Anda di halaman 1dari 32

IDENTITAS

Nama
Umur
Alamat
Pendidikan
Pekerjaan
No. CM
MRS
KRS
Waktu Pengkajian

: Ny. T
: 37 tahun
: Bojongsoang
: SMP
: Karyawan
: 4786xx
: 03-06-2015
: 06-06-2015
: 10.00 wib

Nama
Umur
Alamat
Pendidikan
Pekerjaan

: Tn.S
: 38 tahun
: Bojongsoang
: SMA
: Karyawan

KELUHAN UTAMA
Mulas-mulas

ANAMNESIS
G3P2A0 merasa hamil 9 bulan lebih. Datang dengan keluhan mulas-mulas sejak 5
jam SMRS. Mulas dirasakan semakin sering dan semakin kuat. Adanya keluar lendir,
darah, dari jalan lahir sejak 5 jam SMRS. Menyangkal adanya keluar cairan dari jalan lahir.
Gerakan janin dirasakan sejak 4 bulan yang lalu sampai saat ini. Pasien menyangkal
mempunyai riwayat Hipertensi sebelum kehamilan.
RIWAYAT OBSTETRI

KETERANGAN TAMBAHAN
1. Menikah
Pertama kali
20 tahun, SMP, Wiraswasta
21 tahun, SMA, Wiraswasta
2. Riwayat Haid
HPHT: 08-08-2014
Siklus teratur (4-7 hari), tidak nyeri saat haid
Menarche usia 15 tahun
TP
: 15-05-2015
3. Kontrasepsi
Suntik 3 bulan
4. Keluhan selama hamil
Tidak ada
5. Riwayat penyakit terdahulu
Tidak ada
6. PNC
Posyandu, jumlah kunjungan 9x
Terakhir 1 hari yang lalu

STATUS PRAESENS

Keadaan Umum: CM
Tensi
Nadi
Respirasi
Suhu
Kepala
Leher
KGB
Thorak :
Cor
Pulmo
Abdomen

: 160/110 mmHg
: 96 x/mnt
: 20 x/mnt
: 36,60C
: Conjuctiva anemis -/Sklera ikterik -/: Tiroid: tidak ada kelainan.
: tidak ada kelainan
: BJ I & BJ II murni reguler, G(-), M(-)
: VBS kanan=kiri, Rh(-), Wh(-)
: Cembung lembut

Hepar
: sulit dinilai
Lien
: sulit dinilai
Ekstremitas
:
Akral hangat, Edema tungkai -/- , Varises: -/-

STATUS OBSTETRIK
Pemeriksaan Luar
TFU
Lingkar Perut
Letak Anak
HIS
detik
DJJ
TBBA

: 38 cm
: 105cm
: Kepala, Puki, 4/5
: 3-4x/10mnt selama 40
: 132x/mnt
: 4030 gr

Pemeriksaan Dalam
Vulva
Vagina
Portio
Pembukaan
Ketuban
Bag Terendah

: TAK
: TAK
: Tebal, lunak
: 5-6 cm
:+
: Kepala st -2

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tanggal 3-6-2015
Darah Rutin
Hemoglobin
Hematokrit
Lekosit
Trombosit
Eritrosit
Protein Urin

: 11.6 g/dL
: 22%
: 11,200/mm3
: 239.000/mm3
: 3,83 juta/mm3
: +++

DIAGNOSIS
G3P2A0 Part Serotinus kala I Fase aktif dengan PEB + Susp. Bayi Besar
RENCANA PENGELOLAAN

Infus RL 500 cc 20gtt/min


Observasi KU, TTV, HIS, pembukaan
Cek lab darah rutin
Obat Antihipertensi
Rencana Terminasi
Motivasi Kb

ALUR PENGELOLAAN

Dilakukan SC

LAPORAN OPERASI

DIAGNOSIS AKHIR
P3A0 Partus maturus dgn SC a.i Gawat janin + Hipotoni uteri + PEB

FOLLOW UP
POST OP
S
: O
:
KU
: Compos mentis
TD
: 110/70 mmhg
N
: 106x/menit
R
: 20x/menit
S
: 36oC
Mata
: Conjunctiva anemis -/-. Sklera ikterik
-/ Abdomen
: datar lembut, defense
muscular - , nyeri tekan - , pekak pindah pekak
samping TFU
: sepusat
Perdarahan
: + (sedikit)
Lochia : rubra
BAB/BAK
: - / DC
A: P3A0 Partus maturus dgn SC a.i Gawat janin +
Hipotoni uteri + PEB
P: ketese 2x1, dopamet 3x500mg, cek lab post op,
mobilisasi, obs
POD II
S
: O
:
KU
: Compos mentis
TD
: 130/80 mmhg
N
: 96x/menit
R
: 20x/menit
S
: 37oC
Mata
: Conjunctiva anemis -/-. Sklera ikterik
-/ Abdomen
: datar lembut, defense
muscular - , nyeri tekan - , pekak pindah pekak
samping TFU
: 2 jari di bawah pusat
Perdarahan
: + (sedikit)
Lochia : rubra
BAB/BAK
:-/+
A: P3A0 Partus maturus dgn SC a.i Gawat janin +
Hipotoni uteri + PEB
P: cefradoxil 2x1, as mef 3x 500 mg, mobilisasi, obs

POD I
S
O

: :
: Compos mentis
: 140/90 mmhg
: 80x/menit
: 20x/menit
: 36oC
: Conjunctiva anemis -/-. Sklera ikterik

KU
TD
N
R
S
Mata
-/ Abdomen
: datar lembut, defense
muscular - , nyeri tekan - , pekak pindah pekak
samping TFU
: sepusat
Perdarahan
: + (sedikit)
Lochia : rubra
BAB/BAK
: - / DC
A: P3A0 Partus maturus dgn SC a.i Gawat janin +
Hipotoni uteri + PEB
P: cefotaxim 2x1, as mef 3x 500 mg, mobilisasi, obs
POD III
S
: O
:
KU
: Compos mentis
TD
: 130/80 mmhg
N
: 88x/menit
R
: 20x/menit
S
: 37oC
Mata
: Conjunctiva anemis -/-. Sklera ikterik
-/ Abdomen
: datar lembut, defense
muscular - , nyeri tekan - , pekak pindah pekak
samping TFU
: 2 jari di bawah pusat
Perdarahan
: + (sedikit)
BAB/BAK
:+/+
A: P3A0 Partus maturus dgn SC a.i Gawat janin +
Hipotoni uteri + PEB
P: cefradoxil 2x1, as mef 3x 500 mg, mobilisasi, obs

PERMASALAHAN
1. Apakah diagnosa pasien pada kasus ini sudah benar?
2. Apakah penanganan yang dilakukan pada pasien di RSU sudah benar?
3. Bagaimana prognosis dan fungsi reproduksi ibu selanjutnya?

DIAGNOSIS AWAL
G3P2A0
Berdasarkan riwayat obstetri
Parturien
Terdapat tanda-tanda inpartu berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
Serotinus
Perkiraan Ibu hamil 9 bulan lebih

HPHT pada ibu 08-08-2014

TP 15-05-2015

Hasil rumus : 10.4. 1/3= 40+3= 42-44 minggu

Dilihat hasil TFU 38 CM= 38/7= 5+38= 42-44 minggu

Kala I Fase aktif


Hasil pemeriksaan didapatkan HIS 3-4x/10 menit selama 40 detik, pembukaan 5-6cm
Preeklamsi Berat
Hasil anamnesis: tidak ada riwayat hipertensi sebelum kehamilan.

TD: 160/110

Proteinuria : +++
Susp. Bayi Besar
Hasil pemeriksaan TFU: 38cm

Hasil TBBA: 4030gr

DIAGNOSIS AKHIR
P3A0
Jam 16.55 WIB bayi lahir Jenis kelamin perempuan, BB: 3800, PB: 52 cm.
Partus maturus dengan SC

Jam 16.55 WIB bayi lahir dengan SC a.i Gawat janin + Hipotoni Uteri + PEB
Gawat Janin
Dari hasil pemeriksaa DJJ terakhir 120x/m irreg
PEB
Hasil anamnesis: tidak ada riwayat hipertensi sebelum kehamilan.

TD: 160/110

Proteinuria : +++
Hipotoni Uteri
Hasil pemeriksaan didapatkan kontraksi lemah dan masih dapat ditekan ke bawah

PEMBAHASAN
A. SEROTINUS
Definisi
American Collage of Obstetricions and Gynecologist (1997) post matur
(prolong pregnancy) didefinisikan adalah kehamilan 42 minggu (294 hari) atau
lebih, dari hari pertama haid terakhir periode menstruasi.
Insiden
Kehamilan posterm bervariasi besarnya, tergantung atas kriteria yang
digunakan untuk mendiagnosa dan dilaporkan frekuensinya 4-14 %, dengan ratarata sekitar 10 % (Bakketeig dan Bergsjo, 1991). Dilaporkan kira-kira 8% dari 8
juta kelahiran di USA tahun 1997 yang persalinannya lebih dari 42 minggu. Dan ini
dibandingkan dengan 11 % kelahiran hidup yang lahir preterm.
Sindroma Postmatur
Digambarkan pada post matur kulit keriput, badan panjang dan kurus, kuku
memanjang dan mata terbuka terlihat awas, penampilan bayi terlihat tua.

Disfungsi Plasenta
Cliffords (1954) melaporkan perubahan dari kulit bayi postmatur yang
disebabkan hilangnya efek protektif dari vernix casiosa. Hipotesa yang

lain

menurunnya kemampuan dari plasenta. Cliffords tidak dapat menjelaskan


degenerasi plasenta secara histologis. Smith dan Barker (1999) melaporakan
plasental apoptosis (program kematian sel) yang mana signifikan meningkat pada
41-42 minggu dibandingkan dengan 36-39 minggu kehamilan. Hingga saat ini
peningkatan apoptosis belum jelas.
Fetal Distress dan Oligohidramnion
Leveno dan associates (1984) melaporkan intrapartum fetal distress
meningkat disebakan kompresi

dari umbilikal cod yang dihubungkan dengan

oligohidramnion. Pada analisa dari 727 kehamilan posterm, intrapartum fetal


distress dideteksi dengan elektronik monitoring yang tidak dihubungkan dengan
deselerasi lambat dari penurunan uteroplasental. Penurunan jumlah volume cairan
amnionik umumnya terjadi pada kehamilan diatas 42 minggu.
Trimmer dan co worker (1990) mengukur produksi urin menggunakan ultrasonik
pada kehamilan 42

minggu atau lebih terjadi penurunan produksi urin yang

dihubungkan dengan oligohidramnion. Penurunan produksi urin yang menyebabkan


oligohidramnion didapat dengan adanya penurunan aliran darah ke ginjal fetus pada
kehamilan posterm.
Pengelolaan
Secara umum antepartum interfensi merupakan indikasi pada kehamilan
posterm. Intervensi

dan kapan dilakukan sampai saat ini masih kontroversi.

Umumnya interfensi dilakukan pada 41 atau 42 minggu. Induksi sebelum dilakukan,


akan digunakan antepartum fetus test. Roussis dan Colleagues (1993) mendapatkan
2/3 induksi persalinan pada 41 minggu jika serviks sudah matang. Antepartum fetus
test dilakukan pada 41 minggu ketika serviks belum matang.
Serviks Belum Matang

Sulit untuk memastikan kematangan serviks pada kehamilan posterm,


karena banyak peneliti yang menggunakan kriteria yang berbeda. Harris dan
Colleagues (1983) melaporkan 92 % kehamilan pada 42 minggu serviks belum
matang, dengan Bishop score

kurang dari 7. Sepuluh tahun terakhir sejumlah

penelitian mengevaluasi penggunaan postagladoin E2 untuk pematangan serviks


pada kehamilan posterm. Didapatkan penggunaan prostagladin E2 gel menunjukkan
tidak lebih efektif daripada plasebo. Boulvine and co worker (1999) melakukan
penelitian pada kehamilan 38-40 minggu dengan striping membran, menurunkan
frekuensi kehamilan posterm. Striping membran bagaimanapun tidak meningkatkan
resiko seksio atau infeksi neonatus dan ibu.
Intervensi Pada 41 minggu atau 42 minggu
Alasan untuk induksi pada 41 minggu atau 42 minggu masih terbatas.
Bochner dan Colleagues (1988) menganjurkan antepartum fetal test dimulai saat 41
minggu. Dilaporkan alasan dimulainya fetal test saat 41 minggu karena perubahan
yang signifikan dari hasil persalinan. Usher dan Colleagues (1988) menganalisa
hasil dari 7663 kehamilan dengan postermpada 40, 41 atau 42 minggu
menggunakan pemeriksaan USG, didapatkan kematian perinatal 1.5, 0.7, dan 3.0
per 1000 untuk 40, 41, dan 42 minggu kehamilan. Disini didapat hasil yang lebih
baik interfensi pada 41 minggu daripada 42 minggu.

B. PREEKLAMSI
Definisi
Preeklampsia adalah hipertensi disertai proteinuria pada umur kehamilan >
20 minggu.

Klasifikasi
Preeklampsia ringan (PER): Sistolik 140-160 mmHg / diastolik 90-110 mmHg

dengan proteinuria 300mg/24 jam / +1 dipstik.


Preeklampsia berat (PEB): Sistolik > 160 mmHg / diastolik >110mmHg dengan
proteinuria 2 gr/24 jam / 2 dipstik.

Faktor Risiko
Primigravida
Hiperplasentosis: mola, gemeli, diabetes, hidrops fetalis, dan bayi besar.
Riwayat preeklampsia-eklampsia
Penyakit ginjal dan hipertensi sebelum hamil
Obesitas
Etiopatogenesis
Beberapa karakteristik wanita yang dapat berkembang menjadi hipertensi dalam

kehamilan:
Pertama kali terekspos vili korion
Terekspos banyak vili korion seperti pada mola, gemeli.
Memiliki penyakit yang menyebabkan aktivasi sel endotel seperti diabetes, penyakit
ginjal dan kardiovaskular.
Memiliki faktor predisposisi genetik
Etiologi dari preeklampsia masih belum jelas, beberapa teori dikemukaan untuk

menjelaskan etiologi dari penyakit ini:


1. Abnormalitas invasi trofoblas pada pembuluh darah uterus.
2. Maladaptif imunologis antara ibu, plasenta dan bayi.
3. Maladaptasi kardiovaskular atau inflamasi maternal terhadap perubahan pada
kehamilan.
4. Faktor genetik

Patogenesis dan Patofisiologis

Pada hipertensi kehamilan terjadi vasospasme dari pembuluh darah. Beberapa teori
yang menyebutkan mekanisme preeklampsia :
1. Teori Kelainan Vaskularisasi Plasenta
Normal :
Remodeling Arteri Spiralis
Arteri Uterina
Arteri Aortika
Arteri Arkuata -----------> miometrium
Arteri Radialis
Arteri Basalis -------------> Endometrium
Arteri Spiralis
Invasi trofoblas ke dalam lapisan otot arteri spriralis
Degenerasi lapisan otot
Jaringan matriks menjadi rusak dan memudahkan lumen
mengalami distensi dan dilatasi
TD, resistensi vaskular, aliran darah uteroplasenta
Perfusi meningkat dan aliran darah ke janin baik
Janin tumbuh dengan baik
Dalam keadaan hipertensi
Tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas pada lapisan otot arteri spiralis
dan jaringan matriks sekitarnya
Lapisan otot arteri spiralis jadi kaku dan keras
Lumen tidak berdilatasi dan distensi
Arteri spiralis vasokonstriksi
Aliran darah uteroplasenta
Hipoksia dan iskemia plasenta

2. Teori Iskemia Plasenta, Radikal Bebas dan Disfungsi Endotel

3. Teori Intoleransi Imunologik Ibu dan Janin


Pada keadaan normal ini tidak akan menolak hasil konsepsi yang dianggap
benda asing oleh tubuh karena ada pelindung yaitu HLA-G. HLA-G ini
memberikan kemudahan trofoblas dalam proses invasi dan melindungi trofoblas
dari lisis oleh natural killer cell. Namun, pada keadaan hipertensi kadar HLA-G
menurun sehingga menyebabkan kegagalan trofoblas dalam remodelling dan
melindungi lisis dari NK cell.
4. Teori Stimulus Inflamasi
Saat keadaan hipertensi terjadi suatu reaksi inflamasi yang menyebabkan
disfungsi endotel yang akan mengakibatkan penurunan NO, penurunan
prostaglandin, peningkatan endothelin-1 dan peningkatan sensitivitas terhadap
vasopressor yang dapat menyebabakan vasokonstriksi.
5. Teori Adaptasi Kardiovaskular
Pada kedaan normal, pembuluh darah refrakter terhadap bahan-bahan
vasopresor sehingga untuk vasokonstriksi membutuhkan bahan vasopresor yang
tinggi. Pada hipertensi dalam kehamilan pembuluh darah tidak refrakter
sehingga mudah melakukan vasokontriksi.
6. Teori Defisiensi Gizi/Diet
Diketahui asam lemak jenuh sangat yang penting bagi tubuh, jika tubuh
kekurangan zat tersebut dapat menimbulkan hipertensi dalam kehamilan.
Asupan antioksidan yang dari makanan kurang terpenuhi menyebabkan radikal
bebas dalam tubuh dalam kadar yang tinggi sehingga akan menyebabkan
disfungsi endotel.

Perubahan Sistem dan Organ pada Preeklampsia


Volume plasma: Penurunan volume 30-40% dibandingkan hamil normal diimbangi
dengan vaso kontriksi.

Hipertensi: Peningkatan reaktivitas vaskular dimulai umur kehamilan 20 mingggu

dan normal kembali beberapa hari setelah persalinan.


Fungsi ginjal: Oliguria, kerusakan sel glomerulus>proteinuria, Glomerular
capillary endotheliosis, nekrosis tubulus> gagal ginjal akut, kerusakan intrinsik

karena vasospasme, asam urat meningkat, kreatinin meningkat.


Tekanan onkotik: Menurun karena protein darah menurun dan

permeabilitas vaskular.
Viskositas darah: viskositas darah meningkat dan menimbulkan resistensi vaskular

meningkat dan menurunnya blood flow organ.


Hematokrit: meningkat karena hipovolemi.
Edema: edema dijumpai pada 80% pada preeklampsia. Bisa edema ditangan, muka

dan anasarka.
Hematologi: Trombositopenia dan hemolisis angiopatik.
Hepar:terjadi vasospasme, iskemik,dan perdarahan > nekrosis> enzim hepar

meningkat. Dapat terjadi subscapular hematom > ruptur hepar.


Neuroogik: Nyeri kepala, gangguan visus, hiperrefleks, kejang.
Kardiovaskular: Peningkatan afterload dan penurunan preload.
Paru: berisiko edema paru.
Janin: Penurunan perfusi utero plasenta> IUGR, Prematur, solusio plasenta,

peningkatan

oligohidramnion.
Pencegahan
Beberapa strategi digunakan untuk mencegah atau memodifikasi keparahan

dari preeklampsia. Beberapa diantaranya:


Diet: diet rendah garam, kalsium atau suplemen minyak ikan.
Aktivitas: aktivitas fisik, peregangan.
Obat kardiovaskular: diuretik, obat antihipertensi.
Antioksidan: vit. C, vit. E, vit. D.
Obat antitrombotik: aspirin dosis rendah, aspirin + heparin, heparin + ketanserin.
PREEKLAMPSIA BERAT
Definisi
Preeklampsia berat adalah preeklampsia dengan tekanan darah sistolik 160
mmHg dan/atau tekanan darah diastolik 110 mmHg disertai proteniuria +2
dipstick.

Gejala Impending eklampsia: - Nyeri kepala hebat


- Gangguan visus
- Muntah-muntah
- Nyeri epigastrium
- Kenaikan progresif tekanan darah
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan preeklampsia berat untuk mencegah terjadinya eklampsia.
Dasar pengobatan istirahat, diet, sedatif, obat-obatan antihipertensi, dan induksi
persalinan. Penanganan PEB dilakukan secara aktif dan konservatif.
Perawatan aktif :
Indikasi : jika terdapat gejala 1/> gejala berikut
-

Ibu : kehamilan 37 minggu, gejala impending eklampsi


Janin : gawat janin, PJT
Lab : HELLP syndrome

Pemberian medisinal :
-

Infus RL 500 cc
MgSO4, cara pemberian :
o Melalui IV
Dosis awal : 4 gr (20 cc MgSO 4 20%) dilarutkan ke dalam

100 cc RL dalam 15-20 menit


Dosis pemeliharaan : 10 gr (50 cc MgSO4 20%) dalam

500 cc RL 20-30 tpm


o Melalui IM
Dosis awal : 4 gr (20 cc MgSO4 20%) diberikan secara IV

dengan kecepatan 1 gr/menit


Dosis pemeliharaan : 4 gr MgSO 4 (10 cc MgSO4 40%) IM

tiap 4 jam + 1cc lidoqain 2% tiap pemberian IM


o Syarat pemberian MgSO4 :
Terdapat antidotum yaitu kalsium glukonas 10% 1 gr
dalam 10 cc beri secara IV dalam 3-5 menit
Refleks patela +
RR 16x/ menit
Urin 30 cc dalam 1 jam
o Dihentikan jika :

Ada tanda-tanda intoksikasi


Setelah 24 jam pasca salin
Dalam 6 jam sudah terjadi perbaikan tekanan darah
o Pemberian antihipertensi
Nifedipin 10-20 mg diulang 30 menit, maksimum 120

mg/hari
Dopamet 3x250 mg

Perawatan Konservatif :
- Indikasi : usia kehamilan < 37 minggu tanpa disertai tanda-tanda
-

eklampsi dengan kondisi janin baik


Pengobatan medisinal : 8 gr MgSO4 40% secara IM
Pemberian MgSO4 dihentikan apabila sudah terlihat tanda-tanda

preeklamsi ringan.
Pengelolaan obstetrik :
o Tindakan observas dan evaluasi sama seperti perawatan aktif ,
termasuk pemeriksaan tes tanpa kontraksi dan USG untuk
melihat kesejahteraan janin
o Bila 2x24 jam tidak ada perbaikan maka dianggap sebagai
kegagalan pengobatan medisinal dan harus diterminasi.

Pengelolaan obstetrik
Pengelolaan terbaik preeklampsi yaitu dengan cara terminasi kehamilan
karena kehamilan itu sendiri, preeklampsi akan membaik setelah persalinan,
dan mencegah timbulnya kematian janin dan ibu. Cara terminasi kehamilan :
Terminasi kehamilan
Belum inpartu
1. Induksi persalinan
Amniotomi + tetes oksitosin

Inpartu
1. Kala I Fase laten :
Amniotomi +tetes oksitosin

dengan syarat skor Bishop 6

dengan syarat skor Bishop

6
2. Seksio Sesaria
Syarat : ada kontraindikasi

2. Kala I Fase aktif :


Amniotomi, bila his tidak

adekuat
pemberian oksitosin, 8 jam
belum masuk fase aktif

berikan tetes oksitosin


bila setelah 6 jam belum ada
pembukaan lengkap dilakukan SC
PEB

37 minggu, gawat janin (+),

< 37 minggu, gawat

janin (-),
HELLP Syndrome, PJT

HELLP Syndrome (-),

PJT (-)
Aktif

Konservatif
MgSO4, Antihipertensi,
Suportif

Terminasi

48 jam tidak membaik

membaik
menjadi

PER
Pervaginam
PER
KOMPLIKASI
Eklampsia
Sindrom HELLP
Acute kidney injury
Edema serebral
Perdarahan otak
C. BAYI BESAR

Seksio sesaria

Kelola seperti

Bayi besar dapat didefinisikan sebagai anak yang lahir lebih dari 4000gr. Menurut
kepustakaan, anak yang besar baru dapat menimbulkan distosia jika beratnya
melebih 4500gr.
Penyebab anak besar:
1. Diabetes mellitus
2. Keturunan ( orang tua besar )
3. Multiparitas
Kesukaran yang ditimbulkan dalam persalinan karena besarnya kepala atau
besarnya bahu.
Karena regangan dinding Rahim oleh anak sangan besar, dapat menimbulkan inersia
uteri dan kemungkinan pendarahan pasca partum akibat atonia uteri juga lebih
besar.

Terapi
Jika palpasi waktu PNC anak diduga besar, ibu harus diperiksa terhadap
kemungkinan adanya diabetes.
Jika panggul normal, biasanya diusahakan persalinan pervaginam karena penentuan
besarnya anak dengan palpasi leopold sangat sulit. Pemeriksaan USG dapat
membantu diagnosis bila anak letak kepala dan kepala belum masuk pintu atas
panggul. Kadang-kadang setelah kepala lahir terdapat kesulitan melahirkan bahu
karena besarnya bahu tersebut. Hal ini disebut distosia bahu.

D. INERSIA UTERI HIPOTONUS

Inersia uteri adalah pemanjangan fase aktif atau keduanya dari kala
pembukaan. Pemanjangan fase latent dapat disebabkan oleh seviks yang belum
matang atau karena penggunaan analgetik yang terlalu dini. Pemanjangan fase
deselerasi ditemukan pada disproporsi sefalopelvik atau kelainan anak. Perlu
disadari bahwa pemanjangan fase latent maupun fase akktif meningkatkan kematian
perinatal.

Penyebab:
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Penggunaan analgetik terlalu cepat


Kesemptan panggul
Letak defleksi
Kelainan posisi
Regangan dinding Rahim (hidramnion,kehamilan ganda atau bayi besar)
Perasaan takut ibu.

Dalam obstetric modern partus lama dan kelelahan ibu tidak boleh terjadi. Di
Indonesia inersia uteri karena kelelahan masih sering terjadi Karen 70-80%
persalinan berlangsung di luar rumah sakit dan tidak dipimpin tenaga kesehatan
terlatih.
Pembagian
1. Inersia uteri hipotonis
Kontraksi terkoordinasi tapi lemah, dengan CTG, terlihan tekanan yang kurang
dari 15 mmHg. Dengan palpasi, his jarang dan puncak kontraksi dinding Rahim
masih dapat ditekan ke dalam.

His disebut baik apabila tekanan intrauterine mencapai 50-60 mmHg. Biasanya
terjadi dalam fase aktif atau kala II. Oleh karena itu, dinamakan juga kelemahan
his sekunder.
2. Inersia uteri hipertonis
Kontraksi tidak terkoordinasi, misalnya kontraksi segmen tengah lebih kuat
disbanding kontraksi segmen atas. Iniersia ini sifatnya hipertonis, sering disebut
inersia spatis. Pasien biasanya sangat kesakitan.
Inersia uteri hipertonis terjadi dalam fase latent. Oleh karena itu boleh
dinamakan inersia primer. Tanda-tanda gawat janin dapat terjadi.

Komplikasi
a. Dapat menyebabkan kematian atau kesakitan.
b. Kemungkinan infeksi bertambah dan meningkatkan kematian perinatal.
c. Kehabisan tenaga ibu dan dehidrasi: denyut nadi naik, suhu naik, nafas
cepat, turgor berkurang.
E. MOW ( Tubektomi )
Definisi
Kontrasepsi mantap adalah satu metode kontrasepsi yang dilakukan dengan
cara mengikat atau memotong saluran telur (pada perempuan) atau saluran sperma
(pada lelaki). Kontrasepsi mantap ( Kontap ) dikenal ada dua macam, yaitu Kontap

Pria dan Kontap Wanita. Kontap Wanita atau merupakan metode sterilisasi pada
wanita dikenal dengan MOW atau tubektomi.
Kontrasepsi ini bisa di sebut juga kontrasepsi mantap pada wanita disebut
tubektomi,yaitu tindakan memotong tuba fallopii/tuba uterina. Tubektomi
merupakan tindakan medis berupa penutupan tuba uterine dengan penutupan tuba
uterine dengan maksud tertentu untuk tidak mendapatkan keturunan dalam jangka
panjang sampai seumur hidup.
Tubektomi ialah tindakan yang dilakukan pada kedua tuba falloppi wanita
yang mengakibatkan seseorang tidak dapat hamil atau tidak menyebabkan
kehamilan lagi. Sterilisasi adalah metode kontrasepsi permanen yang hanya
diperuntukkan bagi mereka yang memang tidak ingin atau boleh memiliki anak
(karena alasan kesehatan).
MOW ( Metode operasi wanita) / tubektomi adalah tindakan penutupan
terhadap kedua saluran telur kanan dan kiri, yang menyebabkan sel telur tidak dapat
melewati sel telur, dengan demikian sel telur tidak dapat bertemu dengan sperma
laki-laki sehingga tidak terjadi kahamilan.

Kelebihan dari Tubektomi


Adapun kelebihan dari tubektomi adalah sebagai berikut :
1. Sangat efektif (0,5 kehamilan per 100 perempuan selama tahun pertama
penggunaaan ).
2. Tidak mempengaruhi proses menyusui(breastfeeding).
3. Tidak bergantung pada factor senggama.

4. Baik bagi klien apabila kehamilan akan menjadi resiko kesehatan yang
serius.
5. Pembedahan sederhana,dapat dilakukan anastesi local.
6. Tidak ada efek samping dalam jangka panjang.
7. Tidak ada perubahan dalam fungsi seksual (tidak ada afek pada produksi
hormon ovarium ).
Adapun kelebihan dari Kontap dibandingkan kontrasepsi yang lain adalah:
1.

Lebih Aman ( keluhan lebih sedikit )

2.

Lebih Praktis ( hanya memerlukan satu kali tindakan )

3.

Lebih Efektif ( tingkat kegagalan sangat kecil )

Kekurangan dari Tubektomi


Adapun kekurangan dari tubektomi adalah sebagai berikut :
1. Risiko dan efek samping pembedahan.
Risiko sterilisasi, seperti halnya operasi lainnya, terutama berkaitan dengan
anestesi. Ahli bedah juga dapat tanpa sengaja merusak ligamen peritoneal
selama operasi. Jika ligamen peritoneal rusak, produksi hormon pada ovarium
menurun dan menopause bisa dimulai dini. Potensi komplikasi lainnya (sangat
jarang) adalah kehamilan ektopikdan gangguan menstruasi
2. Kadang-kadang sedikit merasakan nyeri pada saat operasi.
3. Infeksi mungkin saja terjadi,bila prosedur operasi tidak benar.
4. Kesuburan sulit kembali
Karena metode tubektomi merupakan kontrasepsi permanen,sebelum mengambil
keputusan untuk tubektomi,istri dan suami terlebih dahulu harus mempertimbangkannya

secara matang. Meskipun saluran telur yang tadinya di potong atau diikat dapat disambung
kembal,namun tingkat keberhasilan untuk hamil lagi sangat kecil.

Indikasi dan Kontraindikasi Tubektomi


Indikasi
Sebaiknya tubektomi sukarela dilakukan pada wanita yang memenuhi syarat- syarat
berikut:
1. Umur termuda 25 tahun dengan 4 anak hidup.
2. Umur sekitar 30 tahun dengan 3 anak hidup.
3. Umur sekitar 35 tahun dengan 2 anak hidup.

Kontraindikasi
Adapun kontraindikasi dari tubektomi :
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Hamil.
Perdarahan vaginal yang belum terjelaskan.
Infeksi sistemik atau pelvik yang akut.
Belum memberikan persetujuan tertulis.
Tidak boleh menjalani proses pembedahan.
Usia di bawah 30 tahun yang belum dan masih ingin memiliki anak.

Sterilisasi seharusnya ditawarkan pada wanita di bawah 30 tahun hanya dalam


keadaan yang sangat khusus.

Waktu dan Tempat Pelaksanaan Tubektomi


Waktu Pelaksanaan Tubektomi
1. Setiap waktu selama siklus menstruasi apabila diyakini secara rasional

klien tidak hamil.


2. Hari ke-6 hingga ke-13 dari siklus menstruasi (fase proliferasi).
3. Pascapersalinan.
4. Pascakeguguran.
Pasca keguguran,pasca persalinan atau masa interval.Pasca persalinan dianjurkan 24
jam atau selambat-lambatnya dalam 48 jam setelah bersalin.
Adapun waktu pelaksanaan tubektomi adalah :
1.

Saat melakukan seksio sesarea

2.

Setelah abortus

3.

Setelah bersalin
Tubektomi post partum dilakukan satu hari setelah partus.

4.

Setiap saat yang diinginkan

Tempat memperoleh pelayanan tubektomi


Pelayanan penyakit dapat diperoleh di rumah sakit dan klinik KB yang terstandar untuk
melakukan tindakan pembedahan.

F. JAHITAN B-LYNCH
Atonia uteria (relaksasi otot uterus) adalah uterus tidak berkontraksi dalam
15 detik setelah dilakukan pemijatan fundus uteri (plasenta telah lahir). Atonia uteri
adalah suatu keadaan dimana uterus gagal untuk berkontraksi dan

mengecil

sesudah janin keluar dari rahim. Perdarahan postpartum secara fisiologis di kontrol
oleh kontraksi serat-serat myometrium terutama yang berada disekitar pembuluh

darah yang mensuplai darah pada tempat perlengketan plasenta. Atonia uteri terjadi
ketika myometrium tidak dapat berkontraksi.
Pada perdarahan karena atonia uteri, uterus membesar dan lunak pada
palpasi. Atonia uteri juga dapat timbul karena salah penanganan kala III persalinan.
Atonia uteri merupakan penyebab utama perdarahan postpartum. Disamping
menyebabkan kematian, perdarahan postpartum memperbesar kemungkinan infeksi
puerperalis karena daya tahan penderita berkurang.
Perdarahan yang banyak bisa menyebabkan Sindroma Sheehan sebagai Akibat
nekrosis pada hipofisis pars anterior sehingga terjadi insufiensi bagian tersebut
dengan gejala : astenia, hipotensi dengan anemia, turunnya berat badan sampai
menimbulkan kaheksia, penurunan fungsi seksual dengan atrofi alat-alat genital,
kehilangan rambut pubis dan axilla, penurunan metabolisme dengan hipotensi,
amenorea dan kehilangan fungsi laktasi.

Beberapa hal yang dapat mencetuskan terjadinya atonia uteri


Manipulasi uterus yang berlebihan
General anestesi (pada persalinan dengan operasi)
Uterus yang teregang berlebihan :
o Kehamilan kembar
o Fetal macrosomia ( berat janin antara 4500 5000 gram )
o polyhydramnion
Kehamilan lewat waktu,

Portus lama
Malnutrisi, Anemia
Grande multipara
Anestesi yang dalam
Infeksi uterus ( chorioamnionitis, endomyometritis, septicemia ),
Manifestasi klinis

Uterus tidak berkontraksi dan lunak


Perdarahan segera pada post partum atau durante seksio sesarea setelah
bayi dan plasenta lahir

METODE B-LYNCH SUTURE


Metode B-Lynch Suture dikenal juga dengan Brace Suture, ditemukan oleh
Christopher B Lynch 1997, sebagai tindakan operatif alternatif untuk mengatasi perdarahan
pospartum akibat atonia uteri. Prosedur penjahitan uterus dengan menggunakan benang
chromic catgut. Dapat juga

menggunakan benang PDS (polidioxanone) atau vicryl

(polygalactin). Langkah-langkah B-Lynch suture adalah sebagai berikut:


(1) Pasien dibawah anestesi dibaringkan di meja operasi dengan posisi Llyod davis
untuk memudahkan melihat perdarahan uterus yang keluar dari vagina. (Apabila
atonia uteri dengan perdarahan paska persalinan pervaginam, dilakukan
penanganan perdarahan paska persalinan dengan massase uterus, uterotonika,
kompresi bimanual, repair laserasi jalan lahir dan pastikan uterus bersih dari sisa

plasenta, sambil melakukan tindakan resusitasi cairan untuk pencegahan renjatan


hipovolemik akibat perdarahan).
(2) Jika tidak berhasil, lakukan tindakan pembedahan untuk dilakukan B-Lynch
suture.
(3) Dinding abdomen diinsisi secara pfannenstiel + 10 cm, atau pada pasien yang
dilakukan seksio sesarea, sebelum menjahit uterus dipastikan sisa plasenta ataupun
selaput plasenta tidak ada yang tertinggal dengan melakukan swab out dengan
kassa terbuka.
(4) Selanjutnya insisi uterus pada segmen bawah rahim pada seksio sesarea dijahit dan
dilanjutkan untuk dilakukan B-Lynch Suture.
(5) Dari literatur (William Obstetrics 23rd Ed) dijelaskan bahwa pada kasus atonia uteri
ketika dilakukan persalinan perabdominal dengan seksio sesarea, Teknik B-Lynch
Suture dilakukan sebelum penjahitan insisi segmen bawah rahim uterus.
(6) Pada modifikasi teknik B-Lynch Suture lain (Koh E, Devendra K, Original
Article:B-Lynch suture for the treatment of uterine atony

Department of

Obstetrics and Gynaecology, Singapore General Hospital, J 2009), B-Lynch Suture


dilakukan pada kasus atonia uteri post partum pervaginam dengan insisi pada kutis
secara pfannensteil, dan tanpa membuat insisi apapun pada uterus, langsung
dilakukan teknik B-Lynch Suture dengan satu benang.
(7) Pada kasus atonia uteri duarantee seksio sesarea, uterus dikeluarkan dari kavum
abdomen, dan memastikan kontraksi uterus kembali, lalu diidentifikasi apakah
terdapat bleeding point pada daerah jahitan insisi SBR. Pada kasus atonia uteri

post partum pervaginam harus disingkirkan sebelumnya penyebab 4 T yang lain


pada perdarahan paska persalinan, yaitu: Trauma, Tissue, dan Thrombin.
(8) Teknik ini menggunakan jarum ukuran 70-mm dengan bentuk round bodied
needle circle, dilakukan penjahitan dengan satu buah benang chromic catgut
atau benang PDS (polidioxanone) atau vicryl (polyglactin) dengan bentuk jahitan
jelujur dimulai dari segmen bawah rahim (uterus anterior) menuju corpus daerah
anterior lalu fundal, kemudian menuju corpus posterior sampai sejajar jahitan
awal, jahitan dilanjutkan ke samping atau ke sisi uterus yang lain, lalu menuju
corpus posterior menuju fundal sampai mencapai corpus anterior dan berakhir
pada daerah segmen bawah rahim sejajar jahitan awal. Batas jahitan dari kedua
tepi uterus adalah 3-4 cm dari sisi kanan dan kiri.
(9) Selanjutnya benang ditarik dengan moderate tension mencegah benang putus,
dibantu oleh asisten I sampai terjadi kompresi uterus dari fundus dengan tahanan
yang sama dari sisi marginal kanan dan kiri uterus dikarenakan jarak yang sama
antara jahitan dengan kedua tepi uterus, diakhiri dengan melakukan simpul pada
kedua ujung benang dengan simpul threw a knot (double throw).
(10)

Asisten dapat juga membantu melakukan kompresi bimanual,

sambil

dilakukan tindakan kompresi, dinilai kembali seberapa banyak perdarahan yang


masih terjadi yang keluar dari vagina.
(11)

Keadaan hemostasis yang baik akan tercapai apabila kompresi uterus dengan

B-Lynch Suture dilakukan dengan tension yang cukup. Tension yang baik tercapai

jika penjahitan pada uterus diikat dengan simpul threw a knot (double throw) dan
dilanjutkan dengan 2-3 kali simpul untuk menjamin tension yang baik dan aman
(12)

Selanjutnya kavum abdomen ditutup dengan menjahit lapis demi lapis

dinding abdomen dengan metode biasa.

Gambar Metode B-Lynch Suture

The B-Lynch Uterine Compression Suture Technique1(William Obstetrics23rd


Edition, 2010)

Anda mungkin juga menyukai