Dokumen HHI / Hukum Humaniter
Abstrak Sejumlah negara dihadapkan pada tantangan untuk memastikan pembangunan harmonis dari kota
yang berkembang pesat, untuk menawarkan layanan publik yang layak seiring pertumbuhan ...
Abstrak Perang cyber amat menonjol dalam agenda pembuat kebijakan dan pemimpin militer di seluruh
dunia. Unit-unit baru untuk menjamin keamanan cyber diciptakan di ...
Intervensi militer untuk tujuan kemanusiaan :
apakah Doktrin Responsibility to Protect
mementingkan legalitas penggunaan
kekerasan untuk tujuan-tujuan kemanusiaan?
22/10/2015, Dokumen HHI / Hukum Humaniter
Abstrak Responsibility to Protect disebut-sebut sebagai sebuah pendekatan baru untuk melindungi populasi
dari kekejaman masal. Tentu saja hal ini akan mendorong kepercayaan bahwa ...
Abstrak Personil medis militer dan obyek militer, serta kombatan yang terluka dan sakit, dilindungi terhadap
serangan langsung berdasarkan prinsip pembedaan dalam hukum humaniter ...
The 11th Indonesian Round of the International Humanitarian Law Moot Court Competition akan
diselenggarakan pada bulan ...
Kompetisi Debat Hukum Humaniter Internasional atau yang dikenal dengan IHL National Debate
Competition baru saja ...
Instrumen hukum apa sajakah yang terkait dengan penggunaan ranjau? Apakah Indonesia sudah turut serta
dalam ...
HHI: ICRC meluncurkan panduan baru
memperkuat relevansi Konvensi Jenewa
28/03/2016, Berita / Global / Hukum Humaniter / ICRC & HHI
Jenewa – Komite Internasional Palang Merah (ICRC) meluncurkan panduan baru yang cukup besar pada
pelaksanaan Konvensi Jenewa, memperkuat argumen meskipun masih banyak dilanggar, ...
International Society of International Law (ISIL) kembali bekerja sama dengan Komite Internasional Palang
Merah (ICRC) ...
The 10th Indonesian Round of the International Humanitarian Law Moot Court Competition akan
diselenggarakan pada bulan ...
Beijing / Hong Kong (ICRC) – Mahasiswa Fakultas Hukum dari 22 kota di Asia-Pasifik berpartisipasi ...
Kompetisi Moot Court (Peradilan Semu) merupakan kegiatan ekstrakurikuler dimana para siswa berada
dalam sebuah proses simulasi ...
UI Kembali Mewakili Indonesia Pada
Kompetisi Moot Court di Hong Kong 2015
08/01/2015, Berita / Hukum Humaniter / ICRC & HHI / Indonesia / Kegiatan / Promosi HHI
Jakarta (ICRC) – Universitas Indonesia (UI) kembali keluar sebagai juara nasional Kompetisi Pengadilan Semu
(Moot ...
Di Asia Tenggara, ini seminar pertama ICRC mengenai Prinsip-prinsip Kemanusiaan dan Pedoman Perilaku.
Sebelumnya telah ...
Tantangan yang dihadapi oleh personil Brimob dalam mengatasi pelaku kriminal bersenjata menjadi
bahasan hangat dalam ...
Pelatihan Simulasi HHI untuk Kopassus
05/11/2014, Berita / Foto & Video / Hukum Humaniter / ICRC & HHI / Indonesia / Kegiatan /
Promosi HHI
Sejak tahun 1999, ICRC di Indonesia mempromosikan integrasi Hukum Humaniter Internasional (HHI) di
Angkatan Bersenjata ...
1
2
3
…
8
Tentang
ICRC mulai bekerja di Indonesia sejak tahun 1942 ketika Jepang menduduki Indonesia. Usai kemerdekaan,
ICRC terus hadir untuk memberikan bantuan kemanusiaan, termasuk obat-obatan melalui PMI. Keberadaan
ICRC dipermanenkan oleh Pemerintah Indonesia tahun 1979. Kegiatan ICRC dititikberatkan pada promosi
Hukum Humaniter Internasional (HHI) dan pengembangan kapasitas PMI di Indonesia dan CVTL di Timor
Leste.
Social Media
Video
Agenda Kegiatan
Lomba Esai Kemanusiaan ICRC-Qureta 2017:
Konflik dan Krisis Kemanusiaan
01/08/2017, Agenda Kegiatan
Dewasa ini, dunia kita seperti sedang menghadapi apa yang disebut penulis India, Pankaj Mishra,
sebagai abad kemarahan (age of anger). Ada banyak gesekan dan ketegangan yang berujung konflik,
baik di tingkat ...
Tags
Aceh Afghanistan Agenda Kegiatan Bantuan kemanusiaan Bantuan Kemanusiaan Bencana Berita Berita
Global Berita Indonesia blog Diseminasi Dokumen HHI Eksplorasi Hukum Humaniter forensik Foto
Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Headline News Health Care In Danger Hukum
Humaniter Internasional ICRC ICRC & HHI ICRC Jakarta JUMBARA Katarak Kegiatan ICRC kompetisi
Konvensi Kunjungan Tahanan Marawi Moot Court Papua Perang Cyber Pertolongan Pertama PMI PMR
Qureta RFL Rilis Pers Seminar Suriah TNI Tsunami Video W
Pusat Informasi
Komite Internasional Palang Merah (ICRC) telah mendirikan Documentation Centre on Humanitarian Studies (DCHS)
di Kantor Delegasi Regional untuk Indonesia & Timor Leste pada tahun 2010 dengan tujuan untuk memajukan dan
mempromosikan studi dan penelitian tentang isu-isu kemanusiaan.
ICRC dengan senang hati mengundang anda para misi-misi diplomatik, staf organisasi regional maupun internasional,
lembaga dan institusi pemerintah maupun non pemerintah, jurnalis, akademisi, mahasiswa dan para peneliti untuk
menggunakan referensi, studi dan hasil penelitian yang tersedia di DCHS.
DCHS memiliki literatur yang berharga dalam bidang hukum humaniter, hukum hak asasi manusia, hubungan
internasional, ilmu politik, studi tentang konflik dan perdamaian serta organisasi internasional. Pelayanan diberikan
secara bebas biaya, bahkan secara terbatas disediakan layanan fotocopy gratis atas permintaan anda terhadap dokumen
yang tersedia dan untuk pencarian data disediakan layanan internet serta di bawah bimbingan ahli yang berkompeten.
Hingga Mei 2011, telah tersedia 1.729 judul buku, artikel, jurnal, laporan hasil penelitian dan reportase dalam bentuk
audio-visual yang tersusun dalam bidang-bidang pokok bahasan sebagai berikut :
Humanitarian issues at the national, regional and international levels
Humanitarian relief
Public International Law, International humanitarian law and refugee law
Human rights law
Disarmament and weapons
Peace and conflict management
Humanitarian diplomacy
Activities of the International Red Cross and Red Crescent Movement
Research on Humanitarian and Human rights law
Tentang
ICRC mulai bekerja di Indonesia sejak tahun 1942 ketika Jepang menduduki Indonesia. Usai kemerdekaan, ICRC terus
hadir untuk memberikan bantuan kemanusiaan, termasuk obat-obatan melalui PMI. Keberadaan ICRC dipermanenkan
oleh Pemerintah Indonesia tahun 1979. Kegiatan ICRC dititikberatkan pada promosi Hukum Humaniter Internasional
(HHI) dan pengembangan kapasitas PMI di Indonesia dan CVTL di Timor Leste.
Lambang-Lambang Kemanusiaan
Sejarah Lambang
Pada
tahun 1859, ketika melakukan perjalanan di Italia, seorang pengusaha Swiss bernama Henry Dunant
menyaksikan akibat mengerikan dari Perang Solferino. Sekembalinya di Jenewa, Dunant
menuliskan apa yang disaksikannya itu dalam sebuah buku berjudul A Memory of Solferino
(Kenangan dari Solferino). Dalam buku ini Dunant mengajukan dua usulan untuk membantu korban
perang:
Perlunya pada masa damai didirikan kelompok relawan di setiap negara supaya mereka siap
merawat korban pada masa perang
Perlunya negara-negara menyepakati pemberian perlindungan bagi para petugas pertolongan dan
para korban di medan pertempuran
Usulan pertama terwujud dengan dibentuknya Perhimpunan Nasional Palang Merah atau Bulan
Sabit Merah (Perhimpunan Nasional) di banyak negara. Dewasa ini, lebih dari 185 Perhimpunan
Nasional telah diakui oleh Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional (Gerakan).
Usulan kedua terwujud dengan disusunnya empat buah Konvensi Jenewa 1949, yang dewasa ini telah disetujui oleh
semua negara di dunia.
Pada tahun 1863 berlangsung Konferensi Internasional I di Jenewa Swiss yang dihadiri oleh 16 negara. Negara-negara
menyadari perlunya tanda yang sama untuk anggota kesatuan medis militer. Tanda itu harus berstatus netral dan dapat
menjamin perlindungan terhadap mereka di medan perang.
Sebagai bentuk penghormatan terhadap negara Swiss, Konferensi Internasional sepakat menggunakan lambang Palang
Merah di atas dasar putih sebagai Tanda Pengenal untuk kesatuan medis militer dari setiap negara. Lambang tersebut
diambil dari warna kebalikan bendera nasional Swiss, palang putih diatas dasar merah.
Pada tahun itu pula Komite Internasional untuk Pertolongan Bagi Tentara yang Terluka berganti nama menjadi Komite
Internasional Palang Merah (International Committee of the Red Cross) atau ICRC.
Pada 1864, Lambang Palang Merah sebagai Tanda Pengenal dan Tanda Pelindung bagi anggota kesatuan medis militer
diadopsi ke dalam Konvensi Jenewa I tentang “Perlindungan bagi anggota militer yang luka dan sakit di meda
pertempuran darat”.
Lambang Pembeda; ada pembedaan yang nyata antara kesatuan tempur (kombatan) dan kesatuan medis (non
kombatan).
Lambang yang netral; pemberian satu tanda yang sama bagi seluruh anggota kesatuan medis militer di setiap
negara, memberikan mereka status netral
Penggunaan Lambang
Lambang Palang Merah, Bulan Sabit Merah, dan Kristal Merah mempunyai dua tujuan. Mereka dapat dipakai sebagai:
Pada masa konflik bersenjata, lambang-lambang tersebut merupakan tanda yang terlihat mengenai perlindungan yang
diberikan oleh Konvensi-konvensi Jenewa dan Protokol-protokol Tambahannya kepada pekerja pertolongan dan kepada
personil, sarana, dan transportasi medis. Sebagai tanda pelindung, lambang-lambang tersebut harus berukuran sebesar
mungkin dan harus dipajang tanpa tambahan informasi apa-apa.
ICRC dan IFRC boleh menggunakan lambang ini (Palang Merah, Bulan Sabit Merah, dan Kristal Merah) di setiap saat
(pada masa damai maupun pada masa konflik bersenjata), tanpa pembatasan.
Protokol Tambahan III menetapkan bahwa demi meningkatkan perlindungan, personil dinas medis dan personil
keagamaan angkatan bersenjata boleh menggunakan penggunaan sementara waktu atas lambang yang mana saja dari
lambang-lambang yang telah diakui, dengan cara yang tidak merugikan lambang yang selama ini telah mereka pakai.
ICRC, IFRC, dan personil mereka yang telah memperoleh izin secara semestinya harus tetap memakai nama dan
lambang yang selama ini mereka pakai. Namun, dalam keadaan pengecualian/luar biasa dan untuk memperlancar
kegiatan mereka, mereka boleh menggunakan Kristal Merah.
Sebagai tanda pengenal, lambang-lambang tersebut menunjukkan bahwa orang atau objek yang mengenakannya ada
kaitannya dengan Gerakan. Dalam hal ini, lambang-lambang tersebut harus diberi tambahan informasi (misalnya nama
atau inisial Perhimpunan Nasional yang bersangkutan). Lambang-lambang tersebut harus berukuran kecil dan tidak
boleh dikenakan pada ban lengan atau dipajang pada atap gedung, supaya tidak dirancukan dengan lambang yang
digunakan sebagai tanda pelindung.
Perhimpunan Nasional
IFRC
ICRC
Badan-badan, individu-individu, dan objek-objek yang ada kaitannya dengan salah satu komponen Gerakan
(yaitu Perhimpunan Nasional, ICRC, dan IFRC)
Ambulans dan posko pertolongan pertama yang berfungsi semata-mata untuk menyediakan perawatan gratis
bagi korban luka dan korban sakit dalam situasi pengecualian/luar biasa, sesuai dengan peraturan perundang-
undangan nasional dan dengan izin tertulis dari Perhimpunan Nasional.
Sesuai dengan peraturan perundangan-undangan nasional, Perhimpunan Nasional boleh menggunakan salah satu dari
lambang-lambang tersebut, baik di wilayah negaranya sendiri maupun di luar negeri. Perhimpunan Nasional yang
menggunakan lambang palang merah atau bulan sabit merah sebagai tanda pengenalnya, boleh melakukan penggunaan
sementara waktu atas lambang Kristal merah sebagai tanda pengenal dalam situasi luar biasa demi memperlancar
kegiatan-kegiatannya, baik di wilayah negaranya sendiri maupun di luar negeri.
Perhimpunan Nasional yang memilih mengadopsi Kristal merah sebagai tanda pengenalnya boleh mengintegrasikan ke
dalam lambang ini sebuah tanda pembeda lainnya yang sebelum pengadopsian Protokol Tambahan III telah mereka
pakai dan telah mereka komunikasikan kepada negara-negara peserta Konvensi-konvensi Jenewa lainnya serta kepada
ICRC.
Penyalahgunaan Lambang
Setiap penyalahgunaan lambang dapat menghilangkan nilai perlindungan dari lambang yang
bersangkutan dan merongrong keefektifan tindakan pemberian bantuan kemanusiaan.
Peniruan/Imitasi
Yaitu penggunaan sebuah tanda tertentu yang, karena bentuk dan/atau warnanya, dapat dirancukan dengan salah satu
dari ketiga lambang tersebut.
Yaitu penggunaan lambang palang merah, bulan sabit merah, atau kristal merah sebagai tanda pembeda dengan cara
yang tidak sejalan dengan ketentuan-ketentuan yang relevan dalam Hukum Humaniter Internasional (HHI) atau
penggunaan secara tanpa izin atas salah satu lambang tersebut oleh individu atau lembaga (perusahaan komersial,
apotek, dokter swasta, LSM, individu biasa, dan lain sebagainya) atau penggunaan salah satu lambang tersebut untuk
tujuan yang tidak sejalan dengan Prinsip-prinsip Dasar Gerakan.
Yaitu penggunaan secara sengaja atas salah satu lambang tersebut pada masa konflik bersenjata untuk melindungi
kombatan atau peralatan militer selama pelaksanaan operasi tempur. Penggunaan salah satu lambang untuk tujuan tipu
daya licik seperti itu, apabila mengakibatkan kematian atau cidera serius, dianggap sebagai kejahatan perang .
Pasal 40
a) Setiap orang yang telah menggunakan lambang Palang Merah, Bulan Sabit Merah, atau Palang Merah Indonesia
sebagai merek priduk barang atau jasa sebelum berlakunya undang-undang ini, dalam jangka waktu paling lamba 12(dua
belas) bulan sejak berlakunya undang-undang ini wajib tidak menggunakan lambang pada merk tersebut
b) Simbol lambang Palang Merah, Bulan Sabit Merah, atau lambang Palang Merah Indonesia yang telah diguanakan
oleh perseorangan, insitusi, lembaga, perlumpulan, atau badan hukum yang bukan merupakan institusi yang berwenang
berdasarkan undang-undang ini wajib diganti dalam waktu paling lambat 12(dua belas) bulan sejak mulai berlakunya
undang-undang ini, atau
c) Perseorangan, institusi, lembaga, perkumpulan, atau badan hukum yang tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana
dimaksud pada huruf b, dianggap menggunakan simbol lambang Palang Merah, Bulan Sabit Merah, atau Palang Merah
Indonesia secara tidak sah.
Palang Merah Indonesia (PMI) telah dikenal sebagai lembaga sosial kemanusiaan terbesar di Indonesia. Kiprahnya
dalam membantu pemerintah dalam penanggulangan bencana, donor darah, serta bidang kesehatan lainnya telah diakui.
Untuk itu, sebagai organisasi yang netral dan mandiri, PMI harus senantiasa konsisten menampilkan sosok organisasi
yang modern dan profesional. Konsistensi dan profesionalitas itu tidak hanya diwujudkan dalam kualitas pelayanan,
namun juga dalam hal bagaimana menunjukkan identitas PMI secara utuh.
Standar logo
Aturan penggunaan
Komposisi
Konsistensi logo merupakan bagian penting dari pengatan karakter PMI. Konsistensi logo tersebut dapat diaplikasikan
dalam berbagai bentuk, seperti penggunaan seragam, kendaraan, dan sebagainya.
Sejarah PMI
21 Oktober 1873
Pemerintah kolonial Belanda mendirikan organisasi Palang Merah di Indonesia dengan nama Het Nederland-Indiche
Rode Kruis (NIRK) yang kemudian namannya menjadi Nederlands Rode Kruiz Afdelinbg Indie (NERKAI).
Pada 1932 timbul semangat untuk mendirikan Palang Merah Indonesia (PMI) yang dipelopori oleh dr. RCL. Senduk dan
Bahder Djohan. Kemudian, proposal pendirian diajukan pada kongres NERKAI (1940), namun ditolak. Pada saat
penjajahan Jepang, proposal itu kembali diajukan, namun tetap ditolak.
3 September 1945
Pada 3 September 1945 Presiden Soekarno memerintahkan kepada Menteri Kesehatan dr. Buntaran Martoatmodjo untuk
membentuk suatu Badan Palang Merah Nasional untuk menunjukan kepada dunia internasional bahwa keberadaan
Negara Indonesia adalah suatu fakta nyata setelah proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945.
5 September 1945
Pada 5 September 1945, dr. buntaran membentuk Panitia Lima yang terdiri dari dr. R. Mochtar, dr. Bahder Johan, dr.
Joehana, Dr. Marjuki dan dr. Sitanala, untuk mempersiapkan pembentukan Palang merah di Indonesia.
17 September 1945
Tepat pada tanggal 17 September 1945 terbentuklah Pengurus Besar Palang Merah Indonesia (PMI) dengan ketua
pertama, Drs. Mohammad Hatta.
16 Januari 1950
Di dalam satu negara hanya ada satu perhimpunan nasional, maka Pemerintah Belanda membubarkan NERKAI dan
menyerahkan asetnya kepada PMI. Pihak NERKAI diwakili oleh dr. B. Van Trich sedangkan dari PMI diwakili oleh dr.
Bahder Djohan.
PMI terus melakukan pemberian bantuan hingga akhirnya Pemerintah Republik Indonesia Serikat mengeluarkan
Keppres No. 25 tanggal 16 Januari 1950 dan dikuatkan engan Keppres No. 246 tanggal 29 November 1963. Pemerintah
Indonesia mengakui keberadaan PMI.
Adapun tugas utama PMI berdasarkan Keppres RIS No. 25 tahun 1950 dan Keppres RI No. 246 tahun 1963 adalah
untuk memberikan bantuan pertama pada korban bencana alam dan korban perang sesuai dengan isi Konvensi Jenewa
1949.
1950
Secara Internasional, keberadaan PMI diakui oleh Komite Palang Merah Internasional (ICRC) pada 15 Juni 1950.
Setelah itu, PMI diterima menjadi anggota Perhimpunan Nasional ke-68 oleh Liga Perhimpunan Palang Merah dan
Bulan Sabit Merah (Liga) yang sekarang disebut Federasi Internasional Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit
Merah (IFRC) pada Oktober 1950.
Saat ini
Saat ini, PMI telah berdiri di 33 Provinsi, 371 Kabupaten/Kota dan 2.654 Kecamatan (data per-Maret 2010). PMI
mempunyai hampir 1,5 juta sukarelawan yang siap melakukan pelayanan.
Visi
PMI yang berkarakter, profesional, mandiri dan dicintai masyarakat
Misi
1. Menjadi organisasi kemanusiaan terdepan yang memberikan layanan berkualitas melalui kerja sama dengan
masyarakat dan mitra sesuai dengan prinsip-prinsip dasar Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah.
2. Meningkatkan kemandirian organisasi PMI melalui kemitraan strategis yang berkesinambungan dengan
pemerintah, swasta, mitra gerakan dan pemangku kepentingan lainnya di semua tingkatan.
3. Meningkatkan reputasi organisasi PMI di tingkat Nasional dan Internasional.
1. Mewujudkan PMI yang berfungsi baik di berbagai tingkatan, baik dalam pelaksanaan kebijakan, peraturan
organisasi, sistim dan prosedur yang ditetapkan.
2. Meningkatkan kapasitas sumber daya organisasi PMI di berbagai tingkatan, baik sumber daya manusia dan
sarana prasarana yang diperlukan dalam operasi penanganan bencana di seluruh wilayah Indonesia.
3. Meningkatkan ketahanan masyarakat untuk mengurangi risiko dan dampak bencana serta penyakit.
4. Meningkatkan pelayanan darah yang memadai, aman dan berkualitas di seluruh Indonesia.
5. Memperkuat hubungan kerja sama dengan pemerintah pusat dan daerah dalam rangka menjalankan mandat dan
fungsi PMI di bidang kemanusiaan.
6. Meningkatkan kemitraan yang berkesinambungan dengan sektor publik, swasta, mitra gerakan, lembaga donor
dan pemangku kepentingan lainnya di semua tingkatan dalam melayanai masyarakat.
7. Meningkatkan akuntabilitas PMI sebagai organisasi kemanusiaan di tingkat Nasional maupun Internasional.
8. Meningkatkan pemahaman seluruh elemen masyarakat tentang nilai-nilai kemanusiaan, prinsip-prinsip
dasar Gerakan Internasional Palang Merah / Bulan Sabit Merah serta Hukum Perikemanusiaan
Internasional melalui upaya komunikasi, edukasi dan diseminasi.
Struktur Organisasi
Sesuai dengan keputusan PP PMI No: 176/KEP/PP PMI/X/2010 markas pusat PMI memiliki 14 Divisi/Biro/Unit yang
terdiri dari:
Divisi Organisasi
Divisi Penanganan Bencana
Mitra Gerakan
Sejak bencana tsunami di Aceh pada 2004, pelayanan PMI didukung oleh 38 Palang Merah dan Bulan Sabit Merah di
dunia. Mayoritas membantu program kerja PMI untuk korban tsunami. Saat ini PMI masih mendapat dukungan dari 7
Perhimpunan Nasional yang membantu program kerja PMI di sejumlah bidang, yaitu Palang Merah Amerika, Palang
Merah Belanda, Palang Merah Hong Kong, Palang Merah Jepang, Palang Merah Australia, Palang Merah Kanada, dan
Palang Merah Spanyol. Selain 7 perhimpunan nasional, kegiatan PMI di Indonesia juga didukung oleh Komite
Internasional Palang Merah (ICRC) dan Federasi Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah (IFRC) yang
berkantor di Jakarta.
Tujuan HPI:
1. Memberikan perlindungan kepada mereka yang tidak terlibat, atau tidak lagi terlibat, dalam pertempuran, yaitu
penduduk sipil, tentara yang menjadi korban luka, sakit, korban kapal karam, dan tawanan perang
2. Mengatur penggunaan alat dan cara bertempur, dan
3. Membatasi serta meringankan penderitaan yang diakibatkan oleh perang
Latar belakang HPI berkaitan erat dengan sejarah Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional.
Ide yang dituangkan oleh Jean Henry Dunant dalam bukunya “Kenangan dari Solferino” melahirkan sebuah komite
yang kemudian dikenal dengan nama Komite Internasional Palang Merah (The International Committee of the Red
Cross and Red Crescent atau ICRC).
Atas prakarsa komite tersebut, Pemerintah Swiss mengadakan konferensi diplomatic pada tahun 1864 di
Jenewa. Konferensi ini melahirkan perjanjian internasional yang dikenal dengan nama Konvensi Jenewa 1864. Konvensi
yang pada waktu itu mengikat 12 negara tersebut berisi sejumlah ketentuan tentang pemberian bantuan kepada anggota
bersenjata yang terluka atau sakit tanpa membeda-bedakan mereka berdasarkan kebangsaan.
Konvensi Jenewa I : tentang perbaikan keadaan anggota angkatan perang yang terluka dan sakit di medan
pertempuran darat
Konvensi Jenewa II : tentang perbaikan keadaan anggota angkatan perang di laut yang terluka, sakit dan korban
kapal karam
Konvensi Jenewa III : tentang perlakuan terhadap tawanan perang
Konvensi Jenewa IV : tentang perlindungan orang-orang sipil di waktu perang
Konvensi Den Haag 1907: tentang penggunaan alat dan cara bertempur
Konvensi Den Haag 1954: tentang perlindungan terhadap benda budaya pada masa sengketa bersenjata
Konvensi Senjata Kimia 1993: tentang pelarangan senjata kimia
Konvensi Ottawa 1997: tentang pelarangan ranjau darat anti personel
Statuta Roma 1998: tentang pembentukan Mahkamah Pidana Internasional (International Criminal Court)
Prinsip Dasar Gerakan Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah
Kemanusiaan
Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah (Gerakan) lahir dari keinginan untuk memberikan pertolongan kepada
korban yang terluka dalam pertempuran tanpa membeda-bedakan mereka dan untuk mencegah serta mengatasi
penderitaan sesama manusia yang terjadi dimana pun. Tujuannya ialah melindungi jiwa dan kesehatan serta menjamin
penghormatan terhadap umat manusia. Gerakan menumbuhkan saling pengertian, persahabatan, kerjasama dan
perdamaian abadi antar sesama manusia.
Kesamaan
Gerakan memberi bantuan kepada orang yang menderita tanpa membeda-bedakan mereka berdasarkan kebangsaan, ras,
agama, tingkat sosial, atau pandangan politik. Tujuannya semata-mata ialah mengurangi penderitaan orang per orang
sesuai dengan kebutuhannya dengan mendahulukan keadaan yang paling parah.
Kenetralan
Gerakan tidak memihak atau melibatkan diri dalam pertentangan politik, ras, agama, atau ideologi.
Kemandirian
Gerakan bersifat mendiri. Setiap Perhimpunan Nasional sekalipun merupakan pendukung bagi pemerintah di bidang
kemanusiaan dan harus menaati peraturan hukum yang berlaku di negara masing-masing, namun Gerakan bersifat
otonom dan harus menjaga tindakannya agar sejalan dengan Prinsip Dasar Gerakan.
Kesukarelaan
Gerakan memberi bantuan atas dasar sukarela tanpa unsur keinginan mencari keuntungan apapun.
Kesatuan
Di dalam satu negara hanya boleh ada satu Perhimpunan Nasional dan hanya boleh memilih salah satu lambang yang
digunakan: Palang Merah atau Bulan Sabit Merah. Gerakan bersifat terbuka dan melaksanakan tugas kemanusiaan di
seluruh wilayah negara yang bersangkutan.
Kesemestaan
Gerakan bersifat semesta. Artinya, Gerakan hadir di seluruh dunia. Setiap Perhimpunan Nasional mempunyai status
yang sederajat, serta memiliki hak dan tanggungjawab yang sama dalam membantu satu sama lain.
Panduan Keselamatan
Pengertian
Panduan Keselamatan (Safer Access) adalah elemen-elemen penting untuk Perhimpunan Nasional dalam melakukan
tindakan dimana mereka bisa meningkatkan keselamatan dan membuka akses untuk bekerja guna memberi bantuan
kemanusiaan kepada penerima bantuan sesuai dengan mandat yang telah diberikan.
Tujuan
Untuk mengurangi kemungkinan terjadinya peristiwa yang mengancam keselamatan anggota PMI, khususnya ketika
bertugas di lapangan. Namun apabila peristiwa tersebut telah terjadi, diharapkan panduan ini akan membantu untuk
mengurangi dampak yang lebih buruk.
Sasaran
Semua anggota PMI yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam operasi tanggap darurat bencana.
Rujukan
UU. No. 59 Tahun 1958 tentang keikutsertaan Negara RI dalam konvensi-konvensi Jenewa pada 12 Agustus
1949
UU. Penanggulangan Bencana No. 24 Tahun 2007
Keppres RI No. 25 Tahun 1950 tentang pengesahan dan pengakuan Perhimpunan Nasional Palang Merah
Indonesia
Keppres RI No. 246 Tahun 1963 tentang tugas pokok dan kegiatan PMI
Peraturan Penguasa Perang Tertinggi No. 1 Tahun 1962 tentang Pemakaian/Penggunaan Tanda dan Kata-Kata
Palang Merah
AD/ART Palang Merah Indonesia
Pokok-Pokok Kebijakan dan Rencana Strategis PMI
Panduan Keselamatan, ICRC
Lambang Pembeda; ada pembedaan yang nyata antara kesatuan tempur (kombatan) dan kesatuan medis (non
kombatan).
Lambang yang netral; pemberian satu tanda yang sama bagi seluruh anggota kesatuan medis militer di setiap negara,
memberikan mereka status netral
Pengembangan Organisasi
Pengembangan Organisasi
Kepengurusan, sesuai dengan AD/ART, masa kepengurusan aktif lima tahun, setiap tahun melaksanakan
Musyawarah Kerja, Mendapatkan Orientasi Kepalang Merahan.
Staf, staf menjalankan tugas dan fungsinya sesuai dengan ketentuan yang ada, menjalankan program kerja yang
di buat oleh Pengurus, mendapatkan peningkatan Pengetahuan dan Ketrampilan yang menunjang pelaksanaan
manajerial, merujuk pada peraturan perundangan yang berlaku.
Relawan, Relawan dalam melaksanakan tugas pelayanan PMI kepada Masyarakat yang paling membutuhkan,
tentunya untuk dapat melaksanakan pelayanan dengan baik relawan harus memiliki ketrampilan yang mumpuni
yang diperoleh dari Pendidikan dan pelatihan atau kompoetensi yang melekat pada seorang relawan. Dalam
melaksanakan pelayanan relawan dikelola oleh Staf dengan arahan dari Pengurus.
Pendanaan, kapasitas SDM yang cukup dan terampil belumlah maksimal dalam melakukan pelayanan tanpa di
tunjang dengan sumber daya keuangan yang baik, PMI perlu membuka alternative pendanaan yang tidak
semata bersumber dari pemerintah melainkan membuka pola pendanaan yang bersumber dari masyarakat dan
pihak swasta.
Sebagai penjabaran lebih lanjut dari Peraturan-Peraturan Organisasi PMI (PO), maka PMI Pusat telah menerbitkan 12
Petunjuk Pelaksanaan (Juklak), dan 26 Petunjuk Teknis (Juknis) Organisasi PMI, yang ditetapkan saat MUKERNAS
PMI tahun 2012.
Pendampingan Markas PMI Propinsi/Kabupaten/Kota
Program ini merupakan implementasi dukungan Palang Merah Australia untuk peningkatan kapasitas kesiapsiagaan PMI
di Indonesia Timur. Program ini mencakup PMI Provinsi Sulsel (5 PMI Kab/Kota), NTT (5 PMI Kab/Kota) dan Papua
Barat (4 PMI Kab/Kota). Program ini secara efektif dimulai pada bulan Maret 2012, dan tahap-I berakhir pada bulan
Februari 2013. Dalam tahap-I ini, 17 Relawan telah diperbantukan pada Markas 3 PMI Provinsi dan 14 PMI Kab/Kota
wilayah sasaran. Tahap-II akan dimulai bulan Maret 2013 dengan mempertahankan 9 Relawan, 1 orang akan
ditempatkan di PMI Pusat selaku Koordinator, 3 orang di Sulsel, 3 orang di NTT, serta 2 orang di Papua Barat.
Selain itu, Palang Merah Amerika juga melanjutkan dukungannya untuk PMI Provinsi Aceh dengan program pasca-
tsunami berupa pendampingan Kepala Markas kepada 6 PMI Kab/Kota di Aceh. 2 orang tenaga pendamping dari PMI
Provinsi Jawa Tengah telah ditugaskan untuk melaksanakan program pendampingan dimaksud.
Beberapa contoh program Pendampingan Markas Program-program di atas mendapat dukungan dari Mitra Gerakan,
yaitu :
PM Canada, OD-CB PERTAMA, di PMI Provinsi Jambi, Sumbar dan Lampung, dan 9 PMI Kab/Kota (3
Kab/Kota per Provinsi)
PMI Spanyol, OD-CB PERTAMA, di PMI Provinsi Kalteng, dengan 3 PMI Kab/Kota wilayah sasaran
PM Amerika, PERTAMA, di PMI Provinsi Sumbar dengan 3 PMI Kab/Kota wilayah sasaran dan PMI Provinci
Aceh, OD, di 6 PMI Kab/Kota wilayah sasaran
PM Australia, Penguatan Kapasitas Kesiapsiagaan PMI Indonesia Timur, 3 PMI Provinsi dengan 14 PMI
Kab/Kota wilayah sasaran
PMI Pusat, khususnya Bidang Organisasi, memperoleh tugas diantaranya memantau persiapan dan pelaksanaan
Musyawarah di segenap PMI Provinsi. Pada waktu yang saat ini berjalan (tahun 2014), dan menghimbau kepada PMI
Propinsi dan PMI Kabupaten/Kota untuk segera melaksanakan Musyawarah untuk pemilihan pengurus apabila telah
lewat masa kedaluwarsa sebagai salah satu prasyarat untuk ikut dalam MUNAS XX TAHUN 2014.
Selain itu untuk meningkatan kapasitas organisasi menuju Perhimpunan Nasional yang berfungsi baik. Dengan
memantau pelaksanaan PO/Juklak/Juknis serta Kinerja Markas PMI di semua tingkatan, PMI Pusat telah menerbitkan
Kuestioner Penilaian Kapasitas dan Kinerja Organisasi yang disepakati 33 Pengurus PMI Provinsi pada Rapat Kerja
Bidang Organisasi dan Kelembagaan pada tanggal 30 November s/d 4 Desember 2012 di Semarang (Jawa Tengah).
Tercatat 286 PMI Kab/Kota (dari 459, 62,58%) dari 31 PMI Provinsi telah mengirim kembali kuestioner penilaian ke
Markas Pusat PMI.
Sesuai dengan temuan dari hasil kuesioner yang terangkum di dalam dokumen fact sheet tahun 2012 merefleksikan
capaian pada tahun 2013 bahwa 20 (dua puluh) PMI Provinsi termasuk kategori Baik (> 80 poin) dan 12 (dua belas)
PMI Provinsi dalam kategori Sedang (60 – 80 poin). Namun demikian nilai capaian tersebut tidak berkorelasi langsung
terhadap kinerja organisasi dari tiap PMI Kabupaten/Kota di masing-masing PMI Provinsi
Kesiapsiagaan Bencana
Program PERTAMA mencakup di bidang kesehatan: penyadaran hidup bersih dan sehat, perbaikan sarana air bersih,
pencegahan penyakit yang disebabkan sanitasi buruk, lingkungan
yang kotor, air limbag dan sebagainya. Bidang ekonomi:
perlindungan lahan pertanian dan tambak, peningkatan mata
pencaharian, dan sebagainya. Bidang lingkungan hidup: penyadaran
tentang pelestarian lingkungan, perlindungan bantaran sungai, pesisir
pantai, perbaikan saluran air, dan sebagainya.
Prinsip 6 Jam
Saat ini PMI menjalankan Prinsip “6 Jam Sampai di Lokasi Bencana” yaitu respon awal PMI sudah dilakukan dalam
waktu 6 jam setelah bencana terjadi. Hal ini untuk mendukung respon PMI yang diupayakan dilakukan secara cepat,
tepat, dan terkoordinasi.
Selain personil relawan, operasi penanggulangan bencana PMI didukung dengan peralatan dan perlengkapan respon
bencana, termasuk gudang regional PMI yang tersebar di 6 wilayah (Banten, padang, Semarang, Gresik, dan Makassar)
berisi barang bantuan tersebar di seluruh Indonesia untuk membantu kegiatan penanggulangan bencana PMI di regional
Jawa, Sumatera, Kalimantan, Jawa bagian tengah, Jawa bagian timur dan Kepulauan Sumbawa, dan wilayah Maluku,
Papua serta Sulawesi.
Saat ini PMI juga memiliki armada yang dimobilisasi saat respon penanggulangan bencana, seperti helikopter,
ambulans, mobil amphibi (Haglund), mobil tangki air, dan mobil unit donor darah selain dukungan lainnya yaitu posko
bencana di setiap markas PMI serta peralatan air dan sanitasi.
Kegiatan Penanggulangan Bencana
Dalam memberikan bantuan bagi masyarakat yang terkena dampak bencana, PMI memberikan pelayanan yaitu:
Evakuasi korban
Penampungan darurat (pengungsian)
Pertolongan Pertama
Medis dan ambulans
Dapur umum
Distribusi bantuan
Air dan sanitasi
Pemulihan Bencana
Pascabencana, PMI juga terlibat dalam proses pemulihan
bencana (recovery) dengan memberikan bantuan untuk
memulihkan kehidupan masyarakat yang terkena dampak
bencana.
Merupakan program PMI yang dilakukan berbasis masyarakat di bidang kesehatan. PPBM dilaksanakan secara terpadu
oleh Relawan PMI dan masyarakat serta mendapat dukungan dari pemerintah setempat melalui pelatihan Relawan dan
mobilisasi masyarakat.
Partisipasi masyarakat dalam program ini sangat penting, karena mereka lebih memahami kondisi, kegiatan, dan
kehidupan mereka sehari-hari.
Melalui pendekatan “belajar sambil melakukan” (learning by doing), relawan mempromosikan dan menjaga perilaku
sehat di masyarakat dengan memberikan pengetahuan dan keterampilan untuk beradaptasi dan melakukan tindakan
nyata.
Tujuan
Tujuan umum PPBM adalah meningkatkan status kesehatan masyarakat melalui pendekatan berbasis
masyarakat secara berkelanjutan.
Tujuan khusus PPBM adalah penguatan kapasitas PMI di tingkat Pusat/Daerah/Cabang untuk menjamin
efektifitas pelaksanaan kegiatan serta keberlanjutan program serta meningkatkan kehidupan dan kemandirian
masyarakat melalui promosi kesehatan dan penguatan kapasitas masyarakat berdasarkan pada kebutuhan
utama di masyarakat
Kegiatan PPBM
Program PPBM membiasakan masyarakat untuk berperilaku hidup bersih dan sehat melalui kampanye kesehatan,
promosi kesehatan, praktek pertolongan pertama dalam keadaan darurat sehari-hari untuk meningkatkan, baik
kebersihan diri maupun kesehatan lingkungan.
Mobilisasi masyarakat
Melibatkan relawan dan masyarakat dalam merencanakan dan proses belajar dengan melakukan aksi PPBM
Tindakan berbasis kajian dalam masyarakat
Membantu relawan dan masyarakat dalam mengenali dan menanggulangi 5(lima) prioritas masalah
kesehatan yang ada, pertolongan pertama dan kesiapsiagaan bencana di masyarakat, sebagai dasar untuk
mengembangkan rencana dan tindakan aksi di masyarakat
Pertolongan pertama dasar
Membantu relawan dan masyarakat untuk melakukan penilaian awal, perencanaan dan pelaksanaan
pertolongan pertama dalam keadaan darurat sehari-hari, serta mengkomunikasikan pesan pencegahan cidera
dan penyakit kepada anggota masyarakat
Mobilisasi masyarakat dalam keadaan darurat
Membantu menyiapkan relawan dan masyarakat untuk melakukan tindakan jika terjadi bencana atau kejadian
luar biasa/pandemi penyakit
Pencegahan penyakit dan promosi kesehatan
Dengan melibatkan relawan dan masyarakat untuk mendukung kelompok rumah tangga dan anggota
masyarakat dalam mengadopsi perilaku sehat dengan menjalin kemitraan dengan pihak-pihak terkait untuk
kesehatan masyarakat
Pencegahan
Perubahan perilaku
Pendidikan
Pemberdayaan
Perubahan sosial
Pertolongan Pertama dan Ambulans
Pertolongan Pertama Darurat
Sebagai ujung tombak dalam operasi tanggap darurat, relawan PMI diberikan pengetahuan dan skill pertolongan
pertama, sehingga cakap dalam memberikan penanganan medis dasar kepada penderita. Dalam memberikan pertolongan
pertama, relawan PMI harus memiliki kemampuan dasar, di antaranya menguasai cara meminta bantuan pertolongan,
menguasai teknik bantuan hidup dasar (resusitasi jantung paru), dan menguasai teknik menghentikan perdarahan.
Kejadian gawat darurat biasanya berlangsung cepat dan tiba-tiba sehingga sulit diprediksi kapan terjadinya. Langkah
terbaik untuk situasi ini adalah waspada dan melakukan upaya kongkrit untuk mengantisipasinya. Salah satunya adalah
dengan mengetahui dan mempelajari pertolongan pertama.
Ambulans
Banyak PMI Cabang ingin memiliki fasilitas penunjang keselamatan itu sebagai bentuk pelayanan darurat di bidang
kesehatan, jika penderita memerlukan transportasi segera untuk rujukan dari sekitar Markas PMI atau Pos Ambulans
PMI, serta digunakan saat aktivitas penanggulangan bencana.
Tim Ambulans PMI, sesuai Standar dalam buku Panduan Pelayanan Ambulans PMI, memiliki kelengkapan persyaratan
sertifikat Pertama (PP) minimal 40 jam dan mampu melakukan tindakan PP; berlatar belakang medis (untuk dokter,
perawat, dan paramedis yang terdiri dari para relawan PMI); dan telah bergabung dengan PMI Cabang setempat minimal
satu tahun serta memahami tentang kepalangmerahan. PMI berharap dengan pertolongan pertama dan evakuasi yang
diberikan Pelayanan Ambulans ini kepada penderita untuk mendapatkan pertolongan lebih lanjut di fasilitas kesehatan
yang ada, resiko cedera parah hingga angka kematian dapat ditekan turun.
Air dan Sanitasi
Sejak 2005, Tim Air dan Sanitasi PMI telah terlibat dalam
beberapa operasi penanggulangan bencana seperti gempa Nias
2005, letusan Merapi 2006, banjir Pakistan 2007, gempa
Sichuan Cina 2008, gempa Padang 2009, gempa Haiti 2010,
banjir Wasior Papua, gempa dan tsunami Mentawai dan letusan
Merapi yang terjadi kembali pada 2010.
Saat ini program watsan darurat PMI memiliki berbagai alat water treatment plant (WTP). Dalam kapasitas penuh, tim
ini mampu memproduksi lebih dari 2 juta liter air per hari, yang seharusnya cukup untuk memenuhi lebih dari 100.000
orang setiap harinya.
Pelatihan
Untuk memberikan pelayanan yang lebih baik sekaligus meningkatkan kapasitas tim respon darurat di bidang air dan
sanitasi, PMI menggelar pelatihan di bidang air dan sanitasi dalam skala nasional maupun internasional bagi Tim
Watsan. Salah satunya dilakukan pada 4-9 April 2011 yang diikuti oleh 13 negara (Indonesia, Filipina, Malaysia,
Thailand, Singapura, Vietnam, Myanmar, Laos, Kamboja, Jepang, Timor Leste, Pakistan, dan India)
Pelaksanaan Program Dukungan Psikososial PMI tidak dilaksanakan melalui pendekatan individual/konseling, tetapi
melalui pendekatan berbasis masyarakat
kebijakan nasional.
Berpartisipasi aktif dalam penanggulangan HIV & AIDS melalui tiga pendekatan yakni pencegahan, perawatan &
dukungan terhadap Orang dengan HIV dan AIDS (ODHA), anti stigma & diskriminasi terhadap ODHA, serta berupaya
melibatkan ODHA pada tiap tahapan kegiatan. Berupaya untuk mengembangkan jaringan kerja dengan instansi dan
lembaga terkait yang juga terlibat dalam program penanggulangan HIV & AIDS, termasuk dengan jaringan ODHA.
Pencegahan
Membantu memberikan rujukan untuk mendapatkan pengobatan, dukungan dan perawatan bagi ODHA
khususnya di rumah;
Membuat kelompok dukungan dan jejaring dalam masyarakat atau memperkuat kelompok yang sudah ada;
Mengembangkan kelompok dukungan masyarakat dan jejaring ODHA dan kemitraan dengan organisasi
ODHA.
Memastikan bahwa PMI memiliki kebijakan HIV lingkungan kerja dan program HIV untuk semua staf dan
relawan;
Mengintegrasikan isu kesetaraan gender dan kekerasan seksual berbasis gender dalam program / kegiatan PMI;
Pendidikan sebaya, mobilisasi masyarakat dan KIE berbasis masyarakat.
Sejauh ini PMI telah banyak mendapatkan dukungan dari Palang Merah Belanda, Palang Merah Jepang dan Palang
Merah Australia serta Federasi Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah (IFRC). Di samping itu, beberapa
PMI Daerah/Cabang juga menerima bantuan langsung dari lembaga donor lain seperti UNFPA, FHI/ASA dan Komisi
AIDS Propinsi serta Pemerintah Daerah.
Operasi Katarak
Angka kebutaan di Indonesia tergolong yang tinggi, yaitu mencapai 1,5% dari jumlah kebutaan yang mencapai 3% dari
penduduk dunia. Penyebab utama kebutaan di Indonesia adalah katarak, glukoma, kelainan refraksi dan penyakit lain
yang berhubungan dengan degeneratif. Tingginya masalah kesehatan mata yang ada di Indonesia cukup memilukan,
pemerintah tidak mungkin bekerja sendirian, komponen yang ada di masyarakat harus bersinergi untuk melakukan
penanggulangan.
Untuk dapat berperan serta dalam membantu meringankan beban masyarakat yang rentan secara sosial ekonomi, Palang
Merah Indonesia akan terus melaksanakan kegiatan pelayanan sosial yang ditujukan kepada masyarakat paling miskin
dan paling rentan, baik pada situasi bencana maupun pada situasi normal.
Dalam mencapai tujuan tersebut, PMI akan melaksanakan program operasi katarak gratis bagi masyarakat yang kurang
mampu, dengan harapan melalui kegiatan ini masyarakat miskin dan rentan yang memiliki permasalahan dengan katarak
dapat kembali pulih penglihatannya dan dapat melanjutkan kehidupannya dengan lebih baik lagi. Dalam
pelaksanaannya, PMI menjalin kerjasama dengan pihak rumah sakit yang akan melakukan tindakan operasi tersebut,
salah satunya seperti yang saat ini sedang berlangsung yakni dengan Rumah Sakit St. Carolus.
Lebih lanjut, baik dalam UU No. 36/2009 tentang Kesehatan maupun Peraturan Pemerintah No.7/2011 tentang
Pelayanan Darah, dinyatakan bahwa Pemerintah bertanggung jawab atas pelaksanaan pelayanan darah yang aman,
mudah diakses, dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Tanggung jawab pemerintah dan pemerintah daerah (Pemda)
meliputi pengaturan, pembinaan, pengawasan dan pendanaan pelayanan darah untuk kepentingan pelayanan kesehatan.
Sesuai penjelasan UU No. 36/2009 tentang Kesehatan Pasal 90 dan PP No. 7/2011 tentang Pelayanan Darah Pasal 46,
jaminan pendanaan pemerintah diwujudkan dalam bentuk pemberian subsidi kepada UDD dari APBN, APBD dan
bantuan lainnya.
PMI terus mengampanyekan donor darah sebagai bagian dari gaya hidup (lifestyle). Setiap tahunnya, PMI menargetkan
hingga 4,5 juta kantong darah sesuai dengan kebutuhan darah nasional, disesuaikan dengan standar Lembaga Kesehatan
Internasional (WHO) yaitu 2% dari jumlah penduduk untuk setiap harinya.
Keamanan Darah
Untuk menjaga keamanan darah terhadap resiko penularan infeksi dari donor kepada pasien penerima darah, setiap
kantong darah harus diuji saring terhadap infeksi, antara lain terhadap Sifilis, Hepatitis B, Hepatitis C dan HIV. Uji
saring Sifilis telah dilaksanakan sejak tahun 1975 dan saat ini ditujukan terhadap antibodi treponema pallidum
menggunakan reagensia TPHA. Uji saring Hepatitis B ditujukan terhadap HBsAg, Hepatitis C terhadap anti-HCV dan
HIV terhadap anti-HIV. Metoda uji saring yang digunakan adalah Elisa (70% donasi), Rapid Test (30% donasi) dan
NAT.
Donor Sekarang
Halaman 1 dari 4
“Tahukah Anda? Bila kita berdonor darah secara rutin maka sel darah pendonor
akan mengalami regenerasi lebih cepat, selalu baru dan segar. Pastinya ini baik
untuk tubuh.” (dr. Robby Nur Aditya, Unit Donor Darah Pusat PMI)
“Darah berkoresponden untuk berbagi cinta dari dunia luar dan diri sendiri. Jadi
bisa dibayangkan, kalau kita mendonorkan darah sama saja dengan juga
membagikan cinta ke dunia luar.” (Dr. Riani Susanto, ND., C.T.)
Anda bisa membagi cinta, menjaga kesehatan, sekaligus beribadah melalui donor
darah. Ayo donor darah!
Caranya mudah. Tinggal datang ke UDD terdekat dan lakukan langkah-langkah berikut:
Anggota PMR:
Syarat menjadi anggota PMR:
Kegiatan PMR:
Ruang lingkup kegiatan PMR dikenal dengan nama Tri Bakti Remaja yang mengandung arti:
Berbakti kepada masyarakat (seperti mengadakan kunjungan berkala ke panti jompo, menjadi donor darah
Mempertinggi keterampilan serta memelihara kebersihan dan kesehatan (misalnya, mempraktikkan kebersihan
dan kesehatan di lingkungan sekita
Mempererat persahabatan nasional dan internasional (contohnya, melakukan latihan gabungan PMR dengan
kelompok PMR lain, saling bertukar album persahabatan)
Note: Untuk mendaftar sebagai anggota PMR, dapat menghubungi pihak sekolah masing-masing
Pelatihan spesialisasi biasanya akan diberikan kepada KSR yang siap menjadi anggota "Satgana" (Satuan Siaga
Penanggulangan Bencana). Cakupan kegiatan tersebut pada intinya diarahkan untuk melaksanakan pertolongan/bantuan
dalam kesatuan unit terorganisasi di bidang Penanggulangan Bencana serta Pelayanan Sosial dan Kesehatan Masyarakat.
Kegiatan KSR:
Kegiatan KSR:
Sebagai bentuk apresiasi kepada para pendonor, PMI dan Pemerintah memberikan piagam penghargaan kepada para
DDS yang telah menyumbangkan darahnya sebanyak 15 kali, 30 kali, 50 kali, 75 kali, dan 100 kali. Donor darah
sukarela 100 kali mendapatkan penghargaan Satyalancana Kebaktian Sosial yang diberikan langsung oleh Presiden
Republik Indonesia (RI).
Untuk membantu upaya pemerintah dalam program nasional Indonesia bebas virus campak dan rubella (Measles and
Rubella atau disingkat MR), Palang Merah Indonesia (PMI) memobilisasi 1.600 Sukarelawan dari Kota Jakarta Timur;
Kota Depok, Kab. Bogor, Kab dan Kota Bekasi Sukarelawan dari...
For many years, the business community has been an active and important contributor to humanitarian relief,
primarily through its philanthropic activities. In most cases, the engagement is in short-term disaster relief, in the form
of philanthropy, under the broader umbrella of Corporate Social Responsibility (CSR). This generally involves donating
funds or distributing goods and services through local civil society or humanitarian organizations or international
NGOs.
A study conducted by Overseas Development Institute (ODI) UK in February 20143, found that one overarching barrier
to engagement is the lack of a clear business case for the private sector to involve itself in crisis matters, in a way that
goes beyond philanthropy. Other barriers relate to a lack of understanding and trust due to the lack of practical
guidance or experience, by humanitarian organizations to help private sector to engage more easily and systematically
with disaster response , and/or any facilitative processes that support them participate effectively and/or play useful
roles in disaster mitigation/ response.
Therefore it is critically important to establish a more explicit link between the private sector’s core business and
resilience to disaster risks, and where these interests and needs interface with humanitarian action, encompassing
prevention, preparedness, response and recovery. The terms of engagement between private sector and
humanitarian organization should be made in a clear understanding of each other’s added value which ultimately build
a long term nature of relationships.
PMI staff (at different levels), who were involved in the project management and implementation
and have engaged with corporate communities, have reported greater confidence, improved
communication skills, and changes in their personal and professional attitudes and performance.
The companies and volunteers mentioned that they have better understanding about PMI and
their missions and capacities and most importantly, with they are likely to be more effective in
delivering services to community as well as building the PMI personnel capacity and skills.
In order to succeed, this project needs strong cross-sectoral coordination and collaboration within PMI, particularly
between volunteers division, resource mobilization, training units as well as services unit.
This initiative requires additional orientation by PMI staff and accompanying organizational capacity to enable PMI to
engage with the corporate sector more consistently and proactively as partners.
Companies with senior management, who engaged in the program, demonstrated greater support and ownership with the
program and encouraging of their staffs’ participation.
A combination of sound advocacy strategies, high quality marketing and promotional materials, and personnel with
strong communication and interpersonal skills will attract companies/ employees.
Recruitment and training volunteers is not easy, however retaining them is a lot more difficult. Therefore, it requires
competent staff and operational volunteer management system to optimize volunteer’s contribution.
Kini saatnya Anda untuk bergabung dengan jaringan organisasi kemanusiaan terbesar secara internasional. Palang
Merah Indonesia (PMI) sebagai bagian dari Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional memberikan
kesempatan kepada Anda untuk berkontribusi terhadap kemanusiaan dengan lebih bermakna dan berarti. Kita akan
bergabung dengan lebih dari 2,5 juta sukarelawan lainnya di seluruh dunia.
Anda akan berpartisipasi dalam pekerjaan kemanusiaan seperti memberikan pelayanan dan bantuan kepada 62,5 juta
penerima manfaat pertahun di seluruh Indonesia maupun di luar negeri. Anda akan diberikan kesempatan mengikuti
berbagai pelatihan dan keterampilan yang menunjang kegiatan pelayanan dan bantuan kemanusiaan. Keterampilan
Pertolongan Pertama, Manajemen Bencana, Dukungan Psikososial dan Pemulihan Hubungan Keluarga merupakan
beberapa keterampilan yang bisa Anda kuasai.
Saat Bergabung dengan PMI, Anda Akan Bisa Melakukan Aksi Seperti :
1. Memberikan pertolongan pertama di rumah, sekolah, kampus atau lingkungan kerja Anda.
2. Menjadi donor darah dan mengajak orang lain menjadi pendonor darah untuk keberlangsungan kehidupan
manusia yang membutuhkan.
3. Menghibur dan memberikan dukungan psikososial bagi yang kurang beruntung.
4. Menjadi bagian dalam pengurangan risiko dampak bencana alam maupun kesehatan.
5. Meningkatkan keterampilan diri dan memupuk rasa cinta kasih sesama yang berguna dalam menjalankan
kehidupan sehari-hari.
Orang yang menyelamatkan nyawa sesame dalam kedaruratan? Orang yang membuat anak-anak bahagia karena
bertemu kembali dengan orang tuanya? Orang yang membuat keluarga tersenyum karena mendapatkan tempat berteduh
walau sementara? Orang yang memberikan tenaga dari makanan yang diberikan kepada orang-orang di pengungsian?
Jika jawabannya Anda adalah YA, silahkan menghubungi Markas PMI di kota tempat tinggal
Anda.
Keterampilan pertolongan pertama PMI telah dimiliki dan dipraktikkan pada masa sebelum, mempertahankan dan
setelah masa kemerdekaan Republik Indonesia. Pertolongan pertama menjadi pelayanan khas Palang Merah di dunia
dalam kegiatan-kegiatan kemanusiaannya.
Pelatih PMI berkompeten dan mempunyai keterampilan memberikan pelatihan menggunakan metode partisipatif bagi
semua kelompok masyarakat. Kompetensi metodologi pelatihan atas tim pelatih juga telah tersertifikasi Badan Nasional
Sertifikasi Profesi (BNSP). Semua kelompok masyarakat (kalangan pekerja kantor, industri, tenaga pendidik,
masyarakat) dapat mengikuti pelatihan dari PMI.
Materi-materi pelatihan yang diberikan PMI di bidang kesehatan dan penanggulangan bencana meliputi: Pelatihan
pertolongan pertama, manajemen bencana, asesmen tanggap darurat bencana, distribusi bantuan, promosi kesehatan,
upaya pengurangan risiko,Vulneurability Capacity Assessment (VCA), ambulans dan lainnya. Tim pelatih PMI selain
berkompetensi dalam hal memberikan pelatihan juga menjadi pelaku pertolongan pertama dan penanggulangan bencana
pada setiap kejadian bencana alam, konflik sosial dan wabah penyakit.
1. Pelatihan First Aid bertujuan membekali pengetahuan dan kemampuan individu dalam teknik-teknik pertolongan
pertama.
Tenaga pelatih berasal dari PMI yang berkompeten di bidang pertolongan pertama. Tim juga pelaku pertolongan
pertama dan memberikan pelayanan kesehatan sebagai tim ambulans.
Materi yang diberikan merujuk pada panduan IFRC di tingkat internasional. Penyesuaian materi dan praktik berdasar
asesmen tim pelatih kepada tiap perusahaan nantinya. Pelaku pertolongan pertama dibedakan untuk tingkat dasar, mahir
dan lanjutan. Berikut keseluruhan materi yang disampaikan:
- Pengantar pertolongan pertama.
- Anatomi dan fisiologi dasar
- Pengkajian situasi
- Bantuan hidup dasar
- Shock dan perdarahan
- Cidera
- Luka bakar
- Pemindahan dan teknik mengangkat
Tenaga pelatih berasal dari PMI yang berkompeten di bidang penanggulangan bencana baik sebagai pelatih maupun
pelaku dalam setiap bencana dan/konflik di wilayah kerja masing-masing maupun di nasional.
Materi yang diberikan telah disesuaikan dengan kebutuhan pihak perusahaan dan masyarakat dengan metode dan media
interaktif sehingga tercapai tujuan pembelajaran secara efektif. Kombinasi proses pembelajaran materi dan praktik maka
penyampaian keterampilan praktis lebih besar sesuai tema pelatihan. Berikut materi yang disampaikan menggambarkan
siklus manajemen bencana:
- Manajemen Bencana di Indonesia.
- Dasar Manajemen Penanggulangan Bencana.
- Tanggap Darurat Bencana.
- Pemulihan Dampak Bencana.
- Pengurangan Risiko Bencana
Tenaga pelatih berasal dari PMI yang berkompeten di bidang penanggulangan bencana baik sebagai pelatih maupun
pelaku asesmen dalam setiap bencana dan/konflik di wilayah kerja masing-masing maupun di nasional.
Materi yang diberikan telah disesuaikan dengan kebutuhan pihak perusahaan dan masyarakat dengan metode dan media
interaktif menjadikan peserta mampu mempraktikkan di situasi bencana sehingga hasil assesmen/kajian menjadi dasar
pemberian bantuan sesuai sasaran kepada yang membutuhkan. Kombinasi proses pembelajaran materi dan praktik maka
penyampaian keterampilan praktis lebih besar sesuai tema pelatihan. Berikut materi yang disampaikan sehingga
asesmen/kajian dampak bencana dapat diimplementasikan:
- Dasar Asesmen.
- Proses Asesmen : Langkah sebelum ke lapangan.
- Proses Asesmen : Langkah saat di lapangan.
- Proses Asesmen : Langkah setelah dari lapangan.
- Praktik Asesment
4. Pelatihan Relief Distribution bertujuan mempersiapkan peserta memahami proses distribusi barang bantuan pada
saat tanggap darurat bencana.
Tenaga pelatih berasal dari PMI yang berkompeten di bidang penanganan bencana baik sebagai pelatih maupun pelaku
distribusi dalam setiap bencana dan/konflik di wilayah kerja masing-masing maupun di nasional.
Materi yang diberikan telah disesuaikan dengan kebutuhan pihak perusahaan dan masyarakat dengan metode dan media
interaktif menjadikan peserta mampu mempraktikkan di situasi bencana sehingga bantuan tepat sasaran kepada yang
membutuhkan. Kombinasi proses pembelajaran materi dan praktik maka penyampaian keterampilan praktis lebih besar
sesuai tema pelatihan menggunakan kasus distribusi saat darurat. Berikut materi yang disampaikan sehingga peserta
dapat mempraktikkan distribusi barang bantuan yang tepat:
- Prinsip Bantuan Tanggap Darurat Bencana.
- Jenis-jenis Bantuan.
- Perencanaan Distribusi.
- Lay Out Distribusi
Tenaga pelatih berasal dari PMI yang berkompeten di bidang upaya pengurangan risiko di tingkat nasional maupun
internasional. Pelatih PMI juga memberikan pelatihan kepada Palang Merah negara lain mewakili PMI di tingkat
internasional dalam Gerakan Palang Merah.
Materi yang diberikan telah disesuaikan dengan kebutuhan praktis pihak perusahaan untuk mengenal dan mampun
melakukan kegiatan-kegiatan bersama masyarakat dan elemen sekolah sebagai agen perubahan di wilayah domisili
masing-masing. Kombinasi proses pembelajaran materi dan praktik sesuai tema pelatihan memampukan peserta untuk
dapat melakukan kegiatan serupa di masyarakat. Berikut materi yang akan disampaikan:
- Upaya pengurangan risiko
- Participatory Rural Appraisal
- Media upaya pengurangan risiko
7. Pelatihan Stress Management bertujuan mempersiapkan peserta memahami dan dapat melakukan manajemen stres
dalam situasi bencana maupun pada situasi normal.
Tenaga pelatih berasal dari PMI yang berkompeten di bidang kesehatan baik sebagai pelatih maupun pelaku pemberi
dukungan sosial ke masyarakat dalam setiap bencana dan/konflik di wilayah kerja masing-masing maupun di nasional.
Materi yang diberikan telah disesuaikan dengan kebutuhan pihak perusahaan dan masyarakat dengan metode dan
bermain peran menjadikan peserta berlatih dalam mengenali dan memahami situasi kelompok yang membutuhkan
dukungan di situasi bencana. Pengetahuan dan keterampilan dalam memahami stres membantu peserta secara individu
menjadi bagian dukungan bagi yang membutuhkan.
Kombinasi proses pembelajaran materi dan praktik maka penyampaian keterampilan praktis dengan bermain peran akan
lebih efektif mencapai tujuan pelatihan. Berikut materi yang disampaikan sehingga peserta dapat memahami stres dan
penanganan bagi individu dan kelompok yang membutuhkan:
- Stres.
- Manajemen Stres.
- Relaksasi.
Untuk membantu upaya pemerintah dalam program nasional Indonesia bebas virus campak dan rubella (Measles and
Rubella atau disingkat MR), Palang Merah Indonesia (PMI) memobilisasi 1.600 Sukarelawan dari Kota Jakarta Timur;
Kota Depok, Kab. Bogor, Kab dan Kota Bekasi Sukarelawan dari...
Kurikulum Diklat PMI mengacu pada kurikulum berbasis kompetensi yang menekankan pada pengembangan
kemampuan (kompetensi) melakukan tugas-tugas dengan standar performa tertentu sehingga hasilnya berupa
penguasaaan terhadap kompetensi tertentu secara nasional dengan kesesuaian dan potensi daerah (lokal) guna
mendukung tugas pengembangan organisasi dan pelayanan kepalangmerahan .
Kurikulum Berbasis Kompetensi yang dimaksudkan dalam bidang Pendidikan dan Pelatihan PMI adalah serangkaian
rencana dan pengaturan yang termuat dalam: Analisis Kompetensi Peserta, Analisis Tujuan Pembelajaran dan Silabus
Pelatihan yang berorientasi pada kompetensi pelayanan Kepalangmerahan. Proses standarisasi pelatihan PMI mulai
bergulir sejak tahun 2004 dengan kurikulum berbasis kompetensi. Saat ini telah tersusun 48 kurikulum standar nasional
diklat PMI. Pemutakhiran secara parsial telah dilakukan sesuai dengan kebutuhan.
Tahapan penyusunan kurikulum PMI perlu dipahami oleh PMI di setiap tingkatan. Hal ini agar penerapan kurikulum
dapat berjalan optimal dan PMI di setiap tingkatan dapat melakukan pengembangan kurikulum sesuai dengan kebutuhan
lokal dan acuan kurikulum.
Berikut daftar kurikulum standar nasional diklat PMI yang terdiri dari:
Tipe
No No JenisPelatihan Jumlah Jam Pelatihan
A. Divisi PB
Pelatihan Manajemen Tanggap
1 1 Darurat Bencana Pusat 72 x 45 Menit Manajemen
Pelatihan Manajemen Tanggap
2 2 Darurat Bencana Provinsi 67 x 45 Menit Manajemen
Pelatihan Manajemen Tanggap
3 3 Darurat Bencana untuk Kab/kota 64 x 45 Menit Manajemen
4 4 Pelatihan DasarManajemen PB 53 x 45 Menit Manajemen
5 5 Pelatihan Sistem Peringatan Dini 40 x 45 Menit Teknis
Pelatihan Sistem Peringatan Dini
6 6 Berbasis Masyarakat 45 x 45 Menit Teknis
7 7 Pelatihan Spesialisasi RFL 46 x 45 Menit Teknis
8 8 Pelatihan Koordinator RFL 72 x 45 Menit Manajemen
9 9 Pelatihan Asesmen PMI 70 x 45 Menit Teknis
Pelatihan Spesialis bidang KBBM-
10 10 PERTAMA untuk KSR 90 x 45 Menit Teknis
Pelatihan Spesialis bidang KBBM-
11 11 PERTAMA untuk Sibat 75 x 45 Menit Teknis
12 12 Pelatihan Rencana Kontinjensi 26 x 45 Menit Teknis
13 13 Pelatihan Pemetaan_Sigap KSR 58 x 45 Menit Teknis
14 14 Pelatihan VCA 96 x 45 Menit Teknis
B. Biro Umum
15 1 Pelatihan Logistik Dasar 49 x 45 Menit Teknis
16 2 Pelatihan Manajemen Pergudangan 57 x 45 Menit Manajemen
17 3 Pelatihan Manajemen Posko 55 x 45 Menit Manajemen
C. DivisiKesehatan
18 1 Pelatihan Pertolongan Pertama 73 x 45 Menit Teknis
19 2 Pelatihan Ambulans 57 x 45 Menit Teknis
20 3 Pelatihan Perawatan Keluarga 70 x 45 Menit Teknis
21 4 Pelatihan Watsan Darurat 105 x 45 Menit Teknis
22 5 Pelatihan CBHFA-KPPBM 80 x 45 Menit Teknis
23 6 Pelatihan PHAST 73 x 45 Menit Teknis
24 7 Pelatihan PendidikanSebaya 60 x 45 Menit Teknis
25 8 Pelatihan Medical Action Team 51 x 45 Menit Manajemen
Pelatihan Program Dukungan
26 9 Psikososial (PSP) Teknis
Pelatihan Fasilitator Kesiapsiagaan
27 10 & Respon Pandemi Teknis
Pelatihan Sanitasi dan PromKes
28 11 dalam situasi Darurat Teknis
29 12 Pelatihan Debriefing Teknis
D. DivisiKelembagaan
Orientasi kepalangmerahan untuk
30 1 pengurus, pegawai dan relawan 30 x 45 menit Teknis
Orientasi Tata Laksana bagi
31 2 Pengurus PMI 34 x 45 menit Manajemen
E. Biro Humas
32 1 Pelatihan Kehumasan 45 x 45 menit Teknis
F. Unit Diklat
33 1 Pelatihan Manajemen Pelatihan 60 x 45 menit Manajemen
34 2 Pelatihan Pelatih PMI 65 x 45 menit Manajemen
G. Biro Perencanaan
35 1 Pelatihan Perencanaan Program 60 x 45 menit Manajemen
H. Biro keuangan
36 1 Pelatihan Manajemen Keuangan 42 x 45 menit Manajemen
I. DivisiRelawan
37 1 Orientasi Pembina PMR 35 x 45 Menit Manajemen
38 2 Pelatihan Fasilitator (TOF) PMR 55 x 45 Menit Manajemen
39 3 Pelatihan KSR Dasar 120 x 45 Menit Teknis
Pelatihan PMR Mula, Madya, Wira
40 4 (7 Materi) Manajemen
J. Unit IT
41 1 Pelatihan SIM 42 x 45 Menit Teknis
42 2 Pelatihan IT Telekom 68 x 45 Menit Teknis
K. Biro Kepegawaian
43 1 Orientasi bagi Pegawai 30 x 45 Menit Manajemen
44 2 Pelatihan Kepala Markas 105 x 45 menit Manajemen
45 3 Pelatihan Kepala Unit Kerja 93 x 45 menit Manajemen
46 4 Pelatihan Sub Unit Kerja 100 x 45 menit Manajemen
47 5 Pelatihan Staf dan TU 99 x 45 menit Manajemen
48 6 Pelatihan Tim Pendamping 273 x 45 menit Manajemen
Untuk membantu upaya pemerintah dalam program nasional Indonesia bebas virus campak dan rubella (Measles and
Rubella atau disingkat MR), Palang Merah Indonesia (PMI) memobilisasi 1.600 Sukarelawan dari Kota Jakarta Timur;
Kota Depok, Kab. Bogor, Kab dan Kota Bekasi Sukarelawan dari...
Setiap negara penada-tangan Konvensi Jenewa memiliki kewajiban untuk membuat aturan penggunaan lambang guna
mencegah penyalahgunaannya.
Peniruan
Penggunaan lambang dengan warna dan bentuk yang mirip. Peniruan biasanya menambahkan tulisan atau gambar pada
lambang.
Pelanggaran berat
Penggunaan lambang oleh pihak yang berhak namun digunakan untuk tujuan yang tidak sesuai
dengan Hukum Humaniter Internasional (HHI), misalnya mengelabui lawan dengan bersembunyi
dibalik tanda pelindung atau tanda pengenal.
Beberapa contoh pelanggaran berat dan perbuatan curang (Grave Misuse & Pervidy) lambang.
Beberapa logo dari organisasi kemanusiaan internasional, sebelum dan sesudah mengubah
lambangnya.
Berikut ini merupakan wawancara kami dengan Rina Rusman, Legal Adviser ICRC Jakarta
mengenai penyalahgunaan lambang:
ICRC mulai bekerja di Indonesia sejak tahun 1942 ketika Jepang menduduki Indonesia. Usai kemerdekaan,
ICRC terus hadir untuk memberikan bantuan kemanusiaan, termasuk obat-obatan melalui PMI. Keberadaan
ICRC dipermanenkan oleh Pemerintah Indonesia tahun 1979. Kegiatan ICRC dititikberatkan pada promosi
Hukum Humaniter Internasional (HHI) dan pengembangan kapasitas PMI di Indonesia dan CVTL di Timor
Leste.
Konvensi Jenewa 1949 sebagai bagian Hukum Humaniter Internasional (HHI), mengenal adanya prinsip pembedaan,
yaitu prinsip untuk membedakan kombatan (peserta tempur) dan non kombatan (bukan peserta tempur), seperti
penduduk sipil dan kesatuan medis militer.
Lambang sebagai Tanda Pengenal, berfungsi untuk menandakan bahwa penggunaannya adalah pihak yang terkait
dengan Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional:
1. Sebagai Tanda Pelindung: agar dilindungi & tidak diserang oleh pihak yang berperang, hanya dipakai :
Tanda Pelindung: Berukuran besar/di ban lengan kiri dan tidak ditambah gambar lain.
oleh Dinas Kesehatan Angkatan Perang & anggota Gerakan disetiap waktu.
harus seizin Perhimpunan Nasional apabila organisasi lain perlu memakai.
tidak sebesar tanda pelindung & tidak di ban lengan kiri.
Tanda Pengenal: Berukuran lebih kecil dan boleh ditambah keterangan/gambar lain.
Berikut ini wawancara bersama Rina Rusman, Legal Adviser ICRC Jakarta mengenai fungsi dari lambang Palang
Merah, Bulan Sabit Merah dan Kristal Merah:
Diantara sekian banyak RUU yang controversial, salah satu RUU yang luput dari perhatian masyarakat adalah
Rancangan Undang-Undang tentang Lambang Palang Merah (RUU LPM). Padahal, RUU ini tak kalah kontroversial
dibandingkan RUU lainnya, khususnya di dunia kerelawanan.
RUU yang diajukan pada tahun 2005 ini berisikan mengenai teknis spesifikasi pemakaian Lambang Palang Merah dan
merupakan kelanjutan dari ratifikasi Konvensi Jenewa yang mewajibkan setiap negara memilki satu lambang
kemanusiaan untuk perhimpunan nasionalnya agar dalam suatu konflik perhimpuan nasional ini dilindungi dari
serangan senjata.Lambang yang diperkenankan dalam konvensi tersebut adalah lambang Palang Merah (Red Cross),
Bulan Sabit Merah (Red Crescent), dan Kristal Merah (Red Cristal) (detik.com, 2012). Saat ini, ratusan negara telah
menentukan lambang yang akan digunakannya sebagai lambang kemanusiaan. Yakni, 153 negara memilih palang
merah, 34 negara memilih bulan sabit merah, dan satu negara (Israel) memilih crystal merah (Hukum Online, 2012).
Disini saya tidak membahas rencana perubahan lambang Palang Merah (Red Cross) yang direncanakan akan diganti
menjadi Bulan Sabit Merah (Red Crescent), tetapi saya akan mengulas sedikit makna yang tersembunyi dibalik lambang
Palang Merah yang sudah umum dikenal dan digunakan oleh beberapa organisasi seperti Palang Merah Indonesia
(PMI), rumah sakit, Toko obat-obatan dan lain sebagainya. Pembahasannyapun dipersempit hanya ditinjau persfektif
Hindu.
Lambang Palang Merah berbentuk palang berwarna merah yang saling menyilang satu sama lain di bagian tengah satu
mengarah vertikal dan satu lainnya mengarah horizontal dengan ukuran masing-masing simetris dan sama panjang
(proporsional).
Lambang saling menyilang dalam ajaran Hindu merupakan kerangka dasar dari salah satu symbol agama Hindu yaitu
Swastika . Kata Swastika berasal dari bahasa Sanskerta yang terdiri dari Su-Asti-Ka; Su artinya baik, selamat , rahayu;
Asti artinya adalah ; Sedangkan akhiran Ka adalah untuk membentuk kata sifat menjadi kata benda. Jadi Swastika
merupakan lambang keselamatan dan kesejahteraan. Lambang keramat yang digunakan sebagai penangkal agar
terhindar dari segala rintangan.
Lambang Swastika dianggap telah ada dan dikenal oleh umat manusia ribuan tahun, bahkan mungkin sudah dikenal
sejak adanya manusia mengenal symbol-symbol.
Swastika merupakan lambang yang suci dalam bentuk sebuah tanda salib, keempat lengannya mengarah kekanan.
Selain umat Hindu, komunitas dan agama lain juga menganggap lambang ini suci. Oleh karena itu sudah merupakan
kebiasaan untuk membuat lambang ini untuk memulai suatu upacara atau kegiatan suci (Prem P. Bhalla , Diah Sri
Pandewi, 2010:221).
Dalam Ganeshapuran (Ganesha Purana) dikatakan bahwa swastika merupakan lambang Dewa Ganesh (Ganesha).
Lambang ini harus dibuat sebelum melakukan kegiatan baik. Itu memiliki kekuatan untuk menghilangkan semua
rintangan. Mereka yang tidak menghiraukan akan gagal. Oleh karena merupakan suatu kebiasaan untuk mengawali
dengan lambang swastika (Ibid).
Swastika juga dikenal sebagai ‘satiya’, yang merupakan symbol Sudharshan chakra. Orang –orang juga menganggapnya
sebagai symbol yang menunjukan tanda tambah (+). Itu merupakan symbol kesejahteraan. Keempat titik disekitar
swastika merupakan simbol keempat arah disekitar kita (Ibid, Hal 222). Selain sebagai symbol keempat mata arah
angin juga dipercaya sebagai symbol Catur Yuga, Catur Dharma dan Catur Purusa Artha.
Lambang saling menyilang ini di Bali dikenal dengan tanda Tapak Dara, tanda tambah (+), di India disebut ‘Satiya’.
Tapak Dara biasanya dugunakan saat melaksanakan suatu upacara keagamaan dan juga dipasangkan atau dituliskan
pada rumah, digoreskan di beberapa tiang rumah dengan pamor, tentunya ketika dilaksanakan upacara pemlaspas
(ritual selametan untuk rumah yang baru dibangun) . Tanda Tapak Dara (+) sering pula digunakan sebagai pengobatan
Tradisional Hindu (Ayur Veda), dimana tanda ini digoereskan dengan pamor (sejenis kapur) disertai dengan Mantra
dipasang di telapak tangan sang pasien maupun di telapak kaki pasien khususnya bayi atau anak-anak. Oleh karena itu
tanda ini dikenal dengan istilah Tapak Dara (Tampak Dara).
Tapak dara itu adalah melambangkan jalannya matahari. Jaman dahulu matahari itu dianggap Dewa yang tertinggi,
yang di Bali disebut Sang Hyang Siwa Raditya.
Lengkapnya:
Perkembangan selanjutnya Tapak Dara menjadi Swastika yang merupakan dasar kekuatan dan kesejahteraan Bhuana
Agung (Makrokosmos) dan Bhuana Alit (Mikrokosmos).
Lengkapnya: