Anda di halaman 1dari 3

Klasifikasi harga diri rendah

Menurut fitria (2009), harga diri rendah dibedakan menjadi dua, yaitu:

a. Harga diri rendah situasional adalah keadaan di mana indvidu yang sebelumnya
memiliki harga diri positif mengalami perasaan negatif mengenai diri dalam berespon,
terhadap suatu kejadian (kehilangan, perubahan).

Harga diri rendah situasional adalah keadaan yang terjadi trauma yang tiba-tiba
misalnya harus operasi, kecelakaan, dicerai suami, putus sekolah, putus hubungan
kerja, perasaan malu karena sesuatu (korban perkosaan, dituduh KKN, dipenjara
tiba-tiba).

Pada klien yang dirawat dapat terjadi harga diri rendah, karena:

 Privacy yang kurang diperhatikan, misalnya pemeriksaan fisik yang sembarangan,


pemasangat alat yang tidak sopan (pencukuran pubis, pemasangan kateter,
pemeriksaan perineal).

 Harapan akan struktur, bentuk dan fungsi tubuh yang tidak tercapai karena
dirawat/ sakit/ penyakit.

 Perlakuan petugas kesehatan yang tidak menghargai. Misalnya berbagai


pemeriksaan dilakukan tanpa penjelasan, berbagai tindakan tanpa persetujuan.

b. Harga diri rendah kronik adalah keadaan di mana individu mengalami evaluasi diri
yang negatif mengenai diri atau kemampuan dalam waktu yang lama.

Harga diri rendah kronik merupakan perasaan negatif terhadap diri telah berlangsung
lama, yaitu sebelum sakit/ dirawat. Klien ini mempunyai cara berfikir yang negatif.
Kejadian sakit dan dirawat akan menambah persepsi negatif terhadap dirinya. Kondisi
ini mengakibatkan respons yang maladaptif. Kondisi ini dapat ditemukan pada klien
dengan gangguan fisik yang kronis atau pada klien gangguan jiwa. Dalam tinjauan
life span history klien, penyebab Harga Diri Rendah adalah kegagalan tumbuh
kembang, misalnya sering disalahkan, kurang diharga, tidak dibei kesempatan, dan
tidak diterima dalam kelompok. (Yosep, 2007)
Tanda dan Gejala harga diri rendah

Menurut Keliat (2002) tanda dan gejala yang dapat muncul pada pasien harga diri
rendah adalah:

a. Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan akibat tindakan terhadap
penyakit. Misalnya: malu dan sedih karena rambut menjadi botak setelah terapi sinar
pada kanker.

b. Rasa bersalah terhadap diri sendiri. Misalnya: ini tidak akan terjadi jika saya segera
ke rumah sakit, menyalahkan/ mengejek dan mengkritik diri sendiri.

c. Merendahkan martabat. Misalnya: saya tidak bisa, saya tidak mampu, saya ini
orang bodoh tidak tahu apa-apa.

d. Gangguan hubungan sosial, seperti menarik diri. Klien tidak ingin bertemu dengan
orang lain, lebih suka sendiri.

e. Percaya diri kurang, klien sukar mengambil keputusan, misalnya memilih alternatif
tindakan.

f. Mencederai diri. Akibat harga diri rendah disertai harapan suram, mungkin bisa
klen ingin mengakhiri kehidupan.

g. Mudah tersinggung atau marah yang berlebihan.

h. Perasaan negatif mengenai tubuhnya sendiri.

i. Kurang memperhatikan perawatan diri, berpakaian tidak rapi, selera makan


menurun, tidak berani menatap lawan bicara, lebih banyak menunduk, dan bicara
lambat dengan nada lemah.

j. Penyalahgunaan zat. (Nurarif, Amin Huda dan Rahil, Nazwar Hamdani. 2016)

Daftar pustaka:

Fitria, Nita. 2009. prinsip dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP) untuk 7 Diagnosis
Keperawatan Jiwa Berat Bagi Program S-1 Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Nurarif, Amin Huda dan Rahil, Nazwar Hamdani. 2016. Buku Keperawatan Praktis.
Jogjakarta: Mediaction

Anda mungkin juga menyukai