Anda di halaman 1dari 8

Geta Virucha Meivila

(70 2011 024)

Apakah Doa dan Usaha Bisa Mengubah Takdir?


Share on facebookShare on twitterShare on emailShare on printMore Sharing Services101
Muhammad Nuh Rabu, 23 Muharram 1435 H / 27 November 2013 09:58 WIB

Terkadang kita mendengar suara keluhan


seseorang bahwa saya sudah beribadah dengan sungguh-sungguh shalat, puasa,
tapi tetap saja saya miskin, fakir, dan tidak memiliki apa-apa seperti halnya orang
lain. Ah mungkin inilah yang sudah ditakdirkan oleh Allah untuk saya. Dan
mungkin Allah memang sudah menetapkan nasibku seperti ini.
Sebagaimana yang kita ketahui bersama, mempercayai qada dan qadar adalah
rukun iman yang ke enam atau yang paling terakhir, hukumnya wajib dipercayai,
diyakini dan diamalkan dengan sebenar-benarnya.
Namun qada dan qadar ini mendatangkan dua efek, kesan, dan pengaruh yang
saling kontradiktif apabila seseorang tidak memahami dengan betul akan makna
takdir ilahi. Kedua kesan ini adalah:
1) Kesan yang pertama, ummat Islam tidak pernah akan merasakan stress dalam
hidup. hidupnya senantiasa dalam keadaan nyaman dan tenteram, serta terhindar
dari sifat sifat mazmumah seperti, iri hati, dengki. Dan meskipun dia hidup dalam
suasana persaingan, maka ia akan menjalani persaingan dengan cara yang sehat,
sebab dalam hatinya segala apa yang menimpa dirinya sama halnya ia baik
ataupun buruk, tetap akan diserahkan kepada Allah. Ini adalah kesan yang positif
dari pada qada dan qadar.
2) Kesan yang kedua adalah, seseorang boleh saja dengan alasan takdir, ia akan
mengatakan tidak usah berusaha bersusah payah, toh semuanya sudah
ditentukan oleh Allah yang Maha Kuasa. Tidak perlu belajar dan tidak perlu bekerja
keras. Ini tentunya kesan yang negative pada diri seorang mumin. kemungkinan
inilah yang membuatkan Nabi melarang para sahabat untuk mendalami masalah
takdir, beliau berkata:



.--

Jika sahabatku menyebut perkara takdir, maka hentikanlah mereka (membahas


takdir)

Ada dua hal yang perlu kita bicarakan mengenai takdir Allah, yaitu:

Pertama: Takdir merupakan rahasia Allah.


Oleh karena itu tak satupun manusia dalam dunia ini yang mampu mengetahui
jangka nyawanya atau ajal kematiannya, di mana akan mati? (di kampung sendiri
ataukah di luar kampung, di negara sendiri ataukah di luar negara), tatkala mati
dalam keadaan apa?
Apakah kematiannya disebabkan oleh karena sakit, kecelakaan, atau mati biasa.
Begitu juga halnya dengan rezki yang diperoleh, berapa banyak jumlahnya?.
Bahkan Rasulullah Saw tidak sanggup menembusi hal-hal ghaib tersebut termasuk
takdir ilahi. Disebutkan di dalam al-Quran:

.-50 :-



Katakanlah:Aku tidak mengatakan kepadamu, bahwa perbendaharaan Allah ada


padaku, dan tidak (pula) aku mengetahui yang ghaib dan tidak (pula) aku
mengatakan kepadamu bahwa aku ini malaikat. Aku tidak mengikuti kecuali apa
yang telah diwahyukan kepadaku. Katakanlah:Apakah sama orang yang buta
dengan orang yang melihat. Maka apakah kamu tidak memikirkan(nya).
Kerahasiaan ini ditegaskan dalam firman Allah:

.-59 :-

Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tak ada yang
mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang ada di daratan
dan di lautan, dan tiada sehelai daunpun yang gugur melainkan Dia
mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir bijipun dalam kegelapan bumi dan
tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melaimkan tertulis dalam kitab yang
nyata (Lauh Mahfuzh).
Dalam masalah ajal kematian, Allah telah menegaskan dalam firmanNya:












.-34 :-

Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari


Kiamat; dan Dia-lah Yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada
dalam rahim.Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa
yang akan diusahakannya besok.Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di
bumi mana dia akan mati.Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Mengenal.

Kedua: Perubahan Takdir.


Kalau saya katakan bahwa takdir boleh berubah, kemungkinan besar banyak yang
tidak setuju dan merasa heran dan bertanya kok takdir boleh berubah?
bukankah dalam riwayat penciptaan manusia, bahwa ketika masih dalam rahim
ibu, tatkala usia kandungan telah mencapai umur 40 hari, Malaikat diperintahkan
oleh Allah untuk menulis catatan. Di antaranya adalah mengenai ajal, rezeqi dan
kehidupan baik dan buruk. Bukankah ini takdir Allah yang sudah ditetapkan dan
akan di bawa dalam kehidupan seseorang sesuai dengan ketentuan-ketentuan
tersebut?.
Untuk menjawab pertanyaan ini, ada baiknya kalau saya uraikan definisi Qada dan
Qadar.
Qada bermaksud pelaksanaan, hasil, buah (realisasi), Adapun qadar bermaksud
sukatan (anggaran). Namun dalam bahasa melayu kedua-duanya digabungkan
menjadi satu yaitu istilah TAKDIR. Kemudian Takdir tersebut terbagi kepada dua
bagian iaitu: Qada Mubram dan Qada Muallaq.
1) Qada Mubram: Adalah ketentuan Allah Taala yang pasti berlaku. Semua
manusia pasti akan menghadapinya, ingin atau tidak, mahu atau tidak mahu,
senang ataupun tidak, setiap orang pasti akan menjumpainya, sebab hal tersebut
tidak dapat dihalang oleh sesuatu apa pun. Sebagai contohnya adalah perkara
kematian. Sebagaimana yang difirmankan oleh Allah:














.- 35 :-


Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan
keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya
kepada Kamilah kamu dikembalikan.
Jadi masalah kematian merupakan perkara yang pasti dihadapi oleh setiap
manusia. Karena ia merupakan suatu kepastian maka dinamakan sebagai Qada
Mubram. Oleh karena itu Allah tegaskan jenis Qada ini dalam surah ar-Raad, ayat:
11:

.-11:-

}

Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, maka tak ada
yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain
Dia.
Rasulpun pernah bersabdah tentang jenis Qada ini:



(





)



:
-Sesungguhnya Tuhanku berkata padaku: Wahai Muhammad! Sesungguhnya Aku
kalau sudah menentukan sesuatu maka tiada seorangpun yang sanggup
menolaknya.
2) Qada Muallaq: Adalah takdir yang digantung atau bersyarat, dalam artian
ketentuan tersebut boleh berlaku dan terjadi, dan boleh juga tidak terjadi pada diri
seseorang, bahkan ia bergantung kepada usaha manusia itu sendiri, Qada ini yang
telah disampaikan oleh Allah kepada Malaikat dan disimpan olehnya, jenis Qada ini
telah ditegaskan oleh Allah taala:

:-









.-11
Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka
merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.
Ayat ini dengan tegas menyatakan bahwa seseorang mampu merubah nasib
dengan usaha sendiri, dan dengan izin Allah Swt. Oleh karena itu agama
memberikan dua syarat utama untuk mengubah takdir, yaitu dengan cara
memperbanyak doa dan menyambung silaturrahim.
Dalam kaitannya dengan perubahan umur manusia, para ulama berselisih faham
tentang bolehkan berubah atau tidak?, bolehkan dipanjangkan atau dikurangkan?.
Hal ini disebabkan oleh adanya sumber hukum yang secara zahir dari al-Quran
yang menyatakan dengan jelas bahwa umur seseorang tidak akan ditambah
ataupun dikurangkan, yaitu firman Allah:

.-34 :-




Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu (kematian); maka apabila telah datang
waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak
dapat (pula) memajukannya.

Di samping ayat tersebut, terdapat juga hadits yang secara zahir menjelaskan
bahwa doa dan silaturrahim dapat memanjangkan umur seseorang, dan mampu
melapangkan rezqinya. Hadits tesebut adalah

(
)



- Tidak ada yang mampu menolak takdir Allah kecuali doa.
Oleh karena itu, doa dalam Islam sangat digalakkan dan Allah menjanjikan akan
menerima doa seseorang mukmin yang betul-betul mengharap diterima doanya,
firman Allah:

)
.-60 :- (






Dan Tuhanmu berfirman, Berdo`alah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan
bagimu.. (QS Al-Mumin 60).
Ayat ini dapat dipahami lebih mendalam bahwa doa disyariatkan dalam Islam pada
dasarnya untuk merubah nasib seseorang, sebab apalah gunanya seseoarang
berdoa kalau ia tidak mengharap perubahan dari Allah. Baik perubahan umur
dengan dipanjangkan umurnya, atau mengharap rezki dengan meminta
ditambahkan rezkinya.









)

- - (



Siapa saja yang ingin dimudahkan rezqinya, dan dipanjangkan umurnya, maka
hendaklah menyambung silaturrahim.
Kalau dicermati dan direnungkan, memang Allah dalam kenyataan ayat 34 pada
surah al-Araf di atas tidak akan merubah ajal seseorang, tapi perlu diketahui
takdir yang dibagi kepada setiap insan itu bukan hanya satu takdir, melainkan ada
beberapa takdir.
Contohnya, Allah menentukan ajal si fulan untuk hidup selama 60 tahun, di
samping itu juga Allah bagi takdir lain untuk hidup sampai 70 tahun lamanya.
Dalam artian sesuai dengan hadis di atas kalau si fulan menyambung silaturrahmi
maka takdir kedua akan ia capai, tapi kalau tidak maka ia akan dibagi takdir yang
pertama, yaitu akan hidup hanya sampai 60 tahun saja.
Pendapat ini telah ditegaskan oleh Ibnu Qutaibah dalam kitabnya Tawil Mukhtalaf
al-Hadits, beliau menjelaskan bahwa Tajil memiliki dua makna: pertama:
Kehidupan yang lapang, kemudahan rezqi dan sehat jasmani. Kedua: Penambahan
umur, di mana Allah Swt mentakdirkan seseorang dengan dua takdir umur, yaitu
100 dan 80, jika seseorang menyambung silaturrahim maka ia akan mencapai 100
tahun umurnya, namun jika tidak maka ia hanya akan dapat umur 80 tahun.
Hal serupa dinyatakan oleh Ibnu Hajar dalam kitab Fathu al-Baari, beliau
menerangkan bahwa sesungguhnya hadits dan ayat Tajil boleh digabungkan

bersama, yaitu dengan memahaminya kepada dua bahagian. Yang pertama:


Maksud penambahan adalah Allah menambahkan keberkatan hidup bagi seorang
mumin yang menjalin silaturrahim. Yang kedua: Hakikatnya adalah penambahan
umur, di mana seseorang yang menjalin dan menyambung silaturrahim akan
ditambahkan umurnya secara angka.
Beliaupun memberikan contoh umur, misalnya, umur seseorang ditentukan Allah
antara enam puluh tahun dan seratus tahun, takdir pertama (enam puluh tahun)
dinamakan sebagai Qadha Mubram, sementara umur seratus tahun adalah Qadha
Muallaq. Namun penambahan di sini adalah sesuai dengan ilmu Malaikat dan
pengetahuannya, bukan ilmu Allah. Dalam hal ini Ibnu Hajar memilih penafsiran
pertama yaitu menerjemahkan penambahan umur sebagai bentuk keberkatan
hidup.
Pada permasalahan lain, misalnya penyakit, dalam satu riwayat disebutkan bahwa,
penyakit dan obat merupakan takdir ilahi.












:

.- Ya Rasulallah bagaimana pandangan engkau terhadap Ruqyah-ruqyah yang kami
gunakan untuk jampi, obat-obatan yang kami gunakan untuk mengobati penyakit,
perlindungan-perlindungan yang kami gunakan untuk menghindari dari sesuatu,
apakah itu semua bisa menolak takdir ALLAH ?Jawab Rasulullah saw : Semua itu
adalah (juga) takdir ALLAH.
Satu riwayat juga disebutkan bahwa tatkala Umar bin Khattab dan rombongannya
melakukan perjalanan ke suatu tempat di Syiria, dan beliau tiba-tiba dikabarkan
bahwa tempat yang dituju sedang dilanda penyakit wabak, (penyakit menular),
kemudian Umar bermusyawarah dengan rombongan untuk mencari jalan keluar
(way out ), lantas Umar dan rombongan sepakat untuk membatalkan perjalanan
tersebut dan kembali ke Madinah, kemudian salah seorang sahabat yang bernama
Abu Ubaidah tiba-tiba memprotes keputusan Umar yang tidak ingin melanjutkan
perjalanan:

.




Abu Ubaidah bin al-jarrah berkataApakah kita hendak lari menghindari taqdir
Allah? Umar menjawab: Benar, kita menghindari suatu taqdir Allah dan menuju
taqdir Allah yang lain.
Hadits ini memberikan gambaran jelas bahwa takdir itu bukan hanya satu
melainkan berbilang.

Untuk mengakhiri bahasan ini saya sebutkan suatu kisah, di mana pada suatu hari
malaikat Izra`il, malaikat pencabut nyawa, memberi kabar kepada Nabi Daud a.s.,
bahwa si Fulan minggu depan akan dicabut nyawanya. Namun ternyata setelah
sampai satu minggu nyawa si Fulan belum juga mati, sehinggalah Nabi Daud
bertanya, mengapa si Fulan belum mati-mati juga, sementara engkau katakan
minggu lepas bahwa minggu depan kamu akan mencabut nyawanya.
Izra`il menjawab, ya betul saya berjanji akan mencabut nyawanya, tapi ketika
sampai masa pencabutan nyawa, Allah memberi perintah kepadaku untuk
menangguhkannya dan membiarkan ia hidup lagi untuk 20 tahun mendatang,
Nabi Daud bertanya, mengapa demikian?, Jawab Izra`il: orang tersebut sangat
aktif menyambung silaturrahim sesama saudaranya. Karena itu Allah memberikan
tambahan umur selama 20 tahun kepadanya.
Jadi sebagai kesimpulan, semua peristiwa, kejadian dan keadaan yang telah dan
yang akan kita hadapi, semuanya di dalam pengetahuan dan pengamatan serta
kekuasaan Allah, yang tidak terbelenggu, tidak diikat dan tidak dibatasi oleh masa.
Takdir ada yang boleh berubah dan ada yang tidak akan berubah, yang boleh
berubah dikenal dengan istilah Qada Muallaq, yaitu takdir yang bergantung dan
bersayarat, sementara takdir yang tidak akan berubah dinamakan sebagai Qada
Mubram, yaitu takdir yang pasti berlaku pada diri seseorang.

Adapun langkah untuk merubah takdir (nasib) yang muallaq adalah sebagai
berikut:
1) Berusaha, yaitu dengan melakukan aksi terhadap apa saja yang diinginkan
terjadi perubahan atasnya.
2) Berdoa, yaitu memanjatkan harapan kepada Allah terhadap maksud yang
diinginkan diqabulkan olehNya.
3) Tawakkal, yaitu menunggu keputusan, hasil daripada usaha dan doa yang
diminta.
Setelah hal di atas dilakukan, maka kita tinggal menunggu ketentuan Allah yang
disebut dengan (takdir). Dan untuk menambahkan keyakinan kita terhadap
perubahan takdir muallaq, ada baiknya kita renungi bersama ayat di bawah ini:


-39 :-








Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan (apa yang Dia
kehendaki), dan disisi-Nya-lah terdapat Ummul-Kitab (Lauh Mahfuzh).
Semoga dalam bulan ramadhan ini, segala amal dan doa yang kita panjatkan
kepada Allah Swt, boleh menurunkan qada muallaq yang Allah sudah sediakan
kepada kita semuanya. Amin.
DR. Kamaluddin Nurdin Marjuni
BA (AL-AZHAR). M.PHIL & PH.D (CAIRO)
Senior Lecturer Department of Islamic Theology & Religion
ISLAMIC SCIENCE UNIVERSITY OF MALAYSIA
(Blog Dr. Kamaluddin http://dr-kamaluddin-nurdin.blogspot.com/)

Anda mungkin juga menyukai