Anda di halaman 1dari 7

Apakah Doa dan Usaha Bisa Mengubah Takdir?

Terkadang kita mendengar suara keluhan seseorang bahwa saya sudah beribadah dengan sungguhsungguh shalat, puasa, tapi tetap saja saya miskin, fakir, dan tidak memiliki apa-apa seperti halnya orang
lain. Ah mungkin inilah yang sudah ditakdirkan oleh Allah untuk saya. Dan mungkin Allah memang
sudah menetapkan nasibku seperti ini.
Sebagaimana yang kita ketahui bersama, mempercayai qada dan qadar adalah rukun iman yang ke enam
atau yang paling terakhir, hukumnya wajib dipercayai, diyakini dan diamalkan dengan sebenar-benarnya.
Namun qada dan qadar ini mendatangkan dua efek, kesan, dan pengaruh yang saling kontradiktif apabila
seseorang tidak memahami dengan betul akan makna takdir ilahi. Kedua kesan ini adalah:
1) Kesan yang pertama, ummat Islam tidak pernah akan merasakan stress dalam hidup. hidupnya
senantiasa dalam keadaan nyaman dan tenteram, serta terhindar dari sifat sifat mazmumah seperti, iri hati,
dengki. Dan meskipun dia hidup dalam suasana persaingan, maka ia akan menjalani persaingan dengan
cara yang sehat, sebab dalam hatinya segala apa yang menimpa dirinya sama halnya ia baik ataupun
buruk, tetap akan diserahkan kepada Allah. Ini adalah kesan yang positif dari pada qada dan qadar.
2) Kesan yang kedua adalah, seseorang boleh saja dengan alasan takdir, ia akan mengatakan tidak usah
berusaha bersusah payah, toh semuanya sudah ditentukan oleh Allah yang Maha Kuasa. Tidak perlu
belajar dan tidak perlu bekerja keras. Ini tentunya kesan yang negative pada diri seorang mumin.
kemungkinan inilah yang membuatkan Nabi melarang para sahabat untuk mendalami masalah takdir,
beliau berkata:


.--
(



)

Jika sahabatku menyebut perkara takdir, maka hentikanlah mereka (membahas takdir)
Ada dua hal yang perlu kita bicarakan mengenai takdir Allah, yaitu:
Pertama: Takdir merupakan rahasia Allah.
Oleh karena itu tak satupun manusia dalam dunia ini yang mampu mengetahui jangka nyawanya atau ajal
kematiannya, di mana akan mati? (di kampung sendiri ataukah di luar kampung, di negara sendiri ataukah
di luar negara), tatkala mati dalam keadaan apa?
Apakah kematiannya disebabkan oleh karena sakit, kecelakaan, atau mati biasa. Begitu juga halnya
dengan rezki yang diperoleh, berapa banyak jumlahnya?. Bahkan Rasulullah Saw tidak sanggup
menembusi hal-hal ghaib tersebut termasuk takdir ilahi. Disebutkan di dalam al-Quran:

.-50 :-

Katakanlah:Aku tidak mengatakan kepadamu, bahwa perbendaharaan Allah ada padaku,


dan tidak (pula) aku mengetahui yang ghaib dan tidak (pula) aku mengatakan kepadamu
bahwa aku ini malaikat. Aku tidak mengikuti kecuali apa yang telah diwahyukan kepadaku.
Katakanlah:Apakah sama orang yang buta dengan orang yang melihat. Maka apakah kamu
tidak memikirkan(nya).
Kerahasiaan ini ditegaskan dalam firman Allah:












.-59 :-




Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tak ada yang mengetahuinya kecuali
Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang ada di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai
daunpun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir bijipun
dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melaimkan tertulis
dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).
Dalam masalah ajal kematian, Allah telah menegaskan dalam firmanNya:

.-34 :-


Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat; dan
Dia-lah Yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim.Dan tiada
seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok.Dan
tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati.Sesungguhnya Allah
Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.
Kedua: Perubahan Takdir.
Kalau saya katakan bahwa takdir boleh berubah, kemungkinan besar banyak yang tidak setuju dan merasa
heran dan bertanya kok takdir boleh berubah? bukankah dalam riwayat penciptaan manusia, bahwa
ketika masih dalam rahim ibu, tatkala usia kandungan telah mencapai umur 40 hari, Malaikat diperintahkan
oleh Allah untuk menulis catatan. Di antaranya adalah mengenai ajal, rezeqi dan kehidupan baik dan
buruk. Bukankah ini takdir Allah yang sudah ditetapkan dan akan di bawa dalam kehidupan seseorang
sesuai dengan ketentuan-ketentuan tersebut?.
Untuk menjawab pertanyaan ini, ada baiknya kalau saya uraikan definisi Qada dan Qadar.
Qada bermaksud pelaksanaan, hasil, buah (realisasi), Adapun qadar bermaksud sukatan (anggaran).

Namun dalam bahasa melayu kedua-duanya digabungkan menjadi satu yaitu istilah TAKDIR. Kemudian
Takdir tersebut terbagi kepada dua bagian iaitu: Qada Mubram dan Qada Muallaq.
1) Qada Mubram: Adalah ketentuan Allah Taala yang pasti berlaku. Semua manusia pasti akan
menghadapinya, ingin atau tidak, mahu atau tidak mahu, senang ataupun tidak, setiap orang pasti akan
menjumpainya, sebab hal tersebut tidak dapat dihalang oleh sesuatu apa pun. Sebagai contohnya adalah
perkara kematian. Sebagaimana yang difirmankan oleh Allah:











.- 35 :Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan
dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu
dikembalikan.
Jadi masalah kematian merupakan perkara yang pasti dihadapi oleh setiap manusia. Karena ia merupakan
suatu kepastian maka dinamakan sebagai Qada Mubram. Oleh karena itu Allah tegaskan jenis Qada ini
dalam surah ar-Raad, ayat: 11:

}
.-11:-




Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, maka tak ada yang dapat
menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.
Rasulpun pernah bersabdah tentang jenis Qada ini:



-- (





)



:
Sesungguhnya Tuhanku berkata padaku: Wahai Muhammad! Sesungguhnya Aku kalau
sudah menentukan sesuatu maka tiada seorangpun yang sanggup menolaknya.
2) Qada Muallaq: Adalah takdir yang digantung atau bersyarat, dalam artian ketentuan tersebut boleh
berlaku dan terjadi, dan boleh juga tidak terjadi pada diri seseorang, bahkan ia bergantung kepada usaha
manusia itu sendiri, Qada ini yang telah disampaikan oleh Allah kepada Malaikat dan disimpan olehnya,
jenis Qada ini telah ditegaskan oleh Allah taala:

.-11 :-









Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah
keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.

Ayat ini dengan tegas menyatakan bahwa seseorang mampu merubah nasib dengan usaha sendiri, dan
dengan izin Allah Swt. Oleh karena itu agama memberikan dua syarat utama untuk mengubah takdir, yaitu
dengan cara memperbanyak doa dan menyambung silaturrahim.
Dalam kaitannya dengan perubahan umur manusia, para ulama berselisih faham tentang bolehkan
berubah atau tidak?, bolehkan dipanjangkan atau dikurangkan?. Hal ini disebabkan oleh adanya sumber
hukum yang secara zahir dari al-Quran yang menyatakan dengan jelas bahwa umur seseorang tidak akan
ditambah ataupun dikurangkan, yaitu firman Allah:

.-34 :Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu (kematian); maka apabila telah datang waktunya
mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak dapat (pula)
memajukannya.
Di samping ayat tersebut, terdapat juga hadits yang secara zahir menjelaskan bahwa doa dan silaturrahim
dapat memanjangkan umur seseorang, dan mampu melapangkan rezqinya. Hadits tesebut adalah

- - (
)



Tidak ada yang mampu menolak takdir Allah kecuali doa.
Oleh karena itu, doa dalam Islam sangat digalakkan dan Allah menjanjikan akan menerima doa seseorang
mukmin yang betul-betul mengharap diterima doanya, firman Allah:

)
.-60 :- (






Dan Tuhanmu berfirman, Berdo`alah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu..
(QS Al-Mumin 60).
Ayat ini dapat dipahami lebih mendalam bahwa doa disyariatkan dalam Islam pada dasarnya untuk
merubah nasib seseorang, sebab apalah gunanya seseoarang berdoa kalau ia tidak mengharap
perubahan dari Allah. Baik perubahan umur dengan dipanjangkan umurnya, atau mengharap rezki dengan
meminta ditambahkan rezkinya.


(










)

- Siapa saja yang ingin dimudahkan rezqinya, dan dipanjangkan umurnya, maka hendaklah
menyambung silaturrahim.

Kalau dicermati dan direnungkan, memang Allah dalam kenyataan ayat 34 pada surah al-Araf di atas tidak
akan merubah ajal seseorang, tapi perlu diketahui takdir yang dibagi kepada setiap insan itu bukan hanya
satu takdir, melainkan ada beberapa takdir.
Contohnya, Allah menentukan ajal si fulan untuk hidup selama 60 tahun, di samping itu juga Allah bagi
takdir lain untuk hidup sampai 70 tahun lamanya. Dalam artian sesuai dengan hadis di atas kalau si fulan
menyambung silaturrahmi maka takdir kedua akan ia capai, tapi kalau tidak maka ia akan dibagi takdir
yang pertama, yaitu akan hidup hanya sampai 60 tahun saja.
Pendapat ini telah ditegaskan oleh Ibnu Qutaibah dalam kitabnya Tawil Mukhtalaf al-Hadits, beliau
menjelaskan bahwa Tajil memiliki dua makna: pertama: Kehidupan yang lapang, kemudahan rezqi dan
sehat jasmani. Kedua: Penambahan umur, di mana Allah Swt mentakdirkan seseorang dengan dua takdir
umur, yaitu 100 dan 80, jika seseorang menyambung silaturrahim maka ia akan mencapai 100 tahun
umurnya, namun jika tidak maka ia hanya akan dapat umur 80 tahun.
Hal serupa dinyatakan oleh Ibnu Hajar dalam kitab Fathu al-Baari, beliau menerangkan bahwa
sesungguhnya hadits dan ayat Tajil boleh digabungkan bersama, yaitu dengan memahaminya kepada
dua bahagian. Yang pertama: Maksud penambahan adalah Allah menambahkan keberkatan hidup bagi
seorang mumin yang menjalin silaturrahim. Yang kedua: Hakikatnya adalah penambahan umur, di mana
seseorang yang menjalin dan menyambung silaturrahim akan ditambahkan umurnya secara angka.
Beliaupun memberikan contoh umur, misalnya, umur seseorang ditentukan Allah antara enam puluh tahun
dan seratus tahun, takdir pertama (enam puluh tahun) dinamakan sebagai Qadha Mubram, sementara
umur seratus tahun adalah Qadha Muallaq. Namun penambahan di sini adalah sesuai dengan ilmu
Malaikat dan pengetahuannya, bukan ilmu Allah. Dalam hal ini Ibnu Hajar memilih penafsiran pertama yaitu
menerjemahkan penambahan umur sebagai bentuk keberkatan hidup.
Pada permasalahan lain, misalnya penyakit, dalam satu riwayat disebutkan bahwa, penyakit dan obat
merupakan takdir ilahi.













.- -



:

Ya Rasulallah bagaimana pandangan engkau terhadap Ruqyah-ruqyah yang kami gunakan
untuk jampi, obat-obatan yang kami gunakan untuk mengobati penyakit, perlindunganperlindungan yang kami gunakan untuk menghindari dari sesuatu, apakah itu semua bisa
menolak takdir ALLAH ?Jawab Rasulullah saw : Semua itu adalah (juga) takdir ALLAH.
Satu riwayat juga disebutkan bahwa tatkala Umar bin Khattab dan rombongannya melakukan perjalanan
ke suatu tempat di Syiria, dan beliau tiba-tiba dikabarkan bahwa tempat yang dituju sedang dilanda
penyakit wabak, (penyakit menular), kemudian Umar bermusyawarah dengan rombongan untuk mencari
jalan keluar (way out ), lantas Umar dan rombongan sepakat untuk membatalkan perjalanan tersebut dan
kembali ke Madinah, kemudian salah seorang sahabat yang bernama Abu Ubaidah tiba-tiba memprotes
keputusan Umar yang tidak ingin melanjutkan perjalanan:







:



:












..

Abu Ubaidah bin al-jarrah berkataApakah kita hendak lari menghindari taqdir Allah? Umar
menjawab: Benar, kita menghindari suatu taqdir Allah dan menuju taqdir Allah yang lain.
Hadits ini memberikan gambaran jelas bahwa takdir itu bukan hanya satu melainkan berbilang.
Untuk mengakhiri bahasan ini saya sebutkan suatu kisah, di mana pada suatu hari malaikat Izra`il,
malaikat pencabut nyawa, memberi kabar kepada Nabi Daud a.s., bahwa si Fulan minggu depan akan
dicabut nyawanya. Namun ternyata setelah sampai satu minggu nyawa si Fulan belum juga mati,
sehinggalah Nabi Daud bertanya, mengapa si Fulan belum mati-mati juga, sementara engkau katakan
minggu lepas bahwa minggu depan kamu akan mencabut nyawanya.
Izra`il menjawab, ya betul saya berjanji akan mencabut nyawanya, tapi ketika sampai masa pencabutan
nyawa, Allah memberi perintah kepadaku untuk menangguhkannya dan membiarkan ia hidup lagi untuk 20
tahun mendatang, Nabi Daud bertanya, mengapa demikian?, Jawab Izra`il: orang tersebut sangat aktif
menyambung silaturrahim sesama saudaranya. Karena itu Allah memberikan tambahan umur selama 20
tahun kepadanya.
Jadi sebagai kesimpulan, semua peristiwa, kejadian dan keadaan yang telah dan yang akan kita hadapi,
semuanya di dalam pengetahuan dan pengamatan serta kekuasaan Allah, yang tidak terbelenggu, tidak
diikat dan tidak dibatasi oleh masa.
Takdir ada yang boleh berubah dan ada yang tidak akan berubah, yang boleh berubah dikenal dengan
istilah Qada Muallaq, yaitu takdir yang bergantung dan bersayarat, sementara takdir yang tidak akan
berubah dinamakan sebagai Qada Mubram, yaitu takdir yang pasti berlaku pada diri seseorang.
Adapun langkah untuk merubah takdir (nasib) yang muallaq adalah sebagai berikut:
1) Berusaha, yaitu dengan melakukan aksi terhadap apa saja yang diinginkan terjadi perubahan atasnya.
2) Berdoa, yaitu memanjatkan harapan kepada Allah terhadap maksud yang diinginkan diqabulkan
olehNya.
3) Tawakkal, yaitu menunggu keputusan, hasil daripada usaha dan doa yang diminta.
Setelah hal di atas dilakukan, maka kita tinggal menunggu ketentuan Allah yang disebut dengan (takdir).
Dan untuk menambahkan keyakinan kita terhadap perubahan takdir muallaq, ada baiknya kita renungi
bersama ayat di bawah ini:


-39 :-







Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan (apa yang Dia kehendaki),
dan disisi-Nya-lah terdapat Ummul-Kitab (Lauh Mahfuzh).
Semoga dalam bulan ramadhan ini, segala amal dan doa yang kita panjatkan kepada Allah Swt, boleh
menurunkan qada muallaq yang Allah sudah sediakan kepada kita semuanya. Amin.
DR. Kamaluddin Nurdin Marjuni
BA (AL-AZHAR). M.PHIL & PH.D (CAIRO)
Senior Lecturer Department of Islamic Theology & Religion
ISLAMIC SCIENCE UNIVERSITY OF MALAYSIA

Anda mungkin juga menyukai