Anda di halaman 1dari 13

MEMAHAMI KEPUASAN PELANGGAN

DEFINISI  PELANGGAN

Mutu suatu produk adalah tergantung dari tingkat kepuasan pelanggan di dalam menggunakan
produk tersebut.  Bila dihubungkan dengan lembaga pendidikan Islam, maka bermutu atau
tidaknya lembaga pendidikan tersebut, tergantung kepada puas atau tidaknya masyarakat yang
menjadi konsumen lembaga pendidikan itu.  Namun sebelum membahasa tentang teori-terori
konsep kepuasan pelanggan, maka akan didefinisikan dahulu mengenai apa sebenarnya yang
disebut dengan pelanggan.  Gasperz memberikan beberapa definisi tentang pelanggan, yaitu :

1. Pelanggan adalah orang yang tidak tergantung kepada kita, tetapi kita yang tergantung
padanya.
2. Pelanggan adalah orang yang membawa kita kepada keinginannya.
3. Tidak ada seorang pun yang pernah menang beradu argumentasi dengan pelanggan.
4. Pelanggan adalah orang yang teramat penting yang tidak dapat dihapuskan.

Dari beberapa definisi pelanggan di atas, maka dapat disimpulkan bahwasannya palanggan adalah
orang yang menggunakan jasa kita untuk memenuhi tuntutan kebutuhan mereka, dan kita
membutuhkan mereka untuk dapat menjalankan lembaga atau badan yang kita kelola.

2.         Prinsip Dasar Kepuasan Pelanggan

            Konsep mengenai apa sebenarnya kepuasan pelanggan banyak telah dinyatakan oleh para
pakar.  Nasution mengutip Tse dan Wilton menyatakan bahwa kepuasan agtau ketidakpuasan
pelanggan adalah respons pelanggan terhadap evaluasi ketidaksesuaian/diskormasi yang
dirasakan antara harapan sebelumnya (atau norma kinerja lainnya) dan kinerja aktual produk yang
dirasakan setelah pemakaiannya.  Sedangkan Kotler sebagaimana dikutip oleh Nasution
menyatakan bahwa kepuasan pelanggan adalah tingkat perasaan seseorang setelah
membandingkan  kinerja atau hasil yang ia rasakan dibandingkan dengan harapannya.  Dari
beberapa definisi di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa kepuasan pelanggan adalah suatu
kondisi di mana kondisi terakhir yang diterima oleh pelanggan dari produk yang ia dapat,  sesuai
dengan yang ia harapkan dari produk tersebut.  Apabila dikaitkan dengan lembaga pendidikan,
maka dapat apa yang didapatkan oleh masyarakat pengguna lembaga pendidikan kita, sesuai
dengan apa yang ia harapkan dari lembaga pendidikan tersebut.

KEPUASAN PELANGGAN
Hakikatnya tujuan organisasi adalah menciptakan dan mempertahankan para pelanggan.
Berdasarkan pendekatan TQM, kualitas menurut Tjiptono dan Diana (2003:101) ditentukan oleh
pelanggan. Oleh karena itu hanya dengan memahami proses dan pelanggan maka organisasi dapat
menyadari dan menghargai makna kualitas. Semua usaha manajemen dalam TQM diarahkan pada
satu tujuan utama, yaitu terciptanya kepuasan pelanggan.
Band (1991) berpendapat kepuasan pelanggan merupakan suatu tingkatan di mana
kebutuhan, keinginan, dan harapan dari pelanggan dapat terpenuhi yang akan mengakibatkan
terjadinya pembelian ulang atau kesetiaan yang berlanjut. Gerson (1993:5) mengemukakan
customer satisfaction it is the customer’s perception that his or her expectations have been met or
surpassed. Kepuasan pelanggan adalah persepsi pelanggan tentang harapannya apakah telah sesuai
atau melebihi dari yang diharapkannya terhadap suatu organisasi. Disimpulkan kepuasan
pelanggan adalah sejauh mana kinerja produk memenuhi harapan pemakai. Jika kinerja produk
lebih rendah daripada harapan pelanggan, maka pembelinya tidak puas. Bila prestasi sesuai atau
melebihi harapan, maka pembelinya merasa puas.
Tingkat kepuasan adalah fungsi dari perbedaan antara kinerja yang dirasakan dan harapan
(Kotler, 1997). Dengan demikian, harapan pelanggan melatarbelakangi mengapa dua organisasi
pada jenis bisnis yang sama dapat dinilai berbeda oleh pelanggannya. Dalam konteks kepuasan
pelanggan, umumnya harapan merupakan perkiraan atau keyakinan pelanggan tentang apa yang
akan diterimanya. Harapan mereka dibentuk oleh pengalaman pembelian dahulu, komentar teman
dan kenalannya serta janji dari organisasi tersebut. Harapan-harapan pelanggan ini dari waktu ke
waktu berkembang seiring dengan semakin bertambahnya pengalaman pelanggan.
Adanya kepuasan pelanggan dapat memberikan beberapa manfaat, yaitu menurut Tjiptono
(2004:9) adalah 1) terjalin hubungan yang harmonis antara organisasi dan pelanggan, 2)
memberikan dasar yang baik bagi pembelian ulang, 3) mendorong terciptanya loyalitas pelanggan,
4) membentuk suatu rekomendasi dari mulut ke mulut (word of mouth) yang menguntungkan bagi
organisasi, 5) reputasi perusahaan menjadi baik di mata pelanggan, dan 6) laba yang diperoleh
dapat meningkat.
Pelanggan merupakan penerima hasil kerja suatu organisasi, sehingga merekalah yang
dapat menentukan kualitasnya seperti apa dan hanya mereka yang dapat menyampaikan apa dan
bagaimana kebutuhan mereka. Hal ini merupakan penyebab munculnya slogan kualitas dimulai
dari pelanggan.
Ada beberapa unsur penting menurut Tjiptono dan Diana (2003:103) di dalam kualitas
yang ditetapkan pelanggan, yaitu 1) pelanggan haruslah merupakan prioritas utama organisasi,
kelangsungan organisasi tergantung pada pelanggan, 2) pelanggan yang dapat diandalkan
merupakan pelanggan yang paling penting, pelanggan yang dapat diandalkan adalah pelanggan
yang membeli/memakai produk secara berulang/berkali-kali dan pelanggan yang merasa puas
terhadap produk organisasi, dan 3) kepuasan pelanggan dijamin dengan menghasilkan produk
berkualitas tinggi, kepuasan berimplikasi pada perbaikan terus-menerus sehingga kualitas harus
diperbaharui setiap saat agar pelanggan tetap puas dan loyal.
Kepuasan pelanggan merupakan prioritas paling utama dalam organisasi TQM, sehingga
organisasi harus memiliki fokus pada pelanggan. Kunci untuk membentuk fokus pada pelanggan
adalah menempatkan pegawai untuk berhubungan dengan pelanggan dan memberdayakan mereka
untuk mengambil tindakan yang diperlukan dalam rangka memuaskan pelanggan. Unsur penting
dalam pembentukan fokus pada pelanggan adalah interaksi antara pegawai dan pelanggan.

KEBUTUHAN PELANGGAN INTERNAL DAN EKSTERNAL


PELANGGAN INTERNAL
Adalah orang yang berada dalam perusahaan dan memiliki pengaruh terhadap kinerja perusahaan.
Misalnya bagian pembelian, produksi, penjualan, pembayaran gaji, rekrutmen, dan karyawan.
Bagian pembayaran gaji harus memandang karyawan yang dibayar gajinya sebagai pelanggan yang
harus dipuaskan.
Pembayar gaji bertindak sebagai pemasok internal, sedangkan karyawan sebagai pelanggan
internalnya.
Hubungan pemasok-pelanggan harus dipelaihara dalam sistem kualitas modern.
PELANGGAN EKSTERNAL
Adalah pembeli atau pemakai akhir produk, yang sering disebut pelanggan nyata.
Adalah pihak yang membayar untuk menggunakan produk yang dihasilkan.
Dalam sistem kualitas modern, prinsip hubungan pemasok-pelanggan harus dipelihara agar saling
memuaskan
Untuk mengetahui siapa konsumen kita, perusahaan harus melakukan penelitian segmentasi pasar.
Berdasarkan pendekatan tradisional, pelanggan tidak dilibatkan dalam proses
pengembangan produk. Apabila pendekatan ini digunakan dalam situasi persaingan yang
kompetitif, maka organisasi akan sangat sulit bersaing dan sangat mungkin mengalami kehancuran.
Kebutuhan pelanggan dalam pendekatan TQM diidentifikasi sebagai bagian dari pengembangan
produk. Tjiptono dan Diana (2003:108) berpendapat tujuan organisasi menggunakan pendekatan
ini adalah untuk melampaui harapan pelanggan, buka sekedar memenuhinya. Untuk itu perlu
dikumpulkan informasi yang akurat mengenai kebutuhan dan keinginan pelanggan atas
produk/jasa yang dihasilkan organisasi.
Organisasi dengan demikian dapat memahami dengan baik perilaku pelanggan pada pasar
sasarannya, sehingga organisasi dapat menyusun strategi dan program yang tepat dalam rangka
memanfaatkan peluang yang ada, menjalin hubungan dengan setiap pelanggan dan mengungguli
para pesaingnya. Untuk mengidentifikasi kebutuhan pelanggan dapat digunakan suatu pendekatan
yang menurut Tjiptono dan Diana (2003:108) terdiri dari atas enam langkah, yaitu:
1. Memperkirakan hasil,
2. Mengembangkan rencana untuk mengumpulkan informasi,
3. Mengumpulkan informasi,
4. Menganalisa hasil,
5. Memeriksa kesahihan (validitas) kesimpulan,
6. Mengambil tindakan.
Kunci utama untuk mengidentifikasi kebutuhan pelanggan internal adalah komunikasi
secara terus-menerus antarpegawai yang saling terkait dan tergantung satu sama lain sebagai
individu dan antardepartemen yang saling tergantung sebagai suatu unit. Komunikasi tersebut
setiap pihak menyampaikan kebutuhannya kepada pihak lain, sehingga terjadi saling pengertian
dan kerja sama antarindividu maupun antardepartemen dalam organisasi.
Untuk mendorong dan memudahkan komunikasi dapat digunakan mekanisme gugus mutu
(quality circles), self managed team, tim antardepartemen, dan tim perbaikan. Mekanisme ini selain
dapat memudahkan komunikasi di antara pelanggan dan pemasok internal, juga dapat
meningkatkan kualitas. Selain mekanisme tersebut terdapat berbagai cara lain dalam mendorong
komunikasi yang efektif, seperti pembicaraan santai saat istirahat dan pelatihan keterampilan
berkomunikasi.
Komunikasi secara berkesinambungan dengan pelanggan eksternal juga sangat penting
dalam pasar kompetitif. Strategi yang tepat dalam rangka pembentukan fokus pada pelanggan
adalah dengan jalan membentuk mekanisme efektif untuk memudahkan komunikasi dan kemudian
melaksanakannya. Salah satu alasan perlunya komunikasi secara terus-menerus adalah bahwa
kebutuhan pelanggan selalu berubah sepanjang waktu dan bahkan perubahannya dapat
berlangsung cepat. Melalui komunikasi ini organisasi dapat memantau setiap perkembangan dan
perubahan yang terjadi. Bila hal ini tidak terantisipasi maka organisasi dapat kalah dalam
persaingan. Faktor yang dapat menyebabkan timbulnya kebutuhan pelanggan yang baru antara lain
teknologi baru, persaingan pasar, perubahan selera, pergolakan sosial, dan konflik (daerah,
nasional, dan internasional).
Komunikasi yang baik dengan pelanggan harus mencakup pelanggan internal dan eksternal.
Apa yang diterapkan dalam berkomunikasi dengan pihak luar juga dapat digunakan dalam
berkomunikasi dengan pihak internal organisasi. Komunikasi dengan para pegawai tidak cukup
hanya dengan menyampaikan informasi seperti spesifikasi, standar, prosedur, dan metode kerja. Di
samping itu ada hal lain yang penting dalam komunikasi. Menurut Tjiptono dan Diana (2003:109)
hal tersebut adalah 1) perlu menyediakan sarana bagi pegawai untuk menyampaikan pandangan
dan idenya, dan 2) perlu menjelaskan kepada para pegawai mengenai tindakan-tindakan
manajemen yang menurut mereka berlawanan dengan kualitas.

MEMPERTAHANKAN PELANGGAN
CIRI PELANGGAN PUAS
1. Tetap setia lebih lama
2. Membeli lebih banyak
3. Memberi perhatian yang sedikit kepada iklan pesaing & kurang peka harga
4. Membicarakan hal yang baik tentang perusahaan dan produk
5. Menawarkan gagasan jasa atau produk kepada perusahaan
6. Biaya pelayanan lebih kecil dibandingkan pelanggan baru
Selain perusahaan wajib menjaga hubungan dengan para pemasok dan stakeholdernya, tapi
harus juga membangun ikatan, kesetiaan dan jaringan dengan para pelanggannya.
Untuk memperoleh pelanggan yang setia tidaklah mudah. Peusahaan dituntut memiliki
keterampilan yang cukup dalam mengumpulkan petunjuk, mengkualifikasikan petunjuk dan
pengkonversian pelanggan. Dalam hal mengumpulkan petunjuk, perusahaan bisa mengembangkan
komunikasinya lewat sarana iklan di media cetak maupun elektronik dalam menjaring calon
pelanggan baru.
Tugas berikutnya perusahaan harus mampu mengkualifikasi orang-orang yang dicurigai
nantinya bisa menjadi pelanggan untuk diwawancarai, melihat potensi dan daya beli mereka, dll.
Pemasar bisa menandai dan mengelompokkan para calon pelanggan dengan warna hitam, biru dan
merah. Warna hitam untuk menandai para pelanggan yang diyakini bisa menjadi pelanggan. Warna
biru untuk menandai pelanggan yang masih ragu-ragu dan warna merah untuk menandai
pelanggan yang sulit untuk dijadikan pelanggan. Setelah ditandai, maka perusahaan bisa melakukan
konversi pelanggan yang meliputi presentasi dan menjawab keberatan-keberatan pelanggan.
Terampil saja dalam menarik pelanggan baru ternyata tidak cukup, perusahaan harus mampu
mempertahankan mereka. Maka perusahaan harus lebih memperhatikan tingkat alih-setia
pelanggan, yaitu tingkat kehilangan pelanggan mereka, dan mengambil langkah-langkah untuk
menguranginya.
Terdapat empat langkah dalam proses tersebut yakni sebagai berikut :
1.    Perusahaan harus mendefinisikan dan mengukur tingkat retensi yaitu tingkat keloyalan pelanggan
pada produk perusahaan.
2.    Perusahaan harus mampu membedakan sebab-sebab berkurangnya pelanggan dan
mengidentifikasikan sebab-sebab yang dapat dikelola dengan lebih baik.
3.    Perusahaan harus mampu memperkirakan beberapa laba yang hilang saat kehilangan pelanggan.
4.    Perusahaan harus memperhitungkan berapa besar biaya untuk mengurangi tingkat peralihan
pelanggannya.1[8]

PEMBENTUKAN FOKUS PADA PELANGGAN


Fokus pada pelanggan menurut International Standard Organization (2000:5) ialah top
manajemen harus menjamin persyaratan/keinginan pelanggan yang ditetapkan dan dipenuhinya
tujuan meningkatkan kepuasan pelanggan. Whitely dalam Goetsch dan Davis (1994:149-150)
mengemukakan karakteristik organisasi yang sukses dalam membentuk fokus pada pelanggan,
yaitu:
1. Visi, komitmen, dan suasana
Manajemen menunjukkan (baik dengan kata dan tindakan) bahwa pelanggan itu penting
bagi organisasi, organisasi memiliki komitmen besar terhadap kepuasan pelanggan, dan kebutuhan
pelanggan lebih diutamakan dari kebutuhan internal organisasi. Salah satu cara untuk
menunjukkan komitmen itu adalah menjadikan fokus pada pelanggan sebagai faktor utama dalam
pertimbangan kenaikan pangkat (promosi) dan kompensasi.
2. Penjajaran dengan pelanggan

1
Organisasi yang bersifat customer driven (menyesuaikan dengan perubahan selera
pelanggan) menyejajarkan dirinya dengan para pelanggan. Hal ini tercermin dalam beberapa hal,
yaitu a) pelanggan berperan sebagai penasihat dalam penjualan barang dan pelayanan, b)
pelanggan tidak pernah dijanjikan sesuatu yang lebih daripada yang dapat diberikan, c) pegawai
memahami atribut produk yang paling dihargai pelanggan, dan d) masukan dan umpan balik dari
pelanggan dimasukkan dalam proses pengembangan produk/pelayanan.
3. Kemauan untuk mengidentifikasi dan mengatasi permasalahan pelanggan
Organisasi yang bersifat customer driven selalu berusaha untuk mengidentifikasi dan
mengatasi permasalahan para pelanggannya. Hal ini tercermin dalam hal, yaitu a) keluhan
pelanggan dipantau dan dianalisa, b) selalu mengupayakan adanya umpan balik dari pelanggan,
dan c) organisasi berusaha mengidentifikasi dan menghilangkan proses, prosedur, dan sistem
internal yang tidak menciptakan nilai bagi pelanggan.
4. Memanfaatkan informasi dari pelanggan
Organisasi yang bersifat customer driven tidak hanya mengumpulkan umpan balik dari
pelanggan, tetapi juga menggunakan dan menyampaikannya kepada semua pihak yang
membutuhkan dalam rangka melakukan perbaikan. Pemanfaatan informasi pelanggan ini
tercermin dalam hal, yaitu a) semua pegawai memahami bagaimana pelanggan menentukan
kualitas, b) pegawai pada semua level diberi kesempatan untuk bertemu dengan pelanggan, c)
pegawai mengetahui siapa yang menjadi pelanggan sesungguhnya, d) organisasi memberikan
informasi yang membantu terciptanya harapan realistis kepada para pelanggan, prinsip dasarnya
ialah janjikan apa yang bisa diberikan, tetapi berikan lebih dari yang dijanjikan, dan e) pegawai dan
manajer memahami kebutuhan dan harapan pelanggan.
5. Mendekati para pelanggan
Berdasarkan pendekatan TQM, tidak cukup bila organisasi hanya pasif dan menunggu
umpan balik yang disampaikan oleh pelanggannya. Berbagai bidang yang kompetitif menuntut
pendekatan yang lebih aktif. Mendekati pelanggan berarti melakukan hal-hal yaitu a) memudahkan
pelanggan untuk menjalankan bisnis, b) berusaha untuk mengatasi semua keluhan pelanggan, dan
c) memudahkan pelanggan dalam menyampaikan keluhannya, misalnya melalui telepon, surat, dan
datang langsung.
6. Kemampuan, kesanggupan, dan pemberdayaan pegawai
Pegawai diperlukan sebagai profesional yang memiliki kemampuan dan diberdayakan
untuk menggunakan pertimbangannya sendiri dalam melakukan hal-hal yang dianggap perlu
dalam rangka memuaskan kebutuhan pelanggan. Hal ini berati setiap pegawai memahami
produk/jasa yang mereka tawarkan dan kebutuhan pelanggan yang berkaitan dengan produk/jasa
tersebut. Ini juga berarti bahwa pegawai diberi sumber daya dan dukungan yang diperlukan dalam
memenuhi kebutuhan pelanggan.
7. Penyempurnaan produk dan proses secara terus-menerus
Organisasi yang bersifat customer driven melakukan setiap tindakan yang diperlukan untuk
secara terus-menerus memperbaiki produk/jasa dan proses yang menghasilkan produk/jasa
tersebut. Pendekatan ini diwujudkan dalam hal, yaitu a) kelompok fungsional internal bekerja sama
untuk mencapai sasaran bersama, b) praktik-praktik terbaik yang berkaitan dengan bidang
pendidikan dipelajari dan dilaksanakan, c) waktu siklus riset dan pengembangan secara terus-
menerus dikurangi, d) setiap masalah diatasi dengan segera, dan e) investasi dalam pengembangan
ide-ide inovatif dilakukan.
Ketujuh karakteristik tersebut dapat digunakan sebagai pedoman dan membentuk fokus
pada pelanggan. Pada tahap awal setiap organisasi perlu melakukan analisis diri. Dalam analisis ini
akan ditentukan karakteristik mana yang sudah dan belum ada dalam organisasi. Organisasi perlu
mewujudkan karakteristik yang belum ada tersebut sehingga fokus pada pelanggan dapat
terbentuk.

MENGUKUR KEPUSAN PELANGGAN


Pemantauan dan pengukuran kepuasan pelanggan juga menjadi hal yang esensial bagi
setiap organisasi. Hal ini dikarenakan langkah tersebut dapat memberikan umpan balik dan
masukan bagi keperluan pengembangan dan implementasi strategi organisasi dalam peningkatan
kepuasan pelanggan. Kepuasan pelanggan dapat diukur dengan berbagai metode. Beberapa macam
metode dalam pengukuran kepuasan pelanggan menurut Kotler dalam Tjiptono dan Diana
(2003:104-105) adalah:
1. Sistem keluhan dan saran, organisasi yang berpusat pada pelanggan (customer centered)
memberikan kesempatan yang luas kepada pelanggan untuk menyampaikan saran dan keluhan,
misalnya menyediakan kotak saran dan customer hot lines. Informasi yang dihimpun dapat
digunakan sebagai dasar pengembangan ide organisasi dan bereaksi secara tanggap dan cepat
untuk mengatasi masalah yang terjadi,
2. Ghost shopping, salah satu untuk memperoleh gambaran mengenai kepuasan pelanggan adalah
dengan mempekerjakan beberapa orang untuk berperan atau bersikap sebagai pembeli
potensial, kemudian melaporkan temuan-temuannya mengenai kekuatan dan kelemahan
produk organisasi dan pesaing berdasarkan pengalaman mereka dalam pembelian/pemakaian
produk. Selain itu para ghost shopper juga dapat mengamati cara penanganan setiap keluhan,
3. Lost customer analysis, organisasi seyogyanya menghubungi para pelanggan yang telah berhenti
membeli atau yang telah pindah pemasok agar dapat memahami latar belakang hal itu terjadi,
4. Survey kepuasan pelanggan, umumnya penelitian mengenai kepuasan pelanggan dilakukan
dengan penelitian survey dan menggunakan teknik wawancara. Hal ini karena dengan survey
organisasi akan memperoleh tanggapan dan umpan balik secara langsung dari pelanggan dan
memberi tanda (signal) positif bahwa organisasi memiliki perhatian terhadap pelanggan.

Metode Performance Importance Matrix digunakan untuk mengetahui kepuasan pelanggan


dengan cara responden diberi pertanyaan mengenai seberapa besar mereka mengharapkan suatu
atribut tertentu dan seberapa besar yang mereka rasakan. Responden diminta menuliskan
masalah-masalah yang mereka hadapi yang berkaitan dengan penawaran dari organisasi dan
diminta untuk menuliskan perbaikan-perbaikan yang mereka sarankan. Dan responden diminta
merangking elemen atau atribut penawaran berdasarkan derajat kepentingan setiap elemen dan
seberapa baik kinerja organisasi pada masing-masing elemen.
Beberapa dimensi pengukuran kepuasan pelanggan yang sering dipakai adalah 1)
responsiveness (ketanggapan), kemampuan untuk menolong pelanggan dan ketersediaan untuk
melayani pelanggan dengan baik, 2) reliability (keandalan), kemampuan untuk melakukan
pelayanan sesuai yang dijanjikan dengan segera, akurat, dan memuaskan, 3) emphaty (empati), rasa
peduli untuk memberikan perhatian secara individual kepada pelanggan, memahami kebutuhan
pelanggan, dan pengetahuan untuk dihubungi, 4) assurance (jaminan) pengetahuan, kesopanan
petugas, dan sifatnya yang dapat dipercaya sehingga pelanggan terbebas dari risiko, dan 5)
tangibles (bukti langsung), meliputi fasilitas fisik, perlengkapan karyawan, dan sarana komunikasi.
Bentuk metode Performance Importance Matrix untuk mengukur kepuasan pelanggan
adalah:
1. Traditional Approach, berdasarkan pendekatan ini pelanggan diminta memberikan penilaian atas
masing-masing indikator produk atau jasa yang mereka nikmati (pada umumnya menggunakan
skala Likert) yaitu dengan cara memberikan rating dari 1 (sangat tidak puas) sampai 5 (sangat
puas), selanjutnya dihitung nilai rata-rata tiap variabel dan dibandingkan dengan nilai secara
keseluruhan,
2. Analisis Secara deskriptif, seringkali penilaian kepuasan pelanggan tidak hanya berhenti sampai
diketahui puas atau tidak puas, yaitu dengan menggunakan analisis statistik secara deskriptif,
misalnya melalui penghitungan nilai rata-rata, nilai distribusi, dan standar devisiasi,
3. Analisis Importance and Performance Matrix (IPM), konsep ini mengukur tingkat kepentingan
pelanggan (customer expectation) diukur dalam kaitannya dengan apa yang seharusnya
dikerjakan oleh suatu organisasi agar menghasilkan produk atau jasa yang berkualitas tinggi.
Lebih rinci hubungan importance (kepentingan pelanggan) dengan performance (penampilan
kinerja) seperti pada Gambar 1.

Gambar 1 Importance and Performance Matrix (Umar dalam Natalisa, 2007:93)

Kuadran I focus effort here (prioritas utama/attributes to improve), kinerja suatu variabel
adalah lebih rendah dari keinginan konsumen sehingga kinerja organisasi harus ditingkatkan agar
optimal. Kuadran I merupakan wilayah yang memuat faktor-faktor dianggap penting oleh
pelanggan tetapi pada kenyataannya faktor-faktor ini belum sesuai seperti yang di harapkan
(tingkat kepuasan yang diperoleh masih sangat rendah). Variabel-variabel yang masuk dalam
kuadran ini harus ditingkatkan. Caranya adalah organisasi melakukan perbaikan secara terus
menerus sehingga performance variable yang ada dalam kuadran ini akan meningkat.
Kuadran II maintain performance (kinerja dipertahankan), kinerja dan keinginan konsumen
pada suatu variabel berada pada tingkat tinggi dan sesuai, sehingga organisasi cukup
mempertahankan kinerja variabel tersebut. Kuadran II merupakan wilayah yang memuat faktor-
faktor yang dianggap oleh pelanggan sudah sesuai dengan yang dirasakannya sehingga tingkat
kepuasannya relatif lebih tinggi. Variabel-variabel yang termasuk dalam kuadran ini harus tetap
dipertahankan karena semua variabel ini menjadikan produk/jasa tersebut unggul di mata
pelanggan.
Kuadran III medium low priority (prioritas rendah/attributes to maintain), kinerja dan
keinginan konsumen pada suatu variabel berada pada tingkat rendah, sehingga organisasi belum
perlu melakukan perbaikan. Kuadran III adalah wilayah yang memuat faktor-faktor yang dianggap
kurang penting oleh pelanggan dan pada kenyataannya kinerjanya tidak terlalu istimewa.
Peningkatan variabel-variabel yang termasuk dalam kuadran ini dapat dipertimbangkan kembali
karena pengaruhnya terhadap manfaat yang dirasakan oleh pelanggan sangat kecil.
Kuadran IV reduce emphasis (pelayanan berlebihan/main priority), kinerja organisasi
berada dalam tingkat tinggi tetapi keinginan konsumen akan kinerja dari variabel tersebut hanya
rendah, sehingga organisasi perlu mengurangi hasil yang dicapai agar dapat mengefisienkan
sumber daya organisasi. Kuadran IV adalah wilayah yang memuat faktor-faktor yang dianggap
kurang penting oleh pelanggan dan dirasakan terlalu berlebihan. Variabel-variabel yang termasuk
dalam kuadran ini dapat dikurangi agar perusahaan dapat menghemat biaya.
Berdasarkan hasil observasi Peters dalam Tjiptono dan Diana (2003:106-107)
menyimpulkan sepuluh kunci dalam pengukuran kepuasan pelanggan, yaitu:
1. Frekuensi, setiap organisasi perlu melakukan survey formal mengenai kepuasan pelanggannya
paling sedikit setiap 60 sampai dengan 90 hari sekali. Di samping itu juga perlu diadakan survey
informal paling sedikit setiap bulan sekali,
2. Format, sebaiknya yang melakukan survey formal adalah pihak ketiga di luar organisasi. Hasil
yang diperoleh harus disampaikan kepada semua pihak dalam organisasi. Setiap keluhan dari
pelanggan juga harus diketahui oleh semua jajaran organisasi, baik manajemen maupun
pegawai,
3. Isi (content), sebaiknya pertanyaan yang diajukan adalah pertanyaan-pertanyaan standar yang
dikuantitatifkan,
4. Desain isi, organisasi perlu melakukan pendekatan sistematis dalam memperhatikan setiap
pandangan yang ada. Tidak ada satu pun ukuran atau instrumen survey yang paling baik untuk
segala kondisi. Oleh karena itu diperlukan pula koordinasi dan cross checking terhadap
berbagai ukuran yang ada,
5. Melibatkan setiap orang, focus grup informal harus melibatkan semua fungsi dan level dalam
organisasi. Dengan demikian mereka yang mengunjungi pelanggan haruslah terdiri dari semua
fungsi, semua level (dari pegawai front line sampai dengan manajemen puncak). Demikian pula
halnya dengan pemasok, grosir (wholesaler), dan anggota saluran distribusi lainnya harus
berpartisipasi, baik secara formal maupun informal,
6. Mengukur kepuasan setiap orang, organisasi harus mengukur kepuasan semua pihak, baik
pelanggan langsung maupun pelanggan tak langsung, yaitu pemakai akhir dan setiap anggota
saluran distribusi,
7. Kombinasi berbagai ukuran, ukuran yang digunakan harus dibatasi pada skor kuantitatif
gabungan terhadap a) beberapa individu, misalnya pegawai bagian laboratorium, b) kelompok
(tim pengiriman atau pusat reservasi), c) fasilitas (kantor tata usaha, laboratorium), dan d)
divisi (bagian kurikulum, peserta didik),
8. Hubungan dengan kompensasi dan reward lainnya, hasil pengukuran kepuasan pelanggan harus
dikaitkan dengan sistem kompensasi dan reward lainnya. Misalnya dijadikan variabel utama
dalam penentuan kompensasi insentif dalam penjualan,
9. Penggunaan ukuran secara simbolik, ukuran kepuasan pelanggan yang digunakan perlu dipasang
dan ditempatkan di setiap bagian organisasi,
10. Bentuk pengukuran lainnya, setiap deskripsi kerja harus mencakup pula deskripsi kualitatif
mengenai hubungan pegawai yang bersangkutan dengan pelanggan, dan setiap evaluasi kinerja
harus mencakup penilaian terhadap sejauh mana seorang karyawan memiliki customer
orientation.

Anda mungkin juga menyukai