Logika induktif
erat hubungannya dengan penarikan kesimpulan dari kasus-kasus individual nyata menjadi
kesimpulan yang bersifat umum. Logika deduktif menarik kesimpulan dari hal yang bersifat
umum menjadi kasus yang bersifat khusus.
Induksi merupakan cara berpikir dimana ditarik suatu kesimpulan yang bersifat umum dari
berbagai kasus yang bersifat individual. Kesimpulan yang bersifat umum mempunyai dua
keuntungan yakni pertama, pernyataan yang bersifat umum ini bersifat ekonomis. Kedua,
dimungkinkan proses penalaran selanjutnya baik secara deduktif maupun secara induktif.
Deduksi adalah cara berpikir dimana yang bersifat umum ditarik kesimpulan yang bersifat
khusus. Penarikan kesimpulan secara deduktif biasanya menggunakan pola berpikir yang
dinamakan silogismus. Silogismus disusun dari dua buah pernyataan dan sebuah kesimpulan.
Semua teori ilmiah harus memenuhi dua syarat utama yakni (a) harus konsisten dengan teoriteori sebelumnya yang memungkinkan tidak terjadinya kontradiksi dalam teori keilmuan
secara keseluruhan, dan (b) harus cocok dengan fakta empiris sebab teori yang bagaimanapun
konsistennya sekiranya tidak didukung oleh pengujian empiris tidak dapat diterima
kebenarannya secara ilmiah. Kerangka berpikir ilmiah yang berintikan proses logicohypothetico-verifikasi ini pada dasarnya terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut:
Perumusan masalah, penyusunan kerangka,perumusan hipotesis, pengujian hipotesis,
penarikan kesimpulan.
Filsafat Ilmu
http://dayatfarras.wordpress.com/2010/12/06/filsafat-ilmu/
Hasil berfikir rasional yang menggunakan logika deduktif-rasional sifatnya belum
final, hipotetik, dugaan mengenai kebenaran yang bersifat sementara. Artinya,
hipotesis itu merupakan sebuah kesimpulan berfikir deduktif-rasional.
Sehubungan dengan hal ini, pembuktian nyata, induktif-empirik merupakan
kebutuhan, guna "menginterogasi", mencocokkan dengan fakta-fakta atau
fenomena-fenomena empirik yang terjadi. Itulah sebabnya, betapapun kekuatan
berfikir deduktif kalau tidak didukung dengan kebenaran faktual-empirik belum
dapat dinyatakan sebagai ilmiah. Maka, metode ilmiah merupakan gabungan
dari logika deduktif-rasional dan logika induktif-empirik. Dalam kaitan ini metode
ilmiah sering dikenal sebagai proses logico-hypothetico-verifikasi (Jujun
S.Suriasumantri, 1993), atau menurut Tyndall dalam Harold A. Larrabee (1964)
dinyatakan sebagai perkawinan yang berkesinambungan antara deduksi dan
induksi.
INDUKSI:
Adalah penalaran dengan kesimpulan yang wilayahnya lebih luas daripada premisnya,
sehingga merupakan cara berpikir dengan menarik simpulan yang bersifat umum dari kasuskasus yangt bersifat individual. Keuntungan dari cara berpikir ini adalah mengkondisi
berlanjutnya penalaran, dan sangat ekonomis.
Contok induksi
Jika seorang-orang akan melakukan penelitian dengan menggunkan metode induksi, maka
harus melalui tahapan-tahapan berikut:
1. perumusana masalah: masalah yang hendak dicarikan penjelasan ilmiahnya.
2. pengajuan hipotesis:mengajukan penjelasan yang masih bersifat sementara untuk diuji
lebih lanjut melalui verifikasi
3. pengambilan sample:pengumpulan data dari beberapa fakta particular yang dianggap
bisa mewakili keseluruhan untuk keperluan penelitian lebih lanjut]
4. Verifikasi:pengamatan disertai pengukuran statistic untuk memberi landasan bagai
hipotesa
5. tesis: hipotesis yang telah terbukti kebenarannya.
INGIN BAHAN TAYANG TOKOH-TOKOH KLIK [TOKOH EMPIRISME &
RASIONALISME]
http://filsafat-ilmu.blogspot.com/2008_01_01_archive.html
APOSTERIORI& APRIORI [TALAAH ATAS CARA KERJA ILMU-ILMU] djoko
adi walujo
Selanjutnya dicuplik beberapa tulisan, antara lain tulisan : Jujun. S. Suriasumantri, Koento
Wibisono Siswomihardjo dan H.B.Sutopo.
Cuplikan-cuplikan
[Jujun. S. Suriasumantri]
Apakah Ilmu?
Ilmu merupakan suatu pengetahuan yang mencoba menjelaskan rahasia alam agar gejala
alamiah tersebut tidak lagi merupakan misteri. Penjelasan ini akan memungkinkan kita untuk
meramalkan apa yang akan terjadi. Dengan demikian, penjelasan ini memungkinkan kita
untuk mengontrol gejala tersebut. Untuk itu, ilmu membatasi ruang jelajah kegiatan pada
daerah pengalaman manusia. Artinya, obyek penjelajahan keilmuan meliputi segenap gejala
yang dapat ditangkap oleh pengalaman manusia lewat pancaideranya.
Secara epistemology, ilmu memanfaatkan dua kemampuan manusia dalam mempelajari alam,
yakni pikiran dan indera. Epistemologi keilmuan pada hakikatnya merupakan gabungan
antara pikiran secara rasional dan berpikir secara empiris. Kedua cara berpikir tersebut
digabungkan dalam mempelajari gejala alam untuk menemukan kebenaran.
Apakah Kebenaran?
Ilmu, dalam menemukan kebenaran, mensandarkan dirinya kepada beberapa criteria
kebenaran, yakni:
Koherensi
Korespondensi
Pragmatisme.
Apa Koherensi?
Koherensi merupakan teori kebenaran yang mendasarkan diri kepada criteria konsistensi
suatu argumentasi
Apa Korespondensi?
Korespondensi merupakan teori kebenaran yang mendasarkan diri kepada criteria tentang
kesesuaian antara materi yang dikandung oleh suatu pernyataan dengan obyek yang dikenai
pernyataan tersebut.
Apa Pragmatisme?
Pragmatisme merupakan teori kebenaran yang mendasarkan diri kepada kreteria tentang
fungsi atau tidaknya suatu pernyataan dalam lingkup ruang, dan waktu tertentu.
Apa Metode Ilmiah?
Metode ilmiah merupakan langkah-langkah dalam memproses pengetahuan ilmiah dengan
menggabungkan cara berpikir rasional dan empiris dengan jalan membangun jembatan
penghubung yang berupa pengajuan hipotesis.
Apa Hipotesis ?
Hipotesis merupakan kesimpulan yang ditarik secara rasional dalam sebuah kerangka berpikir
yang bersifat koheren dengan pengetahuan-pengetahuan ilmiah sebelumnya.
Apa langkah-langkah Metode Ilmiah?
Langkah metode ilmiah adalah langkah yang berporoskan troika
Logika deduktif
Logika Induktif
manusia merupakan paduan atau sintesis antara unsur-unsur apriori dan unsur aposteriori.
Dari sintesis tersebut dapat dirumuskan beragam yang lengkap baik secara empiris maupun
dilandasi penalaran yang logis dan dapat lebih jelas dirumuskan kaitan [sebab-akibat] dari
suatu gejala yang terjadi di alam ini.
Koento Wibisono Siswomihardjo
Merujuk buah pikir Van Peursen:
Menghadapi perkembangan pemikiran umat manusia dewasa ini, ternyata dapat diskemakan
dengan tiga tahapan pemikiran yakni :
Mistis
Ontologis
Fungsional
kemungkinan bagi timbulnya gagasan-gagasan baru yang actual dan relevan bagi pemenuhan
kebutuhan sesuai dengan waktu dan keadaan.
Wusana kata.
Filsafat ilmu bukanlah sekedar metodologi ataupun tata cara penulisan karya ilmiah. Filsafat
ilmu merupakan refleksi secara filsafati akan hakikat ilmu yang tidak akan mengenal titik
henti dalam menuju sasaran yang akan dicapai., yaitu kebenaran dan kenyataan.
Memahmi filsafat ilmu berarti memahami seluk beluk ilmu pengetahuan sehingga segi-segi
dan sendi-sendinya yang paling mendasar, untuk dipahami pula perspektif ilmu,
kemungkinan pengembangannya, keterjalinannya antar [cabang] ilmu yang satu dengan yang
lain.
Filsafat ilmu perlu disebarluaskan untuk dikuasai oleh para tenaga pengajar dan peneliti, agar
memungkinkan mereka untuk mensublimasikan disiplin ilmu yang ditekuninya ke dataran
filsafati sehinga sanggup memikirkan spekulasi-spekulasi yang terdalam untuk menciptakan
paradigma-paradigma baru yang relevan dengan budaya masyarakat bangsanya sendiri.
Munir M.Hum]
Pengertian Filsafat :
Filsafat secara etimologis berasal dari bahasa Yunani Philosophia, Philos aratinya suka,
cinta atau kecenderungan pada sesuatu, sedangkan Shopia artinya kebijaksanaan. Dengan
demikian secara sederhana filsafat dapat diartikan cinta atau kecenderungan pada
kebijaksanaan.
Definisi Filsafat:[berdasarkan watak dan fungsinya]
1. Sekumpulan sikap kepercayaan terhadap kehidupan dan alam yang biasanya diterima
secara kritis
2. Suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan dan sikap yang sangat kita
junjung tinggi
3. Usaha untuk mendapatkan gambaran keseluruhan. Artinya filsafat berusaha untuk
mengkombinasikan hasil bermacam-macam sains dan pengalaman kemanusiaan
sehingga menjadi pandangan yang konsisten tentang alam
4. Analisis logis dari bahasa serta penjelasan tentang arti kata dan konsep. Corak filsafat
yang demikian ini dinamakan juga logosentrisme
5. Sekumpulan problema yang langsung, yang mendapat perhatian dari manusia dan
yang dicarikan jawabannya oleh ahli-ahli filsafat.
Ciri berfikir kefilsafatan:
1. Radikal: artinya sampai keakar-akarnya, hingga sampai pada hakikat atau substansi
yang dipikirkan
2. Universal: artinya pemikiran filsafat menyangkut pengalaman umum manusia.
Kekhususan berpikir kefilsafatan menurut Jaspers terletak pada aspek keumumannya.
3. Konseptual;p artinya merupakan hasil generalisasi dan abstarksi pengalaman manusia.
Misalnya: apakah kebebasan itu ?
4. Koheren dan Konsisten [runtut]: Koheren artinya sesuai dengan kaidah-kaidah
berpikir logis. Konsisten artinya tidak mengandung kontradiksi.
5. Sitematik: artinya pendapat merupakan uraian kefilsafatan itu harus saling
berhubungan secara teratur dan terkandung adanya maksud atau tujuan tertentu.
6. Komprehensif; artinya mencakup atau menyeluruh. Berpikir secara kefilsafatan
merupakan usaha untuk menjelaskan alam semesta secara keseluruhan
7. Bebas : artinya samapai batas-batas yang luas, pemikiran kefilsafatan boleh dikatakan
merupakan hasil pemikiran yang bebas, yakni bebas dari prasangka-prasangka sosial,
histories, cultural, bahkan religius.
8. Bertanggungjawab : artinya seorang orang yang berfilsafat adalah orang yang berpikir
sekaligus bertanggung jawab terhadap hasil pemikirannya, paling tidak terhadap hati
nuraninya sendiri.
Delapan hal penting yang mempengaruhi struktur pikiran manusia, yaitu:
1. Mengamati [observes]
2. Menyelidiki [inquires]
3. Percaya [believes]
4. Hasrta [desires]
5. Maksud [intends]
6. Mengatur [organizes]
7. Menyesuaikan [adapts]
8. Menikmati [enjoys]
Ciri Pengenal Pengetahuan ilmiah
1. Berlaku Umum: artinya jawaban atas pertanyaan apakah sesuatu ahal itu layak atau
tidak layak, tergantung pada factor-faktor subyektif
2. Mempunyai kedudukan mandiri [otonomi]: artinya meskipun factor-faktor di luar
ilmu juga ikut berpengaruh, tetapi harus diupayakan agar tidak menghentikan
pengembangan ilmu secara mandiri
3. Mempunyai dasar pembenaran: artinya cara kerja ilmiah diarahkan untuk memperoleh
derajat kepastian yang sebesar mungkin
4. Sistematik : artinya ada system dalam susunan pengetahuan dan dalam cara
memperolehnya
5. Intersubyektif: artinya kepastian pengetahuan ilmiah tidaklah didasarkan atas
institusi-institusi serta pemahaman-pemahaman secara subyektif, melainkan dijamin
oleh sistemnya sendiri.
Prasyarat yang harus dimiliki seorang ilmuwan:
1. Prosedur ilmiah yang harus ditempuh agar hasil kerja ilmiah itu diakui oleh para
ilmuwab lainnya
2. Metode ilmiah yang harus dipergunakan, sehingga kesimpulan atau hasil temuan
ilmiah itu bisa diterima oleh para ilmuwan, terutama bidang ilmu sejenis.
3. diakui secara akademis karena gelar atau pendidikan formal yang ditempuhnya.
Ilmuwan yang baik juga harus mempunyai rasa ingin tahu [curiosity]
Pengertian Filsafat Ilmu:
1. Robert Ackermann: Filsafat Ilmu adalah sebuah tinjaun kritis tentang pendapatpendapat ilmiah dewasa ini yang dibandingkan dengan pendapat-pendapat terdahulu
yang telah dibuktikan
2. Lewis White Beck: Filsafat Ilmu itu mempertanyakan dan menilai metode-metode
pemikian ilmiah, sera mencoba menetapkan nilai dan pentingnya usaha ilmiah sebagai
suatu keseluruhan
3. Cormnelius Benyamin : Filsafat Ilmu merupakan cabang pengetahuan filsafati yang
menelaah sistematis mengenai sifat dasar ilmu, metode-metodenya, konsepkonsepnya, dan praangapan-anggapannya, serta letaknya dalam kerangka umum dari
cabang pengetahuan intelektual
4. May Brodbeck: Filsafat Ilmu itu sebagai analisis yang netral secara etis dan filsafati,
pelukisan, dan penjelasan mengenai landasan-landasan ilmu.
Tujuan Filsafat Ilmu :
Sarana pengujian penalaran ilmiah, sehingga orang menjadi kritis terhadap kegiatan
ilmiah. Maksudnya seorang-orang ilmuwan harus memiliki sikap kritis terhadap
bidang ilmu yang digelutinya, sehingga dapat menghindarkan diri dari sikap
solipsistic. Solipsistik adalah pola sikap yang mengganggap dirinya paling benar
Implikasi:
DETAIL BUKU:
JUDUL : Filsafat Ilmu
PENGARANG : Ds. Rizal Mustansyir M.Hum + Drs. Misnal Munir M.Hum
PENERBIT : Pustaka Pelajar Jl. Celeban Timur UH III/548 Tyogyakarta 55167 Telp [0274]
381542. E-mail : pustaka@yogya.wasantara.net.id
CETAKAN : I Maret 2001
ISBN : 979-9289-48-3
JUMLAH HALAMAN:180
1. Teori adalah sebuah set proposisi yang terdiri dari konstrak [construct] yang sudah
didefinisikan secara luas dan dengan hubungan unsur-unsur dalam set tersebut secara
jelas
2. Teori menjelaskan hubungan antar variable atau antar konstrak sehingga pandangan
yang sistematik dari fenomena fenomena yang diterangkan oleh variable dengan jelas
kelihatan
3. Teori menerangkan fenomena dengan cara menspesifikasi variable satu berhubungan
dengan variable yang lain.
tersebut mampu melahirkan sebuah ilmu. Sebagai kunci bahwa fakta tidak akan memiliki arti
apa-apa tanpa sebuah teori.
HUBUNGAN FAKTA & TEORI
Hubungan fakta dan teori dapat divisualisasikan sebagai berikut :
Dengan kemampuannya meringkas fakta fakta saat ini dan melakukan prediksi, maka teori
dapat memberikan petunjuk dan memperjelas kawasan mana yang belum dijangkau ilmu
pengetahuan.
Fakta memprakarsai teori :
Terdapat berbagai fakta yang kita dijumpai secara empiri yang mampu melahirkan sebuah
teori baru, karena secara tidak langsung fakta sebagai muara terciptanya sebuah teori.
Fakta memformulasikan kembali teori yang ada.
Tidak semua fakta mampu dijadikan teori, tetapi fakta dari hasil pengamatan dapat membuat
teori lama menjadi teori baru /dikembangkan menjadi teori baru. Teori harus disesuaikan
dengan fakta dengan demikian fakta dapat mengadakan reformulasi terhadap teori.
Fakta dapat menolak teori :
Jika banyak diperoleh fakta yang menujukkan sebuah teori tidak dapat diformulasikan maka
fakta berhak menolak teori tersebut.
Fakta memberi jalan mengubah teori :
Fakta mampu memperjelas teori dan mengajak seseorang untuk mengubah orientasi teori .
Dengan hadirnya orientasi baru dari teori akan bersekuensi logis pada penemuan fakta-fakta
baru.
SIMPULAN
Teori meningkatkaan keberhasilan penelitian karena teoridapat menghubungkan
penemuan penemuan yang nampaknya berbeda-beda ke dalam suatu keseluruhan serta
memperjelas proses-proses yang terjadi didalamnya.
Teori dapat memberikan penjelasan terhadap hubungan hubungan yang diamati dalam
suatu penelitian.
RUJUKAN YANG DIGUNAKAN
1. Burhanuddin Salam [1993] Sejarah Filsafat Ilmu dan Teknologi ] : Penerbit Reneka
Cipta Jakarta 36-48
2. Moh. Nazir [1985] Metodologi Penelitian : Penerbit PT Galia Indonesia Jakarta 9-25
3. Sonny Keraf [2001] Ilmu Pengetahuan [Sebuah tinjauan Filosofis] : Penerbit Kanisius
Yogyakarta Bab VIII 118 -130
Proses kegiatan ilmiah, demikian menurut Ritche Calder ( 1955, dalam Suriasumantri, 1985),
dimulai ketika manusia mengamati sesuatu.Mengapa manusia mulai mengamati sesuatu?
Kita mulai mengamati objek tertentu kalau kita mempunyai perhatian terhadap objek
tersebut. Perhatian itulah yang oleh John Dewey (1933,dalam Suriasumantri,1985) disebut
suatu masalah atau kesukaran yang dirasakan bila kita menemukan sesuatu dalam
pengalaman kita yang menimbulkan pertanyaan.
Bahwa manusia menemukan masalah dalam kehidupannya dan mencari cara untuk
menemukan jalan pemecahannya bukanlah hal yang istimewa dalam dunia ini.Namun sejarah
mencatat, bahwa cara manusia memecahkan masalah yang berbeda-beda seiring dengan
perkembangan peradaban.Dilihat dari perkembangan kebudayaan manusia maka sikap
manusia dalam menghadapi masalah dapat dibedakan menurut ciri-ciri tertentu.
Menurut Van Peursen (1976), sikap manusia menghadapi masalah ini berkembang melalui
tiga tahap. Yakni tahap mistis,tahap ontologis dan tahap fungsional. Yang dimaksud dengan
tahap mistis adalah sikap manusia yang merasakan dirinya terkepung oleh kekuatan-kekuatan
gaib di sekitarnya. Yang dimaksud dengan tahap ontologis adalah sikap manusia yang tidak
lagi merasakan dirinya terkepung dengan kekuatan gaib dan bersikap mengambil jarak dari
objek di sekitarnya serta memulai melakukan penelaahan-penelaahan terhadap objek tersebut.
Sedangkan tahap fungsioanl adalah sikap manusia yang bukan saja merasa telah bebas dari
kepungan kekuatan gaib dan mempunyai pengetahuan berdasarkan penelaahan terhadap
objek-objek di sekitar kehidupannya, namun lebih dari itu ia dia memfungsionalkan
pengetahuan tersebut bagi kepentingan dirinya.
Ilmu berkembang pada tahap ontologis ini, manusia berpendapat bahwa terdapat hukumhukum tertentu, yang terlepas dari kekuatan dunia mistis, yang menguasai gejala-gejala
empiris.
Dalam usaha untuk memecahkan masalah tersebut ilmu tidak berpaling kepada perasaan
tetapi pada pikiran yang berdasarkan penalaran.Ilmu mencoba mencari penjelasan mengenai
masalah yang dihadapinya agar ia mengerti hakikat permasalahan itu dan dengan demikian
maka ia dapat memecahkannya.Secara ontologis,maka ilmu membatasi diri masalah yang
dihadapinya hanya pada masalah yang terdapat di dalam ruang lingkup jangkauan
pengalaman manusia.
Karena masalah yang dihadapinya adalah nyata maka ilmu mencari jawabannya pada dunia
yang nyata pula. Ilmu dimulai dengan fakta dan diakhiri dengan fakta, apapun teori yang
menjembatani keduanya. Yang dimaksud teori di sini adalah penjelasan mengenai gejala yang
terdapat di dalam dunia fisik tersebut. Teori merupakan abstraksi intelektual di mana
pendekatan secara rasional digabungkan dengan pengalaman empiris.
Maksud dari pendekatan secara rasional di sini adalah bahwa suatu ilmu sebetulnya disusun
pengetahuannya secara konsisten dan kumulatif. Sedangkan secara empiris berarti ilmu
memisahkan antara pengetahuan yang sesuai dengan fakta dengan yang tidak. Dengan kata
lain, suatu teori ilmiah harus memenuhi dua syarat utama yakni ; (a) konsisten dengan teoriteori sebelumnya yang memungkinkan tidak terjadinya kontradiksi dalam teori keilmuan
secara keseluruhan; (b) harus cocok dengan fakta-fakta empiris sebab teori yang
bagaimanapun konsistennya sekiranya tidak didukung oleh pengujian empiris tidak dapat
diterima kebenarannya secara ilmiah.
Jadi logika ilmiah merupakan gabungan antara logika deduktif dan logika induktif di mana
rasionalisme dan empirisme hidup berdampingan dalam sebuah sistem dengan mekanisme
yang korektif.
Karena semua penjelasan rasional yang diajukan harus teruji kebenarannya secara empiris
maka status dari penjelasan rasional itu barulah bersifat sementara.Penjelasan sementara
inilah yang lazim disebut sebagai hipotesis. Secara teoritis sebenarnya kita boleh saja
mengajukan sebanyak-banyaknya hipotesis sesuai dengan hakikat rasionalisme yang bersifat
pluralistik.Hanya saja dari sekian hipotesis yang diajukan itu hanya satu yang diterima
berdasarkan kriteria kebenaran korespondensi yakni hipotesis yang didukung oleh faktafakta empiris.
Hipotesis ini pada dasarnya disusun secara deduktif dengan mengambil premis-premis dari
pengetahuan ilmiah yang sudah diketahui sebelumnya.Penyusunan seperti ini memungkinkan
terjadinya konsistensi dalam mengembangkan ilmu secara keseluruhan dan menimbulkan
pula efek kumulatif dalam kemajuan ilmu.
Hipotesis dalam kaitan proses berfikir ilmiah di atas berposisi sebagai penunjuk jalan yang
memungkinkan peneliti untuk mendapatkan jawaban, karena alam itu sendiri membisu dan
tidak responsif terhadap pertanyaan-pertanyaan.
Dengan adanya jembatan berupa penyusunan hipotesis ini maka metode ilmiah sering dikenal
sebagai proses HYPOTHETICO-DEDUCTIVE METHODE atau disebut proses LOGICOHYPOTHETICO VERIFIKASI, yang menurut Tyndall dikatakan perkawinan yang
berkesinambungan antara deduktif dan induktif. Dalam hal ini proses induksi mulai
memegang peranan dalam tahap verifikasi atau pengujian hipotesis di mana dikumpulkan
fakta-fakta empiris untuk menilai apakah sebuah hipotesis didukung oleh fakta atau tidak.
Pada tahap pembuktian sebenarnya dilakukan proses menuju vonis apakah teori ilmiah yang
mengandung penjelasan sementara tadi dapat diterima kebenarnya atau tidak secara
ilmiah.Seorang ilmuwan harus selalu bersifat skeptis: dia selalu meragukan segala
sesuatu.Ketika dihadapkan pada suatu masalah maka yang pertama-tama ada dalam
pikirannya adalah mencari penjelasan yang masuk akal dan tidak bersifat kontradiktif dengan
pengetehauan ilmiah yang diketahuinya. Kemudian dia melakukan pembuktian sebab
konsistensi secara logis saja tidak cukup, dengan kata lain menghendaki verifikasi secvara
empiris. Baru setelah penjelasan itu ternyata didukung oleh fakta-fakta dalam dunia fisik
yang nyata maka dia akan percaya.
Jadi secara sederhana proses berpikir seorang ilmuwan dapat disimpulkan sebagai sesuatu
yang dimulai dengan ragu-ragu dan diakhiri dengan percaya atau tidak percaya
Alur berpikir yang tercakup dalam metode ilmiah dapat dijabarkan dalam beberapa langkah
yang mencerminkan tahap-tahap dalam kegiatan ilmiah yang berintikan proses logicohypotetico verifikasi sebagai berikut:
Perumusan masalah
Penyusunan kerangka berpikir dalam pengajuan hipotesis
Perumusan hipotesis
Pengujian hipotesis
Penarikan kesimpulan
http://sinaukomunikasi.wordpress.com/2011/08/20/struktur-logikapenelitian-dalam-hypothetico-deductive-methode/ Tri Nugroho Adi
Disusun oleh
PRODI : PENDIDIKAN EKONOMI C
TONI JULIANTO
Kami telah berusaha menyusun makalah ini sebaik mungkin. Akan tetapi kami sadar, tak ada
gading yang tak retak, begitu juga pada pada karya tulis ini yang belum sempurna. Oleh
karena itu, semua kritik dan saran demi perbaikan makalah ini akan kami sambut dengan
senang hati.
Akhir kata, kami ucapkan terima kasih kepada dosen dan teman-teman yang telah
mendukung terselesainya makalah ini.
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I PENDAHULUAN 1
1. Latar Lelakang 1
2. Rumusan Masalah 2
3. Batasan Masalah 2
BAB II PEMBELAJARAN INDUKTIF DAN PEMBELAJARAN DEDUKTIF SERTA
IMPLEMENTASINYA 3
1. Pembelajaran Induktif dan Pembelajaran Deduktif 3
2. Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran indukif dan Deduktif 7
3. Langkah-langkah Pembelajaran Induktif dan Deduktif 8
BAB I
PENDAHULUAN
1. A.
Latar Belakang
Belajar adalah sesuatu kegiatan yang tidak terpisahkan dalam kehidupan manusia. Kegiatan
belajar dapat mengembangkan potensi-potensi yang dibawa sejak lahir. Komponenkomponen yang ada dalam kegiatan pembelajaran adalah guru dan siswa. Seorang guru
dituntut mempunyai pengetahuan, keterampilan dan sikap yang profesional dalam
memberikan pembelajajaran terhadap siswa-siswanya.
Perkembangan pengetahuan saat ini telah melaju dengan pesat dan erat hubungannya dengan
perkembangan tekhnologi. Maka seharusnya seorang guru harus mampu menyesuaikan
kondisi perkembangan yang telah ada saat ini dengan lebih mengembangkan sesuatu
pembelajaran atau metode yang harus dilakukan ketika melakukan pembelajaran kepada
siswanya.
Ada banyak metode pembelajaran yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran. Dalam
memilih metode pembelajaran, guru tidak boleh memilih secara asal-asalan. Metode yang
digunakan haruslah metode yang direncanakan berdasarkan pertimbangan perbedaan individu
diantara siswa, yang dapat memberi feedback dan inisiatif murid untuk memecahkan masalah
yang dihadapinya. Dapat dikatakan berhasil atau tidaknya kegiatan pembelajaran, tergantung
pada efektif tidaknya metode pembelajaran yang dipergunakan oleh guru dalam proses
pembelajaran.
Namun berdasarkan hasil pengamatan, dengan metode pembelajaran konvesional yang
selama ini diterapkan oleh seorang guru, hasil pembelajaran yang diinginkan belum dapat
tercapai secara optimal, karena siswa belum diberi kesempatan secara luas untuk
mengembangkan minat, bakat, dan kemampuannya. Pembelajaran yang dilakukan terkesan
monoton dan tidak menggairahkan siswa untuk belajar lebih aktif lagi. Hal itu
mengakibatkan siswa kurang berminat untuk mengikuti dan melaksanakan proses
pembelajaran, sehingga tujuan pembelajaran yang diinginkan tidak dapat tercapai secara
optimal.
Pada dasarnya metode pembelajaran dapat dilihat melalui dua sudut pandang yaitu pertama
siswa dipandang sebagai objek belajar, dalam hal ini pembelajaran menuntut keaktifan guru.
Kedua siswa sebagai subjek dan objek belajar, siswa dituntut keaktifannya dalam proes
pembelajaran.
1. B.
Rumusan Masalah
Dalam makalah ini masalah yang perlu dipecahkan dirumuskan sebagai berikut :
1. Apa itu pengertian pembelajaran induktif dan pembelajaran deduktif ?
2. Bagaimana karakteristik dalam strategi pembelajaran induktif dan deduktif ?
3. Apa kelebihan dan kelemahan yang ada dalam strategi pembelajaran tersebut ?
4. Dasar-dasar pertimbangan dan langkah pelaksanaan strategi pembelajaran induktif
dan deduktif ?
5. Upaya pemecahan kasus pembelajarannya ?
1. C.
Tujuan membuat makalah ini adalah sebagai bukti bahwa kami mampu menyelesaikan
dengan sesuai dengan materi yang diberikan dan sesuai dengan waktu yang diberikan.
Selaian daripada tujuan di atas kami berharap makalah ini, dapat memberikan manfaat
sebagai berikut :
1. Digunakan sebagai sumber referensi dan penambah wawasan kita mengenai strategi
pembelajaran induktif dan deduktif khususnya dan strategi pembelajaran pada
umumnya.
2. Acuan kita mahasiswa atau calon pendidik dalam proses belajar menjadi seorang
pendidik/guru yang professional
3. Sebagai motivasi untuk para pembaca lebih mengetahui dan menggali tentang
pembelajaran induktif dan deduktif, yang masih sedikit sumber yang
menerangkannya.
BAB II
PEMBELAJARAN INDUKTIF DAN DEDUKTIF SERTA IMPLEMENTASINYA
1. A.
3. Proses berpikir merupakan suatu urutan tahapan yang beraturan (lawful). Artinya,
agar dapat menguasai keterampilan berpikir tertentu, prasyarat tertentu harus dikuasai
terlebih dahulu, dan urutan tahapan ini tidak bisa dibalik. Oleh karenanya, konsep
tahapan beraturan ini memerlukan strategi pembelajaran tertentu agar dapat
mengendalikan tahapan-tahapan tersebut.
c)
guru memberikan pertanyaan kepada siswa untuk mendapatkan atribut/ciri dan bukan
esensi dari konsep-konsep,
d)
siswa memberikan beberapa kategori dari contoh yang diberikan oleh guru
b)
Berstruktur tinggi
c)
d)
a)
Menyatakan abstraksi
b)
Memberi ilustrasi
c)
Aplikasi
d)
Penutup
1. B.
1. Pada model pembelajaran induktif guru langsung memberikan presentasi informasiinformasi yang akan memberikan ilustrasi-ilustrasi tentang topik yang akan dipelajari
siswa, sehingga siswa mempunyai parameter dalam pencapaian tujuan pembelajaran.
2. Ketika siswa telah mempunyai gambaran umum tentang materi pembelajaran, guru
membimbing siswa untuk menemukan pola-pola tertentu dari ilustrasi-ilustrasi yang
diberikan tersebut sehingga pemerataan pemahaman siswa lebih luas dengan adanya
pertanyaan-pertanyaan antara siswa dengan guru.
3. Model pembelajaran induktif menjadi sangat efektif untuk memicu keterlibatan yang
lebih mendalam dalam hal proses belajar karena proses Tanya jawab tersebut.
1. Model ini membutuhkan guru yang terampil dalam bertanya (questioning) sehingga
kesuksesan pembelajaran hamper sepenuhnya ditentukan kemampuan guru dalam
memberikan ilustrasi-ilustrasi.
2. Tingkat keefektifan model pembelajaran induktif ini, jadinya-sangat tergantung pada
keterampilan guru dalam bertanya dan mengarahkan pembelajaran, dimana guru harus
menjadi pembimbing yang akan untuk membuat siswa berpikir.
3. Model pembelajaran ini sangat tergantung pada lingkungan eksternal, guru harus bisa
menciptakan kondisi dan situasi belajar yang kondusif agar siswa merasa aman dan
tak malu/takut mengeluarkan pendapatnya. Jika syarat-syarat ini tidak terpenuhi,
maka tujuan pembelajaran tidak akan tercapai secara sempurna.
a)
b)
Pendekatan ini sesuai untuk digunakan dalam proses pembelajaran, guru memberikan
penerangan sebelum memulai pembelajaran.
a)
b)
Dalam menarik kesimpulan dari konteks umum yang diberikan guru siswa dibatasi
konteks tersebut.
1. C.
guru menyajikan bukti yang berupa contoh tambahan untuk menunjang atau mengangkat
perkiraan.
menyimpulkan, memberi penegasan dari beberapa contoh kemudian disimpulkan dari
contoh tersebut serta tindak lanjut.
Postulat yang diajukan Taba di atas menyatakan bahwa keterampilan berpikir harus diajarkan
dengan menggunakan strategi khusus. Menurutnya, berpikir induktif melibatkan tiga tahapan
dan karenanya ia mengembangkan tiga strategi cara mengajarkannya.Taba mengidentifikasi
tiga keterampilan berpikir induktif:
1. Konsep pembentukan (belajar konsep)
Tahap ini mencakup tiga langkah utama: item daftar (lembar, konsep), kelompok barang yang
sama secara bersama-sama, beserta label tersebut (dengan nama konsep).
Langkah-langkah:
1)
2)
3)
2)
3)
membuat kesimpulan.
1. Penerapan prinsip-prinsip
Strategi ini merupakan kelanjutan dari strategi pertama dan kedua. Setelah siswa dapat
merumuskan suatu konsep, menginterpretasikan dan menyimpulkan data, selanjutnya mereka
diharapkan dapat menerapkan suatu prinsip tertentu ke dalam suatu situasi permasalahan
yang berbeda.. Atau siswa diharapkan dapat menerapkan suatu prinsip untuk menjelaskan
suatu fenomena baru.
Langkah-Langkah:
1)
2)
3)
Menguji hipotesis/prediksi
b)
guru menyajikan aturan, prinsip yang berifat umum, lengkap dengan definisi dan
contoh-contohnya,
c)
guru menyajikan contoh-contoh khusus agar siswa dapat menyusun hubungan antara
keadaan khusus dengan aturan prinsip umum yang didukung oleh media yang cocok,
d) guru menyajikan bukti-bukti untuk menunjang atau menolak kesimpulan bahwa keadaan
umum itu merupakan gambaran dari keadaan khusus,
1. D.
Strategi pembelajaran yang dipilih oleh guru selayaknya didasari pada berbagai pertimbangan
sesuai dengan situasi, kondisi dan lingkungan yang akan dihadapinya. Pemilihan strategi
pembelajaran umumnya bertolak dari
1. rumusan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan,
2. analisis kebutuhan dan karakteristik peserta didik yang dihasilkan, dan
3. jenis materi pelajaran yang akan dikomunikasikan.
Kriteria pemelihan strategi pembelajaran yang dapat digunakan dalam memilih strategi
pembelajaran, yaitu:
1. Berorientasi pada tujuan pembelajaran
2. Pilih teknik pembelajaran sesuai dengan keterampilan yang diharapkan dapat dimiliki
saat bekerja nanti (dihubungkan dengan dunia kerja).
3. Gunakan media pembelajaran yang sebanyak mungkin memberikan rangsangan pada
indera peserta didik.
Atas beberapa pertimbangan mengenai pemilihan strategi pembelajaran di atas maka alas an
untuk memilih pembelajaran induktif dan deduktif adalah sebagai berikut :
Dengan Strategi Induktif materi atau bahan pelajaran diolah mulai dari yang khusus (sifat,
ciri atau atribut) ke yang umum, generalisasi atau rumusan. Strategi Induktif dapat digunakan
dalam mengajarkan konsep, baik konsep konkret maupun konsep terdefinisi.
Dengan Strategi Deduktif materi atau bahan pelajaran diolah dari mulai yang umum,
generalisasi atau rumusan, ke yang bersifat khusus atau bagian-bagian. Bagian itu dapat
berupa sifat, atribut atau ciri-ciri. Strategi Deduktif dapat digunakan dalam mengajarkan
konsep, baik konsep konkret maupun konsep terdefinisi.
1. E.
Ditinjau dari cara penyajian dan cara pengolahannya, strategi pembelajaran dapat dibedakan
antara strategi pembelajaran deduktif dan strategi pembelajaran induktif. Strategi
pembelajaran deduktif adalah strategi pembelajaran yang dilakukan dengan mempelajari
konsep-konsep terlebuh dahulu untuk kemudian dicari kesimpulan dan ilustrasi-ilistrasi atau
bahan pelajaran yang dipelajari dimulai dari hal-hal yang abstrak. Kemudian secara perlahanperlahan menuju hal yan konkrit.strategi ini disebut juga strategi pembelajaran dari umum
kekhusus.
Sebaliiknya dengan strategi induktif, pada strategi ini bahan yang dipelajari dimulai dari halhal yang konkrit atau contoh-contoh yang kemudian secara perlahan siswa dihadapkan pada
materi yang komplek dan sukar. Strategi ini kerap dinamakan strategi pembelajaran dari
umum kekhusus.Pembelajaran deduktif, umum-khusus, abstrak-konkrit: guru menyampaikan
aturan, prinsip baru diberi contoh-contohnya pada siswa.
Pembelajaran deduktif, dimana proses pembelajarannya dimulai dari definisi dan diikuti
dengan contoh-contoh dan yang bukan contohnya Pembelajaran induktif, dimulai dari contoh
lalu membahas definisinya. Selain ragam dan macam strategi pembelajran induktif dan
pembelajaran deduktif. Pembelajaran deduktif dikembangkam oleh Filosof Perancis Bacon
yang menghendaki penarikan kesimpulan didasarkan atas fakta-fakta yang konkrit sebanyak
mungkin. Semakin banyak fakta semakin mendukung hasil simpulan.pada abad pertengahan,
system induktif ini disebut juga sebagai dogmatif, artinya langsung mempercayai begitu saja
tanpa berfikir rasional.
Deduktif, sebagai kebalikan induktif adalah prosses penalaran yang beranjak dari umum ke
yang khusus atau dari suatu premis menujuk ke suatu konklusi logis. Kesimpulan-kesimpulan
tenyang suatu kasus tertentu dapat dideduksi dari suatu prinsip umum yang berlaku bagi
semua kasus yang semacam. Dictionary of Education mendefinisikan pola deduktif sebagai
suatu pola dalam mengajar yang beranjak dari aturan-aturan atau generalisasi kecontohcontoh dan kemudian sampai padaa konklusu-konklusi atau penerapan dari generalisasigeneralisasi.
1. F.
Implementasi
strategi deduktif, pesan atau materi pelajaran diolah mulai dari yang umum, generalisasi atau
rumusan konsep atau rumusan aturan, dilanjutkan kepada yang khusus yaitu penjelasan
bagian-bagiannya atau atribut-atributnya (ciri-cirinya) dengan menggunakan berbagai
ilustrasi atau contoh. Strategi belajar mengajar deduktif antara lain dapat digunakan pada
pelajaran mengenai konsep terdefinisi.
Contoh penggunaannya pada pembelajaran konsep terdefinisi: Bahan pelajaran : konsep
makhluk hidup. tujuan pembelajaran : siswa dapat menjelaskan ciri-ciri makhluk hidup.
Rumusan konsep: makhluk hidup ialah makhluk yang memerlukan makanan, bergerak,
tumbuh,berkembang biak, dan bernafas.
Proses pembelajaran:
a)
b)
Siswa diminta mengidentifikasi atribut-atributnya, yaitu: memerlukan makanan,
bergerak, tumbuh, berkembang biak, dan bernafas. Setiap atribut yang dikemukakan siswa
ditulis di papan tulis (di bawah rumusan konsep).
c)
Siswa diminta menjelaskan berbagai atribut dengan menggunakan berbagai contoh.
Guru melengkapi atau menjelaskan lebih jauh pendapat siswa. Dalam hal ini akan lebih baik
jika digunakan alat peraga.
d) Siswa diminta mengidentifikasi jenis-jenis makhluk hidup dan atribut-atributnya.
Strategi belajar mengajar deduktif digunakan bila siswa belum memiliki pengalaman yang
berkaitan dengan konsep yang diajarkan atau waktu mengajar relatif sedikit.
Srategi belajar mengajar induktif Dalam strategi belajar mengajar induktif, pesan atau materi
pelajaran diolah mulai dari yang khusus, bagian atau atribut, menuju yang umum yaitu
generalisasi atau rumusan konsep atau aturan. Model pembelajaran induktif dipelopori oleh
Taba (Joyce & Weil; 2002:127), model yang didesain untuk meningkatkan kemampuan
berpikir.
Taba (Joyce dkk, 2002) membangun model ini dengan pendekatan yang didasarkan atas tiga
asumsi, yaitu:
a)
Proses berpikir dapat dipelajari. Mengajar seperti yang digunakan oleh Taba berarti
membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir induktif melalui latihan (practice).
b)
Proses berpikir adalah suatu transaksi aktif antara individu dan data. Ini berarti bahwa
siswa menyampaikan sejumlah data dari beberapa domain pelajaran. Siswa menyusun data ke
dalam sistem konseptual, menghubungkan poin-poin data dengan data yang lain, membuat
generalisasi dari hubungan yang mereka temukan, dan membuat kesimpulan dengan
hipotesis, meramalkan dan menjelaskan fenomena.
c)
Mengembangkan proses berpikir dengan urutan yang sah menurut aturan. Postulat
Taba bahwa untuk menguasai keterampilan berpikir tertentu, pertama seseorang harus
menguasai satu keterampilan tertentu sebelumnya, dan urutan ini tidak bisa dibalik.
Cotoh sederhana dari pembelajaran induktif adalah menentukan dua atau lebih garis yang
sejajar (guru menggunakan konsep tangent geometri, yang mana guru memberikan contoh
beberapa garis).
Contoh penggunaannya: Seperti halnya seperti contoh di atas (penggunaan strategi belajar
mengajar deduktif), rumuskan dulu: bahan pembelajaran, tujuan pembelajaran, dan rumusan
konsepnya.
http://tonijulianto.wordpress.com/2012/07/12/pembelajaran-induktif-danpembelajaran-deduktif/