Anda di halaman 1dari 8

J.

Yanto TALUN : Fungsi, Struktur Vegetasi dan Potensi Penyerap Karbon

TALUN :
FUNGSI, STRUKTUR VEGETASI DAN POTENSI PENYERAP KARBON
Oleh: J. YANTO
Mahasiswa PSMIL UNPAD, Alumni Biologi UNPAD
© Juni 2008 Revised Edition. aa_j2002@yahoo.com

PENDAHULUAN Dengan demikian, talun mempunyai peranan


ekologis yang cukup penting terutama dalam rangka
Talun merupakan salah satu komponen yang
konservasi tanah, air, dan tumbuhan.
umum ditemukan pada agroekosistem di Jawa
Barat. Talun adalah salah satu sistem agroforestry Dan sekarang, manfaat yang semula tidak
yang khas, ditanami dengan campuran tanaman terukur dalam menghasilkan udara bersih dan
tahunan/kayu (perennial) dan tanaman musiman penyerapan karbon mulai mendapatkan tempat
(annual), dimana strukturnya menyerupai hutan, dengan munculnya isu pemanasan global, dimana
secara umum ditemui di luar pemukiman dan hanya talun seperti layaknya hutan sangat diharapkan
sedikit yang berada di dalam pemukiman untuk secara konkrit berperan dalam mengurangi
(Soemarwoto dan Soemarwoto, 1984). pemanasan global.
Widagda dkk. (1984) mendefinisikan talun
sebagai sistem tradisional yang mempunyai aneka FUNGSI TALUN
fungsi selain fungsi produksi, dimana dalam sistem
Secara garis besar, talun dapat
ini terdapat kombinasi tanaman pertanian semusim
dikelompokkan menjadi dua, yaitu talun permanen
dengan pepohonan. Talun umumnya mempunyai
dan talun tidak permanen (talun-kebun)
batas-batas kepemilikan yang jelas dan ditemukan di
(Soemarwoto dan Soemarwoto, 1984).
sekitar daerah pemukiman.
Pada talun permanen, tidak ditemukan
Talun di beberapa daerah tertentu di Jawa
adanya pergiliran tanaman dan pohon-pohonnya
Barat, biasa disebut dengan istilah lokal lainnya
rapat dengan kanopi menutupi area, sehingga cahaya
seperti Kebon Tatangkalan, dan Bojong (Parikesit
yang tembus sedikit dan hanya sedikit tanaman
dkk., 1997, 1998). Jika suatu talun didominasi oleh
toleran yang ditanam, seperti Kunyit (Curcuma
satu jenis tanaman, maka talun tersebut akan diberi
domestica), dan Jahe (Zingiber officinale). Bahkan
nama sesuai dengan jenis tanaman yang
pada Talun Bambu, hampir tidak mempunyai
mendominasi tersebut, seperti contohnya Kebon
tumbuhan bawah karena kanopinya yang rapat. Pada
Awi, karena jenis tanaman yang mendominasi
talun yang pohonnya jarang, cahaya bisa banyak
adalah Awi atau Bambu (Bambusa sp). Kebon
tembus, sehingga tanaman musiman tumbuh dan
Jengjen, karena yang dominan di talun tersebut
rumputpun dapat ditemukan, talun seperti itu
adalah jenis tanaman Jengjen atau Albasiah
disebut juga “Kebun Campuran”.
(Paraserianthes falcataria).
Pada talun tidak permanen, ditemukan
Dilihat dari aspek perawakannya, dalam
adanya pergiliran tanaman, biasanya terdiri dari tiga
ekosistem talun biasanya ditemukan jenis tanaman
fase, yaitu kebun, kebun campuran, dan talun
budidaya maupun tumbuhan liar, baik yang berupa
(Widagda, 1984), sehingga disebut dengan sistem
pohon, semak, maupun terna.
talun-kebun.
Adanya berbagai jenis tumbuhan dari
Setiap fase mempunyai struktur vertikal dan
berbagai perawakan yang berbeda tersebut,
fungsi yang berbeda-beda. Kebun biasanya ditanami
menyebabkan struktur vegetasi talun memiliki
campuran tanaman musiman dan memiliki nilai
stratifikasi yang mirip dengan ekosistem hutan.
ekonomi yang tinggi. Setelah dua tahun, bibit pohon

1/8
J. Yanto TALUN : Fungsi, Struktur Vegetasi dan Potensi Penyerap Karbon

mulai ditanam dan tumbuh sehingga ruang untuk pemilik lahan, padahal hanya memerlukan biaya
tanaman musiman berkurang. Kebun mulai berubah yang rendah untuk perawatannya. Hal ini
menjadi kebun campuran, dimana tanaman musiman dikarenakan hasil talun seperti bambu, albasiah,
bercampur dengan pohon tahunan yang masih buah-buahan dan tumbuhan lainnya memiliki nilai
muda, nilai ekonomi fase ini tidak setinggi fase jual yang tinggi.
sebelumnya, tetapi memiliki nilai biofisik yang
Sumber Daya Nutfah dan Konservasi Tanah
tinggi seperti konservasi tanah dan air. Setelah
Keanekaan jenis tumbuhan yang sangat tinggi di
memanen tanaman musiman, lahan biasanya
talun menjadikan talun memiliki fungsi penting
dibiarkan 2-3 tahun sehingga didominasi oleh pohon
sebagai sumber daya nutfah. Selain itu, dengan
tahunan, dan masuklah pada fase talun, dimana
struktur multi strata dan bermacam-macamnya
talun ini memiliki nilai ekonomi dan biofisik.
komposisi spesies, berbagai organisme
Penampilan kompleks vegetasi talun menggunakan talun sebagai habitatnya.
memungkinkannya mempunyai berbagai fungsi, Terbentuknya strata tajuk yang berlapis-lapis,
baik fungsi ekologi maupun fungsi sosial ekonomi. terakumulasinya lapisan seresah pada lantai talun,
Fungsi ekologi talun antara lain adalah dan adanya sistem rotasi pada beberapa talun, sangat
memberikan perlindungan terhadap plasma nutfah, efektif melindungi tanah dari erosi dan hempasan air
sebagai habitat satwa liar seperti jenis burung dan hujan sehingga menjaga kesuburan tanah.
serangga penyerbuk, memberi perlindungan Fungsi Sosial
terhadap tanah dari bahaya erosi, dan sebagai
Parikesit (2001) mengemukakan bahwa sekitar 51%
penghasil seresah dan humus. Sedangkan fungsi
penduduk di DAS Citarum hulu menggunakan kayu
sosial ekonominya antara lain adalah memberikan
bakar untuk memasak sehari-hari, dimana 88 %
manfaat ekonomi dari hasil produksinya yang dapat
pengguna kayu bakar menggunakan talun sebagai
dijual atau yang dapat dimanfaatkan secara langsung
sumber kayu bakarnya. Adanya kayu bakar yang
seperti kayu bakar, bahan bangunan, dan buah-
dapat diperoleh secara cuma-cuma dari talun,
buahan (Abdoellah dan Iskandar, 2001).
merupakan indikasi dari adanya fungsi sosial bagi
Menurut Soemarwoto dkk. (1979), fungsi masyarakat miskin. Begitu pula jika talun dipanen,
talun dapat dibedakan menjadi 4 bagian, yaitu (1) orang yang membantu akan mendapatkan bagian
produksi subsisten, (2) produksi komersil, (3) hasil panen (Soemarwoto dan Soemarwoto, 1984).
sumber daya nutfah dan konservasi tanah, dan (4)
fungsi sosial.
STRUKTUR VEGETASI TALUN
Produksi Subsisten
Vegetasi merupakan penutupan massa
Produksi subsisten merupakan pemanfaatan hasil tumbuhan pada suatu daerah tertentu dengan luas
talun untuk kebutuhan sehari-hari. Buah-buahan, yang bervariasi; dapat berupa sejumlah pohon-
sayuran/lalab, dan obat tradisional merupakan hasil pohonan, semak, dan herba yang secara bersama-
talun yang dapat diambil setiap waktu oleh pemilik, sama menutupi suatu wilayah yang luas.
dimana ini merupakan hal penting bagi pemenuhan
Dansereau (1857) dalam Mueller-Dombois
kebutuhan hidup masyarakat desa. Karena
dan Ellenberg (1974) menyatakan struktur vegetasi
keberadaan talun juga mampu memberikan nilai
sebagai suatu organisasi dalam ruang dari individu
tambah yang cukup tinggi, maka tingkat
yang membentuk tipe vegetasi atau asosiasi
ketergantungan terhadap sistem tata guna lahan
tumbuhan, dan menyatakan bahwa elemen utama
lainnya menjadi lebih rendah.
dari struktur adalah bentuk pertumbuhan,
Produksi Komersil stratifikasi, dan penutupan.
Hasil talun selain mampu mencukupi kebutuhan
Sedangkan struktur vegetasi talun dapat
hidup sehari-hari penduduk pedesaan, juga mampu
diartikan sebagai susunan tanaman yang mengisi
memberikan sumbangan yang cukup besar bagi

2/8
J. Yanto TALUN : Fungsi, Struktur Vegetasi dan Potensi Penyerap Karbon

lahan, baik ke arah horizontal maupun ke arah Menurut Parikesit (2001), struktur
vertikal. Susunan tanaman ke arah horizontal dapat horizontal dan vertikal dari penampakan talun di
dikemukakan dalam bentuk susunan jenis tanaman Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum cukup
atau jumlah individunya, sedangkan susunan kompleks. Variasi struktur dapat dilihat pada
tanaman ke arah vertikal dapat dinyatakan dalam beberapa tempat yang berbeda di DAS tersebut.
stratifikasi tinggi, klasifikasi diameter batang atau Pada beberapa tempat khusus, talun bambu umum
besarnya tajuk tanaman yang mengisi ruang lahan ditemukan, sedangkan di tempat lain, talun
(Karyono, 1981 dalam Sirie, 1985). campuran lebih banyak ditemukan.
Sebagai salah satu komponen Bukan hal yang aneh pula bila di beberapa
agroekosistem, komposisi dan struktur talun serta tempat dalam DAS Citarum ditemukan talun yang
fungsi tumbuhan yang ditemukan di dalamnya didominasi oleh jenis pohon yang khusus seperti
dipengaruhi oleh berbagai faktor biofisik, sosial Albizia sp.; hal ini menyebabkan penampakannya
ekonomi, dan budaya masyarakat setempat berbeda dengan talun bambu atau talun campuran.
(Soemarwoto dan Soemarwoto, 1984; Karyono,
Jenis tumbuhan yang paling dominan
1990; Parikesit, 1997, 1998).
ditemukan pada talun di Desa Sukapura (DAS
Adanya berbagai faktor tersebut dan Citarum bagian hulu) adalah Eupatorium riparium,
intensitas pengelolaan lahan oleh pemiliknya Drymaria cordata, dan Collocasia macrophylla.
memungkinkan struktur vegetasi talun berbeda-beda Tiga jenis tumbuhan dominan ini adalah jenis
pada setiap daerah (Parikesit dkk., 1997). tumbuhan liar yang tumbuh pada lapisan bawah
vegetasi talun.
Faktor lingkungan fisik yang berpengaruh
terhadap perbedaan distribusi jenis tumbuhan di Sedangkan jenis tumbuhan yang paling
muka bumi adalah iklim (curah hujan, cuaca, dominan pada lapisan tengah dan atas vegetasi talun
intensitas cahaya matahari), edafik (jenis tanah, hara adalah Calliandra calothyrsus dan Eucalyptus alba.
mineral, ketebalan tanah), fisiografi (ketinggian Jenis tumbuhan introduksi yang cepat tumbuh ini,
tempat, kemiringan tempat) (Polunin, 1994 dalam ditanam oleh penduduk Sukapura untuk memenuhi
Susilo, 1999). kebutuhannya terhadap kayu bakar (Parikesit,
1997).
Disamping pengaruh dari faktor lingkungan
fisik, perbedaan distribusi jenis tumbuhan juga Stratifikasi tajuk vegetasi talun antara satu
dapat disebabkan oleh intervensi manusia, intervensi tempat dengan tempat lainnya, umumnya
dalam arti rekayasa manusia untuk memilih jenis- menunjukkan variasi yang bersifat mikro sebagai
jenis tumbuhan yang sesuai dengan kebutuhan akibat dari kegiatan pengelolaan yang dilakukan
hidupnya berupa sandang, pangan, dan papan. secara individual. Stratifikasi pada talun yang
didominasi oleh bambu biasanya lebih sederhana
Hasil penelitian Ariefianto (2002) di Desa
dibandingkan dengan yang terlihat di talun
Sukapura dan Wangisagara memperlihatkan bahwa
campuran antara bambu dan pohon-pohonan.
distribusi jenis tumbuhan pada talun dipengaruhi
oleh faktor ketinggian lokasi lahan, kemiringan Parikesit (1997) juga menyebutkan bahwa
(kelerengan) lahan, intensitas cahaya, serta struktur vertikal vegetasi talun di tiga desa
pemilikan lahan dengan cara sewa dan warisan. (Sukapura, Wangisagara, dan Ranca Kasumba) yang
Sedangkan jenis tumbuhan yang dominan pada dua termasuk dalam DAS Citarum bagian hulu,
desa tersebut diantaranya adalah Calliandra sp, setidaknya dapat dibedakan dalam tiga strata, yaitu
Eucalyptus alba, Albizia montana, Ficus septica, (1) strata paling rendah, didiami oleh berbagai jenis
Pithecelobium dulce, Spathodea companulata, herba dan semak sampai ketinggian 1 m, (2) strata
Eupatorium riparium, Ageratum conyzoides, dan pertengahan, didiami oleh semak dan pohon muda
Oxalis corymbosa. dengan tinggi antara 1 sampai 5 m, dan (3) strata
paling tinggi, didiami oleh berbagai jenis pohon

3/8
J. Yanto TALUN : Fungsi, Struktur Vegetasi dan Potensi Penyerap Karbon

dengan tinggi lebih dari 8 m. Pada beberapa talun POTENSI PENYERAP KARBON
yang penutupan kanopinya rapat di lapisan atas,
Hutan hujan tropik di Asia mengandung 135
perbedaan kanopi antara tiap strata dapat secara
– 250 ton C/ha (Soemarwoto, 2001), sedangkan
jelas dilihat.
Wasrin (2005) mengasumsikan rata-rata
Struktur multi strata dan bermacam- kemampuan serapan karbon hutan tanaman sebesar
macamnya komposisi spesies pada talun sangat 24 ton C/ha.
penting bagi berbagai organisme dalam
Talun memiliki struktur yang mirip dengan
menggunakan talun tersebut sebagai habitatnya,
hutan, oleh karenanya sering disebut sebagai
terutama pada suatu daerah yang cukup jauh dari
mimicking forest. Hal ini memungkinkan potensi
hutan (Parikesit, 2001).
serapan karbon pada talun tidak jauh berbeda
Talun memiliki keanekaan burung tertinggi dengan hutan atau sistem agroforestry lainnya.
dibandingkan dengan tipe tata guna lahan lainnya
Studi Ginoga dkk. (2002) pada beberapa
(pekarangan, sawah, dan kebun), begitu pula dengan
sistem agroforestry di Sumatera Selatan
keanekaan serangganya (Erawan dkk., 1997).
memperlihatkan rata-rata serapan karbon berkisar
Beberapa jenis burung yang umum antara 19,8 – 102,7 tC/ha, lebih jelasnya dapat
ditemukan di talun antara lain adalah Cabe-cabe dilihat pada Tabel 1.1.
(Dicaeum trochileum), Prinjak (Orthotomus
Tabel 1.1. Penyerapan Karbon Pada Beberapa
ruficeps), Pacikrak (Prinia familiaris), Burung Agroforestry System
Jantung (Nectarinia jugularis), dan Kutilang Rata-rata
(Pycnonotus aurigaster) (Iskandar, 2001). No Agroforestry System Serapan Karbon
(t C/ha)
Adanya keanekaan fauna yang tinggi 1 Karet, tradisional 19,8
tersebut diyakini akibat struktur kompleks vegetasi 2 Karet 42,4
3 Kayu Manis/Kentang 22,7
talun. Pengubahan /konversi talun dapat 4 Damar 102,7
menyebabkan perubahan besar pada keseluruhan 5 Palem 27,0
struktur penutupan vegetasi, termasuk komposisi Sumber: Ginoga, 2002
spesies. Pengubahan atau penyederhanaan talun ini
juga memiliki pengaruh penting pada kondisi iklim Adapun studi Ginoga dkk. (2004)
mikro, dimana pada gilirannya akan mempengaruhi memperlihatkan penyerapan karbon pada 8 pola
keseluruhan kondisi biotik. smallholder agroforestry (talun dapat termasuk
dalam kategori ini) di Kabupaten Tasikmalaya dan
Kondisi talun di beberapa daerah di Jawa Ciamis yang merupakan Daerah Aliran Sungai
Barat dewasa ini, misalnya di DAS Citarum bagian Citanduy bagian hulu (Tabel 1.2).
hulu, terus menyusut karena dikonversi menjadi
lahan pertanian lain dan pemukiman. Menyusutnya Tabel 1.2. Penyerapan Karbon oleh Smallholder
Agroforestry
luas talun ini diindikasikan oleh jumlah pemilik dan Smallholder Daya Serap Karbon
luas rata-rata kepemilikan talun yang berkurang Agroforestry (t C/ha)
No
(Parikesit dkk., 2004). Jenis Pohon Model Model
Pola
Utama Brown Vademicum
Hal tersebut akan berpengaruh terhadap Kabupaten Tasikmalaya
kondisi agroekosistem secara keseluruhan sehingga 1 T1 Sengon 25,15 32,23
2 T2 Sengon, Mahoni, 19,51 24,60
upaya konservasinya perlu dilakukan melalui
Manglid, Alpukat,
revitalisasi fungsi talun. Kidamar
3 T3 Sengon, Tisuk, 25,30 32,43
Suren, Nangka,
Petai, Alpukat
4 T4 Sengon, Alpukat, 23,21 29,76
Kidamar, Tisuk,
Cengkeh

4/8
J. Yanto TALUN : Fungsi, Struktur Vegetasi dan Potensi Penyerap Karbon

Lanjutan Tabel 1.2 Jenis pohon penyerap karbon terbesar


Daya Serap Karbon adalah pohon yang dikategorikan sebagai pohon
Smallholder Agroforestry
(t C/ha)
No kayu atau digunakan kayunya, seperti puspa, kiteja
Jenis Pohon Model Model
Pola
Utama Brown Vademicum dan tisuk. Sementara pohon buah-buahan seperti
Kabupaten Ciamis nangka, petai dan cengkeh menyerap karbon lebih
5 C1 Afrika, Mahoni, 48,68 67,65
sedikit tetapi banyak ditanam karena digunakan
Sengon, Puspa,
Tisuk, Tangkil, sebagai pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Sengon
Nangka, Cengkeh, dan afrika (sobsi) banyak ditanam karena
Kiteja, Kidamar,
kemudahan dalam menjualnya walaupun pohon
Kelapa, Alpukat,
Petai, Durian kayu ini menyerap karbon lebih sedikit daripada
6 C2 Sengon, Afrika, 85,27 92,62 yang lain.
Cengkeh, Mahoni,
Petai, Puspa, Tentu saja kemampuan menyerap karbon ini
Nangka, Tangkil, belum masuk dalam perhitungan pemilik lahan
Johar, Tisuk,
Kemang
dalam menentukan jenis pohon yang ditanam.
7 C3 Kiteja, Mahoni, 49,76 63,78 Komposisi jenis pohon pada agroforestry ini tentu
Sengon akan berubah jika perdagangan karbon telah masuk
8 C4 Sengon, Mahoni, 41,61 53,34 dalam perhitungan.
Afrika, Tangkil,
Nangka, Cengkeh, Perlu digarisbawahi bahwa keanekaan jenis
Kidamar
tidak menggambarkan kuantitas penyerapan karbon.
Sumber: Ginoga, 2004
Jumlah penyerapan karbon dipengaruhi oleh
Dari Tabel 1.2. terlihat bahwa daya serap beberapa faktor seperti jenis, umur dan laju
karbon berkisar antara 19,51 – 85,27 tC/ha (Model pertumbuhan pohon (Ginoga, 2004).
Brown) atau antara 24,60 – 92,62 tC/ha (Model
Vademicum). Pola C2 menyerap karbon paling Dengan adanya perbedaan struktur vegetasi
besar yaitu sebesar 85,27 tC/ha dengan perhitungan talun pada tiap daerah yang seringkali bersifat site
menggunakan Model Brown dan sebesar 92,62 specific memungkinkan potensi serapan karbon
menggunakan Model Vadermicum. Pola T2 berbeda-beda pula pada tiap talun di berbagai daerah
menyerap karbon paling kecil. (Gambar 1.1).

TALUN:
- Struktur Vegetasi Kompleks HUTAN
- Kekayaan Spesies

Potensi Penyerap
Karbon

Penyerapan Karbon:
- Faktor Biofisik - Jenis Pohon
- Faktor Sosekbud Struktur Talun - Umur Pohon
- Intensitas Pengelolaan Site Specific - Laju Pertumbuhan Pohon

Potensi Serapan Karbon


Berbeda pada Tiap Talun

Gambar 1.1. Potensi Serapan Karbon Berbeda pada Tiap Talun

5/8
J. Yanto TALUN : Fungsi, Struktur Vegetasi dan Potensi Penyerap Karbon

Adanya potensi menyerap karbon (2). Membantu negara-negara Annex I atau negara
memungkinkan talun berperan dalam mengurangi maju agar dapat memenuhi target penurunan
pemanasan global. Perubahan iklim menjadi isu emisi negaranya.
yang mendunia sejak pertemuan-pertemuan yang MPB memungkinkan pemerintah dan pihak
diselenggarakan oleh Badan Meteorologi Dunia swasta di negara Annex I untuk mengembangkan
(World Meteorology Organization – WMO) di proyek yang dapat menurunkan emisi gas rumah
pertengahan dekade 80-an. kaca di negara berkembang. Melalui proyek MPB,
Berbagai penelitian dan data yang ada negara Annex I mendapat keuntungan yaitu dapat
menggambarkan kaitan yang erat antara peningkatan melakukan penurunan emisi dengan harga yang
konsentrasi CO2 dengan peningkatan temperatur relatif lebih murah dibandingkan jika mereka harus
rata-rata permukaan bumi. Peningkatan suhu global mengembangkan proyek tersebut di negara mereka
lebih disebabkan oleh ulah manusia (antropogenik) sendiri. Selain itu negara berkembang sebagai tuan
dalam bentuk peningkatan emisi gas rumah kaca, rumah proyek MPB mendapatkan keuntungan
terutama karbon dioksida (CO2) dan metana (CH4) berupa bantuan keuangan, transfer teknologi dan
(Karl and Trenberth, 2005 dalam Asdak, 2008). pembangunan yang berkelanjutan.

Manfaat yang semula tidak terukur dalam Talun sangat memungkinkan untuk
menghasilkan udara bersih dan penyerapan karbon dijadikan proyek MPB skala kecil, akan tetapi untuk
mulai mendapatkan tempat dengan munculnya isu efisiensi maka diperlukan pemersatuan suatu daerah
pemanasan global, dimana talun seperti layaknya regional talun sebagai satu kesatuan proyek MPB
hutan sangat diharapkan untuk secara konkrit skala kecil.
berperan dalam mengurangi pemanasan global, Mekanisme lain non Kyoto yang berkaitan
yaitu diantaranya melalui perdagangan karbon dengan perdagangan karbon antara lain Bio-Carbon
dengan Mekanisme Pembangunan Bersih/Clean Fund, Community Development Carbon Fund,
Development Mechanism (MPB/CDM) dan Special Climate Change Fund, Adaptation Fund,
Reduced Emission from Deforestation and Prototype Carbon Fund, CERUPT, GEF, Private
Degradation (REDD). Carbon Fund yang secara prinsip seluruh dana
REDD secara sederhana merupakan tersebut dapat dipakai untuk melakukan kegiatan
mekanisme berupa kompensasi yang diberikan penanaman di lahan-lahan bukan hutan, kegiatan
kepada negara pemilik hutan atas upayanya mencegah terjadinya deforestrasi atau kegiatan
mengurangi emisi gas rumah kaca melalui untuk mengkonservasi ekosistem alami atau
pencegahan kerusakan hutan. ekosistem yang rentan terhadap perubahan iklim
global serta konservasi keanekaragaman hayati yang
Sedangkan Mekanisme Pembangunan rentan terhadap kepunahan.
Bersih (MPB) adalah salah satu mekanisme pada
Kyoto Protokol yang mengatur negara maju (Annex
PENUTUP
I) dalam upayanya menurunkan emisi gas rumah
kaca. Berbagai mekanisme dalam mengurangi
pemanasan global yang merupakan isu hangat saat
Seperti yang tertera pada Protokol Kyoto
ini, harus dapat dimanfaatkan untuk menjaga
artikel 12, tujuan mekanisme MPB adalah:
kelangsungan talun dan meningkatkan nilai tambah
(1). Membantu negara yang tidak termasuk sebagai
bagi talun itu sendiri baik dari segi ekologi,
negara Annex I, yaitu negara berkembang,
ekonomi maupun sosial. Penelitian dan kerjasama
dalam mencapai pembangunan yang
berkelanjutan dan untuk berkontribusi pada dengan berbagai pihak harus terus dilakukan guna
tujuan utama Konvensi Perubahan Iklim, yaitu mencapai dan memelihara pengelolaan talun yang
untuk menstabilkan konsentrasi gas rumah kaca berkelanjutan.
di atmosfer.
6/8
J. Yanto TALUN : Fungsi, Struktur Vegetasi dan Potensi Penyerap Karbon

PUSTAKA

Abdoellah, O.S., dan J. Iskandar. 2001. Mueller-Dombois, D., and H. Ellenberg. 1974.
Membangun Pertanian Masa Depan Aims and Methods of Vegetation Ecology.
Berdasarkan Asas Ekologi : Kasus DAS John Wiley & Sons, Inc. USA.
Citarum Hulu, Jawa Barat. Ekologi dan
Pembangunan No. 5/April 2001. PPSDAL- Parikesit, Djuniwati, H.Y. Hadikusumah. 1997.
LP Unpad. Bandung. pp 40-49. Spatial Structure and Floristic Diversity of
Man-made Ecosystems in Upper Citarum
Ariefianto, M. 2002. Distribusi Jenis Tumbuhan River Basin, In : Dove, M.R., and P.E. Sajise
Pada Kebon Tatangkalan Dalam (eds) The Conditions of Biodiversity
Hubungannya Dengan Beberapa Faktor Fisik Maintenance in Asia. East-West Center.
dan Sosial di DAS Citarum Bagian Hulu, Program on Environment. Honolulu, Hawaii.
Kabupaten Bandung. Skripsi. Jurusan pp 17-43.
Biologi FMIPA UNPAD. Bandung.
Parikesit, J. Kusmoro, M. Nurzaman. 1998.
Asdak, C. 2008. Hutan, Perubahan Iklim, dan Variabilitas Jenis Tanaman Budidaya dan
Perilaku Aliran Air: Klarifikasi keberadaan Tumbuhan Non Budidaya Pada Ekosistem
hutan terhadap banjir, kekurangan air, dan Binaan (Studi Kasus di Desa Wangisagara,
tanah longsor. Tidak dipublikasikan. Kec. Majalaya, Kab. Bandung). Laporan
Penelitian. Lembaga Penelitian Unpad.
Erawan, T.S., N. Djuangsih, M. Muchtar, H. Bandung
Setiana, L.S. Istanti. 1997. Community
Structure and Diversity of Fauna in Upper Parikesit. 2001. Kebon Tatangkalan : The Multi-
Citarum River Basin, West Java, Indonesia. In Layered Agroforestry in The Changing
: Dove, M.R., and P.E. Sajise (eds) The Agricultural Landscape of The Upper Citarum
Conditions of Biodiversity Maintenance in Watershed, West Java, Indonesia. Ekologi
Asia. East-West Center. Program on dan Pembangunan No. 5/April 2001.
Environment. Honolulu, Hawaii. pp 73-11. PPSDAL-LP Unpad. Bandung. pp 29-39.
Ginoga, K., O. Cacho, Erwidodo, M. Lugina dan D. Parikesit, K. Takeuchi, A. Tsunekawa, O.S.
Djaenudin. 2002. Economic performance of Abdoellah. 2004. Kebon Tatangkalan : A
common agroforestry systems in Southern Disappearing Multi-Layered Agroforestry in
Sumatra, Indonesia: implications for carbon The Upper Citarum Watershed, Indonesia.
sequestration services. Working Paper CC03, Agroforestry System (in Prep).
ACIAR Project ASEM 1999/093.
(www.une.edu.au/febl/Econ/carbon/wpapers. Sirie, M. Syarif. 1985. Struktur dan Peranan
htm) Kebun-Talun di Daerah Tampung Waduk
Saguling. Skripsi. Jurusan Biologi FMIPA
Ginoga, K., Y.C. Wulan dan D. Djaenudin. 2004. UNPAD. Bandung.
Potential of Indonesian Smallholder
Agroforestry in The CDM: A Case Study in Soemarwoto, O., L. Christanty, Hanky, H.Y.
The Upper Citanduy Watershed Area. Hadikusumah, J. Iskandar, Hadyana, Priyono.
Working Paper CC12, ACIAR Project ASEM 1979. The Talun-Kebun System: A Shifting
2002/066. Cultivation in Man-made Forest. Institute of
(www.une.edu.au/febl/Economics/carbon) Ecology. Bandung.
Iskandar, J. 2001. Manusia, Budaya, dan Soemarwoto, O., dan I. Soemarwoto, 1984. The
Lingkungan : Kajian Ekologi Manusia. Javanese Rural Ecosystem. In : Rambo, T.A.,
Humaniora Utama Press. Bandung. P.E. Sajise (eds) An Introduction to Human
Ecology Research on Agricultural System in
Karyono. 1990. Homegardens in Java : Their Southeast Asia. University of The Philippines
Structure and Function. In K. Launder and M. at Los Banos.
Brazil (eds). Tropical Homegardens. The
United Nation University. Tokyo.

7/8
J. Yanto TALUN : Fungsi, Struktur Vegetasi dan Potensi Penyerap Karbon

Soemarwoto, O. 2001. Atur Diri Sendiri: Paradigma


Baru Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Yogyakarta. Gadjah Mada University Press.

Susilo, A. 1999. Keanekaragaman Burung dan


Faktor-faktor Yang Mempengaruhinya Pada
Bentang Lahan Pertanian di DAS Citarum
Bagian Hulu, Kabupaten Bandung. Skripsi.
Jurusan Biologi FMIPA UNPAD. Bandung.

Wasrin, U.R. 2005. Potensi Perdagangan Karbon di


Kehutanan. www.aphi-net.com.

Widagda, L.C., O.S. Abdoellah, G. Marten, J.


Iskandar. 1984. Traditional Agroforestry in
West Java: The Pekarangan (homegarden)
and Kebun-Talun (Perennial-annual
Rotation) Cropping System. East West Center.
Honolulu.

Yanto, J. 2004. Studi Struktur Vegetasi Talun di


Desa Sukamukti, Kecamatan Tanjung Medar,
Kabupaten Sumedang. Skripsi. Jurusan
Biologi FMIPA UNPAD. Bandung.

8/8

Anda mungkin juga menyukai