Anda di halaman 1dari 17

PAPER

LAPORAN PENDAHULUAN PADA KLIEN HARGA DIRI RENDAH


Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Terapi Modalitas Behavior

Disusun Oleh Kelompok 1 :


Adi Riyanto

10/1648/PR/0002

Devie Arifatun Sadiyah

10/1676/PR/0030

Harnanto Setyo Pambudi

10/1699/PR/0053

Ida Nurul Wihda

10/1705/PR/0059

Malihatun Rosida

10/1729/PR/0033

Rokhmatun Khasanah

10/1759/PR/0113

Umi Rachmawati

10/1783/PR/0137

PRODI KEPERAWATAN S1
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HARAPAN BANGSA
PURWOKERTO
2012

LAPORAN PENDAHULUAN

A. PENGERTIAN
Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga, tidak berarti dan
rendah diri yang berkepanjangan akibat negatif terhadap diri sendiri dan
kemampuan diri. ( Schult dan vidbect, 1998 )
Harga diri rendah adalah perasaan negatif terhadap diri sendiri,
termasuk hilangnya prcaya diri dari harga diri sendiri, merasa gagal
mencapai tujuan. ( keliat, 1999)
Harga diri rendah kronis adalah evaluasi diri/perasaan tentang diri
atau kemampuan diri yang negatif dan dipertahankan dalam waktu yang
lama (NANDA, 2005). Individu cenderung untuk menilai dirinya negatif
dan merasa lebih rendah dari orang lain (Depkes RI, 2000).
B. ETIOLOGI
Salah satu penyebab dari harga diri rendah yaitu berduka
disfungsional. Berduka disfungsional merupakan pemanjang atau tidak
sukses dalam menggunakan respon intelektual dan emosional oleh
individu dalam melalui proses modifikasi konsep diri berdasarkan persepi
kehilangan.
Terjadinya gangguan konsep diri harga diri rendah kronis juga di
pengaruhi beberapa faktor predisposisi seperti faktor biologis, psikologis,
sosial dan kultural.

Faktor biologis biasanya karena ada kondisi sakit fisik secara yang
dapat mempengaruhi kerja hormon secara umum, yang dapat pula
berdampak pada keseimbangan neurotransmitter di otak, contoh
kadar serotonin yang menurun dapat mengakibatkan klien
mengalami depresi dan pada pasien depresi kecenderungan harga

diri rendah kronis semakin besar karena klien lebih dikuasai oleh
pikiran-pikiran negatif dan tidak berdaya.
Struktur otak yang mungkin mengalami gangguan pada
kasus harga diri rendah kronis adalah:
1) System Limbic yaitu pusat emosi, dilihat dari emosi pada
klien dengan harga diri rendah yang kadang berubah seperti
sedih, dan terus merasa tidak berguna atau gagal terus
menerus.
2) Hipothalamus yang juga mengatur mood dan motivasi,
karena melihat kondisi klien dengan harga diri rendah yang
membutuhkan lebih banyak motivasi dan dukungan dari
perawat

dalam

melaksanakan

tindakan

yang

sudah

dijadwalkan bersama-sama dengan perawat padahal klien


mengatakan bahwa membutuhkan latihan yang telah
dijadwalkan tersebut.
3) Thalamus, sistem pintu gerbang atau menyaring fungsi
untuk mengatur arus informasi sensori yang berhubungan
dengan perasaan untuk mencegah berlebihan di korteks.
Kemungkinan pada klien dengan harga diri rendah apabila
ada kerusakan pada thalamus ini maka arus informasi
sensori yang masuk tidak dapat dicegah atau dipilah
sehingga menjadi berlebihan yang mengakibatkan perasaan
negatif yang ada selalu mendominasi pikiran dari klien.
4) Amigdala yang berfungsi untuk emosi.
Selain gangguan pada struktur otak, apabila dilakukan
pemeriksaan lebih lanjut dengan alat-alat tertentu kemungkinan
akan ditemukan ketidakseimbangan neurotransmitter di otak
seperti:
1) Acetylcholine (ACh), untuk pengaturan atensi dan mood,
mengalami penurunan.
2) Norepinephrine, mengatur fungsi kesiagaan, pusat perhatian
dan

orientasi;

mengatur

fight-flight

dan

proses

pembelajaran dan memori, mengalami penurunan yang


mengakibatkan kelemahan dan depresi.
3) Serotonin, mengatur status mood, mengalami penurunan
yang mengakibatkan klien lebih dikuasai oleh pikiranpikiran negatif dan tidak berdaya.
4) Glutamat, mengalami penurunan, terlihat dari kondisi klien
yang kurang energi, selalu terlihat mengantuk. Selain itu
berdasarkan diagnosa medis klien yaitu skizofrenia yang

sering mengindikasikan adanya penurunan glutamat.


Faktor psikologis , harga diri rendah konis sangat berhubungan
dengan pola asuh dan kemampuan individu menjalankan peran dan
fungsi. Hal-hal yang dapat mengakibatkan individu mengalami
harga diri rendah kronis meliputi penolakan orang tua, harapan
orang tua yang tidak realistis, orang tua yang tidak percaya pada
anak, tekanan teman sebaya, peran yang tidak sesuai dengan jenis

kelamin dan peran dalam pekerjaan.


Faktor sosial: secara sosial status ekonomi sangat mempengaruhi
proses terjadinya harga diri rendah kronis, antara lain kemiskinan,
tempat tinggal didaerah kumuh dan rawan, kultur social yang

berubah misal ukuran keberhasilan individu.


Faktor kultural: tuntutan peran sesuai kebudayaan sering
meningkatkan kejadian harga diri rendah kronis antara lain : wanita
sudah harus menikah jika umur mencapai duapuluhan, perubahan
kultur kearah gaya hidup individualisme.
Akumulasi faktor predisposisi ini baru menimbulkan kasus harga

diri rendah kronis setelah adanya faktor presipitasi. Faktor presipitasi


dapat disebabkan dari dalam diri sendiri ataupun dari luar, antara lain
ketegangan peran, konflik peran, peran yang tidak jelas, peran berlebihan,
perkembangan transisi, situasi transisi peran dan transisi peran sehat-sakit.
C. JENIS JENIS HARGA DIRI RENDAH
Haraga diri rendah dapat terjadi secara :
1) Situasional

Yaitu terjadi trauma yang tiba-tiba, misalnya harus operasi,


kecelakaan, dicerai suami, putus sekolah, putus hubungan kerja,
perasaan malu karena sesuatu (korban perkosaan, dituduh KKN,
dipenjara tiba-tiba).
Pada klien yang dirawat dapat terjadi harga diri rendah,
karena :
Privacy yang kurang diperhatikan, misalnya : pemeriksaan
fisik yang sembarangan, pemasangan alat yang tidak sopan
(pencukuran pubis, pemasangan kateter, pemeriksaan

perneal).
Harapan akan struktur, bentuk dan fungsi tubuh yang tidak

tercapai karena dirawat/ sakit/ penyakit.


Perlakuan petugas kesehatan yang tidak menghargai,
misalnya berbagai pemeriksaan dilakukan tanpa penjelasan,
berbagai tindakan tanpa persetujuan.

2) Kronik
Yaitu perasaan negatif terhadap diri telah berlangsung lama,
yaitu sebelum sakit/ dirawat. Klien ini mempunyai cara berfikir
yang negatif. Kejadian sakit dan dirawat akan menambah persepsi
negatif terhadap dirinya. Kondisi ini mengakibatkan respons yang
maladaptive. Kondisi ini dapat ditemukan pada klien gangguan
fisik yang kronis atau pada klien gangguan jiwa.
Perasaan negatif diri yang telah berlangsung lama. Seperti
kegagalan tumbuh kembang, gangguan fisik kronis, klien memang
memeiliki cara berfikir negarif.

D. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Carpenito, L.J (1998 : 352); Keliat, B.A (1994 : 20);
perilaku yang berhubungan dengan harga diri rendah antara lain :
Data Subyektif :
a. Mengkritik diri sendiri atau orang lain
b. Perasaan dirinya sangat penting yang berlebih lebihan
c. Perasaan tidak mampu

d. Rasa bersalah
e. Sikap negatif pada diri sendiri
f. Sikap pesimis pada kehidupan
g. Keluhan sakit fisik
h. Pandangan hidup yang terpolarisasi
i. Menolak kemampuan diri sendiri
j. Pengurangan diri semdiri atau mengejek diri sendiri
k. Perasaan cemas atau takut
l. Merasionalisasikan penolakan menjauh dari umpan balik positif
m. Mengungkapkan kegagalan pribadi
n. Ketidak mampuan menentukan tujuan
Data Obyektif :
a. Produktivitas menurun
b. Perilaku distruktif pada diri sendiri
c. Perilaku distruktif pada orangh lain
d. Penyalah gunaan zat
e. Menarik diri dari hubungan sosial
f. Ekspresi wajah malu dan rasa bersalah
g. Munjukkan tanda depresi (sukar tidur dan sukar makan)
h. Tampak mudah tersinggung atau mudah marah

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Adapun jenis alat untuk mengetahui gangguan struktur otak yang
dapat digunakan adalah:
1. Electroencephalogram (EEG), suatu pemeriksaan yang bertujuan
memberikan informasi penting tentang kerja dan fungsi otak.
2. CT Scan, Untuk mendapatkan gambaran otak tiga dimensi
3. Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT), Melihat
wilayah

otak

dan

tanda-tanda

abnormalitas

pada

otak

dan

menggambarkan perubahan-perubahan aliran darah yang terjadi.


4. Magnetic Resonance Imaging (MRI), Suatu tehnik radiologi dengan
menggunakan

magnet, gelombang radio dan komputer untuk

mendapatkan gambaran struktur tubuh atau otak dan dapat mendeteksi


perubahan yang kecil sekalipun dalam struktur tubuh atau otak.
Beberapa

prosedur

menggunakan

kontras

gadolinium

untuk

meningkatkan akurasi gambar


Adapun jenis alat untuk pengukuran neurotransmitter yang dapat
digunakan adalah:
1. Positron Emisssion Tomography (PET), mengukur emisi/ pancaran
dari bahan kimia radioaktif yang diberi label dan telah disuntik ke
dalam aliran darah untuk menghasilkan gambaran dua atau tiga
dimensi melalui distribusi dari bahan kimia tersebut di dalam tubuh
dan otak. PET dapat memperlihatkan gambaran aliran darah, oxigen,
metabolisme glukosa dan konsentrasi obat dalam jaringan otak. Yang
merefleksikan aktivitas otak sehingga dapat dipelajari lebih lanjut
tentang tentang fisiologi dan neuro-kimiawi otak
2. Transcranial Magnetic Stimulations (TMS) dikombinasikan dengan
MRI, para ahli dapat melihat dan mengetahui fungsi spesifik dari otak.
TMS dapat menggambarkan proses motorik dan visual dan dapat
menghubungkan antara kimiawi dan struktur otak dengan perilaku
manusia dan hubungannya dengan gangguan jiwa.
F. PENATALAKSANAAN
a. Psiko obat
Menurut Anna Issacs, (2005) terapi modalitas pengobatan
secara medis yaitu terapi somatic antara lain:
1) Psikofarmakologi
a) Medikasi psikotropik (psikoaktif) mengeluarkan efeknya di
dalam otak, mengubah emosi dan mempengaruhi perilaku.
b) Neurotransmitter adalah pembawa pesan kimiawi yang
membawa penghambat atau penstimulasi dari satu neuron ke
neuron lain melintasi ruang (sinaps) diantara mereka.

c) Terapi elektrokonvulsif (ECT)


Merupakan suatu jenis pengobatan somatik di mana arus listrik
digunakan pada otak melalui elektroda yang ditempatkan pada
pelipis. Arus tersebut cukup untuk menimbulkan kejang grand
mal, yang darinya diharapkan yang terapentik tercapai.
Indikasi :
ECT pada dasarnya digunakan dalam pengobatan depresi berat.
Kadang kala diberikan dalam hubungan dengan obat-obat
antidepresi, tapi kebanyakan dokter lebih memilih untuk
melakukan pengobatan ini hanya setelah terapi dengan
menggunakan obat-obatan tidak berhasil ( Mulaik, 1979)
ECT dapat juga digunakan sebagai suatu pengobatan kerja
cepat untuk pasien-pasien yang mania hiperaktif dalam bahaya
kelelahan fisik, dan individu-individu yang sangat potensial
untuk bunuh diri.
2) Antipsikotik (neuroleptik)
Secara teori pelaksanaan medis dengan harga diri rendah
tidak ada, namun secara medis klien skizofrenia paranoid diberi
terapi sebagai berikut:
a) Chlorpromazine (CPZ)
Indikasi
: Untuk syndrome psikosis yaitu berdaya
berat dalam kemampuan menilai realitas,
kesadaran diri terganggu, daya nilai norma
sosial dan tilik diri terganggu, berdaya
berat dalam fungsi-fungsi mental: waham,
halusinasi,

gangguan

perasaan,

dan

perilaku yang aneh atau tidak terkendali,


berdaya berat dalam kehidupan sehari-hari,
tidak mampu kerja, hubungan sosial, dan
Kontra indikasi

melakukan kegiatan rutin.


: Penyakit hati, penyakit darah, epilepsi,
kelainan jantung, dan ketergantungan obat.

Mekanisme kerja : Memblokade dopamine pada reseptor


pasca sinaps di otak khususnya system
Efek samping

ekstra pyramidal.
: Sedasi, gangguan otonomik (hipotensi,
antikolinergik/ parasimpatik, mulut kering,
mata kabur, kesulitan dalam buang air
kecil, hidung tersumbat, gangguan irama

jantung), metabolic (jaundice).


b) Haloperidol (HR/ Resperidone)
Indikasi
: Berdaya berat dalam kemampuan menilai
Kontra indikasi

realita dalam fungsi kehidupan sehari-hari.


: Penyakit hati, penyakit darah, epilepsi,
kelainan

jantung,

febris,

dan

ketergantungan obat.
Mekanisme kerja : Obat anti psikosis dalam memblokade
dopamine pada reseptor pasca sinaptik
neuron di otak khususnya system ekstra
Efek samping

pyramidal.
: Sedasi dan inhibisi psikomotor, gangguan
otonomik (hipotensi, anti kolinergik, mulut
kering, kesulitan buang air kecil dan buang

air besar, hidung tersumbat, mata kabur)


c) T rihexyphenidyl (THP)
Indikasi
: Segala jenis penyakit Parkinson, termasuk
pasca ansefalitis dan idiopatik, sindrom
Parkinson akibat obat, misalnya reserpina
Kontra indikasi

dan fenotiazine.
: Hipersensitifitas terhadap trihexyphenidyl,
psikosis berat, hipertropi prostate, dan

obstruksi saluran cerna.


Mekanisme kerja : Sinergis dengan kinidine,

obat

anti

depresan trisiklik dan anti kolinergik


lainnya.

Efek samping

: Mulut kering, penglihatan kabur, pusing,


mual, muntah, bingung, agitasi, konstipasi,

takikardi, retensi urine.


b. Penatalaksanaan Keperawatan
Menurut Ann Isaacs, (2005) terapi modalitas pengobatan
secara keperawatan yaitu terapi aktivitas kelompok dan terapi
keluarga. Terapi aktivitas kelompok meliputi:
1) Dinamika kelompok adalah kekuatan yang bekerja untuk
menghasilkan pola perilaku dalam kelompok.
2) Proses kelompok adalah makna interaksi verbal dan non verbal
didalam kelompok meliputi isi komunikasi, hubungan anatar
anggota, pengaturan tempat duduk, pola atau nada bicara, bahasa
dan sikap tubuh serta tema kelompok untuk stimulasi persepsi:
harga diri rendah yaitu identifikasi hal positif pada diri dan melatih
positif pada diri.
Sedangkan untuk terapi keluarga meliputi:
1) Terapi keluarga adalah membantu individu dalam keluarga agar
tidak didominasi oleh reaktivitas emosi dan untuk mencapai tingkat
diferensiasi diri yang lebih tinggi.
2) Terapi structural adalah mendorong terjadinya perubahan dalam
organisasi keluarga untuk memodifikasi posisi setiap anggota
keluarga di dalam kelompok.
3) Terapi interaksional adalah mengidentifikasi hukum yang tidak
terlihat dan tidak terucap yang mengatur hubungan keluarga dan
menggunakan teori komunikasi untuk meningkatkan parbaikan
hubungan.
4) Peran perawat pada terapi keluarga adalah mengajarkan pada
keluarga tentang penyakit, sumber daya dan program pengobatan
menggunakan teknik komunikasi terapeutik dan berkolaborasi
dengan tim kesehatan lain untuk meningkatkan fungsi keluarga.
c. Pelaksanaan Keperawatan
Menurut

Budi

Anna,

Keliat,

(2005)

implementasi

keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan.

Pada situasi nyata, implementasi sering kali jauh berbeda dengan


rencana.

Hal

itu

terjadi

karena

perawat

belum

terbiasa

menggunakan rencana tertulis dalam melaksanakan tindakan


keperawatan.
Sebelum melaksanakan tindakan yang sudah direncanakan
perawat perlu mamvalidasi dengan singkat apakah rencana
tindakan masih sesuai dan dibutuhkan oleh klien saat ini (here and
now). Perawat juga menilai diri sendiri, apakah mempunyai
kemampuan

interpersonal,

intelektual,

dan

teknikal

yang

diperlukan untuk kelaksanakan tindakan. Perawat juga menilai


kembali apakah tindakan aman bagi klien. Pada saat akan
melaksanakan tindakan keperawatan, perawat membuat kontrak
dengan klien yang isinya menjelaskan apa yang akan dikerjakan
dan peran serta ynag diharapkan dari klien. Dokumentasikan
semua tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan beserta
respon klien.
Fokus tahap pelaksanaan tindakan keperawatan adalah
kegiatan pelaksanaan tindakan dari perencanaan untuk memnuhi
kebutuhan fisik dan emosional. Pendekatan tindakan keperawatan
meliputi:
a. Independen
Tindakan keperawatan independen adalah suatu
kegiatan yang dilaksanakan oleh perawat tanpa petunjuk
dan perinah dari dokter atau tenaga ksehatan lainnya. Tipe
dari aktifitas yang dilaksanakan perawat secar independen
didefinisikan berdasarkan diagnosa keperawatan. Tindakan
tersebut

merupakan

mempunyai

suatu

kewenangan

respon

untuk

dimana

perawat

melakukan

tindakan

keperawatan secara pasti berdasarkan pendidikan dan


pengalamannya. Tipe tindakan independen dikategorikan

menjadi 4 yaitu tindakan diagnostic, tindakan terapeutik,


tindakan edukatif, dan tindakan merujuk.
b. Interdependen
Tindakan keperawatan menjelaskan suatu kegiatan
yangn memerlukan suatu kerja sama dengan tenaga
kesehatan

lainnya,

misalnya

ahli

fisioterapi,

ahli

laboratorium, dan dokter.


c. Dependen
Tindakan

dependen

berhubungan

dengan

pelaksanaan rencana tindakan medis. Tindakan tersebut


menandakan

suatu

cara

dimana

tindakan

medis

dilaksanakan.
Adapun strategi pelaksanaan tindakn keperawatn untuk
klien dengan harga diri rendah yaitu:
a. SP I pasein:
1) Membina hubungan saling percaya
2) Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
pasien.
3) Membantu pasien menilai kemampuan pasien yang masih dapat
digunakan.
4) Melatih pasien memilih kegiatan yang akan dilatih sesuai dengan
kemampuan pasien.
5) Melatih pasien sesuai kemampuan yang dipilih.
6) Memberikan pujian yang wajar terhadap keberhasilan pasien.
7) Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.
b. SP II pasien :
1) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
2) Melatih kemampuan kedua
3) Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.
c. SP I keluarga:
1) Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat
pasien

2) Menjelaskan pengertian tanda dan gejala harga diri rendah yang


dialami pasien berserta proses terjadinya.
3) Menjelaskan cara-cara merawat pasien harga diri rendah.
d. SP II keluarga:
1) Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien dengan harga
diri rendah.
2) Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada pasien
harga diri rendah.
e. SP III keluarga:
1) Membantu keluarga membuat jadual aktivitas dirumah termasuk
minum obat(dischargc planning)
2) Menjelaskan follow up pasien setelah pulang.
G. PSIKOPATOLOGI / POHON MASALAH
Isolasi sosial : menarik diri
Perilaku kekerasaan

Gangguan konsep diri : Harga diri rendah

Koping individu tidak efektif


H. FOKUS PENGKAJIAN
Mengamati seseorang dengan harga diri rendah, terlihat dari
kurang memperhatikan perawatan diri, berpakian tidak rapih, selera makan
kurang, tidak berani menatap lawan bicara,, lebih banyak menunduk,
bicara lambat engan nada suara lemah.

Pasien dengan harga diri rendah selalu mengritik diri sendiri,


perasaantidak mampu, pandangan hidup yang pesimis, penurunan
produktifitas, penolakan terhadap kemampuan diri.

I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Perilaku kekerasaan
Isolasi sosial: menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah.
Gangguan Harga diri rendah berhubungan dengan tidak efektifnya
koping individu.
J. FOKUS INTERVENSI
PERENCANAAN
INTERVIEW
KRITERIA
TUJUAN
EVALUASI
Perilaku kekerasan TUM
berhubungan
Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara optimal
dengan Harga diri TUK 1
1.Ekspresi wajah
1.
Bina hubungan saling
rendah
Klien
dapat bersahabat,
percaya
dengan
membina
menunjukkan
mengungkapkan
prinsip
hubungan saling rasa senang, ada komunikasi terapeutik
percaya
kontak
mata,
a. Sapa klien dengan ramah
mau
berjabat baik verbal maupun non
tangan,
mau verbal
menyabutkan b. Perkenalkan diri dengan
nama,
mau sopan
menjawab
c. Tanyakan nama lengkap
salam, klien mau klien dan nama panggilan
duduk
yang disukai klien
berdampingan d. Jelaskan tujuan pertemuan
dengan perawat,
e. Jujur dan menepati janji
mau
f.
Tunjukkan sikap empati
menguraikan
dan menerima klien apa
masalah
yang adanya
dihadapi
g.
Beri perhatian kepada
klien
dan
perhatikan
kebutuhan dasar klien
TUK 2
klIen dapat
1.
Diskusikan kemampuan
Klien
dapat mengidentifikasi dan aspek positif yang
mengidentifikasi kemampuan dan dimiliki klien
kemampuan dan aspek
positif
2.
Setiap bertemu klien
DIAGNOSA
KEPERAWATAN

aspek
positif yang dimiliki.
hindarkan dari memberi
yang dimiliki
Kemampuan nilai yang negatif
3. Utamakan memberi pujian
yang
dimiliki
yang realistis
klien
Aspek positif
keluarga
Aspek positif
lingkungan yang
dimiliki

TUK 3
1.
Klien
dapat
menilai
kemampuan yang
dapat digunakan
2.

TUK 4
1.
Klien
dapat
menetapkan dan
merencanakan 2.
kegiatan sesuai
dengan
kemampuan yang
dimiliki

Klien dapat
1.
menilai
kemampuan
yang
dapat
digunakan
2.
dirumah sakit
Klien menilai
kemampuan 3.
yang
dapat
digunakan
di
rumah
Klien memiliki
1.
kemampuan
yang akan dilatih
Klien mencoba
sesuai
jadual
2.
harian
3.
4.

TUK 5
1.
Klien
dapat
melakukan
kegiatan sesuai
kondisi sakit dan
kemampuannya
2.

Klien
1.
melakukan
kegiatan
yang
telah
dilatih
(mandiri
atau
2.
dengan bantuan)
Klien mampu
3.
melakukan
beberapa
kegiatan secara
mandiri

Diskusikan dengan klien


kemampuan yang masih
dapat digunakan selama
sakit
Diskusikan kemampuan
yang dapat dilanjutkan
pengunaanya
Berikan pujian

Meminta klien untuk


memilih satu kegiatan yang
mau dilakukan di rumah
sakit
Bantu klien melakukan
jika perlu beri contoh
Beri
pujian
atas
keberhasilan klien
Diskusikan
jadual
kegiatyan
harian
atas
kegiatan yang di latih
Beri kesempatan pada
klien
untuk
mencoba
kegiatan
yang
telah
direncanakan
Beri
pujian
atas
keberhasilan klien
Diskusikan kemungkinan
pelaksanaan dirumah

TUK 6
1.
Keluarga
Klien
dapat memberi
memenfaatkan
dukungan
dan
sistem pendukung pujian
yang ada

2.

Keluarga
memahami
jadual kegiatan
harian klien

1. Beri
pendidikan
kesehatan
pada
keluarga
tantang
cara merawat klien
dengan harga diri
rendah
2. Bantu
keluarga
memberikan
dukungan selama
sakit
1. Bantu
keluarga
menyiapkan
lingkungan dirumah
2. Jelaskan
cara
pelaksanaan jadual
kegiatan
klien
dirumah
3. Anjurkan memberi
pujian pada klien
setiap berhasil.

DAFTAR PUSTAKA
Riyadi, Sujono; Purwanto Teguh. 2009. ASUHAN KEPERAWATAN JIWA,
Yogyakarta. Graha ilmu
Carpenito, Lynda Jual. (1998). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. EGC,
Jakarta.
Stuart dan Sundeen. (1995). Buku Saku Diagnosa Keperawatan Jiwa. Edisi
3. EGC. Jakarta.
Keliat, Budi Anna. (1998). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. EGC.
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai