Anda di halaman 1dari 22

ASWAJA SEBAGAI INSPIRASI GERAKAN

MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi persyarata Pelatihan Kader Dasar (PKD) PK. PMII STAI AlMasthuriyah masa khidmad 2013/2014

Kata Pengantar
Assalamualaikum Wr.Wb
Salam Pergerakan !!!
Salam Silatu Fikr, Silatu Dzikr, Silatu Amal. Semoga Allah selalu melimpahkan
nikmatNya kepada kita semua, serta memberi lindungan dan ridho dalam aktifitas
pergerakan, Amin. Sholawat bermahkotakan salam semoga selalu tercurah kepada
revolusioner zaman yaitu Nabi Muhammad SAW. Alhamdulillah saya ucapkan karena dengan
kekuasaanNya lah saya mampu menyelesaikan makalah ini yang berjudul ASWAJA
SEBAGAI INSPIRASI GERAKAN. Dalam kesempatan kali ini pula saya pun
mengucapkan beribu-ribu terimakasih bagi semua pikhak yang telah membantu saya dalam
menyusun makalah ini, para sahabat pengurus yang selalu setia membimbing, memberi
arahan, dan membantu disetiap kesulitan. Juga kepada para sahabat satu perjuangan yang
selalu memberikan support terbaik. Semoga Amal baiknya dapat dibalas oleh Allah SWT,
amin.
Semoga apa yang saya sampaikan pada makalah ini dapat bermanfaat bagi kehidupan
kita dalam Pergerakan ini. Dan dapat memotivasi kita untuk selalu berbuat yang lebih baik
lagi.

Wallahul muwaffiq ilaa aqwamith tharieq


Wassalamualaikum warahmatullah wabarakatuh

Sukabumi, 26 november 2014

BAB I
PENDAHULAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH

PMII merupakan organisasi kaderisasi, yang bukan hanya menghimpu mahasisiwa


Islam, tapi juga membina mahasiswa islam sesuai dengan asas dan tujuan PMII. Dalam AD
PMII Bab II pasal II tentang asas bahwa PMII berasaskan pancasila. Dan pada BAB IV
tentang Tujuan dan Usaha pada pasal 4 tujuan PMII adalah terbentuknya pribadi muslim
Indonesia yang bertaqwa kepada Allah SWT, berbudi luhur, berilmu, cakap dan bertanggung
jawab dalam mengamalkan ilmunya dan komitmen memperjuangkan cita-cita kemerdekaan
Indonesia. Ini merupakan tujuan yang sangat mulia, karena dalam tujuan tersebut sudah
inklud kita sebagai khalifatu fi lard (pemimpin di muka bumi) dan sebagai Abdullah (hamba
Allah), artinya kita sebagai makhluk yang berguna bagi sesamanya, dan taat kepad tuhannya.
PMII adalah satu-satunya organisasi mahasiswa yang masih berpegang teguh pada
ajaran islam Ahlisunnah wal jamaah, yang bahkan sangat intens dalam pengkaderan. Bahkan
dalam buku multi level strategi ada 5 argumentasi pengkaderan, yang dimana salah satunya
membahas tentang argumentasi idealis, yakni pewarisan nilai-nilai. Dalam hal ini Aswaja pun
masuk kepada nilai yang dimaksud tersebut, maka untuk itu lah nilai Aswaja ini harus di
wariskan dan dilestarikan, serta di tanamkan kepada para anggota. Terlebih lagi, sekarang
ASwaja memiliki konsep metode berpikir, yang tentunya harus dipahami betul oleh para
anggota. Sehingga Aswaja ini memberikan inspirasi dalam kehidupan di dunia pergerakan
melalui manhajul fikr liahli sunnah wal jamaah.
B. Rumusan Masalah

Dengan sekelumit latar belakang masalah diatas, maka rumusan makalah sebagai
berikut :
1. Bagaimana lntas historis Aswaja, pengertian, Nilai-nilai dan doktrin Aswaja

2. Perpindahan istilah aswaja dari majhab ken manhaj, dan manhajul fikr

liahlisunnah wal jamaah


3. Bagaimana rumusan metode berpikir Aswaja, konsep metode berpikir Aswaja,

dan apa saja prinsip-prinsip Aswaja


4. Bagaimana Penerapan prinsip-prinsip Aswaja dikehidupan PERGERAKAN
C. Tujuan
1) Mengetahui lintas historis Aswaja, pengartian, nilai-nilai dan doktrin

Aswaja.
2) Mengetahui proses perpindahan istilah Aswaja dari majhab sebagai

manhaj, dan manhajul pikr liahli sunnah wal jamaah.


3) Mengetahui dan menanamkan rumusan metode berpikir Aswaja, konsep

metode berpikir Aswaja, dan prinsip-prinsip aswaja.


4) Dapat menerapkan prinsip-prinsip aswaja di kehidupan pergerakan.

BAB II
PEMBAHASAN
A. SEJARAH, NILAI DAN DOKTRIN ASWAJA

Ahli Sunnah Wal jamaah adalah ajaran yang hingga saat ini mampu berdansa dengan
realitas globalisasi, Yang masih bertahan dalam kuatnya hantaman ombak budaya barat.
PMII adalah satu-satunya organisasi mahasiswa yang mendeklarasi bahwa ia berpaham
Islam Ahlisunnah Wal Jamaah. Bahkan PMII menjadikan aswaja ini sebagai metode dalam
berpikir, yang sudah tentu Aswaja ini harus dipahami oleh para kader dan anggota. Untuk
memahami Aswaja ini haruslah terlebih dahulu kita mengetahui sejarah, pengertian, Nilai,
dan doktrin Aswaja serta mampu mengetahui proses perpindahan istilah Aswaja hingga
aswaja dipahami sebagai Manhajul fikr. Setelah itu kita harus mampu memahami metode
berpikir Aswaja, konsep berpikir Aswaja dan prinsip-prinsip Aswaja. Hingga benar-benar
kita jadikan Aswaja ini sebagai bekal menjawab realitas zaman.
1.

Lintas Historis Aswaja

Dalam proses sejarah Ahli Sunnah Wal Jamaah memiliki banyak pergulatan intens
mulai dari pergulatan Doktrin dengan sejarah. Diwilayah Doktrin debat meliputi soal kalam
mengenai status Al-Quran apakah ia makhluk ataukah bukan. Kemudian debat antara ulamaulama salafiyyun denga golongan Mutazilah dan seterusnya. Dalam wilayah sejarah, proses
pembentukan Aswaja dimulai sejak zaman Nabi Muhammad hingga Imam al-asyari. Secara
umum bisa dibagi menjadi empat pase sejarah pembentukan Aswaja :
Masa Nabi Muhammad SAW.

Nabi Muhammad SAW pernah bersabda maa ana alaihi wa ashabih, siapa yang
mengikuti Sunnahku dan Sunnah para Sahabatku. Hadist tersebut menjelaskan bahwa
golongan yang selamat adalah golongan yang mengikuti apa yang dilakukan oleh Rasulullah
dan para sahabatnya. Pernyataan Nabi ini tentu tidak sekedar kita memaknai secara tekstual,
tetapi karena hal tersebut berkaitan dengan pemahaman tentang ajaran Islam, maka maa ana
alaihi wa ashabih atau Ahli sunnah wal jamaah lebih kita artikan sebagai manhaj au
thariqah fi fahmi nushus wa tafsiriha (metode ataau memahami Nas dan bagaimana
menafsirkannya).
Dari situlah maka ahli sunnah Wal Jamaah sesungguhnnya sudah ada apada masa
Nabi Muhammad. Jadi bukanlah sebuah gerakan yang baru muncul diakhir abad ke-3 dan ke4 Hijriyyah yang dikaitkan dengan lahirnya konsep aqidah aswaja yang dirumuskan kembali

oleh Imam abu Hasan al-Asyari (wafat 935 m) dan Imam Abu Mansur Al-Maturidi (wafat
944 m) pada saat munculnya beberapa gollongan, yang pemahamannya dibidang Aqidah
sudah tidak mengikuti Manhaj atau Thariqoh yang dilakukan oleh para sahabat, dan banyak
yang dipengaruhi oleh kepentingan-kepentingan politik dan kekuasaan.
Masa Nabi Muhammad Wafat

Pada masa ini, masa dimana para sahabat kebingungan. Hingga akhirnya
menimbulkan perselisihan tentang : 1. Apakah nabi benar-benar wafat. 2. Dimanakan Nabi di
makamkan. 3. Dan siapa pengganti Nabi. Dan perselisihan lainnya. Namun yang paling
menonjol diantara perselisihan tersebut adalah lebih kepada perselisihan Imamah
(pemimpin), dimana kaum Ansor dan Muhajirin merasa berhak untuk menggantikan
kepemimpinan nabi, tetapi permasalahan pada masa itu masih bias diselesaikan oleh Abu
Bakar RA. Sehingga permasalahan itu tidak sampai menimbulkan perpecahan ummat Islam.
Masa perang Siffin

Pada masaa ini dimana terjadi perang yang dinamakan perang Siffin yang melibatkan
Khalifah Ali RA dengan muawiyah. Dengan kekalahan Khalifah ke-4 tersebut, yang
dikelabui dengan taktik arbitrase (tahkim) oleh kubu Muawiyah. Ummat Islam makin
terpecah belah kedalam berbagai golongan. Diantara golongan tersebut ada golongan Syiah
yang secara umum dinisbatkan kepada pengikut Khalifah Ali bin Abi Thalib, golongan
Khawarij yang yakni pendukung Ali yang berbelot karena tidak setuju dengan Tahkim, dan
ada pula kelompok jabariyah yang meligitimasi kepemimpinan MUawiyah.
Diantara kelompok-kelompok tersebut, ada kelompok yang dipelopori oleh Imam Abu
Said Hasan Ibn Hasan Yasar al-Basri (21-110 h/639-728 m), lebih dikenal dengan nama
Imam hasan Al-basri yang cenderung mengembangkan aktifitas keagamaan yang bersipat
cultural, ilmiah dan berusaha mecari jalan kebenaran secara jernih. Golongan ini menghindari
pertikaian politik antara berbagai faksi politik yang berkembang ketika itu. Sebaliknya
mereka mengembangkan system kebaragamaan seperti itu, mereka tidak mudah
mengkafirkkan golongan atau kelompok lain yang terlibat dalam pertikaian politik.

Seirama waktu, sikap dan pandangan tersebut diteruskan kegenerasi ulama setelah
Beliau, diantaranya Imam Abu Hanifah An-Nauman (w. 150H), Imam Malik Ibn Annas
(w.179H) Imam SyafiI (w.204) Ibn Kullab (w.204 H) dan Imam Ahmad Ibn Hambal (w.241
H).
Masa Abu Hasan al-Asyari(324 H) dan Abu Mnsur Al-Maturidi (333 H)

Pada masa inilah masa dimana Aswaja digagas secara Formal sebagai bentuk
perlawanan terhadap ajaran-ajaran Islam yang menyeleweng dari al-Quran dab as-sunnah
yang kemudian diwariskan kepada generasi selanjutnya hingga sampai pada kita. Kedua
ulama inilah permulaan Aswaja sering di nisbatkan, meskipun bila di telusuri scara teliti
benih-benihnya telah tumbuh sejak 3 abad sebelumya.
Itulah 4 priodesasi Islam ahlu Sunnah wal Jamaah (aswja), di Indonesia sendiri yang
membawa Aswaja ini adalah KH.Hasyim Al-Asyari, pendiri golongan Nahdatul ulama.
Hingga Indonesia merupakan salah satu penduduk dengan jumlah terbesar didunia penganut
paham Islam Ahlu Sunnah Wal Jamaah. Mayoritas pemeluk Islam diIndonesia adalah
penganut mazhab SyafiI.
2. Pengartian Ahlusunnah wal Jamaah

Ahl Sunnah wal Jamaah berasal dari kata Ahl yang berarti pemeluk, jika dikaitkan
dengan aliran atau Mazhab, maka artinya adalah penganut alitan atau penganut Mazhab.
As-Sunnah mempunyai arti jalan, disamping memiliki AlHadist disambungkan
dengan Ahl keduanya bermakna pengikut jalan Nabi, para sahabat dan TabiIn. sedangkan
arti dari al-Jmaah adalah golongan orang yeng memilikki tujuan.
Bila dimaknai secara kebahasaan, Ahl As-sunnah Wal JAmaah berarti segolongan
orang yeng mengikuti jalan Nabi para Sahabat dan Tabiin.
3. Nilai dan Doktrin Aswaja

Nilai merupakan suatu yang menjadi dasar seseorang dalam bertindak, maka dasar
atau nilai yang ada dalam Aswaja ada empat yakni Tawasuth (moderat), Tawajun
(berimbang), Tasamuh (toleran), Taadul (adil).
Dalam Aswja juga terdapat doktrin yang menurut Syaikh Muhammad Hasyim AlAsyari. Dalam kitabnya risalah Ahlusunnah Wal Jamaah mengatakan bahwa Aswaja adalah
aliran yang di ridhoi yang dijalankan oleh Rasul dan pengikutnya. Kemudian dalam Qonun
Asasi NU beliau menyatakan bahwa Aswaja dalam berAqidah mengikuti Imam Al-Asyiari
dan Imam Al Maturidi, dalam berfiqih mengikuti mazhabul Arbaah yaitu Hanafi, Maliki,
Hambali dan Syafii. dalam bertasawuf mengikuti Junaed Al-Bagdadi dan Al-Ghazali.
Kemudian menurut Albagdadi dalam kitab Al-Faruq bainal firoq menjelaskan ada 15
yang disepakati dalam Aswaja dan sesatlah orang-orang yang menyalahinya, dari 15 hal yang
disepakati kemudian dikelommpokkan menjadi 4 kelompok yakni Uluhiyyah (ketuhanan),
nubuwiyah (kenabian), Samiiyyah (sesuatu yang didengar dalam Al-Quran, seperti hari
akhir, surge, neraka, dl), Malumun MInnaddini Biddoruri (aturan agama yang telah jelas
seperti wajibnya sholat, puasa, haramnya Zina, khomr, dll).maka barang siapa yang
memebangkang atas hal yang empat itu berarti dia telah dihukumi keluar dari Islam dan
pastinya keluar dari Ahlusunnah wal Jamaah. Dalam segi hukum Aswaja tidak boleh keluar
dari AL-Quran, Al-Hadist, Ijma, dan Qiyas.
B. Perpindahan Istilah Aswaja dari Mazhab sebagai Manhaj.

Menurut rumusan KH.Hasyim Al-Asyari dalam Risalah Ahlu Sunnah Wal Jamaah
adalah orang-orang yang mengikuti 8 Imam diatas dari segi Tauhid, Fiqih, dan Tasawuf.
Dalam perkembangannya Aswaja sebagai Mazhab mengalami kejumudan dan dirasa sulit
untuk menjawab kompleksitas problematika masa kini, maka para pemikir kontemporer
seperti Prof.Dr.KH. Said Agil Siraj M,A melakukan rekonstruksi terhadap rumusan Aswaja
yang Awalnya sebagai Mazhab menjadi Aswaja sebagai Manhaj Fikr (metode berpikir)
dengan salah satu argumentasinya bahwa tidak mungkin ada Mazhab diatas Mazhab

(maksudnya tidak mungkin ada Mazhab aswaja diatas majhab Fiqh, Tasawuf dan Tauhid)
bahkan dalam salah satu makalahnya beliau menyatakan bahwa rumusan definisi Aswaja
Mbah Hasyim itu memalukan karena megatakan aswaja adalah berfiqih yang 4, beraqidah
al-asyari dan Al-Maturidi, dan bertasawuf Ghazali dan Al bagdadi secara mantiqi itu bukan
definisi, karena syarat Tarif atau definisi itu harus jami-mani (jelas cakupan dan jelas
batasan). Kendati demikian definisi diatas itu kondusif utuk zaman KH.Hasyim, namun untuk
saat ini perlu dicari formula definisi yang pas dan ilmiah, maka beliau merumuskan definisi
Aswaja sendiri yakni Ahlussunnah wal jamaah hiya manhajul fikriddin asyamil ala syuunil
hayati wamaqtadotiha alqoim alal asas tawasuth, tawajun, tasamuh wal Itidal (aswaja adalah
metodologi berpikir keagamaan yang meliputi seluruh aspek kehidupan yang berdiri atas
dasar moderat, seimbang, toleran, dan proporsional).
Pemikiran diatas didasari atas dasar kenyataan sejarah, bahwa yang membedakan pola
pikir Aswaja dengan yang lain adalah sikapnya yang toleran (seperti orang yang tidak
mengkafirkan orang lain yang masih sholat) dan moderat (seperti menengahi konsepsi qodo
dan qodar antara pemikiran qadariyah dan jabariyah).
Moderat, seimbang, proporsiaonal, dan toleran itu digunakan dalam segala aspek baik
dalam aspek :
Tauhid

Dalam tauhid Aswaja memproporsikan mana yang harus menggunakan dalil Aqli dan
mana yang harus menggunakan dalil Naqli.
Fiqih

Dalam berfiqih Aswaja sangat moderat dalam menengahi Nas dan Royu, contohnya
Imam SyafiI dalam menisbatkan hukum pertaa melihat pada Nas kalau tidak ada maka
memakai Qiyas.
Tasawuf

Dalam tasawuf Aswaja memposisikan secara berimbang antara memakai hasil


mukasyafah dan hasil bayan (Al-Quran wal al-HAdist).

Politik

Dalam berpolitik Aswaja tidak eksterem tidak seperti syiah yang gulluw yang
kafirkan Abu Bakar, Umar, dan Utsman. Juga dalam berpolitik Aswaja tidak Otoriter, tidak
seperti konsep Imamahnya syiah Aswaja mengedepankan musyawarah dan memegang suara
mayoritas (al-sawad dan al adzom).
Sosial kemasyarakatat

Dalam kehidupan barmasyarakat orang-orang Aswaja akan senantiasa toleran dan


legowo terhadap perbedaan serta tidak ekstrim dam berpikir dan berbuat, dsb.
Walhasil, menurut KH. Said Agil Siradj siapapun yang berpikir toleran, berimbang,
moderat da proporsional maka dia adalah ASwaja.
Disinilah letak salah satu kelemahan rumusan Aswajanya KH. Agil Siradj, karena bias
dipahami sebagai pemutusan rantai keilmuan dari ummat-ummat ASwaja klasik.
Karena itu rumusan Aswaja KH.Agil Siradj dinilai sangat Naif oleh KH.Hamdun
Ahmad, karena masih global dan tidak apilikatif bahka menempatka watak (karakter) berpikir
Aswaja sebagai manhaj Al-Fikr, selain itu juga terjadi liberisasi Aswaja sehingga Aswaja
tidak aka punya identitas dan akan melebur dengan olongan lain, karena KH. Said agil
mengungkapkan dalam buku tasawuf sebagai kritik sosial bahwa Syiah dan Mutazilah itu
masih termasuk islam dan termasuk Aswaja dengan argumentasi bahwa Syiah, Mutazilah,
dan Aswaja sama secara konsepsional dalam masalah Uluhiyah, NUbuwiyah dan Samiiyyah.
Oleh karena itu KH.hamdun Ahmad mencoba membuat elaborasi baru tentang Aswaja
dengan manhajul fikri liahli sunnah wal jamaah agar tercapainya almuhafadlotu ala
qodimussolih wal akhdu biljadidil ashlah dengan cara mempertahankan identitas Aswaja
sebagai Mazhab yang mana itu warisan intelektual masa lalu yang masih baik, mulai dari
maalah Tauhid, fikih, atau pun taswuf. Karena didasari atau tidak memang berbeda dengan
konsepnya non-Aswaja, tapi selain itu juga KH. Hamdun ahmad mencoba mendinamisir

Aswaja dengan cara mengembangkan manhajul fikrinya. Tetapi manhajul fikri (pola fikir
atau metode berpikir)nya tidak terlepas dari watak berpikir Aswaja yaitu, Tawasut, Tawajun,
Tasamuh, Taadul.
C. Rumusan Metode

berpikir Aswaja, konsep metode berpikir Aswaja dan prinsip-

prinsip Aswaja
Seperti yang saya bicarakan diatas, bahwa pembahasan ini lah yang paling penting
dan harus dipahami betul oleh para warga pergerakan, guna menjadikan Aswaja ini adalah
identitas kita dalam berpikir, bergerak, maupun bertindak. Metode inilah yang membawa kita
untuk mampu menjawab realitas didepan mata. karena dalam menjawab realitas kita harus
memilik metode dalam bepikir, karena kita adalah para pejuang Ahlisunnah wal jamaah,
maka metode berpikirnya pun tidak boleh keluar dengan metode berpikir Aswaja.

Rumusan metode berpikir Aswaja

Setiap pola piker yang dilakukan oleh manusia selalu berangkat dari keimanan. Salah
satu pengertian dari makna iman adalah percaya kepada sumber pemikiran, ilmu, atau sumber
kebenaran. Seperti yang terlihat dari objek iman atau lebih populernya disebut rukun iman.
Objek iman yang pertama adalah Allah sebagai sumber kebenaran, kemuadian para malaikat
dan para Rasul-Rasul sebagai perantara da penyampaian kebenaran atau ilmu Al-Quran (alkitab) sebagai rumusan ilmu dan yau al-akhir serta takdir sebagai matrei ilmu.
Kita meyakini bahwa Allah adlah sumber segalanya, Allah menciptakan tiga hal besar
sebagai dalil (tanda) dari kehendakNya (wujud) dan sekaligus sebagai dalil kebenaran. Dalil
kebenaran yang allah ciptakan adalah al Addin atau Al-Quran dan Al- Sunnah, manusia yang
memiliki fitrah, indra dan akal, serta alam yang merupakan Hidayah bagi ummat manusia.
Interaksi antara empat usur (Allah, Al-Kitab, manuisa, dan alam) tersebut serig kali terjadi,
salah satu dari interaksi itu menyebabkan proses studi atau proses berpikr yang kemudian
melahirkan metodologi studi Islam (manhaj al-fikr).
Dalam proses studi, hal pertama yang dilakukan adalah bagaimana melakkan
pencarian, penggalian dan pengmpulan dalil atau data (input data), baik yang berupa dating
yang tertulis yaitu Nas (ayat qouliyah), maupun yang tidak tertulis (ayat kauniyah), dengan

mengunakan Indera (alat pencari data) yang berupa Al-sama (pendengaran) dan Al- Absor
(penglihatan). Kemudian diolah dan diproses oleh hati (fuad) dengan cara yaqil
(memikirkan), yafqoh (memahami), dan yalam (mengetahui). Menggunakan metode Al
istinbat (deduktif) dan Al-Istiqra (induktif) sebelum ditarik menjadi kesimpulan (out put )
yang berupa petunjuk dalil (madlul). Teori , pemikiran atau ilmu, dalam keadaan tertentu
data-data tersebut diproses langsung oleh allah SWT didalam hati manusia. Pengolahan
seperti ini disebut sebagai ilmu AL-Mauhibah (ilmu pemberian) dari Allah SWT kepada
orang yang dikehendakiNya.
Manhajul fikr ini seharusnya melahirka dua produk pemikiran, yaitu paham islam
integral dan pengembangan atau paham islam parsial. Paham Islam integral, merupakan
paham yang memandang bahwa Islam dan kehidupan adalah stu-kasatuan yang utuh. Islam
adalah kehidupan yang Islamai, yakni kehidupan yang berawal dari Allah dan berujung
kepada Allah. Paham integral ini kemudian dibagi menjadi 3 kategori ilmu, yakni ilmu
tentang Realitas, aktifitas, dan idealitas.
Ilmu tentang realitas, yaitu studi tentang realitas Allah, Qadar, Kitab, Malaikat, Rasul,
Alam, SOrga, Neraka, Manusia, Jin,/syetan, faham hidup (word view), peradaban dsb.
Adapun tentang aktifitas kehidupan dibagi kepada 3 aktifitas, yakni aktifitas batin yaitu
keimanan dan keilmuan. Aktifitas maqosid yaitu aktifitas yang dituju seperti sholat, dll. Dan
amalan-amalan wasail (penguat). Fitnah yang emiliki gangguan dan ancaman hambatan dan
tantangan akan selalu datang menghadang untuk seua aktifitas pada pelaksanaan semua ini.
Kemudian ika kita mampu untuk melalui fitnah tersebut, maka idealitas kehidupan menuju
kehidupan dunia yang baik dilanjutkan dengan kehidupan akhirat yang baik. Sehingga
menuju kepada Allah (bertemu dengan Allah) atau untuk mendapatkan ridho Allah, pasti
terbuka lebar.
Paham Islam parsial merupakan studi terhadap bidag-bidang khusus, dan apabila
dikelompokkan menjadi tiga bidang yakni Aqid, Maarif, dan Manahij. Kelompok Aqoid
adalah kelompok yang melakukan studi terhadap objek-objek keimanan. Maarif adalah
kelompok yang melakukan studi kepada ilmu-ilmu empiric. Dan manahij adalah kelompok

ynag melakukan studi terhadap teknologi atau cara-cara hidup, yang akan melahirkan
kehidupan yang islami.
Kelompok manahij ii terbagi atas studi keagamaan, sosial-politik, sosial-ekonomi, da
sosial-budaya. Hal ini dikarenakan manusia sekarang cenderung mengelmpokkan persoalanpersoalan kehidupan kedalam empat bidang ilmu tersebut. Berbeda dengan ulama dahulu
yang merumuskan persoalan-persoalan kehidupan itu terbagi kedalam tiga bidang keilmuan,
yaki Tauhid, Fiqh, Tasawuf.
Selanjutnya, karena apa yang dipirkan itu banyak, maka cara berpkir pun harus
bersama-sama (holistik), baik dengan cara diskusi, symposium, seminar, dsb. Sebagai
langkah dalam meninjau sesuatu dan segala aspeknya. Pada titik ini, meski istilah manhaj alfikr memiliki berbagai makna, namun kita bisa menganggapnya sebagai cara atau metode
untuk menjawab prsoalan-persoalan yang dihadapi dalam hidup.

Konsep metode berpikir Aswaja

a) Langkah berfikir

Mengumpulkan Dalil (Al-Istidlal) atau data yang menggunaka alat, as-sama

(pendengaran) dan al absor (penglihatan)

Mengolah dalil (an-nadhor) dengan menggunakan alat al-fuad (hati)dengan

proses yaqil (memikirkan) yafqoh (memahami) dan yalam (mengetahui).


b) Metode berpikir

Deduktif (al istinbat)

Induktif (al istiqro)

Mengikuti (al ittiba, taqlid, al ikhroz)

c) Rujukan berpikir

Al-Quran

As-Sunnah

Ijtihad atau akal

d) Dalil (data)

Ayat Qauliyah atau dalil laffdiyyah (Al-Quran dan As-Sunnah)

Ayat-ayat kauniyah atau dalil ghaer lafdziyyah (manusia dan alam)

e) Norma berpikir

Dalam rangka taat kepada Allah, Rasul, dan Ulil Amri

Keahlian atau professional

Kecenderungan berpikir 4 T

Tidak mengikuti bidah, tidak mengikuti hawa nafsu.

Tidak mengeluarkan orang lain dari jamaah, mempertahankan jamaah atau

persatuan, mengikuti jalan kaum muminin, mengikuti mayoritas.

Tidak merasa pemikiraannya benar sendiri.

Tidak berkomplot dan bergontok-gontokan.

Memilih yang paling bermashlahat.

Prinsip-prinsip Ahlusunnah Wal Jamaah.

Sebagaimana dijelaskan dalam buku biru PMII, dalam prinsip-prinsip Ahlussunnnah


wall Jamaah, K.H Hamdun Ahmad menambahkan beberapa poin prinsip yang harus ada,
diantaranya.
Bidang keilmuan
Bidang aqidah
Bidang sosial politik

Prinsip syura (musyawarah)

Prinsip Al- Adl (keadilan)

Prinsip Al-HUriyyah (kebebasan)

Prinsip Al-Musawah (kesetaraan derajat)

Dalam bidang istinbath Al-Hukm

Al-Quran

As-sunnah

Ijma

Qiyas

Tasawuf.

Penerapan prinsip-prinsip Aswaja dikehidupan PERGERAKAN

Kita beranjak pada proses aplikasi Manhajul fikr liahli sunnnah wal jamaah yang
telah dirumuskan oleh Guru besar kita yakni Drs.KH. Hamdun Ahmad M,Ag, untuk
kehidupan kita sebagai warga pergerakan, karena dizaman Globalisasi ini tentunya metode
berpikir tersebut sangatlah cocok bagi zaman yang kita hadapi sekarang ini., terlebih jika kita
benar bisa mengaplikasikan manhajul fikr itu dalam prinsip-prinsip kehidupan yang telah di
bahas diatas dan kita tarik kepada kehidupan internal kiita di PMII.
1) Bidang Keilmuan

Pada prinsip bidang keilmuan ini pasti prinsip ini harus hadir ditengah-tengah kita. Ini
merupakan prinsip yang paling urgen bagi kita. Karena umumnya Anggota PMII AlMasthuriyah menjabat sebagai mahasiswa dikampus, menjadi santri di berbagai pondok
pesantren, dan kita sebagai kader atau anggota di PMII.
Apa yang kita pelajari dikampus tentuya sangat berbeda dengan apa yang yang kita
pelajari di PMII dan pondok pesantren. Namun, ketika absor dan Sama yang kita miliki
mendapatkan daliil/data berupa materi-materi yang memuat pengetahuan dbidang Akademik,
haruslahh mampu kita olah dengan baik dalam Al-Afidah yang ditopang dengan berbagai
teori yang disampaikan oleh para dosen yang memberikan mata kuliah dikampus.
Begitu pula terjadi ketika kita mempelajari pengetahuan ilmu Agama dalam pondok
pesantren, sungguh sangat berbeda dengan apa yang kita pelajari di kampus, dan di PMII.
Namun, pengetahuan yang diberikan di pondok pesantren ini tentunya sangat menopang
dalam menjawab realitas kehidupan kampus dan PMII. Asas kehidupan kita adalah Islam yag
tentunya kita pun harus bisa berpola kehidupan yang Islami. Dan ilmu tersebut sangat penting
di PMII karena seperti tujuan PMII yang termaktub dalam AD/ART BAB IV pasal 4 tentang
tujuan PMII yang berbunyi Terbentuknya pribadi muslim Indonesia yang bertaqwa kepada
Allah SWT. Tujuan ini jelas sangat jelas bahwa apa yang kita pelajari di pondok pesantren
mendorong kita untuk memperkuat keimanan kita terhadap Allah yang telah menciptakan kita

dimuka bumi ini. Karena menurut salah satu Tokoh Aswaja yakni Al-Baghdadi tentang
consensus (ijma), dimana Aswaja memiliki doktrin keimanan,yang dimana keimanan itu
didasari atas dasar ilmu.
Dan dua alam kehidupan tadi tentu bisa kita aplikasikan didalam kehidupan di PMII,
yang tentu dimana dalam bidang keilmuan, PMII tidak pernah secara parsial. Tapi bagaimana
para warganya bisa mencapai tujuan berilmu yang memiliki kemampuan disegala bidang.
Semua keilmuan tersebut jelas sekali harus dapat kita korelasikan dengan baik,
dengan cara mengkorelasikannya ilmu yang didapat dikampus untuk kehidupan di pondok
pesantren dan kehidupan di PMII. Begitu pula sebaliknya. Yang keilmuan itu kita dapat
mengolahnya dalam Al-Afidah, seingga melahirkan ilmu yang bermanfaat, dan menciptakan
kehidupan yang maslahat.
2) Aqidah

Dalam prinsip aqidah ini, kita sebagai anggota pergerakan sekaligus sebagai pemeluk
Ahlisunnah wal jamaah, dalam beraqidah tidak boleh keluar dari prinsip Uluhiyyah
(ketuhanan), Nubuwiyyah (kenabian), Maad (keyakinan tentang surga, neraka, yaumul
mahsyar, dan hari kiamat), serta amal sholeh. Dalam prinsip Uluhiyyah Aswaja menekankan
prinsip keimanan berupa tauhid yang dimana sebuah keyakinan yang teguh dan murni dalam
hati seorang muslim. Karena pada hakikatnya manusia diciptakan oleh Allah kemuka bumi
sebagai khalifatu fi lard (pemimpindimuka bumi), dan juga sebagai Abdullah (hamba Allah).
Karena itu lah kita harus bahkan wajib untuk meyakini Allah dalam hati kita.
Dan tentunya kita tidak bisa tiba-tiba meyakini Allah dalam hati kita, tanpa ada
perantara yang hadir di tengah-tengah kita, untuk itulah kita harus meyakini hal yang kedua
yakni Nubuwiyyah (kenabian), karena nabi lah yang membawakan Risalah dari Allah dan
menyampaikan nya kepada kita. Nabi Muhammad yang kita yakini pembawa risalah Allah

yang terakhir, maka untuk itu lah jika kita meyakini Allah dalam hati maka kita harus
mengikuti jalan yang Nabi tempuh dan para sahabat.
Selain dua hal diatas, kita pun harus meyakini pilar Maad, yakni keyakinan tentang
Surga, Neraka, Yaumul Mahsyar dan Hari kiamat. Dengan keyakinan inilah, bahwa kita
hidupdidunia tidak bisa berbuat seenaknya dan meninggalkan aturan yang berlaku. Karena
semua itu akan dipertanggung jawabkan nanti di kehidupan Akhirat. Dengan keyakina
demikian lah, akan melahirakan amal yang sholeh didunia.
3) Bidang social politik

Kehidupan kita ini tidak akan pernah terlepas dalam keadaan social politik. Karena
pada dasarnya manusia merupakan makhluk social yang salng memberikan pengaruh satu
sama lain. Dan keadaaan itulah maka, dari sekumpulan orang yang saling mempengaruhi ada
seseorang yang harus memimpin.kita dapat analogikan kehidupan kita di PMII, dimana ada
pemimpin

yang

hadir

diantara

kita.

Yang

membentuk

sebuah

kepemerintahan

(kepengurusan), yang berkewajiban untuk memeperhatikan kemaslahatan dalam mengatur


urusa kita sebagai rakyatnya. Dan seperti yang disepakati dalam Aswaja, mengenai
pembahasan dalam bidang social politik, maka untuk mengurus itu semua

harus ada

beberapa syarat dalam pembahasan ini, yakni :


a. Prinsip Syura (musyawarah)

Dalam sebuah keperintahan, untuk mengambil sebuah keputusan atau kebijakan


apapun haruslah di musyawarahkan terlebih dahulu. Prinsip ini sesuai dengan ayat Al-Quran
yang artinya berbunyi maka sesuatau apapun yang diberikan kepadamu, itu adalah
kenikmatan hidup didunia, dan yang ada pada sisi Allah lebih baik dan lbih kekal bagi orangorang yang beriman, dan hanya kepada tuhan mereka, mereka bertawakkal. Dan (bagi)orangorang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan-perbuatan keji, dan apabila mereka
marah, mereka memberi maaf. Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan

tuhannyadan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah


antara mereka, dan mereka menafkahkan sebagian dari risky yang kami berikan kepada
mereka. Dan (bagi) orang-orang yang apabila mereka diperlakukan dengan dzalim mereka
membela diri. (Q.S Al-Syura; 42: 36-39). Dan prinsip syura ini pun sudah termaktub dalam
dalam peraturan organisasi tentang Anggaran Dasar PMII Bab VII tentang permusyawaratan
pasal 8, disitulah termaktub berbagai macam tingkatan Musyawarah mulai dari musyawarah
tingkat local hingga tingkat nasional, yang dimana ini bertujuan mendapatkan keputusan yang
maslahat antara pengurus dan anggota. Musyawarah ini harus terus berjalan dengan baik,
karena dengan musyawarah ini lah membentuk komunikasi yang baik antara pengurus dan
anggota.
b. Prinsip Al-Adl (keadilan)

Untuk mewujudkan kemaslahatan didunia pergerakan selain ditopang dengan prinsip


syura, maka pemerintah (pengurus) pun harus menempatkan prinsip keadilan, keadilan dalam
PMII adalah mampu menempatkan /memposisikan sesuatu pada tempatnya dan posisinya.
Sesuai dengan salah satu bagian dari tri khidmad PMII dimana ada profesionalitas dalam
memposisikan sesuatu, selain itu dalam anggaran dasar peraturan organisasi pada Bab III
tentang sifat PMII pasal

3 termaktub sifat PMII bersifat keagamaan, kemahasiswaan,

kebangsaan, kemasyarakatan, indepensi dan professional. Ini berarti bawa di tingkat pengurus
harus professional dalam kerja-kerja organisasi, dan di tingkat Anggota harus professional
dalam minat dan kajian bakat di PMII. Dan seperti yang termktub dalam pembahasan konsep
metode berpikir tentang norma diatas.
c. Prinsip Al-Huriyyah (kebebasan)

Dalam sebuah Negara, Negara (organisasi) wajib menciptakan dan menjaga


kebebasan bagi warganya, karena bagaimana pun kebebasan merupakan kodarat manusia
yang dilahirkan dengan fitrah (suci), untuk itu pemerintah (pengurus) harus menjaga

kebebasan . kebebasan ini dalam arti bebas untuk mengeluarkan pendapat dan
mengekspresikan segala kebenaran yang anggota yakini, di PMII hak kebebasan pun telah
diatur dalam peraturan organisasi dalam anggaran rumah tangga BAB IV tentang hak dan
kewajiban anggota dan kader pasal 7 dan pasal 8 yang berbunyi anggota dan kader (pada
pasal 8) berhak atas pendidikan, kebebasan berpendapat, perlindungan, pembelaan, serta
pengampunan (rehabilitasi).
Namun, kebebasan disini bukan berarti bebas sebebas bebasnya, akan tetapi tetap saja
ada koridornya dan dilakukan dengan akhlakul karimah, untuk itu anggota dapat
mengekspresikan pendapatnya serta dapat diungkapkan dalam ucapan maupun tulisan.
d. Prinsip Al-Musawa (persamaan)

Dalam tatanan pemerintahan (tatanan organiasi), kedudukan semua warganya


haruslah sama. Dalam islam pu tidak ada perbedaan manusia dihadapan Allah, yang dapat
membedakan manusia tersebut hanyalah amal perbuatannya (ketaqwaannya). Termasuk
persamaan dalam hal jenis kelamin. Diera globalisasi ini banyak orang yang membincangkan
ketidak setaraan laki-laki dan perempuan. Namun, dalam PMII semua kesetaraan itu telah
diatur didalam peraturan organisasi dengan membentuk wadah keperempuanan yang diberi
nama kopri (korp PMII putri), kopri merupakan badan semi otonom yang secara khusus
menangani pengembangan dan pemberdayaan perempuan PMII perspektif keadilan dan
kesetaraan gender. Guna mengembangkan potensi perempuan yang selama ini masih karang
di perhatikan, akibat dari kontruk budaya yang mengkrangkeng. Kopri diatur dalam anggaran
rumah tangga (AD) pada BAB VIII tentang KORP PMII PUTRI. Dalam wilayah
kepemerintahan (kepengurusan) perempuan di PMII mendapatkan kuota yang juga diatur
dalam anggaran rumah tangga(ART) BAB VII tentang kuota kepengurusan pada pasal 20.
Bahwa perempuan mendapatkan kuota 1/3 dari keseluruhan anggota.

Dalam hal ini jelas lah bahwa prinsip ini pun tidak bertentangan dengan peraturan
organisasi, hanya tinggal pembenahan terhadap perempuan dalam hal mental dan intelektual
dalam berbagai bidang.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Dalam lintas historis Aswaja, ternyata Aswaja banyak mengalami pergulatan intens,
yang akhirnya Aswaja sampai kepada kita dan kita yakini Nilainya. Kita jelas harus dapat
mengambil pelajaran dari pengalaman historis Aswaja, yakni bahwa Aswaja ini harus terus
dipertahankan dan dilestarikan Nilainya. Apapun situasi dan kondisi Zaman tersebut.
Terlebih, Aswaja saat ini di tempat kan sebagai Manhaj Al-fikr, yang sudah pasti
harus ditanamkan pada kadernya, kita sebagai Anggota PMII yang dimana Nilai Aswaja ini
menjadi landasan dalam berpikir kita. Untuk itu banyak prinsip yang disepakati Aswaja untuk
dipahami untuk bisa menjawab situasi keadaan kita, dan didalamnya pun telah di tentukan
batasannya. Manhajul Fikr Liahisunnah wal jamaah ini sungguh sangat menginspirasi kita
dalam kehidupan dalam pergerakan, dan dapat kita bawa pada realitas eksternal kita.
Jika kita bisa gunakan ini dengan baik, maka semua ini pun akan menimbulkan
kemaslahatan, karena semua prinsip kehidupan telah di bahas diatas, namun memang saya
hanya memberikan contok kecil di kehidupan pergerakan saja, padahal Manhajul Fikr
liahlisunnah wal jamaah ini pun dapat kita bawa dalam konteks global. Tinnggal bagaimana
kita mengembangkan penempatan Manhajul Fikr liahlsunnah wal jamaah tersebut.

Saran

Saya menyadari betul, bahwa tidak ada kesmepurnaan dalam pembuatan makalah ini,
maka saya membutuhkan Kritik dan saran yang dapat membangun kapasitas kita ketingkat
yang lebih baik lagi.

Daftar Pustaka

Mustopa, Ade Opa. 2014. Aswaja Suatu Pengantar. Sukabumi : PK.PMII STAI AlMasthuriyah.
Hasil-hasil KOngres XII PMII. 2013. Jambi : Pengurus Besar Pergerakan Mahasiwa
Islam Indonesia.
PB PMII. Buku Konstitusi . 2011. Banjar Baru karsel : Pengurus Besar Pergerakan
Mahasiswa Islam Indonesia.
PB PMII. Multi Level Strategi Gerakan PMII.

Anda mungkin juga menyukai