Anda di halaman 1dari 14

1.

IDENTITAS
Pasien
: Ny. N
: 24 th
: D3
: IRT
: Islam
: Sunda
: Cilawu
: 76-27-xx
: 16 April 2015
: 18 April 2015
: Kalimaya

Nama
Umur
Pendidikan
Pekerjaan
Agama
Suku
Alamat
No.CM
Masuk RS
Keluar RS
Ruangan
2.

Suami
Tn. S
27 th
D3
WIRASWASTA
Islam
Sunda
Cilawu

ANAMNESIS
A. Keluhan utama :
Keluar cairan banyak dari jalan lahir
B. Anamnesa khusus :
G1P0A0 merasa hamil 9 bulan, datang ke Rumah Sakit dengan keluhan keluar
cairan banyak dari jalan lahir sejak 23 jam SMRS. Cairan yang keluar berwarna jernih
dan tidak berbau. Keluhan disertai dengan Mules-mules yang semakin sering, semakin
kuat dan semakin lama. Keluar lendir yang bercampur darah sudah dirasakan ibu.
Pergerakan janin dirasakan ibu sejak 5 bulan yang lalu hingga saat ini. Ibu mengaku
menderita penyakit liver sejak 3 tahun yang lalu.
C. Riwayat Obstetri
Kehamilan
ke

Tempat

Penolong

Cara
Kehamilan

Cara
Persalinan

BB
Lahir

Jenis
Kelamin

Usia

Keadaan :
Hidup/Mati

-------------------------------Kehamilan Saat Ini-------------------------------------------

D. Riwayat Perkawinan :
Status
: Menikah pertama kali
Usia saat menikah
: Perempuan : 23 tahun, SD, IRT
Laki-laki
: 26 tahun, SD, Swasta
E. Haid
Siklus haid
Lama haid
Banyaknya darah

: Tidak Teratur
: 7 hari
: Biasa
1

Nyeri haid
Menarche usia
HPHT
TP

: Tidak dirasakan
: 11 tahun
: 13 Juli 2014
: 20 April 2015

F. Riwayat kontrasepsi
Tidak pernah menggunakan alat kontrasepsi
G. Prenatal Care :
Datang untuk kontrol kehamilan ke Spesialis kandungan dengan jumlah kunjungan
10 kali selama kehamilan, terakhir 1 bulan yang lalu.
H. Keluhan selama kehamilan
Tidak ada keluhan selama kehamilan
I. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengaku memiliki riwayat penyakit liver. Riwayat penyakit jantung,
penyakit paru-paru, penyakit ginjal, penyakit Diabetes militus, penyakit tiroid, penyakit
epilepsi, riwayat asma bronchial disangkal pasien dan riwayat hipertensi sebelum
kehamilan disangkal.
3. PEMERIKSAAN FISIK
A. Status Praesense

4.

Keadaan umum
Kesadaran
Tensi
Nadi
Respirasi
Suhu
Kepala

:
:
:
:
:
:
:

Cor

Pulmo
Abdomen

:
:

Ekremitas

Baik
Compos mentis
90/70 mmHg
88 x/menit
24 x/menit
36,0 C
Konjungtiva Anemis : -/Sklera ikterik : -/Bunyi jantung I-II murni reguler
Gallop (-), Murmur (-)
VBS kiri = kanan, Rhonki -/-, Wheezing -/Cembung lembut
Hepar dan Lien: Sulit dinilai
Akral hangat, Edema tungkai -/-,
Varises -/-

STATUS OBSTETRIK
A. Pemeriksaan luar
Tinggi Fundus Uteri : 35 cm
Lingkar Perut
: 105 cm
Letak Anak
: Puki, Kepala 4/5

HIS
BJA
TBBA

: 2-3 x/10 menit, lama his 60 detik


: 142 x/menit, reguler
: 3.105 gr

B. Inspekulo :
Tes Lakmus : +
C. Pemeriksaan Fornises :
Tidak dilakukan
D. Pemeriksaan Dalam :
Vulva
: TAK
Vagina
: TAK
Portio
: Tebal lunak
Pembukaan : 3-4 cm
Ketuban
: (-)
Bag. Terendah: Kepala Station -1

E. Laboratorium
Tanggal : 16 April 2015
Pemeriksaan

Hasil

Nilai Rujukan

Satuan

HEMATOLOGI
Hemaglobin

12.9

Pria = 14-18 gr %
Wanita = 12-16 gr %
4.000-10.000
< 10 mm/jam
< 20 mm/jam
150.000-450.000
35-45
4,5-6 juta

per mm3
mm/jam
mm/jam
per mm3
%
juta/mm

123
17
0.73
19
15

76-100 mgr %
100-140 mgr %
11-55 mgr %
0,6-1,1 mgr %
10-35 U/L
10-36 U/L

mgr %
mgr %
mgr %
mgr %
U/L
U/L

Positif

Negatif

Leukosit
LED

29.800

Trombosit
Hematokrit
Eritrosit
KIMIA DARAH
Gula Darah Puasa
Gula Darah Sewaktu
Ureum
Creatinin
SGOT
SGPT
IMMUNOLOGI
HbsAG
IMMUNOSEROLOGI
HIV

289.000
39.7%

gr/dl

Non Reaktif

5. DIAGNOSIS KERJA
G1P0A0 parturien 39-40 minggu Kala I fase Laten + KPD + Hepatitis B
6.

RENCANA PENGELOLAAN

R/ Partus Pervaginam

Cek Lab HbsAG, SGOT, SGPT, Ureum Creatinin & Darah Rutin

Cefotaxime 2x1gr iv

Observasi KU, TTV, HIS, DJJ

Infus RL 500 cc 20 gtt/menit

Konsul IPD

Motivasi Kb
Pasien telah diberi terapi injeksi cefotaxim 1gr iv pada pukul 23.10
Pemantauan Persalinan Kala I
Jam

Keterangan

01.00
07.00
07.30

BJA : 138x/menit
BJA : 143x/menit
BJA : 142x/menit
Pembukaan 2-3cm, ketuban (-), kepala station -1, dipasang drip oxy SIO
BJA : 143x/menit
BJA : 142x/menit
PD: vulva/vagina : t.a.k, porsio : tebal lunak, pembukaan : 4-5cm, ketuban (-),

08.30
09.00

13.30
15.15

kepala station -1
BJA : 143x/menit
PD : vulva/vagina : tidak teraba, pembukaan : lengkap, ketuban (-), kepala station
+2
BJA : 141x/menit
Diputuskan untuk dilakukan VE karena bayi tidak lahir dalam 2 jam, kala II lama.

Laporan Persalinan (Kala II/Kala III)


Tanggal 17/04/2015
Pasien ingin mengedan. HIS (+) BJA (+) PD : Teraba Kepala, Pembukaan : Lengkap.
Ketuban (-), Kepala : Station +2, Partus dipimpin, Blas dikosongkan, dilakukan
episiotomi.
Jam 15.35 : Lahir bayi laki-lagi dengan VE a/i waktu, segera menangis
JK : laki-laki
PB: 49cm
NP: 1802
BB: 3.500gr
A-S: 3-5
Kelainan: t.a.k
Ibu mendapat oxy 1 amp
Jam 15.40 : Plasenta lahir spontan lengkap, explorasi a/i tindakan tidak terdapat ruptur
uteri, perineum hecting
KU: Baik TFU: 2 jari dibawah pusat Kontraksi: Baik
Ibu mendapat pospargin 1amp/iv + 4 tab misoprostol/anus
Pasien dibersihkan menggunakan spon + dibantu mobilisasi
Diagnosa Akhir : P1A0 Partus Maturus dengan VE + Augmentasi Oxytosin

Lembar Konsultasi

Jawaban Konsultasi

Nama : Ny. Nita


Umur : 24 Tahun
Kepada Yth. TS
Bagian/SMF/Dr. IPD
Di Tempat.

Kepada Yth. TS
Bagian/SMF/Dr. OBGYN
Di Tempat.

Salam Sejawat,
Mohon Konsul/Evaluasi/penanganan lanjut, pasien
dengan keterangan klinik :
Nama : Ny. Nita
Umur : 24 th
Diagnosa : G1P0A0 parturien 39-40 minggu Kala I fase
Laten + KPD + Hepatitis B
Alasan konsultasi/Masalah penatalaksanaan hepatitis B
dibidang TS.

Salam Sejawat,
Menjawab konsul TS, kami temukan :
Subjektif : Parturien
Objektif : KU : CM
T : 90/70 mmHg
HbsAg (+)
Assesment : Hepatitis B dengan kehamilan aterm.
Planning :
- pro lab. HbsAg ; saat kontrol
- pro lab. B20 ; hari ini
- untuk saat ini pengelolaan di bidang kami memantau

Atas bantuan TS, kami ucapkan terima kasih.

hasil B20

Follow Up Post Partum


Tangal

Catatan

18/04/2015

S/ O/ KU : CM
T : 100/70 mmHg
N : 88 x/mnt
R : 20 x/mnt
S : 36,5 0C
ASI : -/Abd : Datar Lembut
NT : - PS/PP : -/- DM : TFU : 1 jari dibawah pusat
Perdarahan : BAB/BAK : -/+
D/ G1P0A0 parturien 39-40
minggu Kala I fase Laten +
KPD + Hepatitis B

Instruksi
-

Cefadroxil 2 x 500 mg
As. Mefenamat 3 x 500 mg
SF 1 x 1
BLPL

Permasalahan
1. Bagaimana penegakkan diagnosis pada kasus ini?
2. Apakah pengelolaan kasus ini sudah tepat?
3. Bagaimanakah prognosis pada pasien ini?
Pembahasan
1. Bagaimana penegakkan diagnosis pada kasus ini?
a. Ketuban Pecah Dini (KPD)
Ketuban Pecah Dini (amniorrhexis premature rupture of the membrane PROM) adalah
pecahnya selaput korioamniotik sebelum terjadi proses persalinan. Secara klinis diagnosa KPD
ditegakkan bila seorang ibu hamil mengalami pecah selaput ketuban dan dalam waktu satu jam
kemudian tidak terdapat tanda awal persalinan, dengan demikian untuk kepentingan klinis waktu
1 jam tersebut merupakan waktu yang disediakan untuk melakukan pengamatan adanya tandatanda awal persalinan. Bila terjadi pada kehamilan < 37 minggu maka peristiwa tersebut disebut
KPD Preterm (PPROM = preterm premature rupture of the membrane - preterm amniorrhexis).
Waktu sejak ketuban pecah sampai terjadi kontraksi rahim disebut ketuban pecah dini (periode
laten). Kondisi ini merupakan penyebab persalinan premature dengan segala komplikasinya.
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum inpartu, yaitu bila pembukaan pada
primi kurang dari 3 dan pada multipara kurang dari 5cm. Ada juga yang disebut ketuban pecah
dini preterm yakni ketuban pecah saat usia kehamilan belum masa aterm atau kehamilan
dibawah 38 42 minggu. Arti klinis ketuban pecah dini :
1. Bila bagian terendah janin masih belum masuk pintu atas panggul maka kemungkinan
terjadinya prolapsus tali pusat atau kompresi tali pusat menjadi besar

2. Peristiwa KPD yang terjadi pada primigravida hamil aterm dengan bagian terendah yang
masih belum masuk pintu atas panggul sering kali merupakan tanda adanya gangguan
keseimbangan foto pelvik.
3. KPD sering diikuti dengan adanya tanda tanda persalinan sehingga dapat memicu
terjadinya persalinan preterm.
4. Peristiwa KPD yang berlangsung lebih dari 24 jam (prolonged rupture of membrane)
seringkali disertai dengan infeksi intrauterin.
5. Peristiwa KPD dapat menyebabkan oligohidramnion dan dalam jangka panjang kejadian
ini akan dapat menyebabkan hilangnya fungsi amnion bagi pertumbuhan dan
perkembangan janin.
Diagnosis
a. Anamnesa
Penderita merasa basah pada vagina, atau mengeluarkan cairan yang banyak secara tibatiba dari jalan lahir, terus menerus atau tidak. Cairan berbau khas, dan perlu juga
diperhatikan warna keluanya cairan tersebut, his belum teratur atau belum ada, dan belum
ada pengeluaran lendir darah. Dari anamnesis 90% sudah dapat mendiagnosa KPD secara
benar.
b. Pemeriksaan fisik
Periksa tanda-tanda vital pasien yaitu kesadaran, tekanan darah, nadi, pernafasan dan
suhu badan. Apakah ada tanda infeksi, seperti suhu badan meningkat dan nadi cepat.
c. Inspeksi
Pengamatan dengan mata biasa akan tampak keluarnya cairan dari vagina, bila ketuban
baru pecah dan jumlah air ketuban masih banyak, pemeriksaan ini akan lebih jelas.
d. Pemeriksaan dengan spekulum.
Pemeriksaan inspekulo secara steril merupakan langkah pemeriksaan pertama terhadap
kecurigaan KPD. Pemeriksaan dengan spekulum pada KPD akan tampak keluar cairan dari
orifisium uteri eksternum (OUE), kalau belum juga tampak keluar, fundus uteri ditekan,
penderita diminta batuk, megejan atau lakukan manuver valsava, atau bagian terendah
digoyangkan, akan tampak keluar cairan dari ostium uteri dan terkumpul pada forniks
anterior/posterior.
e. Pemeriksaan dalam
Didapat cairan di dalam vagina dan selaput ketuban sudah tidak ada lagi. Mengenai
pemeriksaan dalam vagina dengan tocher perlu dipertimbangkan, pada kehamilan yang
kurang bulan yang belum dalam persalinan tidak perlu diadakan pemeriksaan dalam
karena pada waktu pemeriksaan dalam, jari pemeriksa akan mengakumulasi segmen
bawah rahim dengan flora vagina yang normal. Mikroorganisme tersebut bisa dengan
cepat menjadi patogen. Pemeriksaan dalam vagina hanya dilakukan kalau KPD yang
sudah dalam persalinan atau yang dilakukan induksi persalinan, dan bila akan dilakukan
penanganan aktif (terminasi kehamilan), dan dibatasi sedikit mungkin.
f. Pemeriksaan Penunjang
7

a. Pemeriksaan laboraturium
Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa : warna, konsentrasi, bau dan pH nya.
Cairan yang keluar dari vagina ini kecuali air ketuban mungkin juga urine atau sekret
vagina.
Tes Lakmus (tes Nitrazin).
yaitu dengan memeriksa kadar keasaman cairan vagina. Tempatkan sepotong
kertas nitrazin pada mata pisau spekulum setelah menarik spekulum dari vagina,
jika kertas lakmus merah berubah menjadi biru menunjukkan adanya air ketuban
(alkalis). Darah dan infeksi vagina dapat menghasilkan tes yang positif palsu.
b. Pemeriksaan ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam kavum uteri.
Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban yang sedikit. Namun sering terjadi
kesalahan pada penderita oligohidromnion.
b. Hepatitis B
Hepatitis B merupakan penyakit nekroinflamasi hepar yang disebabkan infeksi virus
hepatitis B. Virus hepatitis B menyerang hati, masuk melalui darah ataupun cairan tubuh dari
seseorang yang terinfeksi seperti halnya virus HIV. Virus hepatitis B adalah virus nonsitoplastik,
yang berarti virus tersebut tidak menyebabkan kerusakan langsung pada sel hepar. Sebaliknya,
adalah reaksi yang bersifat menyerang sistem kekebalan tubuh yang biasanya menyebabkan
radang dan kerusakan pada hepar.
Diagnosis
Oleh karena penderita hepatitis B seringkali tanpa gejala maka diagnosis seringkali hanya
bisa ditegakkan dengan pemeriksaan laboratorium. Kadangkala baru dapat diketahui pada waktu
menjalani pemeriksaan rutin atau untuk pemeriksaan dengan penyakit-penyakit yang lain.
Tes laboratorium yang dipakai untuk menegakkan diagnosis adalah:
1. Tes antigen-antibodi virus Hepatitis B:
a.
HbsAg (antigen permukaan virus hepatatitis B)
Merupakan material permukaan/kulit VHB. HBsAg mengandung protein yang dibuat
oleh sel-sel hati yang terinfesksi VHB. Jika hasil tes HBsAg positif, artinya individu
tersebut terinfeksi VHB, karier VHB, menderita hepatatitis B akut ataupun kronis.
HBsAg bernilai positif setelah 6 minggu infeksi VHB dan menghilang dalam 3 bulan.
Bila hasil tetap setelah lebih dari 6 bulan berarti hepatitis telah berkembang menjadi
kronis atau pasien menjadi karier VHB. HbsAg positif makapasien dapat menularkan
VHB.
b.
Anti-HBs (antibodi terhadap HBsAg)
Merupakan antibodi terhadap HbsAg. Keberadaan anti-HBsAg menunjukan adanya
antibodi terhadap VHB. Antibodi ini memberikan perlindungan terhadap penyakit
hepatitis B. Jika tes anti-HbsAg bernilai positif berarti seseorang pernah mendapat vaksin

2.

3.
4.
5.
6.
7.

VHB ataupun immunoglobulin. Hal ini juga dapat terjadi pada bayi yang mendapat
kekebalan dari ibunya. Anti-HbsAg posistif pada individu yang tidak pernah mendapat
imunisasi hepatitis B menunjukkan bahwa individu tersebut pernah terinfeksi VHB.
c.
HbeAg
Yaitu antigen envelope VHB yang berada di dalam darah. HbeAg bernilai positif
menunjukkan virus VHB sedang aktif bereplikasi atau membelah/memperbayak diri.
Dalam keadaan ini infeksi terus berlanjut. Apabila hasil positif dialami hingga 10 minggu
maka akan berlanjut menjadi hepatitis B kronis. Individu yang memiliki HbeAg positif
dalam keadaan infeksius atau dapat menularkan penyakitnya baik kepada orang lain
maupun janinnya.
d.
Anti-Hbe
Merupakan antibodi terhadap antigen HbeAg yang diproduksi oleh tubuh. Anti-HbeAg
yang bernilai positif berati VHB dalam keadaan fase non-replikatif.
e.
HbcAg (antigen core VHB)
Merupakan antigen core (inti) VHB, yaitu protein yang dibuat di dalam inti sel hati yang
terinfeksi VHB. HbcAg positif menunjukkan keberadaan protein dari inti VHB.
f.
Anti-Hbc (antibodi terhadap antigen inti hepatitis B)
Merupakan antibodi terhadap HbcAg. Antibodi ini terdiri dari dua tipe yaitu IgM anti
HBc dan IgG anti-HBc. IgM anti HBc tinggi menunjukkan infeksi akut. IgG anti-HBc
positif dengan IgM anti-HBc negatif menunjukkan infeksi kronis pada seseorang atau
orang tersebut penah terinfeksi VHB.
Viral load HBV-DNA. Apabila positif menandakan bahwa penyakitnya aktif dan terjadi
replikasi virus. Makin tinggi titer HBV-DNA kemungkinan perburukan penyakit semakin
besar.
Faal hati. SGOT dan SGPT dapat merupakan tanda bahwa penyakit hepatitis B-nya aktif dan
memerlukan pengobatan anti virus.
Alfa-fetoprotein (AFP), adalah tes untuk mengukur tingkat AFP,yaitu sebuah protein yang
dibuat oleh sel hati yang kanker.
USG (ultrasonografi), untuk mengetahui timbulnya kanker hati.
CT (computed tomography) scan ataupun MRI (magnetic resonance imaging), untuk
mengetahui timbulnya kanker hati.
Biopsi hati dapat dilakukan pada penderita untuk memonitor apakah pasien calon yang baik
untuk diterapi antivirus dan untuk menilai keberhasilan terapi.

Pengaruh Terhadap Kehamilan dan Bayi


Dilaporkan 10-20 % ibu hamil dengan HBsAg positif yang tidak mendapatkan
imunoprofilaksis menularkan virus pada neonatusnya dan 90 % wanita hamil dengan
seropositif untuk HBsAg dan HBeAg menularkan virus secara vertikel kepada janinnya dengan
insiden 10 % pada trimester I dan 80-90 % pada trimester III. Adapun faktor predisposisi
terjadinya transmisi vertikal adalah:
1. Titer DNA VHB yang tinggi
2. Terjadinya infeksi akut pada trimester III

3. Pada partus memanjang yaitu lebih dari 9 jam


Sedangkan 90 % janin yang terinfeksi akan menjadi kronis dan mempunyai resiko kematian
akibat sirosis atau kanker hati sebesar 15-25 % pada usia dewasa nantinya.
Infeksi VHB tidak menunjukkan efek teratogenik tapi mengakibatkan insiden Berat
Badan Lahir Rendah (BBLR) dan Prematuritas yang lebih tinggi diantara ibu hamil yang terkena
infeksi akut selama kehamilan. Dalam suatu studi pada infeksi hepatitis akut pada ibu hamil (tipe
B atau non B) menunjukkan tidak ada pengaruh terhadap kejadian malformasi kongenital, lahir
mati atau stillbirth, abortus, ataupun malnutrisi intrauterine. Pada wanita dengan karier VHB
tidak akan mempengaruhi janinnya, tapi bayi dapat terinfeksi pada saat persalinan (baik
pervaginam maupun perabdominan) atau melalui ASI atau kontak dengan karier pada tahun
pertama dan kedua kehidupannya. Pada bayi yang tidak divaksinasi dengan ibu karier
mempunyai kesempatan sampai 40 % terinfeksi VHB selama 18 bulan pertama kehidupannya
dan sampai 40 % menjadi karier jangka panjang dengan resiko sirosis dan kanker hepar
dikemudian harinya.
VHB dapat melalui ASI sehingga wanita yang karier dianjurkan mendapat Imunoglobulin
hepatitis B sebelum bayinya disusui. Penelitian yang dilakukan Hill JB,dkk (dipublikasikan
tahun 2002) di USA mengenai resiko transmisi VHB melalui ASI pada ibu penderita kroniskarier menghasilkan kesimpulan dengan imunoprofilaksis yang tepat termasuk Ig hepatitis B
dengan vaksin VHB akan menurunkan resiko penularan. Sedangkan penelitian WangJS, dkk
(dipublikasikan 2003) mengenai resiko dan kegagalan imunoprofilaksis pada wanita karier yang
menyusui bayinya menghasilkan kesimpulan tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara ASI
dengan susu botol. Hal ini mengindikasikan bahwa ASI tidak mempunyai pengaruh negatif
dalam merespon anti HBs. Sedangkan transmisi VHB dari bayi ke bayi selama perawatan sangat
rendah.
Ibu hamil yang karier VHB dianjurkan untuk memberikan bayinya Imunoglobulin
Hepatitis B (HBIg) sesegera mungkin setelah lahir dalam waktu 12 jam sebelum disusui untuk
pertama kalinya dan sebaiknya vaksinasi VHB diberikan dalam 7 hari setelah lahir.
Imunoglobulin merupakan produk darah yang diambil dari darah donor yang memberikan
imunitas sementara terhadap VHB sampai vaksinasi VHB memberikan efek. Vaksin hepatitis B
kedua diberikan sekitar 1 bulan kemudian dan vaksinasi ketiga setelah 6 bulan dari vaksinasi
pertama. Penelitian yang dilakukan Lee SD, dkk (dipublikasikan 1988) mengenai peranan Seksio
Sesarea dalam mencegah transmisi VHB dari ibu kejanin menghasilkan kesimpulan bahwa SC
yang dikombinasikan dengan imunisasi Hepatitis B dianjurkan pada bayi yang ibunya penderita
kronis-karier HbsAg dengan level atau titer DNA-VHB serum yang tinggi.
Tes hepatitis B terhadap HBsAg dianjurkan pada semua wanita hamil pada saat
kunjungan antenatal pertama atau pada wanita yang akan melahirkan tapi belum pernah diperiksa
HbsAg-nya. Lebih dari 90 % wanita ditemukan HbsAg positif pada skreening rutin yang menjadi
karier VHB. Tetapi pemeriksaan rutin wanita hamil tua untuk skreening tidak dianjurkan kecuali
pada kasus-kasus tertentu seperti pernah menderita hepatitis akut, riwayat tereksposure dengan
hepatitis, atau mempunyai kebiasaan yang beresiko tinggi untuk tertular seperti penyalahgunaan
obat-obatan parenteral selama hamil, maka test HbsAg dapat dilakukan pada trimester III
10

kehamilan. HbsAg yang positif tanpa IgM anti HBc menunjukkan infeksi kronis sehingga
bayinya harus mendapat HBIg dan vaksin VHB.
Pencegahan penularan VHB dapat dilakukan dengan melakukan aktifitas seksual yang
aman, tidak menggunakan bersama obat-obatan yang mempergunakan alat seperti jarum, siringe,
filter, spons, air dan tourniquet, dsb, tidak memakai bersama alat-alat yang bisa terkontaminasi
darah seperti sikat gigi, gunting kuku, dsb, memakai pengaman waktu kerja kontak dengan
darah, dan melakukan vaksinasi untuk mencegah penularan.
Profilaksis pada wanita hamil yang telah tereksposure dan rentan terinfeksi adalah:
1. Ketika kontak seksual dengan penderita hepatitis B terjadi dalam 14 hari
Berikan vaksin VHB kedalam m.deltoideus. Tersedia 2 monovalen vaksin VHB
untuk imunisasi pre-post eksposure yaitu Recombivax HB dan Engerix-B. Dosis
HBIg yang diberikan 0,06 ml/kgBB IM pada lengan kontralateral.
Untuk profilaksis setelah tereksposure melalui perkutan atau luka mukosa, dosis
kedua HBIg dapat diberikan 1 bulan kemudian.
2. Ketika tereksposure dengan penderita kronis VHB
Pada kontak seksual, jarum suntik dan kontak nonseksual dalam rumah dengan penderita
kronis VHB dapat diberikan profilaksis post eksposure dengan vaksin hepatitis B dengan
dosis tunggal.
Wanita hamil dengan karier VHB dianjurkan memperhatikan hal-hal sbb :
Tidak mengkonsumsi alkohol dan obat-obatan hepatotoksik seperti
asetaminophen
Jangan mendonorkan darah, organ tubuh, jaringan tubuh lain atau semen
Tidak memakai bersama alat-alat yang dapat terkontaminasi darah seperti sikat
gigi, dll.
Memberikan informasi pada ahli anak, kebidanan dan laboratorium bahwa dirinya
penderita hepatitis B carier.
Pastikan bayinya mendapatkan HBIg saat lahir, vaksin hepatitis B dalam 1
minggu setelah lahir, 1 bulan dan 6 bulan kemudian.
Konsul teratur kedokter
Periksa fungsi hati.
Pembahasan
Pada pasien ini, berdasarkan anamnesis ditemukan pasien merasakan ada cairan yang
keluar dari jalan lahir 23 jam SMRS. Pada pemeriksaan laboratorium darah, ditemukan
leukosit 29.800/mm3 dan HbsAg (+). Ibu juga mengaku memiliki riwayat penyakit liver sejak 3
tahun lalu dan sesegera mungkin setelah lahir dalam waktu 12 jam sebelum disusui untuk
pertama kalinya dan sebaiknya vaksinasi VHB diberikan dalam 7 hari setelah lahir. Vaksin

11

hepatitis B kedua diberikan sekitar 1 bulan kemudian dan vaksinasi ketiga setelah 6 bulan dari
vaksinasi pertama.
2. Apakah pengelolaan kasus ini sudah tepat?
Ketuban Pecah Dini
Kasus KPD yang cukup bulan, kalau segera mengakhiri kehamilan akan menaikkan
insidensi bedah sesar, dan kalau menunggu persalinan spontan akan menaikkan insidensi
chorioamnionitis. Pada umur kehamilan 34 minggu atau lebih biasanya paru-paru sudah matang,
chorioamnionitis yang diikuti dengan sepsis pada janin merupakan sebab utama meningginya
morbiditas dan mortalitas janin. Pada kehamilan cukup bulan, infeksi janin langsung
berhubungan dengan lama pecahnya selaput ketuban atau lamanya perode laten.
Konservatif
Rawat di rumah sakit berikan antibiotik (ampisilin 4 x 500 mg atau eritromisin bila tidak
tahan dengan ampisilin dan metronidasol 2 x 500 mg selama 7 hari). Jika umur kehamilan <3234 minggu, dirawat selama air ketuban masih keluar, atau sampai air ketuban tidak lagi keluar.
Jika usia kehamilan 32-37 minggu, belum inpartu, tidak ada infeksi, tes busa negative beri
deksametason, observasi tanda-tanda infeksi, dan kesejahteraan janin. Terminasi pada kehamilan
37 minggu. Jika usia kehamilan 32-37 sudah inpartu, tidak ada infeksi, berikan tokolitik
(salbutamol), deksametason, dan induksi sesudah 24 jam. Jika usia kehamilan 32-37 minggu, ada
infeksi, beri antibiotik dan lakukan induksi, nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda
infeksi intrauterine). Pada usia kehamilan 32-37 minggu berikan steroid untuk memacu
kematangan paru janin, dan bila memungkinkan perisa kadar lesitin dan spingomielin tiap
minggu. Dosis betametason 12 mg sehari dosis tunggal selama 2 hari, deksametason I.M 5 mg
setiap 6 jam sebanyak 4 kali.
Aktif
Kehamilan >37 minggu, induksi dengan oksitosin. Bila gagal seksio sesarea. Dapat pula
diberikan misoprostol 25 g-50 g intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali. Bila ada tanda- tanda
infeksi berikan antibiotik dosis tinggi dan persalinan diakhiri.

Hepatitis B

Pilihan persalinan
Pilihan persalinan dengan Seksio sesaria telah diusulkan dalam menurunkan resiko
transmisi VHB dari ibu kejanin. Walaupun dari penelitian para ahli cara persalinan tidak
menunjukkan pengaruh yang bermakna dalam transmisi VHB dari ibu ke janin yang
mendapatkan imunoprofilaksis. Pada persalinan ibu hamil dengan titer VHB tinggi (> 3,5 pg/ml
atau HbeAg positif) lebih baik SC sebagai pilihan cara persalinan.
Pembahasan
Pada kasus ini, untuk menangani KPD yang tepat adalah pemberian antibiotik untuk
mencegah terjadinya infeksi. KPD yang cukup bulan, kalau segera mengakhiri kehamilan akan

12

menaikkan insidensi bedah sesar, dan jika menunggu persalinan spontan akan menaikkan
insidensi chorioamnionitis. Pilihan persalinan pada pasien ini denga cara partus pervaginam.
3. Bagaimanakah prognosis pada pasien ini?
KPD
1. Prognosis Ibu
a. Infeksi intrapartal/dalam persalinan

b.
c.
d.
e.
f.

Jika terjadi infeksi dan kontraksi ketuban pecah maka bisa menyebabkan sepsis yang
selanjutnya dapat mengakibatkan meningkatnya angka morbiditas dan mortalitas.
Infeksi puerperalis/ masa nifas
Dry labour/Partus lama
Perdarahan post partum
Meningkatkan tindakan operatif obstetri (khususnya SC)
Morbiditas dan mortalitas maternal

2. Prognosis Janin
a. Prematuritas
Masalah yang dapat terjadi pada persalinan prematur diantaranya adalah
respiratory distress sindrome, hypothermia, neonatal feeding problem, retinopathy of
premturity, intraventricular hemorrhage, necrotizing enterocolitis, brain disorder (and
risk of cerebral palsy), hyperbilirubinemia, anemia, sepsis.
b. Prolaps funiculli / penurunan tali pusat
c. Hipoksia dan asfiksia sekunder (kekurangan oksigen pada bayi)
Mengakibatkan kompresi tali pusat, prolaps uteri, dry labour/pertus lama, apgar
score rendah, ensefalopaty, cerebral palsy, perdarahan intrakranial, renal failure,
respiratory distress.
d. Sindrom deformitas janin atau sindrom Potter.
Sindrom ini meliputi restriksi pertumbuhan intrauterin, deformitas akibat kompresi
pada muka dan ekstremitas, dan yang paling penting adalah hipoplasia paru-paru
sering terjadi pada preterm PROM
e. Morbiditas dan mortalitas perinatal.
Hepatitis B
Sangat bervariasi; pada sebagian kasus, penyakit berjalan ringan dengan perbaikan
biokimia terjadi secara spontan dalam 1 3 tahun. Pada sebagian kasus lainnya, hepatitis kronik
persisten dan kronik aktif berubah menjadi keadaan yang lebih serius, bahkan berlanjut menjadi
sirosis. Secara keseluruhan, walaupun terdapat kelainan biokimia, pasien tetap asimptomatik dan
jarang terjadi kegagalan hati.
Pembahsan
13

Pada kasus ini, prognosis ibu dan janin adalah baik, tidak ditemukan adanya komplikasi
pada ibu atau janin. Quo ad vitam pada pasien ini ad bonam karena setelah dilakukan berupa
tindakan VE keadaan pasien serta bayi hidup dan kondisinya baik. Quo ad functionam pasien ini
ad bonam karena telah dilakukan operasi VE karena organ reproduksi masih berfungsi dengan
baik. Quo ad sanationam pasien ini adalah dubia ad bonam, karena pasien ini tingkat
kesembuhannya tinggi dan tidak mengganggu aktivitas.

DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
5.

Bagian Obsetri dan Ginekologi FK UNPAD. Pedoman Diagnosis dan Terapi Obsetri dan
GinekologiRS.Dr. Hasan Sadikin., Bandung: 2005
Cunningham FG, dkk. Williams obstetrics edisi ke 23. New York, McGraw-Hill. 2014
Prawirohadjo S. Ilmu Kebidanan edisi keempat. PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo: Jakarta. 2010.
Manuaba, Ida Bagus Gde. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan & Keluarga Berencana
untuk Pendidikan Bidan. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC. 1998.
Sudoyo AW, dkk. Hepatitis Virus Akut dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid I edisi
IV. Jakarta. InternaPublishing. 2009.

14

Anda mungkin juga menyukai