Anda di halaman 1dari 2

‫ق ۡٱل َم ۡوتَ َو ۡٱل َحيَ ٰوةَ لِيَ ۡبلُ َو ُكمۡ َأ ُّي ُكمۡ َأ ۡح َسنُ َع َماٗل ۚ َوهُ َو ۡٱل َع ِزي

ُز ۡٱل َغفُو ُر‬


َ َ‫ٱلَّ ِذي َخل‬
2. Dalam ayat ini diterangkan bahwa Tuhan yang memegang kekuasaan kerajaan dunia dan
kerajaan akhirat serta menguasai segala sesuatunya itu, adalah Tuhan yang menciptakan kematian
dan kehidupan. Hanya Dia yang menentukan saat kematian setiap makhluk. Jika saat kematian itu
telah tiba, tidak ada suatu apa pun yang dapat mempercepat atau memperlambatnya barang sekejap
pun. Demikian pula keadaan makhluk yang akan mati, tidak ada suatu apa pun yang dapat
mengubahnya dari yang telah ditentukan-Nya. Allah berfirman:

Dan Allah tidak akan menunda (kematian) seseorang apabila waktu kematiannya telah datang. Dan
Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan. (al-Munafiqun/63: 11)

Tidak seorang pun manusia atau makhluk hidup lain yang dapat menghindarkan diri dari kematian
yang telah ditetapkan Allah, sebagaimana firman-Nya:

Dimanapun kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu berada di dalam
benteng yang tinggi dan kukuh. (an-Nisa'/4: 78)

Demikian pula dinyatakan bahwa Allah yang menciptakan kehidupan. Maksudnya ialah bahwa Dialah
yang menghidupkan seluruh makhluk hidup yang ada di alam ini. Dialah yang menyediakan segala
kebutuhan hidupnya dan Dia pula yang memberikan kemungkinan kelangsungan jenis makhluk hidup
itu, sehingga tidak terancam kepunahan. Kemudian Dia pula yang menetapkan lama kehidupan suatu
makhluk dan menetapkan keadaan kehidupan seluruh makhluk. Dalam pada itu, Allah pun
menentukan sampai kapan kelangsungan hidup suatu makhluk, sehingga bila waktu yang ditentukan-
Nya itu telah berakhir, musnahlah jenis makhluk itu sebagaimana yang dialami oleh jenis-jenis hewan
purba.

Dalam ayat ini diterangkan bahwa Allah menciptakan kematian dan kehidupan adalah untuk menguji
manusia, siapa di antara mereka yang beriman dan beramal saleh dengan mengikuti petunjuk-
petunjuk yang dibawa Nabi Muhammad dan siapa pula yang mengingkarinya. Dari ayat di atas
dipahami bahwa dengan menciptakan kehidupan itu, Allah memberi kesempatan yang sangat luas
kepada manusia untuk memilih mana yang baik menurut dirinya. Apakah ia akan mengikuti hawa
nafsunya, atau ia akan mengikuti petunjuk, hukum, dan ketentuan Allah sebagai penguasa alam
semesta ini. Seandainya manusia ditimpa azab yang pedih di akhirat nanti, maka azab itu pada
hakikatnya ditimpakan atas kehendak diri mereka sendiri. Begitu juga jika mereka memperoleh
kebahagiaan, maka kebahagiaan itu datang karena kehendak diri mereka sendiri sewaktu hidup di
dunia.

Berdasarkan ujian itu pula ditetapkan derajat dan martabat seorang manusia di sisi Allah. Semakin
kuat iman seseorang semakin banyak amal saleh yang dikerjakannya. Semakin ia tunduk dan patuh
mengikuti hukum dan peraturan Allah, semakin tinggi pula derajat dan martabat yang diperolehnya di
sisi Allah. Sebaliknya jika manusia tidak beriman kepada-Nya, tidak mengerjakan amal saleh dan
tidak taat kepada-Nya, ia akan memperoleh tempat yang paling hina di akhirat.

Kehidupan duniawi adalah untuk menguji manusia, siapa di antara mereka yang selalu menggunakan
akal dan pikirannya memahami agama Allah, dan memilih mana perbuatan yang paling baik
dikerjakannya, sehingga perbuatannya itu diridai Allah. Juga untuk mengetahui siapa yang tabah dan
tahan mengekang diri dari mengerjakan larangan-larangan Allah dan siapa pula yang paling taat
kepada-Nya.

Ayat ini mendorong dan menganjurkan agar manusia selalu waspada dalam hidupnya. Hendaklah
mereka selalu memeriksa hati mereka apakah ia benar-benar seorang yang beriman, dan juga
memeriksa segala yang akan mereka perbuat, apakah telah sesuai dengan yang diperintahkan Allah
atau tidak, dan apakah yang akan mereka perbuat itu larangan Allah atau bukan. Jika perbuatan itu
telah sesuai dengan perintah Allah, bahkan termasuk perbuatan yang diridai-Nya, hendaklah segera
mengerjakannya. Sebaliknya jika perbuatan itu termasuk larangan Allah, maka jangan sekali-kali
melaksanakannya.

Pada akhir ayat ini, Allah menegaskan bahwa Dia Mahaperkasa, tidak ada satu makhluk pun yang
dapat menghalangi kehendak-Nya jika Ia hendak melakukan sesuatu, seperti hendak memberi pahala
orang-orang yang beriman dan beramal saleh atau hendak mengazab orang yang durhaka kepada-
Nya. Dia Maha Pengampun kepada hamba-hamba-Nya yang mau bertobat kepada-Nya dengan
menyesali perbuatan dosa yang telah dikerjakannya, berjanji tidak akan melakukan dosa itu lagi serta
berjanji pula tidak akan melakukan dosa-dosa yang lain.

Pada ayat ini, Allah menyebut secara bergandengan dua macam di antara sifat-sifat-Nya, yaitu sifat
Mahaperkasa dan Maha Pengampun, seakan-akan kedua sifat ini adalah sifat yang berlawanan. Sifat
Mahaperkasa memberi pengertian memberi kabar yang menakut-nakuti, sedang sifat Maha
Pengampun memberi pengertian adanya harapan bagi setiap orang yang mengerjakan perbuatan
dosa, jika ia bertobat. Hal ini menunjukkan bahwa Allah yang berhak disembah itu benar-benar dapat
memaksakan kehendak-Nya kepada siapa pun, tidak ada yang dapat menghalanginya. Dia
mengetahui segala sesuatu, sehingga dapat memberikan balasan yang tepat kepada setiap hamba-
Nya, baik berupa pahala maupun siksa. Dengan pengetahuan itu pula, Dia dapat membedakan
antara orang yang taat dan durhaka kepada-Nya, sehingga tidak ada kemungkinan sedikit pun
seorang yang durhaka memperoleh pahala atau seorang yang taat dan patuh memperoleh siksa.
Allah tidak pernah keliru dalam memberikan pembalasan.

Firman Allah lainnya yang menyebut secara bergandengan kabar peringatan dan pengharapan itu
ialah:

Kabarkanlah kepada hamba-hamba-Ku, bahwa Akulah Yang Maha Pengampun, Maha Penyayang,
dan sesungguhnya azab-Ku adalah azab yang sangat pedih. (al-hijr/15: 49-50)

Anda mungkin juga menyukai