Anda di halaman 1dari 3

NAMA : Muhamad Faizal Maulana Arif

NIM : 1208620049
Perkembangan Sejarah Estetika / 22 Maret 2023

A. Perkembangan Estetika di Setiap Zaman


Estetika seni berkembang seiring perkembangan pikiran dan kebudayaan
manusia. Setidaknya ada beberapa fase perkembangan, yakni estetika di masa kuno dan
abad pertengahan, estetika masa modern dengan ditandai era perubahan melalui ilmu
pengetahuan yang disebut Renaissance, estetika di akhir abad 19-20 dan terakhir
estetika di abad 20.
Estetika pada masa kuno dan abad pertengahan dirangkum dalam tiga
pandangan: keindahan sebagai tata, harmoni dalam ukuran, keindahan sebagai jalan
kontemplasi atau keindahan yang ditemukan dalam pengalaman manusia, “sang indah”
di seberang manusia, dan keindahan yang ditemukan dari pengalaman manusia.
Pada masa modern sampai akhir abad 19 atau disebut masa Renaissance,
penciptaan kesenian bertolak dari inspirasi nyata terhadap tubuh manusia, alam, dan
realitas. Perhatian pada manusia menjadi utama. Estetika seni di Perancis memberi
semboyan “Seni untuk Seni” (I’art pour I’art). Sedangkan Neitzsche mencirikan kesenian
sebagai dionisios: pengalaman rasa hidup yang meluap, bergelora dengan emosi, dan
kehendak dahsyat. Kesenian pun tak pernah bertujuan untuk diri sendiri, tetapi mesti
bertolak dari masyarakat demi masyarakat.
Selanjutnya, perkembangan estetika dari akhir abad 19-20, ditandai dengan
kemunculan aliran impresionisme dengan berpusat di Paris, Perancis. Beberapa
kelompok pelukis keluar dari kesenian yang dianggap sudah mapan. Adapun yang
ditonjolkan, terutama dalam seni lukis adalah menghadirkan pencahayaan. Setelah itu,
muncul aliran ekspresionisme yang membahasakan pengalaman rasa indah dalam
ekspresi. Tokohnya yang terkenal adalah Van Gogh. Aliran ini menajamkan pada jati diri
seni, peran kesenian dalam masyarakat, dan tugas sang seniman.
Selanjutnya, memasuki abad ke-20, estetika memiliki banyak aliran seni yang
berkembang dalam bentuk isme-isme. Menurut Romo Mudji, isme adalah arus aliran seni
berdasar watak hasil karya yang digolongkan sebagai mazhab berdasar visi sudut
pandang atau credo si seniman, baik sebagai pribadi maupun sebagai bagian dari
kelompoknya. Isme digunakan oleh seniman yang bersangkutan sebagai ideologinya
berkesenian dalam arti nilai yang diperjuangkan atau isme, menjadi penamaan kritikus
seni dan sejarawan seni.
Beberapa aliran-aliran isme yang berkembang di abad ke-20, terutama digunakan
dalam seni rupa di antaranya: simbolisme yang mengekspresikan bentuk lambang atau
simbol untuk melukiskan inspirasi seniman. Fauvisme, lanjutan dari ekspresionisme
dengan menegaskan simbol dan dekorasi dengan mempertajam penggunaan warna.
Surealisme, lukisan merupakan ekspresi dari dunia khayal, dunia mimpi, dan
bayangan. Aliran ini dipengaruhi oleh prespektif psikoanalisa Sigmund Freud, alam
bawah sadar. Lalu, Kubisme, mengekspresikan pengamatan dan pengalaman manusia
dengan suatu konstruksi bentuk kubus. Seni abstrak, menggambarkan apa yang tidak
ada kaitan dengan obyek-obyek luar, namun menekankan kebebasan ekspresi, dalam
bahan, arti, dan tafsiran.
Perkembangan estetika seni dapat dilacak keberadaannya sejak zaman Romanes
(sebelum Renaissance). Di era Romanes, dapat dilihat jejaknya melalui bangunan gereja,
di mana keberadaan Tuhan paling tinggi dan mempengaruhi karya seni.
Eddy Soetriyono memaparkan, pada masa tersebut simbolisme atap gereja yang
semakin ke atas, semakin curam, dan tinggi, diartikan kedekatan bumi dengan langit,
hingga transformasi bangunan gereja menuju bentuk gotik yang menandakan seni lebih
pada manusia seperti mengibaratkan Yesus yang diangkat ke atas.
Selanjutnya, masa Renaissance, di mana karya seni hampir serupa dengan sains
yang titik keberangkatannya berasal dari alam pikiran. Dalam perkembangan
selanjutnya, muncul aliran-aliran modern art dengan berbagai isme-nya sebagai
pencarian ilmu murni.
Menurut Eddy, pada masa modern, manusia kian leluasa mengungkapkan segala daya
dalam kehidupannya. Manusia memiliki semangat melakukan penjelajahan dan memiliki
kebebasan dalam berpikir. Manusia juga kritis terhadap mitos dan tradisi. Rasio, ilmu,
dan teknologi menjadi mitos baru dan landasan dalam menghasilkan karya seni.

B. Estetika Seni, dari Nusantara hingga Indonesia


Kurang lebih serupa dengan negara-negara barat, Indonesia memiliki estetika seni
yang berkelindan antara seni dan peradaban. Hanya saja, menurut Romo Mudji, di Eropa,
seni lebih berpandangan abstraksi atau di tataran pengetahuan dan dunia ide.
Sedangkan di Indonesia, estetika seni berkaitan erat dengan induksi (pengalaman dan
laku hidup).
Misalnya pada estetika dalam teori ritual. Seni merupakan ritus dan berkaitan
dengan upacara yang menghormati kehidupan. Teori ritual seni menempatkan estetika
sebagai bagian pemujaan kosmologis, ritual penghormatan pada kesuburan dalam
perkawinan maupun ekspresi ritual pada acara kematian.
Romo Mudji mencontohkan estetika di Indonesia yang bersentuhan pada local life
wisdom, nilai, hingga pepatah. Pengalaman merasakan itulah yang lebih unggul dari
pengalaman pemikiran. Contohnya, pada estetika rasa para penari tradisi Jawa yang
disebut wirogo, wiromo, dan wiroso.
Pada perkembangan selanjutnya, estetika seni mulai ke arah modernisme, yang
turut dipengaruhi pengetahuan dan isme dari Barat. Seni mulai bersinggungan dengan
realitas dalam kehidupan. Namun, tetap saja, Timur khususnya Indonesia, pengalaman
rasa merupakan estetika sesungguhnya, dibandingkan pikiran.
Dalam estetika dalam seni, manusia dan kehidupan, Romo Mudji menegaskan,
seluruh teori seni sesungguhnya merupakan upaya perumusan logis sistematis
mengenai pengalaman seni, estetika dari kehidupan yang sebenarnya mengalami
keterbatasan kalau dilogiskan. Karena, sumbernya adalah telaga jernih instuisi dan
bagian kehidupan yang indah, mulia, melampaui logika, rasional dan dimensi
epistemologis kehidupan.

DAFTAR PUSTAKA
Lubis, Mochtar. (1990). Indonesia: Land under The Rainbow, Singapore: Oxford
University Press. ISBN 0-19-588977-0.
The Liang Gie, 1976, Garis Besar estetika (Filsafat Keindahan), Karya Kencana,
Yogyakarta
Nooryan Bahari, 2008, Kritik Seni, Pustaka Pelajar, Yogyakarta
http://repository.lppm.unila.ac.id/39095/1/aproval-ESTETIKA%20SENI.pdf

Anda mungkin juga menyukai