Dosen Pengampu:
Dr. Roni Harsoyo, M.Pd
Disusun Oleh:
Firlina Sani Miftahul Ansory
NIM: 201200292
Ida Fitrotina
NIM: 201210179
Ifa Lidia Wati
NIM: 201210181
PENDAHULUAN
Aqidah Akhlak adalah mata pelajaran yang menanamkan dasar keimanan
pada seseorang. Aqidah akhlak merupakan keadaan batin seseorang yang menjadi
sumber lahirnya suatu perbuatan. Oleh karena itu, dalam menjalin suatu hubungan
antar sesama manusia harus dilandasi dengan akhlak yang karimah. Karena akhlak
ini tidak hanya dirasakan oleh manusia itu sendiri dalam kehidupan, namun juga
dalam kehidupan keluarga dan bermasyarakat serta bernegara. 2 Akidah, atau
keyakinan, adalah inti dari iman seorang Muslim, sementara Akhlak, atau
perilaku, mencerminkan bagaimana keyakinan ini diwujudkan dalam kehidupan
sehari-hari.
Sifat-sifat Allah dan Asmaul Husna adalah bagian yang sangat penting
dalam pemahaman Akidah dalam Islam. Mereka menggambarkan sifat-sifat Allah
yang maha kuasa, maha bijaksana, dan maha pengasih. Pemahaman yang benar
tentang sifat-sifat Allah dan Asmaul Husna memberikan fondasi yang kokoh
dalam menjalani kehidupan yang penuh pengabdian kepada-Nya. Ini juga
membantu umat Islam untuk memahami konsep tauhid (kepercayaan kepada satu
Allah) dengan lebih baik.
Dalam makalah ini, kami akan menggali dan mendiskusikan masing-
masing dari empat elemen tersebut, yaitu sifat-sifat Allah, Asmaul Husna, Islam
Wasathiyyah, dan radikalisme. Kami akan menyoroti pentingnya pemahaman
yang benar tentang sifat-sifat Allah dalam membentuk Akidah yang kuat. Selain
itu, kami akan menjelaskan konsep Islam Wasathiyyah dan betapa relevannya
dalam dunia Muslim yang penuh tantangan saat ini. Akhirnya, kami akan
membahas peran pemahaman Akidah dan Akhlak dalam melawan radikalisme dan
mengedepankan kedamaian dan toleransi sebagai nilai-nilai yang mendasari
agama Islam.
1
Mahasiswa S1 Jurusan Pendidikan Agama Islam IAIN Ponorogo.
2
Omar Muhammad al-Toumy al-Syaibany, Falsafah Pendidikan Islam, terj. Hasan Langgulung,
(Jakarta: Bulan Bintang, 1979), hlm. 312
1
PEMBAHASAN
Sifat Wajib (nafsiyah, salbiyah, ma’ani, dan ma’nawiyah), Sifat Mustahil,
dan Sifat Jaiz Allah Swt.
1. Sifat Wajib
Yang dimaksud dengan sifat wajib allah adalah sifat-sifat allah swt. yang pasti
dimiliki oleh allah swt, yang sesuai dengan keaguangannya sebagai pencipta
alam dam seisinya. Diantar sifat wajib allah adalah sebagai berikut:3
a. Wujud yang berarti ada
Adanya allah dibuktikan dengan adanya alam ini. Semua barang yang ada
di lingkungan kita pasti ada yang membuat. Adanya meja pasti ada yang
membuat yakni tukang. Alam ini pasti ada yang membuat dan tidak
mungkin ada dengan sendirinya. Allah berfirman dalam
QS. Ali-Imran: 2
3
Nur Syam, Buku Siswa Akidah Akhlak, (Jakarta: Direktorat Pendidikan Madrasah: 2014), 19-21
2
Semua makhluk ciptaan Allah Swt. akan rusak, sedangkan Dia sebagai
pencipta tidak akan rusak. Allah Swt. akan kekal selamanya dan Dia tidak
akan pernah mati.
Firman Allah Swt dalam surat Ar-Rahman: 27
3
ِإَّن َهلّلا َع َلى ُك ِّل َش ٍئ َقِد يٌر
Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu.
h. Iradah yang berarti berkehehdak
Manusia mempunyai kehendak, tetapi banyak yang tidak terlaksana.
Kehendak Allah Swt. pasti terlaksana karena Dia Maha Kuasa. Jika Allah
Swt. berkehendak, tidak satu pun yang dapat menolak. Dia tidak akan
pernah diperintah dan diatur pihak lain.
Allah berfirman
QS. Yasin: 82
ِإَّنَم ا َأْم ُرُه ِإَذ ا َأَرا َد َش ْي ًئا َأْن َيُق وَل َلُه ُك ْن َفَيُك وُن
Sesungguhnya keadaan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah
berkata kepadanya: "Jadilah!" maka terjadilah ia.
4
َّزَل َعَل َك اْلِكٰت ِبا ِّق ِّد ًقا ِّل ا َنْي َد ِه َا َل الَّت ٰرىَة اِاْل ِجْن َۙل
َب َحْل ُمَص َم َب َي ْي َو ْنَز ْو َو ْي َن ْي
Allah, tidak ada tuhan selain Dia, Yang Mahahidup lagi Maha Mengurus
(makhluk-Nya) secara terus-menerus (2). Dia menurunkan kepadamu
(Nabi Muhammad) Kitab (Al-Qur’an) dengan hak, membenarkan (kitab-
kitab) sebelumnya, serta telah menurunkan Taurat dan Injil (3)
ۚ ا َّلِذ ي َن آ َم ُنوا اَل ُتَق ِّد ُم وا َبْي َن َيَد ِي ال َّلِه َوَرُس وِلِه ۖ َو ا َّتُق وا ال َّلَه َيا َأُّيَه ا
ِم ِل
َس ي ٌع َع ي ٌم ِإَّن ال َّلَه
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan
Rasulnya dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha
Mendengar lagi Maha Mengetahui.
5
َك َّل الّٰل ٰس ى َتْك ِل ۚا
ْيًم َو َم ُه ُمْو
Dan Allah telah berbicara kepada Musa dengan langsung.
n. Qadiran yang berarti Yang Maha Kuasa
Sesungguhnya Allah Zat Yang Mahakuasa atas segala sesuatu
o. Muridan yang berarti yang Maha Berkehendak
Sesungguhnya Allah Zat Yang Maha Berkehendak atas segala sesuatu
p. ‘aliman yang berarti Yang Maha Mengetahui.
Sesungguhnya Allah Zat Yang Maha Mengetahui atas segala sesuatu.
q. Hayyan yang berarti Yang Maha Hidup.
Sesungguhnya Allah Zat Yang Mahahidup, hidup selamnya dan tidak akan
mati.
r. Sami’an yang berarti Maha Mendengar
Sesungguhnya Allah Zat Yang Maha Mendengar atas segala sesuatu.
s. Basiran yang berartiYang Maha Melihat.
Sesungguhnya Allah adalah Zat Yang Maha Melihat atas segala sesuatu
t. Mutakalliman yang berarti Yang Maha Berfirman
Sesungguhnya Allah Zat Yang Maha Berkata-kata atau Maha Berfirman
6
sifat ma’nawiyah. Yang termasuk sifat ma’ani ada tujuh, yaitu: qudrat,
iradat, ‘ilmu, hayat, sama’, basar, kalam.
Sifat-sifat ma’ani ini adalah sifat-sifat yang juga dimiliki oleh makhluk.
Bedanya, jika yang memiliki sifat ini Allah maka sifat ini tidak tebatas,
sedangkan jika yang memiliki sifat ini makhluk, maka sifat ini terbatas.
Contohnya: Allah Maha hidup artinya selamanya dan tidak akan mati.
Sedangkan makhluk-Nya juga hidup, tapi suatu saat akan mati.
4) Sifat Ma’nawiyah, yaitu sifat yang selalu tetap ada pada zat Allah dan
tidak mungkin pada suatu ketika Allah tidak bersifat demikian. Jumlah
sifat ma’nawiyah sama dengan jumlah sifat ma’ani, yaitu: qadiran,
muridan, ‘aliman, hayyan, sami’an, Basiran, mutakalliman.
Sifat-sifat ini sebagai penguat dari sifat-sifat ma’ani Allah. Dengan
demikian, sifat ma’ani Allah dan ma’nawiyah-Nya tidak bisa
dipisahkan satu dengan yang lainnya, sebab setiap ada sifat ma’ani
tentu ada sifat ma’nawiyah. Dengan kata lain, sifat ma’anawiyah Allah
menggambarkan keberadaan dan Zat Allah yang terus menerus
memiliki sifat ma’ani. Jika disebutkan Allah bersifat Qudrat (Kuasa),
artinya secara otomatis Allah adalah Zat Yang Maha Kuasa dan akan
tetap seperti itu tanpa ada batasnya.
2. Sifat Mustahil
Sifat mustahil bagi Allah menurut Syekh Mufti Ahmad Pangeran adalah setiap
sifat yang tidak patut bagi Allah ta’ala. Sifat ini dihadirkan sebagai lawan dari
sifat yang wajib bagi Allah ta’ala.
Oleh karena itu, penyebutannya pun juga disebutkan secara berurutan
sebagaimana sifat yang wajib bagi Allah. Berikut adalah 20 sifat yang mustahil
adanya bagi Allah ta’ala yang peneliti sajikan dalam bentuk tabel untuk
memudahkan:
1. Adam Artinya adalah tiada
2. Hudûst Artinya adalah baharu alias ada kemudian daripada tiada
3. Fana Artinya adalah binasa atau tidak kekal
7
4. Mumâtsalatu li al Hawâditsi Artinya sama dengan makhluknya
5. Lâ Yakûnu Qâiman binafsihi Artinya adalah Allah tidak berdiri sendiri,
seperti berkehendak kepada zat atau yang memperbuatnya
6. Lâ Yakûnu Wâhidan Artinya Allah tidak esa, seperti bersusun zat Nya, ada
bandingan bagi zat atau sifat-Nya, dan ada yang bisa memberi bekas selain
diri-Nya
7. ‘Ajzun Artinya lemah daripada mengadakan sesuatu yang mungkin atau
meniadakannya
8. Karâhah Artinya adalah tidak berkehendak seperti tercegah untuk
mengadakan sesuatu atau meniadakannya
9. Jahlun Artinya adalah tidak tahu akan sesuatu, bebal, lali, lupa, tidur,
mengantuk, syak, zhan
10. Mautun Artinya mati atau hidup dengan ruh
11. Shummun Artinya tuli atau mendengar dengan telinga
12. ‘Umyun Artinya buta atau melihat dengan mata, memerlukan cahaya
13. Bukmun Artinya bisu atau berkata dengan lidah, huruf, atau suara
14. ‘Ajizan Artinya yang lemah
15. Karâhah (mukrahah) Artinya adalah yang tidak berkehendak dan tidak
menentukan sesuatu
16. Jâhilan Artinya adalah yang bebal
17. Mayyitan Artinya adalah yang mati
18. Ashamma Artinya adalah yang tuli
19. A’mâ Artinya adalah yang buta
20. Abkama Artinya adalah yang bisu 4
3. Sifat Jaiz
Yang dimaksud sifat jaiz Allah Swt. adalah sifat kebebasan Allah, yakni
kebebasan yang dimiliki-Nya sebagai Tuhan semesta alam. Sifat jaiz Allah
Swt. ialah kebebasan untuk berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu sesuai
dengan kehendak-Nya yang mutlak.
4
Mufti Ahmad Pangeran, Sabîlul Mubtadîn, 12.
8
ِك ِف
ْع ُل ُك ِّل ْمُم ٍن َاو َتْرُك ُه
Artinya: ”Memperbuat segala sesuatu yang mungkin terjadi atau tidak
memperbuatnya.”
9
”Dan bertawaklallah kepada Allah. dan cukuplah Allah sebagai Pemelihara”
(QS. Al-Ahzab [33] :3)
ُقِل ٱلَّلُه ْحُيِييُك ْم َّمُث ِمُييُتُك ْم َّمُث ْجَيَم ُعُك ْم ِإٰىَل َيْو ِم ٱْلِق َٰي َم ِة اَل َرْيَب ِفيِه َو َٰلِكَّن َأْك َثَر ٱلَّناِس اَل َيْع َلُم وَن
‘’Katakanlah "Allah-lah yang menghidupkan kamu kemudian mematikan
kamu, setelah itu mengumpulkan kamu pada hari kiamat yang tidak ada
keraguan padanya; akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui” (QS.
al-Jatsiyah [45] : 26)
َوَجَعْلَنا ٱلَّس َم ٓاَء َس ْقًف ا ْحَّمُفوًظاۖ َوُه ْم َعْن َءاَٰيِتَه ا ُمْع ِرُضوَن
10
”Dan Kami menjadikan langit itu sebagai atap yang terpelihara, sedang
mereka berpaling dari segala tanda_tanda (kekuasaan Allah) yang terdapat
padanya” (QS.Al-Anbiya’ [ 21 ]:32)
11
’Abdurrahman as-Sa’di rahimahullah berkata: ”al-Raqib adalah Dzat yang
maha memperhatikan dan mengawasi semua hamba-Nya ketika mereka
bergerak (beaktifitas) maupun ketika mereka diam, (mengetahui) apa yang
mereka sembunyikan maupun yang mereka tampakkan, dan (mengawas)
semua keadaan mereka.
َو اَل َتْع َم ُلوَن ِم ْن َع َم ٍل ِإاَّل ُكَّنا َع َلْيُك ْم ُش ُهوًدا
”Kamu tidak mengerjakan suatu pekerjaan, melainkan Kami menjadi saksi
atasmu di waktu kamu melakukannya.” (QS. Yunus[10]:61)
12
”Dan bertawakkallah kepada Allah yang hidup (kekal) yang tidak mati, dan
bertasbihlah dengan memuji-Nya. dan cukuplah Dia Maha mengetahui dosa-
dosa hamba-hamba_Nya” (QS. al-Furqan [25]:58)
13
Doa merupakan titik temu terdekat antara hamba dengan Rabbnya.
Doa adalah senjata, benteng, obat dan pintu segala kebaikan. Ia juga akan
selalu berusaha untuk memenuhi permintaan orang lain, selama dalam batas
kemampuannya dan tidak bertentangan dengan syari’at, baik materi ataupun
non materi. Rasulullah Saw. Pun menunjukkan bahwa beliau tidak pernah
menolak permohonan yang ditujukan kepadanya
5
Nurul Hidayah, Akidah Akhlak MA Kelas X, (Jakarta: Direktorat KSKK Madrasah Direktorat
Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama RI, 2020), 97.
14
laku yang ideal, penuh keseimbangan dan proposional dalam Syariat Islam dan
seharusnya tertanam dalam pribadi muslim.6
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), wasatiah atau
wasathiyah adalah cenderung mengambil jalan tengah atau bersifat
pertengahan. Ditinjau dari segi terminologinya, wasathiyah adalah berasal dari
makna kata “wasathan” yaitu pertengahan sebagai keseimbangan (al-tawazun),
yakni keseimbangan antara dua jalan atau dua arah yang saling berhadapan
atau bertentangan: spiritualitas (ruhiyah) dengan material (madiyah).
Individualitas (fardiyyah) dengan kolektivitas (jama’iyyah). Kontekstual
(waqi’iyyah) dengan tekstual. Konsisten (tsabat) dengan perubahan
(taghayyur).
Konsep Islam Wasathiyah mengajarkan umat Islam untuk menghindari
ekstremisme dan menjaga cara hidup yang seimbang. Hal ini seringkali
berkaitan dengan menghindari ketatnya atau kelonggaran yang berlebihan
dalam masalah-masalah keagamaan. Konsep ini mendorong umat Muslim
untuk mencapai keseimbangan antara kewajiban keagamaan dan tanggung
jawab pribadi, serta untuk bersikap adil, penuh kasih, dan menghormati dalam
interaksi dengan sesama. Moderat atau Wasathiyah sebagai sikap dasar
keagamaan memiliki pijakan kuat pada ayat Al-Quran tentang ummatan
wasathan dalam QS al-Baqarah ayat 143 "Dan demikianlah Kami telah
menjadikan kamu umat yang adil (wasat), supaya kamu menjadi saksi atas
manusia dan supaya Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas kamu." (Al-Quran,
Surah Al-Baqarah, 2:143).
Ayat ini ditafsirkan sebagai seruan kepada umat Muslim untuk
mewujudkan keseimbangan, keadilan, dan kesederhanaan dalam kehidupan
dan interaksi mereka. Secara keseluruhan, konsep Islam Wasathiyah
menekankan pada menghindari ekstremisme, berlaku adil, dan menjalani
pendekatan yang seimbang dan moderat dalam semua aspek kehidupan.
Konsep ini dianggap sebagai prinsip panduan bagi umat Muslim untuk
6
Suparman Usman dkk, Islam Wasathiyah (Serang: A-Empat, 2023), Hal. 7
15
menjalani kehidupan yang seimbang dan harmonis sambil tetap mengikuti
keyakinan dan nilai-nilai keagamaan mereka. Maka dari itu, Islam wasathiyah
merupakan ajaran Islam yang memiliki prinsip keseimbangan, lurus dan tegas,
toleransi, mengedepankan musyawarah, mendahulukan prioritas, dan
berkeadaban.
2. Islam Radikal
a. Pengertian Islam Radikal
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), radikalisme
adalah paham atau aliran yang radikal dalam politik, paham atau aliran
yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dengan
cara kekerasan atau drastis; sikap ekstrem dalam aliran politik. Pengertian
Islam radikal adalah orang Islam yang mempunyai pikiran yang kaku dan
sempit dalam memahami Islam, serta bersifat eksklusif dalam memandang
agama-agama lainnya. Konsekuensi dari itu adalah bahwa semua yang
berbeda dengannya adalah salah dan keliru. Sikap radikal terbentuk karena
adanya perbedaan persepsi, pemahaman dan cara pandang terhadap Ajaran
Islam. Mereka beranggapan bahwa sikap radikal itu adalah bagian dari
ketegasan dalam berislam.
b. Ciri-Ciri Pemahaman Islam Radikal
1) Mengklaim kebenaran tunggal dan menyesatkan kelompok lain
yang tidak sependapat.
2) Mempersulit tata cara Islam yang dianut, bahwa sejatinya ajaran
Islam bersifat samhah atau toleran dengan menganggap perilaku,
hukum dan ibadah.
3) Bersikap berlebihan dalam menjalankan ritual agama yang tidak
pada tempatnya. Mutlak dalam berinteraksi, keras dalam berbicara
terutama terkait apa yang diyakininya dan emosional dalam
berdakwah atau menyampaikan pendapat.
4) Mudah berburuk sangka kepada orang lain di luar golongannya
yang tidak sepaham.
16
5) Mudah mengafirkan atau memberi label takfiri orang atau
kelompok lain yang berbeda pendapat.
c. Solusi Mengatasi Masalah Radikalisme
1) Menghormati aspirasi kalangan Islamis radikalis melalui cara-cara
yang dialogis dan demokratis.
2) Memperlakukan mereka secara manusiawi dan penuh persaudaraan.
3) Tidak melawan mereka dengan sikap yang sama ekstrem dan radikal,
keduanya harus ditarik ke posisi moderat agar berbagai kepentingan
dapat dikompromikan.
4) Masyarakat diberikan kebebasan berpikir agar terwujud dialog sehat
dan saling mengkritik yang konstruktif sehingga berdampak empatik
antar aliran.
5) Menjauhi sikap saling mengkafirkan dan tidak membalas pengkafiran
dengan pengkafiran.
6) Mempelajari agama secara benar sesuai dengan metode yang sudah
ditentukan oleh para ulama Islam dan mendalami esensi agama agar
menjadi.
7) Muslim yang bijaksana tidak hanya literasi tanpa bimbingan.
8) Tidak menjadi seorang Islam secara parsial dan reduktif dengan
mempelajari esensi tujuan syariat maq-a.sid syar-iah.7
KESIMPULAN
Allah SWT memiliki sifat wajib yang harus diketahui hambanya, di
antaranya adalah Wujud, qidam, baqa, mukhalafatul lilhawadisi, qiyamuhu
binafsihi, wahdaniyah, qudrat, iradat, ilmun, hayyan, sama, Bashar, kalam,
qadiran, muridan, 'aliman, hayyan, sami'an, bashiran, mutakaliman.
Sifat mustahil Allah: Adam, hudus, fana, mumatsalatul lilhawadisi,
ihtiyaju Lil ghairihi, ta'adud, ajzun, karahah, jahlun, mautun, shamamun, bukmun,
umyun, ajizan, karihan, jahilan, mayyitan, ashama, a'ma, abkama.
7
Noor Hasanah, Deradikalisme (Malang: Ahlimedia Press, 2020), Hal. 33
17
Dalam hal ini sifat wajib allah dibagi menjadi 4 bagian, yakni sifat
salbiyah, nafsiyah, ma’ani, ma’nawiyah
Islam washatiyah merupakan salah satu istilah yang digunakan untuk
Islam moderat atau Islam yang berkeadilan. Konsep ini mengajarkan kepada umat
Islam untuk menghindari ekstremisme dan menjaga cara hidup yang seimbang.
Cara ini juga mendorong umat Islam untuk mencapai keseimbangan antara
kewajiban keagamaan dan tanggung jawab pribadi serta untuk bersikap adil dan
juga penuh kasih sayang dan menghormati antar sesama.
Islam radikal adalah orang Islam yang memiliki pemikiran yang kaku dan
sempit dalam memahami Islam, serta memiliki sifat eklusif dalam memandang
agama-agama lainnya. Sikap ini terbentuk karena adanya perbedaan persepsi,
pemahaman, dan cara pandang terhadap ajaran Islam. Mereka beranggapan
bahwa sikap radikal itu bagian dari ketegasan dalam agama Islam.
DAFTAR PUSTAKA
Syam Nur, 2014, Buku Siswa Akidah Akhlak, (Jakarta: Direktorat Pendidikan
Madrasah)
Usman Suparman, 2023, Islam Wasathiyah (Serang: A-Empat)
18