O l e h : Johannes Tulung2
Bab I
Pengertian
1. Rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan
sarana pembinaan keluarga
2. Perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat
tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana
lingkungan
3. Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup diluar kawasan lindung, baik
yang berupa kawasan perkotaan maupun pedesaan yang berfungsi sebagai
lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang
mendukung perikehidupan dan penghidupan.
Prasarana, Sarana dan Utilitas (PSU) pada lingkup perumahan adalah PSU pada
rumah, kapling, blok, lingkungan perumahan dalam suatu lingkungan permukiman,
mencakup :
1
Makalah disampaikan pada Lokakarya Kegiatan Penyusunan Masukan Persyaratan Teknis Penataan (RTBL)
Perumahan yang diselenggarakan Kantor Menteri Negara Perumahan Rakyat di Jakarta 18 Desember 2006
2
Penulis adalah Ketua Kompartemen Lingkungan Hidup DPP Realestat Indonesia periode 2004 - 2007
3
Undang-undang RI nomor 4 tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman, Pasal 1.
4
Zulfi Syarif Koto, Program Penyediaan Prasarana Sarana dan Utilitas Umum RsH dan Rusuna 2007-2009 ,makalah
pada Rakernas REI Jakarta 14 Desember 2006.
Lokakarya RTBL Hotel Grand Kemang Jakarta 18 Desember 2006 1
Kementerian Negara Perumahan Rakyat - 2006
Bab II
Pembangunan Perumahan dan Permukiman
Rumah merupakan kebutuhan yang sangat penting tidak hanya bagi fisik tapi
juga bagi pembentukan seseorang sebagai manusia seutuhnya. Sebagaimana dikatakan
(mantan) Presiden Soeharto5: Pembangunan perumahan dan permukiman sangat
penting bagi kehidupan rakyat. Bersama sandang dan pangan, papan merupakan
5
Pidato Kenegaraan Presiden RI, pengantar RUU APBN 1995/96
Lokakarya RTBL Hotel Grand Kemang Jakarta 18 Desember 2006 2
Kementerian Negara Perumahan Rakyat - 2006
kebutuhan yang paling mendasar bagi setiap manusia. Rumah bukan sekedar tempat
tinggal, namun merupakan tempat pembentukan watak dan jiwa melalui kehidupan
keluarga.
6
UU no.4 / 1992 pasal 4
7
Tono Setiadi, artikel dalam jurnal pengembangan wilayah dan kota Real Estat , vol.1 No.1 Januari
2000
8
Budhy Tjahjati, Keberlanjutan Kota Baru , Seminar Manajemen Kota Baru Menuju Abad 21,
Bandung 15 Maret 1997
Lokakarya RTBL Hotel Grand Kemang Jakarta 18 Desember 2006 3
Kementerian Negara Perumahan Rakyat - 2006
Tabel 1
Perbandingan Penduduk Perkotaan dan Pedesaan
1 9 8 0 1 9 9 0 19 9 3 2001
Wilayah
Juta % Juta % Juta % Juta %
Sumber : Budhy Tjahjati, Prof.Dr,MCP, Keberlanjutan Kota Baru , 1997 dan Kompas, April 2001
9
Peraturan Menteri Dalam Negeri No.3 Tahun 1987 tentang Penyediaan dan Pemberian Hak
Atas Tanah Untuk Keperluan Perusahaan Pembangunan Perumahan, Pasal 2 tentang Penetapan
Lokasi dan Luas Tanah menetapkan sebagai berikut :
Ijin Lokasi untuk perusahaan yang luasnya tidak lebih dari 15 Hektar bagi Daerah Tingkat (DT) II
yang telah mempunyai Rencana Induk Kota/Rencana Kota, ditetapkan oleh
Bupati/Walikotamadya Daerah Tingkat II
Ijin Lokasi yang luasnya tidak lebih dari 200 Hektar ditetapkan oleh Gubernur Kepala Daerah Tk.I
Ijin Lokasi yang luasnya lebih dari 200 hektar ditetapkan oleh Gubernur KDh.Tk.I setelah
mendapat persetujuan terlebih dahulu dari Menteri Dalam Negeri.
Lokakarya RTBL Hotel Grand Kemang Jakarta 18 Desember 2006 4
Kementerian Negara Perumahan Rakyat - 2006
Tabel 2
Pembangunan Rumah dari Pelita ke Pelita
Pelita I - - - - - - -
Pelita II 50.672 95 2.682 5 - - 53.354
Pelita III 80.536 27 216.158 73 - - 296.694
Pelita IV 70.795 25 217.643 75 - - 288.438
Pelita V 85.280 23 271.056 72 19.496 5 375.832
Pelita VI11 170.242 26 430.921 66 52.832 8 653.995
Sumber : Kantor Menpera, Perumahan Rakyat Untuk Kesejahteraan & Pemerataan, 1997
10
Kantor Menteri Negara Perumahan Rakyat, Pembangunan Perumahan, Agustus 1990
11
Sampai dengan 31 Agustus 1997
Lokakarya RTBL Hotel Grand Kemang Jakarta 18 Desember 2006 5
Kementerian Negara Perumahan Rakyat - 2006
Bab III
Prinsip dan Proses dalam Bisnis Properti
Dipihak lain, bagi Pemerintah Daerah maka pembangunan perumahan skala kecil
dan menengah (terutama skala kecil), perlu diawasi secara lebih teliti mengingat
sifatnya yang jangka pendek dan setelah selesai maka sesuai peraturan yang berlaku,
berbagai prasarana dan sarana umum (fasos & fasum) akan diserahkan kepada
Pemerintah Daerah. Pengawasan yang dimaksud terutama menyangkut aspek perijinan
serta implementasinya.
Semakin besar skala proyek properti yang dibangun, investasi yang ditanamkan
akan semakin besar pula. Investasi yang sangat besar terutama dibutuhkan untuk
pengembangan berbagai sarana dan prasarana yang akan mendukung pengembangan
dan perkembangan kawasan tersebut, seperti12 :
12
Djoko Sujarto, Aspek Kepranataan Dalam Pembangunan Kota Baru , Jurusan PW&K FTSP-ITB, 1995
Lokakarya RTBL Hotel Grand Kemang Jakarta 18 Desember 2006 6
Kementerian Negara Perumahan Rakyat - 2006
Pada dasarnya yang dilakukan para pengembang dalam usaha ini adalah
meningkatkan profit, sebagaimana yang juga dilakukan dalam berbagai kegiatan usaha
lain. Ada 3 hal yang terkait disini yaitu VALUE, PROFIT dan COST. Upaya yang
dilakukan adalah optimalisasi atas ketiga hal tersebut :
VALUE
PROFIT
COST
13
J.S.Andidjaja,SH,MH, Aspek Hukum Dalam Proses Pembangunan Real Estat, Jurnal Real Estat, Vol.1 No.1,
Januari 2000
Lokakarya RTBL Hotel Grand Kemang Jakarta 18 Desember 2006 7
Kementerian Negara Perumahan Rakyat - 2006
Prinsip biaya dan manfaat berarti bahwa setiap pengeluaran biaya tertentu
haruslah menghasilkan manfaat yang lebih besar dari biaya yang dikeluarkan tersebut.
Orientasi kegiatannya adalah dengan secara terus menerus mengupayakan inovasi-
inovasi dalam seluruh kegiatan, baik perencanaan, pemasaran, pengelolaan dsb.
Gambar 1
Proses Pengembangan Perumahan & Permukiman
STUDI
KELAYAKAN
PERENCANAAN
PEMBIAYAAN
PEMBANGUNAN
PEMASARAN
PENGELOLAAN
Accesibility Analysis
Marketibility Analysis
Financial Analysis
Physical Analysis
Sesuai Undang-undang no.23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan
Peraturan Pemerintah no.27 tentang AMDAL maka studi Amdal juga menjadi bagian
dari Studi Kelayakan.
Lokakarya RTBL Hotel Grand Kemang Jakarta 18 Desember 2006 9
Kementerian Negara Perumahan Rakyat - 2006
3.2.2. Perencanaan
Sebagai bagian dari studi kelayakan adalah pembuatan rancangan awal berupa
rencana pengembangan. Dalam tahap perencanaan lanjut maka rancangan awal
tersebut dilanjutkan dengan rancangan-rancangan yang lebih detail baik dalam bentuk
Master Plan sampai dengan rencana tapak, demikian juga rancangan bangunan.
Rancangan-rancangan ini selanjutnya digunakan untuk mendapatkan ijin-ijin yang
terkait dengan pengembangan proyek, seperti Ijin Siteplan, Advies Planning, Ijin
Mendirikan Bangunan dsb.
3.2.3. Pembiayaan
3.2.4. Pembangunan
3.2.5. Pemasaran
Pada tahap ini ditentukan tipe, jenis, jumlah maupun harga jual dari unit-unit
yang akan dipasarkan dalam rangka memenuhi target penjualan yang telah disepakati
oleh manajemen, serta strategi pemasaran maupun biaya yang akan digunakan dalam
rangka pencapaian target tersebut.
3.2.6. Pengelolaan
Pada tahap ini bagian proyek yang telah dibangun dan dipasarkan selanjutnya
akan dipelihara oleh Divisi Pengelolaan, baik perawatan prasarana, sarana maupun
properti yang telah dibangun dan diserah-terimakan kepada pemiliknya tetapi masih
dalam masa jaminan purna jual.
Bab IV
Pengembangan Kawasan Permukiman
Luas lautan Indonesia adalah 5,8 juta kilometer persegi termasuk Zona Ekonomi
Exklusif (ZEE) yang merupakan 75% luasnya, sedangkan 25% sisanya merupakan
daratan seluas 1,9 juta kilometer persegi berupa pulau-pulau total sejumlah 17.504
pulau yang hanya + 8000 pulau diantaranya telah bernama14.
Indonesia sangat kaya dengan wilayah yang bertepikan air, sementara itu
pengembangannya sendiri hingga saat ini masih sangat terbatas. hal ini juga
disebabkan karena berbagai keterbatasan yang ada. Keberadaan kawasan tepi air yang
telah dikembangkan antara lain :
Sebagaimana kondisi di Indonesia yang kaya akan kawasan tepi air laut maka demikian
juga banyaknya contoh-contoh proyek Waterfront Development dari negara lain, maka
14
Prof.Dr.Ir.Jacob Rais, dalam Seminar Kursus Reguler Angkatan XXXVI Lemhanas 11/11/04
Lokakarya RTBL Hotel Grand Kemang Jakarta 18 Desember 2006 11
Kementerian Negara Perumahan Rakyat - 2006
pengembangan Kawasan Tepi Air Laut telah dilaksanakan sejak puluhan tahun lalu di
Indonesia. Proyek-proyek tersebut antara lain :
Ancol Jakarta Bay City (Jaya Ancol) di Jakarta Utara pada pesisir pantai Teluk
Jakarta, dikembangkan oleh group Pembangunan Jaya sebagai sebuah kawasan
rekreasi dan permukiman terpadu
Pantai Indah Kapuk, juga di Jakarta Utara pesisir pantai Teluk Jakarta.
Dikembangkan oleh PT Mandara Permai sebagai sebuah kawasan permukiman
terpadu
Pantai Marina, Jakarta Utara. dikembangkan oleh group Dharmala sebagai
sebuah kawasan hunian terpadu
Proyek yang telah merencanakan pengembangan tepi sungai baik untuk Waterfront
Central Business District maupun Housing, adalah BSD City (dulu Kota Mandiri Bumi
Serpong Damai) di Serpong-Tangerang yang dikembangkan Sinar Mas Group.
Pengembangan Tepi Danau telah dilaksanakan atau dirancang pada beberapa proyek di
Indonesia, antara lain :
Grand Wisata (dulu Kota Legenda), yang dirancang dengan konsep kota baru
serta dilengkapi dengan danau dan kanal. Proyek yang terletak di Bekasi-Jawa
Barat tersebut dikembangkan oleh PT Putra Alvita Pratama
Telaga Kahuripan, dirancang dan dikembangkan sebagai sebuah kawasan
permukiman seluas 750 hektar di wilayah Parung, Bogor-Jawa Barat. Selain
keberadaan danau eksisting seluas 22 hektar, pengembang proyek tersebut - PT
Kuripan Raya juga mengembangkan danau-danau baru melengkapi poyek
tersebut.
Bab V
Kendala dan Permasalahan
Sesuai UU 24/92 tentang Penataan Ruang, dibutuhkan adanya RTRW bagi setiap
wilayah terutama yang akan dikembangkan. RTRW menjadi acuan untuk pembuatan
rencana-rencana yang lebih mikro disuatu wilayah. Yang menjadi masalah adalah
bahwa banyak daerah kota atau kabupaten yang belum memiliki RTRW yang cukup
rinci dan sah untuk daerah/kawasan yang diminati investor/ pengembang, sehingga
menyulitkan bagi investor tersebut. Seyogyanya Pemerintah Daerah memberikan
perhatian khusus dan prioritas pada pembuatan RTRW yang sekaligus dapat menjadi
acuan rencana investasi bagi para investor yang diharapkan masuk ke daerah.
yang berlaku di Indonesia samasekali tidak menarik bagi investor asing dan jauh
tertinggal dibanding negara-negara tetangga kita seperti Malaysia, Singapura, Australia,
dsb. Selain masalah kepemilikan tersebut, jangka waktu hak atas tanah juga menjadi
masalah karena sangat tidak kompetitif dibandingkan dengan jangka waktu kepemilikan
yang berlaku di Negara-negara lain. Hak Pakai di Indonesia berlaku selama 25 tahun.
Selanjutnya disebutkan bahwa Hak tersebut dapat diperpanjang selama 20 tahun dan
terakhir masih dapat diperbaharui selama 25 tahun, sehingga total jangka waktu
kepemilikan oleh orang asing adalah 70 tahun (dengan 2 kali perpanjangan).
Sementara negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura memberikan 2
kemungkinan kepemilikan yaitu Freehold (semacam Hak Milik) yang berlaku seterusnya,
dan Leasehold (semacam Hak pakai) yang berlaku selama 99 tahun langsung.
Tabel 3
Peringkat Daya Saing Infrastruktur
15
Kodoatie, Robert J. Ph.D, Manajemen dan Rekayasa Infrastruktur, Jakarta Agustus 2003.
16
Harian Seputar Indonesia , 17 Maret 2006
Lokakarya RTBL Hotel Grand Kemang Jakarta 18 Desember 2006 15
Kementerian Negara Perumahan Rakyat - 2006
Tabel 4
Kebutuhan Investasi Prasarana Perkotaan Dalam REPELITA VI
Banyaknya jenis perijinan serta lamanya waktu yang dibutuhkan untuk mengurus
perijinan tersebut menjadi keluhan para pelaku pembangunan, terutama pihak swasta.
Tabel 4
Jumlah Hari Mendapatkan Ijin
Demikian juga High Cost Economy masih menjadi salah satu kendala utama
dalam pembangunan perumahan dan permukiman, yang selanjutnya berdampak pada
harga jual rumah. Salah satu daya tarik utama yang bisa dijual oleh Pemda dalam
rangka menarik investor adalah ke-mudah-an dan ke-murah-an pengurusan dan biaya
perijinan.
Tabel 4
INDIKATOR KEMUDAHAN MELAKUKAN BISNIS
Sementara sebagai pembanding di Malaysia dan Singapura tidak ada capital gain untuk
tanah. Yang ada adalah Stamp Duty (semacam biaya meterai) yang besarnya dihitung
secara progresif tergantung nilai transaksi, mulai dari 1%.
5.14. Standardisasi
Hingga saat ini tidak ada standard ukuran baku yang dijadikan acuan dalam
pembuatan komponen bangunan tertentu seperti kusen dsb. Standardisasi bisa sangat
menghemat pemborosan pemanfaatan sumber daya alam yang semakin langka dan
mahal.