Anda di halaman 1dari 18

TUGAS MAKALAH

MATA KULIAH SENI PERTUNJUKAN INDONESIA


Dosen : Drs. Torang Naiborhu M.Hum

Opera Batak : Seni Pertunjukan Yang Terabaikan

Di Kerjakan Oleh
Andy Manurung
NIM : 09703700

FAKULTAS SASTRA
PROGRAM STUDY MAGISTER (S2) PENGKAJIAN DAN PENCIPTAAN
SENI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2010

ABSTRAK
Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang sangat kaya akan kebudayaan. Namun

kebudayaan Indonesia tidak lah menjadi tuan rumah di negeri sendiri, hal ini terlihat dari

kurangnya minat sebagian generasi muda akan musik-,musik tradisional yang sarat akan nilai-

nilai luhur. Generasi muda justru lebih tertarik terhadap budaya asing yang sarat akan pesan-

pesan hedonisme. Percepatan pembangunan sistem nilai modern bersifat mengadaptasi dan

pengadopsi budaya barat melalui impor karya fisik yang gencar melalui globalisasi. Dampak

modernisasi dari teknologi media barat seperti MTV dan lain sebagainya telah menghilangkan

sebagian rasa memiliki akan budaya dan kearifan lokal yang kaya akan makna luhur.

Ketika minat generasi muda berangsur-angsur hilang akan budaya lokal lahirlah usaha

mempopulerkan dan memberdayakan musik tradisional dengan menggabungkannya dengan

aliran musik yang sudah tidak asing di industri musik dunia seperti Pop, Rock, Jazz, R n’B dan

lain-lain. Dari sinilah lahir istilah World Music yang di Indonesia telah di populerkan oleh

beberapa seniman seperti Krakatau, Djaduk Ferianto, Vicky Sianipar dan lain-lain.

Apa yang dilakukan oleh seniman seperti Djaduk Ferianto maupun Vicky

Sianipar merupakan suatu pemberontakan terhadap modernisme yang justru sangat mengagung-

agungkan keaslian dari suatu karya seni tradisi misalnya. Apa yang Djaduk dan kawan-kawan
lakukan merupakan suatu postmodernisme yang secara tidak langsung justru telah

memperkenalkan musik tradisi kepada generasi muda. Namun tidak semua kalangan setuju akan

hal ini dan masih menjadi kontroversi bagi kalangan seniman tradisi konservatif yang justru

menganggapnya sebagai suatu pengrusakan karya seni.

PENDAHULUAN

Pasca Perang Dunia II masyarakat Eropa merasakan benar dampak traumatis yang

mengerikan akibat perang. Para filsuf mulai merenung dengan dalam tentang makna modernitas

yang telah dicapai peradaban manusia. Teknologi yang canggih dan ilmu pengetahuan ternnyata

telah merusak peradaban itu sendiri. Dalam situasi inilah para penggagas seni melakukan

pemberontakan dan mempertanyakan kembali makna kehidupan.

Menjelang tahun 60-an modernitas mulai bangkit kembali di negara-negara barat

untuk membangun di segala aspek kehidupan termasuk seni pasca kehancuran perang. Namun

seperti kita ketahui, bangkitnya modernitas di Indonesia memiliki perbedaan dengan wilayah

dimana peradaban modernitas itu tumbuh khususnya Eropa. Hal itu karena di dunia barat telah

subur dengan tradisi logika dan sains. Pada zaman modern dimana kebudayaan semakin rasional

dengan pandangan dunia yang mekanistis, seni menunjukkan perkembangan yang personal.

Tatanan modernitas yang lahir dan diciptakan di negara-negara maju jusrtu menjadikan

negara dunia ketiga yang mengalami proses retekstualisasi sabagai negara miskin. Sebagai

bentuk kritikan dan pemberontakan atas tatanan modernitas itu banyak penggagas seni mulai

melakukan pemberontakan terhadap dampak negatif modernitas yang terjadi di masyarakat


barat.

Kecendrungan seni masa modern yang sangat mengagungkan ke authentik an dan

originalitas dalam setiap karya seni, berubah ketika seniman postmodern yang lebih bertujuan

mencari nilai-nilai universal dalam implementasi yang sangat luas. Postmodern lebih memilih

merevitalisasi seni yang sudah ada dan memadukan dengan unsur-unsur musik yang kebanyakan

dari budaya popular. Musik tradisional yang sudah baku dalam tradisi suatu daerah kemudian

dicoba diolah dan dikembangkan agar lebih diterima oleh pendengar yang sudah terbiasa dengan

musik barat yang telah mendominasi industri musik dunia dan di Indonesia khususnya.

World Music merupakan suatu genre dimana budaya tradisi tidak terlepas dari

proses pendinamisan budaya yang harus dipahami sebagai suatu upaya untuk mendorong

terjadinya dinamika peradaban khususnya dalam musik tradisional. Melihat akan hal ini

beberapa media elektronik seperti televisi juga memamfaatkan fenomena World Music sebagai

bagian acara mereka seperti acara Horas ( Indosiar), Dua Warna (RCTI) dan lain-lain.
KERANGKA ISI

1. Masa Modernisme

1.1 Originalitas

1.2 Kritikan Terhadap Modernitas

2. Postmodernisme Sebagai Implikasi Modernisme

3. Musik Etnik

4. Lahirnya Genre World Music

5. World Music Dalam Terminologi Musik

6. Perubahan Dan Kontinuitas Musik Etnik

7. World Music Sebagai Koomodifikasi Musik Etnik


1. Modernisme

Seorang penulis berkebangsaan Perancis Albert Camus (1913-1960) gencar

memperjuangkan kebebasan, keadilan dan harga diri manusia masyarakat modern yang telah

mengalami trauma akibat peperangan. Orang sudah mulai berfikir tentang pencapaian dalam

hidupnya, hal ini terjadi di segala bidang termasuk seni. Menurut Camus (Sachari:2002:24)

seniman adalah seseorang yang berkreasi melalui seni dengan logika tersendiri yang berbeda

dengan logika bidang-bidang yang lain. Logika seni berdasarkan pada nilai keindahan yang

diperoleh melalui proses pengalaman estetis seniman.

Modernisme lahir karena pada masa pra modern seni hanya dapat dinikmati oleh

kalangan elit, jauh dari masyarakat jelata dan berfungsi sebagai alat pengendali kekuasaan.

Modernisme sebagai suatu bentuk pemberontakan terhadap masa pra modern dimana seniman

kemudian mulai menciptakan karya seni yang pada hakikatnya juga telah melakukan

pemberontakan terhadap absurditas. Menurut Camus (Sachari:2002:25) seorang pemberontak

adalah seorang yang kreatif. Kreatifitas dalam diri manusia memiliki keistimewaan dibandingkan

yang lain, karena dialami secara sadar, aktif dan reflektif.

Manusia tidak hanya sekedar memproduksi kreatifitas tetapi juga mampu melakukan

kritik,memperbaiki,memperbarui atau menghapusnya bahkan menciptakan yang baru sama

sekali. Selanjutnya manusia mengkaji dan dapat memahami hakikat kreatifitas itu sendiri.

Namun kreatifitas tidak akan lahir tanpa adanya kebebasan seperti pada masa pramodern. Karena
kreatifitas merupakan perombakan tatanan lama menuju tatanan baru yang lebih baik.

Pada masa modernisme ketika masyarakat Barat semakin berubah menjadi

masyarakat industrial, peran agama mulai memudar dan sekularisme bertumbuh dengan cepat.

Pada masa inilah seni mulai kehilangan kendali dari pusat kekuasaannya sehingga tidak memiliki

arah yang jelas. Para seniman kemudian hidup di zaman pasar yang bebas untuk melakukan

berbagai eksperimen seni. Sehingga pada masa modernisme kreatifitas berkesenian adalah

pemberontakan, pemberontakan terhadap Tuhan, tatanan sosial dan juga pada diri sendiri.

Pemberontakan itu memberi nilai pada kehidupan, mengembalikan kebesaran kepada eksistensi

manusia.(Camus: 1942)

1.1 Originalitas

Modernisme merupakan suatu masa di mana masyarakat

menilai segala sesuatu berdasarkan fungsinya (Form Follow Function). Modernisme menuntut

hidup yang lugas (zakelijk), rasional dan memandang jauh ke depan dalam perkembangan. Masa

dimana ke originalitasan menjadi hal yang mutlak dan tak terpisahkan dalam mewujudkan nilai-

nilai seni modernisme. Hal ini menjadi ukuran tingkat pendalaman proses penciptaan yang

dilakukan oelh seorang seniman. Unsur kebaruan (novelty) yang menyertai originalitas suatu

karya seni amatlah penting untuk membangun citra dan eksistensi suatu nilai hadir ditengah-

tengah kebudayaan. Karya Picasso, Bartok, Tchaikovsky, Affandi, G. Shidarta dan

sebagainya dapat menonjol dimasanya, bukan hanya karena karyanya memiliki bobot, tetapi juga

karena aspek-aspek orisinalitas yang khas dan unik menyertai karya-karya tersesebut.

1.2 Kritik Terhadap Modernisme

Seorang ahli filsafat bernama Herbert Marcuse (Sachari:2002:30) berpendapat bahwa

modernisme membawa bermacam-macam masalah yang tidak mudah dipecahkan, dan


merupakan ancaman bagi kelangsungan hidup manusia di dunia ini, akibat pesatnya kemajuan

teknologi Modernisme menjadikan masyarakat tidak sehat karena masyarakat tersebut menjadi

masyarakat yang berdimensi satu yang mana segala segi kehidupannya diarahkan pada satu

tujuan saja, yakni keberlangsungan dan peningkatan sistem yang telah ada, yang tidak lain

adalah kapitalisme. Masyarakat tersebut bersifat refresif dan totaliter karena mengarah pada satu

tujuan yang berarti menyingkirkan dan menindas dimensi lain yang tidak sesuai dengan sistem

tersebut.

Dampak lain kemajuan teknologi modern yang berkat kemampuannya mendatangkan

kemakmuran bagi masyarakat modern membuat segalanya tampak rasional dan dapat

memuaskan kebutuhan-kebutuhan hidup yang pada tahap masyarakat sebelumnya menimbulkan

protes dan konflik sosial. Modernisme menjadikan masyarakat tersebut menjadi pasif dan

reseptif atau menerima apa saja yang ada, tidak lagi menghendaki adanya perubahan. Sejak

tahun 1960-an muncullah berbagai gerakan protes dan kritik terhadap modernisme.

2. Postmodernisme Sebagai Implikasi Modernisme

Postmodernisme lahir sebagai implikasi modernisme yang sangat mengagung-

agungkan orisinalitas dalam setiap kreasi seni. Seniman postmodern lebih senang

mengembangkan hasil karya seni yang sudah ada dan mulai memadukannya untuk

dikembangkan dalam pola dan lingkup yang baru. Suatu hal yang dianggap tabu dalam masa

modernisme. Seniman postmodern sangat memiliki kebebasan yang seluas-luasnya dalam

mengekspresikan suatu karya seni. Postmodern cendrung menjadi ekletik berkaitan dengan

media seni, segala sarana alat dapat digunakan sebagai instrument seni dengan sumber

pengambilan inspirasi mencakup bidang yang luas dan kebanyakan dari budaya populer.

Tidak mengherankan jika pada masa


postmodernisme seorang seniman melakukan pertunjukan hanya dengan menggunakan perkakas

rumah tangga, perkakas bangunan bahkan barang-barang bekas. Ini merupakan suatu usaha

untuk meruntuhkan tembok yang memisahkan antara seni tinggi dan seni rendah, antara

penikmat seni elit dan masyarakat biasa. Ketika para seni modernisme menganggap diri sebagai

kelompok elit yang berbeda dengan masyarakat umum, seniman postmodern justru banyak yang

meragukan dan menganggap diri sebagai anggota masyarakat biasa.

Ketika Charles Jencks dan Penny

Spark (Sachari:2002:35) mengumumkan kematian Modernisme pada tahun 1972, dan

mengumumkan bahwa dunia tengah masuk ke era Posmodernisme, maka diwilayah kebudayaan

lain juga telah diumumkan kematian Postmodernisme. Dunia kini sedang memasuki wilayah

narasi besar Posmodernisme (Featherstone:1988). Namun dalam wacana kebudayaan istilah

Postmodernisme tetap dipegang sebagai suatu kesepakatan universal yang berlangsung hingga

sekarang. Seniman postmodern memberontak terhadap tendensi seni modern sebagai tujuan

untuk mencari nilai-nilai universal, yang mana ideologi budaya postmodern adalah keberagaman

dan heterogenitas.

3. Musik Etnik

Istilah etnik berasal dari kata ethnos artinya bangsa, merupakan istilah yang digunakan

ketika orang-orang Eropa mempelajari adat istiadat, susunan masyarakat, bahasa dan ciri-ciri

fisik bangsa-bangsa yang disebut sebagai bahan ethnografi.1 Menurut pandangan orang Eropa

bahan-bahan ethnografi tersebut sangat menarik, namun justru ketertarikan itu mendatangkan

pertentangan bagi bangsa-bangsa Asia, Afrika dan lainnya. Dikarenakan anggapan sebagian

orang Eropa bahwa bangsa-bangsa tersebut merupakan manusia liar, bukan manusia
1
Koentjaranigrat,2002.Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta.PT Rineka Cipta h.1.
sesungguhnya, sehingga timbul istilah seperti savages, primitives.2

Musik etnik merupakan musik yang lahir dan berkembang pada kebudayaan

bangsa-bangsa seperti Asia, Afrika, India, Amerika Latin, Timur Tengah dan lain-lain. Dengan

kata lain musik etnik merupakan suatu tradisi musik yang diluar tradisi musik klasik Eropa

seperti yang dikenal selama ini. Dari segi modus tangga nada musik etnik sangat berbeda dengan

tradisi musik Eropa yang menggunakan tangga nada Diatonis3 sedangkan musik etnik

menggunakan tangga nada Pentatonis4. Musik etnik juga menggunakan alat musik etnis dari

bangsa-bangsa di luar Eropa, yang bagi sebagian masyarakat Eropa sangat unik dan menjadi

bahan penelitian bagi para ethnomusicologist.5

Berdasarkan sejarah perkembangan disiplinnya, musik

etnik mengenal dua kelompok defenisi. Kelompok pertama adalah pengertian yang lebih dekat

dengan studi musikologi komparatif Barat. Dalam arti musik etnik yaitu musik dan alat

musik dari semua bangsa non-Eropa, termasuk suku yang disebut primitif dan bangsa-bangsa

Timur yang berbudaya (Kunts:1950). Kedua defenisi yang yang menekankan musik sebagai

tradisi lisan, yaitu musik etnik pada dasarnya diwariskan secara tradisi oral (List:1962).

Musik etnik maupun alat musik itu sendiri pada awalnya

tentu memiliki nilai sakral dalam setiap pertunjukan upacara. Misalnya musik tradisi gondang

yang tidak sembarangan orang dan tempat dimainkan. Namun setelah terjadi asimilasi antara dua

genre musik yang berbeda kedalam World Music maka nilai ke sakral an itu dapat berkurang

bahkan tidak ada sama sekali.

2
Ibid h.2.
3
Tangga nada yang terdiri dari tujuh nada (do-re-mi-fa-sol-la-si)
4
Tangga nada yang terdiri dari lima nada dan setiap wilayah memiliki perbedaan dalam penyebutan susunan nada, misalnya di
Jawa (ji-lu-pat-mo-tu)
5
Ethnomusicologist adalah orang yang meneliti tentang music-musik etnik.
4. Lahirnya Genre World Music

Sejak akhir Perang Dunia II, musik pop Amerika dan Inggris mendominasi dunia. Artis

dari dua episentrum ini merajai industri musik dunia. Dari dua tempat itu lahir nama besar

seperti Elvis Presley, The Beatles, sampai Ruben Stoddard dan The Jet. Aliran yang

mendominasi industri musik dunia pun hanya berkisar pada blues, country & western, jazz,

rock, soul, disko, hip hop, rap, dan sebagainya. Tak banyak yang melirik genre musik lain yang

non-Western.

Industri musik dunia mulai mengalami kejenuhan dengan musik populer yang sepertinya

kehabisan ide untuk menggali berbagai jenis aliran musik yang akan di jual. Pada awal 90-an

ketika musik rock mengalami stagnansi dengan aliran rock yang berat dan sulit dicerna pada

akhir dekade 80-an dengan grup-grup rock legendaris seperti Metallica, Guns N’ Roses, Over

Kill dan lain-lain, muncullah apa yang disebut sebagai musik Alternative Rock yang

dipopulerkan grup-grup rock asal Seattle 6 seperti Nirvana, Pearl Jam, Sonic Youth dengan

melodi yang ringan, harmoni yang sederhana serta lirik yang gampang di ingat telah

mematahkan tradisi Rock yang dianggap harus rumit dan ribet. Alternative Rock yang di usung

oleh Nirvana telah membuka mata para pecinta rock dan menjadi awal kebangkitan Postmodern

Rock.

Demikian juga dengan musik populer lainnya, masyarakat mulai jenuh dengan musik pop

80-an yang sentimentil. Pada pertengahan tahun 90-an hingga awal millennium para musisi

mulai menggali kembali musik Rhytmn and Blues (R n’B) yang digabung dengan unsur-unsur

musik etnik, namun dengan porsi yang relatif sedikit. Beberapa musisi asing seperti Shakira,

Christina Aguilera dan bahkan musisi Indonesia sendiri seperti Dewi Sandra, Ahmad Dhani,

Project Pop, Anggun dan lain-lain. Kecendrungan memadukan musik etnik dengan musik yang
6
Grup-grup musik rock asal Seattle di sebut sebagai Seattle Sound dan dijuluki sebagai asal aliran musik Grunge
sedang populer pada masa kini merupakan suatu langkah yang awalnya dianggap kurang

populer, namun justru mendapat sambutan dengan terjualnya ratusan bahkan jutaan keping

album musisi tersebut. Seperti grup perkusi Safri Duo yang mengangkat musik perkusi dari

beberapa belahan dunia, namun masih menonjolkan musik disco daripada unsur etniknya.

Seiring dengan perubahan trend musik yang berubah sangat cepat, muncul lah

musisi-musisi yang berusaha mengangkat musik etnik sebagai menu utama, namun dikemas (re-

package) dengan musik yang lebih segar ditelinga kawula muda, musik inilah yang dikenal

sebagai World Music. Dimana musik dan alat musik etnik yang menjadi bahan kreasi musisi.

Seperti yang dilakukan musisi nasional Djaduk Ferianto, Vicky Sianipar, Krakatau, Discus dan

lain-lain. Dikaji melalui teori asimilasi World Music merupakan hasil asimilasi dimana musik

etnik dan musik populer berproses dari dua arah saling mempengaruhi, saling memberi dan isi

mengisi sehingga menjadi sesuatu yang baru.

Musik etnik mulai menunjukkan geliatnya dengan cepat. Kemajuannya sudah sampai

pada proses lintas batas cross over. Terimbas kelelahan mencari sejumlah permutasi dari skala

nada musik Barat yang Diatonis, banyak musisi mulai memalingkan perhatiannya pada tangga

nada Pentatonis, bebunyian, dan warna baru yang lebih eksotis, original, dan siap dieksplorasi.

Musik dari seluruh belahan dunia memberi pengaruh luas terhadap pertukaran budaya

dan memberi pengaruh gaya musik secara alami satu dengan yang lain. Dalam beberapa

tahun World Music telah menjadi genre musik yang memiliki pangsa pasar, telah masuk menjadi

bidang study di akademis dan telah menjadi bagian disiplin ilmu antropologi, Fokloristik, dan

Ethnomusikologi.

5. World Music Dalam Terminologi Musik


World Music secara gamblang dapat diartikan sebagai musik yang nyata menggunakan

tangga nada etnik, modus. Dan secara musikalitas terjadi suatu perubahan dan sering kali (tidak

selalu) ditampilkan langsung dengan alat musik tradisional seperti Kora (Afrika Barat),

Gamelan (Jawa) dan lain-lain. Ada beberapa pertentangan tentang defenisi World Music.

Sebagian pengamat musik berpendapat World Music merupakan “Semua musik yang ada di

dunia”. Terminologi lain mengatakan World Music sebagai klasifikasi musik yang

menggabungkan gaya musik populer Barat dengan banyak genre dari non-Barat yang pada

masa sebelumnya disebut dengan Folk Music atau musik etnik Musik.

(www.irishcountrymusic.com) Dengan kata lain World Music bukan semata-mata musik

tradisional rakyat. World Music berhubungan dengan berbagai tempat berbeda di dunia dan

masa modern dan gaya musik pop saat ini. Secara singkat masyarakat Barat menyebut World

Music dengan “Someone Else’s Local Music”

6. Perubahan Dan Kontinuitas Musik Etnik

World Music merupakan salah satu genre musik yang lahir dari Produk Postmodern.

Dilihat dari keberadaanya mulai berkembang dari dekade 70-an maka memungkinkan

munculnya fenomena kontinuitas dan perubahan. Berdasarkan penelitian pustaka, musik etnik

yang merupakan bagian asimilasi dua arah dengan musik Barat telah mengalami kontinuitas

dan perubahan. Dimana kontinuitas terjadi karena adanya pelestarian dari para musisi yang

melakukan cross-cultural sehingga terjadi apa yang disebut sebagai cross-over music. Ketika

musisi dari berbagai negara dapat dengan mudah melakukan rekaman musik dan pertunjukan

musik mereka sendiri di negara lain dan juga melihat, mendengar musisi dari budaya lain,

menciptakan pembauran gaya musik. Sedangkan perubahan yang terjadi dikarenakan adanya
perubahan makna musik etnik yang sebelumnya dianggap sakral dengan terjadinya asimilasi

maka nilai sakral itu berkurang atau hilang.

7. World Music Sebagai Koomodifikasi Musik Etnik

Musik Etnik merupakan musik yang tidak ada tempat di hati para pecinta musik populer

ketika musik pop dikuasai oleh Amerika dan Inggris. Setelah kebangkitan Postmodern pada

awal 60-an musisi mulai mencari kreatifitas dengan memadukan musik etnik yang awalnya

dianggap eksotis lalu dieksplorasi dengan alat musik Eropa yang memiliki tangga nada berbeda

dengan instrument etnik. Banyak argumentasi yang muncul, namun aliran baru ini terus

berkembang dan mulai memiliki tempat di hati penggemar musik etnik dan musik populer.

Billboard majalah musik terkemuka, memelopori penyebarluasan World Music

dengan membuka chart world music di salah satu kolom mereka. Sejak saat itu, tercatatlah

seniman-seniman world music ke dalam tangga lagu. Mulai dari Gipsy Kings (yang mengusung

irama flamenco), Clannad (Celtic), Angelique (Benin), Youssou N'Dour (Senegal), sampai

Sergio Mendez (Brazil). Tower Records, salah satu toko kaset besar dunia mencatat kenaikan

penjualan yang signifikan sejak 1995. Di tahun itu produk world music terjual dengan

persentase 3%.

Dari Tanah Air, sejumlah pengusung world music mulai mendapat tempat. Bahkan cikal

bakalnya bisa ditarik sampai ke periode 1970-an, ketika Erros Djarot tampil bersama Barong's

Band, dan Guruh Soekarnoputra dengan Guruh Gipsy-nya. Musik tradisional Bali menjadi
bidikan mereka, yang belakangan citranya lekat betul pada kedua musisi itu.

Berikutnya giliran Harry Roesli mengeksplorasi bebunyian tanah leluhurnya, Parahyangan.

Samba Sunda di bawah pimpinan Ismet Ruchimat, bereksperimen dengan angklung, kolintang,

kendang, dan seruling bambu.

Musik etnik yang sebelumnya memiliki makna sebagai seni yang dianggap sakral

oleh masyarakat pendukungnya, namun seiring dengan waktu bagi sebagian masyarakat di

Indonesia musik etnik justru terpinggirkan, masyarakat cendrung mengapresiasi kepada musik

populer Barat. Dengan adanya cross-cultural antara musik etnik dan musik populer Barat telah

menjadi koomodifikasi musik etnik yang melahirkan genre musik baru yaitu World Music.
Kesimpulan Dan Saran

Postmodernisme merupakan implikasi dari masa modernisme yang terlalu berpaku dengan segala

sesuatu harus original. Setelah Perang Dunia II usai, para pemikir mulai mempertanyakan konsep

dari modernisme. Para seniman mulai rindu kebebasan menciptakan sesuatu yang baru dengan

tetap merindukan yang berasal dari masa lalu. Mereka mulai melakukan apa yang disebut dengan

melting pot yakni mencampur aduk kan musik etnik dengan tradisi populer Barat yang kemudian

lahirlah World Music.

Secara tidak langsung World Music menjadi harapan bagi para pecinta budaya

yang takut akan kehilangan budaya mereka karena generasi mudanya tidak tertarik dengan

budaya lokal termasuk musik etnik, seperti yang dialami oleh bangsa kita sendiri. Dengan

lahirnya World Music diharapkan dapat mempertahankan budaya lokal seperti musik etnik agar

tetap terjadi kontinuitas budaya dengan munculnya apresiasi dari generasi penerus.

Musik Etnik telah menjadi koomodifikasi yang memiliki nilai jual.

Telah terjadi perubahan dan kontinuitas dalam perkembangan musik etnik, dimana perubahan itu

yang dahulunya musik etnik bermakna sakral, sekarang nilai kesakralan itu berkurang. Dan

kontinuitas musik etnik masih tetap di pelihara dan dipertunjukkan.


Daftar Pustaka

Sachari, Agus.2002.Estetika. Bandung: Penerbit ITB

Camus, Alber.1998.Seni, Politik, Pemberontakan. Yogyakarta: Bentang

Koentjaranigrat,2002.Pengantar Ilmu Antropologi (edisi ke-8). Jakarta: PT Rineka

Kunts, Jaap. 1959. Ethnomusicology (edisi ke-3). The Hague. Martinus Nijhoff

Featherstone, Mike.1988. Consumer Culture and Postmodern. Diterjemahkan oleh Mizbah

Zulfa. Jakarta: Pustaka Pelajar

Jencks, Charles.1983. Post Modernism, The New Classicsm in Art and Architecture. New

York: Rizolli

George, List. 1962. Ethnomusicology in Higher Ground. Music Journal. 20:20

Musik, GATRA, Edisi 33 Beredar Jumat 25 Juni 2004: World Music Awards
Internet

www.irishcountrymusic.com
www.wikipedia.com

Anda mungkin juga menyukai