Anda di halaman 1dari 17

TUGAS KELOMPOK

ESTETIKA BAHASA DAN SENI

Disusun oleh :

1. Natasha Sudirman 1207618031


2. Ripah 1207618033
3. Misel Apriliardi 1207618035
4. Erika Kharisma D 1207618032
5. Naufal Alwan 1207618034

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TARI


FAKULTAS BAHASA DAN SENI – UNJ
2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Postmodern merupakan salah satu isu yang seolah tidak pernah padam di dunia pemikiran
filsafat. Hingga saat ini pun banyak yang memperdebatkan tentang pengertian maupun batas
dari zaman postmodern itu sendiri. Apa yang menjadi pembeda antara modern dan
postmodern? Apakah ketika zaman postmodern berjalan, zaman modern lenyap? Serta banyak
pertanyaan lain yang muncul terkait postmodern. Istilah ‘Postmodernismee’ konon pada
mulanya muncul di bidang seni, kemudian menjadi istilah yang cukup popular di dunia sastra-
budaya sejak tahun 1950-an. Pada perkembangan selanjutnya di bidang Filsafat dan ilmu-ilmu
sosial baru menggema pada tahun 1970-an. Meskipun demikian tidak ada definisi yang pasti
mengenai istilah tersebut. Hal ini karena sejak istilah itu dilabelkan pada berbagai bidang
tersebut di atas dan dipelopori oleh sekian banyak tokoh dengan seluruh variasinya yang
kadang saling bertentangan. Inilah yang terkadang membuat banyak tokoh saling bertentangan
dalam memahami istilah postmodernisme. Pada penjelasan skripsi ini istilah Postmodern akan
coba dibahas menggunakan pandangan Jean-Francois Lyotard sebagai salah satu postmodern

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah tersebut penulis dapat merumuskan masalah sebagai
berikut:
1. Apa itu teori postmodernisme?
2. Siapa saja tokoh-tokoh teori postmodernisme?
3. Apa perbedaan postmodernisme dengan modernism?

1.3 Manfaat
Setiap penulisan tentunya memiliki mafaat penulisan, oleh karena itu penulis dapat
menyimpulkan beberapa manfaat penulisan ini, antara lain:
1. Manfaat bagi penulis : Mendapatkan Ilmu Pengetahuan baru dan mengetahui lebih
dalam Teori Postmodernisme dan modernisme.
2. Manfaat bagi pembaca : Dapat mengetahui tentang Teori Postmodernisme dan
modernisme secara rinci.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Postmodern

Kata postmodern berasal dari kata depan “post” (Latin klasik) dan kata akhiran “modern”
(Perancis, moderene). Secara etimologis, postmodern merujuk pada sebuah kehidupan setelah
modernisme. Secara filsafat, istilah postmodern merujuk pada dua hal yaitu ketidakpercayaan
tentang metanaratif dan akhir sejarah.

Postmodernisme sendiri memiliki banyak sekali interpretasi yang berbeda-beda, dan masing-
masing menawarkan sudut pandangnya. Untuk memahami apa itu postmodernisme, berikut adalah
beberapa pengertian postmodernisme yang diungkapkan oleh para ahli :

1. Steven Best dan Douglas Kellner menyatakan bahwa postmodernisme menggambarkan berbagai
gerakan dan artifak dalam bidang budaya yang dapat dibedakan dari berbagai gerakan, teks, dan
praktek kaum modernis.
2. Timotheus Vermeulen menyatakan bahwa istilah postmodernisme telah digunakan selama
bertahun-tahun untuk merujuk pada berbagai macam hal yaitu periodesasi sejarah, pandangan
hidup, teori filsafat, kondisi sosiologis, berakhirnya sejarah, program emansipasi yang terkait
berbagai teori feminisme menurut para ahli dan komunikasi gender, kritik budaya, relativisme
moral, dan lain sebagainya. Lebih lanjut Vermeulen menjelaskan bahwa isilah postmodernisme
kerapkali menggambarkan berkurangnya sebuah pengaruh, sebuah fenomena, kritik karya seni,
atau juga mengaitkannya dengan postcolonialism.
3. Lucaites dan Condit (1999), postmodern dipandang sebagai bagian dari kondisi historis yang
lebih luas yang berfungsi sebagai respon terhadap konsep modern, dan memiliki hubungan dalam
filsafat, seni, arsitektur, komunikasi, dan bidang lainnya. Postmodernisme melibatkan navigasi
sebuah dunia dimana struktur buaya dipecah karena kurangnya legitimasi. Formula yang berlaku
secara universal atau undang-undang penutup yang dirancang untuk tujuan mendeskripsikan dan
mengendalikan dunia adalah penggunaan minimal. Istilah postmodern pertama kali digunakan
dalam bidang arsitektur dan kritik seni kurang lebih selama dua dekade (1950an-1960an). Istilah
postmodern kemudian masuk ke dalam ranah ilmu sosial pada sekitar tahun 1970an dimana
serangan awal berada pada rasionalitas dan positivisme.
4. Matthew Flisfeder (2017) menyatakan bahwa postmodernisme adalah sebuah teori budaya yang
membandingkan beberapa elemen, yaitu suatu pendekatan budaya dan sejarah melalui sebuah
kritik metanaratif seperti Marxisme dan psikoanalisis; menekankan pada representasi budaya
dalam media maupun lintas media; perhatian pada media baru yang menggambarkan beberapa
komplikasi dari pengalaman kita tentang realitas; menantang subyektivitas konsep-konsep
tradisional dan identitas khususnya yang terkait dengan identitas manusia dan sifat manusia; dan
menekankan pluralisme dalam ras, gender, jenis kelamin, dan kelas sosial.
5. Melford Spiro (1996) mendefinisikan postmodernisme sebagai kritik kaum postmodern tentang
sains yang terdiri dari argumen yang saling terakit satu sama lain, yaitu epistemologis dan
ideologis yang didasarkan pada subyektivitas. Subyektivitas obyek manusia menurut argument
epistemologis tidak bisa menjadi sains dan bagaimanapun juga subyektivitas subyek manusia
menghalangi kemungkinan sains menemukan kebenaran obyektif. Kedua, obyektivitas adalah
ilusi, sains sesuai dengan argumen ideologis menumbangkan kelompok tertindas, wanita, etnis,
dan bangsa dunia ketiga.
6. Dictionary of Mass Communication mendefinisikan postmodernisme sebagai sebuah teori,
paradigma atau perspektif (tergantung sudut pandang pengamat) yang menegaskan bahwa
modernisme (dengan penekanan pada rasionalitas ilmiah, empiris, realisme, kebenaran obyektif,
dan kemajuan) bersifat hegemonis, sedang dalam kemunduran, dan digantikan oleh konsepsi
relativistis dunia, satu dimana kebenaran dan pengetahuan bersifat subyektif dan relatif, dan
realitas dibangun daripada diberikan oleh media massa dan simbol-simbol.
7. Dictionary of Media mendefinisikan postmodernisme sebagai gerakan dalam filsafat dan seni
menolak naratif tradisional dan struktur estetika.
8. Oxford English Dictionary mendefinisikan postmodernisme sebagai setelah, atau sesuatu yang
datang setelah modern.

2.2 Sejarah Postmodern

Istilah postmodern pertama kali digunakan pada kisaran tahun 1870an oleh John Watkins
Chapman, seorang pelukis berkebangsaan Inggris, guna merujuk pada lukisan postmodern yakni
gaya melukis yang jauh lebih megah daripada lukisan impresionis Perancis. Kemudian pada tahun
1917, istilah postmodern muncul dalam sebuah buku berjudul Die Krisis der Eropaischen
Kultur karya Rudolf Pannwitz untuk menggambarkan nihilisme dan jatuhnya nilai-nilai budaya
Eropa kontemporer. Selanjutnya, pada tahun 1934, Frederico de Onis menggunakan kata
postmodernisme sebagai reaksi melawan puisi kaum modernis.

Tahun 1939, sejarawan Inggris yang bernama Arnold Toynbee mengadopsi istilah
postmodernisme dengan arti yang sama sekali berbeda yaitu akhir dari tatanan borjuis Barat dan
modern dalam periode dua atau tiga abad terakhir. Kemudian pada tahun 1945, sejarawan seni
Australia yang bernama Bernard Smith mengemukakan istilah postmodernisme untuk memberi
kesan adanya gerakan realisme sosial dalam melukis yang melampaui abstraksi. Selanjutnya, pada
tahun 1950 di Amerika, Charles Olson menggunakan istilah postmodern dalam puisi. Dan baru
pada tahun 1960an dan 1970an istilah ini lebih dipopulerkan oleh para teoretikus seperti Leslie
Fielder dan Ihab Hasan.

2.3 Makna Postmodernisme

Sebagaimana telah disebut sebelumnya bahwa postmodernisme memiliki dua makna


yaitu pertama, postmodernisme sebagai reaksi terhadap modernisme estetis pada paruh pertama
abad 20 dalam arsitektur, seni, dan sastra. Dan kedua, postmodernisme sebagai reaksi terhadap
tradisi modernitas yang telah berlangsung lama selama Abad Pertengahan.

 Postmodernisme sebagai reaksi terhadap modernisme estetis

Postmodernisme sebagai reaksi terhadap modernisme estetis muncul segera setelah Perang Dunia
II dan masih mengusung sebagian fitur estetika modernisme abad 20. Sebagian ahli berpendapat
bahwa postmodernisme pada dasarnya adalah kelanjutan dari modernisme dan bukan merupakan
gerakan yang terpisah. Namun, terdapat perbedaan mendasar yang harus dipahami yaitu bahwa
modernisme estetis menghadirkan fragmentasi atau sesuatu yang harus dikeluhkan. Sementara
postmodernisme menghadirkan perayaan atau sesuatu yang harus dirayakan.

Postmdernisme dalam hal ini banyak dibahas oleh para ahli teori seperti Leslie Fielder dan Ihab
Hasan di tahun 1960an dan 1970an. Ihab Hasan secara bertahap memperluas pembahasannya
dengan kritik umum tentang budaya Barat. Ahli lainnya seperti Baudrillard, Jameson, dan
Hutcheson kemudian bergabung dalam diskusi tentang postmodernisme dalam makna yang
pertama dan makna lainnya.

 Postmodernisme sebagai reaksi terhadap tradisi modernitas

Hingga tahun 1970an, diskusi tentang postmodernisme pada umumnya terbatas pada pengertian
awal postmodernisme yaitu postmodernisme sebagai reaksi terhadap modernism estetika. Pada
tahun 1980, Jurgen Habermas melalui ceramahnya yang bertajuk Modernity : An Unfinished
Project telah membantu membawa perubahan dalam diskusi postmodernisme dalam pengertian
awal (yaitu postmodernisme sebagai reaksi terhadap modernism estetika) terhadap
postmodernisme dalam pengertian kedua (yaitu postmodernisme sebagai reaksi terhadap tradisi
modernitas atau postmodernitas).
Perdebatan terkait modernitas dan postmodernitas sudah dimulai dengan keterlibatan beberapa
kritikus seperti Martin Heidegger, Jean-Francois Lyotard, Michel Foucault, Richard
Rorty, dan Jacques Derrida yang mendukung postmodernitas. Michel Foucault, seperti kita tahu
adalah salah seorang ahli analisis wacana yang mempengaruhi beberapa ahli analisis wacana
kritis seperti Teun A. van Dijk, Norman Fairclough, dan Ruth Wodak. Para postmodernis
tersebut berpendapat bahwa tradisi modernitas era Pencerahan sedang berada dalam krisis karena
munculnya masalah seperti keterasingan dan eksploitasi dalam tradisi modernitas. Ketika
Habermas mencoba untuk membela modernitas sebagai proyek yang belum selesai, seharusnya
kita tidak meninggalkannya melainkan mendorong orang-orang yang medukung postmodernitas
untuk bereaksi. Sejak saat itu, titik berat postmodernitas sebagai aspek postmoderisme yang lebih
penting terus mengalami pembahasan di berbagai literatur.
Habermas menjadi sasaran kritik setelah Jean-Francois Lyotard menerbitkan The Postmodern
Condition yang dipublikasikan pada tahun 1984. Lyotard mendeklarasikan berakhirnya era
Pencerahan dan menolak tradisi narasi besar atau metanaratif yaitu sebuah teori universal totalistik
yang menjanjikan untuk menjelaskan semua masalah dengan satu rangkaian gagasan.

Kaitan Antara Dua Makna Postmodernisme


Jika menilik pada dua makna postmodernisme yang telah dikemukakan sebelumnya, maka dapat
dikatakan bahwa kedua makna tersebut merupakan bentuk reaksi terhadap dua aspek modernism
yang berbeda. Namun sejatinya, kedua makna tersebut bersifat koheren dan tidak terpisah
meskipun keduanya menggambarkan dua bentuk reaksi yang berbeda terhadap dua faset
modernism.

Dilihat dari segi waktu, kedua makna postmodernisme tersebut dimulai setelah berkecamuknya
Perang Dunia II. Keduanya sepakat dalam berbagai hal dan berinteraksi. Salah satu contoh
interaksi adalah referensi yang dibuat oleh Foucault dan Derrida untuk eksperimen yang dilakukan
oleh artis Belgia bernama Rene Magritte dengan signification. Atas saran Magritte, mereka
memberikan pemahaman aspiratif bahwa betapapun realistisnya seniman dapat menggambarkan
suatu item. Verisimilitude adalah tetap merupakan sebuah strategis artistik yaitu hanya
representasi dari suatu benda dan bukan benda itu sendiri. Interaksi diantara kedua makna
postmodernisme tersebut menghasilkan sebuah konvergensi dari keduanya.

Kini, beberapa karakteristik umum postmodernisme secara keseluruhan mengikuti beberapa poin
dalam istilah yang lebih populer, yaitu :

 Tidak ada kebenaran absolut.


 Tidak ada standar etis absolut karenanya penyebab feminisme dan homoseksual juga harus
dipahami.
 Tidak ada agama absolut. Hal ini mengandung arti mempromosikan inklusivisme religius yang
biasanya bersandar pada agama Era Baru.
 Globalisasi dalam artian tidak ada bangsa yang absolut. Batas-batas nasional tidak menghalangi
komunikasi antar manusia.
 Pro-lingkungan dalam artian masyarakat Barat disalahkan karena adanya kerusakan lingkungan.
2.4 Tokoh Post-Modern

Tokoh-tokoh pemikir postmodern ini terbagi ke dalam dua model cara berpikir yakni dekonstruktif
dan rekonstruktif. Para filsuf sosial berkebangsaan Prancis lebih banyak mendukung cara berpikir
postmodern dekonstruktif ini. Para pemikir Perancis itu antara lain: Friedrich Wilhelm Nietzsche
sche, ean Francois Lyotard, Mohammad Arkoun, Jacques Derrida, Michel Foucault, Pauline
Rosenau, Jean Baudrillard ,dan Richard Rorty. sementara pemikiran postmodern rekonstruktif
dipelopori oleh Teori Kritis Mazhab Frankfurt seperti : Max Horkheimer, Theodor W Adorno,
yang akhirnya dilengkapi oleh pemikiran Jurgen Habermas.

1. Friedrich Wilhelm Nietzsche sche


Friedrich Wilhelm Nietzsche sche (1844-1900) Lahir di Rochen, Prusia 15 Oktober 1884. Pada
masa sekolah dan mahasiswa, ia banyak berkenalan dengan orang-orang besar yang kelak
memberikan pengaruh terhadap pemikirannya, seperti John Goethe, Richard Wagner, dan Fredrich
Ritschl. Karier bergengsi yang pernah didudukinya adalah sebagai Profesor di Universitas
Basel.Menurutnya manusia harus menggunakan skeptisme radikal terhadap kemampuan akal.
Tidak ada yang dapat dipercaya dari akal. Terlalu naif jika akal dipercaya mampu memperoleh
kebenaran. Kebenaran itu sendiri tidak ada. Jika orang beranggapan dengan akal diperoleh
pengetahuan atau kebenaran, maka akal sekaligus merupakan sumber kekeliruan.

2. Michel Foucault
Michel Foucault adalah seorang filodof dan sejarawan Prancis yang lahir di Poitiers Prancis pada
tanggal 15 oktober 1926. Dia adalah seorang filosof Perancis yang sangat terkenal di dunia sejarah
dan filsafat. Michel Foucault juga merupakan filosof yang sangat penting abad ke-20 yang
pemikirannya sekarang ini masih diguanakan untuk mengenali fakta sosial dan perkembangan
budaya kontemporer. Disamping itu sebagian pendapat memasukkan pemikiran Foucault dalam
kelompok strukturalisme dan juga pemikiran post-strukturalisme sebagai perkembangan
strukturalisme. Sementara dia menolak kalau pemikirannya dimasukan aliran-aliran.

3. Mohammed Arkoun
Mohammed Arkon lahir dari keluarga biasa yaitu perkampungan Berber yang berada di sebuah
desa di kaki gunung Taorirt-Mimoun. Mohammed Arkoun lahir pada tanggal 2 Januari 1928.
Keluarganya berada pada strata fisik dan social yang rendah. Bahasa Kalibia Berber adalah bahasa
ibu dan bahasa Arab sebagai bahasa nasional di negaranya Aljazair .dia menempu pendidikan
sekolah dasar di Oran yaitu didesa dia sendiri. Jenjang pendidikan dan pergulatan ilmiah yang
ditempuh Arkoun membuat pergaulannya dengan tiga bahasa (Berber Kalibia, Arab, Prancis) dan
tradisi dan kebudayaannya menjadi semakin erat. Kemudian dia cukup memberi perhatiannya
yang besar terhadap peran bahasa dalam pemikiran dan masyarakat manusia sehingga namanya
terkenal sampai sekarang ini.

4. Jacques Derrida
Jacques Derrida (Aljazair, 15 Juli 1930–Paris, 9 Oktober 2004) Seorang filsuf Prancis keturunan
Yahudi dan dianggap sebagai pendiri ilmu dekonstruktivisme, sebuah ajaran yang menyatakan
bahwa semuanya di-konstruksi oleh manusia, juga bahasa. Semua kata-kata dalam sebuah bahasa
merujuk kepada kata-kata lain dalam bahasa yang sama dan bukan di dunia di luar bahasa. Derrida
dianggap salah satu filsuf terpenting abad ke 20.

5. Michel Foucault
Michel Foucault adalah seorang filodof dan sejarawan Prancis yang lahir di Poitiers Prancis pada
tanggal 15 oktober 1926. Dia adalah seorang filosof Perancis yang sangat terkenal di dunia sejarah
dan filsafat. Michel Foucault juga merupakan filosof yang sangat penting abad ke-20 yang
pemikirannya sekarang ini masih diguanakan untuk mengenali fakta sosial dan perkembangan
budaya kontemporer. Disamping itu sebagian pendapat memasukkan pemikiran Foucault dalam
kelompok strukturalisme dan juga pemikiran post-strukturalisme sebagai perkembangan
strukturalisme. Sementara dia menolak kalau pemikirannya dimasukan aliran-aliran.

Perbedaan Modernisme dan Post-Modernisme


1. Modernisme
Secara etimologis modern (adj.) bermakna, ‘pertaining to recent or present time’. Dalam sub bab
yang bertemakan postmodernisme, Romo Tom Jacob mengartikan ‘modern’ sebagai: (1) terbaru,
mutakhir; (2) sikap dan cara berpikir serta bertindak sesuai dengan tuntutan zaman.
Sedangkan menurut Kant menyebutnya sebagai, ’pencapaian transendentalisasi jauh dari imanensi
manusia. Sehingga manusia bisa mencapai tingkat yang paling tinggi. Kemampuan rasio inilah
yang menjadi kunci kebenaran pengetahuan dan kebudayaan modern. Di samping Kant, sejarah
kematangan kebudayaan modern ditunjukkan oleh Frederich Hegel. Melalui kedua pemikir inilah
nilai-nilai modernisme ditancapkan dalam alur sejarah dunia. Kant dengan ide-ide absolut yang
sudah terberi (kategori). Hegel dengan filsafat identitas (idealisme absolut) (Ahmad Sahal, 1994:
13). Konstruksi kebudayaan modern kemudian tegak berdiri dengan prinsip-prinsip rasio, subjek,
identitas, ego, totalitas, ide-ide absolut, kemajuan linear, objektivitas, otonomi, emansipasi serta
oposisi biner.

Dalam perspektif seorang postmodernis yang berasal dari traadisi filsafat, modernisme bisa disebut
sebagai ‘semangat yang diandaikan ada pada masyarakat intelektual sejak zaman renaissance
(abad ke-18) hingga paruh pertama abad ke-20. Semangat yang dimaksud adalah semangat untuk
progress –meraih kemajuan—dan untuk humanisasi manusia’. Semangat ini dilandasi oleh
keyakinan yang sangat optimistik dari kamum modernis akan kekuatan rasio manusia.

Di era ini rasio dipandang sebagai kekuatan yang dimiliki oleh manusia untuk memahami realitas,
untuk membangun ilmu pengetahuan dan teknologi, moralitas, dan estetika. Pendek kata, rasio
dipandang sebagai kekuatan tunggal yang menentukan segala-galanya. Pengakuan atas kekuatan
rasio dalam segenap aktivitas manusia, berarti pengakuan atas harkat dan martabat manusia.
Manusia dengan rasionya, –tentu saja sebagai subjek; pemberi bentuk dan warna pada realitas–
adalah penentu arah perkembangan sejarah. Kenyataannya, modernisme adalah salah satu bentuk
dari humanisme. Narasi-narasi besar modernisme yang berasal dari kapitalisme, eksistensialisme,
liberalisme, idealisme, tidak bisa lain membuktikan hal itu.

Modernisme juga bisa diartikan sebagai semangat untuk mencari dan menemukan kebenaran asasi,
kebenaran esensial, dan kebenaran universial. Rasio manusia dianggapa mampu menyelami
kenyataan faktual untuk menemukan hukum-hukum atau dasar-dasar yang esensial dan universal
dari kenyataan.

1. Postmodernisme
Secara etimologis Postmodernisme terbagi menjadi dua kata, post dan modern. Kata post, dalam
Webster’s Dictionary Library adalah bentuk prefix, diartikan dengan ‘later or after’. Bila kita
menyatukannya menjadi postmodern maka akan berarti sebagai koreksi terhadap modern itu
sendiri dengan mencoba menjawab pertanyaan pertanyaan yang tidak dapat terjawab di jaman
modern yang muncul karena adanya modernitas itu sendiri. Sedangkan secara terminologi,
menurut tokoh dari postmodern, Pauline Rosenau (1992) mendefinisikan Postmodern secara
gamblang dalam istilah yang berlawanan antara lain: Pertama, postmodernisme merupakan kritik
atas masyarakat modern dan kegagalannya memenuhi janji-janjinya. Juga postmodern cenderung
mengkritik segala sesuatu yang diasosiasikan dengan modernitas.Yaitu pada akumulasi
pengalaman peradaban Barat adalah industrialisasi, urbanisasi, kemajuan teknologi, negara
bangsa, kehidupan dalam jalur cepat. Namun mereka meragukan prioritas-prioritas modern seperti
karier, jabatan, tanggung jawab personal, birokrasi, demokrasi liberal, toleransi, humanisme,
egalitarianisme, penelitian objektif, kriteria evaluasi, prosedur netral, peraturan impersonal dan
rasionalitas. Kedua, teoritisi postmodern cenderung menolak apa yang biasanya dikenal dengan
pandangan dunia (world view), metanarasi, totalitas, dan sebagainya.

Postmodernisme bersifat relatif. Kebenaran adalah relatif, kenyataan (realitas) adalah relatif, dan
keduanya menjadi konstruk yang tidak bersambungan satu sama lain. Hal tersebut jelas
mempunyai implikasi dalam bagaimana kita melihat diri dan mengkonstruk identitas diri. Hal ini
senada dengan definisi dari Friedrich Wilhelm Nietzsche sche (1844-1900) dikenal sebagai nabi
dari postmedernisme. Dia adalah suara pionir yang menentang rasionalitas, moralitas tradisional,
objektivitas, dan pemikiran-pemikiran Kristen pada umumnya. Nietzsche sche berkata, “Ada
banyak macam mata. Bahkan Sphinx juga memiliki mata; dan oleh sebab itu ada banyak macam
kebenaran, dan oleh sebab itu tidak ada kebenaran.”

Menurut Romo Tom Jacob, kata ‘postmodern’ setidaknya memiliki dua arti: (1) dapat menjadi
nama untuk reaksi terhadap modernisme, yang dipandang kurang human, dan mau kembali kepada
situasi pra-modernisme dan sering ditemukan dalam fundamentalisme; (2) suatu perlawanan
terhadap yang lampau yang harus diganti dengan sesuatu yang serba baru dan tidak jarang
menjurus ke arah sekularisme.

Pemikir evalengical, Thomas Oden, berkata bahwa periode modern dimulai dari runtuhnya Bastille
pada tahun 1789 (Revolusi Perancis) dan berakhir dengan kolapsnya komunisme dan runtuhnya
tembok berlin pada tahun 1989. Modernisme adalah suatu periode yang mengafirmasi
keeksistensian dan kemungkinan mengetahui kebenaran dengan hanya menggunakan penalaran
manusia. Oleh karena itu, dalam arti simbolik penalaran menggantikan posisi Tuhan, naturalisme
menggantikan posisi supernatural. Modernisme sebagai pengganti dinyatakan sebagai penemuan
ilmiah, otonomim manusia, kemajuan linier, kebenaran mutlak (atau kemungkinan untuk
mengetahui), dan rencana rasional dari social order Modernisme dimulai dengan rasa optimis yang
tinggi.

Sedangkan postmodernisme adalah sebuah reaksi melawan modernisme yang muncul sejak akhir
abad 19. Dalam postmodernisme, pikiran digantikan oleh keinginan, penalaran digantikan oleh
emosi, dan moralitas digantikan oleh relativisme. Kenyataan tidak lebih dari sebuah konstruk
sosial; kebenaran disamakan dengan kekuatan atau kekuasaan. Identitas diri muncul dari
kelompok. Postmodernisme mempunyai karakteritik fragmentasi (terpecah-pecah menjadi lebih
kecil), tidak menentukan (indeterminacy), dan sebuah ketidakpercayaan terhadap semua hal
universal (pandangan dunia) dan struktur kekuatan.

1. Post-Modernisme sebagai Filsafat


Filsafat postmodern pertama kali muncul di Perancis pada sekitar tahun 1970-an, terlebih ketika
Jean Francois Lyotard menulis pemikirannya tentang kondisi legitimasi era postmodern, dimana
narasi-narasi besar dunia modern (seperti rasionalisme, kapitalisme, dan komunisme) tidak dapat
dipertahankan lagi.

Seperti yang telah diterangkan diatas, pada awalnya lahir dari kritik terhadap arsitektur modern,
dan harus kita akui kata postmodern itu sendiri muncul sebagai bagian dari modernitas. Ketika
postmodern mulai memasuki ranah filsafat, post dalam postmodern tidak dimaksudkan sebagai
sebuah periode atau waktu, tetapi lebih merupakan sebuah konsep yang hendak melampaui segala
hal modern. Konsep postmodernitas yang sering disingkat sebagai postmodern ini merupakan
sebuah kritik atas realitas modernitas yang dianggap telah gagal dalam melanjutkan proyek
pencerahannya.

Nafas utama dari postmodern adalah penolakan atas narasi-narasi besar yang muncul pada dunia
modern dengan ketunggalan terhadap pengagungan akal budi dan mulai memberi tempat bagi
narasi-narasi kecil, lokal, tersebar, dan beranekaragam untuk bersuara dan menampakkan dirinya.

C.S. Lewis ketika ia berkata, ketika memperjelas pandangan Nietzsche sche “My good is my good,
and your good is your good” (kebaikanku adalah kebaikanku, dan kebaikanmu adalah
kebaikanmu), atau kalau orang Jakarta bilang, “gue ya gue, lo ya lo”. Jadi di sini tidak ada standar
absolut tentang benar atau salah dalam postmodern. Mungkin Anda juga pernah mendengar orang
berkata “Mungkin itu benar bagimu, tetapi tidak bagiku” atau “Itu adalah apa yang kamu rasa
benar.” Kebenaran, bagi generasi postmodern adalah relatif, tidak absolut.

2.5 Kritik terhadap Postmodernisme

Postmodernisme telah menarik para intelektual untuk memberikan kritiknya. Jika diklasifikasikan,
maka terdapat 4 (empat) kritik terhadap postmodern yaitu :

1. Kritik yang diberikan berdasarkan sudut pandang orang yang menolak konsep modernism.
2. Kritik yang diberikan oleh mereka yang menjunjung tinggi modernism yang juga percaya
postmodernisme kurang memiliki karakteristik penting dari proyek modern.
3. Kritik dalam masyarakat postmodern yang mencari perbaikan atau perubahan berdasarkan
pemahaman mereka tentang postmodernisme.
4. Kritik yang diberikan oleh mereka yang percaya bahwa postmodernisme hanyalah sebuah proses
yang lewat dan bukan merupakan pertumbuhan dalam organisasi sosial.

2.6 Manfaat Mempelajari Teori Postmodern

Mempelajari teori postmodern dapat memberikan berbagai manfaat, diantaranya adalah kita dapat
memahami pengertian postmodernisme melalui perjalanan sejarah perkembangan istilah
postmodernisme dan kritik yang diberikan oleh para ahli. Selain itu, kita juga dapat memahami
secara singkat kaitan postmodernisme dengan komunikasi.

Demikianlah ulasan singkat tentang teori postmodern yang meliputi pengertian serta kritik yang
disampaikan oleh para ahli. Semoga dapat memberikan tambahan wawasan dan pengetahuan kita
tentang teori postmodern dan kaitannya dengan ilmu komunikasi.

BAB III

KESIMPULAN
Istilah postmodern pertama kali digunakan pada kisaran tahun 1870an oleh John Watkins
Chapman, seorang pelukis berkebangsaan Inggris, guna merujuk pada lukisan postmodern yakni
gaya melukis yang jauh lebih megah daripada lukisan impresionis Perancis. Kemudian pada tahun
1917, istilah postmodern muncul dalam sebuah buku berjudul Die Krisis der Eropaischen
Kultur karya Rudolf Pannwitz untuk menggambarkan nihilisme dan jatuhnya nilai-nilai budaya
Eropa kontemporer. Selanjutnya, pada tahun 1934, Frederico de Onis menggunakan kata
postmodernisme sebagai reaksi melawan puisi kaum modernis. Sebagaimana telah disebut
sebelumnya bahwa postmodernisme memiliki dua makna yaitu pertama, postmodernisme sebagai
reaksi terhadap modernisme estetis pada paruh pertama abad 20 dalam arsitektur, seni, dan sastra.
Dan kedua, postmodernisme sebagai reaksi terhadap tradisi modernitas yang telah berlangsung
lama selama Abad Pertengahan.

Kritik seni sebagai ilmu pengetahuan terdiri atas kumpulan teori sebagai hasil pengkajian
yang teliti oleh pakar estetika dan pakar teori seni. Pada prinsipnya ada dua pendekatan yang
dilakukan untuk membangun teori kritik seni. Pertama, berakar pada pendekatan filsafat metafisis
yang melahirkan tipe kritik yang bersifat dogmatis. Kedua, pendekatan empiric modern yang
mempergunakan data objektif sebagai basis penilaian karya seni. Konsep yang menempatkan
pentingnya unsur pembuktian dalam proses pengkajian nilai seni.

Pengertian dari kritik seni adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk menanggapi sebuah
karya seni, dengan maksud untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan dari sebuah karya seni.
Menurut Dewey, 1980; Stolnizt, 1971, mengatakan bahwa kritik seharusnya merupakan aktivitas
evaluasi (sebagai masukan untuk seniman), karya seni adalah objek pengamatan estetika, kritik
tidak perlu sampai pada penyimpulan nilai (pada dasarnya yang menentukan nilai bukanlah
seorang kritikus melainkan penikmat seni), penghakiman karena dengan deskripsi dan
pembahasan yang lengkap sudah mencukupi bagi penangkapan makna estetika.
Hasil sebuah kritik seni dari seorang ahli kritikus dibidang seni atau biasa disebut dengan
pengamat seni dapat mempengaruhi nilai dari suatu karya seni, tentu saja dengan penilaian yang
ditunjukan dengan kritik seni yang disampaikan oleh seorang kritikus seni yang memuat
kelebihan maupun kekurangan dari hasil karya seni dapat memberikan pandangan atas suatu
karya seni tertentu.

Pertanyaan& jawaban

1. Apa menurut kelompok kalian tentang kritik seni dengan penjabaran dan pemahaman (bahasa)
kalian masing2? (Aulia)
Jawaban: kegiatan menanggapi suatu karya seni guna melihat estetika karya tersebut besrta
kekurangan dan kelebihan dr karya tersebut.

2. Apa fungsi kritik seni dalam karya tari untuk sang penari dan penonton? (Zalfaa)

Jawaban:
Bagi penari, kritik memiliki fungsi untuk mendeteksi kelemahan, mengupas kedalaman, serta
membangun kekurangan pada karya seninya.
Sedangkan bagi penonton atau penikmat tari, kritik tari akan membantu mereka untuk
memahami karya, meningkatkan wawasan dan pengetahuannya terhadap karya tari yang
berkualitas.

DAFTAR PUSTAKA

https://pakarkomunikasi.com/teori-postmodern

https://afidburhanuddin.wordpress.com/2014/05/07/filsafat-postmodern/

Anoegrajekti Novi,Cecilia Tridjata, Dwi Kusumawardani, Nursilah, Ataswarin Bambang Sarah,


Sem C Bangun, Hasnini Hasra, Widia Pekerti, Bambang Oka Sudira, Asmowati Sardjono,
“Estetika Sastra, Seni, dan Budaya”, UNJ Press: Jakarta 2008

Anda mungkin juga menyukai