Anda di halaman 1dari 8

Hakikatnya tujuan organisasi adalah menciptakan dan mempertahankan para

pelanggan. Berdasarkan pendekatan TQM, kualitas menurut Tjiptono dan Diana (2003:101)
ditentukan oleh pelanggan. Oleh karena itu hanya dengan memahami proses dan pelanggan
maka organisasi dapat menyadari dan menghargai makna kualitas. Semua usaha manajemen
dalam TQM diarahkan pada satu tujuan utama, yaitu terciptanya kepuasan pelanggan.
Band (1991) berpendapat kepuasan pelanggan merupakan suatu tingkatan di mana
kebutuhan, keinginan, dan harapan dari pelanggan dapat terpenuhi yang akan mengakibatkan
terjadinya pembelian ulang atau kesetiaan yang berlanjut. Gerson (1993:5)
mengemukakan customer satisfaction it is the customers perception that his or her
expectations have been met or surpassed. Kepuasan pelanggan adalah persepsi pelanggan
tentang harapannya apakah telah sesuai atau melebihi dari yang diharapkannya terhadap suatu
organisasi. Disimpulkan kepuasan pelanggan adalah sejauh mana kinerja produk memenuhi
harapan pemakai. Jika kinerja produk lebih rendah daripada harapan pelanggan, maka
pembelinya tidak puas. Bila prestasi sesuai atau melebihi harapan, maka pembelinya merasa
puas.
Tingkat kepuasan adalah fungsi dari perbedaan antara kinerja yang dirasakan dan
harapan (Kotler, 1997). Dengan demikian, harapan pelanggan melatarbelakangi mengapa dua
organisasi pada jenis bisnis yang sama dapat dinilai berbeda oleh pelanggannya. Dalam
konteks kepuasan pelanggan, umumnya harapan merupakan perkiraan atau keyakinan
pelanggan tentang apa yang akan diterimanya. Harapan mereka dibentuk oleh pengalaman
pembelian dahulu, komentar teman dan kenalannya serta janji dari organisasi tersebut.
Harapan-harapan pelanggan ini dari waktu ke waktu berkembang seiring dengan semakin
bertambahnya pengalaman pelanggan.
Adanya kepuasan pelanggan dapat memberikan beberapa manfaat, yaitu menurut
Tjiptono (2004:9) adalah 1) terjalin hubungan yang harmonis antara organisasi dan pelanggan,
2) memberikan dasar yang baik bagi pembelian ulang, 3) mendorong terciptanya loyalitas
pelanggan, 4) membentuk suatu rekomendasi dari mulut ke mulut (word of mouth) yang
menguntungkan bagi organisasi, 5) reputasi perusahaan menjadi baik di mata pelanggan, dan
6) laba yang diperoleh dapat meningkat.
Pelanggan merupakan penerima hasil kerja suatu organisasi, sehingga merekalah yang
dapat menentukan kualitasnya seperti apa dan hanya mereka yang dapat menyampaikan apa
dan bagaimana kebutuhan mereka. Hal ini merupakan penyebab munculnya slogan kualitas
dimulai dari pelanggan.

Ada beberapa unsur penting menurut Tjiptono dan Diana (2003:103) di dalam kualitas
yang ditetapkan pelanggan, yaitu 1) pelanggan haruslah merupakan prioritas utama organisasi,
kelangsungan organisasi tergantung pada pelanggan, 2) pelanggan yang dapat diandalkan
merupakan pelanggan yang paling penting, pelanggan yang dapat diandalkan adalah
pelanggan yang membeli/memakai produk secara berulang/berkali-kali dan pelanggan yang
merasa puas terhadap produk organisasi, dan 3) kepuasan pelanggan dijamin dengan
menghasilkan produk berkualitas tinggi, kepuasan berimplikasi pada perbaikan terus-menerus
sehingga kualitas harus diperbaharui setiap saat agar pelanggan tetap puas dan loyal.
Kepuasan pelanggan merupakan prioritas paling utama dalam organisasi TQM,
sehingga organisasi harus memiliki fokus pada pelanggan. Kunci untuk membentuk fokus pada
pelanggan adalah menempatkan pegawai untuk berhubungan dengan pelanggan dan
memberdayakan mereka untuk mengambil tindakan yang diperlukan dalam rangka memuaskan
pelanggan. Unsur penting dalam pembentukan fokus pada pelanggan adalah interaksi antara
pegawai dan pelanggan.
Pemantauan dan pengukuran kepuasan pelanggan juga menjadi hal yang esensial bagi
setiap organisasi. Hal ini dikarenakan langkah tersebut dapat memberikan umpan balik dan
masukan bagi keperluan pengembangan dan implementasi strategi organisasi dalam
peningkatan kepuasan pelanggan. Kepuasan pelanggan dapat diukur dengan berbagai metode.
Beberapa macam metode dalam pengukuran kepuasan pelanggan menurut Kotler dalam
Tjiptono dan Diana (2003:104-105) adalah:
1. Sistem keluhan dan saran, organisasi yang berpusat pada pelanggan (customercentered)
memberikan kesempatan yang luas kepada pelanggan untuk menyampaikan saran dan
keluhan, misalnya menyediakan kotak saran dan customerhot lines. Informasi yang
dihimpun dapat digunakan sebagai dasar pengembangan ide organisasi dan bereaksi
secara tanggap dan cepat untuk mengatasi masalah yang terjadi,
2. Ghost shopping, salah satu untuk memperoleh gambaran mengenai kepuasan pelanggan
adalah dengan mempekerjakan beberapa orang untuk berperan atau bersikap sebagai
pembeli potensial, kemudian melaporkan temuan-temuannya mengenai kekuatan dan
kelemahan produk organisasi dan pesaing berdasarkan pengalaman mereka dalam
pembelian/pemakaian produk. Selain itu para ghostshopper juga dapat mengamati cara
penanganan setiap keluhan,
3. Lost customer analysis, organisasi seyogyanya menghubungi para pelanggan yang telah
berhenti membeli atau yang telah pindah pemasok agar dapat memahami latar belakang hal
itu terjadi,

4. Survey kepuasan pelanggan, umumnya penelitian mengenai kepuasan pelanggan dilakukan


dengan penelitian survey dan menggunakan teknik wawancara. Hal ini karena
dengan survey organisasi akan memperoleh tanggapan dan umpan balik secara langsung
dari pelanggan dan memberi tanda (signal) positif bahwa organisasi memiliki perhatian
terhadap pelanggan.

Metode Performance Importance Matrix digunakan untuk mengetahui kepuasan


pelanggan dengan cara responden diberi pertanyaan mengenai seberapa besar mereka
mengharapkan suatu atribut tertentu dan seberapa besar yang mereka rasakan. Responden
diminta menuliskan masalah-masalah yang mereka hadapi yang berkaitan dengan penawaran
dari organisasi dan diminta untuk menuliskan perbaikan-perbaikan yang mereka sarankan. Dan
responden diminta merangking elemen atau atribut penawaran berdasarkan derajat
kepentingan setiap elemen dan seberapa baik kinerja organisasi pada masing-masing elemen.
Beberapa dimensi pengukuran kepuasan pelanggan yang sering dipakai adalah
1) responsiveness (ketanggapan), kemampuan untuk menolong pelanggan dan ketersediaan
untuk melayani pelanggan dengan baik, 2) reliability (keandalan), kemampuan untuk melakukan
pelayanan sesuai yang dijanjikan dengan segera, akurat, dan memuaskan,
3) emphaty (empati), rasa peduli untuk memberikan perhatian secara individual kepada
pelanggan, memahami kebutuhan pelanggan, dan pengetahuan untuk dihubungi,
4) assurance (jaminan) pengetahuan, kesopanan petugas, dan sifatnya yang dapat dipercaya
sehingga pelanggan terbebas dari risiko, dan 5) tangibles (bukti langsung), meliputi fasilitas
fisik, perlengkapan karyawan, dan sarana komunikasi.
Bentuk metode Performance Importance Matrix untuk mengukur kepuasan pelanggan
adalah:
1. Traditional Approach, berdasarkan pendekatan ini pelanggan diminta memberikan penilaian
atas masing-masing indikator produk atau jasa yang mereka nikmati (pada umumnya
menggunakan skala Likert) yaitu dengan cara memberikan rating dari 1 (sangat tidak puas)
sampai 5 (sangat puas), selanjutnya dihitung nilai rata-rata tiap variabel dan dibandingkan
dengan nilai secara keseluruhan,
2. Analisis Secara deskriptif, seringkali penilaian kepuasan pelanggan tidak hanya berhenti
sampai diketahui puas atau tidak puas, yaitu dengan menggunakan analisis statistik secara
deskriptif, misalnya melalui penghitungan nilai rata-rata, nilai distribusi, dan standar
devisiasi,

3. Analisis Importance and Performance Matrix (IPM), konsep ini mengukur tingkat kepentingan
pelanggan (customer expectation) diukur dalam kaitannya dengan apa yang seharusnya
dikerjakan oleh suatu organisasi agar menghasilkan produk atau jasa yang berkualitas
tinggi.
Lebih
rinci
hubungan importance (kepentingan
pelanggan)
dengan performance (penampilan kinerja) seperti pada Gambar 1.

Gambar 1 Importance and Performance Matrix (Umar dalam Natalisa, 2007:93)

Kuadran I focus effort here (prioritas utama/attributes to improve), kinerja suatu variabel
adalah lebih rendah dari keinginan konsumen sehingga kinerja organisasi harus ditingkatkan
agar optimal. Kuadran I merupakan wilayah yang memuat faktor-faktor dianggap penting oleh
pelanggan tetapi pada kenyataannya faktor-faktor ini belum sesuai seperti yang di harapkan
(tingkat kepuasan yang diperoleh masih sangat rendah). Variabel-variabel yang masuk dalam
kuadran ini harus ditingkatkan. Caranya adalah organisasi melakukan perbaikan secara terus
menerus sehingga performance variableyang ada dalam kuadran ini akan meningkat.
Kuadran II maintain performance (kinerja dipertahankan), kinerja dan keinginan
konsumen pada suatu variabel berada pada tingkat tinggi dan sesuai, sehingga organisasi
cukup mempertahankan kinerja variabel tersebut. Kuadran II merupakan wilayah yang memuat
faktor-faktor yang dianggap oleh pelanggan sudah sesuai dengan yang dirasakannya sehingga
tingkat kepuasannya relatif lebih tinggi. Variabel-variabel yang termasuk dalam kuadran ini

harus tetap dipertahankan karena semua variabel ini menjadikan produk/jasa tersebut unggul di
mata pelanggan.
Kuadran III medium low priority (prioritas rendah/attributes to maintain), kinerja dan
keinginan konsumen pada suatu variabel berada pada tingkat rendah, sehingga organisasi
belum perlu melakukan perbaikan. Kuadran III adalah wilayah yang memuat faktor-faktor yang
dianggap kurang penting oleh pelanggan dan pada kenyataannya kinerjanya tidak terlalu
istimewa. Peningkatan variabel-variabel yang termasuk dalam kuadran ini dapat
dipertimbangkan kembali karena pengaruhnya terhadap manfaat yang dirasakan oleh
pelanggan sangat kecil.
Kuadran IV reduce emphasis (pelayanan berlebihan/main priority), kinerja organisasi
berada dalam tingkat tinggi tetapi keinginan konsumen akan kinerja dari variabel tersebut hanya
rendah, sehingga organisasi perlu mengurangi hasil yang dicapai agar dapat mengefisienkan
sumber daya organisasi. Kuadran IV adalah wilayah yang memuat faktor-faktor yang dianggap
kurang penting oleh pelanggan dan dirasakan terlalu berlebihan. Variabel-variabel yang
termasuk dalam kuadran ini dapat dikurangi agar perusahaan dapat menghemat biaya.
Berdasarkan hasil observasi Peters dalam Tjiptono dan Diana (2003:106-107)
menyimpulkan sepuluh kunci dalam pengukuran kepuasan pelanggan, yaitu:
1. Frekuensi, setiap organisasi perlu melakukan survey formal mengenai kepuasan
pelanggannya paling sedikit setiap 60 sampai dengan 90 hari sekali. Di samping itu juga
perlu diadakan survey informal paling sedikit setiap bulan sekali,
2. Format, sebaiknya yang melakukan survey formal adalah pihak ketiga di luar organisasi.
Hasil yang diperoleh harus disampaikan kepada semua pihak dalam organisasi. Setiap
keluhan dari pelanggan juga harus diketahui oleh semua jajaran organisasi, baik
manajemen maupun pegawai,
3. Isi (content), sebaiknya pertanyaan yang diajukan adalah pertanyaan-pertanyaan standar
yang dikuantitatifkan,
4. Desain isi, organisasi perlu melakukan pendekatan sistematis dalam memperhatikan setiap
pandangan yang ada. Tidak ada satu pun ukuran atau instrumen survey yang paling baik
untuk
segala
kondisi.
Oleh
karena
itu
diperlukan
pula
koordinasi
dan crosschecking terhadap berbagai ukuran yang ada,
5. Melibatkan setiap orang, focus grup informal harus melibatkan semua fungsi dan level dalam
organisasi. Dengan demikian mereka yang mengunjungi pelanggan haruslah terdiri dari

semua fungsi, semua level (dari pegawai front line sampai dengan manajemen puncak).
Demikian pula halnya dengan pemasok, grosir (wholesaler), dan anggota saluran distribusi
lainnya harus berpartisipasi, baik secara formal maupun informal,
6. Mengukur kepuasan setiap orang, organisasi harus mengukur kepuasan semua pihak, baik
pelanggan langsung maupun pelanggan tak langsung, yaitu pemakai akhir dan setiap
anggota saluran distribusi,
7. Kombinasi berbagai ukuran, ukuran yang digunakan harus dibatasi pada skor kuantitatif
gabungan terhadap a) beberapa individu, misalnya pegawai bagian laboratorium, b)
kelompok (tim pengiriman atau pusat reservasi), c) fasilitas (kantor tata usaha,
laboratorium), dan d) divisi (bagian kurikulum, peserta didik),
8. Hubungan dengan kompensasi dan reward lainnya, hasil pengukuran kepuasan pelanggan
harus dikaitkan dengan sistem kompensasi dan reward lainnya. Misalnya dijadikan variabel
utama dalam penentuan kompensasi insentif dalam penjualan,
9. Penggunaan ukuran secara simbolik, ukuran kepuasan pelanggan yang digunakan perlu
dipasang dan ditempatkan di setiap bagian organisasi,
10. Bentuk pengukuran lainnya, setiap deskripsi kerja harus mencakup pula deskripsi kualitatif
mengenai hubungan pegawai yang bersangkutan dengan pelanggan, dan setiap evaluasi
kinerja harus mencakup penilaian terhadap sejauh mana seorang karyawan
memiliki customer orientation.

Pembentukan Fokus pada Pelanggan


Fokus pada pelanggan menurut International Standard Organization (2000:5) ialah top
manajemen harus menjamin persyaratan/keinginan pelanggan yang ditetapkan dan
dipenuhinya tujuan meningkatkan kepuasan pelanggan. Whitely dalam Goetsch dan Davis
(1994:149-150) mengemukakan karakteristik organisasi yang sukses dalam membentuk fokus
pada pelanggan, yaitu:
1. Visi, komitmen, dan suasana
Manajemen menunjukkan (baik dengan kata dan tindakan) bahwa pelanggan itu penting
bagi organisasi, organisasi memiliki komitmen besar terhadap kepuasan pelanggan, dan
kebutuhan pelanggan lebih diutamakan dari kebutuhan internal organisasi. Salah satu cara

untuk menunjukkan komitmen itu adalah menjadikan fokus pada pelanggan sebagai faktor
utama dalam pertimbangan kenaikan pangkat (promosi) dan kompensasi.
2. Penjajaran dengan pelanggan
Organisasi yang bersifat customer driven (menyesuaikan dengan perubahan selera
pelanggan) menyejajarkan dirinya dengan para pelanggan. Hal ini tercermin dalam beberapa
hal, yaitu a) pelanggan berperan sebagai penasihat dalam penjualan barang dan pelayanan, b)
pelanggan tidak pernah dijanjikan sesuatu yang lebih daripada yang dapat diberikan, c)
pegawai memahami atribut produk yang paling dihargai pelanggan, dan d) masukan dan umpan
balik dari pelanggan dimasukkan dalam proses pengembangan produk/pelayanan.
3. Kemauan untuk mengidentifikasi dan mengatasi permasalahan pelanggan
Organisasi yang bersifat customer driven selalu berusaha untuk mengidentifikasi dan
mengatasi permasalahan para pelanggannya. Hal ini tercermin dalam hal, yaitu a) keluhan
pelanggan dipantau dan dianalisa, b) selalu mengupayakan adanya umpan balik dari
pelanggan, dan c) organisasi berusaha mengidentifikasi dan menghilangkan proses, prosedur,
dan sistem internal yang tidak menciptakan nilai bagi pelanggan.
4. Memanfaatkan informasi dari pelanggan
Organisasi yang bersifat customer driven tidak hanya mengumpulkan umpan balik dari
pelanggan, tetapi juga menggunakan dan menyampaikannya kepada semua pihak yang
membutuhkan dalam rangka melakukan perbaikan. Pemanfaatan informasi pelanggan ini
tercermin dalam hal, yaitu a) semua pegawai memahami bagaimana pelanggan menentukan
kualitas, b) pegawai pada semua level diberi kesempatan untuk bertemu dengan pelanggan, c)
pegawai mengetahui siapa yang menjadi pelanggan sesungguhnya, d) organisasi memberikan
informasi yang membantu terciptanya harapan realistis kepada para pelanggan, prinsip
dasarnya ialah janjikan apa yang bisa diberikan, tetapi berikan lebih dari yang dijanjikan, dan e)
pegawai dan manajer memahami kebutuhan dan harapan pelanggan.

5. Mendekati para pelanggan


Berdasarkan pendekatan TQM, tidak cukup bila organisasi hanya pasif dan menunggu
umpan balik yang disampaikan oleh pelanggannya. Berbagai bidang yang kompetitif menuntut
pendekatan yang lebih aktif. Mendekati pelanggan berarti melakukan hal-hal yaitu a)
memudahkan pelanggan untuk menjalankan bisnis, b) berusaha untuk mengatasi semua

keluhan pelanggan, dan c) memudahkan pelanggan dalam menyampaikan keluhannya,


misalnya melalui telepon, surat, dan datang langsung.
6. Kemampuan, kesanggupan, dan pemberdayaan pegawai
Pegawai diperlukan sebagai profesional yang memiliki kemampuan dan diberdayakan
untuk menggunakan pertimbangannya sendiri dalam melakukan hal-hal yang dianggap perlu
dalam rangka memuaskan kebutuhan pelanggan. Hal ini berati setiap pegawai memahami
produk/jasa yang mereka tawarkan dan kebutuhan pelanggan yang berkaitan dengan
produk/jasa tersebut. Ini juga berarti bahwa pegawai diberi sumber daya dan dukungan yang
diperlukan dalam memenuhi kebutuhan pelanggan.
7. Penyempurnaan produk dan proses secara terus-menerus
Organisasi yang bersifat customer driven melakukan setiap tindakan yang diperlukan
untuk secara terus-menerus memperbaiki produk/jasa dan proses yang menghasilkan
produk/jasa tersebut. Pendekatan ini diwujudkan dalam hal, yaitu a) kelompok fungsional
internal bekerja sama untuk mencapai sasaran bersama, b) praktik-praktik terbaik yang
berkaitan dengan bidang pendidikan dipelajari dan dilaksanakan, c) waktu siklus riset dan
pengembangan secara terus-menerus dikurangi, d) setiap masalah diatasi dengan segera, dan
e) investasi dalam pengembangan ide-ide inovatif dilakukan.
Ketujuh karakteristik tersebut dapat digunakan sebagai pedoman dan membentuk fokus
pada pelanggan. Pada tahap awal setiap organisasi perlu melakukan analisis diri. Dalam
analisis ini akan ditentukan karakteristik mana yang sudah dan belum ada dalam organisasi.
Organisasi perlu mewujudkan karakteristik yang belum ada tersebut sehingga fokus pada
pelanggan dapat terbentuk.

Anda mungkin juga menyukai