Anda di halaman 1dari 541

PENGERTIAN, PROSES, DAN

MANFAAT AMDAL

DIKLAT
DASAR-DASAR AMDAL

PUSAT DIKLAT SDM LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN


BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BOGOR
2016
PENGERTIAN, PROSES, DAN MANFAAT AMDAL

Modul 1 dari 7 modul

Cetakan Pertama, 2013

Cetakan Kedua, 2016

Hak Cipta Pusdiklat KNLH sesuai P.18/MenLHK-II/2015


berubah nomenklatur menjadi
Pusat Diklat SDM Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Cara mengutip buku ini sesuai dengan kaidah ilmiah yang


berlaku.

Diterbitkan oleh :
Pusat Pendidikan dan Pelatihan SDM
Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Jalan Mayjen Ishak Juarsa Gunung Batu Kotak Pos 141 –
Bogor 16118
KATA PENGANTAR

Analisis mengenai dampak lingkungan yang selanjutnya


disebut Amdal, dalam perundang-undangan nasional diatur
dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin
Lingkungan. PP No.27 Tahun 2012 disusun sebagai
pelaksanaan ketentuan dalam UU No.32 Tahun 2009
khususnya ketentuan dalam pasal 33 dan pasal 41. PP No.27
Tahun 2012 sebagai pengganti PP No.27 Tahun 1999 tentang
Amdal, mengatur dua instrumen perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup, yaitu instrumen Kajian
Lingkungan Hidup (dalam bentuk Amdal dan UKL-UPL) serta
instrumen Izin Lingkungan.
Diklat di bidang lingkungan hidup khususnya Amdal memiliki
peran yang strategis dalam rangka pengelolaan lingkungan
hidup. Untuk meningkatkan pengetahuan, wawasan dan
keterampilan di bidang Amdal, Pusdiklat SDM Lingkungan
Hidup dan Kehutanan telah menetapkan perubahan Keputusan
Nomor Kep-11/Pusdiklat/LH/11/ 2012 menjadi Nomor P.2/Dik/
PEPE/Dik-2/3/2016 tentang Pedoman Penyelenggaraan diklat
Amdal yang terdiri dari Dasar-dasar Amdal, Penyusunan
Amdal, dan Penilaian Amdal. Pedoman ini disusun dengan
mengacu peraturan perundangan yang berlaku.
Untuk mendukung proses pembelajaran, perlu disusun modul,
sebagai bahan ajar minimal yang dapat membantu peserta
didik maupun widyaiswara atau fasilitator diklat dalam
mendisain pembelajaran di kelas, sehingga diharapkan dapat
mewujudkan standarisasi dalam penyelenggaraan diklat. Pada
diklat Dasar-dasar Amdal, terdapat 7 modul yaitu (1)
Pengertian, Proses dan Manfaat Amdal, (2) Identifikasi,

i
Prakiraan, Evaluasi dan Mitigasi Dampak Lingkungan (3)
Kebijakan PPLH & PSDA terkait dengan Amdal, (4) Proses
Penyusunan dan Penilaian Amdal, serta Penerbitan Izin
Lingkungan, (5) Pengawasan dan Penegakan Hukum (terkait
dengan Amdal), (6) Etika Penyusun dan Penilai Amdal, dan (7)
Pengantar Sistem Informasi Amdal.
Kami menyadari bahwa perkembangan ilmu pengetahuan
berlangsung sangat cepat, begitupula dengan peraturan dan
perundangan yang diterbitkan. Untuk itu kesesuaian isi modul
ini harus terus dipantau dan disesuaikan manakala terdapat
hal-hal yang sudah tidak relevan lagi. Dengan diterbitkannya
modul edisi pertama ini kami menyadari masih banyak
kekurangan yang memerlukan perbaikan dan penyempurnaan,
kami senantiasa mengharapkan masukan dan evaluasi demi
meningkatkan kualitas bahan diklat dan kualitas
penyelenggaraan.
Akhirnya kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu penyusunan buku ini, khususnya
kepada Ir. Siti Rohmah sebagai penulis modul Pengertian,
Proses, Dan Manfaat Amdal Semoga buku ini bermanfaat
sebagai bahan pembelajaran bagi peserta pelatihan dan juga
sebagai pegangan bagi pengajar/widyaiswara dan mendapat
ridho dari Tuhan Yang Maha Esa, Aamiin.

Bogor, Agustus 2016


Kepala Pusat Diklat SDM
Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Dr. Ir. Joko Prihatno, MM.

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................... i


DAFTAR ISI ........................................................................ iii
DAFTAR GAMBAR .................................................................v
DAFTAR TABEL ................................................................... vi
BAB I PENDAHULUAN ....................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................. 1
B. Deskripsi Singkat .............................................. 4
C. Tujuan Pembelajaran ........................................ 5
D. Materi Pokok dan Sub Materi
Pokok .............................................................. 5
BAB II PENGERTIAN AMDAL, UKL-UPL, IZIN LINGKUNGAN ... 6
A. Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan (Amdal) ......................................... 6
B. Upaya Pengelolaan Lingkungan
Hidup dan Upaya Pemantauan
Lingkungan Hidup (UKL-UPL)............................ 12
C. Surat Pernyataan Kesanggupan
Pengelolaan dan Pemantauan
Lingkungan Hidup (SPPL) ................................. 13
D. Izin Lingkungan ............................................... 15
E. Rangkuman..................................................... 15
F. Latihan ........................................................... 16
BAB III PROSES DAN MANFAAT AMDAL .............................. 17
A. Proses Amdal Internasional .............................. 17

iii
B. Perkembangan Amdal di Indonesia ................... 21
C. Proses Amdal yang Berlaku di
Indonesia......................................................... 1
D. Manfaat Amdal ................................................. 2
E. Rangkuman...................................................... 7
F. Latihan ............................................................ 8
BAB IV PENUTUP ............................................................... 9
A. Kesimpulan ...................................................... 9
B. Tindak Lanjut .................................................. 10
DAFTAR PUSTAKA .............................................................. 11

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Fasilitas nfrastruktur..........................................


11
Gambar 2. Skema pembagian Amdal, UKL-UPL dan SPPL.....
14
Gambar 3. Proses Amdal secara umum.............................. 19
Gambar 4. Pelaksanaan Amdal di Indonesia Periode 1987 –
1993 (Penerapan PP Nomor. 29 Tahun
1986)............................................................. 1
Gambar 5. Periode 1993 – 2000; Penerapan PP Nomor. 51
Tahun 1993.................................................... 2
Gambar 6. Proses Amdal yang berlaku di
Indonesia....................................................... 3

v
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Peraturan Amdal dan pelaksanaannya............... 20


Tabel 2. Pelaksanaan Amdal secara International........... 21
Tabel 3. Perbedaan proses Amdal dan peraturannya....... 2

vi
vii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pasal 28 H ayat (1) UUD 1945: “Setiap orang berhak
hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan
mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat”
Terkait dengan ketentuan Pasal 28 H ayat (1) UUD 1945,
Prof Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H. dalam bukunya yang
berjudul “Green Constitution: Nuansa Hijau Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945”
menegaskan bahwa Hak untuk memperoleh lingkungan
hidup yang baik dan sehat merupakan hak asasi manusia.
Karena itu negara memiliki tanggung jawab dan wajib
menjamin terpenuhinya hak setiap orang untuk
memperoleh lingkungan hidup yang baik dan sehat.
Disamping itu, negara memiliki hak dan wajib memastikan
semua orang untuk menghormati hak orang lain dan
apabila perlu memaksa setiap orang untuk tidak merusak
dan mencemari lingkungan untuk kepentingan bersama.
Dengan demikian semua kebijakan dan tindakan
pemerintahan dan pembangunan harus tunduk pada
ketentuan mengenai hak asasi manusia atas lingkungan
hidup yang baik dan sehat (halaman 90 dan 91);
Pasal 33 ayat 4 UUD 1945: “Perekonomian nasional
diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi
dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan,
berkelanjutan, berwawasan lingkungan,
kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan
kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional”. UUD 1945
telah mengadopsi ide tentang pentingnya lingkungan
hidup dalam sistem kekuasaan negara. Dalam ketentuan
Pasal 33 ayat (4) UUD 1945 telah diadopsi mengenai
pentingnya prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan
1
yang berwawasan lingkungan. Prof Dr. Jimly Asshiddiqie,
S.H. dalam bukunya yang berjudul “Green Constitution:
Nuansa Hijau Undang-undang Dasar Negara Republik
Indonesia 1945” mengatakan bahwa prinsip
pembangunan berkelanjutan yang berwawasan
lingkungan telah menjadi norma dasar dalam rumusan
hukum tertinggi di Indonesia. Norma dasar ini
menegaskan bahwa pada alam [lingkungan hidup] diakui
adanya kekuasaan dan hak asasinya sendiri yang tidak
boleh dilanggar oleh siapapun (inalienable right). Alam
memiliki kedaulatan sendiri. Inilah yang disebut sebagai
kedaulatan lingkungan hidup (halaman 129-130).
Kedaulatan lingkungan dikenal dengan nama ekokrasi
atau kekuasan ekologi (halaman 117).
Studi Bank Dunia yang dirilis oleh Leitmenn et al (2009)
menyatakan bahwa degradasi lingkungan telah
menggerus 5 % PDB Indonesia. Sumber degradasi
lingkungan (source of degradation) tersebut adalah
perubahan iklim (climate change), air bersih dan sanitasi
(water, sanitation & hygiene), pencemaran udara ambient
(outdoor air pollution), pencemaran udara dalam ruangan
(indoor air pollution), kerusakan hutan (forest
degradtion), kerusakan tanah (soil degradation),
kerusakan pesisir laut (coastal & marine environment).
Prinsip ke-17 dari Deklarasi Rio adalah Environmental
Impact Assessment (EIA) sebagai instrument nasional,
yang harus dilakukan untuk rencana usaha dan/atau
kegiatan yang menimbulkan dampak penting terhadap
lingkungan dan menjadi subyek pengambilan keputusan
dari pihak yang berwenang
Di samping itu, Agenda 21 menyatakan bahwa
pemerintah harus mendorong pengembangan berbagai
metodologi yang tepat untuk mengintegrasikan
pengambilan keputusan terkait dengan energi, lingkungan

2
dan sosial untuk pembangunan berkelanjutan melalui
Environmental Impact Assessment (EIA),
mengembangkan, meningkatkan dan menerapkan
Environmental Impact Assessment untuk mendorong
pembangunan industri yang berkelanjutan, melaksanakan
analisis investasi dan studi kelayakan, yang mencakup
Environmental Impact Assessment untuk membangun
perusahan pemroses yang berbasis hasil hutan,
menerapkan prosedur Environmental Impact Assessment
yang tepat untuk rencana proyek yang menimbulkan
dampak penting terhadap keanekaragaman hayati,
menyediakan informasi yang tepat untuk mendorong
peningkatan peran serta masyarakat, dan mendorong
kajian dampak lingkungan dari kebijakan dan program
yang relevan terhadap keanekaragaman hayati.
Sebenarnya, Analisis mengenai dampak lingkungan hidup
atau Amdal telah diperkenalkan dan diterapkan di
Indonesia sejak tahun 1986 melalui pemberlakuan
Peraturan Pemerintah No. 29 (PP 29/1986). Namun,
sebelum Amdal menjadi kewajiban yang harus
dilaksanakan oleh seluruh kegiatan yang berpotensi
menimbulkan dampak penting sebagaimana disyaratkan
oleh PP 29/1986, sudah ada beberapa usaha atau
kegiatan yang menerapkan Amdal sesuai dengan kaidah-
kaidah internasional. Hal ini tidak mengherankan karena
secara internasional, Amdal telah diperkenalkan sejak
tahun 1970 di Amerika melalui NEPA, National
Environmental Policy Act 1969. Dengan demikian,
seharusnya pengertian, proses dan manfaat Amdal harus
dipahami dengan baik dan benar oleh pemrakarsa
kegiatan, pemerintah, masyarakat dan stakeholder
lainnya.
Amdal diterapkan secara luas di Indonesia pada tahun
1986 dan peraturan Amdal pada saat itu juga telah
mewajibkan seluruh kegiatan yang telah beroperasi di
3
Indonesia sebelum tahun 1986 untuk mengevaluasi
kinerja lingkungannya melalui kerangka kerja Studi
Evaluasi Mengenai Dampak Lingkungan (SEMDAL).
Karenanya, di Indonesia sudah terdapat lebih dari 8.000
dokumen hasil studi Amdal (KLH, 2004). Namun
demikian, evaluasi terhadap penerapan Amdal masih
menunjukkan bahwa masih terdapat kegiatan yang
bermasalah dalam pengelolaan lingkungannya. Hal ini
tidak terlepas dari persepsi dalam pelaksanaan
pengelolaan yang mengganggap bahwa Amdal hanyalah
merupakan syarat formalitas yang bersifat administratif
dan birokratis. Hal lainnya adalah karena masih
kurangnya pengetahuan tentang pengertian dan manfaat
Amdal.
Lebih jauh, masih banyak faktor-faktor lain yang
membuat pelaksanaan Amdal tidak efektif. Rendahnya
kualitas dokumen Amdal juga dipengaruhi oleh hal-hal
seperti: kompetensi anggota Komisi Penilai, integritas
anggota Komisi Penilai, akuntabilitas proses penilaian
dokumen, ataupun ketersediaan berbagai panduan
Amdal.
Untuk memberikan kontribusi dalam menghadapi
permasalahan di atas, bagian utama dari bahan ajar ini
akan membahas hal-hal yang mencakup pengertian,
manfaat, dan proses Amdal di Indonesia dari segi
kebijakan nasional dan ilmiah. Harapannya, bahan ajar ini
dapat memberikan kontribusi untuk peningkatan
pemahaman terhadap mekanisme Amdal.

B. Deskripsi Singkat
Modul ini membahas tentang pengertian Amdal, UKL-UPL,
SPPL, dan Izin Lingkungan, serta proses dan manfaat
Amdal

4
C. Tujuan Pembelajaran
1. Kompetensi Dasar
Setelah mengikuti pembelajaran mata diklat ini,
peserta diharapkan dapat memahami tentang
pengertian Amdal, UKL-UPL, SPPL, izin lingkungan
serta proses dan manfaat Amdal
2. Indikator Keberhasilan
Setelah mengikuti pembelajaran mata diklat ini,
peserta mampu :
- Menguraikan pengertian Amdal, UKL-UPL, SPPL, dan
Izin Lingkungan
- Menjelaskan proses dan manfaat Amdal

D. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok


Materi Pokok:
1. Pengertian Amdal, UKL-UPL, SPPL, dan Izin Lingkungan
2. Proses dan Manfaat Amdal

Sub Materi Pokok:


1.1 Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal)
1.2 Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya
Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL)
1.3 Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan
Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPL)
1.4 Izin Lingkungan

2.1 Proses Amdal Internasional


2.2 Perkembangan Amdal di Indonesia
2.3 Proses Amdal yang Berlaku di Indonesia
2.4 Manfaat Amdal

5
BAB II
PENGERTIAN AMDAL, UKL-UPL, IZIN LINGKUNGAN

Setelah mengikuti pembelajaran, peserta diharapkan dapat


menguraikan tentang pengertian Amdal, UKL/UPL, SPPL, dan Izin
Lingkungan

A. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal)


Kiranya perlu dijelaskan terlebih dahulu pengertian Amdal
dan ANDAL agar tidak menimbulkan kerancuan.
Yang dimaksud dengan Amdal (Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan Hidup) adalah keseluruhan proses yang
meliputi penyusunan dokumen-dokumen: Kerangka Acuan
Analisis Dampak Lingkungan Hidup (KA-ANDAL), Analisis
Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL), Rencana
Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL) dan rencana
Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL). Jadi ANDAL adalah
bagian dari Amdal.
Beberapa definisi yang perlu diketahui adalah sebagai
berikut:
Heer dan Hagerty (1977) dalam bukunya
“Environmental Assessment and Statement”
mendefinisikan ANDAL sebagai penaksiran dengan
mengemukakan nilai-nilai kuantitatif pada beberapa
parameter tertentu yang penting dimana hal itu
menunjukkan kualitas lingkungan sebelum, selama dan
setelah aktivitas.
Batelle Institute (1978) dalam bukunya “The Selection
of Projects for Environmental Impact Assessment”
mengemukakan pengertian ANDAL sebagai penaksiran
atas semua faktor lingkungan yang relevan dan pengaruh
sosial yang terjadi sebagai akibat dari aktivitas suatu
proyek.

6
Munn (1979) dalam “Environmental Impact Assessment,
Principles and Procedures” dalam: SCOPE Report No. 5
menyatakan bahwa ANDAL sebagai suatu aktivitas untuk
mengidentifikasi, menduga dampak lingkungan biogeofisik
dan kesehatan serta kesejahteraan manusia sebagai
akibat peraturan, kebijaksanaan, program, proyek dan
lain-lain.
Jain (1981) mengemukakan bahwa ANDAL adalah
suatu studi terhadap kemungkinan perubahan berbagai
aspek sosial ekonomi dan karakteristik biofisik lingkungan
yang diakibatkan oleh suatu rencana usulan kegiatan.
PP. No. 27 Tahun 2012, menyebutkan bahwa Amdal
adalah kajian mengenai dampak penting suatu usaha
dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan
hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan
keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan atau
kegiatan. Pengertian ini mengandung arti bahwa Amdal
adalah suatu proses sejak penyusunan Kerangka Acuan
Studi ANDAL, pelaksanaan Studi ANDAL dan RKL-RPL,
penilaian serta persetujuan atau penolakan ANDAL, RKL-
RPL.
Pengertian ANDAL dalam PP tersebut adalah sebagai
telaahan secara cermat dan mendalam tentang dampak
penting suatu rencana usaha dan atau kegiatan.
Dari berbagai definisi tersebut, jelaslah bahwa Amdal
merupakan suatu proses studi sampai kepada persetujuan
atau penolakan oleh suatu kelembagaan (Komisi Amdal)
yang berwenang.
Dalam berbagai literatur, terdapat banyak definisi tentang
Amdal atau EIA (Environmental Impact Assessment).
Definisi-definisi yang ada memiliki intisari yang serupa.
walaupun tidak ada kesepakatan yang kaku tentang
definisi tersebut. Sebagai contoh, di bawah ini terdapat
beberapa definisi sebagai berikut:
7
1. EIA adalah proses dalam mengidentifikasi dan
memprediksi dampak lingkungan potensial (termasuk
bio- geofisik, sosial ekonomi dan budaya) yang
diakibatkan oleh tindakan, kebijakan, program, dan
proyek yang direncanakan, untuk dikomunikasikan
kepada pihak pengambil keputusan sebelum rencana
kegiatan tersebut diputuskan untuk dilaksanakan.
(Harvey, 1998, p 2);
2. EIA formal merupakan suatu teknik yang secara
sistematis mampu memadukan penilaian kualitatif
dari para pakar terhadap dampak lingkungan suatu
proyek dan mampu menampilkan informasi tingkat
pentingnya dampak lingkungan yang diprediksi
tersebut, beserta lingkup untuk memodifikasi dan
menanggulangi dampak tersebut, agar dapat
dievaluasi oleh pihak pengambil keputusan, sebelum
keputusan diambil. (Para. 7 UK Department of
Environment 1998. in Wood 1995, p 1);
3. EIA merupakan suatu proses sistematis yang
digunakan untuk mengidentifikasi, memprediksi, dan
mengevaluasi dampak lingkungan terhadap rencana
tindakan atau kegiatan/proyek. Proses ini dilakukan
sebelum diambilnya keputusan terhadap
keberlanjutan rencana kegiatan. Dalam hal ini,
definisi ‘lingkungan’ mesti dilihat dalam lingkup yang
lebih luas, yang dalam arti mencakup pula aspek
sosial, budaya, dan kesehatan masyarakat, yang
mesti dipertimbangkan sebagai bagian integral dari
Amdal. Tujuan dari proses Amdal ini adalah untuk
mencegah, menanggulangi (mitigasi), dan
menetralkan dampak lingkungan yang signifikan dari
rencana kegiatan yang akan dilaksanakan. (UNEP-
DTIE, Training Resource Manual, 2002);

8
4. EIA merupakan studi untuk mengidentifikasi,
memprediksi, mengevaluasi, dan mengkomunikasikan
informasi mengenai dampak lingkungan dari rencana
proyek dan detail upaya-upaya penanganan (mitigasi)
yang direncanakan sebelum proyek disetujui.
(Department of Environment, Malaysia).
Di Indonesia, kita menggunakan definisi Amdal
berdasarkan UU No. 32 Tahun 2009 dan PP No. 27 Tahun
2012. Amdal (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
Hidup) adalah kajian mengenai dampak penting suatu
usaha dan/atau Kegiatan yang direncanakan pada
lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses
pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan Usaha
dan/atau Kegiatan. Suatu rencana usaha dan/atau
kegiatan termasuk katagori mempunyai dampak penting
apabila akan menyebabkan perubahan lingkungan hidup
yang sangat mendasar yang diakibatkan oleh suatu Usaha
dan/atau Kegiatan tersebut.
Amdal pada dasarnya sebuah kajian ilmiah yang
dilakukan oleh pemrakarsa untuk membuktikan bahwa
rencana usaha dan/atau kegiatan yang akan dilakukan
tersebut aman bagi lingkungan hidup (ramah lingkungan).
Kajian tersebut dilakukan melalui proses pelibatan
masyarakat. Sebagai sebuah kajian ilmiah, Amdal berisi
atau memuat informasi mengenai identifikasi,
prediksi (prakiraan), evaluasi serta mitigasi berbagai
dampak lingkungan yang akan terjadi di masa depan
(biogefisik kimia, sosial-ekonomi, sosial budaya dan
kesehatan masyarakat) dari rencana usaha dan/atau
kegiatan (proyek) yang akan dilakukan saat ini.
Secara sederhana, Amdal adalah suatu proses untuk
meneliti dan mengkaji dampak potensial suatu rencana
usaha atau kegiatan terhadap lingkungan hidup. Pada

9
dasarnya pengertian tentang Amdal mencakup beberapa
prinsip sebagai berikut:
a. Melakukan identifikasi dan prakiraan dampak
potensial terhadap lingkungan (dan kemungkinan
konsekuensinya) dan terhadap kesehatan manusia.
b. Terminologi “lingkungan” mencakup aspek-aspek bio-
geofisik, sosial, ekonomi dan budaya.
c. Mencakup pengkajian (assessment) atau analisis dari
kegiatan yang diusulkan (pada awalnya termasuk
kebijakan, program, proyek, dan prosedur
operasional).
d. Menginterpretasikan dan mengkomunikasikan hasil
dari kajian tersebut kepada para pengambil
keputusan sebelum suatu keputusan final dihasilkan.
Amdal umumnya merupakan suatu pengaturan dari
pemerintah dan penerapannya harus mengikuti prosedur
tertentu yang ditetapkan oleh pemerintah. Oleh
karenanya, hal yang sangat penting dilakukan adalah
menguraikan kebijakan Amdal di Indonesia.
Amdal hanya dibutuhkan untuk kegiatan yang masih
berada dalam tahap/fase perencanaan, diduga dapat
merubah karakteristik dan fungsi lingkungan secara
mendasar, dampaknya belum tentu dapat ditanggulangi
oleh teknologi yang tersedia, dan berada di dalam atau
berdekatan dengan wilayah yang karakteristik
lingkungannya sensitive (kawasan lindung).
Dalam melakukan studi Amdal wajib melakukan 3
pendekatan, yaitu:
a. Amdal untuk usaha dan atau kegiatan tunggal
b. Amdal untuk usaha dan atau kegiatan terpadu
c. Amdal untuk usaha dan atau kegiatan kawasan
Pendekatan studi tunggal dilakukan apabila pemrakarsa
merencanakan untuk melakukan 1 (satu) jenis Usaha
dan/atau Kegiatan yang kewenangan pembinaan
10
dan/atau pengawasannya berada di bawah 1 (satu)
kementerian, lembaga pemerintah nonkementerian,
satuan kerja pemerintah provinsi, atau satuan kerja
pemerintah kabupaten/kota.

Gambar 1. Fasilitas infrastruktur

11
Pendekatan studi terpadu sebagaimana dilakukan apabila
pemrakarsa merencanakan untuk melakukan lebih dari 1
(satu) jenis Usaha dan/atau Kegiatan yang perencanaan
dan pengelolaannya saling terkait dalam satu kesatuan
hamparan ekosistem serta pembinaan dan/atau
pengawasannya berada di bawah lebih dari 1 (satu)
kementerian, lembaga pemerintah nonkementerian,
satuan kerja pemerintah provinsi, atau satuan kerja
pemerintah kabupaten/kota.
Pendekatan studi kawasan dilakukan apabila pemrakarsa
merencanakan untuk melakukan lebih dari 1 (satu) Usaha
dan/atau Kegiatan yang perencanaan dan pengelolaannya
saling terkait, terletak dalam satu kesatuan zona rencana
pengembangan kawasan, yang pengelolaannya dilakukan
oleh pengelola kawasan.
Contoh:
PT. Adaro Indonesia berencana untuk membuka tambang
dengan fasilitas infrastruktur seperti jalan angkut
Batubara, dan Perusahaan tersebut membutuhkan
Pelabuhan khusus untuk mengangkut batubara. Rencana
kegiatan tersebut perencanaan dan pengelolaannya
dilakukan saling terkait, dalam satu hamparan ekosistem.

B. Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya


Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL)
Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya
Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL) adalah
pengelolaan dan pemantauan terhadap Usaha dan/atau
Kegiatan yang tidak berdampak penting terhadap
lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses
pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan Usaha
dan/atau Kegiatan.

12
UKL dan UPL juga merupakan salah satu upaya preventif,
yang membedakan dengan Amdal adalah rencana
kegiatan ini berdasarkan hasil penapisan adalah rencana
kegiatan yang tidak menimbulkan dampak penting, atau
dampak yang mungkin terjadi dapat diatasi dengan
teknologi yang ada atau hanya merupakan skala kecil dan
tidak menimbulkan masalah.
Untuk rencana kegiatan yang mempunyai dampak tetapi
bukan dampak penting, perlu melengkapi Formulir isian
UKL-UPL dan diserahkan kepada Instansi Pengelola
Lingkungan Hidup di Pusat/Provinsi/Kabupaten/Kota.
Setelah dilakukan diskusi/ penilaian oleh Instansi
Pengelola LH bersama sektor terkaitnya, akan
mendapatkan surat persetujuan terhadap rencana suatu
Usaha dan/atau Kegiatan yang wajib UKL-UPL yaitu
Rekomendasi UKL UPL.
Yang dimaksud dengan “kelengkapan administrasi
formulir UKL-UPL” antara lain:
a. bukti formal bahwa rencana lokasi Usaha dan/atau
Kegiatan telah sesuai dengan rencana tata ruang
yang berlaku;
b. Permohonan Izin Lingkungan (Dokumen pendirian
usaha, profil usaha atau kegiatan, formulir UKL-UPL);
dan
c. Periksa apakah Formulir UKL-UPL yang disampaikan
untuk usaha dan/atau kegiatan yang masih dalam
tahap perencanaan atau tidak?

C. Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan


Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPL)
Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan
Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPL) adalah pernyataan
kesanggupan dari penanggung jawab usaha dan/atau
kegiatan untuk melakukan pengelolaan dan pemantauan
13
lingkungan hidup atas dampak lingkungan hidup dari
usaha dan/atau kegiatannya di luar usaha dan/atau
kegiatan yang wajib Amdal atau UKL-UPL.
Setiap usaha dan/atau kegiatan yang tidak termasuk
dalam kriteria wajib Amdal wajib memiliki UKL-UPL
sedangkan setiap usaha dan/atau kegiatan yang tidak
wajib dilengkapi UKL-UPL wajib membuat SPPL. Jenis
usaha dan/atau kegiatan yang wajib UKL-UPL atau SPPL
ditetapkan oleh Gubernur atau Bupati/Walikota
berdasarkan hasil penapisan.
Berikut ini digambarkan batasan antara Amdal, UKL-UPL,
dan SPPL:

USAHA DAN/ATAU
KEGIATAN
WAJIB AMDAL Kegiatan berdampak
penting terhadap LH

USAHA DAN/ATAU
KEGIATAN
WAJIB UKL/UPL
Kegiatan tidak
berdampak penting
terhadap LH

Kegiatan tidak wajib UKL/UPL &


SPPL tidak berdampak penting serta
Kegiatan usaha mikro dan kecil

Gambar 2. Skema pembagian Amdal, UKL-UPL dan SPPL

14
D. Izin Lingkungan
Izin Lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap
orang yang melakukan Usaha dan/atau Kegiatan yang
wajib Amdal atau UKL-UPL dalam rangka perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasyarat
memperoleh izin Usaha dan/atau Kegiatan.
Izin Lingkungan diperoleh melalui tahapan kegiatan yang
meliputi:
1. penyusunan Amdal dan/atau UKL-UPL;
2. penilaian Amdal dan/atau pemeriksaan UKL-UPL;
3. permohonan dan penerbitan Izin Lingkungan.
Permohonan Izin Lingkungan diajukan secara tertulis oleh
penanggungjawab Usaha dan/atau Kegiatan selaku
Pemrakarsa kepada Menteri, gubernur, atau
bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
Permohonan ini disampaikan bersamaan dengan
pengajuan penilaian Andal dan RKL-RPL atau
pemeriksaan UKL-UPL dan harus dilengkapi dengan:
1. dokumen Amdal atau formulir UKL-UPL;
2. dokumen pendirian Usaha dan/atau Kegiatan; dan
3. profil Usaha dan/atau Kegiatan

E. Rangkuman
1. Amdal (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup)
adalah kajian mengenai dampak penting suatu usaha
dan/atau Kegiatan yang direncanakan pada lingkungan
hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan
keputusan tentang penyelenggaraan Usaha dan/atau
Kegiatan.
2. Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya
Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL) adalah
pengelolaan dan pemantauan terhadap Usaha
dan/atau Kegiatan yang tidak berdampak penting
15
terhadap lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses
pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan
Usaha dan/atau Kegiatan
3. Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan
Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPL) adalah
pernyataan kesanggupan dari penanggung jawab
usaha dan/atau kegiatan untuk melakukan pengelolaan
dan pemantauan lingkungan hidup atas dampak
lingkungan hidup dari usaha dan/atau kegiatannya di
luar usaha dan/atau kegiatan yang wajib Amdal atau
UKL-UPL
4. Izin Lingkungan adalah izin yang diberikan kepada
setiap orang yang melakukan Usaha dan/atau Kegiatan
yang wajib Amdal atau UKL-UPL dalam rangka
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
sebagai prasyarat memperoleh izin Usaha dan/atau
Kegiatan.

F. Latihan
1. Jelaskan pengertian Amdal, UKL-UPL, SPPL, dan Izin
Lingkungan!

16
BAB III
PROSES DAN MANFAAT AMDAL

Setelah mengikuti pembelajaran, peserta diharapkan dapat


menguraikan proses dan manfaat Amdal

A. Proses Amdal Internasional


Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di
Indonesia dilaksanakan dengan mengacu pada Undang-
undang Nomor. 32 Tahun 2009 yang yang secara garis
besar pada Pasal 3 menyatakan bahwa perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup bertujuan:
a. melindungi wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia dari pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup;
b. menjamin keselamatan, kesehatan, dan kehidupan
manusia;
c. menjamin kelangsungan kehidupan makhluk hidup
dan kelestarian ekosistem;
d. menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup;
e. mencapai keserasian, keselarasan, dan keseimbangan
lingkungan hidup;
f. menjamin terpenuhinya keadilan generasi masa kini
dan generasi masa depan;
g. menjamin pemenuhan dan perlindungan hak atas
lingkungan hidup sebagai bagian dari hak asasi
manusia;
h. mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam
secara bijaksana;
i. mewujudkan pembangunan berkelanjutan; dan
j. mengantisipasi isu lingkungan global.
Dalam pasal berikutnya (Pasal 4) disebutkan bahwa
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup meliputi:

17
a. perencanaan;
b. pemanfaatan;
c. pengendalian;
d. pemeliharaan;
e. pengawasan; dan
f. penegakan hukum.
Amdal adalah salah satu instrumen pencegahan
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang
merupakan bagian dari pengendalian pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan hidup disamping
penanggulangan dan pemulihan.
Prosedur Amdal bisa berlainan dari satu negara dengan
negara lainnya. Namun demikian, seluruh sistem Amdal
mengadopsi prinsip-prinsip utama dalam proses
Amdalnya. Secara umum proses Amdal mencakup proses
penapisan, pelingkupan, penyiapan dokumen Amdal,
penilaian dokumen Amdal, pengambilan keputusan dan
pengelolaan serta pemantauan. Tahapan dan proses
Amdal secara umum dapat digambarkan sebagai berikut:
Berdasarkan literatur, pelaksanaan Amdal di negara-
negara ASEAN ditampilkan di bawah ini. Jelas terlihat
bahwa terdapat banyak perbedaan penerapan Amdal, baik
dalam tingkat adopsi, lamanya penerapan Amdal, dan
komponen-komponen dari proses Amdal yang dipakai.
Indonesia tergolong sebagai negara yang sudah cukup
lama menerapkan Amdal seperti halnya di Malaysia. Pada
saat ini sistem Amdal Indonesia bahkan telah mengadopsi
seluruh komponen dari proses Amdal yang berlaku umum.

18
Gambar 3. Proses Amdal secara umum

19
Tabel 1. Peraturan Amdal dan pelaksanaannya

Catatan: Untuk Indonesia kolom CIA dan Pp diberi tanda (v)


karena Indonesia telah memiliki Public Consultation
(Permenlh Nomor. 17 Tahun 2012 dan Pedoman Kajian
Dampak Kumulatif tahun 2006
sumber Briffet (1999 -146)

Catatan: Adhoc, prosedur administrative: L, peraturan; CIA,


kajian dampak kumulatif, EMP, rencana pengelolaan
lingkungan; Mi, mitigasi, Mo, pemantauan wajib, PP,
partisipasi masyarakat; Pr, Prediksi; Sc, Skopuing, Sg,
panduan sektoral: Sr, daftar penapisan; V, sudah diadopsi
dilaksanakan; X tidak digunakan secara regular, - belum
diperkenalkan.
Sebenarnya Indonesia telah memiliki suatu undang-
undang yang mensyaratkan pelaksanan Amdal sejak
tahun 1982 (Pemerintah Indonesia, UU Nomor. 4 Tahun
1982).
Pelaksanaan Amdal secara internasional tidak
menunjukkan perbedaan yang menyolok, artinya tidak
semua sistem Amdal di berbagai negara (bahkan di
negara maju) telah mengadopsi seluruh prinsip penerapan
20
Amdal yang baik. Hal ini dapat dilihat pada gambar di
halaman berikut. Adopsi seluruh prinsip Amdal belum
tentu dapat memberikan jaminan bahwa Amdal telah
dilaksanakan dengan baik. Tantangannya adalah
bagaimana menerapkan seluruh proses Amdal dengan
baik, benar, dan konsisten.
Tabel 2. Pelaksanaan Amdal secara International

Kriteria Evaluasi Tingkat Pemenuhan Kriteria Tiap Negara

Amerika Selandia Afrika


Inggris Belanda Kanada Australia
Serikat Baru Selatan
01. Dasar Hukum v v v v v v V
02. Cakupan c v v x c v V
03. Alternatif v c v v v c V
04. Penapisan v v v v v v V
05. Pelingkupan v c v v v c V
06. Penyusunan Dokumen Amdal v c v c v x V
07. Penilaian Dokumen Amdal v c v c c v X
08. Pengambilan Keputusan v c c c c v X
09. Pemantauan Dampak x x c c c x X
10. Penanggulangan (mitigasi) v v v v v v V
11. Konsultasi dan Partisipasi v c v v v v V
12. Pemantauan Sistem v x v v v x V
13. Biaya dan Manfaat c v v v v x V
14. Kajian Lingkungan Strategis c v c c c X

Keterangan: v = ya; c = parsial; x = tidak

B. Perkembangan Amdal di Indonesia


Setelah mendapatkan gambaran pelaksanaan Amdal di
berbagai negara, pokok bahasan ini akan memberikan
ilustrasi bagaimana proses Amdal di Indonesia dilakukan.
Agar diperoleh pemahaman yang lebih luas, maka evolusi
pelaksanaan Amdal di Indonesia cukup menarik untuk

21
disimak. Pelaksanaan Amdal di Indonesia dapat dibagi
menjadi empat periode: tahap implementasi,
pengembangan, perbaikan, dan revitalisasi:
a. Tahap Implementasi: pra-1987, UU Nomor. 4 Tahun
1982 dan periode 1987 – 1993, PP Nomor. 29 Tahun
1986.
Pada periode ini implementasi Amdal masih terbatas
karena masih merupakan tahap pengenalan. Hal ini
disebabkan pula karena masih banyak ketidakpahaman
pelaksanaan Amdal oleh para stakeholder. Pada skema
berikut dapat dilihat bagaimana pelaksanaan Amdal di
Indonesia pada periode ini.
b. Tahap Pengembangan: antara 1993 — 2000, PP
Nomor. 51Tahun 1993.
Tahap ini memberi penekanan pada penyederhanaan
proses Amdal sejalan dengan deregulasi birokrasi
pemerintahan. Muatan deregulasi mencakup
penghilangan proses SEMDAL dan pengenalan berbagai
pendekatan dalam proses Amdal (proyek tunggal,
terpadu, kawasan, dan regional).
c. Tahap Perbaikan (Refinement): pasca-2000, UU
Nomor. 23 Tahun 1997 dan PP Nomor. 27 Tahun 1999.
Tahap ini memberikan penekanan pada prosedur
pelibatan masyarakat, sentralisasi kewenangan dan
redesentralisasi kepada pemerintah daerah serta
adanya pendekatan Amdal lintas batas.
d. Revitalisasi Amdal: setelah 2004-2005.
Wacana perlunya undang-undang Amdal tersendiri
yang memberikan klausal sanksi hukum yang jelas
terhadap pelanggar proses Amdal, reformasi
mekanisme Amdal, pengaturan kewenang proses
Amdal sejalan dengan revisi UU Nomor. 22 Tahun 2004
dan perlunya perangkat pengelolaan lingkungan
lainnya (KLHS, ERA, EMS, Audit) di dalam perangkat
pencegahan.

22
Gambar 4. Pelaksanaan Amdal di Indonesia Periode 1987 – 1993
(Penerapan PP Nomor. 29 Tahun 1986)

1
Gambar 5. Periode 1993 – 2000; Penerapan PP Nomor. 51 Tahun 1993

2
Gambar 6. Proses Amdal yang berlaku di Indonesia

3
Dua gambar di atas menunjukan perbedaan yang cukup
mencolok pada penerapan Amdal dalam kurun waktu
sebelum tahun 1993 dan sesudahnya. Perbedaan yang
terlihat jelas adalah adanya penyederhanaan proses
Amdal dimana kerangka kerja Studi Evaluasi Mengenai
Dampak Lingkungan (SEMDAL) sudah tidak lagi digunakan
dalam sistem dan peraturan Amdal. Hal ini didasari oleh
pertimbangan bahwa semua kegiatan yang sudah berjalan
sudah memenuhi kewajibannya untuk melakukan evaluasi
pengelolaan lingkungan pada kegiatan mereka. Hal ini
berlaku pada berbagai usaha dan/atau kegiatan yang
sudah beroperasi dimana kegiatannya sudah berjalan jauh
sebelum peraturan dan perundang-undangan lingkungan
hidup diperkenalkan dan diterapkan di Indonesia yaitu
pada tahun 1982.
C. Proses Amdal yang Berlaku di Indonesia
Prosedur Amdal yang berlaku pada saat ini ditunjukkan
pada gambar di bawah ini. Proses ini terlihat cukup
sederhana namun telah mengadopsi prinsip pelibatan
masyarakat yang sangat intensif pada proses pelingkupan
(penyusunan dan penilaian kerangka acuan ANDAL) serta
partisipasi masyarakat melalui wakil-wakilnya pada proses
penilaian dokumen ANDAL, RKL dan RPL.
Proses Amdal yang berlaku saat ini juga dicirikan oleh
sentralisasi kewenangan penilaian Amdal pada instansi
yang mengelola dan mengendalikan lingkungan (berbeda
sebelumnya yang dilakukan oleh departemen sektoral),
dan tersebar pelaksanaannya di pusat dan daerah. Untuk
lebih jelasnya, perbedaan proses Amdal dan peraturannya
dapat dilihat pada skema sebagai berikut:

1
Tabel 3. Perbedaan proses Amdal dan peraturannya

D. Manfaat Amdal
Menurut UU Nomor. 32 Tahun 2009 pasal 25, dokumen
Amdal memuat antara lain pengkajian mengenai dampak
rencana usaha dan/atau kegiatan. Untuk mencapai hasil
kajian Amdal yang optimum, prosedur yang dilakukan
mesti pada tahap awal dalam proses perencanaan proyek,
sehingga biasanya EIA dilakukan pada awal tahap Pra-
Studi Kelayakan (Pre-FS) atau Studi Kelayakan (FS).
Studi kelayakan pada umumnya meliputi analisis dari
aspek teknis dan aspek ekonomis-finansial. Studi
kelayakan bagi usaha dan/atau kegiatan yang
menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan hidup
meliputi komponen analisis teknis, analisis ekonomis-
finansial, dan analisis mengenai dampak lingkungan
2
hidup. Oleh karena itu, analisis mengenai dampak
lingkungan hidup sudah harus disusun dan mendapatkan
keputusan dari instansi yang bertanggung jawab sebelum
kegiatan konstruksi usaha dan/atau kegiatan yang
bersangkutan dilaksanakan.
Jika kajian dilakukan di akhir siklus proyek, dikhawatirkan
hasil kajian Amdal tidak akan memberi banyak manfaat
kepada pemrakarsa dan implementasi kegiatan dapat
mengalami penundaan, sehingga merugikan pemrakarsa.
Sebagaimana telah disebutkan dalam pengertian Amdal,
terdapat beberapa fungsi dari Amdal diantaranya memberi
masukan dalam proses pengambilan keputusan. Lebih
jauh dalam peraturan dan perundang-undangan
disebutkan bahwa Amdal harus dapat memberikan
pedoman untuk upaya pencegahan, pengendalian dan
pemantauan dampak dan lingkungan hidup serta
memberikan informasi dan data bagi perencanaan
pembangunan suatu wilayah.
Beberapa peran dan prinsip penerapan Amdal adalah:
1. Amdal bagian integral dari studi kelayakan kegiatan
pembangunan,
2. Amdal bertujuan menjaga keserasian hubungan antara
berbagai kegiatan sekitar agar dampak dapat
diperkirakan sejak awal perencanaan,
3. Amdal berfokus pada analisis potensi masalah, potensi
konflik, kendala SDA, pengaruh kegiatan sekitar
terhadap proyek,
4. Dengan Amdal, pemrakarsa dapat menjamin bahwa
proyeknya bermanfaat bagi masyarakat dan aman
terhadap lingkungan.

Pentingnya Amdal:
1. Melindungi kesehatan dan keselamatan manusia

3
2. mengindandari terjadinya perubahan-perubahan,
pencemaran dan/atau kerusakan yang serius yang
tidak dapat diperbaiki terhadap lingkungan
3. memastikan pemanfaatan sumberdaya alam secara
efisien;
4. Melindungi sumberadaya, kawasan-kawasan yang
masih alami dan komponen-komponen ekosistem yang
berharga atau memiliki nilai penting
5. menghindari terjadi konflik dengan masyarakat dan
kegiatan disekitar
6. berbagai dampak lingkungan dari setiap rencana usaha
dan/atau kegiatan sejak awal perencanaan, sehingga
langkah pengendalian dampak negative dan
pengembangan dampak positif dapat disiapkan sedini
mungkin.

Manfaat Amdal bagi pemerintah:


1. Bahan informasi dalam proses pengambilan keputusan
(penetapan keputusan kelayakan lingkungan, izin
lingkungan dan izin usaha dan atau kegiatan). Amdal
dapat berfungsi sebagai filter yang dapat digunakan
oleh pemerintah untuk menyaring proyek-proyek
pembangunan yang ramah terhadap lingkungan.
Proyek pembangunan yang tidak ramah lingkungan
sejak awal perencanaan sudah ditolak;
2. Amdal sebagai bagian yang tidak terpisahkan dengan
keputusan kelayakan lingkungan, izin lingkungan serta
izin usaha dan/atau kegiatan dapat berfungsi sebagai
acuan atau referensi dalam pelaksanaan pengawasasan
lingkungan hidup dan pengawasan pelaksanaan usaha
dan/atau kegiatan.
3. Bahan bagi rencana pengembangan wilayah dan
penyusunan rencana pengelolaan sumberdaya alam
dan lingkungan hidup.

4
Manfaat Amdal bagi Pemrakarsa:
1. Perencanaan dan rancang bangun yang lebih baik.
Amdal dapat mengkaji berbagai alternative, dapat
meminimalkan resiko dan dampak terhadap lingkungan
dan masyarakat, dapat mengurangi biaya-biaya yang
tidak perlu seperti biaya pemulihan dan kompensasi
karena pencemaran atau kerusakan lingkungan;
2. Berfungsi sebagai alat pengelolaan dan pemantauan
lingkungan hidup untuk memastikan penaatan
terhadap berbagai baku mutu lingkungan (BML) dan
kriteria baku kerusakan lingkungan (KBKL),
mengurangi pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan dan gangguan terhadap masyarakat i.e.
konflik sosial yang saling merugikan. Hal ini tentunya
juga akan menghindari kemungkinan terkena pinalti,
denda dan kehilangan kepercayaan dan kredibilitas;
3. Penghematan capital dan biaya operasi, Amdal dapat
mengurangi biaya-biaya yang tidak perlu dari berbagai
dampak yang tidak diantisipasi sebelumnya.
4. Dapat menjadi referensi dalam proses kredit perbankan
(Green Banking);
5. Sebagai bukti ketaatan hukum, seperti perizinan.

Manfaat Amdal bagi masyarakat:


1. mengetahui sejak dini dampak positif dan dampak
negative akibat adanya suatu usaha dan/atau kegiatan
sehingga dapat menghindari terjadinya dampak
negative dan dapat memperoleh dampak positif dari
usaha dan/atau kegiatan tersebut;
2. Melaksanakan kontrol terhadap pemanfaatan
sumberdaya alam dan upaya pengelolaan lingkungan
yang dilakukan oleh pemrakarsa kegiatan, sehingga
kepentingan kedua belah pihak saling dihormati dan
dilindungi;

5
3. Terlibat dalam proses pengambilan keputusan terhadap
rencana pembangunan;

Berdasarkan berbagai literatur dan pengalaman


pelaksanaan Amdal selama ini, beberapa manfaat dari
penerapan Amdal adalah sebagai berikut:
1. Hasil Amdal memberikan pedoman upaya pencegahan,
pengendalian dan pemantauan dampak lingkungan
2. Prasyarat hutang
Banyak debitur yang tidak dapat mengembalikan utang
(masalah sosial, politik, lingkungan)
3. Penetapan safeguard policy (Amdal, syarat hutang)
Contoh: ADB, WB, termasuk kerjasama KLH-BI
4. Dapat mengetahui sejak awal dampak positif dan
negatif akibat kegiatan proyek,
5. Menjamin aspek keberlanjutan dari proyek
pembangunan,
6. Dapat menghemat penggunaan Sumber Daya Alam,

Dilihat dari manfaat-manfaat dan prinsip-prinsip di atas,


nampak semua hal tersebut sangat ideal. Dalam
kenyataannya terdapat berbagai contoh dimana
rekomendasi dari suatu studi Amdal dapat memberikan
alternatif dan solusi yang lebih baik, misalnya:
1. Rencana lokasi seperti pada Industri Semen Langkat di
Sumatera Utara dan Industri Semen Gombong di Jawa
Tengah atau pada lokasi landfill limbah B3 Indo Bharat
Rayon di jawa Barat.
2. Disain teknis seperti pada Proyek Pengembangan
Lahan Gambut 1 Juta Hektar di Kalimantan Tengah,
Pembangunan PLTA Cirata di Jawa Barat, dan Industri
Semen Gombong di Jawa Tengah.
3. Persyaratan lain LNG Tangguh di Papua dan Industri
Semen Makmur Indonesia di Jawa Barat

6
Walaupun tidak banyak yang melakukan kajian secara
rinci terhadap manfaat langsung dari Amdal, salah satu
kajian literatur menunjukkan bahwa studi Amdal ternyata
dapat merevisi biaya proyek karena terjadi penghematan
setelah melakukan kajian berbagai alternatif proyek yang
ada dan dampaknya di masa mendatang.

E. Rangkuman
1. Sistem Amdal di dunia internasional mengadopsi
prinsip-prinsip utama dalam prosesnya, mencakup
penapisan, pelingkupan, penyiapan dokumen Amdal,
penilaian dokumen Amdal, pengambilan keputusan dan
pengelolaan serta pemantauan
2. Di tingkat negara-negara ASEAN, terdapat banyak
perbedaan penerapan Amdal, baik dalam tingkat
adopsi, lamanya penerapan Amdal, dan komponen-
komponen dari proses Amdal yang dipakai. Indonesia
tergolong sebagai negara yang sudah cukup lama
menerapkan Amdal seperti halnya di Malaysia. Pada
saat ini sistem Amdal Indonesia bahkan telah
mengadopsi seluruh komponen dari proses Amdal yang
berlaku umum
3. Pelaksanaan Amdal di Indonesia dapat dibagi menjadi
empat periode: tahap implementasi (pra-1987, UU
Nomor. 4 Tahun 1982 dan periode 1987 – 1993, PP
Nomor. 29 Tahun 1986), tahap pengembangan (antara
1993 — 2000, PP No. 51 Tahun 1993), tahap perbaikan
(pasca-2000, UU Nomor. 23 Tahun 1997 dan PP
Nomor. 27 Tahun 1999), dan tahap revitalisasi (setelah
2004-2005)
4. Proses Amdal di Indonesia mengadopsi prinsip
pelibatan masyarakat yang sangat intensif pada proses
pelingkupan (penyusunan dan penilaian kerangka
acuan ANDAL) serta partisipasi masyarakat melalui

7
wakilnya pada proses penilaian dokumen ANDAL, RKL
dan RPL. Selain itu, Proses Amdal yang berlaku saat ini
juga dicirikan oleh pemberian kewenangan penilaian
Amdal pada instansi lingkungan hidup daerah provinsi
dan kabupaten/kota yang memiliki Lisensi (berbeda
sebelumnya yang dilakukan oleh departemen sektoral).
5. Kajian Amdal memberikan manfaat bagi pemerintah,
pemrakarsa dan masyarakat, serta stakeholder lainnya.
6. Walaupun tidak banyak yang melakukan kajian secara
rinci terhadap manfaat langsung dari Amdal, salah satu
kajian literatur menunjukkan bahwa studi Amdal
ternyata dapat merevisi biaya proyek karena terjadi
penghematan setelah melakukan kajian alternatif
proyek yang ada dan dampaknya di masa mendatang.

F. Latihan
1. Uraikan proses Amdal yang berlaku di Indonesia!
2. Jelaskan perbandingan proses Amdal di Indonesia
dengan proses Amdal Internasional dan ASEAN!
3. Uraikan manfaat kajian Amdal bagi pemrakarsa,
pemerintah, masyarakat dan stake holder lainnya!

8
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Terdapat banyak definisi tentang Amdal atau EIA
(Environmental Impact Assessment) secara ilmiah yang
memiliki intisari yang serupa dan tidak ada
kesepakatan yang kaku tentang definisi tersebut. Di
Indonesia, definisi Amdal mengacu pada UU Nomor. 32
Tahun 2009 dan PP Nomor. 27 Tahun 2012, yaitu
kajian mengenai dampak penting suatu usaha dan/atau
kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup
yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan
tentang penyelenggaraan Usaha dan/atau Kegiatan.
2. Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya
Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL) adalah
pengelolaan dan pemantauan terhadap Usaha
dan/atau Kegiatan yang tidak berdampak penting
terhadap lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses
pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan
Usaha dan/atau Kegiatan
3. Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan
Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPL) adalah
pernyataan kesanggupan dari penanggung jawab
usaha dan/atau kegiatan untuk melakukan pengelolaan
dan pemantauan lingkungan hidup atas dampak
lingkungan hidup dari usaha dan/atau kegiatannya di
luar usaha dan/atau kegiatan yang wajib Amdal atau
UKL-UPL
4. Izin Lingkungan adalah izin yang diberikan kepada
setiap orang yang melakukan Usaha dan/atau Kegiatan
yang wajib Amdal atau UKL-UPL dalam rangka
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
sebagai prasyarat memperoleh izin Usaha dan/atau
Kegiatan.
9
5. Proses Amdal di Indonesia mengadopsi prinsip
pelibatan masyarakat yang sangat intensif pada proses
pelingkupan (penyusunan dan penilaian kerangka
acuan ANDAL) serta partisipasi masyarakat melalui
wakilnya yang duduk di Komisi Penilai Amdal (KPA)
pada proses penilaian dokumen ANDAL, RKL dan RPL.
Selain itu, Proses Amdal yang berlaku saat ini juga
dicirikan oleh pemberian kewenangan penilaian Amdal
kepada provinsi dan kabupaten/kota yang memiliki
Lisensi. Kajian Amdal memberikan manfaat bagi
pemerintah, pemrakarsa dan masyarakat, serta
stakeholder lainnya.

B. Tindak Lanjut
Sebagai praktisi Amdal baik pemrakarsa, pemerintah,
masyarakat maupun stake holder lainnya hendaknya
melaksanakan Amdal sesuai konsep dan proses Amdal
yang baik dan benar, sesuai peraturan perundangan yang
berlaku di Indonesia sehingga manfaat Amdal dapat
diperoleh sesuai harapan.

10
DAFTAR PUSTAKA

Bahan Ajar Pelatihan Penilaian Amdal, Pusat Pendidikan dan


Pelatihan Kementerian Negara Lingkungan Hidup,
2009
Briffett, C. 1999. Environmental Impact Assessment in East
Asia. In J. Petts (Ed.), Handbook of Environmental
Impact Assessment Volume 2. Environmental Impact
Assessment in Practice: Impact and Limitations (pp.
143-167). Oxford ; Malden: Blackwell Science.
Glasson, J., Chadwick, A., & Therivel, R. 1999. Introduction to
environmental impact assessment: principles and
procedures, process, practice and prospects (2nd
ed.). London: UCL Press.
Harvey, N. 1998. Environmental Impact Assessment:
Procedures, Practice and Prospects in Australia.
Melbourne: Oxford University Press.
Pemerintah Indonesia. 1986. Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor. 29 Tahun 1986 tentang Analisis
mengenai dampak lingkungan hidup. Jakarta: Kantor
Menteri Negara Lingkungan Hidup.
Pemerintah Indonesia. 1993. Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor. 51 Tahun 1993 tentang Analisis
mengenai dampak lingkungan hidup. Jakarta:
BAPEDAL.
Pemerintah Indonesia. 2012. Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor. 27 Tahun 2012 tentang Izin
Lingkungan, KLH.
Pemerintah Republik Indonesia. 2009. Undang-undang
Republik Indonesia Nomor. 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Jakarta: KLH.

11
Purnama, D. 2003. Reform of the EIA Process in Indonesia:
Improving the Role of Public Involvement. Journal of
Environmental Impact Assessment Review.
Wood, C. 1995. Environmental impact assessment: a
comparative review. Harlow: Longman Scientific &
Technical.
Wood, C. 2003. Environmental impact assessment: a
comparative review (2nd ed.). Upper Saddle River ;
London: Prentice Hall

12
TIM PENYUSUN MODUL DIKLAT
DASAR-DASAR AMDAL

Pengarah : 1. Dr. Henry Bastaman, MES (Deputi


MENLH Bidang Pembinaan Sarana
Teknis Lingkungan dan Peningkatan
Kapasitas)
2. Drs. Heru Waluyo, M.Com (Kepala
Pusdiklat Kementerian Lingkungan
Hidup)
Penanggung Jawab : Dra. Asri Tresnawati (Kepala Bidang
Pengembangan Kompetensi dan
Kurikulum Pusdiklat Kementerian
Lingkungan Hidup)
Penulis Modul : 1. Drs. Bambang Pramudyanto, M.Sc
2. Drs. Yudi Suyudi
3. Rosliana, ST
4. Ir. Siti Rohmah
5. Ir. Rina Aprishanty, MA
6. Eka Sari Nurhidayati, S.Si
Pereviu Modul : 1. Erik Teguh Primiantoro, S.Hut, MES
2. Dra. Laksmi Widyajayanti, M.Sc
3. Esther Simon, ST
4. Akhmad Fahrudin, ST
5. Teguh Irawan, SH
6. Sena Pradipta, ST
Editor Modul : 1. Eti Sumiati, S.Si
2. Suryadi Jayanegara, S.Si
3. Drs. Syarifuddin
4. Tri Prayitno, SE
5. Dedit Setiawan, S.AP
6. Umi Asmiyati, SE
IDENTIFIKASI, PRAKIRAAN,
EVALUASI DAN MITIGASI DAMPAK
LINGKUNGAN

DIKLAT
DASAR-DASAR AMDAL

PUSAT DIKLAT SDM LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN


BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BOGOR
2016

i
IDENTIFIKASI, PRAKIRAAN, EVALUASI DAN
MITIGASI DAMPAK LINGKUNGAN

Modul 2 dari 7 Modul

Cetakan Pertama, 2013

Cetakan Kedua, 2016

Hak Cipta Pusdiklat KNLH sesuai P.18/MenLHK-II/2015


berubah nomenklatur menjadi
Pusat Diklat SDM Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Cara mengutip buku ini sesuai dengan kaidah ilmiah yang


berlaku.

Diterbitkan oleh :
Pusat Pendidikan dan Pelatihan SDM
Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Jalan Mayjen Ishak Juarsa Gunung Batu Kotak Pos 141 –
Bogor 16118

i
KATA PENGANTAR

Analisis mengenai dampak lingkungan yang selanjutnya


disebut Amdal, dalam perundang-undangan nasional diatur
dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin
Lingkungan. PP No.27 Tahun 2012 disusun sebagai
pelaksanaan ketentuan dalam UU No.32 Tahun 2009
khususnya ketentuan dalam pasal 33 dan pasal 41. PP No.27
Tahun 2012 sebagai pengganti PP No.27 Tahun 1999 tentang
Amdal, mengatur dua instrumen perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup, yaitu instrumen Kajian
Lingkungan Hidup (dalam bentuk Amdal dan UKL-UPL) serta
instrumen Izin Lingkungan.
Diklat di bidang lingkungan hidup khususnya Amdal
memiliki peran yang strategis dalam rangka pengelolaan
lingkungan hidup. Untuk meningkatkan pengetahuan,
wawasan dan keterampilan di bidang Amdal, Pusdiklat
SDM Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah menetapkan
perubahan Keputusan Nomor Kep-11/Pusdiklat/LH/11/
2012 menjadi Nomor P.2/Dik/ PEPE/Dik-2/3/2016
tentang Pedoman Penyelenggaraan diklat Amdal yang
terdiri dari Dasar-dasar Amdal, Penyusunan Amdal, dan
Penilaian Amdal. Pedoman ini disusun dengan mengacu
peraturan perundangan yang berlaku..
Untuk mendukung proses pembelajaran, perlu disusun modul,
sebagai bahan ajar minimal yang dapat membantu peserta
didik maupun widyaiswara atau fasilitator diklat dalam
mendisain pembelajaran di kelas, sehingga diharapkan dapat
mewujudkan standarisasi dalam penyelenggaraan diklat. Pada
diklat Dasar-dasar Amdal, terdapat 7 modul yaitu (1)
Pengertian, Proses dan Manfaat Amdal, (2) Identifikasi,

i
Prakiraan, Evaluasi dan Mitigasi Dampak Lingkungan (3)
Kebijakan PPLH & PSDA terkait dengan Amdal, (4) Proses
Penyusunan dan Penilaian Amdal, serta Penerbitan Izin
Lingkungan, (5) Pengawasan dan Penegakan Hukum (terkait
dengan Amdal), (6) Etika Penyusun dan Penilai Amdal, dan (7)
Pengantar Sistem Informasi Amdal.
Kami menyadari bahwa perkembangan ilmu pengetahuan
berlangsung sangat cepat, begitupula dengan peraturan dan
perundangan yang diterbitkan. Untuk itu kesesuaian isi modul
ini harus terus dipantau dan disesuaikan manakala terdapat
hal-hal yang sudah tidak relevan lagi. Dengan diterbitkannya
modul edisi pertama ini kami menyadari masih banyak
kekurangan yang memerlukan perbaikan dan penyempurnaan,
kami senantiasa mengharapkan masukan dan evaluasi demi
meningkatkan kualitas bahan diklat dan kualitas
penyelenggaraan.
Akhirnya kami mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu penyusunan buku ini, khususnya
kepada Sdri. Rosliana sebagai penulis modul Identifikasi,
Prakiraan, Evaluasi Dan Mitigasi Dampak Lingkungan. Semoga
buku ini bermanfaat sebagai bahan pembelajaran bagi peserta
pelatihan dan juga sebagai pegangan bagi
pengajar/widyaiswara dan mendapat ridho dari Tuhan Yang
Maha Esa, Aamiin.

Bogor, Agustus 2016


Kepala Pusat Diklat SDM
Lingkungan Hidup dan
Kehutanan

Dr. Ir. Joko Prihatno, MM.

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................ i


DAFTAR ISI......................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ................................................................ iv
DAFTAR TABEL.....................................................................v
BAB I PENDAHULUAN ...................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................... 1
B. Deskripsi Singkat ................................................ 4
C. Tujuan Pembelajaran .......................................... 4
D. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok ...................... 5
BAB II PENGANTAR PELINGKUPAN .................................... 7
A. Pengertian dan Esensi Dampak Lingkungan .......... 7
B. Dampak Rencana Usaha dan/atau Kegiatan
Terhadap Lingkungan ........................................ 13
C. Dampak Penting dan Dampak Lainnya ................. 19
D. Rangkuman ....................................................... 29
E. Latihan ............................................................. 30
BAB III PENGANTAR PRAKIRAAN DAN EVALUASI DAMPAK... 32
A. Prakiraan Besaran dan Sifat Penting Dampak ....... 32
B. Evaluasi Dampak Secara Holistik ......................... 13
C. Rangkuman ....................................................... 28
D. Latihan ............................................................. 31
BAB IV PENGANTAR PENGELOLAAN DAN PEMANTAUAN
LINGKUNGAN HIDUP .......................................................... 32
A. Prinsip Dasar Pengelolaan Dampak Lingkungan
Hidup ............................................................... 32
B. Bentuk Pengelolaan Dampak Lingkungan Hidup
melalui Pendekatan Teknologi, Sosial dan Ekonomi34
C. Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup ............. 37
D. Rangkuman ....................................................... 39
E. Latihan ............................................................. 40
BAB V PENUTUP ............................................................... 41
A. Kesimpulan ....................................................... 41
B. Tindak Lanjut .................................................... 42
DAFTAR PUSTAKA .............................................................. 43

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Siklus Air .......................................................... 8


Gambar 2. Hubungan antar dampak...................................16
Gambar 3. Konsep dampak lingkungan menurut UNEP ........17
Gambar 4. Konsep dampak lingkungan ...............................19
Gambar 5. Alur proses pelingkupan ....................................20
Gambar 6. Batas wilayah studi ...........................................26
Gambar 7. Contoh pelingkupan dari suatu usaha dan/atau
kegiatan pengembangan lapangan minyak dan
fasilitas penunjangnya......................................27
Gambar 8. Prakiraan dampak proyek A dan proyek B terhadap
pendapatan penduduk sekitar ...........................37
Gambar 9. Contoh informasi sebaran dampak .....................39
Gambar 10. Prakiraan besar dampak dan evaluasi sifat
penting proyek A dan Proyek B terhadap
pendapatan penduduk sekitar ............................ 5
Gambar 11. Box 1 Mempertajam Lingkup Dampak ..............11
Gambar 12. Box 2. Mempertajam Lingkup Dampak .............11
Gambar 13. Contoh perhitungan sebaran polutan dengan
metode Neraca Massa ......................................12
Gambar 14. Output prakiraan dampak kualitas air permukaan
sungai Komering ..............................................13
Gambar 16. Bagan alir dampak kegiatan pengerukan di laut
(Sorenson, 1971) .............................................24
Gambar 17. Contoh bagan alir dampak pengembangan
lapangan minyak, Kasus Sumatra (Hudbay Oil,
1990) .............................................................25
Gambar 18. Struktur organisasi divisi perencanaan ..............35
Gambar 19. Fish lader .......................................................37
Gambar 20. Beberapa rencana pengelolaan dampak ............37

iv
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Esensi proses pelingkupan ....................................21


Tabel 2. In Put Dan Out Put untuk Setiap Tahapan Proses
Pelingkupan .....................................................................26
Tabel 3. Data Limbah Cair Industri Pulp ............................... 6
Tabel 4. Informasi Obyek Penerima Dampak ........................ 7
Tabel 5. Metode Evaluasi Dampak Menurut Adkins dan Burke
untuk Proyek Jalan. ..........................................................18
Tabel 6. Checklist Ringkasan Aspek Komponen Lingkungan ..20
Tabel 7. Matrik Evaluasi Dampak menurut Leopold .............22
Tabel 8. Contoh RKL .........................................................36
Tabel 9. Contoh RPL .........................................................39

v
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Amdal)
adalah kajian mengenai dampak penting suatu Usaha
dan/atau Kegiatan yang direncanakan pada lingkungan
hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan
tentang penyelenggaraan Usaha dan/atau Kegiatan.
Hasil Amdal menjadi dasar bagi pengambilan keputusan
oleh pihak yang berwenang tentang suatu rencana
kegiatan dan memberi jaminan kepada pemberi izin bahwa
dampak lingkungan dari rencana kegiatan dapat dan akan
ditanggulangi.
Hasil Amdal juga dimaksudkan untuk memberi arahan bagi
pihak perancang rencana Usaha dan/atau Kegiatan untuk
mengendalikan dampak lingkungan yang diperkirakan
terjadi. Dengan demikian, rencana kegiatan akan menjadi
lebih ramah lingkungan dan lebih dapat diterima
masyarakat sekitar. Amdal dilakukan pada tahap awal
perencanaan rencana kegiatan, sebaiknya dilakukan
sebelum diselesaikannya rancang-bangun rinci (detailed
engineering design), agar semua hasil Amdal dapat
menjadi masukan bagi rancang-bangun rinci.
Proses Amdal akan menghasilkan 3 (tiga) buah dokumen
sebagai berikut:
1) Kerangka Acuan (KA) adalah ruang lingkup kajian
analisis dampak lingkungan hidup yang merupakan
hasil pelingkupan, dan menjelaskan lingkup kajian
dampak lingkungan hidup yang akan dilakukan. Hasil
penilaian KA adalah sebuah kesepakatan antara
pemrakarsa dengan Komisi Penilai Amdal melalui tim
teknis tentang apa yang akan dikaji dalam ANDAL.
1
2) Dokumen Analisis Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL)
adalah telaahan secara cermat dan mendalam tentang
dampak penting suatu rencana Usaha dan/atau
Kegiatan, dan merupakan hasil kajian antara lain
tentang prakiraan dan evaluasi dampak penting.
Dokumen ini ditutup dengan pembahasan tentang
dampak-dampak yang dianggap penting, arahan untuk
pengelolaan dampaknya serta kesimpulan kelayakan
atau ketidaklayakan lingkungan hidup atas rencana
Usaha dan/atau kegiatan yang dikaji.

3) Dokumen Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup-


Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RKL-RPL),
adalah rumusan upaya penanganan dampak terhadap
lingkungan hidup yang ditimbulkan akibat dari rencana
Usaha dan/atau Kegiatan upaya pemantauan
komponen lingkungan hidup yang terkena dampak
akibat dari rencana Usaha dan/atau kegiatan. RKL-RPL
dikembangkan berdasarkan arahan pengelolaan dan
pemantauan dalam ANDAL dan berisi uraian tentang
bagaimana dampak penting negatif akan diminimalisasi
dan dampak penting positif akan dioptimalkan
pengaruhnya, serta uraian tentang bagaimana
dampak-dampak penting beserta komponen
lingkungan hidup yang terpengaruhnya akan dipantau
untuk memastikan bahwa pengaruhnya pada
lingkungan hidup dan masyarakat sekitar dapat
teratasi.

Dokumen Kerangka Acuan (KA) memegang peranan


yang sangat penting dalam proses Amdal karena
dalam dokumen inilah pemrakarsa menuangkan
niatnya melakukan kajian ANDAL dan menjelaskan apa
saja yang akan dikaji. Untuk menentukan apa yang
akan dikaji, akan dilakukan suatu tahap yang disebut
2
“pelingkupan”. Di dalam proses pelingkupan tersebut
terdiri dari identifikasi dampak dan evaluasi dampak
potensial untuk menghasilkan dampak penting
hipotetik dan prioritasnya. Untuk melakukan kegiatan
pelingkupan maka diperlukan informasi yaitu deskripsi
rencana usaha dan/atau kegiatan, deskripsi rona
lingkungan hidup awal (termasuk di dalamnya analisis
situasi usaha dan/atau kegiatan yang telah ada di
sekitar lokasi rencana usaha dan/atau kegiatan, dan
hasil pelibatan masyarakat.

Dari hasil kegiatan pelingkupan tersebut akan menjadi


dasar untuk melakukan kajian dalam dokumen ANDAL
dan merumuskan RKL-RPL. Di dalam dokumen
ANDAL akan dilakukan prakiraan terhadap besaran
dan sifat penting dampak penting hipotetik serta
evaluasi secara holistik terhadap seluruh dampak
penting hipotetik tersebut untuk menilai kelayakan
suatu rencana usaha dan/atau kegiatan. Seluruh
dampak penting hipotetik yang berdasarkan prakiraan
dampak penting dan evaluasi secara holistik terbukti
merupakan dampak penting selanjutnya akan dikelola
dan dipantau.

Pengelolaan dan pemantauan tersebut dituangkan


dalam dokumen RKL dan RPL. Dalam pengelolaan
dampak menggunakan prinsip hindari, minimisasi,
mitigasi melalui pendekatan teknologi, sosial dan
ekonomi. Disamping itu, dalam pengelolaan dan
pemantauan harus memperhatikan antara lain faktor
metode, lokasi, jangka waktu dan frekuensi.

3
B. Deskripsi Singkat
Identifikasi, prakiraan, evaluasi dan mitigasi (IPEM)
adalah salah satu mata diklat dari Diklat Dasar-dasar
Amdal. Jumlah Jam Pembelajaran (JP) dari mata
diklat ini adalah 8 JP @ 45 menit. Mata Diklat IPEM
ini terdiri dari beberapa beberapa pokok bahasan
yaitu: pengantar pelingkupan, pengantar prakiraan
dan evaluasi dampak serta pengantar mitigasi
dampak. Dalam pengantar pelingkupan diuraikan
tentang pengertian dan esensi dampak lingkungan,
dampak rencana usaha kegiatan terhadap lingkungan
serta tentang dampak penting dan dampak lainnya.
Pada pokok bahasan pengantar prakiraan dan
evaluasi dampak menjelaskan bahasan tentang
prakiraan besaran dan sifat penting dampak dan
evaluasi dampak secara holistik. Pokok bahasan
selanjutnya yaitu pengantar pengelolaan dan
pemantauan lingkungan hidup menguraikan tentang
prinsip dasar pengelolaan dampak lingkungan hidup
yang berupa “hindari, minimasi dan mitigasi” beserta
bentuk pengelolaan dampak lingkungan hidup melalui
pendekatan teknologi, sosial dan ekonomi. Disamping
itu pula dijelaskan pula bentuk pemantauan
lingkungan hidup dengan memperhatikan faktor-
faktor antara lain metode, lokasi, jangka waktu dan
frekuensi.
C. Tujuan Pembelajaran
1. Kompetensi Dasar
Setelah mengikuti mata diklat ini, peserta
diharapkan dapat memahami proses identifikasi,

4
prakiraan, evaluasi dan mitigasi dampak
lingkungan.
2. Indikator Keberhasilan

Setelah mengikuti mata diklat ini, peserta diharapkan


dapat:

a) menjelaskan tentang pengertian dan esensi


dampak lingkungan, dampak dari rencana usaha
kegiatan terhadap lingkungan serta menjelaskan
tentang proses pelingkupan dan konsep dampak
penting dan dampak lainnya;
b) menjelaskan tentang konsep dan proses prakiraan
besaran dan sifat penting dampak serta konsep
dan proses evaluasi dampak secara holistik;
c) menjelaskan tentang konsep dan proses prinsip
dasar pengelolaan dampak lingkungan hidup yang
berupa “hindari, minimasi dan mitigasi” beserta
bentuk pengelolaan dampak lingkungan hidup dan
bentuk pemantauan lingkungan hidup.

D. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok


Materi Pokok

1. Pengantar pelingkupan
2. Pengantar prakiraan dan evaluasi dampak
3. Pengantar pengelolaan dan pemantauan
lingkungan hidup

Sub Materi Pokok


1.1 Pengertian dan esensi dampak lingkungan
1.2 Dampak rencana usaha dan/atau kegiatan terhadap
lingkungan
1.3 Dampak penting dan dampak lainnya
5
2.1 Prakiraan Besaran dan Sifat Penting Dampak
2.2 Evaluasi dampak secara holistik

3.1 Prinsip dasar pengelolaan dampak lingkungan hidup


3.2 Bentuk pengelolaan dampak lingkungan hidup melalui
pendekatan teknologi, sosial dan ekonomi
3.3 Rencana pemantauan lingkungan hidup

6
BAB II
PENGANTAR PELINGKUPAN

Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta diklat diharapkan dapat


menjelaskan tentang pengertian dan esensi dampak lingkungan,
dampak rencana usaha kegiatan terhadap lingkungan serta
menjelaskan tentang pelingkupan, dampak penting dan dampak
lainnya.

A. Pengertian dan Esensi Dampak Lingkungan


Manusia seperti halnya semua makhluk hidup berinteraksi
dengan lingkungannya. Manakala terjadi perubahan dalam
lingkungan hidupnya, maka akan mempengaruhi
kehidupan manusia tersebut. Sebagai contoh siklus dalam
rantai makanan, apabila salah satu komponen dalam rantai
makanan punah, maka akan mempengaruhi kompanen
lainnya. Misalnya dalam suatu ekosistem yang terdapat
burung hantu yang berfungsi sebagai pengendali hama
tikus punah, maka tikus akan mewabah sehingga
menggangu areal pertanian. Dengan demikian sumber
pangan manusia akan terganggu, bahkan dapat
menyebabkan terjadinya kelaparan.

Sebagai contoh, dalam hal siklus air, apabila dalam siklus


air tersebut terdapat perubahan baik dari segi kualitas
ataupun kuantitasnya, maka ekosistem-ekosistem yang
membutuhkan air tersebut, termasuk manusia akan
terkena dampaknya.

Bagiamana terjadinya perubahan terhadap siklus air


tersebut dapat diamati dengan memahami interaksi air
tersebut dengan kondisi lingkungannya sebagaimana
paparan di bawah ini.

7
Air permukaan dapat dibedakan menjadi air permukaan
laut dan air permukaan darat. Air yang dijumpai di dalam
sungai dan danau merupakan bagian dari daur hidrologis
yang kompleks (lihat Gambar 1).

Gambar 1. Siklus Air

Keberadaan air permukaan merupakan hasil dari adanya


siklus hidrologis. Air yang dijumpai dalam badan air
permukaan merupakan gabungan dari air yang jatuh
langsung sebagai presipitasi, air limpasan (run-off)
permukaan tanah, dan air infiltrasi yang keluar kembali.
Sebagian air permukaan kemudian akan kembali
mengalami evaporasi akibat panas matahari. Uap air
kemudian akan ter-kondensasi akibat suhu yang sangat
rendah di lapisan udara bagian atas. Lalu, jatuh kembali
sebagai presipitasi, baik dalam bentuk hujan air atau
kabut. Sebagian air permukaan lainnya, baik yang
mengalir melalui sungai maupun yang terkumpul di danau,
waduk, atau rawa pada akhirnya akan mengalir ke laut.

8
Selama perjalanan dari hulu ke hilir, air sungai akan
bersinggungan dengan beragam kondisi lingkungan,
sehingga dapat dipastikan karakteristik aliran dan kualitas
air akan berubah. Demikian juga dengan air danau yang
akan bersinggungan dengan beragam kondisi lingkungan,
termasuk karakteristik air yang masuk ke dalamnya.

Kualitas air permukaan dapat berubah sesuai interaksinya


dengan kondisi lingkungan dan kegiatan di sekitarnya.
Beberapa penyebab perubahan kualitas air adalah:

1) Asupan materi; biasanya terbawa bersama aliran air


limbah dari sumber proses produksi atau sumber
rumah tangga. Jenis materi tergantung kepada
karakteristik sumber limbah tersebut. Asupan materi
juga dapat berasal dari air limpasan permukaan tanah.
2) Asupan panas atau dingin; biasanya disebabkan oleh
aliran buangan air limbah dari proses pendinginan
(cooling process). Asupan panas akan meningkatkan
suhu air. Walau demikian, peningkatan suhu air belum
tentu akan menimbulkan gangguan berarti.
3) Pengambilan air; biasanya untuk kepentingan
pengolahan air bersih. Pengambilan air akan
mengakibatkan jumlah air berkurang sehingga
kemampuan pengenceran dari suatu badan air akan
berkurang. Konsekuensinya, polutan akan lebih
terakumulasi dalam air yang lebih sedikit.
4) Perubahan kontinyuitas aliran; misalnya akibat
pembuatan bendungan, penambahan alat dan
bangunan air, pembangunan kanal, dan sebagainya.
Perubahan kontinyuitas aliran dapat berupa perubahan
fl uktuasi debit atau kecepatan aliran air. Aliran air
yang melambat akan menimbulkan akumulasi
sedangkan aliran yang bertambah cepat akan
menimbulkan penggelontoran pencemar yang
dikandungnya.
9
5) Perubahan morfologi badan air; misalnya akibat
normalisasi tepi sungai, pengerukan dasar sungai,
pengerasan dasar sungai, dan sebagainya. Seperti
halnya perubahan kontinyuitas aliran, berubahnya
morfologi badan air akan menimbulkan penyesuaian
aliran air yang kemudian akan menimbulkan akumulasi
atau penggelontoran pencemar yang dikandungnya.
6) Interaksi kehidupan flora-fauna; misalnya akibat
pertumbuhan atau pembusukan alga dalam jumlah
yang sangat besar. Pertumbuhan ini disebabkan oleh
asupan materi berupa nutrien yang tinggi. Tingginya
pertumbuhan alga akan membuat oksigen di dalam air
menipis (septik) yang berakibat matinya ikan dan
makhluk air lain. Hal ini kerap terjadi pada danau-
danau Indonesia yang tercemar limbah pertanian,
kegiatan perikanan, dan kegiatan .

Perubahan kualitas air tidak selalu dapat diartikan sebagai


pencemaran air. Pencemaran air baru dianggap terjadi jika
masukan polutan menyebabkan mutu air turun sampai ke
tingkatan yang menyebabkan fungsinya terganggu.
Misalnya, sampai ke tingkatan yang mengganggu budidaya
ikan air tawar, atau menghalangi pemanfaatannya sebagai
air baku. Untuk mempermudah penilaian atas tercemar-
tidaknya air, dapat dilihat dengan membandingkan kualitas
air dengan baku mutu air sungai. Jika konsentrasi polutan
sudah melampaui nilai baku mutunya, kita dapat
menyatakan bahwa air sudah tercemar.

Berubahnya kualitas air juga dapat menyebabkan


timbulnya dampak lanjutan yang dapat digolongkan
sebagai berikut:

• Gangguan Terhadap Kesehatan Manusia;

10
Berbagai penyakit dan iritasi dapat ditimbulkan akibat
adanya asupan materi atau panas ke dalam badan air.
Dampak kesehatan dapat bersifat akut maupun kronis.
Misalnya, masuknya senyawa asam ke dalam air
sehingga dapat menimbulkan gangguan pada kulit
manusia yang bersentuhan dengan air tersebut.

• Gangguan Terhadap Keseimbangan Ekosistem Air;

Perubahan komposisi kandungan materi dan energi


dalam air dapat mengganggu keseimbangan ekosistem
kehidupan makhluk hidup air. Misalnya, naiknya
kandungan nutrien akan menyebabkan terjadinya
eutrofi kasi yang kemudian akan mengganggu
kehidupan makhluk hidup air lainnya.

• Gangguan Terhadap Peruntukan Air;

Perubahan kualitas air dapat mengganggu


peruntukannya, misalnya sebagai air untuk
penggunaan air baku, rekreasi air, budidaya ikan,
pertanaman, atau transportasi. Demikian juga
pemanfaatan air untuk menunjang aktivitas rumah
tangga, seperti mandi dan cuci dapat terganggu akibat
air yang sudah tercemar.

11
Simpulan
Dari uraian di atas, perubahan kualitas air tersebut dapat
diakibatkan oleh kegiatan manusia. Manusia dengan aktivitasnya
dalam rangka pemenuhan kebutuhannya dapat menyebabkan
terjadinya perubahan lingkungan hidup sehingga menyebabkan
adanya dampak lanjutan.
Dampak lingkungan hidup dapat didefinisikan sebagai perubahan
lingkungan hidup yang diakibatkan oleh suatu kegiatan, karena
adanya interaksi antara komponen kegiatan dengan komponen
lingkungan hidup yang ada di sekitarnya baik yang bersifat positif
maupun negatif.
Terdapat pula beberapa definisi lain tentang dampak lingkungan
antara lain:
Dampak lingkungan: pengaruh perubahan pada lingkungan
hidup yang diakibatkan oleh suatu rencana usaha dan/atau
kegiatan (Pasal 1 angka 26 UU No. 32 Tahun 2009).
Menurut Otto Soemarwoto, 2009:
1. Dampak: Suatu perubahan yang terjadi sebagai akibat
suatu aktivitas (alamiah atau oleh manusia i.e.
Pembangunan pelabuhan). Dampak → Biogeofisik-kimia dan
sosekbud, primer, sekunder, tersier.
2. Secara umum dalam Amdal, dampak pembangunan:
Perubahan yang tidak direncanakan yang diakibatkan oleh
aktivitas pembangunan

12
Perlu diperhatikan pula bahwa dari contoh di atas, dapat dipahami pula
adanya kemungkinan dampak-dampak lingkungan dapat berhubungan
satu dengan yang lainnya. Misalnya, dampak terhadap keseimbangan
ekosistem dapat menimbulkan dampak terhadap kesehatan manusia dan
peruntukan air. Hubungan antar dampak ini mengakibatkan adanya
penggolongan dampak sebagai:
1) Dampak primer: perubahan kualitas air akibat adanya interaksi
antara sumber dampak (komponen kegiatan) dengan air danau atau
sungai (komponen lingkungan).
2) Dampak sekunder: dampak lanjutan yang ditimbulkan oleh
perubahan kualitas air danau atau sungai (dampak primer).
3) Dampak tersier: dampak lanjutan yang ditimbulkan oleh dampak
sekunder. Selanjutnya, dampak tersier mungkin saja akan
menimbulkan dampak untuk tingkat-tingkat selanjutnya.
Sebagai contoh:

B. Dampak Rencana Usaha dan/atau Kegiatan


Terhadap Lingkungan
Sebagaimana disebutkan sebelumnya, bahwa dampak
lingkungan hidup dapat didefinisikan sebagai perubahan
lingkungan hidup yang diakibatkan oleh suatu kegiatan,
karena adanya interaksi antara komponen kegiatan
13
dengan komponen lingkungan hidup yang ada di
sekitarnya baik yang bersifat positif maupun negatif.
Dampak lingkungan hidup juga dapat didefinisikan sebagai
perubahan lingkungan hidup dengan adanya proyek dan
tanpa proyek.
Proyek-proyek pembangunan di berbagai bidang dapat
menyebabkan dampak terhadap lingkungan hidup.
Sehingga sangat penting untuk mendapatkan informasi
yang rinci mengenai deskripsi kegiatan guna
mengidentifikasi seluruh dampak lingkungan dari rencana
usaha dan/atau kegiatan.

Sebagai contoh:
CONTOH 1:
Proyek pembangunan di sektor perkebunan, misalnya perkebunan
sawit terdiri dari komponen kegiatan sebagaimana di bawah ini:
d. Pembukaan Lahan
Tatacara pembukaan lahan
Pembukaan lahan harus dilakukan dengan teknik dan tatacara yang
benar (tanpa melakukan pembakaran). Tujuan pembukaan lahan
yang benar adalah untuk menghindari kebakaran lahan dan hutan,
menghindari polusi udara akibat asap, dan menyediakan bahan
organik untuk memperbaiki struktur kesuburan tanah.
Konservasi lahan dan air
Bagian dari pembukaan lahan adalah konservasi lahan dan air
untuk menghindari kerusakan lahan akibat longsor, erosi, dan
mencegah banjir. Konservasi adalah upaya perlindungan. Tujuan
konservasi lahan dan air adalah untuk melindungi tanah, menjaga
kerusakan sumber-sumber air agar tidak terganggu dan menjaga
persediaan air saat musim kemarau.
e. Pembibitan
Pemilihan lokasi lahan pembibitan
Kebutuhan lokasi pembibitan biasanya sekitar 1 – 1,5% dari luas
kebun. Lokasi pembibitan ditentukan bersamaan pada saat
membuat perencanaan luas dan tata ruang kebun. Lokasi
pembibitan yang dipilih biasanya memiliki topografi rata, dekat
dengan areal penanaman, bebas banjir, dekat dengan sumber air,
memiliki akses jalan yang baik, dan bebas gangguan baik manusia
maupun binatang.

14
LANJUTAN CONTOH 1:
Penyediaan air dan pemeliharaan benih
Pembibitan memerlukan banyak air. Bibit tanaman yang baru tumbuh
harus dijaga agar tetap basah. Selain kondisi tanaman yang harus
lembab, diperlukan naungan untuk mencegah tanaman terpapar
langsung dari sinar matahari.
Pada saat tanaman mulai tumbuh biasanya sudah mulai dibutuhkan
pemupukan dan penyemprotan pestisida. Untuk mencegah
perkembangan hama dan penyakit, penyemprotan biasanya dilakukan
seminggu sekali.
a. Penanaman
Pembuatan lubang tanaman
Pembuatan lubang tanam dilakukan 2 (dua) minggu sebelum
penanaman. Lubang tanam biasanya berukuran 40 cm x 40 cm x 40 cm.
Dalam radius 1,5 m, di sekitar titik tanam, harus dibersihkan dari gulma
atau tanaman pengganggu.
Penanaman
Pelaksanaan penanaman diusahakan pada musim hujan untuk menjaga
agar tanam-an mendapat cukup air. Penanaman bibit dilakukan oleh
satu regu yang terdiri dari 3 orang pekerja untuk membuat lubang,
membawa kecambah, dan menutup tanah.
b. Pemeliharaan
Pemeliharaan Tanaman Belum Menghasilkan (TBM)
Tanaman belum menghasilkan adalah tanaman yang baru ditanam dari
bibit sampai berumur 30-36 bulan. Selama masa TBM, diperlukan
beberapa jenis pekerjaan yang secara teratur harus dilaksanakan, yaitu
konsolidasi tanaman dengan selalu menjaga tanaman agar tidak goyah
dan tetap berdiri tegak, penyisipan tanaman yang mati atau kurang
subur, pemeliharaan penutup tanah, pemupukan, pengendalian hama
dan penyakit, persiapan sarana panen dan pemeliharaan jalan dan parit
drainase. Saat pemeliharaan TBM, biasanya dilakukan juga seleksi
tanaman untuk memilih tanaman yang berkualitas baik.
Pemeliharaan Tanaman Menghasilkan (TM)
Tanaman kelapa sawit mulai berbunga pada umur 12-14 bulan. Panen
yang menguntungkan secara ekonomis baru terjadi pada saat tanaman
berumur 2,5 tahun. Tanaman kelapa sawit akan berproduksi optimal jika
dipelihara dengan baik. Pemeliharaan TM meliputi pengendalian
tanaman liar yang mengganggu (gulma), pemangkasan pelepah,
pengendalian hama dan penyakit, pemupukan, dan pemeliharaan jalan
rintisan.

15
LANJUTAN CONTOH 1:
e. Panen
Tanaman kelapa sawit sudah dapat berbuah produktif setelah umur 3
tahun. Puncak produksi terbaik adalah setelah umur 5 (lima) tahun. Saat
itu, jumlah tandan yang dapat dipanen sudah mencapai lebih dari 60%,
atau berat rata-rata tandan sudah lebih dari 3 kilogram.
Pengangkutan tandan buah segar (TBS) menuju pabrik biasanya
menggunakan truk. Untuk menghasilkan persentase perolehan minyak
(rendemen) yang baik, buah segar yang baru dipetik harus segera dikirim
ke pabrik. Oleh karena itu, kegiatan pengiriman buah segar dari kebun ke
pabrik dilakukan siang dan malam. Pada umur 5 tahun, pohon kelapa sawit
dapat berbuah sepanjang tahun. Musim panen paling rendah biasanya
hanya terjadi pada bulan Januari sampai Juni. Pada bulan-bulan itu,
kegiatan lalu lintas pengangkut buah dari kebun relatif lebih sepi.
Dari deskripsi kegiatan di atas, maka dapat diidentifikasi bahwa
untuk kegiatan perkebunan sawit seperti di atas memiliki beberapa
komponen kegiatan yang dapat menimbulkan dampak terhadap badan air
di sekitarnya. Dalam tahap konstruksi, pembukaan lahan yang
dilakukannya akan merubah volume limpasan air hujan ke badan air.
Dalam tahap operasi, kegiatan pemupukan akan memberikan asupan sisa
nutrien bersamaan dengan limpasan air hujan yang masuk ke badan air.
Hasil identifikasi dampak beserta hubungan antar dampak-dampak tersebut
dapat digambarkan pada bagan di bawah ini.

Gambar 2. Hubungan antar dampak


Informasi Tambahan

16
Gambar 3. Konsep dampak lingkungan menurut UNEP

CONTOH 2:
Proyek pembangunan lainnya, misalnya di sektor prasarana willayah
dan pemukiman terdiri dari komponen kegiatan sebagai berikut :
1) Tahap Pra Konstruksi
- survey dan penentuan lokasi kegiatan
- Pengadaan tanah dan pemindahan penduduk
2) Tahap Konstruksi
- mobilisasi alat berat dan tenaga kerja
- pengoperasian base camp dan barak kerja
- pembersihan lahan dan pembuatan jalan masuk
- pekerjaan tanah (penggalian dan penimbunan), termasuk
pengelolaan quarry
- kegiatan utama sub bidang pengairan, jalan dan pemukiman
3) Tahap Pra Konstruksi
- pengoperasian prasarana wilayah dan pemukiman
- pemeliharaan prasarana wilayah dan pemukiman
Adapun komponen lingkungan yang biasanya terkena dampak
(komponen/features lingkungan yang ada disekitar lokasi rencana
usaha dan/atau kegiatan serta kondisi lingkungannya), pada dasarnya
terdiri dari:
a) komponen geo-fisik-kimia, seperti sumber daya geologi, tanah,
air permukaan, air bawah tanah, udara, kebisingan, dan lain
sebagainya;

17
LANJUTAN CONTOH 2:
b) komponen biologi, seperti vegetasi/flora, fauna, tipe ekosistem,
keberadaan spesies langka dan/atau endemik serta habitatnya, dan
lain sebagainya;
c) komponen sosio-ekonomi-budaya, seperti tingkat pendapatan,
demografi, mata pencaharian, budaya setempat, situs arkeologi, situs
budaya dan lain sebagainya;
d) komponen kesehatan masyarakat, seperti perubahan tingkat
kesehatan masyarakat.
Dengan telahaan sederhana atas interaksi antara komponen kegiatan
dengan komponen lingkungan, dapat diidentifikasi bahwa kegiatan
pemukiman dapat menyebabkan dampak terjadinya air limpasan yang
dapat menyebabkan dampak primer berupa penurunan kualitas air sungai
dan dampak sekundernya berupa penurunan kualitas pertumbuhan ikan.
Kegiatan pengambilan air tanah (pemompaan/pemanfaatan air tanah)
menimbulkan dampak berupa turunnya muka air tanah, yang berdampak
langsung baik pada sumur penduduk di sekitar maupun pada kestabilan
akuifer (penurunan muka air tanah). Selain itu pengoperasian sumur bor
yang berada dekat pantai menyebabkan terjadinya intrusi air laut dan
penurunan muka tanah.

Informasi tambahan:

18
Gambar 4. Konsep dampak lingkungan
C. Dampak Penting dan Dampak Lainnya
Di dalam kajian Amdal, salah satu keluaran (out put) yang
penting adalah daftar dampak penting yang merupakan
hasil kajian (prakiraan dan evaluasi holistik) dari dampak
hipotetik. Yang dimaksud dampak penting adalah
perubahan lingkungan hidup yang sangat mendasar yang
diakibatkan oleh suatu usaha dan/atau kegiatan. Proses
untuk menghasilkan dampak penting hipotetik tersebut
pada dasarnya diawali melalui proses identifikasi dampak
potensial. Esensi dari proses identifikasi dampak potensial
ini adalah menduga semua dampak yang berpotensi terjadi
jika rencana usaha dan/atau kegiatan dilakukan pada
suatu lokasi. Langkah ini menghasilkan daftar ‘dampak
potensial’. Pada tahap ini mengidentifikasi seluruh dampak
lingkungan hidup (primer, sekunder, dan seterusnya) yang
secara potensial akan timbul sebagai akibat adanya
rencana usaha dan/atau kegiatan. Pada tahapan ini hanya
diinventarisasi dampak potensial yang mungkin akan
timbul tanpa memperhatikan besar/kecilnya dampak, atau
penting tidaknya dampak. Dengan demikian pada tahap ini
belum ada upaya untuk menilai apakah dampak potensial
tersebut merupakan dampak penting atau tidak.
Proses identifikasi dampak potensial dilakukan dengan
menggunakan metode-metode ilmiah yang berlaku secara
nasional dan/atau internasional di berbagai literatur.
Selanjutnya dilakukan evaluasi dampak potensial. Evaluasi
Dampak Potensial esensinya adalah memisahkan dampak-
dampak yang perlu kajian mendalam untuk membuktikan
dugaan (hipotesa) dampak. Dalam proses ini, harus
dijelaskan dasar penentuan bagaimana suatu dampak
potensial dapat disimpulkan menjadi dampak penting
hipotetik (DPH) atau tidak.

19
Salah satu kriteria penapisan untuk menentukan apakah
suatu dampak potensial (dari dampak yang tidak lagi perlu
dikaji) dapat menjadi DPH atau tidak adalah dengan
menguji apakah pihak pemrakarsa telah berencana untuk
mengelola dampak tersebut dengan cara-cara yang
mengacu pada Standar Operasional Prosedur (SOP)
tertentu, pengelolaan yang menjadi bagian dari rencana
kegiatan, panduan teknis tertentu yang diterbitkan
pemerintah dan/atau standar internasional, dan lain
sebagainya. Apabila hal tersebut tersedia maka,
dimungkinkan dampak hipotetik tersebut tidak menjadi
dampak penting hipotetik.
Dampak penting hipotetik ini merupakan salah satu hasil
dari proses kajian Amdal yang dikenal dengan istilah
Pelingkupan. Proses pelingkupan akan menentukan apa
yang akan dikaji. Pelingkupan membuat kajian Amdal
mempunyai fokus yang jelas, batasan yang pasti, dan
mengikuti rambu-rambu yang disepakati. Fokus dan
batasan itu ditentukan sebelum kajian dilaksanakan, yaitu
pada tahap merancang kajian. Pelingkupan adalah tahap
paling awal dalam rangkaian proses Amdal.
Untuk melaksanakan proses pelingkupan, mengikuti alur
proses pelingkupan di bawah ini.
Deskripsi
RencanaKegiatan

Rona Dampak PrioritasDampak


LingkunganHidup DampakPotensial
PentingHipotetik PentingHipotetik

Hasil Pelibatan
masyarakat

Identifikasi Evaluasi Klasifikasi


DampakPotensial DampakPotensial & Prioritas

Gambar 5. Alur proses pelingkupan


Seluruh langkah kerja ini didasari oleh suatu proses
berpikir yang baku dalam dunia penelitian ilmiah, yaitu
bagaimana merancang suatu kajian. Dengan memahami
20
esensi dari setiap langkah kerja maka tidak sulit untuk
memahami apa yang perlu dilakukan pada setiap langkah
kerja. Esensi proses pelingkupan cukup sederhana,
sebagaimana terlihat dalam tabel di bawah ini.

Tabel 1. Esensi proses pelingkupan


INPUT PELINGKUPAN FUNGSI/TUJUAN
1. Deskripsi Rencana Identifikasi komponen
Kegiatan kegiatan yang mungkin
menjadi sumber dampak
2. Rona Lingkungan Mengenal komponen
Hidup Awal lingkungan hidup yang
menjadi penerima dampak
3. Hasil pelibatan masyarakat dapat
masyarakat menyampaikan umpan balik
mengenai informasi mengenai
kondisi lingkungan hidup dan
berbagai usaha dan/atau
kegiatan di sekitar daerah
rencana usaha dan/atau
kegiatan, aspirasi masyarakat
dan penilaiannya mengenai
dampak lingkungan
PROSES PELINGKUPAN
1. Pelingkupan Dampak Hipotetik
Identifikasi Dampak Menduga semua dampak
Potensial potensial
Evaluasi Dampak Memilih dampak yang akan
Potensial dikaji
Klasifikasi dan Mempertajam arah kajian
Prioritas
2. Pelingkupan Batas Wilayah dan Waktu Kajian
Penentuan Lingkup Menentukan batasan lokasi
Wilayah Studi kajian

21
Penentuan Lingkup Menentukan batasan waktu
Waktu Kajian yang dipakai dalam kajian

Pelibatan masyarakat merupakan bagian proses


pelingkupan. Pelibatan masyarakat dilakukan melalui
pengumuman dan konsultasi publik. Prosedur pelibatan
masyarakat dalam proses Amdal harus mengacu pada
peraturan perundang-undangan. Perlu diingat bahwa
saran, pendapat dan tanggapan yang diterima dari
masyarakat harus diolah sebelum digunakan sebagai input
proses pelingkupan. Ini disebabkan karena saran,
pendapat dan tanggapan tersebut mungkin jumlahnya
banyak dan beragam jenisnya serta belum tentu relevan
untuk dikaji dalam Andal.

Secara rinci, informasi yang harus dijelaskan antara lain


hal kunci (key points) yang harus jadi perhatian bagi
pengambil keputusan, yaitu informasi apa yang dibutuhkan
oleh pengambil keputusan terkait dengan hasil pelibatan
masyarakat ini, antara lain sebagai contoh adalah:

1) Informasi deskriptif tentang keadaan lingkungan


sekitar (”ada hutan bakau” atau ”banyak pabrik
membuang limbah ke sungai X”).
2) Nilai-nilai lokal terkait dengan rencana usaha dan/atau
kegiatan yang diusulkan.
3) Kebiasaan adat setempat terkait dengan rencana usaha
dan/atau kegiatan yang diusulkan.
4) Aspirasi masyarakat terkait dengan rencana usaha
dan/atau kegiatan yang diusulkan, antara lain
kekhawatiran tentang perubahan lingkungan yang
mungkin terjadi (”jangan sampai kita kekurangan air”
atau ”tidak senang adanya tenaga kerja dari luar”);
dan harapan tentang perbaikan lingkungan atau
kesejahteraan akibat adanya rencana kegiatan (”minta

22
disediakan air bersih” atau ”minta pemuda setempat
diperkerjakan”).

Disamping proses pelingkupan dampak penting hipotetik


tersebut di atas, wajib juga dilakukan proses pelingkupan
untuk menetapkan batas wilayah studi dan batas waktu
kajian.

Batas wilayah studi ini merupakan batas terluar dari hasil


tumpang susun (overlay) dari batas wilayah proyek,
ekologis, sosial dan administratif setelah
mempertimbangkan kendala teknis yang dihadapi. Batasan
ruang lingkup wilayah studi penentuannya disesuaikan
dengan kemampuan pelaksana yang biasanya memiliki
keterbatasan sumber data, seperti waktu, dana, tenaga,
teknis, dan metode telaahan. Setiap penentuan masing-
masing batas wilayah (proyek, ekologis, sosial dan
administratif) harus dilengkapi dengan justifikasi ilmiah
yang kuat. Bagian ini harus dilengkapi dengan peta batas
wilayah studi yang dapat menggambarkan batas wilayah
proyek, ekologis, sosial dan administratif. Peta yang
disertakan harus memenuhi kaidah-kaidah kartografi.
Batas wilayah studi dibentuk dari empat unsur yang
berhubungan dengan dampak lingkungan suatu rencana
kegiatan, yaitu:

1) Batas proyek, yaitu ruang dimana seluruh komponen


rencana kegiatan akan dilakukan, termasuk komponen
kegiatan tahap pra-konstruksi, konstruksi, operasi dan
pasca operasi. Dari ruang rencana usaha dan/atau
kegiatan inilah bersumber dampak terhadap lingkungan
hidup disekitarnya. Batas proyek secara mudah dapat
diplotkan pada peta, karena lokasinya dapat diperoleh
langsung dari peta-peta pemrakarsa.

23
Selain tapak proyek utama, batas proyek harus juga
meliputi fasilitas pendukung seperti perumahan,
dermaga, tempat penyimpanan bahan, bengkel, dan
sebagainya.

2) Batas ekologis, yaitu ruang terjadinya sebaran dampak-


dampak lingkungan dari suatu rencana usaha dan/atau
kegiatan yang akan dikaji, mengikuti media lingkungan
masing-masing (seperti air dan udara), dimana proses
alami yang berlangsung dalam ruang tersebut
diperkirakan akan mengalami perubahan mendasar.
Batas ekologis akan mengarahkan penentuan lokasi
pengumpulan data rona lingkungan awal dan analisis
persebaran dampak. Penentuan batas ekologis harus
mempertimbangkan setiap komponen lingkungan
biogeofisik kimia yang terkena dampak (dari daftar
dampak penting hipotetik). Untuk masing-masing
dampak, batas persebarannya dapat diplotkan pada
peta sehingga batas ekologis memiliki beberapa garis
batas, sesuai dengan jumlah dampak penting hipotetik.

3) Batas sosial, yaitu ruang disekitar rencana usaha


dan/atau kegiatan yang merupakan tempat
berlangsungnya berbagai interaksi sosial yang
mengandung norma dan nilai tertentu yang sudah
mapan (termasuk sistem dan struktur sosial), sesuai
dengan proses dan dinamika sosial suatu kelompok
masyarakat, yang diperkirakan akan mengalami
perubahan mendasar akibat suatu rencana usaha
dan/atau kegiatan. Batas ini pada dasarnya merupakan
ruang di mana masyarakat, yang terkena dampak
lingkungan seperti limbah, emisi atau kerusakan
lingkungan, tinggal atau melakukan kegiatan. Batas
sosial akan mempengaruhi identifikasi kelompok
masyarakat yang terkena dampak sosial-ekonomi-
kesehatan masyarakat dan penentuan masyarakat
24
yang perlu dikonsultasikan (pada tahap lanjutan
keterlibatan masyarakat).

4) Batas administratif, yaitu wilayah administratif terkecil


yang relevan (seperti desa, kelurahan, kecamatan,
kabupaten, provinsi) yang wilayahnya tercakup tiga
unsur batas diatas. Dengan menumpangsusunkan
(overlay) batas administrative wilayah pemerintahan
dengan tiga peta batas seperti tersebut di atas, maka
akan terlihat desa/keluruhan, kecamatan, kabupaten
dan/atau provinsi mana saja yang masuk dalam batas
proyek, batas ekologis dan batas sosial.

Masing-masing batas diplotkan pada peta yang kemudian


ditumpangsusunkan satu-sama lain (overlay) sehingga
dapat ditarik garis luar gabungan keempat batas tersebut.
Garis luar gabungan itu yang disebut sebagai ’batas
wilayah studi’. Dalam proses ini, harus dijelaskan dasar
penentuan batas wilayah studi.

25
Gambar 6. Batas wilayah studi

Dalam proses pelingkupan juga harus teridentifikasi secara


jelas pula batas waktu kajian yang akan digunakan dalam
melakukan prakiraan dan evaluasi dampak dalam kajian
Andal. Setiap dampak penting hipotetik yang dikaji
memiliki batas waktu kajian tersendiri. Penentuan batas
waktu kajian ini selanjutnya digunakan sebagai dasar
untuk melakukan penentuan perubahan rona lingkungan
tanpa adanya rencana usaha dan/atau kegiatan atau
dengan adanya rencana usaha dan/atau kegiatan. Perlu
diingat pula bahwa batas waktu kajian untuk setiap
dampak penting hipotetik tidak harus sama dengan umur
kegiatan.

Tabel 2. In Put Dan Out Put untuk Setiap Tahapan Proses


Pelingkupan

26
Sebelum dapat mengidentifikasi dampak potensial,
penyusun Amdal juga wajib melakukan analisis atas hasil
pelibatan masyarakat. Dalam bagian ini, penyusun
dokumen Amdal menguraikan informasi hasil proses
pelibatan masyarakat yang diperlukan dalam proses
pelingkupan. Perlu diingat bahwa saran, pendapat dan
tanggapan yang diterima dari masyarakat harus diolah
sebelum digunakan sebagai input proses pelingkupan. Ini
disebabkan karena saran, pendapat dan tanggapan
tersebut mungkin jumlahnya banyak dan beragam jenisnya
serta belum tentu relevan untuk dikaji dalam Andal.

Gambar 7. Contoh pelingkupan dari suatu usaha dan/atau


kegiatan pengembangan lapangan minyak dan fasilitas
penunjangnya

27
28
D. Rangkuman
Dampak lingkungan hidup dapat didefinisikan sebagai
perubahan lingkungan hidup yang diakibatkan oleh suatu
kegiatan, karena adanya interaksi antara komponen
kegiatan dengan komponen lingkungan hidup yang ada di
sekitarnya baik yang bersifat positif maupun negatif.
Dampak lingkungan hidup juga dapat didefinisikan sebagai
perubahan lingkungan hidup dengan adanya proyek dan
tanpa proyek.

Hubungan antar dampak mengakibatkan adanya


penggolongan dampak sebagai berikut:

1) Dampak primer: perubahan kualitas air akibat adanya


interaksi antara sumber dampak (komponen kegiatan)
dengan komponen lingkungan;
2) Dampak sekunder: dampak lanjutan yang ditimbulkan
oleh dampak primer;
3) Dampak tersier: dampak lanjutan yang ditimbulkan
oleh dampak sekunder. Selanjutnya, dampak tersier
mungkin saja akan menimbulkan dampak untuk
tingkat-tingkat selanjutnya.

Di dalam Amdal terdapat proses “pelingkupan” yang


merupakan proses awal untuk menentukan lingkup
permasalahan dan mengidentifikasi dampak penting
(hipotesis) yang terkait dengan rencana usaha dan/atau
kegiatan. Yang dimaksud dampak penting adalah
perubahan lingkungan hidup yang sangat mendasar yang
diakibatkan oleh suatu usaha dan/atau kegiatan. Proses
untuk menghasilkan dampak penting hipotetik tersebut
pada dasarnya diawali melalui proses identifikasi dampak
potensial. Esensi dari proses identifikasi dampak potensial
ini adalah menduga semua dampak baik primer, sekunder
maupun tersier yang berpotensi terjadi jika rencana usaha

29
dan/atau kegiatan dilakukan pada suatu lokasi. Dari
proses ini juga akan dihasilkan prioritas dampak penting
(hipotetik) yang akan dikaji. Input untuk proses
pelingkupan ini adalah komponen kegiatan, komponen
lingkungan (rona awal lingkungan hidup) dan hasil
pelibatan masyarakat.

Disamping proses pelingkupan dampak penting tersebut di


atas, wajib juga dilakukan proses pelingkupan untuk
menetapkan batas wilayah studi dan batas waktu kajian.

E. Latihan
1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan dampak?
2. Jelaskan apa yang dimaksud dengan dampak penting?
3. Jelaskan tentang proses pelingkupan!
4. Jelaskan apa saja input dalam proses pelingkupan?
5. Jelaskan apa saja output yang dihasilkan dari proses
pelingkupan!

30
31
BAB III
PENGANTAR PRAKIRAAN DAN EVALUASI DAMPAK

Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta diklat diharapkan


dapat menjelaskan tentang prakiraan besaran dan sifat penting
dampak dan evaluasi dampak secara holistik.

A. Prakiraan Besaran dan Sifat Penting Dampak


1. Prinsip dasar prakiraan dampak

Dalam studi ANDAL, prakiraan dampak merupakan


suatu proses untuk menduga/mengantisipasi respon
atau perubahan suatu kondisi lingkungan tertentu
akibat adanya rencana kegiatan tertentu, yang
berlangsung pada ruang dan waktu tertentu. Sebagai
contoh dampak penambangan batubara terhadap
vegetasi, erosi, kualitas air, dan pendapatan
masyarakat. Terhadap kegiatan penambangan
batubara tersebut masing-masing komponen
lingkungan tersebut (vegetasi, erosi, kualitas air,
pendapatan masyarakat) pada ruang dan waktu
tertentu, memberi respon/perubahan yang berbeda-
beda. Berdasarkan hal tersebut maka tampak bahwa
dalam memprakirakan dampak lingkungan terkandung
makna analisis prakiraan atas besaran dampak
lingkungan (magnitude of impact).

Dapat dikatakan prakiraan dampak merupakan salah


satu titik kritis dalam proses penyusunan ANDAL.
Sehingga prakiraan dampak merupakan "trade mark"
dalam dokumen ANDAL, dan merupakan ciri pembeda
dengan dokumen-dokumen riset lainnya

32
Ada 3 (tiga) prinsip dasar yang perlu diketahui dalam
melakukan prakiraan dampak lingkungan, termasuk
dalam hal ini prakiraan dampak aspek sosial, yakni:

Prinsip 1, Merujuk pada batasan tentang definisi


dampak lingkungan yang digunakan dalam Amdal,
maka prakiraan dampak lingkungan harus dilakukan
dengan pendekatan "Dengan dan Tanpa Proyek".

Contoh:

Dengan pendekatan ini maka pakar ilmu sosial yang


terlibat dalam penyusunan Amdal tidak hanya
memprakirakan kondisi sosial/ekonomi/budaya yang
akan terjadi bila ada proyek pembangunan, tetapi juga
harus memprakirakan kondisi sosial/ekonomi/budaya
bila tanpa ada proyek pembangunan. Ini sungguh
merupakan suatu tantangan karena umumnya pakar
ilmu sosial relatif lebih mengetahui perilaku perubahan
sosial akibat adanya proyek pembangunan, ketimbang
memprakirakan perubahan yang akan terjadi bila tanpa
ada proyek pembangunan.

Prinsip 2, Konsistensi dampak yang dikaji dalam


ANDAL dengan yang disepakati dalam Kerangka Acuan
(KA). Prakiraan dampak lingkungan yang tertuang di
dalam dokumen ANDAL harus dilakukan pada setiap
dampak lingkungan yang telah dirumuskan dalam
dokumen KA sebagai dampak penting hipotetik.
Misalnya, dalam dokumen KA terdapat bahwa 5
dampak penting hipotetik (DPH) aspek fisik-kimia, 3
DPH aspek biota, dan 6 DPH aspek sosial; maka
prakiraan dampak harus dilakukan untuk setiap DPH
tersebut (total ada 14 DPH).

33
Penyusun Amdal dapat menambah DPH yang akan
dikaji dalam Andal tanpa mengubah KA hanya jika dari
hasil survey lapangan setelah KA disetujui memang
memberikan kesimpulan bahwa terdapat DPH baru
yang perlu ditambahkan dalam kajian Andal. Namun
dalam ANDAL wajib disampaikan justifikasi/alasan
penambahannya. Namun jika penyusun akan
mengurangi DPH yang dikaji dalam Andal, maka hanya
dapat dilakukan melalui kesepakatan KA baru.
Prinsip 3, Keterkaitan antar komponen lingkungan
yang terkena dampak. Mengingat dampak lingkungan
pada dasarnya saling terkait dan pengaruh
mempengaruhi satu sama lain, maka dalam melakukan
prakiraan dampak hal ini harus diperhatikan benar
karena analisa dilakukan oleh tenaga ahli yang
bidangnya berbeda-beda. Disinilah peranan Ketua Tim
Studi Amdal: senantiasa menjaga keterkaitan antar
dampak lingkungan yang ditelaah.
2. Lingkup kajian prakiraan dampak
Dalam prakiraan dampak lingkungan terkandung dua
macam kajian, yakni:
a. Prakiraan atas seberapa besar perubahan atau
dampak lingkungan (magnitude of impact) yang
akan timbul sebagai akibat adanya proyek.
b. Evaluasi atas mendasar tidaknya atau penting
tidaknya dampak lingkungan yang akan timbul
bagi kehidupan sosial, ekonomi, budaya,
kesehatan dan ekologi.
Kajian yang pertama pada dasarnya bertujuan untuk
menjawab pertanyaan: apakah dampak yang akan
timbul berskala besar atau kecil (big or little magnitude
of impact), dan bersifat positif atau negatif? Sedangkan

34
kajian yang kedua berkenaan dengan seberapa jauh
perubahan atau dampak lingkungan yang akan timbul
itu bersifat penting atau mengubah secara mendasar
aspek-aspek tertentu dari kehidupan sosial, ekonomi,
budaya, kesehatan dan ekologi. Dengan perkataan lain
kajian tentang penting dampak berkenaan dengan
sejauh mana kepentingan manusia dan kepentingan
kehidupan ekologi berubah mendasar sebagai akibat
adanya proyek.
3. Prakiraan (Besar) Dampak
Berdasarkan Prinsip Pertama tersebut, maka untuk
mengetahui seberapa besar dampak lingkungan yang
akan timbul pada dasarnya harus diukur selisih antara:
a. Kondisi lingkungan sosial tertentu yang
diprakirakan akan terjadi di waktu mendatang
sebagai akibat adanya proyek (sebagai misal,
tingkat pendapatan penduduk sekitar proyek tujuh
tahun setelah proyek beroperasi).
b. Kondisi lingkungan yang diprakirakan akan terjadi
di ruang dan waktu tertentu tanpa adanya
kegiatan proyek (sebagai misal, tingkat
pendapatan penduduk pada tujuh tahun
mendatang bila tidak ada proyek).
Pada Gambar 8 secara grafis diilustrasikan (besar)
dampak Proyek A dan Proyek B terhadap pendapatan
penduduk sekitarnya yang diukur dalam bentuk
pendapatan setara beras per jiwa per tahun. Kedua
proyek didirikan pada tahun T1 di dua lokasi yang
berbeda. Berdasarkan konsep dampak lingkungan yang
telah diutarakan, besar dampak lingkungan ketika
Proyek A memasuki tahun T2 adalah selisih antara O1
dan O2 dan sebesar O4 - O5 ketika memasuki tahun T3.
Adapun pada Proyek B, dampak yang timbul pada
35
tahun T2 adalah sebesar O1 - O2 dan ketika memasuki
tahun T3 sebesar O4 - O5.
Bedanya, sepanjang tahun T1 hingga T2 dan T3
Proyek A menimbulkan dampak positif, yang
ditunjukkan oleh meningkatnya pendapatan setara
beras per jiwa per tahun, dibandingkan bila tanpa
proyek. Adapun Proyek B sebaliknya, pada tahun T2
proyek menimbulkan dampak positif sebesar O1 - O2
namun pada tahun T3 mengakibatkan dampak negatif
sebesar O4 - O5. Dengan kata lain Proyek B
membangkitkan dampak positif pada awal dimulainya
proyek, namun pada tahun-tahun selanjutnya
mengakibatkan dampak negatif terhadap kesejahteraan
penduduk sekitarnya.
Untuk memudahkan prakiraan kondisi lingkungan
tanpa proyek di masa mendatang, umumnya para
penyusun Amdal mengasumsikan kondisi lingkungan di
masa mendatang dipandang sama atau konstan
dengan situasi sebelum ada. Asumsi ini bila digunakan
akan berpengaruh besar terhadap kesahihan hasil
prakiraan dampak. Dari Proyek A dan Proyek B yang
telah dipaparkan dapat dilihat kelemahan asumsi ini.
Bila kondisi lingkungan tanpa proyek diasumsikan
konstan sepanjang tahun, maka pada saat Proyek A
memasuki tahun T2 timbul dampak positif sebesar O1 –
O3 (seharusnya O1 - O2). Dan ketika Proyek A
memasuki tahun T3, timbul dampak positif sebesar O4
– O6 (seharusnya O4 - O5). Tampak bahwa bila asumsi
ini dipakai, dampak positif yang dibangkitkan oleh
Proyek A lebih besar dibandingkan sebelumnya.

36
Pendapatan Kondisi
setara beras dengan
(kg/jiwa/thn) proyek

A
350 O4
Area besar
dampak
320-B
O5
O1
Kondisi
O2 tanpa
250 C O6
proyek
O3

Umur
0 T1 T2 T3 proyek
Proyek A
mulai

Pendapatan Kondisi
setara beras dengan Kondisi
(kg/jiwa/thn) proyek tanpa
proyek

350 A O4
O1

320- B
Area
O2 besar
C dampak

250 O3 O5

Umur
0 T1 T2 T3 proyek
Proyek B
mulai

Gambar 8. Prakiraan dampak proyek A dan proyek B


terhadap pendapatan penduduk sekitar
37
Dengan asumsi ini pula ketika Proyek B memasuki
tahun T2 diprakirakan timbul dampak positif sebesar O1
– O3 (seharusnya O1 - O2), dan ketika memasuki tahun
T3 timbul dampak positif sebesar O4 – O5. Padahal
ketika memasuki T3 Proyek B sesungguhnya
menimbulkan dampak negatif sebesar O4 – O5.
Hal lain yang perlu diketahui adalah, prakiraan dampak
sangat terkait dengan dimensi ruang dan waktu
berlangsungnya dampak. Sehingga dapat dikatakan
dampak lingkungan suatu rencana usaha/kegiatan
bersifat unik dan khas, yakni hanya berlaku untuk
ruang dan waktu tertentu akibat aktivitas tertentu dari
rencana usaha/kegiatan.
Sehingga dalam konteks prakiraan dampak aspek
sosial harus dapat dianalisis:
a. Siapa yang terkena dampak (who are going to be
affected). Siapa menunjuk pada berapa orang
yang terkena, ciri-ciri mereka bagaimana (umur,
pekerjaan, tingkat kerentanan dan sebagainya).
Siapa disini juga bisa menunjukkan satuan analisa:
individu, keluarga atau masyarakat.
b. Dalam bentuk apa (in what way) mereka terkena
dampak. Misalnya, penduduk yang tinggal
disepanjang rute menuju ke proyek, akan terkena
dampak dari aktivitas transportasi peralatan.
Aktivitas ini akan menimbulkan bising dan debu.
c. Berapa lama dampak itu berlangsung. Dampak
bising dan debu akan berlangsung selama masa
konstruksi. Penyusun studi bisa menghitung
berapa lama masa konstruksi itu berjalan.
Langkah prakiraan atau “proyeksi” sangat dekat
dengan pelingkupan dan identifikasi rona lingkungan.
Dalam pelingkupan, para peneliti menentukan ruang
lingkup studi (space and time boundaries, key topics
dan unit of analysis) melalui pengkajian kegiatan
38
proyek dan kondisi masyarakat. Jika para peneliti telah
melakukan dua proses ini dengan baik, tahap prakiraan
dampak akan mudah dilakukan.
Prakiraan dampak lingkungan memiliki perbedaan yang
mendasar dengan evaluasi dampak lingkungan. Bila
dalam prakiraan dampak lingkungan yang diteliti
adalah: respon atau perubahan setiap komponen
lingkungan lingkungan yang berpotensi terkena
dampak, maka dalam evaluasi dampak lingkungan
yang dikaji adalah totalitas respon dari berbagai
komponen lingkungan yang pada ruang dan waktu
tertentu terkena dampak dari proyek.
Selain prakiraan besaran dampak, yang sangat
menentukan adalah prakiraan sebaran dampak. Hal ini
akan sangat penting untuk menentukan kemana
dampak akan timbul dan apakah ada reseptor dampak
dalam wilayah sebarannya. Prakiraan sebaran dampak
ini akan lebih informatif apabila divisualisasikan dalam
bentuk informasi geospasial.

Gambar 9. Contoh informasi sebaran dampak


39
4. Evaluasi sifat penting dampak

Evaluasi terhadap sifat penting dampak merupakan hal


yang lebih subyektif dibanding prakiraan (besar)
dampak. Sebab dampak lingkungan yang berskala
besar (big magnitude of impact), belum tentu
mengakibatkan perubahan yang mendasar atau
penting (importance) pada aspek-aspek tertentu dari
kehidupan. Sebaliknya, dampak lingkungan yang
berskala kecil (little magnitude of impact) dapat saja
merubah secara mendasar kehidupan sosial, ekonomi,
budaya dan ekologi di sekitarnya.

Hal tersebut tidak lain karena penilaian atas


pentingnya dampak merujuk pada pengertian sejauh
mana dampak lingkungan yang timbul bersifat
mendasar atau penting bagi stabilitas dan kepulihan
ekosistem (ecological importance), serta bagi
kehidupan sosial ekonomi dan budaya masyarakat
(social importance). Setiap kelompok masyarakat
memberi nilai penting yang berbeda-beda terhadap
perubahan stabilitas dan kepulihan ekosistem, serta
kehidupan sosial ekonominya. Perbedaan ini muncul
karena adanya perbedaan dalam latar belakang
budaya, serta perbedaan ruang dan waktu. Dengan
demikian "nilai penting" ini bersifat dinamis, sesuatu
yang dipandang penting saat ini oleh suatu kelompok
masyarakat dapat berubah menjadi tidak penting pada
beberapa tahun mendatang, demikian pula sebaliknya.

Disamping faktor budaya, penting tidaknya dampak


pada kehidupan sosial juga dapat berbeda-beda
tergantung pada lapisan sosial (misal kaya, menengah
atau miskin), dan golongan sosial yang terkena
dampak (misal, kalangan pemerintah, masyarakat
sekitar proyek, kalangan pakar, kalangan LSM).
1
Misalnya, suatu rencana usaha/kegiatan diduga akan
menimbulkan dampak penting positif terhadap
pendapatan dikalangan penduduk yang memiliki
ketrampilan yang menunjang kegiatan proyek, namun
dampak penting positif ini tidak berlaku bagi lapisan
sosial masyarakat yang tidak memiliki ketrampilan.

Dalam evaluasi sifat penting, besar dampak lingkungan


yang akan timbul --termasuk dalam hal ini aspek sosial-
- dievaluasi secara cermat sejauh mana perubahan
tersebut membawa pengaruh yang mendasar terhadap
tatanan kehidupan sosial dan ekologi. Evaluasi
dilakukan dengan menggunakan seperangkat kriteria
tertentu yang bersifat legal, yakni Pedoman Mengenai
Ukuran Dampak Penting, yang dikukuhkan melalui
Keputusan Kepala Bapedal. Dalam Pedoman tersebut
secara formal ditetapkan batasan dan kriteria dampak
yang bersifat penting yang berlaku untuk aspek fisik
kimia, biologi, dan sosial.

Agar pihak-pihak yang berkepentingan mempunyai


persepsi dan kriteria yang sama tentang dampak
penting, beberapa peraturan perundang-undangan
yang diterbitkan telah memuat beberapa ketentuan
tentang faktor-faktor penentu dan tolok ukur dampak
penting. Dalam UU No. 32 tahun 2009 dimuat enam
faktor yang menentukan dampak lingkungan dapat
bersifat penting, yakni :

a. Jumlah manusia yang terkena dampak


b. Luas wilayah persebaran dampak
c. Intensitas dan lamanya dampak berlangsung
d. Banyaknya komponen lingkungan lain yang
terkena dampak
e. Sifat kumulatif dampak
f. Berbalik atau tidak berbaliknya dampak.
2
Untuk mengukur sejauh mana perubahan lingkungan
bersifat mendasar, telah diterbitkan ketentuan tentang
tolok ukur dampak penting, yakni Keputusan Kepala
BAPEDAL No. KEP-056 Tahun 1994 tentang Pedoman
Mengenai Ukuran Dampak Penting. Keputusan tersebut
menyatakan bahwa ukuran dampak penting terhadap
lingkungan ditetapkan dengan mempertimbangkan hal-
hal berikut:

a) Bahwa penilaian pentingnya dampak terhadap


lingkungan berkaitan secara relatif dengan skala
usaha (besar kecilnya), hasil guna, dan daya guna
dari rencana usaha atau kegiatan.
b) Bahwa penilaian pentingnya dampak terhadap
lingkungan dapat pula didasarkan pada dampak
usaha atau kegiatan tersebut terhadap salah satu
aspek lingkungan, atau juga terhadap kesatuan
dan kaitannya dengan aspek-aspek lingkungan lain
dalam wilayah studi yang telah ditentukan.
c) Bahwa penilaian pentingnya dampak terhadap
lingkungan, baik yang bersifat positif atau negatif,
tidak boleh dipandang sebagai faktor yang berdiri
sendiri-sendiri, melainkan harus diperhitungkan
keseluruhannya sebagai satu kesatuan untuk
keperluan pengambilan keputusan.

Di dalam KEP-056 Tahun 1994 tersebut untuk setiap


faktor penentu dampak (jumlah manusia terkena
dampak, luas wilayah persebaran dampak, dan 4 faktor
lainnya), dimuat tolok ukur atau standar dampak
penting. Setiap pihak dengan demikian dapat
menggunakan Keputusan tersebut sebagai rujukan
formal untuk menetapkan penting tidaknya suatu
dampak lingkungan.

3
Dalam hal Proyek A dan B yang telah dicontohkan di
muka, evaluasi sifat penting terhadap dampak
lingkungan yang terjadi dilakukan dengan
menggunakan Garis Kemiskinan sebagai kriteria sifat
penting. Menurut kriteria ini, seseorang tergolong
miskin bila pendapatannya dalam setahun kurang dari
setara beras 320 kg. Berdasarkan kriteria ini tampak
bahwa dampak positif Proyek A bersifat penting
terhadap pendapatan penduduk ketika menginjak
tahun T2n dan seterusnya (lihat Gambar 10). Merujuk
pada KEP-056 Tahun 1994, dampak ini tergolong
sebagai penting dari segi intensitas dampak. Pada
tahun T1 sampai T2, Proyek A memang menimbulkan
dampak positif terhadap pendapatan penduduk tetapi
perubahan tersebut belum mendasar, atau dengan
kata lain penduduk masih tetap di bawah garis
kemiskinan.

Berbeda halnya dengan Proyek B, dampak positif yang


bersifat penting diprakirakan timbul pada pasca tahun
T1 hingga tahun T2. Namun setelah tahun T2 Proyek B
menimbulkan dampak negatif yang bersifat penting
terhadap pendapatan penduduk sekitar. Dalam kasus
Proyek B ini tampak bahwa mula-mula Proyek B
mengentaskan kemiskinan penduduk di sekitarnya
namun selanjutnya B justru menjadi penyebab
turunnya pendapatan penduduk hingga di bawah Garis
Kemiskinan (lihat Gambar 10). Dampak ini --merujuk
pada KEP-056 Tahun 1994-- tergolong sebagai dampak
penting dari segi intensitas dampak.

4
Pendapatan Kondisi
setara beras dengan
(kg/jiwa/thn) proyek

A
350 O4
Area besar
dampak
320- B
O5
O1
Kondisi
O2 tanpa
250 C O6
proyek
O3

Umur
0 T1 T2 T3 proyek
Proyek A
mulai
(Proyek A)

Pendapatan Kondisi
setara beras dengan Kondisi
(kg/jiwa/thn) proyek tanpa
proyek

350 A O4
O1

320- B
Area
O2 besar
C dampak

250 O3 O5

Umur
0 T1 T2 T3 proyek
Proyek B
mulai

(Proyek B)

Gambar 10. Prakiraan besar dampak dan evaluasi sifat


penting proyek A dan Proyek B terhadap pendapatan
penduduk sekitar

5
Contoh prakiraan dan evaluasi dampak kegiatan
industri pulp dan paper terhadap air permukaan.

Suatu kegiatan wajib Amdal, yaitu industri pulp


berkapasitas 3.000 ton per hari akan dibangun di tepi
sungai Kumering. Industri ini direncanakan akan
memiliki Instalasi Pengolahan Air Limbah IPAL). Efluen
IPAL akan dibuang ke sungai Kumering sesuai Baku
Mutu Limbah Cair (BMLC) yang diberlakukan
pemerintah setempat.

Dalam melakukan prakiraan dan evaluasi dampak


terdapat 5 tahapan yaitu :

1) Tahap pertama dari proses prakiraan dampak


kualitas air permukaan, yaitu Mempelajari Sumber
Dampak

Tabel 3. Data Limbah Cair Industri Pulp

KELOMPOK KONSENTRASI
POLUTAN
BOD 100 mg/L
COD 350 mg/L
TSS 100 mg/L
Skala komponen kegiatan: 60.000 m3/hari

Debit limbah cair (Q) dihitung berdasarkan debit


tipikal yang diperoleh dari industri sejenis (dipakai
nilai 20 m3/ton).

Perhitungannya:

Q (debit limbah cair)= kapasitas produksi x debit


maksimum
= 3.000 ton pulp/hari x 20 m3/ton pulp
= 60.000 m3/hari
6
Jenis polutan: Organik (BOD dan COD) dan
padatan (TSS)
Ditentukan berdasarkan parameter yang tercantum
di BMLC Industri Pulp
Jumlah polutan (M) dihitung dengan persamaan M
= Q x CP

Contoh:

Jumlah polutan BOD (berdasarkan BMLC)= Q x CBOD


= 60.000 m3/hari x 100 mg/L x
(10-9 ton/mg x 103 L/m3)
= 6 ton BOD/hari

Dengan perhitungan yang sama diperoleh COD = 21 ton/hari


dan TSS = 6 ton/ hari

2) Tahap 2 Mengenali Obyek Penerima Dampak


IPAL Industri pulp direncanakan akan membuang
efluennya ke sungai Kumering. Setelah batas
wilayah studi ditentukan,beberapa obyek penerima
dampak di dalam wilayah studi tersebut
diidentifikasi. Dua di antara obyek-obyek tersebut
yang dianggap penting untuk kemudian dikaji
dalam ANDAL adalah 1) area pemancingan di
dekat kawasan permukiman, dan 2) titik
pengambilan air baku instalasi air bersih.

Tabel 4. Informasi Obyek Penerima Dampak

Obyek Penerima Jarak dari Sumber Besaran


Dampak Dampak Obyek
Area Pemancingan 15 km 500 meter
Pengambilan Air 20 km 800 liter per detik
Baku
7
3) Tahap 3 Mempertajam Lingkup Dampak
Untuk melakukan prakiraan dampak dengan baik,
perlu ditentukan waktu prakiraan dan skenario
prakiraan dampak. Berikut adalah uraiannya.
Waktu prakiraan merupakan waktu yang dampak
dan kondisi lingkungannya ingin diprakirakan. Jika
menyebut waktu prakiraan adalah tahun 2020,
artinya akan dilakukan prakiraan dampak dan
kondisi kualitas air yang akan terjadi di tahun
2020. Hasil prakiraan dampak nantinya hanya
berlaku spesifik untuk waktu-waktu prakiraan
tersebut saja.
Waktu prakiraan ditentukan dengan memper-
timbangkan:
• Waktu keberadaan sumber dampak, atau waktu
dimulainya kelangsungan komponen kegiatan
yang tergolong sebagai sumber dampak
• Waktu munculnya obyek sensitif baru yang
dapat terpengaruh oleh sebaran polutan
• Waktu diberlakukannya suatu kebijakan baru
yang dapat mempengaruhi penilaian sifat
penting dampak, seperti pemberlakuan baku
mutu air baru.
Pola pemunculan polutan juga perlu
dipertimbangkan dalam penentuan waktu
prakiraan. Waktu, durasi, dan kontinuitas
pemunculan polutan sangat mempengaruhi waktu
dan sifat dari perubahan kualitas air akan terjadi.
Umumnya, prakiraan dampak perlu dilakukan
untuk kasus terburuk (worst-case scenario) dan
kasus paling mungkin terjadi (most-likely case
scenario) yang menggunakan data yang berbeda.
Pada kondisi terburuk, skenario didasarkan pada
8
jenis kegiatan. Misalnya kasus efluen IPAL, worst-
case scenario didasarkan pada 1) debit IPAL dan
konsentrasi polutan maksimal (MMAX) dan 2) debit
sungai minimal (QMIN) atau volume danau
minimal (VolMIN). Untuk kasus pembukaan lahan,
worst-case scenario didasarkan pada 1) luas lahan
yang dibuka dan 2) debit hujan maksimum. Pada
most-likely case scenario, penentuannya
didasarkan pada 1) jumlah polutan rata-rata
(MAVE) dan 2) debit air sungai rata-rata (QAVE)
atau volume air danau rata-rata (VolAVE). Pilihan
skenario prakiraan perlu dicantumkan di output
hasil prakiraan dampak.
Hasil prakiraan dampak akan dinilai sifat
pentingnya berdasarkan suatu kriteria. Menurut
peraturan yang berlaku, ada 6 (enam) kriteria
yang bisa digunakan sebagaimana telah dijelaskan
di atas.
4) Tahap 4 Mencermati Wilayah Kajian
Simulasi penyebaran polutan membutuhkan
informasi yang aktual dan rinci, khususnya
menyangkut kondisi morfologi badan air dan
kecepatan aliran. Demikian juga dengan informasi
mengenai keberadaan obyek-obyek di dalam
badan air yang mungkin berpengaruh terhadap
sebaran polutan. Sebagian informasi mungkin
sudah dimiliki, namun sebagian lainnya mungkin
harus diperoleh melalui upaya pengamatan dan
pengukuran langsung di lapangan.
Pemantauan debit di sungai atau volume air danau
seringkali dilakukan melalui pemantauan tinggi
muka air. Guna memperoleh informasi yang
lengkap, pemantauan harus dilakukan secara

9
kontinyu, baik di musim hujan maupun di musim
kemarau.
Data rona awal kualitas air sangat dibutuhkan
dalam simulasi penyebaran polutan. Misalnya
dalam perhitungan konsentrasi polutan setelah
proses pencampuran di badan air terjadi. Data
rona awal kualitas air juga dibutuhkan nantinya
dalam penentuan positif-negatifnya dampak dan
sifat penting dampak. Jika data belum tersedia,
perlu mengukurnya sendiri.

Data parameter kualitas air mana yang perlu


diperoleh sangat ditentukan oleh jenis polutan
penting dan obyek dampak. Jika jenis polutan
penting adalah padatan tersuspensi, maka perlu
memperoleh data rona awal dari parameter TSS di
air sungai dengan pengambilan sample.

Di sepanjang sungai Kumering, di antara Industri


Pulp dan obyek-obyek penerima dampak, terdapat
lahan persawahan yang membuang sisa air
irigasinya ke sungai tersebut. Obyek kegiatan ini
diperkirakan dapat mempengaruhi debit air dan
kandungan polutan dalam sungai tersebut.
Beberapa metode dapat digunakan untuk
menentukan besarnya debit aliran run-off dan
beban organik dan nutrien dari area persawahan
tersebut baik dengan pengukuran atau
menggunakan software pemodelan.(Keberadaan
sawah ini nantinya akan diperhitungkan dalam
simulasipenyebaran polutan di lokasi kedua obyek
penerima dampak)

10
Gambar 11. Box 1 Mempertajam Lingkup Dampak

Gambar 12. Box 2. Mempertajam Lingkup Dampak

11
5) Tahap 5 Mensimulasi Penyebaran Polutan

Gambar 13. Contoh perhitungan sebaran polutan dengan


metode Neraca Massa

12
Gambar 14. Output prakiraan dampak kualitas air permukaan
sungai Komering
B. Evaluasi Dampak Secara Holistik
1. Pengertian
Evaluasi dampak lingkungan merupakan tahap terakhir
proses analisis dampak lingkungan yang bertujuan
untuk mengevaluasi secara holistik (komprehensif)
berbagai komponen lingkungan yang diprakirakan
mengalami perubahan mendasar (dampak penting);
sebagai dasar untuk menilai kelayakan lingkungan dari
rencana kegiatan/usaha.
Dalam proses Amdal di Indonesia, evaluasi
dampak terhadap aspek sosial tidak dianalisis
secara terpisah dengan komponen aspek fisik-
kimia dan biologi. Aspek sosial yang terkena
dampak penting dianalisis secara integral sebagai
satu kesatuan yang tidak terpisahkan dengan
aspek fisik-kimia dan biologi yang juga terkena
dampak penting. Oleh karena evaluasi yang
dilakukan bersifat holistik/komprehensif, maka
tidak ada metode khusus untuk evaluasi kelayakan
lingkungan dari sudut sosial.
Dari uraian tersebut tampak bahwa evaluasi dampak
yang tepat dan dapat dipertanggung-jawabkan secara
ilmiah (akuntabel), akan sangat menentukan apakah
keputusan yang diambil oleh para pengambil
keputusan tepat atau tidak. Disamping sudah barang
tentu berperan besar terhadap kualitas dokumen
ANDAL yang dihasilkan.
Sehingga menjadi penting artinya untuk mengetahui
metode evaluasi dampak macam apa sajakah yang
dapat digunakan untuk mengevaluasi kelayakan

13
lingkungan dari alternatif rencana usaha dan/atau
kegiatan.
2. Macam Metode Evaluasi Dampak
Sejak pertama kalinya ANDAL diterapkan dunia (di
Amerika Serikat pada 1 Januari 1970) telah
berkembang beragam jenis metode evaluasi dampak.
Namun demikian secara umum dapat dikatakan bahwa
beragam metode evalusi dampak yang telah
dikembangkan tersebut merupakan variasi dari 4
metode dasar, yaitu (Bisset, 1984, Suratmo, 1989) :
a. Metode penampalan (overlays)
b. Metode daftar uji berskala (scaled checklist)
c. Metode matrik
d. Metode bagan alir (network)
Banyaknya metode ANDAL yang telah
dikembangkan tersebut, masing-masing dengan
kekuatan dan kelemahannya, seringkali
menimbulkan kesulitan dalam memilih metode
manakah yang dipandang paling tepat untuk
digunakan dan dapat di pertanggung-jawabkan
hasilnya. Terlebih kalau mengingat beberapa
metode ada khusus dikembangkan untuk
mengevaluasi jenis proyek tertentu (misal untuk
proyek-proyek pengairan).
a. Metode Penampalan (overlays)
Metode penampalan dikembangkan oleh McHarg,
I.L (1969). Teknik ini pertama kali digunakan oleh
McHarg guna memilih rute jalan raya. McHarg
mengidentifikasi faktor-faktor yang penting dalam
kontruksi jalan raya, baik faktor fisik yang secara
tradisional selalu dipehitungkan oleh para insinyur
sipil, maupun faktor biologi dan sosial ekonomi,
misalnya: kemiringan lereng, drainage permukaan,
14
kepekatan terhadap erosi, nilai tanah, nilai sejarah,
nilai rekreasi dan nilai pemukiman.

Menurut McHarg faktor lingkungan yang kurang


sesuai untuk rencana kegiatan akan menaikan
biaya kontruksi jalan. Disamping itu, faktor sosial,
ekonomi dan biologi yang tidak sesuai dengan
rencana kegiatan, juga akan merupakan biaya
sosial yang harus diperhitungkan disaat konstruksi
jalan. Berdasarkan pola pikir ini, untuk
menentukan rute jalan raya yang biayanya
terendah digunakan peta-peta tematik yang
masing-masing menggambarkan kualitas faktor-
faktor lingkungan tertentu yang digambar pada
bahan transparan (tembus cahaya). Setiap peta
memberikan informasi mengenai tiga zona, yakni:
1) Zona 1 (warna tua) : zona dengan
"nilai sosial" tertinggi
2) Zona 2 (warna muda) : zona dengan
"nilai sosial" sedang
3) Zona 3 (warna putih) : zona dengan
"nilai sosial" terendah
Peta-peta tematik dari berbagai komponen
lingkungan tersebut selanjutnya ditumpang
tindihkan, sehingga diperoleh agregat informasi
tentang daerah-daerah dengan "nilai sosial"
tertentu. Rute jalan raya ditetapkan di daerah
yang mempunyai agregat nilai sosial terendah
(lihat Gambar 15).

Metode ini biasanya digunakan untuk proyek-


proyek pembangunan yang secara fisik berpola
linear, seperti pembangunan jalan, pipa transmisi,
pelabuhan udara, dan lain sebagainya.

15
Gambar 15.: Rangkaian prosedur penerapan teknik
penampalan dalam kasus proyek pembangunan
jalan raya. Rute jalan yang dipilih adalah yang
memberikan dampak lingkungan terkecil.

1. Peta tematik kemiringan lereng 2. Peta tematik nilai lahan

3. Peta tematik nilai margasatwa 4. Peta tematik nilai sejarah

5. Peta tematik nilai bentang lahan A 6. Peta komposit tumpang tindih


16
pada no 1 s/d 5
Gambar 15.
Peta 1 sampai 5 adalah peta tematik, sedangkan
Peta 6 adalah hasil tumpang tindih Peta 1 sampai
5. Garis menunjukkan rute jalan yang dipilih
(Soemarwoto, 1983)

b. Metode Daftar Uji Berskala


Metode daftar uji yang dapat digunakan untuk
evaluasi dampak adalah daftar uji berskala (scaled
checklist) dan daftar uji berskala terbobot (scalling
weighted-scale checklist).

Metode ini dikembangkan oleh Adkins dan Burke


untuk melakukan evaluasi dampak lingkungan dari
proyek-proyek transportasi. Dalam metode ini
Adkins dan Burke menggunakan ukuran dampak
mulai dari minus 5 (- 5) sampai positif 5 (+ 5).

Komponen lingkungan yang digunakan oleh Adkins


dan Burke dikelompokan menjadi parameter
sebagai berikut:

1) Transportasi
2) Lingkungan
3) Sosiologi
4) Ekonomi.

Tabel 5. merupakan contoh metode Adkins dan


Burke dalam studi ANDAL. Dua alternatif rute
jalan dievaluasi berdasarkan ukuran (ordinal) -5
sampai +5. Ringkasan penilaian yang dipaparkan
pada Tabel 1 merupakan rata-rata dampak relatif
dari kedua alternatif tersebut, yang ditunjukkan
17
oleh nisbah antara skala positif dan skala negatif.
Nisbah ini dihitung berdasarkan perhitungan
aritmatik.

Tabel 5. Metode Evaluasi Dampak Menurut Adkins dan Burke


untuk Proyek Jalan.

Nilai tiap
Komponen Definisi atau
No. Alternatif Keterangan
Lingkungan Penjelasan
1 2
A. Masyarakat (Lokal)
1. Kebisingan Hubungan dengan
keadaan
sekarang kebijakan
dan prosedur
memorandum 20-8
(PPM 20-6).
a. Dekat dengan jalan -2 -1 Lalu lintas
Darat jalan
akan menutup
kerugian.
b. Areal keseluruhan +3 +1 Keuntungan
karena adanya
lalu lintas
jalan.

2. Pencemaran udara PPM 20 – 8


a. Dekat dengan +2 +1 Adanya lalu
jalan lintas
Besar jalan.
b. Areal keseluruhan +5 +2 Adanya lalu
lintas jalan.

3. Drainase Pengaruh pada


perubahan banjir
genangan dan lain-
lain
a. Dekat dengan +1 0 Jalan akan
jalan memotong
Besar sedikit.
b. Areal keseluruhan 0 0

18
4. Penyediaan Air
a. Pencemaran air PPM 20 – 8 0 0 Kalaupun ada
kecil.
b. Kualitas air Bercampur dengan 0 0 Kalaupun ada
pergerak-an dan kecil.
level air bumi.

5. Buangan Sampah PPM 20-8 akibat 0 0 Kalaupun ada


pencemaran, dll. kecil.

6. Pengaruh pada flora NEPA dan PPM 20-8 0 0 Kalaupun ada


kecil.

7. Pengaruh pada fauna NEPA dan PPM, 0 0 Kalaupun ada


tempat kecil.
berkembang biak
atau bersarang, dll.
8. Taman dst. +5 +2 dst.

9. Tempat dst. +5 0 dst.


piknik/bermain

10. Tempat purbakala dst. 0 0 dst.

11. Tempat bersejarah dst. +2 +1 dst.

12. Tempat terbuka dst. +3 +1 dst.

13. Aspek pemandangan


a. Di dekat jalan dst. +3 +1 dst.
besar
b. Areal keseluruhan dst. +2 0 dst.

14. Keselamatan
a. Lalu lintas dst. +3 +1 dst.
b. Penyeberangan dst. +5 +1 dst.
c. Lain-lain dst. - - dst.
15. Pengalaman
pengendara
di jalan besar
a. Pemandangan di +3 -1 Alternatif ke 1
jalan besar lebih terang &

19
indah
b. Pemandangan 0 +1 Alternatif ke-2
areal keseluruhan memberikan
pandangan
khusus ke
belokan.
c. Panorama +1 +3 Alternatif ke-2
bagus,
alternatif ke-1
masuk pusat
kota.
d. Daerah berbahaya +1 -1 Alternatif ke-
1akan
menghindarka
n bahaya,
alternatif ke-2
pengen-dara
akan terkena
asap

Tabel 6. Checklist Ringkasan Aspek Komponen Lingkungan

Ringkasan Penilaian
Nilai Alternatif A
1 2 1

Jumlah Nilai + 15 12
Jumlah Nilai Seluruhnya 44
Jumlah Nilai - 1 2
Ratio Nilai + 0,94 0,86
Rata-rata Nilai 2.75

c. Metode Matrik

Istilah matrik dalam tulisan ini mengacu pada


metode yang menampilkan interaksi antara jenis
kegiatan proyek (umumnya di kolom), dengan
jenis komponen lingkungan (umumnya di baris).

20
Berikut dikemukakan beberapa contoh evaluasi
dampak dengan matrik.

Matrik Leopold

Metoda Leopold dikenal juga sebagai matriks


Leopold atau matriks interaksi Leopold. Metode
matrik ini mulai diperkenalkan oleh Leopold,
Clarke, Hanshaw dan Balsley tahun 1971 dengan
mengambil kasus penambangan phosphat. Matrik
yang diperkenalkan merupakan matrik interaksi
dari 100 jenis aktivitas proyek dengan 88 jenis
komponen lingkungan (matrik berdimensi 100 x
88).

Seratus jenis aktivitas proyek tersebut merupakan


penjabaran dari 11 kelompok kegiatan proyek,
yang terdiri atas :

a. Modifikasi areal (13 aktivitas)


b. Perubahan lahan dan pembuatan lingkungan
fisik (10 aktivitas)
c. Ekstraksi sumberdaya (7 aktivitas)
d. Pemrosesan (15 aktivitas)
e. Perubahan lahan (6 aktivitas)
f. Pembaharuan sumberdaya (5 aktivitas)
g. Perubahan lalulintas (11 aktivitas)
h. Penempatan dan pengolahan limbah (14
aktivitas)
i. Pengolahan bahan kimia (5 aktivitas)
j. Kecelakaan (3 aktivitas)
k. Lain-lain

Metode matrik Leopold ini relatif cukup banyak


digunakan dalam berbagai studi ANDAL, dan
sering dimodifikasi atau diubah oleh tim penyusun

21
ANDAL. Pengubahan ini umumnya dilakukan
dengan cara mengurangi jumlah dan mengubah
jenis kegiatan proyek, dan atau mengurangi
jumlah dan jenis komponen lingkungan yang
terkena dampak. Selain itu modifikasi matrik
Leopold juga dilakukan dengan cara memperkecil
ukuran ordinal yang digunakan. Ukuran ordinal
untuk besar dan pentingnya dampak diperkecil
menjadi nilai 1 sampai 3 atau 5.

Tabel 7. Matrik Evaluasi Dampak menurut Leopold

M = Magnitude of impact
(besar dampak)

22
I = Importance of impact
(penting dampak)

d. Metode Bagan Alir (Networks)

Metode ini selain digunakan untuk keperluan


identifikasi dampak, juga dapat digunakan untuk
evaluasi dampak lingkungan. Dalam metode ini
evaluasi dampak ditempuh dengan cara
menganalisis jalinan hubungan sebab-akibat yang
membentuk suatu bagan alir. Untuk menyusun
bagan alir ini harus diterapkan pendekatan ekologi
sehingga dapat dikembangkan hubungan sebab-
akibat sejak dari sumber dampak (proyek) hingga
dampak primer, sekunder, tersier, dan seterusnya.

Bagan alir yang dikembangkan oleh Sorenson


(1971) (Gambar 12) dalam rangka ANDAL proyek
pengerukan dasar laut, merupakan salah satu
bentuk bagan alir yang dapat digunakan untuk
evaluasi dampak. Bentuk lain dapat dilihat pula
pada bagan alir yang dikembangkan oleh
Adiwibowo (Gambar 13).

Kelemahan dari metode ini adalah tidak adanya


evaluasi yang bersifat kuantitatif terhadap besar
dan pentingnya dampak. Namun keunggulannya
terletak pada: (1) mudah dipahami oleh pengambil
keputusan; (2) upaya pengelolaan dan
pemantauan lingkungan dapat dirumuskan dengan
lebih terarah; (3) merupakan alat koordinasi dan
integrasi yang efektif bagi berbagai disiplin ilmu
yang terlibat dalam tim studi.

23
Hewan
Perubahan Bercangkang
Tempat Hewan Komersial
Bercangkang
Meningkatkan Merusak Kualitas Umum
Pemindahan Memindahkan Lumpur Hewan Habitat Ikan
Material Dasar Endapan & Bercangkang
Lumpur
Olah Raga &
Mengurangi Menghentikan Perik. Komersial
Pencemaran Pertumbuhan &
Endapan Nutrisi Gangguan
Kualitas Umum
Navigasi Meningkatkan Menghalangi
Kedalaman Air Pertumbuhan
Rumput Laut Merubah
Tambang Salinitas Rumput Laut

Merubah To- Membentuk Memperbaiki


Rumput Laut Penggalian
pografi Dasar Saluran Baru Navigasi
Kualitas Umum
Mengurangi
Kualitas Air Memperbaiki Pencemaran
Lubang/Celah Sirkulasi Air
di Dasar Industri Laut
Pemeliharaan
Pantai Meningkatkan
Lahan Organik Merusak Lahan
yang Busuk Basah Kualitas Umum

Limbah yang
Mengganggu Menimbulkan Fasilitas Rekreasi
Penimbunan Bau yang
Lahan Merangsang
Material Hasil Pembuangan Perikanan
Penggalian Limbah Padat Membentuk
Pembuangan Lahan Pantai
Air Kualitas Umum

Pasir & Kerikil Menutup Habitat


Diperdagangkan Kerang
Perdagangan

Gambar 15. Bagan alir dampak kegiatan pengerukan di laut (Sorenson, 1971)

24
Kegiatan Lapangan Minyak

Kualitas Air Potensi Pola Penyerapan Dampak


Permukaan Vegetasi Drainase & Tenaga Kerja primer
Debit

Kualitas Struktur & Dampak


Iklim Muka Sifat Fisik Peluang sekunder
Air Selat Komposisi
Mikro Air Tanah Kimia Tanah Berusaha
Panjang Jenis Veg.

Gerak Dampak
Potensi & Habitat Kualitas Keterbukaan tersier
Kualitas Ikan Mamalia Udara Wilayah Penduduk &
Migrasi

Dampak
Habitat Penggunaan kuarter
Subsidensi
Burung Lahan
Tanah
Perairan

Potensi Keba- Nilai


karan Hutan dan Lahan
atau Gambut

Sikap
Terhadap
Proyek
- Limbah akibat kegiatan konstruksi
dan produksi MSN (offhore) Iklim
- Kualitas air permukaan wilayah Tebing Tinggi

Gambar 16. Contoh bagan alir dampak pengembangan lapangan minyak, Kasus Sumatra (Hudbay Oil, 1990)

25
Evaluasi secara holistik tersebut selanjutnya akan
digunakan untuk mengevaluasi kelayakan dan
ketidaklayakan suatu proyek sebagaimana termuat dalam
PP 27 tahun 2012 tentang Izin Lingkungan yang
menyebutkan bahwa:

“Rekomendasi kelayakan dan ketidaklayakan lingkungan


ditetapkan berdasarkan pertimbangan paling sedikit
meliputi:

1. prakiraan, prakiraan secara cermat mengenai besaran


dan sifat penting dampak dari aspek biogeofisik kimia,
sosial, ekonomi, budaya, tata ruang, dan kesehatan
masyarakat pada tahap prakonstruksi, konstruksi,
operasi, dan pascaoperasi Usaha dan/atau Kegiatan;
2. hasil evaluasi secara holistik terhadap seluruh Dampak
Penting hipotetik sebagai sebuah kesatuan yang saling
terkait dan saling memengaruhi, sehingga diketahui
perimbangan Dampak Penting yang bersifat positif
dengan yang bersifat negatif; dan
3. kemampuan Pemrakarsa dan/atau pihak terkait yang
bertanggung jawab dalam menanggulangi Dampak
Penting yang bersifat negatif yang akan ditimbulkan
dari Usaha dan/atau Kegiatan yang direncanakan,
dengan pendekatan teknologi, sosial, dan
kelembagaan”.

Berdasarkan PERMENLH Nomor 16 Tahun 2012 tentang


Pedoman Penyusunan Dokumen Lingkungan Hidup dan
PERMENLH 08 Tahun 2013 tentang Tata Laksana
Penilaian dan Pemeriksaan Dokumen Lingkungan Hidup
Serta Penerbitan Izin Lingkungan, proses evaluasi holistik
terhadap dampak lingkungan akan menghasilkan hasil
telahaan keterkaitan dan interaksi dampak
lingkungan/dampak penting hipotetik, alternatif terbaik,
arahan pengelolaan dan pemantauan lingkungan.
26
Berdasarkan telahaan tersebut, pemrakarsa/penyusun
Amdal dapat menyimpulkan atau memberikan pernyataan
kelayakan lingkungan hidup atas rencana usaha dan/atau
kegiatan yang dikaji, dengan mempertimbangkan kriteria
kelayakan antara lain sebagai berikut:

1. Rencana tata ruang sesuai ketentuan peraturan


perundang-undangan.
2. Kebijakan di bidang perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup serta sumber daya alam yang diatur
dalam peraturan perundang-undangan.
3. Kepentingan pertahanan keamanan.
4. Prakiraan secara cermat mengenai besaran dan sifat
penting dampak dari aspek biogeofisik kimia, sosial,
ekonomi, budaya, tata ruang, dan kesehatan
masyarakat pada tahap prakonstruksi, konstruksi,
operasi, dan pasca operasi Usaha dan/atau Kegiatan.
5. Hasil evaluasi secara holistik terhadap seluruh dampak
penting sebagai sebuah kesatuan yang saling terkait
dan saling mempengaruhi sehingga diketahui
perimbangan dampak penting yang bersifat positif
dengan yang bersifat negative.
6. Kemampuan pemrakarsa dan/atau pihak terkait yang
bertanggung jawab dalam menanggulanggi dampak
penting negatif yang akan ditimbulkan dari Usaha
dan/atau Kegiatan yang direncanakan dengan
pendekatan teknologi, sosial, dan kelembagaan.
7. Rencana usaha dan/atau kegiatan tidak menganggu
nilai-nilai sosial atau pandangan masyarakat (emic
view).
8. Rencana usaha dan/atau kegiatan tidak akan
mempengaruhi dan/atau mengganggu entitas ekologis
yang merupakan.

a. entitas dan/atau spesies kunci (key species);


b. memiliki nilai penting secara ekologis (ecological

27
importance);
c. memiliki nilai penting secara ekonomi (economic
importance); dan/atau
d. memiliki nilai penting secara ilmiah (scientific
importance).

9. Rencana usaha dan/atau kegiatan tidak menimbulkan


gangguan terhadap usaha dan/atau kegiatan yang
telah berada di sekitar rencana lokasi usaha dan/atau
kegiatan.
10. Tidak dilampauinya daya dukung dan daya tampung
lingkungan hidup dari lokasi rencana usaha dan/atau
kegiatan, dalam hal terdapat perhitungan daya dukung
dan daya tampung lingkungan dimaksud.

C. Rangkuman
Dalam prakiraan dampak lingkungan terkandung dua
macam kajian, yakni:

1. Prakiraan atas seberapa besar perubahan atau


dampak lingkungan (magnitude of impact) yang akan
timbul sebagai akibat adanya proyek.
2. Evaluasi atas mendasar tidaknya atau penting tidaknya
dampak lingkungan yang akan timbul bagi kehidupan
sosial, ekonomi, budaya, kesehatan dan ekologi.

Berdasarkan Prinsip Pertama tersebut, maka untuk


mengetahui seberapa besar dampak lingkungan yang
akan timbul pada dasarnya harus diukur selisih antara:

1. Kondisi lingkungan sosial tertentu yang diprakirakan


akan terjadi di waktu mendatang sebagai akibat
adanya proyek (sebagai misal, tingkat pendapatan
penduduk sekitar proyek tujuh tahun setelah proyek
beroperasi)

28
2. Kondisi lingkungan yang diprakirakan akan terjadi di
ruang dan waktu tertentu tanpa adanya kegiatan
proyek (sebagai misal, tingkat pendapatan penduduk
pada tujuh tahun mendatang bila tidak ada proyek).
Enam faktor yang menentukan dampak lingkungan
dapat bersifat penting, yakni:
a. Jumlah manusia yang terkena dampak
b. Luas wilayah persebaran dampak
c. Intensitas dan lamanya dampak berlangsung
d. Banyaknya komponen lingkungan lain yang
terkena dampak
e. Sifat kumulatif dampak
f. Berbalik atau tidak berbaliknya dampak.

Evaluasi secara holistik terhadap dampak lingkungan


merupakan tahap terakhir proses analisis dampak
lingkungan yang bertujuan untuk mengevaluasi secara
holistik (komprehensif) berbagai komponen lingkungan
yang diprakirakan mengalami perubahan mendasar
(dampak penting); sebagai dasar untuk menilai kelayakan
lingkungan dari rencana kegiatan/usaha.

Metode evaluasi dampak secara holistik yang telah


dikembangkan antara lain:

a. Metode penampalan (overlays)


b. Metode daftar uji berskala (scaled checklist)
c. Metode matrik
d. Metode bagan alir (network)

Kriteria untuk menentukan kelayakan lingkungan hidup


antara lain sebagai berikut:

a. Rencana tata ruang sesuai ketentuan peraturan


perundang-undangan.
b. Kebijakan di bidang perlindungan dan pengelolaan

29
lingkungan hidup serta sumber daya alam yang diatur
dalam peraturan perundang-undangan.
c. Kepentingan pertahanan keamanan.
d. Prakiraan secara cermat mengenai besaran dan sifat
penting dampak dari aspek biogeofisik kimia, sosial,
ekonomi, budaya, tata ruang, dan kesehatan
masyarakat pada tahap prakonstruksi, konstruksi,
operasi, dan pasca operasi Usaha dan/atau Kegiatan.
e. Hasil evaluasi secara holistik terhadap seluruh dampak
penting sebagai sebuah kesatuan yang saling terkait
dan saling mempengaruhi sehingga diketahui
perimbangan dampak penting yang bersifat positif
dengan yang bersifat negative.
f. Kemampuan pemrakarsa dan/atau pihak terkait yang
bertanggung jawab dalam menanggulanggi dampak
penting negatif yang akan ditimbulkan dari Usaha
dan/atau Kegiatan yang direncanakan dengan
pendekatan teknologi, sosial, dan kelembagaan.
g. Rencana usaha dan/atau kegiatan tidak menganggu
nilai-nilai sosial atau pandangan masyarakat (emic
view).
h. Rencana usaha dan/atau kegiatan tidak akan
mempengaruhi dan/atau mengganggu entitas ekologis
yangmerupakan.
1) entitas dan/atau spesies kunci (key species);
2) memiliki nilai penting secara ekologis (ecological
importance);
3) memiliki nilai penting secara ekonomi (economic
importance); dan/atau
4) memiliki nilai penting secara ilmiah (scientific
importance).
i. Rencana usaha dan/atau kegiatan tidak menimbulkan
gangguan terhadap usaha dan/atau kegiatan yang
telah berada di sekitar rencana lokasi usaha dan/atau
kegiatan.
j. Tidak dilampauinya daya dukung dan daya tampung

30
lingkungan hidup dari lokasi rencana usaha dan/atau
kegiatan, dalam hal terdapat perhitungan daya dukung
dan daya tampung lingkungan dimaksud.

D. Latihan
1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan prakiraan
dampak!
2. Jelaskan apa yang dimaksud dengan evaluasi dampak
secara holistik!
3. Jelaskan beberapa metode evaluasi yang digunakan!

31
BAB IV
PENGANTAR PENGELOLAAN DAN PEMANTAUAN
LINGKUNGAN HIDUP

Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta diklat diharapkan


dapat menjelaskan tentang prinsip dasar pengelolaan dampak
lingkungan hidup yang berupa “hindari, minimasi dan mitigasi”
beserta bentuk pengelolaan dampak lingkungan hidup dan
bentuk pemantauan lingkungan hidup.

A. Prinsip Dasar Pengelolaan Dampak Lingkungan


Hidup
Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL) adalah
upaya penanganan dampak penting terhadap lingkungan
hidup yang ditimbulkan akibat dari rencana usaha
dan/atau kegiatan.

RKL memuat upaya-upaya mencegah, mengendalikan dan


menanggulangi dampak penting lingkungan hidup dan
dampak lingkungan hidup lainnya yang bersifat negatif
dan meningkatkan dampak positif yang timbul sebagai
akibat dari suatu rencana usaha dan/atau kegiatan. Dalam
pengertian tersebut upaya pengelolaan lingkungan hidup
antara lain mencakup kelompok aktivitas sebagai berikut :
1. Pengelolaan lingkungan yang bertujuan untuk
menghindari atau mencegah dampak negatif
lingkungan hidup;
2. Pengelolaan lingkungan hidup yang bertujuan untuk
menanggulangi, meminimisasi, atau mengendalikan
dampak negative baik yang timbul pada saat usaha
dan/atau kegiatan; dan/atau
3. Pengelolaan lingkungan hidup yang bersifat
meningkatkan dampak positif sehingga dampak
tersebut dapat memberikan manfaat yang lebih besar
baik kepada pemrakarsa maupun pihak lain terutama
masyarakat yang turut menikmati dampak positif
tersebut.
32
Sebagai sebuah sistem, RKL memiliki fungsi, antara
lain:

- Meminimalisir kemungkinan dampak yang terjadi


akibat pembangunan proyek
- Sebagai salah satu alat strategis dalam mengontrol
penggunaan sumber daya alam
- Diharapkan dapat menjamin keberlanjutan suatu
pembangunan proyek
- Sebagai sistem pencegahan pencemaran dan/atau
perusakan lingkungan
- Sebagai dasar untuk menilai ketaatan terhadap
pelaksanaan berbagai upaya pengelolaan lingkungan
pada tahap pra-konstruksi, konstruksi, operasi dan
pasca operasi dari suatu proyek

Beberapa manfaat RKL, antara lain:

- Menurunkan biaya operasional yang berkaitan dengan


dihindari, minimisasi dan mitigasi dampak akibat
proyek
- Menghilangkan risiko jangka panjang karena adanya
upaya pengelolaan dampak
- Lebih mampu untuk memenuhi harapan publik
terhadap permaslahan sekitar proyek
- Meningkat pemenuhan terhadap peraturan pemerintah
terkait pengelolaan lingkungan hidup
- Meningkatkan motivasi karyawan
- Menaikan citra perusahaan
- Meningkatkan peluang bisnis di pasar global
- Memberikan kepuasan kepada konsumen

33
B. Bentuk Pengelolaan Dampak Lingkungan Hidup
melalui Pendekatan Teknologi, Sosial dan Ekonomi
Secara umum, bentuk pengelolaan lingkungan dapat
dikategorikan menjadi tiga kelompok yaitu:
1. Pendekatan teknologi
Pendekatan ini adalah cara-cara atau teknologi yang
digunakan untuk mengelola dampak penting
lingkungan hidup.
Contoh:
a) “memasang sound barrier untuk mengurangi
kebisingan”;
b) “untuk mencegah timbulnya getaran dan gangguan
terhadap bangunan sekitar proyek maka tiang
pancang tidak menggunakan sistem tumbuk
(Hammer Pile) melainkan system bor (Bor Pile)”;
atau
c) bentuk rencana pengelolaan lingkungan hidup
lainnya yang menggunakan pendekatan teknologi.

2. Pendekatan sosial ekonomi


Pendekatan ini adalah langkah-langkah yang akan
ditempuh pemrakarsa dalam upaya menanggulangi
dampak penting melalui tindakan-tindakan yang
berlandaskan pada interaksi sosial, dan bantuan peran
pemerintah.
Contoh:
a) “menjalin interaksi sosial yang baik dengan
masyarakat sekitar lokasi proyek diantaranya
dengan keterbukaan informasi dan sosialisasi
rencana kegiatan sebelum dilakukan pelaksanaan
proyek”;
b) “memprioritaskan penyerapan tenaga kerja daerah
setempat sesuai dengan keahlian dan pendidikan:
atau

34
c) bentuk rencana pengelolaan lingkungan hidup
lainnya yang mengedepankan interaksi sosial
ekonomi.
3. Pendekatan institusi

Pendekatan ini adalah mekanisme kelembagaan yang


akan ditempuh pemrakarsa dalam rangka
menanggulangi dampak penting lingkungan hidup.

Contoh:
a) “membentuk suatu bagian atau unit dalam perusahaan
(PT. XXXX) sebagai pemrakarsa yang bertanggung jawab
dalam hal pengelolaan lingkungan dalam melaksanakan
Pembangunan Jalan Tol Lingkar Luar Jakarta. Seperti yang
disajikan berikut ini.

Gambar 17. Struktur organisasi divisi perencanaan

b) “melakukan koordinasi dengan instansi yang


terkena dampak relokasi/pemindahan utilitas yaitu
PT-Telkom Indonesia (Persero), PT. PLN
(Persero), PD. PAM JAYA, PT. GAS (Persero) serta
koordinasi dengan pihak pemerintah setempat
(Walikota, Camat, Lurah dll)”; atau
c) “bentuk rencana pengelolaan lingkungan hidup
lainnya yang menekankan pada pendekatan
kelembagaan untuk mengelola dampak
lingkungan.

35
Tabel 8. Contoh RKL

Beberapa contoh RKL lain yang inspiratif:


1. untuk mengelola dampak terganggunya jalur
migrasi ikan di sungai akibat operasional
bendungan, maka disediakan tangga ikan (fish
ladder):

36
Gambar 18. Fish lader
2. Untuk mengelola beberapa dampak akibat rencana
kegiatan pembangunan dan pengoperasian kilang
LNG, maka dirumuskan beberapa rencana
pengelolaan dampak sebagai berikut:

Gambar 19. Beberapa rencana pengelolaan dampak

C. Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup


Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup selanjutnya
disebut RPL adalah upaya pemantauan komponen
lingkungan hidup yang terkena dampak dari rencana
usaha dan/atau kegiatan.

37
Pemantauan lingkungan hidup dapat digunakan untuk
memahami fenomena-fenomena yang terjadi pada
berbagai tingkatan, mulai dari tingkat proyek (untuk
memahami perilaku dampak yang timbul akibat usaha
dan/atau kegiatan), sampai ke tingkat kawasan atau
bahkan regional; tergantung pada skala masalah yang
dihadapi.
Pemantauan merupakan kegiatan yang berlangsung
secara terus menerus, sistematis dan terencana.
Pemantauan dilakukan terhadap komponen lingkungan
yang relevan untuk digunakan sebagai indicator untuk
mengevaluasi penaatan (compliance), kecenderungan
(trendline) dan tingkat kritis (critical level) dari suatu
pengelolaan lingkngan hidup.
Ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam
merumuskan rencana pemantauan lingkungan dalam
Dokumen RKL-RPL, yakni:
a. Komponen/parameter lingkungan hidup yang
dipantau mencakup Komponen/parameter lingkungan
hidup yang mengalami perubahan mendasar, atau
terkena dampak penting dan komponen/parameter
lingkungan hidup yang terkena dampak lingkungan
hidup lainnya.
b. Aspek-aspek yang dipantau perlu memperhatikan
benar dampak penting yang dinyatakan dalam Andal
dan dampak lingkungan hidup lainnya, dan sifat
pengelolaan dampak lingkungan hidup yang
dirumuskan rencana pengelolaan lingkungan hidup.
c. Pemantauan dapat dilakukan pada sumber penyebab
dampak dan/atau terhadap komponen/parameter
lingkungan hidup yang terkena dampak. Dengan
memantau kedua hal tersebut sekaligus akan dapat
dinilai/diuji efektivitas kegiatan pengelolaan
lingkungan hidup yang dijalankan.
d. Pemantauan lingkungan hidup harus layak secara
ekonomi. Biaya yang dikeluarkan untuk pemantauan

38
perlu diperhatikan mengingat kegiatan pemantauan
senantiasa berlangsung sepanjang usia usaha
dan/atau kegiatan.
e. Rencana pengumpulan dan analisis data aspek-aspek
yang perlu dipantau, mencakup:
1) jenis data yang dikumpulkan;
2) lokasi pemantauan;
3) frekuensi dan jangka waktu pemantauan;
4) metode pengumpulan data (termasuk peralatan
dan instrumen yang digunakan untuk pengumpulan
data);
5) metode analisis data.
f. Rencana pemantauan lingkungan perlu memuat
tentang kelembagaan pemantauan lingkungan hidup.
Kelembagaan pemantauan lingkungan hidup yang
dimaksud di sini adalah institusi yang
bertanggungjawab sebagai pelaksana pemantauan,
pengguna hasil pemantauan, dan pengawas kegiatan
pemantauan.
Tabel 9. Contoh RPL

D. Rangkuman
Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL) adalah
upaya penanganan dampak penting terhadap lingkungan
hidup yang ditimbulkan akibat dari rencana usaha

39
dan/atau kegiatan. Dalam pengelolaan dampak
menggunakan prinsip hindari, minimisasi, mitigasi melalui
pendekatan teknologi, sosial dan ekonomi.

Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup selanjutnya


disebut RPL adalah upaya pemantauan komponen
lingkungan hidup yang terkena dampak dari rencana
usaha dan/atau kegiatan.

Disamping itu, dalam pengelolaan dan pemantauan harus


memperhatikan antara lain faktor metode, lokasi, jangka
waktu dan frekwensi.

E. Latihan
1. Apa yang dimaksud dengan RKL?
2. Apa yang dimaksud dengan RPL?
3. Jelaskan prinsip yang digunakan dalam RKL?
4. Jelaskan pendekatan-pendekatan yang digunakan
dalam RKL?
5. Jelaskan factor-faktor yang harus diperhatikan dalam
RKL dan RPL!

40
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dampak lingkungan hidup dapat didefinisikan sebagai
perubahan lingkungan hidup yang diakibatkan oleh suatu
kegiatan, karena adanya interaksi antara komponen
kegiatan dengan komponen lingkungan hidup yang ada
di sekitarnya baik yang bersifat positif maupun negatif.
Dampak lingkungan hidup juga dapat didefinisikan
sebagai perubahan lingkungan hidup dengan adanya
proyek dan tanpa proyek. Dampak tersebut dapat berupa
dampak primer, sekunder, maupun tersier.

Didalam Amdal terdapat proses “pelingkupan” yang


merupakan proses awal untuk menentukan lingkup
permasalahan dan mengidentifikasi dampak penting
(hipotesis) yang terkait dengan rencana usaha dan/atau
kegiatan dan juga dilakukan proses pelingkupan untuk
menetapkan batas wilayah studi dan batas waktu kajian.

Dari hasil kegiatan pelingkupan tersebut akan menjadi


dasar untuk pengkajian dalam dokumen ANDAL, RKL dan
RPL. Di dalam dokumen ANDAL akan dilakukan
prakiraan terhadap besaran dan sifat penting dampak
penting hipotetik.

Dalam prakiraan dampak lingkungan terkandung dua


macam kajian, yakni:

1. Prakiraan atas seberapa besar perubahan atau


dampak lingkungan (magnitude of impact) yang akan
timbul sebagai akibat adanya proyek.

41
2. Evaluasi atas mendasar tidaknya atau penting tidaknya
dampak lingkungan yang akan timbul bagi kehidupan
sosial, ekonomi, budaya, kesehatan dan ekologi.

Evaluasi secara holistik terhadap dampak lingkungan


merupakan tahap terakhir proses analisis dampak
lingkungan yang bertujuan untuk mengevaluasi secara
holistik (komprehensif) berbagai komponen lingkungan
yang diprakirakan mengalami perubahan mendasar
(dampak penting) sebagai dasar untuk menilai kelayakan
lingkungan dari rencana kegiatan/usaha

Seluruh dampak penting hipotetik yang berdasarkan


prakiraan dampak penting dan evaluasi secara holistik
terbukti merupakan dampak penting selanjutnya akan
dikelola dan dipantau. Pengelolaan dan pemantauan
tersebut dituangkan dalam dokumen RKL dan RPL.

B. Tindak Lanjut
Peserta diklat dapat memperdalam materi Identifikasi,
Prakiraan, Evaluasi dan Mitigasi Dampak Lingkungan pada
diklat lanjutan Amdal yaitu Diklat Penilai Amdal ataupun
Penyusun Amdal

42
DAFTAR PUSTAKA

Bisset, R. 1984. Selected EIA Methods An Introductions. Un-


published. Paper presented at the International
Training Course on Enviromental impact Assessment
and Land-Use Planning, Hong Kong, 16 - 21
January 1984.
Deputi Bidang Tata Lingkungan – KLH, Danish International
Development Agency (DANIDA), Panduan
Pelingkupan dalam Amdal, KLH, Jakarta, Desember
2007
Deputi Bidang Tata Lingkungan – KLH, Danish International
Development Agency (DANIDA), Panduan
Penyusunan dan Pemeriksaan Dokumen UKL-UPL
Perkebunan Kelapa Sawit, KLH, Jakarta, Desember
2007
Deputi Bidang Tata Lingkungan – KLH, Danish International
Development Agency (DANIDA), Panduan
Memprakirakan Dampak Lingkungan: Kualitas Air
Permukaan, KLH, Jakarta, Juni 2010
Leopold, L.B., F.E. Clarke, B.B. Hanshaw And J.R. Balsley.
1971. A Procedure for Evaluating Environmental
Impact. Geological Study Cilcular 645. Washington.
McHarg, I. L., 1969. Design with nature. Doubleday &
Company Inc., New York.
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 16 Tahun
2012 tentang Pedoman Penyusunan Dokumen
Lingkungan Hidup
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin
Lingkungan
Soemarwoto, Otto. 1993. Analisis Dampak Lingkungan.
Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

43
TIM PENYUSUN MODUL DIKLAT
DASAR-DASAR AMDAL

Pengarah : 1. Dr. Henry Bastaman, MES (Deputi


MENLH Bidang Pembinaan Sarana
Teknis Lingkungan dan
Peningkatan Kapasitas)
2. Drs. Heru Waluyo, M.Com (Kepala
Pusdiklat Kementerian
Lingkungan Hidup)
Penanggung Jawab : Dra. Asri Tresnawati (Kepala Bidang
Pengembangan Kompetensi dan
Kurikulum Pusdiklat Kementerian
Lingkungan Hidup)
Penulis Modul : 1. Drs. Bambang Pramudyanto, M.Sc
2. Drs. Yudi Suyudi
3. Rosliana, ST
4. Ir. Siti Rohmah
5. Ir. Rina Aprishanty, MA
6. Eka Sari Nurhidayati, S.Si
Pereviu Modul : 1. Erik Teguh Primiantoro, S.Hut,
MES
2. Dra. Laksmi Widyajayanti, M.Sc
3. Esther Simon, ST
4. Akhmad Fahrudin, ST
5. Teguh Irawan, SH
6. Sena Pradipta, st
Editor Modul : 1. Eti Sumiati, S.Si
2. Suryadi Jayanegara, S.Si
3. Drs. Syarifudin
4. Tri Prayitno, SE
5. Dedit Setiawan, S.AP
6. Umi Asmiyati, SE

44
KEBIJAKAN PPLH DAN PSDA
DALAM AMDAL

DIKLAT
DASAR-DASAR AMDAL

PUSAT DIKLAT SDM LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN


BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
2016
KEBIJAKAN PPLH DAN PSDA DALAM AMDAL

Modul 1 dari 7 modul

Cetakan Pertama, 2013

Cetakan Kedua, 2016

Hak Cipta Pusdiklat KNLH sesuai P.18/MenLHK-II/2015


berubah nomenklatur menjadi
Pusat Diklat SDM Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Cara mengutip modul ini sesuai kaidah-kaidah ilmiah yang


berlaku

Diterbitkan oleh :
Pusat Pendidikan dan Pelatihan SDM
Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Jalan Mayjen Ishak Juarsa Gunung Batu Kotak Pos 141 –
Bogor 16118
KATA PENGANTAR

Analisis mengenai dampak lingkungan yang selanjutnya


disebut Amdal, dalam perundang-undangan nasional diatur
dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin
Lingkungan. PP No.27 Tahun 2012 disusun sebagai
pelaksanaan ketentuan dalam UU No.32 Tahun 2009
khususnya ketentuan dalam pasal 33 dan pasal 41. PP No.27
Tahun 2012 sebagai pengganti PP No.27 Tahun 1999 tentang
Amdal, mengatur dua instrumen perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup, yaitu instrumen Kajian
Lingkungan Hidup (dalam bentuk Amdal dan UKL-UPL) serta
instrumen Izin Lingkungan.
Diklat di bidang lingkungan hidup khususnya Amdal memiliki
peran yang strategis dalam rangka pengelolaan lingkungan
hidup. Untuk meningkatkan pengetahuan, wawasan dan
keterampilan di bidang Amdal, Pusdiklat SDM Lingkungan
Hidup dan Kehutanan telah menetapkan perubahan Keputusan
Nomor Kep-11/Pusdiklat/LH/11/ 2012 menjadi Nomor P.2/Dik/
PEPE/Dik-2/3/2016 tentang Pedoman Penyelenggaraan diklat
Amdal yang terdiri dari Dasar-dasar Amdal, Penyusunan
Amdal, dan Penilaian Amdal. Pedoman ini disusun dengan
mengacu peraturan perundangan yang berlaku.
Untuk mendukung proses pembelajaran, perlu disusun modul,
sebagai bahan ajar minimal yang dapat membantu peserta
didik maupun widyaiswara atau fasilitator diklat dalam
mendisain pembelajaran di kelas, sehingga diharapkan dapat
mewujudkan standarisasi dalam penyelenggaraan diklat. Pada
diklat Dasar-dasar Amdal, terdapat 7 modul yaitu (1)
Pengertian, Proses dan Manfaat Amdal, (2) Identifikasi,
Prakiraan, Evaluasi dan Mitigasi Dampak Lingkungan (3)
Kebijakan PPLH & PSDA terkait dengan Amdal, (4) Proses

i
Penyusunan dan Penilaian Amdal, serta Penerbitan Izin
Lingkungan, (5) Pengawasan dan Penegakan Hukum (terkait
dengan Amdal), (6) Etika Penyusun dan Penilai Amdal, dan (7)
Pengantar Sistem Informasi Amdal.
Kami menyadari bahwa perkembangan ilmu pengetahuan
berlangsung sangat cepat, begitupula dengan peraturan dan
perundangan yang diterbitkan. Untuk itu kesesuaian isi modul
ini harus terus dipantau dan disesuaikan manakala terdapat
hal-hal yang sudah tidak relevan lagi. Dengan diterbitkannya
modul edisi pertama ini kami menyadari masih banyak
kekurangan yang memerlukan perbaikan dan penyempurnaan,
kami senantiasa mengharapkan masukan dan evaluasi demi
meningkatkan kualitas bahan diklat dan kualitas
penyelenggaraan.
Akhirnya kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu penyusunan buku ini, khususnya
kepada Sdr. Ir. Rina Aprishanty, MA sebagai penulis modul
Kebijakan PPLH dan PSDA dalam Amdal. Semoga buku ini
bermanfaat sebagai bahan pembelajaran bagi peserta
pelatihan dan juga sebagai pegangan bagi
pengajar/widyaiswara dan mendapat ridho dari Tuhan Yang
Maha Esa, Aamiin.

Bogor, Agustus 2016


Kepala Pusat Diklat SDM
Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Dr. Ir. Joko Prihatno, MM.

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................ i


DAFTAR ISI......................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR .................................................................v
DAFTAR TABEL.................................................................... vi
BAB I PENDAHULUAN ....................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................... 1
B. Deskripsi Singkat ................................................ 3
C. Tujuan Pembelajaran .......................................... 3
D. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok ...................... 4
E. Istilah dan Pengertian-Pengertian ........................ 5
BAB II PENGANTAR KETERKAITAN ANTARA AMDAL, UKL-
UPL DENGAN SISTEM PERIZINAN ............................ 8
A. Evolusi Amdal di Indonesia .................................. 8
B. Keterkaitan antara Sistem Kajian Dampak
Lingkungan dengan Sistem Pembangunan
Berkelanjutan di Indonesia ..................................... 14
C. Rangkuman ....................................................... 18
D. Latihan ............................................................. 19
BAB III KEBIJAKAN TERKAIT PENATAAN RUANG ................. 20
A. Rencana Umum dan Rencana Rinci Tata Ruang .... 20
B. Integrasi PUU Terkait Tata Ruang ke dalam Proses
Penilaian Amdal atau Pemeriksaan UKL-UPL dan Izin
Lingkungan ........................................................... 27
C. Keterkaitan antara Amdal dengan RPJP RPJM dan
KLHS .................................................................... 30
D. Rangkuman ....................................................... 31
E. Latihan ............................................................. 33

iii
BAB IV KETENTUAN-KETENTUAN DALAM PUU BIDANG PPLH
TERKAIT DENGAN AMDAL, UKL-UPL, IZIN
LINGKUNGAN DAN IZIN PPLH ................................. 34
A. Beberapa Pengertian Terkait Izin ........................ 34
B. Keterkaitan antara Izin Lingkungan dengan Izin
PPLH dan Izin Usaha dan/atau Kegiatan .................. 37
C. Rangkuman ....................................................... 45
D. Latihan ............................................................. 45
BAB V PUU SEKTOR YANG BERKAITAN DENGAN AMDAL,
UKL-UPL, IZIN LINGKUNGAN DAN IZIN USAHA/DAN
ATAU KEGIATAN SERTA PERIZINAN LAINNYA .......... 46
A. Keterkaitan Amdal, UKL-UPL serta Perizinan
lainnya dengan PUU Sektor ..................................... 46
B. Keterkaitan Amdal UKL-UPL serta Perizinan lainnya
dengan PUU Daerah ............................................... 85
C. Rangkuman ....................................................... 93
D. Latihan ............................................................. 95
BAB VI 96PENUTUP........................................................... 96
A. Kesimpulan ....................................................... 96
B. Tindak Lanjut .................................................... 96
DAFTAR PUSTAKA .............................................................. 98

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Interkoneksitas sistem KDL dengan sistem


pembangunan berkelanjutan lainnya di
Indonesia ....................................................... 15
Gambar 2. Keterkaitan instrumen PPLH dengan Amdal dan
UKL-UPL ......................................................... 17
Gambar 3. Rencana umum dan rencana rinci tata ruang ........ 21
Gambar 4. Rencana tata ruang menjadi syarat utama
proses Amdal dan izin lingkungan, termasuk
juga peta PIPIB............................................... 28
Gambar 5. Amdal dan izin lingkungan serta keterkaitanya
dengan izin usaha dan/atau kegiatan sesuai
dengan kentuan PUU Sektor............................. 47
Gambar 6. Izin lingkungan dan perizinan lainnya terkait
Amdal ............... Error! Bookmark not defined.

v
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Evolusi pengaturan tentang Amdal di beberapa UU


lingkungan hidup di Indonesia (1982, 1997 dan
2009)..................................................................... 9
Tabel 2. Evolusi pengaturan tentang Amdal di Indonesia
sesuai dengan PP 29/1986, PP 51/1993, PP27/1999
dan PP 27/2012 ..................................................... 11
Tabel 3. PUU penataan ruang dan kawasan lindung yang
terkait dengan Amdal ............................................. 23
Tabel 4. Jenis kegiatan yang izinkan dalam kawasan lindung
sesuai dengan ketentuan Pasal 99 - Pasal 106 PP
No. 26 Tahun 2008 tentang RTRWN ........................ 23
Tabel 5. Jenis Kegiatan yang diizinkan dalam kawasan suaka
alam dan kawasan pelestarian alam sesuai dengan
PP 28/2011 tentang Pengelolaan Kawasan Suaka
Alam (KSA) dan Kawasan Pelestarian Alam (KPA) ..... 26
Tabel 6. PUU PPLH yang mengatur proses Amdal, UKL-UPL
dan izin lingkungan ................................................ 40
Tabel 7. PUU terkait dengan Izin PPLH ................................. 43
Tabel 8. PUU PSDA (sektor) yang terkait dengan Amdal,
UKL-UPL dan izin lingkungan................................... 59

vi
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hak masyarakat untuk mendapatkan lingkungan hidup
yang baik dan sehat meliputi udara, tanah dan air,
dijamin dalam Undang-undang Dasar (UUD) 1945 Pasal
28 H ayat (1): “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir
dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan
lingkungan hidup yang baik dan sehat.” Lebih lanjut,
Pasal 33 ayat 4 UUD 1945: “Perekonomian nasional
diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi
dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan,
berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian,
serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan
kesatuan ekonomi nasional”. Di samping itu di dalam
pasal 65 UU 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH): “Setiap orang
berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat
sebagai bagian dari hak asasi manusia”. Agar hak
tersebut terpenuhi, maka wajib dipastikan segala
kegiatan perekonomian dilakukan secara berkelanjutan
dan berwawasan lingkungan.
Intervensi dan inovasi kebijakan diperlukan sebagai
bagian dari upaya mengurangi tekanan dan memperbaiki
kondisi lingkungan hidup. Bentuk inovasi kebijakan
adalah Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal),
sebagai salah satu instrumen pencegahan pencemaran
dan /atau kerusakan lingkungan hidup yang diatur dalam
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang PPLH.
Melalui Inovasi kebijakan PPLH, usaha dan/atau kegiatan
yang ramah lingkungan atau dengan perkataan lain
investasi hijau; diharapkan dapat terus tumbuh dan
berkembang, sehingga tingkat pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan dapat dikurangi dan kondisi
lingkungan hidup yang baik dan sehat dapat diwujudkan.
Akan tetapi efektivitas Amdal sangat ditentukan oleh
pengembangan berbagai instrumen lingkungan hidup
lainnya, seperti Kajian Lingkungan Hidup Strategis
(KLHS), tata ruang, daya dukung, daya tampung,
termasuk penaatan.
Jadi dengan perkataan lain, esensi penyusunan dan/atau
penilaian dokumen Amdal dan UKL-UPL dalam PP No. 27
Tahun 2012 adalah suatu penyusunan dan/atau penilaian
dokumen lingkungan hidup yang informatif, didasarkan
kepada kajian komprehensif; yang diperlukan untuk
proses pengambilan keputusan terkait dengan penerbitan
izin lingkungan.
Modul kebijakan PPLH ini disusun dengan maksud agar
peserta diklat dapat memahami kebijakan-kebijakan
terkait dengan PPLH dan PSDA, yang digunakan dalam
kaitannya dengan penyusunan dan/atau penilaian kajian
Amdal, UKL-UPL.
Penyampaian materi ajar dalam Diklat Dasar-dasar Amdal
di kelas salah satunya berupa modul. Muatan satu modul
berkaitan dengan muatan modul-modul lainnya, baik
secara hirarki maupun prosedural. Keterkaitan modul-
modul digambarkan secara diagramatik pada Gambar 1.
Modul (2) “Kebijakan PPLH dan PSDA terkait Amdal”
merupakan modul yang secara hirarki harus disampaikan
setelah modul (1) Pengarahan Program Diklat dan diikuti
secara hirarki oleh modul (3) “Pengertian, Proses dan
Manfaat Amdal”.

2
B. Deskripsi Singkat
Modul ini membahas peraturan-peraturan terkait dengan
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH)
dan Pengelolaan Sumber Daya Alam (PSDA), yang
digunakan dalam kaitannya dengan kajian Amdal dan
perijinan pada umumnya. Di samping itu modul ini juga
membahas instrumen lingkungan hidup lainnya seperti
Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), tata ruang,
daya dukung dan daya tampung sebagai bagian yang
saling mendukung efektivitas instrumen Amdal UKL-UPL.

C. Tujuan Pembelajaran
Tujuan pembelajaran dinilai dari kompetensi dasar yang
akan dicapai. Untuk mencapai kompetensi dasar dari mata
ajar ini, maka tatap muka di kelas oleh widyaiswara/
instruktur dilakukan melalui metode ceramah, tanya jawab
dan diskusi. Pencapaian kompetensi dasar diukur dari
indikator keberhasilan yang dicapai setelah peserta
menyelesaikan mata ajar ini.
1. Kompetensi Dasar
Setelah mempelajari modul ini dan mengikuti kegiatan
pembelajaran, peserta dapat memahami keterkaitan
antara Amdal, UKL-UPL dengan kebijakan-kebijakan
terkait bidang PPLH dan PSDA.
2. Indikator Keberhasilan
Setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta Diklat
mampu:
a. Menjelaskan evolusi Amdal di Indonesia secara
ringkas;
b. Menjelaskan keterkaitan antara sistem kajian dampak
lingkungan dengan sistem pembangunan
berkelanjutan di Indonesia;
c. Menjelaskan keterkaitan antara Amdal, UKL-UPL
dengan instrumen PPLH.
3
d. Menyebutkan rencana umum dan rencana rinci tata
ruang;
e. Menjelaskan Kebijakan terkait penataan ruang dan
kawasan lindung dalam kaitannya dengan Amdal;
f. Menjelaskan apa yang dimaksud dengan integrasi
perundang-undangan terkait tata ruang ke dalam
proses penilaian Amdal dan pemeriksaan UKL-UPL;
g. Menjelaskan keterkaitan antara rencana tata ruang di
dalam Amdal dengan RPPLH dan KLHS;
h. Menyebutkan minimal 5 (lima) PUU bidang PPLH
terkait dengan Amdal, UKL-UPL dan izin lingkungan;
i. Menjelaskan Keterkaitan antara izin lingkungan dan
izin PPLH dan izin usaha dan/atau kegiatan;
j. Menjelaskan minimal 1 (satu) ketentuan terkait
Amdal dan izin lingkungan pada usaha dan/atau
kegiatan sektor tertentu.
k. Menyebutkan alasan mengapa daerah dipandang
lebih tepat melaksanakan kewenangan Amdal di
wilayahnya.

D. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok


1. Pengantar Keterkaitan antara Amdal, UKL-UPL dengan
sistem perizinan
a. Evolusi Amdal di Indonesia;
b. Keterkaitan sistem kajian dampak lingkungan dengan
sistem pembangunan berkelanjutan;
c. Keterkaitan antara Amdal, UKL-UPL dengan
instrumen pencegahan pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup lainnya;
2. Kebijakan terkait penataan ruang
a. Rencana umum dan rencana rinci tata ruang;
b. Integrasi PUU tentang tata ruang ke dalam proses
penilaian Amdal atau pemeriksaan UKL-UPL dan izin
linkungan;

4
c. Keterkaitan antara rencana tata ruang di dalam
Amdal dengan RPPLH dan KLHS;
3. Ketentuan-ketentuan dalam PUU bidang PPLH terkait
dengan Amdal, UKL UPL, izin lingkungan dan izin PPLH
a. Beberapa pengertian terkait izin;
b. Keterkaitan antara izin lingkungan dengan izin PPLH
dan izin usaha dan/atau kegiatan;
4. PUU sektor dan daerah yang berkaitan dengan Amdal,
UKL-UPL, Izin lingkungan dan izin usaha/dan atau
kegiatan serta perizinan lainnya
a. Keterkaitan Amdal UKL-UPL serta perizinan lainnya
dengan PUU sektor;
b. Keterkaitan Amdal UKL-UPL serta perizinan lainnya
dengan peraturan daerah.

E. Istilah dan Pengertian-Pengertian


1. Amdal, adalah kajian mengenai dampak penting suatu
usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada
lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses
pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan
usaha dan/atau kegiatan.
2. UKL-UPL, adalah pengelolaan dan pemantauan
terhadap usaha dan/atau kegiatan yang tidak
berdampak penting terhadap lingkungan hidup yang
diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang
penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.
3. Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
(PPLH), adalah upaya sistematis dan terpadu yang
dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup
dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan,
pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan,
pengawasan, dan penegakan hukum;
4. Izin PPLH, adalah izin yang diberikan terkait PPLH
sebagai bagian dari pemenuhan izin lingkungan;
5
5. Izin lingkungan, adalah instrumen tata usaha negara
yang diberikan kepada setiap orang yang melakukan
usaha dan/atau kegiatan yang wajib amdal atau UKL-
UPL dalam rangka perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup sebagai prasyarat untuk memperoleh
izin usaha dan/atau kegiatan;
6. Izin usaha dan/atau kegiatan, adalah izin yang
diterbitkan oleh instansi teknis untuk melakukan usaha
dan/atau kegiatan;
7. Pengelolaan sumber daya alam (PSDA), adalah
upaya pengelolan terhadap unsur lingkungan hidup
yang terdiri atas sumber daya hayati dan nonhayati
yang secara keseluruhan membentuk kesatuan
ekosistem;
8. Kajian lingkungan hidup strategis (KLHS), adalah
rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh dan
partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip
pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan
terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah
dan/atau kebijakan, rencana dan/atau program;
9. Pembangunan berkelanjutan, adalah upaya sadar
dan terencana yang memadukan aspek lingkungan
hidup, sosial, dan ekonomi ke dalam strategi
pembangunan untuk menjamin keutuhan lingkungan
hidup serta keselamatan, kemampuan, kesejahteraan
dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa
depan;
10. Rencana perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup (RPPLH), adalah perencanaan
tertulis yang memuat potensi, masalah lingkungan
hidup, serta upaya perlindungan dan pengelolaannya
dalam kurun waktu tertentu;
11. Peta indikatif penundaan izin baru/moratorium
(PIPIB), diatur dalam Instruksi Presiden No. 10 Tahun

6
2011 yang telah direvisi dengan Instruksi Presiden No. 6
Tahun 2013;
12. Kawasan lindung, adalah wilayah yang ditetapkan
dengan fungsi utama untuk melindungi kelestarian
lingkungan hidup mencakup sumber daya alam dan
sumber daya buatan. Penetapan kawasan lindung
tersebut dilakukan sesuai dengan ketentuan PUU;
13. Baku mutu lingkungan hidup (BML), adalah
ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi,
atau komponen yang ada atau harus ada dan/atau
unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya
dalam suatu sumber daya tertentu sebagai unsur
lingkungan hidup;
14. Pencemaran lingkungan hidup, adalah masuk atau
dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau
komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh
kegiatan manusia, sehingga melampaui baku mutu
lingkungan hidup yang telah ditetapkan;
15. Kriteria baku kerusakan lingkungan hidup
(KBKL), adalah ukuran batas perubahan sifat fisik,
kimia, dan/atau hayati lingkungan hidup yang dapat
ditenggang oleh lingkungan hidup untuk dapat tetap
melestarikan fungsinya;
16. Audit lingkungan hidup, adalah evaluasi yang
dilakukan untuk menilai ketaatan penanggung jawab
usaha dan/atau kegiatan terhadap persyaratan hukum
dan kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah;
17. Rencana tata ruang wilayah nasional (RTRWN);
18. Rencana pembangunan jangka panjang (RPJP);
19. Rencana pembangunan jangka menengah (RPJM);
20. Kebijakan rencana dan/atau program (KRP);
21. Analisa resiko lingkungan hidup (ARLH).

7
BAB II
PENGANTAR KETERKAITAN ANTARA AMDAL, UKL-UPL
DENGAN SISTEM PERIZINAN

Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta diklat mampu :


Menjelaskan evolusi Amdal di Indonesia secara ringkas;
Menjelaskan keterkaitan antara sistem kajian dampak
lingkungan dengan sistem pembangunan berkelanjutan di
Indonesia; Menjelaskan keterkaitan antara Amdal, UKL-UPL
dengan instrumen PPLH.

A. Evolusi Amdal di Indonesia


Untuk melaksanakan mandat Pasal 28 H ayat (1) dan Pasal
33 ayat 4 UUD 1945, Indonesia telah mengembangkan 13
instrumen PPLH sebagaimana tercantum dalam UU No. 32
Tahun 2009 tentang PPLH. Tiga dari instrument PPLH
tersebut adalah Amdal, UKL-UPL dan perizinan lingkungan.
Amdal merupakan instrumen yang sangat penting dan
perlu dikembangkan oleh pemerintah sebagaimana
dinyatakan dalam prinsip 17 Deklarasi Rio dan Agenda 21
Pembangunan Berkelanjutan. Indonesia telah
mengembangkan Amdal sejak tahun 1986 melalui
penerbitan PP No. 29 Tahun 1986 tentang Amdal
berdasarkan ketentuan UU No. 4 Tahun 1982. Amdal di
Indonesia saat ini telah memasuki generasi ke-4 dengan
terbitanya PP No. 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan
sebagai peraturan pelaksanaan dari UU No. 32 Tahun 2009
tentang PPLH. Evolusi pengaturan terkait dengan Amdal
dalam UU LH dan PP yang mengatur tentang Amdal dapat
dilihat pada tabel di bawah ini.

8
Tabel 1. Evolusi pengaturan tentang Amdal di
beberapa UU lingkungan hidup di Indonesia (1982,
1997 dan 2009)

UU No. 4 UU No. 23 Tahun


UU No. 32 Tahun 2009
Tahun 1982 1997

Hanya ada Ada tiga pasal Ada 23 Pasal yang mengatur


dua pasal yang mengatur atau menyebutkan Amdal,
yang atau menyebutkan yaitu:
mengatur tentang Amdal, 1. Pasal 1 angka 11 dan
atau yaitu: angka 35: Pengertian
menyebutkan 1. Pasal 1 angka Amdal dan keterkaitan
tentang 20: Pengertian amdal dan izin lingkungan;
Amdal, yaitu: tentang Amdal; 2. Pasal 22: Dampak penting
1. Pasal 1 2. Pasal 15 ayat dan Amdal
angka 10 (1) dan ayat 3. Pasal 23: Usaha dan/atau
terkait (2): kegiatan wajib Amdal;
dengan • Kewajiban 4. Pasal 24: Dokumen Amdal
Pengertia Amdal bagi dan SKKL
n Amdal; Setiap 5. Pasal 25: Dokumen Amdal
2. Pasal 16: rencana yang 6. Pasal 26: Pelibatan
Kewajiban diperkirakan masyarakat dalam
Amdal mempunyai penyusunan dokumen
bagi dampak Amdal
Setiap penting 7. Pasal 27: Pihak lain dalam
rencana terhadap penyusunan dokumen
yang lingkungan Amdal;
diperkirak • Amanah untuk 8. Pasal 28: Sertifikasi
an menyusun PP penyusunan Amdal;
mempuny terkait dengan 9. Pasal 29: Penilaian Amdal
ai penentuan oleh Komisi Penilai Amdal;
dampak rencana usaha 10. Pasal 30: Anggota KPA, Tim
penting dan/atua Teknis dan Sekretariat KPA;
terhadap kegiatan yang 11. Pasal 31: Hasil penilaian
lingkunga berdampak Amdal dan penetapan
n besar dan SKKL;
penting 12. Pasal 32: Amdal untuk
terhadap LH, golongan ekonomi lemah;
penyusunan 13. Pasal 36: Keterkaitan amdal
dan penilaian , SKKL dan izin lingkungan

9
UU No. 4 UU No. 23 Tahun
UU No. 32 Tahun 2009
Tahun 1982 1997

Amdal 14. Pasal 37: keterkaitan


3. Pasal 18: permohonan izin
Keterkaitan lingkungan dengan Amdal;
Amdal dengan 15. Pasal 40: Keterkaitan izin
penerbitan izin lingkungan dengan izin
usaha dan/atau usaha dan/atau kegiatan;
kegiatan 16. Pasal 63: Tugas dan
wewenangan pemerintah,
pemprov dan pemkab/kota
dalam penetapan dan
pelaksanaan kebijakan
Amdal;
17. Pasal 65: hak masyarakat
untuk mengajukan usul
dan/atau keberatan
terhadap rencana usaha
dan/atau kegiatan yang
menimbulkan dampak
penting;
18. Pasal 69: larangan
menyusun Amdal tanpa
sertifikat kompetensi;
19. Pasal 93: gugartan
adminsitrasi penerbitan izin
lingkungan tanpa Amdal
20. Pasal 110: tindakan pidana
terhadap penyusun Amdal
tanpa sertifikat kompetensi;
21. Pasal 111: tindakan pidana
Penerbitan izin lingkungan
tanpa Amdal
22. Pasal 121: ketentuan
peralihan terkait dengan
Usaha dan/atau kegiatan
tanpa dokumen Amdal;
23. Pasal 122: ketentuan
peralihan penerapan
sertifikasi kompetensi
penyusun Amdal

10
Tabel 2. Evolusi pengaturan tentang Amdal di
Indonesia sesuai dengan PP 29/1986, PP 51/1993,
PP27/1999 dan PP 27/2012
No Komponen Amdal 1.0 Amdal 2.0 Amdal 3.0 Amdal 4.0

1. Dasar UU 4/1982 UU 4/1982 UU 23/1997 UU 32/2009


Hukum PP 29/1986 PP 51/1993 PP 27/1999 PP 27/2012

2. Definisi Hasil studi Hasil studi Kajian Kajian mengenai


Amdal mengenai mengenai dampak mengenai dampak penting
dampak suatu penting suatu dampak besar suatu usaha
kegiatan yang usaha dan/atau dan penting dan/atau
direncanakan kegiatan yang suatu usaha kegiatan yang
terhadap direncanakan dan/atau direncanakan
lingkungan, terhadap kegiatan yang pada lingkungan
hidup yang lingkungan, hidup direncanakan hidup, yang
diperlukan yang diperlukan pada diperlukan bagi
bagi proses bagi proses lingkungan proses
pengambilan pengambilan hidup, yang pengambilan
keputusan keputusan diperlukan bagi keputusan
pengambilan tentang pe-
keputusan nyelenggaraan
tentang pe- usaha dan/atau
nyelenggaraan kegiatan
usaha
dan/atau
kegiatan

3. Penapisan Dua tahap: 1) Satu tahap: Satu tahap: Satu tahap:


berdasarkan dengan daftar dengan daftar dengan daftar
uraian kegiatan wajib kegiatan wajib kegiatan wajib
kegiatan, 2) Amdal Amdal Amdal
berdasarkan
PIL

4. Dokumen PIL, KA- KA-ANDAL, KA-ANDAL, KA, ANDAL,


Amdal ANDAL, ANDAL, RKL, ANDAL, RKL, RKL-RPL
ANDAL, RKL, RPL RPL dan RE
RPL

5. Sertifikasi Tanpa Tanpa Tanpa Tanpa


Kompetensi persyaratan persyaratan persyaratan persyaratan
Penyusun sertifikasi sertifikasi sertifikasi sertifikasi
Amdal kompetensi kompetensi kompetensi kompetensi

11
No Komponen Amdal 1.0 Amdal 2.0 Amdal 3.0 Amdal 4.0

6. Komisi • Komisi Pusat: • Komisi Pusat: • Komisi Penilai • Komisi Penilai


Penilai Departemen Departemen atau Amdal Pusat: Amdal Pusat:
Amdal atau LPND LPND Sektoral BAPEDAL/KLH KLH
(KPA) Sektoral • Komisi Daerah: • Komisi Penilai • Komisi Penilai
• Komisi Daerah Tingkat I Amdal Amdal Provinsi:
Daerah: Provinsi Provinsi: Instansi LH
Daerah • Komisi Penilai Instansi LH Provinsi
Tingkat I Amdal Terpadu/ Provinsi • Komisi Penilai
Provinsi Multisektoral : Sejak Tahun Amdal
BAPEDAL 2000: Komisi Kabupaten/
Penilai Amdal Kota: Instansi
Kabupaten/ LH Kab/Kota
Kota

7. Lisensi Tanpa lisensi Tanpa lisensi Tanpa lisensi • Lisensi KPA


Komisi KPA KPA KPA Pusat & Lisensi
Penilai KPA Provinsi
Amdal (2010) dan
• KPA Kab/Kota
(2008)

8. Proses 1) PIL = 30 hr 1) KA-ANDAL = 12 1) KA-ANDAL =1. KA = 30 hari


Penilaian &2) KA-ANDAL = 30 hari 75 hari 2. ANDAL & RKL-
waktu hr 2) ANDAL & RKL-2) ANDAL & RPL = 75 hari
3) ANDAL= 90 hr
RPL = 45 hari RKL-RPL = 75
RKL-RPL=30 hr
hari

9. Alternatif SEMDAL UKL-UPL untuk UKL-UPL UKL-UPL untuk


Amdal (PEL, SEL, rencana kegiatan untuk rencana rencana
RKL-RPL) yang tidak kegiatan yang kegiatan yang
untuk berdampak tidak tidak berdampak
kegiatan penting berdampak penting
sudah penting
berjalan

10. Keterbuka- Pengumuman Pengumuman dan Pengumuman Pengumuman


an dan akses akses dokumen dan akses dan akses
Informasi dokumen dokumen dokumen

11. Keterlibatan Saran dan Saran dan Saran, Saran, pendapat


Masyarakat masukan lisan masukan lisan pendapat dan dan tanggapan
atau tertulis atau tertulis tanggapan sejak awal,
sebelum sebelum sejak awal, konsultasi

12
No Komponen Amdal 1.0 Amdal 2.0 Amdal 3.0 Amdal 4.0

pemberian keputusan konsultasi masyarakat (KA)


izin persetujuan masyarakat dan keterwakilan
Amdal (KA-ANDAL) dalam KPA,
dan saran, pendapat
keterwakilan dan tanggapan
dalam KPA masyarakat
terkait izin
lingkungan
(ANDAL & RKL-
RPL serta
Keputusan Izin
Lingkungan

12. Keputusan Persetujuan Persetujuan Keputusan Keputusan


Amdal Amdal Kelayakan Kelayakan
Lingkungan Lingkungan

13. Mekanisme Ada Ada Tidak Ada Tidak Ada


Banding

Semangat dari PP No. 27 Tahun 2012 ini antara lain


adalah:
1. Menghindari terjadinya birokrasi baru. Dalam PP ini, izin
lingkungan diintegrasikan ke dalam proses Amdal dan
UKL-UPL;
2. Pelaksanaan Amdal, UKL-UPL dan izin lingkungan harus
lebih streamlining dan bermutu, serta menuntut
profesionalisme, akuntabilitas dan integritas semua
pihak;
3. Kaidah Amdal sebagai kajian llmiah;
4. Penegakan hukum atas pelanggar Amdal-UK-UPL dan
izin lingkungan;
5. Memperkuat akses partisipasi masyarakat;
6. Mengubah mindset seluruh pemangku kepentingan;
7. Izin lingkungan merupakan “Filter Investasi Hijau” yang
berisfat pro-lingkungan dan pro-investasi hijau

13
B. Keterkaitan antara Sistem Kajian Dampak
Lingkungan dengan Sistem Pembangunan
Berkelanjutan di Indonesia
Dengan terbitnya UU No. 32 Tahun 2009 dan PP No. 27
Tahun 2012, perizin lingkungan di Indonesia pada
dasarnya terdiri dari:
1. Izin Lingkungan;
2. Izin Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
(PPLH)
Izin lingkungan pada dasarnya merupakan instrumen tata
usaha negara untuk pengendalian pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan. Sesuai dengan definsi yang
tercantum dalam UU No. 32 Tahun 2009 dan PP No. 27
Tahun 2012, izin lingkungan pada dasarnya adalah:
1. Izin yang diberikan kepada setiap orang yang
melakukan usaha dan/atau kegiatan wajib Amdal atau
UKL-UPL. Hal ini dalam kaitannya untuk mewujudkan
usaha dan/atau kegiatan yang ramah terhadap
lingkungan (berkelanjut-an dan berwawasan
lingkungan)
2. Dalam rangka Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup. Hal ini dalam kaitannya untuk
mewujudkan kualitas lingkungan hidup yang baik dan
sehat yang merupakan hak asasi dan konstitusi setiap
warga negara;
3. Sebagai prasyarat untuk memperoleh izin usaha
dan/atau kegiatan
Jika izin lingkungan dikatakan efektif jika instrumen ini
dapat mewujudkan usaha/kegiatan ramah lingkungan dan
kualitas LH yang baik dan sehat. Izin lingkungan yang
merupakan produk dari proses Amdal dan UKL-UPL
terkoneksi dengan sistem-sistem lainnya. Dalam rangka
mencapai target sistem pembangunan berkelanjutan,

14
Kementerian Lingkungan Hidup telah membangun sistem
Kajian Dampak Lingkungan (KDL) yang meliputi Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal), UKL-UPL, audit
lingkungan hidup dan analisis risiko lingkungan hidup.
Adapun sistem KDL tersebut mengacu kepada ketentuan
peraturan-peraturan PSDA dan PPLH yang terinterkoneksi
berbagai sistem pembangunan berkelanjutan lainnya yaitu:
1. Sistem penataan ruang;
2. Sistem perizinan lingkungan;
3. Sistem perizinan sektor;
4. Sistem penaatan; dan
5. Sistem perbankan (green banking).
Interkoneksitas atau keterkaitan tersebut dapat dilihat
pada gambar 2 di bawah ini:

Gambar 1. Interkoneksitas sistem KDL dengan sistem


pembangunan berkelanjutan lainnya di Indonesia

15
Gambar 3 di bawah ini menjelaskan secara lebih rinci
interkoneksitas antara sistem kajian dampak lingkungan
(amdal atau UKL-UPL, analisis risiko lingkungan, audit
lingkungan hidup) dengan sistem penataan ruang, sistem
perizinan dan sistem penaatan lingkungan hidup di
Indonesia. Sesuai dengan ketentuan pasal 4 ayat (2) dan
Pasal 14 ayat (2) PP No. 27 Tahun 2012 tentang Izin
Lingkungan, proses Amdal atau UKL-UPL hanya dapat
dilakukan jika lokasi rencana usaha dan/atau kegiatan
sesuai dengan rencana tata ruang. Di samping itu,
penyusunan dan penilaian Amdal akan menghasilkan dua
keputusan, yaitu keputusan kelayakan lingkungan dan
keputusan izin lingkungan. Demikian juga dari proses
penyusunan dan pemeriksanaan UKL-UPL, berupa
rekomendasi persetujuan UKL-UPL dan izin lingkungan.
Izin lingkungan sesuai dengan pasal 40 ayat (1) UU No. 32
Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup (PPLH), merupakan:
1. Persyaratan untuk memperoleh izin usaha dan/atau
kegiatan;
2. Dasar bagi penerbitan Izin perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup (Izin PPLH) lainnya
seperti izin pembuangan air limbah, izin pengumpulan
Limbah B3 dsb. Sesuai dengan ketentuan pasal 48 ayat
(2) PP No. 27 Tahun 2012, dalam hal usaha dan/atau
kegiatan yang direncanakan oleh pemrakarsa wajib
memiliki izin PPLH, maka izin lingkungan wajib
mencantumkan jumlah dan jenis izin PPLH.
Peraturan perundang-udangan dari kementerian/sektor lain
juga telah mempersyaratkan dokumen Amdal atau UKL-
UPL beserta surat keputusan kelayakan lingkungan (SKKL)
dan izin lingkungan atau rekomendasi persetujuan UKL-
UPL sebagai salah satu persyaratan dalam penerbitan izin
usaha dan/atau kegiatan. Setelah memiliki seluruh
dokumen tersebut, dan izin PPLH serta izin usaha dan/atau
16
kegiatan; pemrakarsa selaku penanggung jawab usaha
dan/atau kegiatan dapat melaksanakan usaha dan/atau
kegiatannya. Dalam melaksanaakan usaha dan atau
kegiatan tersebut, pemrakarsa wajib melaksanaakan
persyaratan dan kewajiban yang tercantum dalam izin
lingkungan, izin PPLH dan izin Usaha dan/atau
kegiatannya. Izin lingkungan yang menjadi salah satu
syarat penerbitan izin usaha dan/atau kegiatan di
Indonesia menjadi kunci penting dan menentukan yang
pada dasarnya jantung dari sistem perizinan di Indonesia.
Izin lingkungan hanya diterbitkan melalui proses Amdal
dan UKL-UPL.

Keseluruhan proses tersebut digambarkan secara


diagramatik dalam Gambar 2 di bawah ini :

Gambar 2. Keterkaitan instrumen PPLH dengan Amdal dan UKL-UPL


(Sumber: Asdep Kajian Dampak Lingkungan KLH 2013)

17
C. Rangkuman
Tiga dari tiga belas instrumen PPLH sebagaimana
tercantum dalam UU No. 32 Tahun 2009 tentang PPLH
adalah Amdal, UKL-UPL dan perizinan lingkungan. Amdal
merupakan instrumen yang sangat penting dan perlu
dikembangkan oleh pemerintah sebagaimana dinyatakan
dalam prinsip 17 Deklarasi Rio dan Agenda 21
Pembangunan Berkelanjutan.
Semangat dari PP No. 27 Tahun 2012 tentang izin
lingkungan antara lain adalah:
1. Menghindari terjadinya birokrasi baru dengan
mengintegrasikan izin lingkungan ke dalam proses
Amdal dan UKL-UPL;
2. Pelaksanaan Amdal, UKL-UPL dan izin lingkungan harus
lebih streamlining dan bermutu, serta menuntut
profesionalisme, akuntabilitas dan integritas semua
pihak;
3. Kaidah Amdal sebagai kajian ilmiah;
4. Penegakan hukum atas pelanggar Amdal, UKL-UPL dan
izin lingkungan;
5. Memperkuat akses partisipasi masyarakat;
6. Mengubah mindset seluruh pemangku kepentingan;
7. Izin lingkungan merupakan “Filter Investasi Hijau” yang
berisfat pro-lingkungan dan pro-investasi hijau.
Amdal dan UKL-UPL sebagai salah satu instrumen PPLH
dikatakan efektif apabila terinterkoneksi dengan instrumen-
instrumen lainnya dalam mewujudkan usaha/kegiatan
ramah lingkungan dan kualitas lingkungan hidup yang baik
dan sehat. KLH telah membangun sistem kajian dampak
lingkungan yang meliputi Amdal dan UKL-UPL, audit
lingkungan hidup dan analisa resiko lingkungan hidup
(ARLH); dimana interkoneksi sistem KDL meliputi:
1. Sistem penataan ruang;
2. Sistem perizinan lingkungan;
18
3. Sistem perizinan sektor;
4. Sistem penaatan; dan
5. Sistem perbankan (green banking).

D. Latihan
1. Apa kaitan antara Amdal dengan pembangunan
berkelanjutan?
2. Evolusi tentang pengaturan Amdal di Indonesia telah
sampai kepada generasi ke-4 dengan terbitnya PP No.
27 Tahun 2012, semangat apa yang ingin disampaikan
dengan dikeluarkannya peraturan pemerintah tersebut?
3. Efektivitas Amdal dan UKL-UPL sebagai bagian dari
sistem kajian dampak lingkungan dibuktikan dengan
adanya interkoneksi terhadap sistem-sistem apa saja?

19
BAB III
KEBIJAKAN TERKAIT PENATAAN RUANG
Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta diklat mampu :
Menyebutkan rencana umum dan rencana rinci tata ruang;
Menjelaskan Kebijakan terkait penataan ruang dan kawasan
lindung dalam kaitannya dengan AMDAL; Menjelaskan apa yang
dimaksud dengan integrasi perundang-undangan terkait tata
ruang ke dalam proses penilaian AMDAL UKL-UPL; Menjelaskan
keterkaitan antara rencana tata ruang di dalam AMDAL dengan
RPPLH dan KLHS.

A. Rencana Umum dan Rencana Rinci Tata Ruang


Penataan ruang merupakan ujung tombak dalam
perlindungan dan pengelolaan lingkungan. Hal ini
disebabkan karena proses perubahan lingkungan diawali
dengan proses perubahan ruang. Dalam penataan ruang,
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup menjadi
kunci untuk menjamin keberlanjutan fungsi lingkungan
hidup. Penataan ruang terdiri dari perencanaan tata ruang,
pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang.
Rencana tata ruang terdiri dari rencana umum dan rencana
rinci sebagaimana tercantum dalam gambar 4 di bawah ini.
Perizian termasuk izin lingkungan merupakan salah satu
instrument PPLH yang dapat juga dimanfaatakan sebagai
instrumen pengendalian pemanfaatan ruang.
Berdasarkan PP No 26 tahun 2008 pasal 3, RTRWN
merupakan pedoman untuk:
1. Penyusunan rencana pembangunan jangka panjang
nasional (RPJPN);
2. Penyusunan rencana pembangunan jangka menengah
nasional (RPJMN);
3. Pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan
ruang di wilayah nasional;

20
4. Perwujudan keterpaduan, keterkaitan dan keseimbang-
an;
5. Perkembangan antar wilayah provinsi, serta keserasian
antar sektor;
6. Penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi;
7. Penataan ruang kawasan strategis nasional; dan
8. Penataan ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota

Gambar 3. Rencana umum dan rencana rinci tata ruang

Rencana tata ruang pada dasarnya dibagi menjadi dua


pola, yaitu kawasan budidaya dan kawasan lindung. Lokasi
rencana usaha dan/atau kegiatan yang dilakukan di dalam
kawasan budidaya wajib sesuai dengan rencana tata
ruang. Dalam kawasan lindung dapat dilakukan usaha
dan/atau kegiatan, sepanjang jenis rencana usaha
dan/atau kegiatan tersebut diiziinkan oleh ketentuan PUU.
Kawasan lindung adalah wilayah yang DITETAPKAN
dengan fungsi utama untuk melindungi kelestarian
lingkungan hidup mencakup SDA dan Sumber Daya

21
Buatan. Penetapan kawasan lindung tersebut dilakukan
sesuai dengan ketentuan PUU. Tidak semua kawasan
lindung yang tercantum dalam PP No. 26/2008 dan
Keppres 32/1990 dicantumkan dalam daftar kawasan
lindung di Peraturan MENLH No. 05 Tahun 2012. Kawasan
lindung yang dimaksud dalam Peraturan Menteri No. 5
Tahun 2012 adalah:
1. Kawasan hutan lindung
2. Kawasan bergambut
3. Kawasan resapan air
4. Sempadan pantai
5. Sempadan sungai
6. Kawasan sekitar danau atau waduk
7. Suaka margasatwa dan suaka margasatwa laut
8. Cagar alam dan cagar alam laut
9. Kawasan pantai berhutan bakau
10. Taman nasional dan taman nasional laut
11. Taman hutan raya
12. Taman wisata alam dan taman wisata alam laut
13. Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan
14. Kawasan cagar alam geologi
15. Kawasan imbuhan air tanah
16. Sempadan mata air
17. Kawasan perlindungan plasma nutfah
18. Kawasan pengungsian satwa
19. Terumbu karang
20. Kawasan koridor bagi jenis Satwa dan biota laut yang
dilindungi
Usaha dan/atau kegiatan di kawasan lindung adalah usaha
dan/atau kegiatan yang diizinkan sesuai dengan ketentuan
PUU. Di bawah tercantum jenis rencana usaha dan/atau
kegiatan yang diizinkan oleh beberapa PUU untuk
dilakukan di dalam kawasan lindung, seperti PP No. 26
Tahun 2008 tentang RTRN, PP No. 28 Tahun 2011 tentang
Pengelolaan Kawasan Pelestarian Alam dan Kawasan
22
Suaka Alam (KPA dan KSA), PP No. 24 Tahun 2010 tentang
Penggunaan Kawasan Hutan.

Tabel 3. PUU penataan ruang dan kawasan lindung yang


terkait dengan Amdal
No PUU Keterangan
1. PP No. 26 Tahun 2008 Pasal 99 - Pasal 106 PP No. 26
tentang RTRWN Tahun 2008: Indikasi Arahan
Peraturan Zonasi Kawasan Lindung
Nasional
2. UU No. 41 Tahun 1999 Pasal 38 UU 41/1999: Penggunaan
tentang Kehutanan Kawasan Hutan Untuk Kepentingan
Pembangunan Di Luar Kegiatan
Kehutanan Hanya Dapat Dilakukan
Di Dalam Kawasan Hutan Produksi
Dan Kawasan Hutan Lindung
1. PP No. 24 Tahun 2010 Pasal 3 dan Pasal 4 PP 24/2010: 12
tentang Penggunaan Jenis Usaha Dan/Atau Kegiatan
Kawasan Hutan Yang Diiziinkan/Diperbolehkan
Untuk Dilakukan Di Hutan Lindung;
2. PP No. 28 Tahun 2011 Pasal 33-37 PP No. 28 Tahun 2011:
tentang Pengelolaan Jenis Kegiatan Yang Diizinkan
Kawasan Suaka Alam Dalam Kawasan Konservasi (KSA)
dan Kawasan Pelestarian Dan KPA
Alam

Tabel 4. Jenis kegiatan yang izinkan dalam kawasan lindung


sesuai dengan ketentuan Pasal 99 - Pasal 106 PP No. 26
Tahun 2008 tentang RTRWN
No. Kawasan Lindung Indikasi Arahan Peraturan Zonasi Kawasan
Dalam Peraturan Lindung Nasional Sesuai dengan Ketentuan
MENLH No. 05 Pasal 99 - Pasal 106 PP No. 26 Tahun 2008
Tahun 2012
1. Kawasan Hutan a. Wisata alam tanpa merubah bentang alam;
Lindung b. Kegiatan budi daya hanya diizinkan bagi
penduduk asli dengan luasan tetap, tidak
mengurangi fungsi lindung kawasan dan di
bawah pengawasan ketat

23
No. Kawasan Lindung Indikasi Arahan Peraturan Zonasi Kawasan
Dalam Peraturan Lindung Nasional Sesuai dengan Ketentuan
MENLH No. 05 Pasal 99 - Pasal 106 PP No. 26 Tahun 2008
Tahun 2012
2. Kawasan a. Wisata alam tanpa merubah bentang alam
Bergambut
3. Kawasan Resapan a. Kegiatan budi daya tidak terbangun yang
Air memiliki kemampuan tinggi dalam menahan
limpasan air hujan;
b. Penyediaan sumur resapan dan/atau waduk
pada lahan terbangun yang sudah ada
4. Sempadan Pantai a. Pemanfaatan ruang untuk ruang terbuka hijau;
b. Pengembangan struktur alami dan struktur
buatan untuk mencegah abrasi;
c. Pendirian bangunan yang dibatasi hanya untuk
menunjang kegiatan rekreasi pantai;
5 Sempadan Sungai a. Pemanfaatan ruang untuk ruang terbuka hijau;
dan dan Kawasan b. Bangunan untuk pengelolaan badan air
6 Sekitar dan/atau pemanfaatan air;
Danau/Waduk c. Pendirian bangunan dibatasi hanya untuk
menunjang fungsi taman rekreasi;

7 Suaka Margasatwa a. Penelitian, pendidikan dan wisata alam;


dan dan Suaka b. Pendirian bangunan dibatasi hanya untuk
8. Margasatwa Laut menunjang kegiatan sebagaimana dimaksud
Serta Suaka pada huruf a;
Margasatwa dan
Suaka Margasatwa
Laut
9. Kawasan Pantai a. Kegiatan pendidikan, penelitian dan wisata alam
Berhutan Bakau
10. Taman Nasional a. Wisata alam tanpa merubah bentang alam;
atau Taman b. Pemanfaatan ruang kawasan untuk kegiatan
Nasional Laut budi daya hanya diizinkan bagi penduduk asli di
zona penyangga dengan luasan tetap, tidak
mengurangi fungsi lindung kawasan dan di
bawah pengawasan ketat
11. Taman Hutan a. Penelitian, pendidikan dan wisata alam;
Raya b. Pendirian bangunan dibatasi hanya untuk
menunjang kegiatan sebagaimana dimaksud
pada huruf a;

24
No. Kawasan Lindung Indikasi Arahan Peraturan Zonasi Kawasan
Dalam Peraturan Lindung Nasional Sesuai dengan Ketentuan
MENLH No. 05 Pasal 99 - Pasal 106 PP No. 26 Tahun 2008
Tahun 2012
12. Taman Wisata a. Wisata alam tanpa mengubah bentang alam;
Alam dan Taman b. Pendirian bangunan dibatasi hanya untuk
Wisata Alam Laut menunjang kegiatan sebagaimana dimaksud
pada huruf a; dan
13. Kawasan Cagar a. Penelitian, pendidikan dan pariwisata; dan
Budaya dan Ilmu b. Pelarangan kegiatan dan pendirian bangunan
Pengetahuan yang tidak sesuai dengan fungsi kawasan
14. Kawasan Cagar a. Pariwisata tanpa mengubah bentang alam
Alam Geologi b. Kegiatan penggalian dibatasi hanya untuk
penelitian arkeologi dan geologi
c. Pelindungan bentang alam yang memiliki ciri
langka dan/atau bersifat indah untuk
pengembangan ilmu pengetahuan, budaya,
dan/atau pariwisata.
d. Pelindungan kawasan yang memiki ciri langka
berupa proses geologi tertentu untuk
pengembangan ilmu pengetahuan dan/atau
pariwisata
15 Kawasan Imbuhan a. Kegiatan budi daya tidak terbangun yang
Air Tanah memiliki kemampuan tinggi dalam menahan
limpasan air hujan;
b. Penyediaan sumur resapan dan/atau waduk
pada lahan terbangun yang sudah ada
16. Sempadan Mata a. Ruang terbuka hijau
Air
17. Kawasan a. Wisata alam tanpa mengubah bentang alam;
Perlindungan b. Pelestarian flora, fauna dan ekosistem unik
Pasma Nutfah kawasan
18. Kawasan a. Wisata alam tanpa mengubah bentang alam;
Pengungsian b. Pelestarian flora dan fauna endemik kawasan
Satwa
19. Terumbu Karang a. Pariwisata bahari
20. Kawasan Koridor
Bagi Jenis Satwa
atau Biota Laut
yang Dilindungi

25
Tabel 5. Jenis Kegiatan yang diizinkan dalam kawasan suaka alam
dan kawasan pelestarian alam sesuai dengan PP 28/2011
tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam (KSA) dan
Kawasan Pelestarian Alam (KPA)

Kawasan Suaka Kawasam Pelestarian


Alam (KSA) Alam (KPA)
Jenis Pemanfaatan KSA Suaka Taman Taman
No Cagar Taman
dan KPA Marga- Wisata Hutan
Alam Nasional
satwa Alam Raya
(CA) (TN)
(SM) (TWA) (Tahura)
1. Penelitian danpengembang-     
an ilmu pengetahuan
2. Pendidikan dan peningkat-     
an kesadartahuan
konservasi alam
Koleksi kekayaan keaneka-
ragaman hayati
3. Penyerapan dan/atau     
penyimpanan karbon
4. Pemanfaatan air serta    
energi air, panas dan angin
serta wisata alam terbatas
5. Pemanfaatan tumbuhan  
dan satwa liar
6. Pemanfaatan sumber     
plasma nutfah untuk
penunjang budi daya
7. Pemanfaatan tradisional   
oleh masyarakat setempat.
8. Pembinaan populasi melalui 
penangkaran dalam rangka
pengembangbiakan satwa
atau Perbanyakan
tumbuhan secara buatan
dalam lingkungan yang
semi alami
9. Pembinaan populasi dalam 
rangka penetasan telur dan
/atau pembesaran anakan
yang diambil dari alam

26
Sesuai dengan ketentuan Pasal 4 PP No. 24 Tahun 2010
tentang Penggunaan Kawasan Hutan, Penggunaan
Kawasan Hutan (Hutan Produksi dan Hutan Lindung) untuk
kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan
hanya dapat dilakukan untuk kegiatan yang mempunyai
tujuan strategis yang tidak dapat dielakkan, meliputi
kegiatan:
1. Religi;
2. Pertambangan;
3. Instalasi pembangkit, transmisi dan distribusi listrik,
serta teknologi energi baru dan terbarukan;
4. Pembangunan jaringan telekomunikasi, stasiun
pemancar radio dan stasiun relay televisi;
5. Jalan umum, jalan tol dan jalur kereta api;
6. Sarana transportasi yang tidak dikategorikan sebagai
sarana transportasi umum untuk keperluan pengangkut-
an hasil produksi;
7. Sarana dan prasarana sumber daya air, pembangunan
jaringan instalasi air dan saluran air bersih dan/atau air
limbah;
8. Fasilitas umum;
9. Industri terkait kehutanan;
10. Pertahanan dan keamanan;
11. Prasarana penunjang keselamatan umum; atau
12. Penampungan sementara korban bencana alam.

B. Integrasi PUU Terkait Tata Ruang ke dalam Proses


Penilaian Amdal atau Pemeriksaan UKL-UPL dan
Izin Lingkungan
Tata ruang menjadi syarat utama proses penyusunan dan
penilaian Amdal serta penentuan Kelayakan lingkungan.
Sesuai dengan Ketentuan Pasal 4 PP No. 27 Tahun 2012,
lokasi rencana usaha dan/atau kegiatan yang wajib
memiliki Amdal wajib sesuai dengan rencana tata ruang.
Jika tidak sesuai dengan rencana tata ruang, dokumen
27
Amdal tidak dapat dinilai dan wajib dikembalikan kepada
pemrakarsa. Usaha dan/atau kegiatan yang berdampak
penting terhadap LH dikecualikan dari kewajiban memiliki
Amdal apabila lokasi rencana usaha dan/atau kegiatannya
berada pada kabupaten/kota yang telah memiliki rencana
detail tata ruang kabupaten/kota dan rencana tata ruang
kawasan strategis kabupaten/kota. Setelah sesuai dengan
rencana tata ruang, maka dalam proses Amdal dan izin
lingkungan juga harus dipastikan bahwa lokasi rencana
usaha dan/atau kegiatan sesuai dengan ketentuan
Instruksi Presiden No. 10 Tahun 2011 yang telah direvisi
dengan Instruksi Presiden No. 6 Tahun 2013 (terkait
dengan peta indikatif penundaan izin baru/moratorium).
Prosenya dapat dilihat pada gambar 5 di bawah ini.

Gambar 4. Rencana tata ruang menjadi syarat utama


proses Amdal dan izin lingkungan, termasuk juga peta
PIPIB
28
Di samping tata ruang, RPPLH dan KLHS memiliki
keterkaitan erat dengan Amdal. Idealnya pengembangan
rencana tata ruang didasarkan atas kajian lingkungan
hidup strategis (KLHS) dan rencana perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup (RPPLH). RPPLH dan KLHS
disusun oleh Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota
sesuai dengan kewenangannya. Instrumen perencanaan
RPPLH, menjadi dasar penyusunan dan dimuat dalam RPJP
dan RPJM. RPPLH mengatur tentang pemanfaatan sumber
daya alam. Dalam hal RPPLH belum tersusun,
pemanfaatan sumber daya alam dilaksanakan berdasarkan
daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup (UU No.
32 Tahun 2009 Pasal 12). Sesuai dengan ketentuan Pasal
12 ayat (1) UU No. 32/2009 tentang Pemanfaatan sumber
daya alam seperti Pertambangan, Migas, Kehutanan
dilakukan berdasarkan RPPLH. RPPLH menjadi salah satu
basis dalam penyusunan rencana tata ruang. Rencana tata
ruang merupakan persyaratan utama proses Amdal dan
izin lingkungan. Salah satu instrumen PPLH pada tahap
rencana proyek pemanfaatan SDA adalah Amdal. RPPLH
disusun berdasarkan hasil inventarisasi LH. RPPLH beserta
data dan informasi LH merupakan basis data yang sangat
berharga untuk mendukung sistem informasi (DSS) Amdal,
UKL-UPL dan Izin Lingkungan dalam kaitannya dengan
penentuaan kelayakan Lingkungan Hidup.
Kajian Lingkungan Hidup strategis (KLHS) memiliki
keterkaitan erat dengan Amdal. KLHS dapat mengisi ruang
yang tidak dapat diselesaikan oleh Amdal, UKL-UPL dan
izin lingkungan. Pengalaman implementasi berbagai
instrumen pengelolaan lingkungan hidup, utamanya Amdal,
menunjukkan bahwa meskipun Amdal sebagai salah satu
instrumen pengelolaan lingkungan cukup efektif dalam
memasukkan pertimbangan-pertimbangan lingkungan alam
dan rancang-bangun proyek-proyek individual, tapi secara
konsep pembangunan menyeluruh, instrumen Amdal
29
belum memadai dalam memberikan jalan keluar terhadap
dampak lingkungan kumulatif, dampak tidak langsung dan
dampak lingkungan sinergistik.
Adapun instrumen pencegahan KLHS wajib dibuat oleh
Pemerintah Daerah untuk memastikan bahwa prinsip
pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan
terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau
kebijakan, rencana, dan/atau program (UU No. 32 tahun
2009 Pasal 15). Lebih lanjut, KLHS wajib dilaksanakan oleh
Pemerintah dan Pemerintah Daerah meliputi penyusunan
dan evaluasi terhadap:
1. RTRW beserta rencana rincinya, RPJP, RPJM baik untuk
tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota;
2. Kebijakan, rencana, dan/atau program yang berpotensi
menimbulkan dampak dan/atau risiko lingkungan hidup
C. Keterkaitan antara Amdal dengan RPJP RPJM dan
KLHS

Gambar 6. Keterkaitan KLHS dan Amdal


30
Sebagai tambahan, dalam Pasal 47 UU 32 tahun 2009
dinyatakan bahwa setiap usaha dan/atau kegiatan yang
berpotensi menimbulkan dampak penting terhadap
lingkungan hidup, ancaman terhadap ekosistem dan
kehidupan, dan/atau kesehatan dan keselamatan manusia
wajib melakukan analisis risiko lingkungan hidup. Analisis
risiko lingkungan hidup untuk dilakukan pada tahap
pembuatan KLHS saat perencanaan dan pada tahapan
Amdal dan UKL-UPL.

D. Rangkuman
Berdasarkan PP No. 26 Tahun 2008 Pasal 3, RTRWN
merupakan pedoman untuk:
1. Penyusunan rencana pembangunan jangka panjang
nasional (RPJPN);
2. Penyusunan rencana pembangunan jangka menengah
nasional (RPJMN);
3. Pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan
ruang di wilayah nasional;
4. Perwujudan keterpaduan, keterkaitan dan
keseimbangan;
5. Perkembangan antarwilayah provinsi, serta keserasian
antar sektor;
6. Penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi;
7. Penataan ruang kawasan strategis nasional; dan
8. Penataan ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota
Rencana tata ruang pada dasarnya dibagi menjadi dua
pola, yaitu kawasan budi daya dan kawasan lindung.
Lokasi rencana usaha dan/atau kegiatan yang dilakukan di
dalam kawasan budi daya wajib sesuai dengan rencana
tata ruang. Dalam kawasan lindung dapat dilakukan usaha
dan/atau kegiatan, sepanjang jenis rencana usaha
dan/atau kegiatan tersebut diiziinkan oleh ketentuan PUU.

31
Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan
fungsi utama untuk melindungi kelestarian lingkungan
hidup mencakup SDA dan Sumber Daya Buatan.
Penetapan kawasan lindung tersebut dilakukan sesuai
dengan ketentuan PUU. Tidak semua kawasan lindung
yang tercantum dalam PP No. 26/2008 dan KepPres
32/1990 dicantumkan dalam daftar kawasan lindung di
Peraturan MENLH No. 05 Tahun 2012.
Sesuai dengan Ketentuan Pasal 4 PP No. 27 Tahun 2012,
lokasi rencana usaha dan/atau kegiatan yang wajib
memiliki Amdal wajib sesuai dengan rencana tata ruang.
Jika tidak sesuai dengan rencana tata ruang, dokumen
Amdal tidak dapat dinilai dan wajib dikembalikan kepada
pemrakarsa. Usaha dan/atau kegiatan yang berdampak
penting terhadap LH dikecualikan dari kewajiban memiliki
Amdal apabila lokasi rencana usaha dan/atau kegiatannya
berada pada kabupaten/kota yang telah memiliki rencana
detail tata ruang kabupaten/kota dan rencana tata ruang
kawasan strategis kabupaten/kota. Setelah sesuai dengan
rencana tata ruang, maka dalam proses Amdal dan izin
lingkungan juga harus dipastikan bahwa lokasi rencana
usaha dan/atau kegiatan sesuai dengan ketentuan
Instruksi Presiden No. 10 Tahun 2011 yang telah direvisi
dengan Instruksi Presiden No. 6 Tahun 2013 (terkait
dengan peta indikatif penundaan izin baru/moratorium).
Rencana tata ruang merupakan persyaratan utama proses
Amdal dan izin lingkungan. Rencana tata ruang dapat
dirumuskan berdasarkan RPPLH dan/atau KLHS. RPPLH
disusun berdasarkan hasil inventarisasi LH sedangkan
KLHS. RPPLH beserta data dan informasi LH merupakan
basis data yang sangat berharga untuk mendukung sistem
informasi (DSS) Amdal, UKL-UPL dan izin lngkungan dalam
kaitannya dengan penentuaan kelayakan Lingkungan
Hidup.

32
RPPLH dan KLHS disusun oleh Menteri, Gubernur atau
Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya. Instrumen
perencanaan RPPLH, menjadi dasar penyusunan dan
dimuat dalam RPJP dan RPJM. RPPLH mengatur tentang
pemanfaatan sumber daya alam. Dalam hal RPPLH belum
tersusun, pemanfaatan sumber daya alam dilaksanakan
berdasarkan daya dukung dan daya tampung lingkungan
hidup (UU No. 32 Tahun 2009 Pasal 12). Sesuai dengan
ketentuan Pasal 12 ayat (1) UU No. 32/2009 Pemanfaatan
Sumber Daya Alam seperti Pertambangan, Migas,
Kehutanan dilakukan berdasarkan RPPLH. RPPLH menjadi
salah satu basis dalam penyusunan rencana tata ruang.

E. Latihan
1. Berdasarkan PP No. 26 tahun 2008 Pasal 3, sebutkan
tujuan dari perencanan tata ruang dan wilayah nasional!
2. Coba gambarkan atau jelaskan kembali urut-urutan
proses penilaian Amdal atau pemeriksaan UKL-UPL
untuk tahap penentuan lokasi kegiatan dan/atau usaha
sesuai tata ruang!
3. Sebutkan minimal 5 (lima) jenis kegiatan yang izinkan
dalam kawasan lndung sesuai dengan ketentuan Pasal
99 – Pasal 106 PP No. 26 Tahun 2008 tentang RTRWN!
4. Jelaskan apa manfaat dari RPPLH dan KLHS dalam
proses penyusunan Amdal UKL-UPL!
5. Jelaskan apa yang dimaksud dengan integrasi
perundang-undangan tata ruang!

33
BAB IV
KETENTUAN-KETENTUAN DALAM PUU BIDANG PPLH
TERKAIT DENGAN AMDAL, UKL-UPL, IZIN
LINGKUNGAN DAN IZIN PPLH
Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta diklat mampu :
Menyebutkan minimal 5 (lima) PUU bidang PPLH terkait dengan
AMDAL, UKL-UPL dan izin lingkungan; Menjelaskan Keterkaitan
antara izin lingkungan dan izin PPLH dan izin usaha dan/atau
kegiatan.

A. Beberapa Pengertian Terkait Izin


Kelayakan suatu kegiatan dalam proses pembangunan
sangat ditentukan oleh studi kelayakan yang dilakukan.
Studi kelayakan Amdal telah memainkan peran penting
dalam proses pembangunan nasional. Amdal merupakan
instrumen untuk merencanakan tindakan preventif
terhadap pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup
yang mungkin ditimbulkan dari aktivitas pembangunan.
Mengingat fungsinya sebagai salah satu instrumen dalam
perencanaan usaha dan/atau kegiatan, maka penyusunan
Amdal dilakukan sebelum usaha dan/atau kegiatan
dilaksanakan, sehingga Amdal sebagai instrumen
perencanaan dalam pembangunan, memerlukan instrumen
lainnya sebagai alat untuk melegitimasi kegiatan tersebut;
yaitu instrumen perizinan.
Dengan terbitnya PP Nomor 27 Tahun 2012, maka
kedudukan Amdal saat ini memiliki kertekaitan erat dengan
izin lingkungan. Surat rekomendasi ataupun Surat
Keputusan Kelayakan Lingkungan (SKKL) yang telah ada
sebelum PP Nomor 27/2012 terbit, bukan merupakan
instrumen perizinan, sehingga SKKL ini harus diperkuat
melalui produk hukum administratif yang berupa izin
lingkungan. Oleh sebab itu keberadaan SKKLH saat ini

34
menjadi persyaratan yang sangat penting untuk
memperoleh izin lingkungan.
Pengertian yang terkait dengan izin diantaranya
dikemukaan oleh beberapa ahli seperti yang dinyatakan
oleh Prajudi Atmosudirdjo (1999) yang menyatakan bahwa
izin (vergunning) adalah suatu penetapan yang merupakan
dispensasi pada suatu larangan oleh undang-undang.
Terkait dengan pengertian di atas terdapat beberapa
pengertian lainnya yang dapat dikategorikan dalam izin
dan digunakan dalam kaitannya dengan pross Amdal
diantaranya adalah :
1. Dispensasi adalah suatu pengecualian dari ketentuan-
ketentuan umum, dalam hal pembuat undang-undang
sebenarnya pada prinsipnya tidak berniat mengadakan
pengecualian;
2. Lisensi (license) adalah izin untuk melakukan sesuatu
yang bersifat komersial serta mendatangkan
keuntungan atau laba;
3. Konsesi adalah suatu izin sehubungan dengan
pekerjaan besar yang melibatkan kepentingan umum,
sehingga sebenarnya pekerjaan itu merupakan tugas
pemerintah, tetapi oleh Pemerintah diberikan hak
penyelengaraannya kepada konsensionaris (pemegang
izin) yang bukan pejabat Pemerintah;
4. Rekomendasi adalah petimbangan yang diberikan oleh
badan atau pejabat yang berwenang untuk digunakan
dalam pemberian izin pada suatu bidang tertentu.
Menurut Pudyiatmoko (2009) tujuan dari adanya izin adalah
sbb :
1. Keinginan mengarahkan aktivitas-aktivitas tertentu.
2. Mencegah bahaya terhadap lingkungan hidup.
3. Keinginan melindungi objek-objek tertentu.
4. Membagi benda-benda yang sedikit
5. Pengarahan dengan menyeleksi orang dan aktivitas.

35
6. Tujuan tertentu lainnya seperti : memberikan
kesempatan tertentu
Sedangkan pengertian izin lingkungan tercantum dalam PP
No. 27 Tahun 2012 Pasal 1, izin lingkungan adalah izin
yang diberikan kepada setiap orang yang melakukan usaha
dan/atau kegiatan yang wajib Amdal atau UKL-UPL dalam
rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
sebagai prasyarat memperoleh izin usaha dan/atau
kegiatan.
Ketentuan-ketentuan tentang Amdal yang diatur dalam UU
32 Tahun 2009 pada dasarnya mengatur 5 (lima) ruang
lingkup, yaitu:
1. Usaha dan/atau kegiatan wajib Amdal;
2. Muatan dokumen Amdal;
3. Penyusunan Amdal;
4. Penilaian dokumen Amdal;
5. Penyusunan Amdal bagi golongan ekonomi lemah.
Sedangkan ketentuan-ketentuan izin lingkungan dalam UU
No. 32 Tahun 2009 meliputi:
1. Permohonan dan penerbitan izin lingkungan;
2. Pembatalan izin lingkungan;
3. Pengumuman izin lingkungan;
4. Izin lingkungan dan izin usaha dan/atau kegiatan;
5. Perubahan izin lingkungan
PP No. 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan telah
mengintegrasikan izin lingkungan ke dalam proses Amdal.
Proses Amdal sendiri terdiri dari proses penyusunan Amdal
dan proses penilaian Amdal. Proses penyusunan Amdal
dilakukan oleh pemrakarsa atau penanggung jawab usaha
dan/atau kegiatan. Proses penilaian Amdal dilakukan oleh
Komisi Penilai Amdal (KPA) dengan dibantu oleh Tim teknis
dan sekretariat KPA. Integrasi izin lngkungan ke dalam
proses Amdal mulai dilakukan pada tahap pengajuan

36
penilaian ANDAL dan RKL-RPL. Pada tahap ini ini
pemrakarsa juga mengajukan permohonan izin lingkungan.
Sesuai dengan ketentuan Pasal 47 PP No. 27 Tahun 2012,
proses Amdal tersebut menghasilkan 2 (dua) keputusan,
yaitu keputusan kelayakan lingkungan hidup dan
keputusan izin lingkungan. Izin lingkungan diterbitkan
bersamaan dengan keputusan kelayakan lingkungan hidup.
Di samping itu, PP No. 27 Tahun 2012 juga mengatur
mengenai KPA, pembinaan dan evaluasi kinerja KPA. Lebih
lanjut mengenai mekanisma ini akan dibahas pada modul
proses penyusunan dan penilaian Amdal.
B. Keterkaitan antara Izin Lingkungan dengan Izin
PPLH dan Izin Usaha dan/atau Kegiatan
Izin lingkungan juga menjadi dasar bagi penerbitan izin
perlindungan dan pengelolaan lingkungan (izin PPLH)
seperti izin pembuangan air limbah, izin pengumpulan LB3
dsb. Hal ini disebabkan karena sesuai dengan ketentuan
Pasal 48 ayat (2) dalam hal usaha dan/atau kegiatan yang
direncanakan oleh pemrakarsa wajib memiliki izin PPLH,
maka izin lingkungan wajib mencantumkan jumlah dan
jenis izin PPLH 9).
Karena itu antara izin lingkungan dengan izin PPLH sangat
berbeda. Jenis izin PPLH sesuai dengan bagian penjelasan
Pasal 48 ayat (2) ada 12 sebagai berikut:
1. Izin pembuangan limbah cair;
2. Izin pemanfaatan air limbah untuk aplikasi ke tanah;
3. Izin penyimpanan sementara limbah bahan berbahaya
dan beracun;
4. Izin pengumpulan limbah bahan berbahaya dan
beracun;
5. Izin pengangkutan limbah bahan berbahaya dan
beracun;
6. Izin pemanfaatan limbah bahan berbahaya dan
beracun;
37
7. Izin pengolahan limbah bahan berbahaya dan beracun;
8. Izin penimbunan limbah bahan berbahaya dan beracun;
9. Izin pembuangan air limbah ke laut;
10. Izin dumping;
11. Izin reinjeksi ke dalam formasi; dan/atau
12. Izin venting.
Lebih jauh dalam PP No. 27 Tahun 2012, keberadaan izin
lingkungan akan mempengaruhi izin usaha dan/atau
kegiatan (Pasal 48 ayat (1)). Selain itu izin usaha juga
akan mempengaruhi berakhirnya izin lingkungan (Pasal 48
ayat (3)).
Baku mutu dan baku kerusakan sebagai salah satu
instrumen pencegahan pencemaran dan /atau kerusakan;
merupakan suatu parameter yang dapat menjadi indikasi
bahwa daya tampung dan daya dukung lingkungan suatu
daerah atau wilayah sudah terlampaui atau apakah
pencemaran telah terjadi.
Peraturan pemerintah di bidang perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup yang mengatur mengenai
baku mutu lingkungan hidup dan baku kerusakan
lingkungan hidup antara lain tersebut di bawah ini:
1. PP No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air
dan Pengendalian Pencemaran Air. Berdasarkan PP ini,
kriteria mutu air terbagi menjadi 4 (empat) kelas, yaitu
kelas I, kelas II, kelas III dan kelas IV dan masing-
masing kelas teridiri dari 23 parameter mutu air air;
2. PP No. 150 Tahun 2001 tentang Pengendalian
Kerusakan Tanah untuk Produksi Biomassa. Ketentuan-
ketentuan yang tercantum dalam PP ini dapat
dimasukan sebagai persyaratan dan kewajiban dalam
izin lingkungan;
3. PP No. 4 Tahun 2000 tentang Pengendalian
Pencemaran dan/atau Kerusakan Lingkungan sebagai
akibat dari Kebakaran Hutan;
38
4. PP No. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian
Pencemaran Udara.
Peraturan MENLH yang mengatur mengenai kriteria baku
kerusakan lingkungan meliputi:
1. Kriteria baku kerusakan tanah untuk produksi biomassa;
2. Kriteria baku kerusakan terumbu karang;
3. Kriteria baku kerusakan lingkungan hidup yang
berkaitan dengan kebakaran hutan dan/atau lahan;
4. Kriteria baku kerusakan mangrove;
5. Kriteria baku kerusakan padang lamun;
6. Kriteria baku kerusakan gambut;
7. Kriteria baku kerusakan karst; dan/atau
8. Krteria baku kerusakan ekosistem lainnya sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Peraturan MENLH yang mengatur mengenai izin PPLH
antara lain adalah:
1. Peraturan MENLH No. 1 Tahun 2010 tentang Tata
Laksanan Pengendalian Pencemaran Air. Peraturan
MENLH ini mengatur mengenai mekanisme persyaratan
dan mekanisme izin pembuangan air limbah ke sungai
dan izin pemanfaatan air limbah untuk aplikasi ke tanah
(land application);
2. Peraturan MENLH No. 12 Tahun 2006 tentang
Persyaratan dan Tata Cara Pembuangan Air Limbah ke
Laut;
3. Peraturan MENLH No. 18 Tahun 2009 tentang Tata Cara
Perizinan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan
Berazun (PLB3);
4. Peraturan MENLH No. 13 Tahun 2007 tentang
Persyaratan Dan Tata Cara Pengelolaan Air Limbah Bagi
Usaha Dan/Atau Kegiatan Hulu Minyak Dan Gas Serta
Panas Bumi Dengan Cara Injeksi.

39
Secara ringkas PUU PPLH yang mengatur tentang proses
Amdal, UKL-UPL dan izin lingkungan dapat dilihat pada
tabel di bawah ini.
Tabel 6. PUU PPLH yang mengatur proses Amdal,
UKL-UPL dan izin lingkungan
No Daftar PUU Keterangan
1. UU No. 32 Tahun 2009 tentang • Pasal 22-33, Pasal 69 ayat (1)
Perlindungan dan Pengelolaan huruf i, Pasal 110, Pasal 121,
Lingkungan Hidup Pasal 122: Amdal;
• Pasal 34-35, Pasal 121: UKL-
UPL;
• Pasal 36-41, Pasal 72, Pasal 76,
Pasal 93, Pasal 109, Pasal 111
dan Pasal 123: Izin Lingkungan
2. PP No. 27 Tahun 2012 tentang Integrasi izin lingkungan ke dalam
Izin Lingkungan proses Amdal dan UKL-UPL
3. Peraturan MENLH No. 8 Tahun • Tugas KPA, Tim teknis dan
2013 tentang Tata Laksana sekretariat KPA
Penilaian dan Pemeriksaan • Pembagian kewenangan KPA
Dokumen Lingkungan Hidup • Tata laksana penilaian Amdal &
serta Penerbitan Izin penerbitan izin lingkungan;
Lingkungan • Tata laksana pemeriksaan UKL-
UPL dan izin lingkungan;
• Tata laksana SPPPL
• Pendanaan
4. Peraturan MENLH No. 03 • Sertifikasi kompetensi auditor
Tahun 2013 tentang Audit lingkungan hidup
Lingkungan Hidup • Tata laksana audit lingkungan
hidup yang diwajibkan;
a. Audit LH dilakukan terhadap
usaha dan/atau kegiatan yang
memiliki dokumen LH;
b. Usulan usaha dan/atau
kegiatan berisiko tinggi dari
KPA berdasarkan hasil ARLH;
5. Peraturan MENLH No. 17 • Pengumuman;
Tahun 2012 tentang Pedoman • Konsultasi publik;
Keterlibatan Masyarakat dalam • Penetapan wakil masyarakat
Proses Amdal dan Izin terkena dampak sebagai
Lingkungan anggota KPA;

40
No Daftar PUU Keterangan
• Pengumuman permohonan izin
lingkungan;
• Pengumuman izin lingkungan
6. Peraturan MENLH No. 16 • Dokumen Amdal;
Tahun 2012 tentang Pedoman • Formulir UKL-UPL
Penyusunan Dokumen • SPPL
Lingkungan Hidup
7. Peraturan MenLH No. 05 Tahun • Proses penapisan
2012 tentang Jenis Rencana • Daftar jenis rencana usaha
Usaha dan/atau Kegiatan Yang dan/atau kegiatan wajib Amdal;
Wajib Dilengkapi dengan • Kawasan lindung dan Amdal.
Amdal
8. Peraturan MENLH No. 15 • Lisensi KPA Provinsi;
Tahun 2010 tentang • Lisensi KPA Kabupaten/Kota
Persyaratan dan Tata Cara
Lisensi Komisi Penilai Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan
Hidup
9. Peraturan MENLH No. 07 • LPJP
Tahun 2010 tentang Sertifikasi • KTPA dan ATPA
Kompetensi Penyusun Analisis • Proses sertifikasi dan LSK
Mengenai Dampak Lingkungan • LPK
Hidup dan Persyaratan • Registrasi kompetensi bagi LPJP
Lembaga Pelatihan Kompetensi dan LPK
(LPJP) Penyusun Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan
Hidup
10. Peraturan MENLH No. 25 • Ruang lingkup binwas;
Tahun 2009 tentang • Mekanisme dan tahapan binwas
Pembinaan dan Pengawasan termasuk SOP binwas;
Terhadap KPA Daerah • Tindak lanjut binwas
11. Keputusan MENLH No. 45 • Mekanisme pelaporan;
Tahun 2005 tentang Pedoman • Frekuensi pelaporan;
Penyusunan Laporan • Sistematika pelaporan;
Pelaksanaan RKL-RPL Dengan terbitnya PP 27/2012,
Pedoman ini digunakan untuk
pelaporan pelaksanaan izin
lingkungan baik untuk usaha
dan/atau kegiatan wajib Amdal
dan UKL-UPL;

41
No Daftar PUU Keterangan
12. Keputusan MENLH No. 4 Tahun • Konsep pengembangan
2000 tentang Panduan permukiman terpadu;
Penyusunan Dokumen Amdal • Penyusunan KA-ANDAL
Pemukiman Terpadu pemukiman terpadu;
• Penyusunan Andal pemukiman
terpadu;
• Penyusunan RKLRPL pemukiman
terpadu
13. Keputusan MENLH No. 5 Tahun • Konsep struktur dan fungsi
2000 tentang Panduan ekosistem lahan basah;
Penyusunan Dokumen Amdal permukiman terpadu;
Kegiatan Pembangunan di • Penyusunan KA-ANDAL kegiatan
Daerah Lahan Basah pembangunan di daerah lahan
basah;
• Penyusunan ANDAL kegiatan
pembangunan di daerah lahan
basah;
• Penyusunan RKL-RPL kegiatan
pembangunan di daerah lahan
basah
14. Keputusan Kepala Bapedal No. Panduan aspek Kesmas dalam:
Kep-124/12/1997 tentang • Penyusunan KA: pelingkupan
Panduan Kajian Aspek dampak penting & pelingkupan
Kesehatan Masyarakat dalam batas wilayah studi;
Penyusunan Amdal • Penyusunan ANDAL: metode
pengumpulan dan analisis data,
metode prakiraan dampak dan
evaluasi dampak;
• Uraian rencana usaha dan/atau
kegiatan;
• Rona lingkungan hidup
• Prakiraan dampak penting
• Evaluasi dampak penting
• Penyusunan RKL-RPL
15. Keputusan Kepala Bapedal No. Pedoman teknis kajian aspek
Kep-299/11/1996 tentang sosial dalam:
Pedoman Teknis Kajian Aspek • Penyusunan KA: pelingkupan
Sosial dalam Penyusunan dampak penting & pelingkupan
Amdal batas wilayah studi;
• Penyusunan ANDAL: Metode
pengumpulan dan analisis data,
metode prakiraan dampak dan
42
No Daftar PUU Keterangan
evaluasi dampak;
• Uraian rencana usaha dan/atau
kegiatan;
• Rona lingkungan hidup
• Prakiraan dampak penting
• Evaluasi dampak penting
• Penyusunan RKL-RPL

16. Keputusan Kepala Bapedal No. Pedoman mengenai ukuran


Kep056 Tahun 1994 tentang dampak penting:
Pedoman Mengenai Dampak • Pengertian: konsep dan faktor
Penting penentuan dampak penting,
kawasan lindung dan dampak
penting
• Ukuran dampak penting: uraian
tentang ukuran dampak penting
terkait 7 (tujuh) faktor dampak
penting;

Sedangkan PUU PPLH yang tekait dengan Iizin PPLH


secara ringkas dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 7. PUU terkait dengan Izin PPLH
No Daftar PUU Keterangan
1. UU No. 32 Tahun 2009 • Pasal 20 ayat 3 Huruf b: izin
tentang Perlindungan dan untuk membuang limbah ke
Pengelolaan Lingkungan Hidup media lingkungan hidup;
• Pasal 59 ayat (4), ayat (5)
dan ayat (6) serta Pasal 102:
Izin Pengelolaan LB3
• Pasal 60, Pasal 61, Pasal
104: izin dumping
2. PP No. 82 Tahun 2001 tentang • Izin pembuangan air limbah
PKA dan PPA ke sungai;
• Izin pemanfaatan air limbah
untuk aplikasi ke tanah (land
application)
3. Peraturan MENLH No. 1 Tahun • Izin pembuangan air limbah
2010 tentang Tata Laksanana ke sungai;

43
No Daftar PUU Keterangan
Pengendalian Pencemaran Air • Izin pemanfaatan air limbah
untuk aplikasi ke tanah (land
application)
4. PP No. 19 Tahun 1999 tentang Izin pembuangan air limbah
Pengendalian Pencemaran ke laut
dan/atau Kerusakan Laut
5. Peraturan MENLH No. 12 Izin pembuangan air limbah
Tahun 2006 tentang ke laut
Persyaratan dan Tata Cara
Pembuangan Air Limbah Ke
Laut
6. Peraturan MENLH No. 13 Izin injeksi air limbah bagi
Tahun 2007: Persyaratan dan usaha dan/atau kegiatan
Tata Cara Pengelolaan Air hulu migas dan panas
Limbah bagi Usaha dan/atau bumi
Kegiatan Hulu Minyak dan Gas
serta Panas Bumi dengan Cara
Injeksi
7. PP No. 18 Tahun 1999 tentang Izin pengelolaan LB3
Pengelolaan LB3
8. Peraturan MENLH No. 18 Izin pengelolaan LB3
Tahun 2009 tentang Tata Cara
Perizinan PLB3
9. Peraturan MENLH No. 30 Izin pengelolaan LB3
Tahun 2009 tentang Tata
Laksana Perizinan dan
Pengawasan Pengelolaan
Limbah Bahan Berbahaya Dan
Beracun Serta Pengawasan
Pemulihan Akibat Pencemaran
Limbah Bahan Berbahaya Dan
Beracun Oleh Pemerintah
Daerah
10. Keputusan Kepala Bapedal Izin insimerasi
No. 03 tahun 1995 tentang
Persyaratan Pengelolaan
Pengolahan Limbah B3.

44
C. Rangkuman
Izin lingkungan menjadi dasar bagi penerbitan izin
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup (izin
PPLH) seperti izin pembuangan air limbah, izin
pengumpulan LB3 dsb. Hal ini disebabkan karena sesuai
dengan ketentuan pasal 48 ayat (2) dalam hal usaha
dan/atau kegiatan yang direncanakan oleh pemrakarsa
wajib memiliki izin PPLH, maka izin lingkungan wajib
mencantumkan jumlah dan jenis izin PPLH.
Lebih jauh dalam PP No. 27 tahun 2012, keberadaan izin
lingkungan akan mempengaruhi izin usaha dan/atau
kegiatan (Pasal 48 ayat (1). Selain itu izin usaha juga akan
mempengaruhi berakhirnya izin lingkungan (Pasal 48 ayat
(3).

D. Latihan
1. Jelaskan keterkaitan antara izin lingkungan dan izin
PPLH dan izin usaha dan/atau kegiatan!
2. Sebutkan 5 (lima) dari 12 (dua belas) izin PPLH!
3. Sebutkan minimal 5 (lima) PUU bidang PPLH terkait
dengan Amdal, UKL-UPL dan izin lingkungan!

45
BAB V
PUU SEKTOR YANG BERKAITAN DENGAN AMDAL, UKL-
UPL, IZIN LINGKUNGAN DAN IZIN USAHA/DAN ATAU
KEGIATAN SERTA PERIZINAN LAINNYA

Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta diklat mampu


menjelaskan ketentuan-ketentuan dalam PUU Sektor yang
berkaitan erat dengan Amdal dan Izin Lingkungan

A. Keterkaitan Amdal, UKL-UPL serta Perizinan lainnya


dengan PUU Sektor
Peraturan perundang-undangan dari kementerian/sektor
lain juga telah mempersyaratkan dokumen Amdal atau
UKL-UPL beserta persetujuannya (keputusan kelayakan
lingkungan/rekomendasi UKL-UPL dan izin lingkungan)
sebagai salah satu persyaratan dalam penerbitan izin
usaha dan/atau kegiatan. Setelah memiliki dokumen Amdal
atau UKL-UPL beserta keputusannya (keputusan kelayakan
lingkungan/rekomendasi UKL-UPL dan izin lingkungan), izin
PPLH dan izin usaha dan/atau kegiatan, penanggung
jawab usaha dan/atau kegiatan (pemrakarsa) tersebut
baru dapat melaksanakan usaha dan/atau kegiatannya.
Dalam melaksanaakan usaha dan atau kegiatan tersebut,
pemrakarsa tersebut wajib melaksanaakan persyaratan
dan kewajiban yang tercantum dalam izin lingkungan, izin
PPLH dan izin Usaha dan/atau kegiatan.
Sesuai dengan ketentuan perundang-undangan PPLH dan
PSDA dan serta peraturan terkait lingkungan hidup lainnya
(PUU pertambangan, bangunan gedung, rumah sakit dan
industri). Izin lingkungan merupakan persyaratan bagi
diperolehnya izin PPLH dan izin usaha dan/atau kegiatan.
Secara legal, izin usaha dan/atau kegiatan tidak dapat
diterbitkan tanpa adanya izin lingkungan. Izin lingkungan
merupakan hasil dari Proses Amdal atau UKL-UPL yang

46
disusun oleh pemrakarsa dan dinilai oleh KPA atau
diperiksa oleh instansi yang bertanggung jawab di bidang
lingkungan hidup.
Seperti telah disebutkan di atas, peraturan perundang-
undangan dari kementerian/sektor lain juga telah
mempersyaratkan dokumen Amdal atau UKL-UPL beserta
persetujuannya (keputusan kelayakan lingkungan/
rekomendasi UKL-UPL dan izin lingkungan) sebagai salah
satu persyaratan dalam penerbitan izin usaha dan/atau
kegiatan. Uraian di bawah ini akan menjelaskan beberapa
PUU PSDA yang mempunyai keterkaitan antara izin usaha
dan/atau kegiatan dengan proses Amdal2). Ilustrasi
hubungan antara Amdal dan izin lingkungan dengan PUU
sektor dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 5. Amdal dan izin lingkungan serta keterkaitanya dengan


izin usaha dan/atau kegiatan sesuai dengan kentuan PUU Sektor

47
Adapun keterkaitan Amdal dan izin lingkungan untuk
masing-masing sektor adalah sebagai berikut:
1. Keterkaitan Amdal dan izin lingkungan dengan izin
lokasi
Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala
Badan Pertanahan Nasional No. 2 Tahun 1993 tentang
Cara Memperoleh Izin Lokasi dan Hak Atas Tanah Bagi
Perusahaan Dalam Rangka Penanaman
Modal dan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala
Badan Pertanahan Nasional No. 2 Tahun 1999 tentang
Pemberian Izin Lokasi PMA/PMDN, izin lokasi diberikan
kepada suatu perusahaan untuk memperoleh tanah
yang diperlukan dalam rangka penanaman modal yang
berlaku pula sebagai izin pemindahan hak (izin
pembebasan) dan menggunakan tanah tersebut guna
keperluan usaha penanaman modalnya. Berdasarkan
ketentuan tersebut perusahaan yang memiliki izin lokasi
dapat mulai melakukan pembebasan tanah dengan luas
dan wilayah tertentu sesuai dengan peruntukan
wilayahnya, berdasarkan tata ruang wilayah yang
selanjutnya dapat dimintakan hak atas tanah.
Sesuai dengan surat MENLH yang ditujukan kepada
Bupati/Walikota No. B.4718/MENLH/09/2003 tanggal 24
Sept 2003 perihal Amdal dan izin lokasi yang meminta
Bupati/Walikota untuk menggunakan hasil studi Amdal
sebagai persyaratan dalam penerbitan izin lokasi untuk
menghindari perbenturan kepentingan antara keputusan
kelayakan lingkungan dan penerbitan izin lokasi.
2. Amdal dan izin lingkungan kaitannya dengan rencana
pengadaan tanah
Amdal atau UKL-UPL dan izin lingkungan merupan salah
satu dasar penyusunan dokumen rencana pengadaan

48
tanah (tahap perencanaan). Sesuai dengan ketentuan
Pasal 6 ayat (1) dan ayat (4) Perpres 71/2012, rencana
pengadaan tanah terdiri dari perencanaan, persiapan,
pelaksanaan dan penyerahan hasil. Pada tahap
perencanaan disusun dokumen perencanaan pengadaan
tanah. Salah satu dasar penyusunan dokumen rencana
pengadaan tanah adalah hasil studi kelayakan melalui
proses Amdal atau UKL-UPL. Pengadaan tanah dalam
tahapan proses amdal merupakan bagian dari tahapan
kegiatan pra-konstruksi. Karena itu pengadaan tanah
hanya dapat dilakukan setelah pelaksanaan studi Amdal
atau UKL-UPL selesai dilakukan (SKKL dan izin
lingkungan atau rekomendasi UKL-UPL dan izin
lingkungan telah diterbitkan).
3. Amdal dan izin lingkungan kaitannya dengan
penatagunaan tanah
Pasal 8 dan Pasal 13 PP 16 Tahun 2004 tentang
Penatagunaan Tanah: penggunaan dan pemanfaatan
tanah sesuai rencana tata ruang wilayah serta harus
memelihara tanah dan mencegah kerusakan tanah.
Pasal 14 PP 16 Tahun 2004 menyebutkan dalam
penggunaan dan pemanfaatan tanah, pemegang hak
atas tanah wajib mengikuti persyaratan yang diatur
dalam peraturan perundang-undangan seperti:
persyaratan Amdal – penjelasan pasal 14.
Pasal 19 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) PP 16 Tahun
2004: pemanfaatan ruang di atas dan di bawah tanah
yang tidak terkait dengan penguasaan tanah dapat
dilaksanakan apabila:
a. Tidak mengganggu penggunaan dan pemanfaatan
tanah yang bersangkutan yang ditunjukkan oleh hasil
studi Amdal;
b. Kegiatan yang mengganggu pemanfaatan tanah
harus mendapat persetujuan pemegang hak atas

49
tanah: pemegang hak atas tanah tidak keberatan
terhadap pemanfaatan ruang di atas dan atau di
bawah tanah karena pemegang hak atas tanah
mempunyai kepentingan terhadap pemanfaatan
ruang tersebut;
c. Kegiatan tersebut harus dilaksanakan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan. i.e. PUU
pertambangan, migas, panas bumi, air tanah dan
rumah susun → terkait dengan Perizinan
4. Amdal dan izin lingkungan pada usaha dan/atau
kegiatan hulu migas
Amanat pengelolaan lingkungan hidup kegiatan usaha
migas tercantum dalam UU 22 Tahun 2001 dan PP 35
Tahun 2004. Berdasarkan ketentuan Pasal 1 dan Pasal 5
UU No 22 Tahun 2001 tentang migas, kegiatan hulu
migas terdiri dari:
a. Survey umum: pengumpulan, analisis dan penyajian
data yang berhubungan dengan informasi kondisi
geologi untuk memperkirakan letak dan potensi
sumber daya minyak dan gas bumi di luar wilayah
kerja;
b. Eksplorasi: kegiatan yang bertujuan memperoleh
informasi mengenai kondisi geologi untuk
menemukan dan memperoleh perkiraan cadangan
minyak dan gas bumi di wilayah kerja yang
ditentukan;
c. Eksploitasi: rangkaian kegiatan yang bertujuan untuk
menghasilkan minyak dan gas bumi dari wilayah
kerja yang ditentukan, yang terdiri atas pengeboran
dan penyelesaian sumur, pembangunan sarana
pengangkutan, penyimpanan dan pengolahan untuk
pemisahan dan pemurnian minyak dan gas bumi di
lapangan serta kegiatan lain yang mendukungnya

50
UU No. 22 Tahun 2001 tentang Migas pada dasarnya
termasuk PUU yang memperhatikan perlindungan fungsi
lingkungan hidup dan prinsip PPLH seperti yang
disebutkan dalam Pasal 44 UU No. 32 Tahun 2009. UU
migas secara tegas menyatakan bahwa salah satu asas
dan tujuan kegiatas migas adalah berwawasan
lingkungan dan tetap menjaga kelestarian lingkungan
hidup. Kegiatan migas berbeda dengan usaha dan/atau
kegiatan lainnya tidak mengenal izin usaha dan/atau
kegiatan migas. Yang dikenal adalah Kontrak Kerjasama
(KKS/PSC) yang berada di bagian awal (hulu) business
process kegiatan migas. Salah satu muatan KKS adalah
ketentuan tentang pengelolaan lingkungan hidup.
Badan usaha atau bentuk usaha migas diwajibakan
untuk tetap menjamin pengelolaan lingkungan hidup
dan mentaati ketentuan PUU dalam kegiatan usaha
migas yang mencakup pencegahan, penanggulangan
dan pemulihan pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup termasuk kewajiban pasca operasi.
Penaatan terhadap ketentuan PUU terkait aspek
pengelolaan lingkungan hidup merupakan salah satu
aspek yang wajib diawasi dalam usaha dan/atau
kegiatan migas.
Jenis perizinan lngkungan untuk migas:
a. Eksplorasi: izin lingkungan proses UKL-UPL dan izin
PPLH. Izin lingkungan wajib diperoleh sebelum
kegiatan eksplorasi migas dilakukan;
b. Produksi dan pasca operasi: izin lingkungan melalui
proses Amdal atau UKL-UPL dan izin PPLH. Izin
lingkungan wajib diperoleh sebelum kegiatan
produksi migas dilakukan;
5. Amdal dan izin lingkungan pada usaha dan/atau kegiatan
ketenagalistrikan

51
Izin usaha untuk penyedian tenaga listrik sebagaimana
disebutkan dalam UU No. 30 Tahun 2009 tentang
Ketenagalistrikan, terdiri dari izin usaha penyediaan
tenaga listrik (Pasal 19 a); dan izin operasi (Pasal 19 b).
Pasal 42 UU No. 30 Tahun 2009 menegaskan bahwa
setiap kegiatan usaha ketenagalistrikan wajib memenuhi
ketentuan yang disyaratkan dalam PUU di bidang
lingkungan hidup. PP 14 Tahun 2012 tentang Kegiatan
Usaha Penyedian Tenaga Listrik menguraikan lebih
lanjut bahwa persyaratan izin usaha dan operasi
tersebut sebagaimana disebutkan dalam Pasal 13 ayat
(1) dan ayat (7) Pasal 29 ayat (1) dan ayat (4) PP
14/2012, yaitu:
a. Persyaratan administratif, teknis dan lingkungan.
b. Persyaratan lingkungan berlaku ketentuan PUU di
bidang PPLH
6. Amdal dan izin lingkungan pada usaha dan/atau
kegiatan pertambangan
Dalam rangka mendukung pembangunan nasional yang
berkesinambungan, tujuan pengelolaan mineral dan
batubara adalah menjamin manfaat pertambangan
mineral dan batubara secara berkelanjutan dan
berwawasan lingkungan hidup sesuai dengan ketentuan
Pasal 3 UU No. 4 Tahun 2009 tentang Mineral. Dengan
asas ini maka, usaha dan/atau kegiatan pertambangan
mineral dan batubara wajib mentaati ketentuan PUU di
bidang PPLH. Uraian di bawah ini akan menjelasakan
beberapa ketentuan dalam PUU pertambangan mineral
dan batubara yang secara tegas mewajibkan usaha
dan/atau kegiatan pertambangan mineral dan batubara
mentaati kenentuan terkait dengan perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup.
Ketentuan-ketentuan terkait dengan kegiatan izin usaha
pertambangan (IUP) Eksplorasi mineral barubara

52
tercantum dalam Pasal 1 UU No. 4 Tahun 2009 dan
Pasal 22 Ayat (2), Pasal 23, Pasal 26, Pasal 29 Ayat
(2)PP No. 23/2010). Berdasarkan ketentuan-ketentuan
tersebut, kegiatan izin usaha pertambangan (IUP)
eksplorasi mineral (logam, bukan logam dan batuan)
dan batubara terdiri dari:
a. Penyelidikan umum: kondisi geologi regional dan
indikasi adanya mineralisasi
b. Eksplorasi: informasi secara terperinci dan teliti
c. Studi kelayakan: kelayakan ekonomis dan teknis
usaha pertambangan, termasuk kelayakan
lingkungan serta perencanaan pasca tambang
Persyaratan IUP Eksplorasi:
a. Administratif;
b. Teknis;
c. Lingkungan; dan
d. Finansial.
Terkait dengan lingkungan hidup adalah pernyataan
untuk mematuhi ketentuan PUU di bidang PPLH, dalam
konteks ini adalah kewajiban untuk memperoleh izin
lingkungan sebelum diterbitkannya IUP Eksplorasi
sesuai dengan ketentuan Pasal 40 ayat (1) UU No. 32
Tahun 2009 tentang PPLH;
Sesuai dengan ketentuan Pasal 1 UU No. 4 Tahun 2009,
IUP operasi produksi adalah izin usaha yang diberikan
setelah selesai pelaksanaan IUP eksplorasi untuk
melakukan tahapan kegiatan operasi produksi. Operasi
produksi adalah tahapan kegiatan usaha pertambangan
yang meliputi:
a. Konstruksi,
b. Penambangan,
c. Pengolahan, pemurnian, termasuk pengangkutan dan
d. Penjualan, serta
e. Sarana pengendalian dampak lingkungan
53
Sesuai dengan hasil studi kelayakan Pasal 26 PP No.
23/2010 menyebutkan bahwa Persyaratan IUP Operasi
Produksi adalah:
a. Administratif;
b. Teknis;
c. Lingkungan; dan
d. Finansial
Persyaratan lingkungan sebagaimana disebutkan di atas
sangat terkait dengan pernyataan kesanggupan untuk
mematuhi ketentuan PUU di bidang PPLH dan
persetujuan dokumen lingkungan hidup sesuai dengan
ketentuan PUU;
Di samping itu di beberapa ketentuan yang tercantum
dalam UU 4 Tahun 2009 dinyatakan bahwa pemegang
IUP dan IUPK wajib menjamin penerapan standar dan
baku mutu lingkungan sesuai dengan karakteristik suatu
daerah (Pasal 97 UU 4/2009). Pemegang IUP dan IUPK
(Pasal 95 UU 4/2009) wajib:
a. Menerapkan kaidah teknik pertambangan yang baik
b. Mematuhi batas toleransi daya dukung lingkungan
Sesuai ketentuan Pasal 96 UU 4/200, dalam penerapan
kaidah teknik pertambangan yang baik, pemegang IUP
dan IUPK wajib melaksanakan:
a. Pengelolaan dan pemantauan lingkungan
pertambangan, termasuk kegiatan reklamasi dan
pasca tambang;
b. Upaya konservasi sumber daya mineral dan
batubara;
c. Pengelolaan sisa tambang dari suatu kegiatan usaha
pertambangan dalam bentuk padat, cair, atau gas
sampai memenuhi standar baku mutu lingkungan
sebelum dilepas ke media lingkungan

54
7. Amdal dan izin lingkungan pada usaha dan/atau
kegiatan perkebunan
Pasal 25 UU No 18/2004 tentang Perkebunan Terkait
Pelestarian Lingkungan Hidup memuat ketentuan-
ketentuan sebagai berikut:
a. Wajib memelihara kelestarian fungsi lingkungan
hidup dan mencegah kerusakannya;
b. Sebelum memperoleh izin usaha perkebunan (a)
wajib, membuat Amdal, (b) analisis dan manajemen
risiko (hasil rekayasa genetik), (c) pernyataan
kesanggupan untuk menyediakan sarana, prasarana,
dan sistem tanggap darurat untuk penanggulangan
kebakaran lahan
c. wajib menerapkan Amdal dan melaksanakan
UKL/UPL dan/atau analisis dan manajemen risiko
lingkungan hidup
d. Tidak ada Amdal atau UKL-UPL, permohonan izin
ditolak
e. Tidak menerapkan Amdal atau RKL/RPL, izin
usahanya, dicabut
8. Amdal dan izin lingkungan pada usaha dan/atau
kegiatan pembudidayaan ikan
Pasal 26 UU No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan:
Setiap orang yang melakukan usaha perikanan (kecuali
nelayan kecil dan/atau pembudi daya ikan kecil)
pembudidayaan dan pengolahan ikan wajib memiliki
surat izin usaha perikanan (SIUP). Pasal 2, Pasal 4 ayat
(1), Pasal 5-Pasal 19 serta Pasal 45 Keputusan Menteri
KKP No. 2/MEN/2004 tentang Perizinan Usaha
Pembudidayaan Ikan pada dasarnya menyebutkan
bahwa salah satu syarat penerbitan izin usaha
perikanan (IUP) pembudidayaan ikan (di air tawar, air
payau dan air laut) adalah Amdal sesuai dengan
ketentuan PUU.

55
9. Amdal dan izin lingkungan pada usaha dan/atau
kegiatan pembangunan gedung
Peraturan perundang-undangan dalam bentuk undang-
undang dan peraturan pemerintah terkait dengan
pembangunan gedung adalah:
a. UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung;
b. PP No. 36 Tahun 2005 tentang Peraturan
Pelaksanaan UU No. 28 Tahun 2002 tentang
Bangunan Gedung.
Pasal 15 UU No. 28 tahun 2002 menyebutkan bahwa
salah satu persyaratan bangunan gedung adalah
persyaratan pengendalian dampak lingkungn bagi
bangunan gedung yang dapat menimbulkan dampak
penting bagi lingkungan. Persyaratan pengendalian
dampak lingkungan tersebut sesuai dengan ketentuan
peraturan perudang-undangan di bidang perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup.
Persyaratan pengendalian dampak lingkungan menjadi
salah satu persyaratan tata bagunan sesuai dengan
ketentuan Pasal 16 PP 36/2005. Setiap bangunan
gedung yang menimbulkan dampak penting harus
didahului dengan menyertakan Amdal (Pasal 26 PP
36/2005). terkait dengan hal tersebut, Pasal 14 ayat (1)
dan (2) serta Pasal 15, PP No. 36 Tahun 2005 secara
tegas menyatakan bahwa setiap orang yang akan
mendirikan bangunan gedung wajib memiliki izin
mendirikan bangunan (IMB). IMB tersebut diterbitkan
oleh pemerintah daerah, kecuali untuk bangunan
gedung fungsi khusus oleh Pemerinatah. Salah satu
persyaratan atau kelengkapan yang dibutuhkan untuk
pengajuan permohonan IMB gedung adalah Amdal;
10. Amdal dan izin Llingkungan pada usaha dan/atau
kegiatan reklamasi pesisir dan pulau-pulai kecil

56
UU 27 Tahun 2007 Pasal 1 ayat (23) tentang
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
menyatakan bahwa reklamasi adalah kegiatan yang
dilakukan oleh orang (orang perseorangan dan/atau
badan hukum) dalam rangka meningkatkan manfaat
sumber daya lahan ditinjau dari sudut lingkungan dan
sosial ekonomi dengan cara pengurugan, pengeringan
lahan atau drainase. Pengaturan tetang reklamasi
dijabarkan lebih lanjut dalam Peraturan Presiden No.
122 Tahun 2012 tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir
dan Pulai-Pulau Kecil. Ketentuan-ketentuan dalam
Perpres No. 122 Tahun 2012, yang terkait dengan
Amdal dan izin lingkungan adalah:
a. Pasal 15: Pemerintah, Pemerintah Daerah dan
setiap orang yang akan melaksanakan reklamasi
wajib memiliki izin lokasi dan izin pelaksanaan
reklamasi;
b. Pasal 18: Permohonan izin pelaksanaan reklamasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 wajib
dilengkapi dengan:
1) Izin lokasi;
2) Rencana induk reklamasi;
3) Iizin lingkungan;
4) Dokumen studi kelayakan teknis dan ekonomi
finansial;
5) Dokumen rancangan detail reklamasi;
6) Metoda pelaksanaan dan jadwal pelaksanaan
reklamasi; dan
7) Bukti kepemilikan dan/atau penguasaan lahan
c. Pasal 19: Izin pelaksanaan reklamasi berlaku untuk
jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun dan dapat
diperpanjang paling lama 5 (lima) tahun dengan
mempertimbangkan metode dan jadwal reklamasi;
d. Pasal 20: Izin pelaksanaan reklamasi dapat dicabut
apabila:

57
1) Tidak sesuai dengan perencanaan reklamasi;
dan/atau
2) Izin lingkungan dicabut
11. Amdal dan izin lingkungan kaitannya dengan izin
pinjam pakai kawasan Hutan;
Izin pinjam pakai kawasan hutan di atur di UU 41
Tahun 1999 tentang Kehutanan, PP No. 24 Tahun
2010 tentang Pengunaan Kawasan Hutan dan
Peraturan MENHUT No. 18 Tahun 2011 Pedoman
Pinjam Pakai Kawasan Hutan. Pasal 38 UU NO. 41
Tahun 1999 Kehutanan, Pasal 4 PP 24 Tahun 2010
dan Pasal 3-4 Peraturan MENHUT No. 18 Tahun 2011
pada dasarnya menyebutkan bahwa penggunaan
kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di
luar kegiatan kehutanan hanya dapat dilakukan untuk
kegiatan yang mempunyai tujuan strategis yang tidak
dapat dielakkan. Peraturan MENHUT No. 18 Tahun
2011 Pasal 13 dan 14 tentang Pedoman Pinjam Pakai
Kawasan Hutan menyebutkan bahwa:
a. Amdal UKL-UPL dan izin lingkungan merupakan
salah satu persyaratan teknis permohonan izin
pinjam pakai kawasan hutan;
b. IUP ekplorasi hutan atau IUP exploitasi migas
merupakan salah satu persyaratan administratif
permohonan izin pinjam pakai kawasan hutan;
Tabel di bawah ini menjelaskan PUU beserta
ketentuan-ketentuannya yang menyebutkan bahwa
Amdal atau UKL-UPL dan izin lingkungan sebagai salah
satu persyaratan izin usaha dan/atau kegiatan di
setiap sektor.

58
Tabel 8. PUU PSDA (sektor) yang terkait dengan
Amdal, UKL-UPL dan izin lingkungan
No Bidang dan PUU Keterangan
Jenis Kegiatan
A. Bidang Multi Sektor

1. Reklamasi • UU 27 Tahun 2007 • UU 27 Tahun 2007 Pasal


Wilayah Pesisir tentang Pengelolaan 1 ayat (23): reklamasi
dan Pulau-Pulau Wilayah Pesisir dan adalah kegiatan yang
Kecil Pulau-Pulau Kecil dilakukan oleh orang
• Peraturan Presiden (orang perseorangan
No. 122 Tahun 2012 dan/atau badan hukum)
tentang Reklamasi di dalam rangka
Wilayah Pesisir dan meningkatkan manfaat
Pulai-Pulau Kecil; sumber daya lahan
• Peraturan Menteri ditinjau dari sudut
Perhubungan No. 52 lingkungan dan sosial
Tahun 2011 tentang ekonomi dengan cara
Pengerukan dan pengurugan,
Reklamasi pengeringan lahan atau
drainase
• Pasal 18 Perpres
122/2012: Permohonan
izin pelaksanaan
reklamasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 15
wajib dilengkapi dengan:
a. Izin lokasi;
b. Rencana induk
reklamasi;
c. Izin lingkungan;
d. Dokumen studi
kelayakan teknis dan
ekonomi finansial;
e. Dokumen rancangan
detail reklamasi;
f. Metoda pelaksanaan
dan jadwal
pelaksanaan
reklamasi; dan
g. Bukti kepemilikan
dan/atau penguasaan
59
No Bidang dan PUU Keterangan
Jenis Kegiatan
lahan;
e. Pasal 20 Perpres
122/2012: Izin
Pelaksanaan
Reklamasi Dapat
Dicabut apabila:
- Tidak sesuai dengan
perencanaan
reklamasi; dan/atau
- Izin lingkungan
dicabut;
• Pasal 18 huruf b angka
4 Peraturan Menteri
Perhubungan No. 52
Tahun 2011: Salah satu
persyaratan pengajuan
permohonan izin
reklamasi adalah hasil
studi Amdal atau sesuai
dengan ketentuan PUU
2. Pemotongan
Bukit dan
Pengurukan
Lahan
3. Pengambilan Air • UU No. 7 Tahun • Pasal 77 ayat (4) PP
Permukaan 2004 tentang 42/2008: Dalam hal
Sumber Daya Air rencana pengembangan
• PP No. 42 Tahun sumber daya air
2008 tentang mempunyai dampak
Pengelolaan Sumber penting terhadap
Daya Air lingkungan
hidup,diberlakukan
ketentuan tentang
analisis mengenai
dampak lingkungan
(Amdal).
4. Pengambilan Air • UU No. 7 Tahun • Pasal 77 ayat (4) PP
Bawah Tanah 2004 tentang 42/2008: Dalam hal
Sumber Daya Air rencana pengembangan
• PP No. 42 Tahun sumber daya air
2008 tentang mempunyai dampak
60
No Bidang dan PUU Keterangan
Jenis Kegiatan
Pengelolaan Sumber penting terhadap
Daya Air lingkungan
• PP No. 43 Tahun hidup,diberlakukan
2008 tentang Air ketentuan tentang
Tanah analisis mengenai
dampak lingkungan
(Amdal).
• Pasal 67 ayat (1) dan
ayat (2) PP 43/2008:
Untuk memperoleh izin
pemakaian air tanah
atau izin pengusahaan
air tanah pemohon wajib
mengajukan
permohonan secara
tertulis kepada
Bupati/Walikota dengan
tembusan kepada
Menteri dan Gubernur.
Salah satu informasi
yang harus dilampirkan
dalam permohonan
tersebut adalah UKL-UPL
atau Amdal sesuai
dengan ketentuan PUU;
5. Pembangunan • UU No. 28 Tahun • Pasal 15 UU No. 28
Bangunan 2002 tentang tahun 2002: Salah satu
Gedung Bangunan Gedung persyaratan bangunan
• PP No. 36 Tahun gedung adalah
2005 tentang persyaratan
Pelaksanaan UU No. pengendalian dampak
28 Tahun 2002 lingkungan bagi
tentang Bangunan bangunan gedung yang
Gedung dapat menimbulkan
• Peraturan Mendagri dampak penting bagi
No. 32 Tahun 2010 lingkungan sesuai
dengan ketentuan PUU
di bidang LH.
• Persyaratan
pengendalian dampak
lingkungan menjadi

61
No Bidang dan PUU Keterangan
Jenis Kegiatan
salah satu persyaratan
tata bagunan sesuai
dengan ketentuan pasal
16 PP 36/2005. Setiap
bangunan bangunan
gedung yang
menimbulkan dampak
penting harus didahului
dengan menyertakan
Amdal (Pasal 26 PP
36/2005).
• Terkait dengan hal
tersebut, Pasal 14 ayat
(1) dan (2) serta Pasal
15, PP No. 36 Tahun
2005 secara tegas
menyatakan bahwa
setiap orang yang akan
mendirikan bangunan
gedung wajib memiliki
izin mendirikan
bangunan (IMB). Salah
satu persyaratan atau
kelengkapan yang
dibutuhkan untuk
pengajuan permohonan
IMB gedung adalah
Amdal;
• Pasal 9 ayat (2) huruf f
Permendagri No
32/2009: Amdal atau
UKL-UPL bagi yang
terkena kewajiban
merupakan salah satu
persyaratan dokumen
adminsitrasi
permohonan IMB;
B. BIDANG PERTAHANAN
1. Pembangunan
Pangkalan TNI
AL
62
No Bidang dan PUU Keterangan
Jenis Kegiatan
2. Pembangunan
Pangkalan TNI
AU
3. Pembangunan
Pusat Latihan
Tempur
C. BIDANG PERTANIAN
1. Budidaya • PP 18 Tahun 2010 • Pasal 11 ayat (1) huruf
Tanaman tentang Usaha (j) PP 18/2010: Untuk
Pangan Budidaya Tanaman mendapatkan izin
usaha.... pemohon harus
memenuhi
persyaratan......j. hasil
analisis mengenai
dampak lingkungan atau
upaya pengelolaan
lingkungan hidup dan
upaya pemantauan
lingkungan hidup sesuai
dengan ketentuan
peraturan perundang-
undangan di bidang
lingkungan hidup;
• Pasal 17 ayat (1) huruf b
PP 18/2010: Pelaku
usaha budidaya
tanaman wajib
melaksanakan upaya
pelestarian sumber daya
alam dan/atau fungsi
lingkungan hidup sesuai
dengan ketentuan PUU.
2. Budidaya • PP 18 Tahun 2010
Tanaman tentang Usaha
Hortikultura Budidaya Tanaman
• UU No. 13 Tahun
2010 tentang
Hortikultura
3. Budidaya • UU No. 18 Tahun Pasal 25 UU 18/2004:
Tanaman 2004 tentang • Wajib memelihara
Perkebunan Perkebunan kelestarian fungsi
63
No Bidang dan PUU Keterangan
Jenis Kegiatan
lingkungan hidup &
mencegah
kerusakannya;
• Sebelum memperoleh
izin usaha perkebunan
(a) Wajib membuat
Amdal, (b) Analisis dan
manajemen risiko (hasil
rekayasa genetik), (c)
Pernyataan
kesanggupan untuk
menyediakan sarana,
prasarana dan sistem
tanggap darurat untuk
penanggulangan
kebakaran lahan
• wajib menerapkan
Amdal dan
melaksanakan UKL/UPL
dan/atau analisis dan
manajemen risiko
lingkungan hidup
• Tidak ada Amdal atau
UKL-UPL, permohonan
izin ditolak
• tidak menerapkan Amdal
atau RKL/RPL, izin
usahanya, dicabut
D. BIDANG PERIKANAN DAN KELAUTAN
1. Usaha Budidaya • UU No. 31 Tahun • Pasal 26 UU No. 31
Perikanan 2004 tentang Tahun 2004 tentang
(Tambak) Perikanan; Perikanan: Setiap orang
2. Usaha Budidaya • Keputusan Menteri yang melakukan usaha
Perikanan KKP No. perikanan (kecuali
Terapung 2/MEN/2004 tentang nelayan kecil dan/atau
Perizinan Usaha pembudidaya ikan kecil)
Pembudidayaan Ikan pembudidayaan dan
pengolahan ikan wajib
memiliki surat izin usaha
perikanan (SIUP);
• Pasal 2, Pasal 4 ayat
64
No Bidang dan PUU Keterangan
Jenis Kegiatan
(1), Pasal 5-Pasal 19
serta pasal 45
Keputusan Menteri KKP
No. 2/MEN/2004
tentang Perizinan Usaha
Pembudidayaan Ikan
pada dasarnya
menyebutkan bahwa
salah satu syarat
penerbitan izin usaha
perikanan (IUP)
pembudidayaan ikan (di
air tawar, air payau dan
air laut) adalah Amdal
sesuai dengan
ketentuan PUU.
E. BIDANG KEHUTANAN
1. Usaha • UU No. 41 Tahun • Pasal 69 PP No. 6/2007:
Pemanfaatan 1999 tentang Pemanfaatan hutan
Hasil Hutan Kehutanan yang kegiatannya dapat
Kayu Dari Hutan • PP No. 6 Tahun 2007 mengubah bentang
Alam tentang Tata Hutan alam dan mempengaruhi
2. Usaha dan Penyusunan lingkungan, diperlukan
Pemanfaatan Rencana Pengelolaan analisis mengenai
Hasil Hutan Hutan serta dampak lingkungan
Kayu Dari Hutan Pemanfaatan Hutan (Amdal) sesuai dengan
Tanaman ketentuan peraturan
perundang-undangan
F. BIDANG PERHUBUNGAN
1. Pembangunan • UU No. 23 Tahun • Pasal 70, ayat (3) huruf
Jalur Kereta Api 2007 tentang e PP 56/2009: Jalur
Perkeretapian; kereta api yang
• PP 56 Tahun 2009 bersambungan harus
tentang memperhatikan aspek
Penyelengaraan keselamatan dan
Perkeretapian keamanan operasi
kereta api, serta
memenuhi persyaratan,
salah satunya adalah
Amdal atau UKL-UPL;
• Pasal 314 ayat (1) huruf
65
No Bidang dan PUU Keterangan
Jenis Kegiatan
b PP 56/2009: Badan
usaha yang telah
memiliki izin usaha
penyelenggaraan
prasarana
perkeretaapian umum
harus melaksanakan
kegiatan:
a. Perencanaan teknis;
b. Analisis mengenai
dampak lingkungan
hidup atau UKL dan
UPL;
c. Pengadaan tanah;
dan
d.Mengajukan izin
pembangunan
prasarana
perkeretaapian umum
sebelum memulai
pelaksanaan
pembangunan fisik.
• Pasal 321 ayat (3) PP
56/2009 huruf f: Salah
satu persyaratan teknis
permohonan izin
pembangunan prasarana
perkeretaapian umum
adalah Amdal atau UKL-
UPL;
• Pasal 355 ayat (1) huruf
b PP 56/2009: Badan
usaha yang telah
memiliki persetujuan
prinsip pembangunan
perkeretaapian khusus
harus melaksanakan
kegiatan:
a. Perencanaan teknis;
b. Analisis mengenai
dampak lingkungan

66
No Bidang dan PUU Keterangan
Jenis Kegiatan
hidup atau UKL dan
UPL; dan
c. Pengadaan tanah
• Pasal 356 ayat (2) huruf
g: Salah satu
persyaratan teknis
permohonan izin
pembangunan prasarana
perkeretaapian khusus
adalah Amdal atau UKL-
UPL;
2. Pembangunan • UU No. 22 Tahun • Pasal 40 ayat 1 huruf e
Terminal 2009 tentang Lalu UU 22 Tahun 2009:
Penunmpang Lintas dan Angkutan Pembangunan terminal
Dan Terminal Umum harus dilengkapi dengan
Barang Amdal;
Transportasi • Penjelasan Pasal 99 ayat
Jalan (1) UU 22/2009: Analisis
dampak lalu lintas dalam
implementasinya dapat
diintegrasikan dengan
analisis mengenai
dampak lingkungan
3. Pengerukan Dan • UU No. 17 Tahun • Pasal 189 UU 17/2008:
Penempatan 2008 tentang Salah satu persyaratan
Hasil Keruk Pelayaran; teknis pengerukan
• PP No. 05 Tahun adalah kelestarian
2010 tentang lingkungan;
Kenavigasian • Pasal 99 ayat 3 huruf b
• Peraturan Menteri dan Pasal 5: Studi
Perhubungan No. 52 kelayakan lingkungan
Tahun 2011 tentang yang dilakukan sesuai
Pengerukan dan dengan ketentuan
Reklamasi peraturan perundang-
undangan di bidang
lingkungan hidup
merupakan salah satu
persyaratan teknis
pengerukan;
• Pasal 4 ayat (1), (2)
huruf b dan Pasal 7:

67
No Bidang dan PUU Keterangan
Jenis Kegiatan
Pekerjaan pengerukan
wajib memenuhi
persyaratan teknis.
Salah satu persyaratan
teknis adalah kelestarian
lingkungan berupa
berupa studi kelayakan
lingkungan yang
dilakukan sesuai dengan
ketentuan PUU di bidang
lingkungan hidup;
• Pasal 11 ayat (2) huruf b
angka 7: Salah satu
persyaratan izin
pengerukan adalah
persyartan teknis, salah
satunya berupa
dokumen Amdal sesuai
dengan ketentuan PUU.
4. Pembangunan • UU No. 17 Tahun • Pasal 80, Pasal 81 dan
Pelabuhan 2008 tentang Pasal 83 PP 61/2009:
Pelayaran; Persyaratan kelestarian
• PP 61 Tahun 2009 lingkungan sebagaimana
tentang Kepelabuhan dimaksud dalam Pasal
80 ayat (3) dan Pasal 81
ayat (3) berupa studi
lingkungan yang
dilakukan sesuai dengan
ketentuan PUU di bidang
lingkungan hidup;
• Pasal 84 PP 61/2009:
Dalam mengajukan
permohonan
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 80 ayat (3)
dan Pasal 81 ayat (3)
harus disertai dokumen
yang terdiri atas:
a. Rencana induk
Pelabuhan;
b. Dokumen kelayakan;

68
No Bidang dan PUU Keterangan
Jenis Kegiatan
c. Dokumen desain
teknis; dan
d. Dokumen lingkungan
• Pasal 94 PP 61/2009:
Sistem pengelolaan
lingkungan hidup
merupakan salah satu
persyaratan izin
pengoperasian
pelabuhan.
• Pasal 117 PP 61/2009:
Persyaratan kelestarian
lingkungan berupa studi
lingkungan yang
dilakukan sesuai dengan
ketentuan PUU di bidang
lingkungan hidup
merupakan salah satu
persyaratan izin
pembangunan terminal
khusus;
• Pasal 120 PP 61/2009:
Laporan pelaksanaan
kajian lingkungan
merupakan salah satu
syarat izin
pengoperasian terminal
khusus;
• Pasal 136 ayat (2) huruf
h PP 61 Tahun 2009:
Studi lingkungan yang
telah disahkan oleh
pejabat yang berwenang
sesuai dengan
ketentuan PUU
merupakan salah satu
syarat persetujuan
pengelolaan terminal
untuk kepentingan
sendiri.

69
No Bidang dan PUU Keterangan
Jenis Kegiatan
5. Pembangunan • UU No. 1 Tahun • Pasal 215 ayat (2) huruf
Bandar Udara 2009 tentang e dan Pasal 247 UU
Penerbangan; 1/2009: Kelestarian
• PP No. 40 Tahun lingkungan merupakan
2012 tentang salah satu persyaratan
Pembangunan dan izin mendirikan
Pelestarian bangunan bandar udara
Lingkungan Hidup dan bandar udara
Bandar Udara khusus;
• Penjelasan Pasal 215
ayat ayat (2) huruf e UU
1/2009: Persyaratan
mengenai kelestarian
lingkungan ditunjukkan
dengan adanya studi
analisis mengenai
dampak lingkungan
(Amdal), kerangka
acuan andal (KA-
ANDAL), analisis dampak
lingkungan (ANDAL),
rencana pengelolaan
lingkungan (RKL),
rencana pemantauan
lingkungan (RPL), upaya
pengelolaan lingkungan
atau upaya pemantauan
lingkungan (UKL-UPL),
atau dokumen
pengelolaan dan
pemantauan lingkungan
hidup (DPPL) yang
merupakan dokumen
untuk terpenuhinya
persyaratan kelestarian
lingkungan.
• Pasal 12 huruf e PP
40/2012: Kelestarian
lingkungan merupakan
salah satu persyaratan
penerbitan izin

70
No Bidang dan PUU Keterangan
Jenis Kegiatan
mendirikan bangunan
bandar udara;
• Pasal 18 PP 40/2012:
Kelestarian lingkungan
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 12 huruf e,
merupakan izin
lingkungan sesuai
dengan ketentuan PUU
dibidang PPLH;
• Pasal 20 huruf e PP 40
Tahun 2010: Izin
lingkungan salah satu
lampiran permohonan
izin mendirikan
bangunan bandar udara
G. BIDANG TEKNOLOGI SATELIT
1. Pembangunan UU No. 21 Tahun 2013 • Pasal 48 UU 21/2013:
dan tentang Keantariksaan Membangun bandar
Pengoperasian antariksa wajib memiliki
Bandar Amdal yang diatur
Antariksa sesuai dengan
2. Pembangunan ketentuan PUU;
Fasilitas • Pasal 87 dan pasal 88
Peluncuran UU 21/2013: Pelestarian
Roket Di Darat lingkungan
Dan Tujuan
Lainnya
3. Pembangunan
Fasilitas
Pembuatan
Propelan Roket
4. Pabrik Roket

5. Pembangunan
fasilitas uji
static dan
fasilitas
peluncuran
roket

71
No Bidang dan PUU Keterangan
Jenis Kegiatan
H. BIDANG PERINDUSTRIAN
1. Industri Semen • UU No. 5 Tahun • Pasal 21 UU 5/1984:
1984 tentang Kewajiban perusahan
2. Industri Pulp Perindustrian; industri untuk mencegah
Dan Kertas • PP No. 13 Tahun pencemaran dan
Yang 1995 tentang Izin kerusakan lingkungan
Terintegrasi Usaha Industri hidup;
Dengan Hutan • Perindustrian No. • Pasal 5 ayat (2) huruf d
Tanaman 41/MIND/PER/6/200 Peraturan Menteri
Industri 8 tentang Ketentuan Perindustrian No. 41/M-
3. Industri dan Tata Cara Izin IND/PER/6/2008: Amdal
Petrokimia Hulu Usaha Industri, Izin atau UKL-UPL
4. Kawasan Perluas dan Tanda merupakan salah satu
Industri Daftar Perusahaan persyaratan Izin Usaha
5. Industri Industri; Industri dengan
Galangan Kapal • PP No. 24 Tahun Persetujuan Prinsip
2009 tentang untuk Perusahaan
6. Industri
Kawasan Industri Industri;
Propelan,
• Pasal 13 PP 24/2009:
Amunisi Dan
Amdal menjadi salah
Bahan Peledak
satu persyaratan izin
7. Industri
kawasan industri;
Peleburan
• Pasal 23 ayat (1) PP
Timah Hitam
24/2009: Perusahaan
8. Kegiatan
industri di dalam
Industri Yang kawasan industri wajib
Tidak Termasuk
memiliki upaya
Angka 1-7 pengelolaan lingkungan
dan upaya pemantauan
lingkungan.
I. BIDANG PEKERJAAN UMUM
1. Pembangunan • UU No. 7 Tahun • Pasal 77 ayat (4) PP
Bendungan/Wa 2004 tentang 42/2008: Dalam hal
duk atau Jenis Sumber Daya Air rencana pengembangan
Tampungan Air • PP No. 42 Tahun sumber daya air
lainnya 2008 tentang mempunyai dampak
Pengelolaan Sumber penting terhadap
Daya Air; lingkungan hidup,
• PP No. 37 Tahun diberlakukan ketentuan
2010 tentang tentang analisis
Bendungan mengenai dampak

72
No Bidang dan PUU Keterangan
Jenis Kegiatan
lingkungan (Amdal).
• Pasal 1 angka 15 PP
37/2010: Dokumen
pengelolaan lingkungan
hidup: Amdal atau UKL-
UPL;
• Pasal 2 PP 37/2010:
Kelayakan lingkungan
merupakan salah satu
aspek yang diperhatikan
dalam penyelenggaran
pembangunan
bendungan;
• Pasal 15 ayat (3) huruf c
PP 37/2010: Dokumen
pengelolaan LH
merupakan salah satu
persyaratan teknis
permohonan persetuju-
an prinsip pembangunan
bendungan;
• Pasal 19 ayat (1) PP
37/2010: Perencanaan
pembangunan
bendungan sebagai-
mana dimaksud dalam
Pasal 7 huruf b meliputi:
a. Studi kelayakan;
b. Penyusunan desain;
dan
c. Studi pengadaan
tanah;
• Pasal 21 Studi kelayakan
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 19 ayat (1)
huruf a didahului
dengan pra-studi
kelayakan. Studi
kelayakan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
harus disertai dengan

73
No Bidang dan PUU Keterangan
Jenis Kegiatan
studi analisis mengenai
dampak lingkungan;
• Pasal 30 ayat 2 huruf c
PP 37/2010: Dokumen
pengelolaan LH
merupakan salah satu
persyaratan teknis izin
pelaksanaan kontruksi
bendungan;
• Pasal 36 ayat 3 PP
37/2010: Dalam
pelaksanaan konstruksi
dilakukan rencana
pemantauan lingkungan
dan rencana
pengelolaan lingkungan.
2. Daerah Irigasi • UU No. 7 Tahun
2004 tentang
Sumber daya Air
• PP No. 20 Tahun
2006 tentang Irigasi
3. Pengembangan
Rawa:
Reklamasi Rawa
untuk
Kepentingan
Irigasi

4. Pembangunan
Pengaman
Pantai dan
Perbaikan
Muara Sungai
5. Normalisasi • UU No. 7 Tahun
Sungai 2004 tentang
(Termasuk Sumber daya Air;
Sudetan) Dan • PP 38 Tahun 2011
Pembuatan tentang Sungai
Kanal Banjir
6. Pembangunan • UU No. 38 Tahun • Pasal 24 ayat (2) PP
Dan/Atau 2004 tentang Jalan; 15/2005: Persiapan
74
No Bidang dan PUU Keterangan
Jenis Kegiatan
Peningkatan • PP No. 15 Tahun pengusahaan mencakup
Jalan Tol 2005 tentang Jalan pelaksanaan prastudi
Tol kelayakan finansial,
studi kelayakan dan
analisis mengenai
dampak lingkungan;
• Pasal 25 PP 15/2005:
Studi kelayakan dan
analisis mengenai
dampak lingkungan
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 24 ayat (2)
dilakukan untuk
mengevaluasi kelayakan
proyek dari aspek teknis,
ekonomi dan finansial
serta lingkungan.
Analisis mengenai
dampak lingkungan
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) mencakup
kegiatan pengkajian
dampak-dampak
lingkungan yang
mungkin terjadi akibat
adanya rencana
kegiatan pembangunan
jalan tol. Hasil kegiatan
studi kelayakan dan
analisis mengenai
dampak lingkungan
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dijadikan
dasar dalam proses
pelelangan;
• Pasal 26 PP 15/2005:
Kegiatan analisa
kelayakan finansial,
studi kelayakan dan
analisis mengenai
dampak lingkungan

75
No Bidang dan PUU Keterangan
Jenis Kegiatan
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 24 ayat (2)
dilaksanakan oleh BPJT.
7. Pembangunan • UU No. 38 Tahun • Pasal 102 ayat (1) dan
Dan/Atau 2004 tentang Jalan; ayat (5) PP 34/2006:
Peningkatan • PP 34 Tahun 2006 Jalan umum
Pelebaran Jalan tentang Jalan. dioperasikan setelah
ditetapkan memenuhi
persyaratan laik fungsi
jalan umum secara
teknis dan administratif
sesuai dengan pedoman
yang ditetapkan oleh
Menteri terkait. Suatu
ruas jalan umum
dinyatakan laik fungsi
secara administratif
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) apabila
memenuhi persyaratan
administrasi
perlengkapan jalan,
status jalan, kelas jalan,
kepemilikan tanah ruang
milik jalan, leger jalan
dan dokumen analisa
mengenai dampak
lingkungan (AMDAL).
8. Pembangunan
Subway/
Underpass,
Terowongan/
Tunnel, Jalan
Layang/Flyover,
Jembatan
9. Persampahan, • UU No. 18 Tahun • Pasal 21 ayat (1) huruf b
I.E. TPA, 2008 tentang PP 16/2005: Lokasi
Transfer Pengelolaan tempat pengumpulan
Station, Sampah; dan pengolahan sampah
Instalasi • Peraturan serta TPA, wajib
Pengolahan Pemerintah Nomor memperhatikan: hasil

76
No Bidang dan PUU Keterangan
Jenis Kegiatan
Sampah 81 Tahun 2012 kajian analisis mengenai
Terpadu, tentang Pengelolaan dampak lingkungan
Composting Sampah Rumah • Pasal 7 ayat (1) dan
Plan Tangga dan Sampah ayat (2) huruf c, Pasal
Sejenis Sampah 11 ayat (1) Peraturan
Rumah Tangga Menteri PU 03/2013:
• PP 16 Tahun 2005 Kajian lingkungan
tentang merupakan bagian dari
Pengembangan studi kelayakan kegiatan
Sistem Penyediaan penyediaan prasarana
Air Minum; dan sarana
• Peraturan Menteri PU persampahan yang
NO. 03/PRT/M/ 2013 menggunakan teknologi
tentang pengolahan dan
Penyelenggaraan pemrosesan akhir
Prasarana dan berupa proses biologi,
Sarana Persampahan termal atau teknologi
dalam Penanganan lain dengan kapasitas
Sampah Rumah lebih besar dari 100
Tangga dan Sampah ton/hari. Kajian
Sejenis Sampah lingkungan didasarkan
Rumah Tangga atas studi Amdal atau
UKL-UPL;
10. Air Limbah • PP 16 Tahun 2005
Domestik I.E. tentang
IPLT, IPAL, Pengembangan
Sistem Sistem Penyediaan
Perpipaan Air Air Minum;
Limbah
11. Pembangunan
Saluran
Drainase Primer
Dan/Atau
Sekunder
12. Jaringan Air • PP 16 Tahun 2005 • Pasal 5 ayat (5) huruf b
Bersih (Jaringan tentang dan Pasal 6 Peraturan
Distribusi Dan Pengembangan Menteri PU No. 7/2013:
Transmisi) Sistem Penyediaan Izin prinsip dasar untuk
Air Minum; pelaksanaan Amdal atau
• Peraturan Menteri PU UKL-UPL SPAM. Amdal
No. 7/PRT/M/2013 atau UKL-UPL salah satu

77
No Bidang dan PUU Keterangan
Jenis Kegiatan
tentang Pedoman persyaratan untuk
Pemberian Izin mendapatkan izin
Penyelenggaraan penyelenggaraan
Pengembangan pengembangan sistem
Sistem Penyediaan penyediaan air minum
Air Minum Oleh (SPAM);
Badan Usaha dan
Masyarakat Untuk
Memenuhi
Kebutuhan Sendiri
J. BIDANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PEMUKIMAN
1. Pembangunan • UU No. 1 Tahun • Pasal 66 ayat 7 huruf c
Perumahan Dan 2011 tentang UU No. 1/2011:
Kawasan Perumahan dan Penetapan lokasi
Permukiman Kawasan pembangunan
Dengan Permukiman lingkungan hunian baru
Pengelola sebagaimana dimaksud
Tertentu pada ayat (5) dilakukan
berdasarkan hasil studi
kelayakan;
a. Rencana pembangunan
perkotaan atau
perdesaan;
b. Rencana penyediaan
tanah; dan
c. Analisis mengenai
dampak lalu lintas dan
lingkungan
K. BIDANG ESDM
K-1 MINERAL BATUBARA
1. Eksploitasi • UU No. 4 Tahun • Ketentuan-ketentuan
(Operasi 2009 tentang Mineral terkait dengan Kegiatan
Produksi) dan Batu Bara; izin usaha
Mineral dan • PP 23 Tahun 2010 pertambangan (IUP)
Batubara tentang Pelaksanaan eksplorasi mineral batu
2. Eksploitasi Kegiatan Usaha bara tercantum dalam
(Operasi Pertambangan Pasal 1 UU No. 4 Tahun
Produksi) Mineral Batubara 2009 dan Pasal 22 Ayat
Batubara (2), Pasal 23, Pasal 26,
3. Eksploitasi Pasal 29 Ayat (2)PP No.
(Operasi 23/2010;
78
No Bidang dan PUU Keterangan
Jenis Kegiatan
Produksi) • Persyaratan IUP
Mineral Logam eksplorasi: administratif,
4. Eksploitasi teknis, lingkungan; dan
(Operasi finansial. Terkait dengan
Produksi) lingkungan hidup adalah
Mineral Bukan pernyataan untuk
Logam mematuhi ketentuan
5. Pengolahan dan PUU di bidang PPLH;
Pemurnian • Persyaratan IUP operasi
produksi adalah:
Administratif, teknis,
lingkungan; dan
finansia. Persyaratan
lingkungan sebagaimana
disebutkan di atas
sangat terkait dengan
pernyataan
kesanggupan untuk
mematuhi ketentuan
PUU di bidang PPLH dan
persetujuan dokumen
lingkungan hidup sesuai
dengan ketentuan PUU
6. Eksploitasi
(Operasi
Produksi)
Mineral
Radioaktif
7. Penambangan
di Laut
8. Penempatan
Tailing Di
Bawah Laut
K-2 MIGAS
1. Eksploitasi • UU No. 22 Tahun Pasal 11 ayat 3 huruf k UU
MIGAS Serta 2001 tentang Minyak 22/2001 dan Pasal 26
Pengembangan dan Gas; huruf k PP 35/2004 : Salah
Produksi Di • PP No. 35 Tahun satu muatan kontrak
Darat, Laut, 2004 tentang kerjasama (KKS/PSC):
Pipanisasi Migas Kegiatan Usaha Hulu ketentuan pengelolaan
Dan BBM, MIGAS lingkungan hidup
79
No Bidang dan PUU Keterangan
Jenis Kegiatan
Pembangunan
Kilang (LPG,
LNG Dna Minyak
Bumi), Kilang
Minyak
Pelumas, CBM
K- KETENAGA LISTRIKAN
3
1. Pembangunan • UU No. 30 Tahun • Izin usaha untuk
Jaringan 2009 tentang penyedian tenaga listrik:
Transmisi Ketenagalistrikan izin usaha penyediaan
2. a. Pembangunan • PP 14 Tahun 2012 tenaga listrik dan izin
PLTD/PLTG/P tentang Kegiatan operasi (Pasal 19 a dan
LTU/ PLTGU Usaha Penyedian b UU 30/2009);
b. c. PLTP Tenaga Listrik • Pasal 42 UU 30/2009:
d. e. PLTA Setiap kegiatan usaha
f. g. PLTS ketenagalistrikan wajib
h. i. Pembangkit memenuhi ketentuan
Listrik Lain yang disyaratkan dalam
PUU di bidang
lingkungan hidup;
• Persyaratan izin usaha
penyediaan tenaga listrik
dan izin operasi adalah
(a) Persyaratan
administratif, teknis dan
lingkungan. (b)
Persyaratan lingkungan
berlaku ketentuan PUU
di bidang PPLH (Pasal 13
ayat (1) dan ayat (7)
Pasal 29 ayat (1) dan
ayat (4) PP 14/2012)
K-4 ENERGI BARU DAN TERBAHARUKAN (EBT)
1. Eksploitasi • UU No. 27 Tahun • Pasal 16 ayat 1 PP
Panas Bumi 2003 tentang Panas 59/2007: Pemegang IUP
Bumi; dapat melakukan
• PP 59 Tahun 2007 Eksploitasi setelah
tentang Kegiatan menyelesaikan studi
Usaha Panas Bumi; kelayakan serta telah
mendapat keputusan
80
No Bidang dan PUU Keterangan
Jenis Kegiatan
kelayakan lingkungan
berdasarkan hasil kajian
Amdal atau UKL-UPL
sesuai dengan
ketentuan PUU di bidang
LH;
• Pasal 31 PP 59/2007:
Keputusan kelayakan LH
berdasarkan hasil kajian
Amdal atau UKL-UPL
dilampirkan dalam
laporan hasil studi
kelayakan yang
disampaikan oleh
pemegang IUP kepada
Menteri, Gubernur atau
Bupati/Walikota sesuai
dengan kewenangannya
sebelum melakukan
eksploitasi;
• Pasal 55 PP 59/2007:
Kewajiban pemegang
IUP untuk memenuhi
kinerja perlindungan LH;
2. Pembangunan
Kilang Biofuel
L. BIDANG PARIWISATA
1. Kawasan
Pariwisata dan
Taman Rekreasi
2. Lapangan Golf
M. BIDANG KETENAGA NUKLIRAN
1. Pembangunan • UU No. 10 Tahun • Pasal 12 ayat (2) huruf h
Dan 1997 tentang PP 43/2006: Keputusan
Pengoperasian Ketenaganukliran kelayakan lingkungan
Reaktor Daya • PP 43 Tahun 2006 hidup dari instansi yang
Dan Non Daya tentang Perizinan bertanggung jawab
Reaktor Nuklir; merupakan salah satu
• PP 54 Tahun 2012 persyaratan
tentang Keselamatan permohonan izin
dan Keamanan konstruksi;
81
No Bidang dan PUU Keterangan
Jenis Kegiatan
Instalasi Nuklir • Pasal 15 ayat (2) huruf g
PP 43/3006: Dokumen
laporan pelaksanaan
pengelolaan lingkungan
dan pemantauan
lingkungan merupakan
salah satu persyaratan
permohonan izin
komisioning;
• Pasal 18 ayat (2) huruf c
PP 43/3006: Dokumen
laporan pelaksanaan
pengelolaan lingkungan
dan pemantauan
lingkungan merupakan
salah satu persyaratan
permohonan izin
operasi;
• Pasal 21 ayat (5) huruf l
PP 43/2006: Keputusan
kelayakan lingkungan
hidup dari instansi yang
bertanggung jawab
merupakan salah satu
persyaratan teknis
permohonan izin
gabungan (izin
konstruksi, izin
komisioning, dan izin
operasi).
• Pasal 5 dan 7 PP 54
Tahun 2012: Pemegang
izin wajib melakukan
pemantauan tapak
instalasi nuklir pada
tahap konstruksi,
komisioning, operasi dan
dekomisioning.
Pemantauan tapak
wajib dilaksanakan
sesuai dengan RKL-RPL;

82
No Bidang dan PUU Keterangan
Jenis Kegiatan
2. Pembangunan • UU No. 10 Tahun
Dan 1997 tentang
Pengoperasian Ketenaganukliran
Instalasi Nuklir
Non Reaktor
(INRR)
3. Pembangunan • UU No. 10 Tahun • Pasal 20 PP 29/2008:
Dan 1997 tentang Persyaratan khusus
Pengoperasian Ketenaganukliran pengelolaan limbah
Instalasi Limbah • PP No. 29 Tahun radioaktif sebagaimana
Radioaktif 2008 tentang dimaksud dalam Pasal
Perizinan 17 ayat (2) huruf
Pemanfaatan Sumber c,untuk kegiatan:
Radiasi Pengion dan a. Konstruksi: keputusan
Bahan Nuklir kelayakan lingkungan
hidup dari instansi
yang bertanggung
jawab di bidang
lingkungan hidup;
b. Operasi: laporan
pelaksanaan
pengelolaan dan
pemantauan
lingkungan selama
komisioning
c.Pasal 66 ayat (1) huruf
l PP 29/2008:
Pemegang izin
berkewajiban untuk
melaksanakan rencana
pengelolaan
lingkungan dan
rencana pemantauan
lingkungan
4. Produksi • UU No. 10 Tahun • Pasal 19 PP 29/2008:
Radioisotop 1997 tentang Persyaratan khusus
Ketenaganukliran produksi radioisotop
• PP No. 29 Tahun sebagaimana dimaksud
2008 tentang dalam Pasal 17 ayat (2)
Perizinan huruf b, untuk kegiatan:

83
No Bidang dan PUU Keterangan
Jenis Kegiatan
Pemanfaatan Sumber a. Konstruksi, meliputi:
Radiasi Pengion dan keputusan kelayakan
Bahan Nuklir lingkungan hidup dari
instansi yang
bertanggung jawab di
bidang lingkungan
hidup;
b. Komisioning: laporan
pelaksanaan
pengelolaan dan
pemantauan
lingkungan hidup
selama konstruksi;
c. Operasi, meliputi:
laporan pelaksanaan
pengelolaan dan
pemantauan
lingkungan hidup
selama komisioning
• Pasal 66 ayat (1) huruf l
PP 29/2008: Pemegang
izin berkewajiban untuk
melaksanakan rencana
pengelolaan lingkungan
dan rencana
pemantauan
N. BIDANG PP 18 Tahun 1999 • Pasal 43 ayat (1), ayat
PENGELOLAAN tentang Pengelolaan (2) dan ayat (3), Pasal
LB3 LB3 44 ayat (2), Pasal 45
a. Industri Jasa ayat (1), Ayat (2) dan
Pengelolaan ayat (3), ayat (4), Pasal
LB3 46 ayat (2), ayat (3) dan
ayat (4) PP 18/1999:
b. Pemanfaatan
Memuat ketentuan
LB3 terkait dengan
c. Pengolahan kewajiban memiliki
LB3 Amdal terkait dengan
d. Penimbunan pengelolaan LB3 dan
LB3 persyaratan izin LB3.

84
B. Keterkaitan Amdal UKL-UPL serta Perizinan lainnya
dengan PUU Daerah
Kebijakan Amdal pada awalnya menetapkan bahwa proses
Amdal hanya diterapkan dan diawasi pelaksanaannya oleh
tingkat pusat (secara sektoral) dan tingkat propinsi saja.
Sejalan dengan kebijakan otonomi daerah, pada
perkembangannya proses Amdal kemudian dilaksanakan
pula oleh Pemerintah Kota dan Kabupaten. Sementara itu,
di tingkat pusat yang semula kewenangannya berada pada
14 (empat belas) departemen sektoral menjadi hanya di
satu instansi pusat saja yaitu di KLH. Hal ini telah diuraikan
pada paparan mengenai perkembangan Amdal di
Indonesia pada bagian sebelumnya.
Pada saat ini kebijakan Amdal mengikuti pola-pola sebagai
berikut:
1. Pemberian kewenangan pelaksanaan Amdal yang lebih
besar kepada Pemerintah Daerah.
2. Kewajiban pelibatan masyarakat dalam Amdal.
3. Penerapan valuasi ekonomi dalam Amdal.
4. Peningkatan kualitas penyusun Amdal.
5. Peningkatan kualitas penilai Amdal.
6. Persyaratan RKL/RPL dalam ketentuan izin.
7. Kebijakan pelaksanaan UKL-UPL
8. Penetapan baku mutu limbah tertentu
Berdasarkan kebijakan tersebut kemudian proses penilaian
Amdal lebih banyak dilimpahkan kepada pemerintah
kabupaten dan kota. Memang masih banyak hal-hal yang
kurang tepat dalam pelaksanaan Amdal di daerah saat ini.
Namun demikian hal ini harus dipandang sebagai suatu
tantangan daripada suatu kelemahan. Kebijakan
desentralisasi pelaksanaan Amdal saat ini memberikan

85
kewenangan dan pengawasan kepada daerah yang
dilandaskan pada berbagai argumentasi sebagai berikut:
1. Daerah dipandang lebih tahu kondisi lingkungan di
daerahnya masing-masing yang memiliki kedekatan
secara geografis;
2. Dengan kedekatan tersebut, harapannya pengawasan
akan lebih efektif dilakukan oleh daerah;
3. Upaya desentralisasi ini mendorong masyarakat
setempat terlibat aktif dalam pengambilan keputusan
yang berkaitan dengan eksploitasi sumber daya alam
yang dimilikinya;
4. Pada akhirnya, proses Amdal diharapkan dapat
mempromosikan transparansi dan akuntabilitas dalam
sistem kepemerintahan di daerah.
Untuk mengakomodasi kebijakan otonomi pemerintahan
ini, telah ditetapkan pengaturan pembagian kewenangan
antara Pemerintah Pusat, Propinsi dan Kabupaten/Kota
sesuai dengan Keputusan Menteri LH No. 41 tahun 2000.
Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengantisipasi
kebijakan di atas, beberapa diantaranya adalah melalui
peningkatan kualitas penyelenggaraan Amdal yang
mencakup penguatan komisi penilai Amdal, akreditasi
penyelenggara pelatihan Amdal dan sertifikasi personil
penyusun Amdal.
Kriteria pembentukan komisi penilai Amdal di Kabupaten
dan Kota:
1. SDM dengan sertifikat dasar Amdal dan/atau penyusun
Amdal dan/atau penilai Amdal, di instansi yang
menjalankan tugas dan fungsi komisi penilai;
2. Tenaga ahli sekurang-kurangnya: biogeofisik-kimia,
ekonomi, sosial, budaya, kesehatan, perencanaan
pembangunan/wilayah dan lingkungan sebagai anggota
komisi penilai;
3. Organisasi lingkungan/LSM yang bergerak di bidang
lingkungan hidup;
86
4. Memiliki sekretariat komisi penilai;
5. Kemudahan akses ke laboratorium.
Diagram di bawah ini menggambarkan posisi izin
lingkungan dan izin-izin lainnya yang terkait :

Izin Lingkungan
Izin Lokasi Izin PPLH Izin Usaha
(SPPT, SPPL (Izin Dumping dll) (IUP, IMB dll)
dll)

Proses Amdal sampai terbitnya izin LH Proses pengurusan izin usaha

Gambar 7. Izin lingkungan dan perizinan lainnya terkait Amdal


(Sumber: Andreas Pramudianto 2012)
Dari gambar 6 nampak bahwa ada 3 (tiga) kemungkinan
izin yang diterbitkan terkait dengan izin lingkungan yaitu :
1. Izin yang harus diurus terlebih dahulu sebelum
memperoleh izin lingkungan. Contohnya adalah izin
lokasi yang dapat berupa surat izin pemanfaatan dan
penggunaan tanah (SPPT);
2. Izin yang harus diurus bersamaan dengan izin
lingkungan. Contohnya adalah izin HO;
3. Izin yang harus diurus setelah terbitnya izin lingkungan.
Contohnya adalah izin usaha seperti izin usaha
pertambangan (IUP).
Sebagai catatan mengenai penerapan izin di atas, tidak
selalu konsisten dikarenakan beragamnya bentuk izin-izin
yang diterbitkan di daerah. Sebagai contoh, izin HO di
beberapa daerah pengurusannya tidak terkait dengan

87
dokumen Amdal. Bahkan sekarang banyak daerah
menerapkan apa yang dikenal sebagai izin terpadu yang
pengurusan izinnya berada dalam satu pintu.
Contoh kasus : Implementasi kewenangan Pemerintah
Daerah dalam pemberian izin gangguan di Kabupaten
Bogor
Studi Kasus PT. Prasadha Pamunah Limbah Industri:
(Sumber: Jurnal Penelitian Hukum “Legalitas” Vol. V No. 1
Januari – Juni 2004 : 1 - 25)
Berkaitan dengan keberadaan PT. Prasadha Pamunah
Limbah Industri (PPLI), yang bergerak dalam bidang
pengelolaan limbah industri B3, yang berlokasi di Desa
Nambo, Kecamatan Cileungsi, Kabupaten Bogor, dimana
yang bersangkutan telah memperoleh persetujuan studi
Amdal berdasarkan Keputusan Kepala Bapedal No.
Kep.36/Bapedal/07/1993, sehingga beranggapan tidak
perlu memperoleh izin gangguan dari Pemerintah Daerah
setempat. Dimana anggapan PPLI ini didasarkan pada
Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 7 Tahun 1993,
yang menyatakan bahwa badan usaha yang telah memiliki
Amdal, tidak wajib memiliki izin gangguan.
Adapun menurut Peraturan Daerah Kabupaten Bogor
Nomor 25 Tahun 1998 Pasal 10 ayat (2) dinyatakan bahwa
bagi setiap orang pribadi atau badan yang sudah membuat
dokumen analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal)
diwajibkan mengajukan izin gangguan HO kepada
Pemerintah Kabupaten Bogor.
PT. PPLI selaku badan usaha yang bergerak dalam bidang
pengelolaan limbah B3 yang berlokasi di Kabupaten Bogor,
telah memperoleh beberapa perizinan terkait dengan
pelaksanaan usahanya dan menolak untuk memperoleh
izin gangguan tersebut, sehingga menimbulkan
pertentangan antara peraturan perundang-undangan
tersebut yang tingkatannya masing-masing berbeda.

88
Terkait dengan kebedaan perizinan yang telah dimiliki oleh
PT. PPLI, kedudukannya berada di atas Peraturan Daerah
Kabupaten Bogor Nomor 25 Tahun 1998 berdasarkan
Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004; sehingga
keberadaan Keputusan Presiden Nomor 117 Tahun 1999
dan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 7 Tahun
1993, menjadi lemah apabila dihadapkan dengan Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004 tersebut.

Permasalahan yang diangkat:


1. Peraturan perundang-undangan mana yang lebih kuat
kedudukannya antara Hinder-Ordonnantie dengan
Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 7 Tahun 1993?
2. Terkait dengan HO dan Peraturan Menteri Dalam Negeri
No. 7 Tahun 1993, instansi manakah yang berwenang
memberikan izin pengelolaan limbah B3?
3. Bagaimana kekuatan hukum perizinan pengelolaan
limbah cair B3 yang diberikan kepada PT. PPLI ditinjau
berdasarkan peraturan perundang-undangan tentang
lingkungan hidup ?
Penyelesaian masalah:
1. Sebagai suatu peraturan perundang-undangan dari
zaman Hindia Belanda yang diberlakukan di zaman
Negara Republik Indonesia, maka kedudukan suatu
Ordonnantie diletakan setingkat dengan undang-undang
(demikian juga wet, dan Algemeen Maatregel van
Bestuur). Dengan demikian Ordonnantie Stb. 1926-226
merupakan suatu peraturan perundang-undangan yang
mempunyai kedudukan (hierarkhi) yang lebih tinggi
dibandingkan dengan kedudukan suatu Peraturan
Pemerintah, maupun Keputusan Presiden (hal ini dapat
dilihat dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan
Rakyat Nomor 11I/MPR/2000 tentang Sumber Hukum
dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan).

89
Dalam Pasal 4 ayat (1) Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Nomor III/MPR/2000 tersebut
dirumuskan sebagai berikut : "Sesuai dengan tata
urutan peraturan perundang-undangan ini, maka aturan
hukum yang lebih rendah tidak boleh bertentangan
dengan aturan hukum yang lebih tinggi".
Berdasarkan ketentuan Pasal 4 (1) tersebut, maka
ketentuan dalam ordonnantie gangguan Stb.1926-226
tidak dapat dikesampingkan oleh ketentuan dalam
Keputusan Presiden Nomor 117 Tahun 1999 ataupun
Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 7 Tahun 1993,
oleh karena hierarki suatu ordonnantie adalah setingkat
dengan undang-undang, sehingga hierarkinya lebih
tinggi dari suatu Keputusan Presiden atau Keputusan
Menteri.
Ordonnantie gangguan Stb. 1926-226 tidak
merumuskan apa yang dimaksudkan dengan izin
gangguan, walaupun demikian dalam penjelasan Pasal 4
ayat (2) huruf c Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun
2001 tentang Retribusi Daerah, merumuskan bahwa,
"izin gangguan adalah pemberian izin tempat
usaha/kegiatan kepada orang pribadi atau badan di
lokasi tertentu yang dapat menimbulkan bahaya,
kerugian dan gangguan, tidak termasuk tempat
usaha/kegiatan yang telah ditentukan oleh Pemerintah
Pusat atau Pemerintah Daerah".
Dengan demikian, maka PT. PPLI terkena kewajiban
untuk mengurus dan memperoleh perizinan gangguan
dari Pemerintah Kabupaten Bogor berdasarkan
Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 25 Tahun
1998.
2. Keterkaitan antara undang-undang izin gangguan/HO
dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 7

90
Tahun 1993 adalah bahwa di dalam penyelenggaraan
usaha dan/atau kegiatan yang dikatagorikan sebagai
kegiatan industri yang mengambil bahan material,
bahan baku menjadi barang dengan nilai lebih tinggi
untuk penggunanya (PT. PPLI). Sedangkan izin
gangguan/HO dasarnya adalah tempat usaha bukan
penyelenggaraan usaha/kegiatan.
Izin gangguan (HO) adalah pra-syarat untuk
mendapatkan izin melakukan usaha. Secara explicit
kegiatan PT. PPLI memang tidak tercantum dalam Pasal
1 ayat (1) Undang-undang gangguan (Stb. 1926 Nomor
226) akan tetapi kegiatan tersebut dapat
mengakibatkan bahaya kerugian atau gangguan (vide
Pasal 1 ayat (1) angka XX Romawi Jo. Pasal 1 huruf J
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 7 Tahun 1993)
yaitu undang-undang gangguan dikenakan bagi tempat-
tempat usaha berdasarkan Pasal 1 ayat (1) angka XX
Stb 1926 Nomor 226 yaitu tanpa izin, dilarang
mendirikan bangunan (tempat usaha) yang dapat
mengakibatkan bahaya, kerugian atau gangguan. Jadi
walaupun tidak tercantum bukan berarti kegiatan dan
atau usaha tersebut tidak wajib HO.
Sedangkan berdasarkan Pasal 1 huruf i Peraturan
Daerah Kabupaten Bogor Nomor 25 Tahun 1998 bahwa
izin gangguan adalah izin yang diberikan bagi tempat
usaha yang dapat menimbulkan bahaya, kerugian,
gangguan dan tercemarnya lingkungan, dikecualikan
kepada tempat usaha yang lokasinya ditunjuk oleh
Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah.
Namun adanya keharusan pemeriksaan Amdal oleh
komisi penilai Amdal dan keharusan untuk memperoleh
persetujuan Amdal dari komisi penilai Amdal tersebut,
mencerminkan keterlibatan pemerintah dalam
memberikan "lampu hijau" kepada pihak yang akan
91
melakukan kegiatan, sehingga menimbulkan kerancuan
penafsiran antara keduanya.
Sedangkan lokasi tempat usaha PT. PPLI telah ditunjuk
oleh Pemerintah Pusat, dengan dikeluarkannya Surat
Kepala Bapedal Nomor B¬1282/1993 tanggal 23
Agustus 1993 yang ditujukan kepada BKPM. Dalam
surat tersebut Kepala Bapedal merekomendasikan
penggunaan tanah seluas 40 hektar yang berlokasi di
Desa Nambo untuk digunakan dalam pengoperasian
pengolahan limbah B-3, sesuai dengan izin lokasi yang
dikeluarkan oleh Keputusan Gubernur Jawa Barat.
3. Hinderordonnantie sudah tidak sesuai lagi dalam era
pembangunan dewasa ini karena adanya beberapa
kelemahan, sehingga untuk itu perlu diadakan
penyempurnaan atau bahkan lebih baik dicabut. Namun
demikian apabila HO ingin dipertahankan, maka perlu
diperhatikan Pasal 11 ayat (1) HO yang menyatakan
bahwa "Penguasa yang telah memberikan izin, jika
ternyata bahwa syarat-syarat baru terhadap pemegang
izin, jika ternyata bahwa syarat-syarat baru itu
diperlukan". Hal ini menunjukkan bahwa penguasa
dapat menambahkan syarat-syarat lain jika diperlukan;
sehingga Bupati Bogor dapat menerbitkan keputusan
yang menyatakan bahwa UKL-UPL merupakan syarat
bagi diterbitkannya izin berdasarkan HO, dengan
demikian UKL-UPL dapat diintegrasikan ke dalam sistim
perizinan gangguan.
HO seharusnya sudah harus dileburkan ke dalam
undang-undang pengelolaan lingkungan hidup,
mengingat secara substansi berkaitan dengan upaya
pelestarian lingkungan dengan pencegahan perusakan
atas lingkungan hidup. Seharusnya Pemerintah
Kabupaten Bogor segera merevisi dan menyesuaikan
Peraturan Daerah yang berkaitan dengan izin
92
gangguan, yang diselaraskan dengan undang-undang
yang lebih tinggi derajatnya, juga mencakup sebagai
upaya antisipasi dan penanganan masalah yang timbul,
khususnya menyangkut pertentangan lingkup
kewenangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
selama ini.

C. Rangkuman
Peraturan perundang-udangan dari kementerian/sektor lain
juga telah mempersyaratkan dokumen Amdal atau UKL-
UPL beserta persetujuannnya (keputusan kelayakan
lingkungan/rekomendasi UKL-UPL dan izin lingkungan)
sebagai salah satu persyaratan dalam penerbitan izin
usaha dan/atau kegiatan. Setelah memiliki dokumen Amdal
atau UKL-UPL beserta keputusannya (keputusan kelayakan
lingkungan/rekomendasi UKL-UPL dan izin lingkungan), izin
PPLH dan izin usaha dan/atau kegiatan, penanggung
jawab usaha dan/atau kegiatan (pemrakarsa) tersebut
baru dapat melaksanakan usaha dan/atau kegiatannya.
Dalam melaksanaakan usaha dan atau kegiatan tersebut,
pemrakarsa tersebut wajib melaksanaakan persyaratan
dan kewajiban yang tercantum dalam izin lingkungan, izin
PPLH dan izin usaha dan/atau kegiatan.
Sesuai dengan ketentuan perundang-undangan PPLH dan
PSDA dan serta peraturan terkait lingkungan Hhidup
lainnya (PUU pertambangan, bangunan gedung, rumah
sakit dan industri) izin lingkungan merupakan persyaratan
bagi diperolehnya izin PPLH dan izin usaha dan/atau
kegiatan. Secara legal, izin usaha dan/atau kegiatan tidak
dapat diterbitkan tanpa adanya izin lingkungan. Izin
lingkungan merupakan hasil dari proses Amdal atau UKL-
UPL yang disusun oleh pemrakarsa dan dinilai oleh KPA
atau diperiksa oleh instansi yang bertanggung jawab di
bidang lingkungan hidup.

93
Seperti telah disebutkan di atas, peraturan perundang-
udangan dari kementerian/sektor lain juga telah
mempersyaratkan dokumen Amdal atau UKL-UPL beserta
persetujuannnya (keputusan kelayakan
lingkungan/rekomendasi UKL-UPL dan izin lingkungan)
sebagai salah satu persyaratan dalam penerbitan izin
usaha dan/atau kegiatan. Uraian di bawah ini akan
menjelaskan beberapa PUU PSDA yang mempunyai
keterkaitan antara izin usaha dan/atau kegiatan dengan
proses Amdal.
Kebijakan Amdal pada awalnya menetapkan bahwa proses
Amdal hanya diterapkan dan diawasi pelaksanaannya oleh
tingkat pusat (secara sektoral) dan tingkat propinsi saja.
Sejalan dengan kebijakan otonomi daerah, pada
perkembangannya proses Amdal kemudian dilaksanakan
pula oleh Pemerintah Kota dan Kabupaten. Sementara itu,
di tingkat pusat yang semula kewenangannya berada pada
14 (empat belas) departemen sektoral menjadi hanya di
satu instansi pusat saja yaitu di KLH. Berdasarkan
kebijakan tersebut kemudian proses penilaian Amdal lebih
banyak dilimpahkan kepada Pemerintah Kabupaten dan
Kota. Memang masih banyak hal-hal yang kurang tepat
dalam pelaksanaan Amdal di daerah saat ini. Namun
demikian hal ini harus dipandang sebagai suatu tantangan
daripada suatu kelemahan. Kebijakan desentralisasi
pelaksanaan Amdal saat ini memberikan kewenangan dan
pengawasan kepada daerah yang dilandaskan pada
berbagai argumentasi sebagai berikut:
1. Daerah dipandang lebih tahu kondisi lingkungan di
daerahnya masing-masing yang memiliki kedekatan
secara geografis;
2. Dengan kedekatan tersebut, harapannya pengawasan
akan lebih efektif dilakukan oleh daerah;

94
3. Upaya desentralisasi ini mendorong masyarakat
setempat terlibat aktif dalam pengambilan keputusan
yang berkaitan dengan eksploitasi sumber daya alam
yang dimilikinya;
4. Pada akhirnya, proses AMDAL diharapkan dapat
mempromosikan transparansi dan akuntabilitas dalam
sistem kepemerintahan di daerah.
Untuk mengakomodasi kebijakan otonomi pemerintahan
ini, telah ditetapkan pengaturan pembagian kewenangan
antara Pemerintah Pusat, Propinsi dan Kabupaten/Kota
sesuai dengan Keputusan Menteri LH No. 41 tahun 2000.
Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengantisipasi
kebijakan di atas, beberapa diantaranya adalah melalui
peningkatan kualitas penyelenggaraan Amdal yang
mencakup penguatan komisi penilai Amdal, akreditasi
penyelenggara pelatihan Amdal dan sertifikasi personil
penyusun Amdal.

D. Latihan
1. Jelaskan minimal 1 (satu) ketentuan terkait Amdal dan
izin lingkungan pada usaha dan /atau kegiatan sektor
tertentu!
2. Kebijakan desentralisasi pelaksanaan Amdal saat ini
memberikan kewenangan dan pengawasan kepada
daerah. Sebutkan beberapa argumentasi terhadap
kebijakan tersebut!

95
BAB VI
PENUTUP

A. Kesimpulan
Intervensi dan inovasi kebijakan diperlukan sebagai bagian
dari upaya mengurangi tekanan dan memperbaiki kondisi
lingkungan hidup. Bentuk inovasi kebijakan adalah analisis
mengenai dampak lngkungan (Amdal), sebagai salah satu
instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup yang diatur dalam Undang-undang
Nomor 32 Tahun 2009 tentang PPLH. Melalui inovasi
kebijakan PPLH, usaha dan/atau kegiatan yang ramah
lingkungan atau dengan perkataan lain investasi hijau;
diharapkan dapat terus tumbuh dan berkembang, sehingga
tingkat pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan dapat
dikurangi dan kondisi lingkungan hidup yang baik dan
sehat dapat diwujudkan. Akan tetapi efektivitas Amdal
sangat ditentukan oleh pengembangan berbagai instrumen
lingkungan hidup lainnya, seperti kajian lingkungan hidup
strategis (KLHS), tata ruang, daya dukung, daya tampung,
termasuk penaatan terhadap peraturan-peraturan sektor
maupun daerah terkait pengelolaan sumber daya alam
(PSDA).
Jadi dengan perkataan lain, esensi penyusunan dan/atau
penilaian dokumen Amdal dan UKL-UPL dalam PP No. 27
Tahun 2012 adalah suatu penyusunan dan/atau penilaian
dokumen lingkungan hidup yang informatif, didasarkan
kepada kajian komprehensif; yang diperlukan untuk proses
pengambilan keputusan terkait dengan penerbitan izin
lingkungan.

B. Tindak Lanjut
Peserta diklat perlu membekali diri dengan berbagai
peraturan-peraturan terkait; baik dilingkup lingkungan
96
hidup maupun berbagai sektor terkait seperti kehutanan,
pertambangan dan migas. Pemahaman terkait peraturan
yang beragam dapat ditingkatkan dengan melakukan
simulasi langsung penggunaan peraturan baik melalui
tahapan penyusunan maupun tahapan penilaian Amdal dan
UKL-UPL. Materi ajar proses penyusunan dan penilaian
Amdal dapat lebih meningkatkan pemahaman terkait
materi ajar kebijakan PPLH dan PSDA ini.

97
DAFTAR PUSTAKA

Andreas Pramudianto, “Sistem Perizinan”, modul Diklat Dasar-


Dasar Amdal, BKPSL-Jakarta, 2012;
Anonim, “Amdal”, www.menlh.go.id upload 12 Oktober 2013;
Anonim, “Kajian Lingkungan Hidup Strategis”,
www.menlh.go.id upload 12 Oktober 2013;
Anonim, “Manfaat Kajian Lingkungan Hidup Strategis”,
www.menlh.go.id upload 12 Oktober 2013;
Anonim, “Rapat Kerja Nasional Amdal 2013”,
www.menlh.go.id upload 12 Oktober 2013;
Anonim, “Sistem Perizinan di Indonesia”, Bahan ajar Diklat
Dasar-Dasar Amdal, Asisten Deputi Urusan Kajian
Dampak Lingkungan, 23 Februari 2012;
Anonim, Asistem Deputi Urusan Kajian Dampak Lingkungan
KLH, “Kebijakan Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Sumber Daya
Alam”, bahan tayang dan naskah materi ajar, 2012;
Anonim, Asisten Deputi Urusan Kajian Dampak Lingkungan,
“Kebijakan PPLH dan Pengelolaan Sumber Daya
Alam Terkait Amdal”, Draft Modul Dasar-Dasar
Amdal, 2012;
Anonim, Pusat Pendidikan dan Pelatihan KLH, “Kebijaksanaan
Nasional Pembangunan Lingkungan Hidup”, Bahan
Ajar Pelatihan Penilaian Amdal, Asisten Deputi
Urusan Kajian Dampak Lingkungan, 2009;
Nurwidiatmo, “Implementasi Kewenangan Pemerintah Daerah
dalam Pemberian Izin Gangguan di Kabupaten
Bogor”, Legalitas, Jurnal Penelitian Hukum volume
V no. 1, 2004;
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin
Lingkungan;
Undang-Undang Dasar 1945;
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;
98
MODUL
PROSES PENYUSUNAN DAN
PENILAIAN AMDAL,
SERTA PENERBITAN IZIN
LINGKUNGAN

DIKLAT
DASAR-DASAR AMDAL

PUSAT DIKLAT SDM LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN


BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
2016
i
PROSES PENYUSUNAN DAN PENILAIAN AMDAL,
SERTA PENERBITAN IZIN LINGKUNGAN

Modul 4 dari 7 modul

Cetakan Pertama, 2013

Cetakan Kedua, 2016

Hak Cipta Pusdiklat KNLH sesuai P.18/MenLHK-II/2015


berubah nomenklatur menjadi
Pusat Diklat SDM Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Diterbitkan oleh :
Pusat Diklat SDM Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Jalan Mayjen Ishak Juarsa Gunung Batu Kotak Pos 141 –
Bogor 16118
KATA PENGANTAR

Analisis mengenai dampak lingkungan yang selanjutnya


disebut Amdal, dalam Perundang-undangan nasional diatur
dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin
Lingkungan. PP Nomor 27 Tahun 2012 disusun sebagai
pelaksanaan ketentuan dalam UU Nomor 32 Tahun 2009
khususnya ketentuan dalam pasal 33 dan pasal 41. PP Nomor
27 Tahun 2012 sebagai pengganti PP Nomor 27 Tahun 1999
tentang Amdal, mengatur dua instrumen perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup, yaitu instrumen Kajian
Lingkungan Hidup (dalam bentuk Amdal dan UKL-UPL) serta
instrumen Izin Lingkungan.
Diklat di bidang lingkungan hidup khususnya Amdal memiliki
peran yang strategis dalam rangka pengelolaan lingkungan
hidup. Untuk meningkatkan pengetahuan, wawasan dan
keterampilan di bidang Amdal, Pusdiklat SDM Lingkungan
Hidup dan Kehutanan telah menetapkan perubahan Keputusan
Nomor Kep-11/Pusdiklat/LH/11/2012 menjadi Nomor P.2/Dik/
PEPE/Dik-2/3/2016 tentang Pedoman Penyelenggaraan diklat
Amdal yang terdiri dari Dasar-dasar Amdal, Penyusunan
Amdal, dan Penilaian Amdal. Pedoman ini disusun dengan
mengacu peraturan perundangan yang berlaku.
Untuk mendukung proses pembelajaran, perlu disusun modul,
sebagai bahan ajar minimal yang dapat membantu peserta
didik maupun widyaiswara atau fasilitator diklat dalam
mendisain pembelajaran di kelas, sehingga diharapkan dapat
mewujudkan standarisasi dalam penyelenggaraan diklat. Pada
diklat Dasar-dasar Amdal, terdapat 7 modul yaitu (1)
Pengertian, Proses dan Manfaat Amdal, (2) Identifikasi,
Prakiraan, Evaluasi dan Mitigasi Dampak Lingkungan (3)
i
Kebijakan PPLH & PSDA terkait dengan Amdal, (4) Proses
Penyusunan dan Penilaian Amdal, serta Penerbitan Izin
Lingkungan, (5) Pengawasan dan Penegakan Hukum (terkait
dengan Amdal), (6) Etika Penyusun dan Penilai Amdal, dan (7)
Pengantar Sistem Informasi Amdal.
Kami menyadari bahwa perkembangan ilmu pengetahuan
berlangsung sangat cepat, begitupula dengan peraturan dan
perundangan yang diterbitkan. Untuk itu kesesuaian isi modul
ini harus terus dipantau dan disesuaikan manakala terdapat
hal-hal yang sudah tidak relevan lagi. Dengan diterbitkannya
modul edisi pertama ini kami menyadari masih banyak
kekurangan yang memerlukan perbaikan dan penyempurnaan,
kami senantiasa mengharapkan masukan dan evaluasi demi
meningkatkan kualitas bahan diklat dan kualitas
penyelenggaraan.
Akhirnya kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu penyusunan buku ini, khususnya
kepada Sdr. Eka Sari Nurhidayati, S.Si sebagai penulis modul
Proses Penyusunan dan Penilaian Amdal, serta Penerbitan Izin
Lingkungan. Semoga buku ini bermanfaat sebagai bahan
pembelajaran bagi peserta pelatihan dan juga sebagai
pegangan bagi pengajar/widyaiswara dan mendapat ridho dari
Tuhan Yang Maha Esa, Aamiin.

Bogor, Agustus 2016


Kepala Pusat

Dr. Ir. Joko Prihatno, MM.

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................. i


DAFTAR ISI........................................................................ii
DAFTAR GAMBAR .............................................................. v
DAFTAR TABEL.................................................................. vi
BAB I PENDAHULUAN ..................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................. 1
B. Deskripsi Singkat .............................................. 3
C. Tujuan Pembelajaran ........................................ 4
D. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok ................... 4
BAB II PROSES PENYUSUNAN AMDAL ............................... 6
A. Gambaran Umum Penyusunan Amdal ................. 6
B. Proses Penapisan Usaha dan/atau Kegiatan
yang Wajib Memiliki Amdal ...............................11
C. Proses Keterlibatan Masyarakat dalam
Penyusunan Amdal dan Izin Lingkungan ............16
D. Pendekatan Studi.............................................25
E. Muatan Dokumen AMDAL .................................27
F. Rangkuman .....................................................44
G. Latihan ...........................................................45
BAB III TATA LAKSANA PENILAIAN AMDAL DAN
PENERBITAN IZIN LINGKUNGAN ...........................46
A. Komisi Penilai Amdal (KPA) ...............................46
B. Tata Laksana Penilaian Amdal dan Penerbitan
Izin Lingkungan ...............................................63
C. Rangkuman .....................................................73
D. Latihan ...........................................................74
BAB IV PERUBAHAN IZIN LINGKUNGAN ............................75

iii
A. Perubahan Usaha dan/atau Kegiatan yang
Dapat Menyebabkan Terjadinya Perubahan Izin
Lingkungan .....................................................75
B. Muatan Dokumen Amdal Baru Pengembangan
atau Adendum Andal dan RKL-RPL ....................84
C. Tata Cara Perubahan Keputusan Kelayakan
Lingkungan Hidup dan Penerbitan Perubahan
Izin Lingkungan ...............................................88
D. Muatan Surat Kelayakan Lingkungan Hidup dan
Ketidaklayakan Lingkungan Hidup serta Izin
Lingkungan .....................................................94
E. Rangkuman .....................................................98
F. Latihan ......................................................... 100
BAB V PENUTUP .......................................................... 101
A. Kesimpulan ................................................... 101
B. Tindak Lanjut ................................................ 102
DAFTAR PUSTAKA .......................................................... 104

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Diagram Alir Proses Penyusunan dan Penilaian


Dokumen Amdal dan Izin Lingkungan..............11
Gambar 2. Bagan Alir Tata Cara Penapisan Untuk
Menentukan Wajib Tidaknya Suatu Rencana
Usaha dan/atau Kegiatan Memiliki Amdal.........13
Gambar 3. Contoh Pendekatan Studi Amdal Terpadu ........26
Gambar 4. Contoh Pendekatan Studi Amdal Kawasan .......27
Gambar 5. Bagan Alir Tata Cara Lisensi Komisi Penilai
Amdal Provinsi ..............................................56
Gambar 6. Bagan Alir Tata Cara Lisensi Komisi Penilai
Amdal Kabupaten/Kota ..................................57
Gambar 7. Bagan Alir Penilaian Dokumen Amdal bagi KPA
Provinsi yang tidak memiliki lisensi ..................60
Gambar 8. Bagan Alir Penilaian Dokumen Amdal bagi KPA
Kabupaten/Kota yang tidak memiliki lisensi ......62
Gambar 9. Bagan Alir Penilaian Kerangka Acuan ...............65
Gambar 10. Bagan Alir Mekanisme Permohonan Izin
Lingkungan, Penilaian Andal, RKL-RP ..............66
Gambar 11. Bagan Alir Tahapan Penilaian Amdal................68
Gambar 12. Contoh Format Adendum Andal dan RKL-RPL ...87

v
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Daftar Kawasan Lindung.....................................14


Tabel 2. Pembagian Kewenangan Penilaian Dokumen
Amdal ...............................................................47
Tabel 3. Tugas KPA, Tim Teknis dan Sekretariat ................48
Tabel 4. Struktur Keanggotaan Komisi Penilai Amdal
Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota ....................51
Tabel 5. Jenis Perubahan dan Kriteria Perubahan yang
Berpengaruh terhadapLingkungan Hidup .............77
Tabel 6. Jenis Perubahan Usaha dan/atau Kegiatan serta
Ruang Terjadinya Perubahan Usaha dan/atau
Kegiatan ...........................................................82

vi
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Analisis mengenai dampak lingkungan merupakan alat
perencanaan dalam suatu kegiatan atau proyek dengan
tujuan untuk meminimalisasi dan mengelola dampak
lingkungan yang timbul akibat kegiatan atau proyek, dan
digunakan untuk pengambilan keputusan terkait kegiatan
atau proyek tersebut. Amdal telah diterapkan di Indonesia
sejak tahun 1982 melalui Undang-Undang nomor 4/1982
tentang ketentuan-ketentuan pokok pengelolaan
lingkungan hidup, yang menyatakan bahwa setiap
rencana yang diperkirakan mempunyai dampak penting
terhadap lingkungan hidup wajib dilengkapi dengan
analisis mengenai dampak lingkungan. Namun
berdasarkan fakta yang ada menunjukkan bahwa Amdal
tidak selalu memberikan hasil yang diharapkan sebagai
alat perencanaan. Seringkali setelah Amdal disusun dan
disetujui, dokumen Amdal hanya disimpan dan tidak
digunakan, sehingga Amdal dikenal hanya merupakan
dokumen formal saja sekedar untuk memenuhi ketentuan
dalam undang-undang.

Kondisi tersebut terjadi diantaranya karena seringkali


Amdal disusun setelah kegiatan atau proyek berjalan,
sehingga tidak dapat lagi memberikan masukan untuk
pengambilan keputusan dalam proses perencanaan.
Selain itu tidak adanya pemantauan, pada setiap tahapan
kegiatan atau operasional proyek, menyebabkan
banyaknya RKL-RPL yang tidak dilaksanakan dengan baik.

1
Namun kini telah ditetapkan Undang-undang Nomor 32
Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup yang mengatur bahwa semua kegiatan
yang berdampak penting bagi lingkungan wajib memiliki
Amdal, dan bagi kegiatan yang tidak wajib Amdal harus
memiliki UKL-UPL. Bagi kegiatan yang wajib Amdal atau
UKL-UPL wajib memiliki izin lingkungan, yang merupakan
prasyarat untuk memperoleh izin usaha dan/atau
kegiatan. Kondisi tersebut diharapkan dapat mendorong
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan untuk
menyusun Amdal atau UKL-UPL terlebih dahulu sebelum
kegiatan atau proyek berjalan. Selain itu dalam Undang-
undang tersebut juga disebutkan bahwa izin lingkungan
dapat dibatalkan jika diantaranya penanggung jawab
usaha dan/atau kegiatan tidak melaksanakan kewajiban
yang telah ditetapkan dalam dokumen Amdal atau UKL-
UPL, dengan batalnya izin lingkungan maka secara
otomatis izin usaha dan/atau kegiatan juga akan dicabut.
Dengan demikian, diharapkan Amdal atau UKL-UPL
sebagai alat perencanaan dalam proses pengambilan
keputusan dapat diterapkan sebagaimana mestinya.

Guna mengimplementasikan kebijakan tersebut di atas,


maka diperlukan kemampuan sumber daya manusia yang
dapat melakukan penyusunan maupun penilaian Amdal
sesuai dengan fungsinya sebagai alat perencanaan. Salah
satu upaya yang dilakukan guna meningkatkan kapasitas
SDA dalam melakukan penyusunan dan penilaian Amdal
adalah dengan dilaksanakannya pelatihan Dasar-dasar
Amdal. Pelatihan Dasar-dasar Amdal memberikan
pengetahuan dan pemahaman kepada peserta terkait
dengan penyusunan dan penilaian Amdal. Sehingga ketika
peserta ingin mendalami lebih lanjut tentang penyusunan
atau penilaian dokumen Amdal sudah memiliki fondasi,

2
dan diharapkan akan mempermudah ketika mengikuti
pelatihan penyusunan Amdal atau penilaian Amdal.

Salah satu mata diklat yang diajarkan dalam Diklat Dasar-


dasar Amdal adalah Proses Penyusunan dan Penilaian
Amdal, serta Penerbitan Izin Lingkungan. Mata diklat ini
perlu dipahami oleh peserta, karena banyak hal baru yang
diatur dalam proses penyusunan dan penilaian Amdal,
terutama tentang izin lingkungan. Untuk membantu
peserta dalam mempelajari proses penyusunan dan
penilaian Amdal serta penerbitan izin lingkungan,
disusunlah modul ini. Diharapkan dengan adanya modul
ini, peserta diklat Dasar-Dasar Amdal mendapatkan
informasi tertulis mengenai garis-garis besar program
pembelajaran dan materi pokok mata diklat Proses
Penyusunan dan Penilaian Amdal, serta Penerbitan Izin
Lingkungan. Hal tersebut diharapkan dapat mendorong
peserta untuk melakukan pembelajaran secara mandiri
sebagai acuan awal sebelum pembelajaran bersama
dalam kelas.

Modul Proses Penyusunan dan Penilaian Amdal, serta


Penerbitan Izin Lingkungan merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari modul-modul lainnya dalam diklat dasar-
dasar amdal. Modul ini secara berurutan harus
disampaikan setelah modul pengertian, proses dan
manfaat Amdal; modul Identifikasi, Prakiraan, Evaluasi dan
Mitigasi dampak Lingkungan; Modul Kebijakan PPLH dan
PSDA terkait dengan Amdal.

B. Deskripsi Singkat
Modul Proses Penyusunan dan Penilaian Amdal,
serta Penerbitan Izin Lingkungan menguraikan
tentang proses penyusunan Amdal, tata laksana penilaian
3
Amdal dan penerbitan izin lingkungan, serta perubahan
izin lingkungan. Mekanisme dan tata laksana tersebut
harus dipahami oleh para penyusun dan penilai dokumen
Amdal, agar mutu dokumen Amdal sesuai dengan
peraturan perundangan yang berlaku dan dapat
dipertanggungjawabkan. Untuk itu modul ini disampaikan
pada diklat dasar-dasar Amdal, dimana semua calon
penyusun dan penilai Amdal wajib mengikuti diklat ini
sebelum melanjutkan ke diklat penyusun atau penilai
Amdal.

C. Tujuan Pembelajaran
1. Kompetensi Dasar :
Setelah mengikuti pembelajaran mata diklat ini peserta
diharapkan dapat memahami proses penyusunan dan
penilaian Amdal, serta penerbitan izin lingkungan.
2. Indikator Keberhasilan :
Setelah mengikuti pembelajaran mata diklat ini peserta
diklat diharapkan mampu :
a. menjelaskan proses penyusunan Amdal
b. menjelaskan tata laksana penilaian Amdal dan
penerbitan izin lingkungan
c. menjelaskan perubahan jenis usaha dan/atau
kegiatan yang dapat menyebabkan terjadinya
perubahan izin lingkungan.

D. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok


Materi pokok :
1. Proses Penyusunan Amdal
2. Tata Laksana Penilaian Amdal dan Penerbitan Izin
Lingkungan
3. Perubahan Izin Lingkungan
4
Sub Materi Pokok :
1.1 Gambaran Umum Penyusunan Amdal
1.2 Proses Penapisan Usaha dan/atau Kegiatan yang
Wajib memiliki Amdal
1.3 Proses Keterlibatan Masyarakat dalam Penyusunan
Amdal dan Izin Lingkungan
1.4 Pendekatan Studi
1.5 Muatan Dokumen Amdal

2.1 Komisi Penilai Amdal (KPA)


2.2 Tata Laksana Penilaian Amdal dan Penerbitan Izin
Lingkungan

3.1 Perubahan Usaha dan/atau Kegiatan yang Dapat


Menyebabkan Terjadinya Perubahan Izin Lingkungan
3.2 Muatan Dokumen Amdal Baru Pengembangan atau
Adendum Andal dan RKL-RPL
3.3 Tata Cara Perubahan Keputusan Kelayakan
Lingkungan Hidup dan Penerbitan Perubahan Izin
Lingkungan
3.4 Muatan Surat Kelayakan Lingkungan Hidup dan
Ketidaklayakan Lingkungan Hidup serta Izin
Lingkungan

5
BAB II
PROSES PENYUSUNAN AMDAL

Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta diklat diharapkan


dapat menjelaskan proses penyusunan Amdal.

A. Gambaran Umum Penyusunan Amdal


Amdal disusun oleh pemrakarsa pada tahap perencanaan
usaha dan/atau kegiatan. Dalam menyusun dokumen
Amdal, pemrakarsa dapat melakukan sendiri atau
meminta bantuan kepada pihak lain baik perorangan
maupun yang tergabung dalam lembaga penyedia jasa
penyusunan dokumen Amdal. Penyusunan dokumen
Amdal wajib dilakukan oleh penyusun Amdal yang
memiliki sertifikat kompetensi penyusun Amdal. Pegawai
Negeri Sipil yang bekerja pada instansi lingkungan hidup
baik di pusat, provinsi maupun kabupaten/kota dilarang
menjadi penyusun Amdal, kecuali jika instansi lingkungan
hidup dimana PNS tersebut bekerja bertindak sebagai
pemrakarsa usaha dan/atau kegiatan, maka PNS tersebut
dapat menjadi penyusun Amdal dengan syarat harus
memiliki sertifikat kompetensi sebagai penyusun Amdal.

Pada tahap awal yang harus dilakukan oleh pemrakarsa


dalam proses penyusunan dokumen Amdal adalah
melakukan penapisan terhadap usaha dan/atau kegiatan,
untuk mengetahui apakah kegiatan dan atau usahanya
wajib Amdal atau tidak. Jika ternyata usaha dan/atau
kegiatannya tidak wajib Amdal maka menjadi wajib
menyusun UKL-UPL (Upaya Pengelolaan Lingkungan-
Upaya pemantauan Lingkungan). Perlu dicermati, bahwa
lokasi dimana usaha dan/atau kegiatan akan dilaksanakan
harus sesuai dengan rencana tata ruang. Jika lokasi usaha
6
dan/atau kegiatan tidak sesuai dengan rencana tata
ruang, maka dokumen Amdal tidak dapat dinilai dan wajib
dikembalikan kepada pemrakarsa.

Tahapan berikutnya setelah diketahui bahwa usaha


dan/atau kegiatannya wajib Amdal adalah mulai
melakukan penyusunan Amdal. Dokumen Amdal terdiri
dari Kerangka Acuan (KA), ANDAL dan RKL-RPL. Kerangka
Acuan merupakan dasar dari penyusunan Andal dan RKL-
RPL, sehingga yang pertama kali disusun adalah dokumen
KA. Sebelum menyusun Kerangka Acuan, pemrakarsa
wajib mengikutsertakan masyarakat dengan cara
mengumumkan rencana usaha dan/atau kegiatan serta
melakukan konsultasi publik terkait rencana usaha
dan/atau kegiatan di lokasi tersebut. Masyarakat berhak
menyampaikan saran, pendapat dan tanggapan terhadap
rencana usaha dan/atau kegiatan tersebut secara tertulis
kepada pemrakarsa dan menteri, gubernur atau
bupati/walikota, tergantung pada kewenangan penilaian
dokumen Amdalnya. Hasil pelibatan masyarakat dan
konsultasi publik yang dilaksanakan oleh pemrakarsa
menjadi bagian yang harus tertuang dalam penyusunan
KA.

Selanjutnya Kerangka acuan yang telah disusun oleh


pemrakarsa diajukan kepada Menteri/Gubernur/Bupati/
Walikota melalui sekretariat Komisi Penilai Amdal (KPA)
Pusat/Provinsi/Kabupaten/Kota. Berdasarkan pengajuan
tersebut, Komisi Penilai Amdal memberikan pernyataan
tertulis mengenai kelengkapan administrasi Kerangka
Acuan. Selanjutnya jika sudah dinyatakan lengkap oleh
sekretariat KPA maka KA dinilai oleh Komisi Penilai Amdal
dengan menugaskan tim teknis.

7
Tim teknis menyampaikan hasil penilaian KA kepada
Komisi Penilai Amdal, jika hasil penilaian tim teknis
menunjukkan bahwa kerangka acuan perlu diperbaiki,
maka tim teknis menyampaikan dokumen tersebut kepada
KPA untuk dikembalikan kepada pemrakarsa, selanjutnya
pemrakarsa melakukan perbaikan KA dan menyampaikan
kembali kepada KPA melalui sekretaris KPA. KA yang telah
diperbaiki kembali dinilai oleh tim teknis, jika KA telah
disepakati maka Ketua KPA menerbitkan persetujuan
kerangka acuan.

Perbaikan kerangka acuan yang tidak disampaikan


kembali oleh pemrakarsa atau pemrakarsa tidak
menyusun Andal dan RKL-RPL paling lama 3 (tiga) tahun
terhitung sejak dikembalikannya KA oleh KPA kepada
pemrakarsa, maka Kerangka Acuan dinyatakan tidak
berlaku lagi. Sehingga dengan tidak berlakunya KA, maka
pemrakarsa wajib mengajukan kembali KA dari awal atau
sesuai ketentuan yang telah ditetapkan.

Kerangka acuan yang disetujui oleh KPA dijadikan acuan


oleh pemrakarsa dalam menyusun Andal dan RKL-RPL.
Selanjutnya melalui surat permohonan, pemrakarsa
mengajukan dokumen Andal dan RKL-RPL kepada
menteri/gubernur/bupati/walikota melalui sekretariat KPA
pusat/provinsi/ kabupaten/kota untuk dilakukan penilian.
Apabila dokumen ANDAL dan RKL-RPL tersebut telah
dinyatakan lengkap oleh sekretariat KPA, Menteri/guber-
nur/bupati/walikota wajib melakukan pengumuman
permohonan izin lingkungan kepada masyarakat.
Pengumuman permohonan izin lingkungan dilakukan
melalui multimedia dan papan pengumuman. Masyarakat
dapat memberikan saran, pendapat dan tanggapan
terhadap pengumuman permohonan izin lingkungan
tersebut dan disampaikan kepada Menteri/gubernur/
8
bupati/walikota. Penilaian dokumen Andal dan RKL-RPL
dilakukan oleh tim teknis yang ditugaskan oleh KPA,
selanjutnya hasil penilaian disampaikan kembali kepada
KPA. Berdasarkan hasil penilaian tersebut, selanjutnya
KPA menyelenggarakan rapat Komisi Penilai Amdal. Dari
rapat KPA tersebut KPA akan membuat rekomendasi hasil
rapat komisi penilai Amdal yang selanjutnya disampaikan
oleh KPA kepada menteri/gubernur/bupati/walikota.
Rekomendasi hasil penilaian andal dan RKL-RPL dapat
berupa rekomendasi kelayakan lingkungan atau
rekomendasi ketidaklayakan lingkungan.

Jika dalam rapat komisi penilai Amdal menyatakan bahwa


dokumen Andal dan RKL-RPL perlu diperbaiki, maka KPA
mengembalikan dokumen tersebut kepada pemrakarsa
untuk diperbaiki. Setelah dokumen Andal dan RKL-RPL
diperbaiki oleh pemrakarsa, maka KPA melakukan
penilaian kembali terhadap dokumen tersebut.
Selanjutnya hasil penilaian tersebut berupa rekomendasi
disampaikan kepada menteri/gubernur/bupati/walikota
sesuai kewenangannya.

Berdasarkan rekomendasi hasil penilaian dari KPA,


pemrakarsa mengajukan permohonan tertulis kepada
menteri/gubernur/bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya dengan dilengkapi dokumen Amdal,
Dokumen Pendirian Usaha dan/atau kegiatan serta usaha
dan/atau kegiatan. Berdasarkan surat permohonan
tersebut menteri/gubernur/bupati/ walikota menetapkan
keputusan kelayakan atau ketidaklayakan lingkungan.
Keputusan kelayakan lingkungan selanjutnya digunakan
sebagai dasar dikeluarkannya izin lingkungan. Surat
kelayakan Lingkungan dan izin lingkungan diterbitkan
bersamaan oleh menteri/gubernur/bupati/walikota sesuai
dengan kewenangannya dan dalam jangka waktu 5 hari
9
kerja sejak diterbitkannya izin lingkungan, menteri/guber-
nur/bupati/walikota wajib mengumumkan penerbitan izin
lingkungan tersebut kepada masyarakat melalui media
massa dan/atau multimedia.

10
Gambar 1. Diagram Alir Proses Penyusunan dan Penilaian
Dokumen Amdal dan Izin Lingkungan

B. Proses Penapisan Usaha dan/atau Kegiatan yang


Wajib Memiliki Amdal
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal)
merupakan kajian mengenai dampak penting suatu usaha
dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan
hidup, dimana hasil kajian tersebut diperlukan bagi proses
pengambilan keputusan. Amdal diperlukan karena setiap
usaha dan/atau kegiatan pasti dapat menimbulkan
perubahan terhadap rona lingkungan hidup serta akan
memberikan dampak terhadap lingkungan hidup. Namun
demikian tidak semua usaha dan/atau kegiatan wajib
memiliki Amdal, hanya kegiatan yang memiliki dampak
penting saja yang wajib memiliki Amdal. Dampak penting

11
adalah perubahan lingkungan hidup yang sangat mendasar
diakibatkan oleh adanya usaha dan/atau kegiatan tertentu.

Untuk menentukan suatu usaha dan/atau kegiatan


memiliki dampak penting atau tidak, dilakukan penapisan
terhadap rencana usaha dan/atau kegiatan tersebut.
Penapisan dilakukan oleh pemrakarsa sesuai dengan tata
cara penapisan sebagaimana telah diatur dalam Peraturan
Menteri LH nomor 05 tahun 2012 tentang Jenis Rencana
Usaha dan/atau Kegiatan yang wajib memiliki Amdal.
Dimana Pemrakarsa diwajibkan untuk mengisi formulir
isian lampiran V Peraturan Menteri LH Nomor 05 Tahun
2012 Selanjutnya berdasarkan isian formulir tersebut
Instansi Lingkungan Hidup Pusat, Provinsi, atau
Kabupaten/Kota menelaah untuk menentukan wajib
tidaknya rencana usaha dan/atau kegiatan memiliki Amdal.
Tahapan yang dilakukan dalam penapisan usaha dan/atau
kegiatan wajib Amdal dapat dilihat pada Gambar 2. di
bawah ini.

12
Uji ringkasan informasi awal Pemrakarsa mengisi ringkasan
dengan daftar jenis usaha informasi awal atas rencana
dan/atau kegiatan yang usaha dan/atau kegiatan yang
wajib Amdal diusulkan

Periksa apakah lokasi Tidak


Tidak
? berada di dalam dan/atau
berbatasan langsung
dengan kawasan lindung

Ya Ya

Uji ringkasan awal dengan


kriteria pengecualian

Tidak
Wajib Memiliki Ya Wajib UKL-UPL
?
Amdal atau SPPL

Gambar 2. Bagan Alir Tata Cara Penapisan Untuk


Menentukan Wajib Tidaknya Suatu Rencana
Usaha dan/atau Kegiatan Memiliki Amdal

Uji ringkasan informasi awal dilakukan dengan melihat


daftar jenis usaha dan/atau kegiatan yang wajib Amdal
(lampiran 1). Jika berdasarkan uji ringkasan awal ternyata
rencana usaha dan/atau kegiatan tersebut masuk dalam
daftar kegiatan yang wajib memiliki Amdal, maka kegiatan
tersebut wajib menyusun Amdal. Namun jika rencana
usaha dan/atau kegiatan tersebut tidak masuk dalam
daftar wajib Amdal, maka perlu dicermati apakah lokasi
usaha dan/atau kegiatan tersebut berada di dalam atau
berbatasan langsung dengan kawasan lindung. Jika
ternyata lokasi usaha tersebut berada dalam atau
berbatasan langsung dengan kawasan lindung, maka

13
tahap selanjutnya adalah mencermati apakah kegiatan
tersebut termasuk dalam kegiatan yang dikecualikan tidak
wajib Amdal. Jika tidak termasuk dalam kegiatan yang
dikecualikan, maka usaha dan/atau kegiatan tersebut
wajib Amdal, namun jika sebaliknya maka wajib UKL-UPL.

Kawasan lindung adalah suatu wilayah yang telah


ditetapkan fungsi utamanya untuk melindungi kelestarian
lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan
sumber daya buatan. Kawasan lindung harus ditetapkan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan.
Kegiatan dan/atau usaha yang terletak di dalam dan/atau
berbatasan dengan kawasan lindung wajib Amdal. Tabel 1
di bawah ini adalah daftar kawasan lindung.

Tabel 1. Daftar Kawasan Lindung

No Jenis Kawasan Lindung


1 Kawasan Hutan Lindung
2 Kawasan Bergambut
3 Kawasan Resapan Air
4 Sempadan Pantai
5 Sempadan Sungai
6 Kawasan Sekitar Danau atau Waduk
7 Suaka margasatwa dan Suaka Margasatwa laut
8 Cagar Alam dan Cagar Alam Laut
9 Kawasan Pantai Berhutan Bakau
10 Taman nasional dan Taman Nasional Laut
11 Taman Hutan Raya
12 Taman Wisata Alam dan Taman Wisata Alam Laut
13 Kawasan cagar Budaya dan Ilmu Pengetahuan
14 Kawasan Cagar Alam Geologi
15 Kawasan Imbuhan Airtanah

14
No Jenis Kawasan Lindung
16 Sempadan Mata Air
17 Kawasan Perlindungan Plasma Nutfah
18 Kawasan Pengungsian Satwa
19 Terumbu Karang
20 Kawasan Koridor bagi Jenis Satwa atau Biota Laut
yang dilindungi

Kewajiban Amdal bagi usaha dan/atau kegiatan yang


berada di dalam dan/atau berbatasan langsung dengan
kawasan lindung dapat dikecualikan, jika kegiatan
dan/atau usaha merupakan:
1. Eksplorasi pertambangan, minyak dan gas bumi, serta
panas bumi
2. Penelitian dan pengembangan di bidang ilmu
pengetahuan
3. Kegiatan yang menunjang pelestarian kawasan lindung
4. Kegiatan yang terkait dengan kepentingan pertahanan
dan keamanan negara yang tidak berdampak penting
terhadap lingkungan hidup
5. Budidaya yang secara nyata tidak berdampak penting
terhadap lingkungan hidup
6. Budidaya yang diijinkan bagi penduduk asli dengan
luasan tetap dan tidak mengurangi fungsi lindung
kawasan dan di bawah pengawasan ketat.

Selain hal-hal tersebut di atas, usaha dan/atau kegiatan


yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup
dapat dikecualikan dari kewajiban menyusun Amdal,
apabila:
1. Lokasi rencana usaha dan/atau kegiatannya berada di
kawasan yang telah memiliki Amdal kawasan;
2. Lokasi rencana usaha dan/atau kegiatannya berada
pada kabupaten/kota yang telah memiliki rencana detil
15
tata ruang kabupaten/kota dan/atau rencana tata
ruang kawasan strategis kabupaten/kota;
3. Usaha dan/atau kegiatannya dilakukan dalam rangka
tanggap darurat bencana.

Dalam melakukan penapisan terhadap usaha dan/atau


kegiatan, tidak hanya mencermati kegiatan utamanya saja,
tetapi harus juga mencermati kegiatan pendukungnya.
Karena seringkali usaha dan/atau kegiatan utama tidak
wajib Amdal tetapi kegiatan pendukungnya wajib Amdal,
kondisi tersebut menyebabkan usaha dan/atau kegiatan
tersebut wajib memiliki Amdal. Sebagai contoh pada
kegiatan pembangunan bangunan gedung, tidak semua
pembangunan bangunan gedung wajib Amdal, hanya yang
memiliki luas lahan ≥ 5 ha atau yang memiliki bangunan ≥
10.000 m2 yang wajib memiliki Amdal. Tetapi jika dalam
pembangunan gedung terdapat kegiatan pendukung
berupa pengambilan air tanah baik dengan sumur tanah
dangkal atau sumur tanah dalam sebanyak ≥ 50 liter dari
satu atau beberapa sumur pada kawasan <10 ha maka
wajib memiliki Amdal. Sehingga walaupun kegiatan
utamanya yaitu pembangunan gedung tidak wajib Amdal
tetapi karena ada kegiatan pendukung yang wajib Amdal
maka usaha dan/atau kegiatan tersebut menjadi wajib
Amdal.

C. Proses Keterlibatan Masyarakat dalam Penyusunan


Amdal dan Izin Lingkungan
Amanat undang-undang perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup menyatakan bahwa dalam proses
penyusunan Amdal, pemrakarsa wajib melibatkan
masyarakat. Dimana pelibatan masyarakat dilakukan
sebelum kegiatan dilaksanakan atau selama proses
penyusunan Amdal dilakukan. Keterlibatan masyarakat
16
dalam proses penyusunan Amdal dan izin lingkungan
berdasarkan pada prinsip transparansi, kesetaraan posisi
diantara pihak-pihak yang terlibat, adil dan bijaksana,
serta adanya komunikasi dan kerjasama yang baik
dikalangan pihak-pihak yang terlibat dalam proses
penyusunan Amdal.

Tujuan adanya keterlibatan masyarakat dan keterbukaan


informasi dalam proses Amdal adalah untuk melindungi
kepentingan masyarakat, memberdayakan masyarakat
dalam pengambilan keputusan atas rencana usaha
dan/atau kegiatan pembangunan yang berpotensi
menimbulkan dampak besar dan penting terhadap
lingkungan, dan memastikan adanya transparansi dalam
keseluruhan proses Amdal dari rencana usaha dan/atau
kegiatan, serta menciptakan suasana kemitraan yang
setara antara semua pihak yang berkepentingan, yaitu
dengan menghormati hak-hak semua pihak untuk
mendapatkan informasi dan mewajibkan semua pihak
untuk menyampaikan informasi yang harus diketahui pihak
lain yang terpengaruh.

Masyarakat yang dilibatkan dalam proses penyusunan


Amdal terdiri dari:
1. Masyarakat yang terkena dampak
Masyarakat terkena dampak adalah masyarakat yang
akan merasakan dampak dari adanya rencana usaha
dan/atau kegiatan, terdiri dari masyarakat yang akan
mendapatkan manfaat dan masyarakat yang akan
mengalami kerugian.
2. Masyarakat pemerhati lingkungan hidup
Masyarakat Pemerhati adalah masyarakat yang tidak
terkena dampak dari suatu rencana usaha dan/atau
kegiatan, tetapi mempunyai perhatian terhadap
rencana usaha dan/atau kegiatan tersebut, maupun
17
dampak-dampak lingkungan yang akan
ditimbulkannya.
3. Masyarakat yang terpengaruh atas segala bentuk
keputusan dalam proses Amdal.
Masyarakat yang terpengaruh atas segala bentuk
keputusan dalam proses Amdal adalah masyarakat
yang berkepentingan berdasarkan alasan-alasan antara
lain sebagai berikut: kedekatan jarak tinggal dengan
rencana usaha dan/atau kegiatan, faktor pengaruh
ekonomi, faktor pengaruh sosial budaya, perhatian
pada lingkungan hidup, dan/atau faktor pengaruh nilai-
nilai atau norma yang dipercaya.

Keterlibatan masyarakat dalam proses Amdal merupakan


keikutsertaan masyarakat dalam proses pengambilan
keputusan tentang Amdal. keikutsertaan masyarakat
dalam proses pengambilan keputusan tentang Amdal
diatur dalam Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup
Nomor 17 Tahun 2012 tentang Pedoman Keterlibatan
Masyarakat Dalam Proses Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan Hidup dan Izin Lingkungan. Dalam proses ini,
masyarakat menyampaikan aspirasi, kebutuhan, dan nilai-
nilai yang dimiliki masyarakat, serta usulan penyelesaian
masalah dari masyarakat yang berkepentingan dengan
tujuan memperoleh keputusan yang terbaik.

Berdasarkan UU 32 tahun 2009, proses penyusunan Amdal


tidak dapat dipisahkan dengan izin lingkungan,sehingga
keikutsertaan masyarakat dalam proses Amdal diawali
pada saat pemrakarsa ingin menyusun KA dan
permohonan izin lingkungan yaitu pada saat penilaian
ANDAL dan RKL-RPL pada Rapat KPA. Keikutsertaan
masyarakat dalam proses Amdal disampaikan dalam
bentuk penyampaian saran, pendapat dan tanggapan
(SPT), disamping masyakat terlibat dalam proses
18
penyusunan Amdal, masyakat juga mempunyai hak untuk
mengajukan gugatan terhadap izin lingkungan yang telah
diterbitkan oleh Menteri/ gubernur/bupati/walikota sesuai
dengan kewenangannya.

Dalam pengikutsertaan masyarakat, tentunya ada tata


cara yang harus diikuti agar tujuan dari pengikutsertaan
masyarakat dalam proses Amdal dan izin lingkungan dapat
tercapai. Berikut ini penjelasan mengenai tata cara
tersebut:

1. Tata Cara Pengikutsertaan Masyarakat dalam Proses


Amdal
a. Pengumuman Rencana Usaha dan/atau kegiatan
• Pemrakarsa wajib mengumumkan kepada
masyarakat atas rencana usaha dan/atau
kegiatan sebelum penyusunan dokumen
Kerangka Acuan.
• Pengumuman harus menjangkau masyarakat
terkena dampak, dan masyarakat pemerhati
lingkungan, serta masyarakat yang terpengaruh
atas segala bentuk keputusan dalam proses
Amdal.
• Pengumuman wajib disampaikan melalui media
cetak berupa surat kabar lokal dan/atau surat
kabar nasional (sesuai dengan kewenangan
penilaian Amdal), serta melalui papan
pengumuman yang mudah dijangkau oleh
masyarakat terkena dampak. Selain
menggunakan media tersebut, pemrakarsa juga
dapat menggunakan media pendukung lainnya
yaitu berupa; brosur, pamflet/spanduk, televisi,
website, radio, dll.
• Informasi yang disampaikan kepada masyarakat
meliputi;
19
1) Nama dan alamat pemrakarsa
2) Jenis usaha dan/atau kegiatan
3) Skala/besaran dari rencana usaha dan/atau
kegiatan
4) Lokasi rencana usaha dan/atau kegiatan
5) Dampak potensial yang akan timbul akibat
usaha dan/atau kegiatan tersebut
6) Tanggal pengumuman mulai dipasang dan
batas waktu pemberian saran, pendapat, dan
tanggapan dari masyarakat.
7) Nama dan alamat pemrakarsa dan instansi
lingkungan hidup yang menerima saran,
pendapat dan tanggapan dari masyarakat.
• Pengumuman dilakukan selama 10 (sepuluh) hari
kerja
• Masyarakat dengan mencantumkan identitas
pribadi yang jelas berhak menyampaikan saran,
pendapat, dan tanggapan (SPT) secara tertulis.
• SPT yang disampaikan masyarakat dapat berupa;
informasi deskriptif tentang keadaan lingkungan
sekitar rencana usaha dan/atau kegiatan, nilai-
nilai lokal terkait dengan rencana usaha dan/atau
kegiatan yang diusulkan, aspirasi masyarakat
terkait dengan rencana usaha dan/atau kegiatan
tersebut.
• SPT disampaikan masyarakat kepada pemrakarsa
dan menteri/gubernur/bupati/walikota melalui
sekretariat komisi Amdal (sesuai kewenangan
penilaian Amdal).
• Pemrakarsa wajib mendokumentasikan dan
mengolah SPT masyarakat, dan digunakan
sebagai masukan dalam penyusunan dokumen
Kerangka Acuan.

20
b. Konsultas Publik
• Konsultasi publik dilaksanakan oleh pemrakarsa,
dan dapat dilaksanakan sebelum, bersamaan
dan/atau setelah pengumuman rencana usaha
dan/atau kegiatan.
• Konsultasi publik dilakukan terhadap masyarakat
terkena dampak, dan masyarakat pemerhati
lingkungan, serta masyarakat yang terpengaruh
atas segala bentuk keputusan dalam proses
Amdal.
• Dalam melaksanakan konsultasi publik,
pemrakarsa berkoordinasi dengan intansi terkait
dan tokoh masyarakat.
• Pemrakarsa mengundang masyarakat yang akan
dilibatkan dalam konsultasi publik, dengan
menyampaikan informasi mengenai; tujuan
konsultasi publik, waktu dan tempat konsultasi
publik, cara/proses konsultasi publik yang akan
dilakukan, informasi tambahan yang dapat
diakses masyarakat, lingkup tanggapan dan
informasi yang diharapkan.
• Konsultasi publik dapat dilakukan dalam berbagai
bentuk, yaitu: lokakarya, seminar, FGD, temu
warga, forum dengar pendapat, dialog interaktif,
metode komunikasi dua arah lainnya.
• Informasi minimal yang wajib disampaikan
pemrakarsa pada waktu konsultasi publik
meliputi:
1) Nama dan alamat pemrakarsa
2) Jenis usaha dan/atau kegiatan
3) Skala/besaran dari rencana usaha dan/atau
kegiatan
4) Lokasi rencana usaha dan/atau kegiatan
5) Dampak potensial yang akan timbul akibat
usaha dan/atau kegiatan tersebut
21
6) Komponen lingkungan yag sangat penting
diperhatikan, karena akan terkena dampak
• Masyarakat berhak menyampaikan saran,
pendapat, dan tanggapan
• Pemrakarsa wajib mendokumentasikan dan
mengolah SPT masyarakat, dan digunakan
sebagai masukan dalam penyusunan dokumen
Kerangka Acuan

c. Komisi Penilai Amdal


• Masyarakat terkena dampak memilih dan
menetapkan sendiri wakilnya yang akan duduk
sebagai anggota komisi penilai Amdal.
• Pemilihan dan penetapan wakil masyarakat
terkena dampak, untuk duduk sebagai anggota
komisi penilai Amdal dilakukan pada saat
konsultasi publik.
• Jumlah wakil masyarakat terkena dampak yang
dipilih dan ditetapkan sebagai anggota komisi
penilai Amdal ditetapkan secara proporsional.
• Hasil penetapan wakil masyarakat tersebut
dituangkan dalam bentuk surat persetujuan/
surat kuasa yang ditandatangani oleh masyarakat
yang diwakili.
• Pemrakarsa mengkomunikasikan hasil penetapan
wakil masyarakat kepada sekretariat Komisi
Penilai Amdal.
• Wakil masyarakat terkena dampak wajib
melakukan komunikasi dan konsultasi rutin
dengan masyarakat terkena dampak yang
diwakilinya, serta menyampaikan aspirasi
masyarakat terkena dampak melalui rapat komisi
penilai Amdal.

22
2. Tata Cara Keterlibatan Masyarakat dalam Proses
Permohonan dan Penerbitan Izin Lingkungan
a. Pengumuman Permohonan Izin Lingkungan
• Pengumuman adanya permohonan izin
lingkungan dilakukan oleh menteri/gubernur/
bupati/walikota melalui pejabat yang ditunjuk.
• Pengumuman minimal menyampaikan informasi
mengenai:
1) Nama dan alamat pemohon izin lingkungan
2) Jenis rencana usaha dan/atau kegiatan
3) Lokasi rencana usaha dan/atau kegiatan
4) Skala/besaran dari rencana usaha dan/atau
kegiatan
5) Informasi cara mendapatkan dokumen Amdal
(KA yang telah mendapat persetujuan, draf
Andal, RKL-RPL)
6) Tanggal pengumuman dan batas waktu
pemberian SPT dari masyarakat, yaitu selam
10 (sepuluh) hari kerja sejak diumumkan
7) Nama dan alamat instansi pengelola
lingkungan hidup yang menerima SPT
8) Nama dan alamat wakil masyarakat dan
organisasi lingkungan hidup yang akan duduk
sebagai anggota komisi penilai Amdal.
• Pengumuman disampaikan melalui multimedia,
dan papan pengumuman di lokasi rencana usaha
dan/atau kegiatan.
• Pengumuman permohonan izin lingkungan
dilakukan paling lama 5 (lima) hari kerja
terhitung sejak dokumen Andal dan RKL-RPL
yang diajukan dinyatakan lengkap secara
administrasi
• Masyarakat yang mencantumkan identitas pribadi
dengan jelas berhak menyampaikan SPT secara
tertulis/terekam
23
• SPT disampakan kepada menteri/gubernur/
bupati/walikota melalui pejabat yang ditunjuk,
dan wakil masyarakat yang terkena dampak
dan/atau organisasi masyarakat yang menjadi
anggota komisi penilai Amdal.
• SPT didokumentasikan dan diolah oleh
menteri/gubernur/bupati/walikota melalui pejabat
yang ditunjuk, serta wakil masyarakat dan/atau
organisasi lingkungan hidup yang menjadi
anggota komisi penilai Amdal.
• SPT disampaikan dalam rapat komisi penilai
Amdal, untuk itu rapat tim teknis dilakukan
setelah berakhirnya jangka waktu penerimaan
SPT atas permohonan izin lingkungan
• SPT disampaikan bersama dengan rekomendasi
penilaian akhir dari komisi penilai Amdal kepada
menteri/gubernur/bupati/walikota untuk
digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam
pengambilan keputusan untuk menerbitkan
keputusan kelayakan atau tidak kelayakan
lingkungan hidup dan izin lingkungan.

b. Pengumuman Izin Lingkungan yang telah


diterbitkan
• Menteri/Gubernur/bupati/walikota melalui pejabat
yang ditunjuk mengumumkan keputusan izin
lingkungan yang telah diterbitkan paling lambat 5
(lima) hari kerja sejak izin lingkungan diterbitkan.
• Pengumuman dilakukan melalui media massa
dan/atau multi media
• Jika masyarakat berkeberatan terhadap izin
lingkungan yang telah diterbitkan, dapat
melakukan gugatan dengan mengacu pada
Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara.

24
D. Pendekatan Studi
Analisis mengenai dampak lingkungan merupakan bagian
dari studi kelayakan dari suatu rencana usaha dan/atau
kegiatan. Sehingga dalam studi analisis dampak
lingkungan perlu ditelaah dan dievaluasi masing-masing
alternatif dari komponen rencana usaha dan/atau
kegiatan yang dipandang layak dari sisi lingkungan hidup,
teknis, maupun ekonomis sebagai upaya untuk mencegah
timbulnya dampak negatif yang lebih besar. Untuk tujuan
efisiensi dan efektivitas dari proses penyusunan Amdal,
maka kajian kelayakan lingkungan dapat dilakukan melalui
pendekatan studi sebagai berikut:
1. Tunggal
Pendekatan studi tunggal dilakukan jika pemrakarsa
merencanakan untuk melakukan 1 (satu) jenis usaha
dan/atau kegiatan yang kewenangan pembinaannya
dan/atau pengawasannya berada di bawah 1 (satu)
kementerian, lembaga pemerintah non kementerian,
satuan kerja pemerintah provinsi, atau satuan kerja
pemerintah kabupaten/kota.
2. Terpadu
Pendekatan studi terpadu dilakukan jika pemrakarsa
merencanakan untuk melakukan lebih dari 1 (satu)
jenis usaha dan/atau kegiatan yang perencanaan dan
pengelolaannya saling terkait dalam satu kesatuan
hamparan ekosistem serta pembinaan dan/atau
pengawasannya berada di bawah lebih dari 1 (satu)
kementerian, lembaga pemerintah non kementerian,
satuan kerja pemerintah provinsi, atau satuan kerja
pemerintah kabupaten/kota. Contoh pendekatan studi
terpadu dapat dilihat pada gambar 3 di bawah ini

25
Gambar 3. Contoh Pendekatan Studi Amdal Terpadu

3. Kawasan
Pendekatan studi kawasan dilakukan jika pemrakarsa
merencanakan untuk melakukan lebih dari 1 (satu)
jenis usaha dan/atau kegiatan yang perencanaan dan
pengelolaannya saling terkait, terletak dalam satu
kesatuan zona rencana pengembangan kawasan, yang
pengelolaannya dilakukan oleh pengelola kawasan.

Kriteria usaha atau kegiatan Amdal kawasan meliputi:


• berbagai usaha atau kegiatan yang memiliki
dan/atau tidak memiliki keterkaitan satu sama lain
dalam hal perencanaan, pengelolaan dan proses
produksinya
• usaha atau kegiatan berada dalam satu ekosistem
yang sama
• usaha atau kegiatan dapat menjadi kewenangan
satu pengelola atau lebih.
26
Contoh pendekatan studi kawasan dapat dilihat pada
gambar 4 di bawah ini.

Gambar 4. Contoh Pendekatan Studi Amdal Kawasan

E. Muatan Dokumen AMDAL


Amdal merupakan dokumen lingkungan hidup yang terdiri
dari 3 (tiga) komponen dokumen yang disusun secara
berurutan, antara lain:
1. Kerangka Acuan (KA)
Kerangka acuan merupakan ruang lingkup studi
analisis dampak lingkungan hidup. KA dihasilkan dari
proses pelingkupan yang menjabarkan kedalaman
analisis mengenai dampak lingkungan hidup yang
disepakati oleh pemrakarsa, penyusun dan komisi
penilai Amdal.

27
2. Analisis Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL)
Andal memuat telaahan secara cermat dan mendalam
tentang dampak besar dan penting suatu rencana
dan/atau kegiatan berdasarkan arahan yang telah
disepakati dalam KA.
3. Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup-Rencana
Pemantauan Lingkungan Hidup (RKL-RPL)
RKL memuat berbagai upaya penanganan dampak
besar dan penting terhadap lingkungan hidup yang
diakibatkan oleh rencana usaha dan/atau kegiatan. RKL
dapat digunakan sebagai petunjuk bentuk rekayasa
teknologi atau rekayasa lingkungan yang akan
diterapkan dalam upaya mengurangi dampak.
Sedangkan RPL memuat rencana-rencana pemantauan
terhadap berbagai komponen lingkungan hidup yang
telah dikelola akibat terkena dampak besar dan penting
dari rencana usaha dan/atau kegiatan.

Berdasarkan peraturan Menteri Lingkungan Hidup nomor


16 tahun 2012 tentang pedoman penyusunan dokumen
lingkungan hidup, disebutkan bahwa dalam penyusunan
dokumen Amdal harus mengikuti sistematika sebagai
berikut:
1. Dokumen KA
a). Pendahuluan
Pendahuluan berisi informasi tentang latar
belakang, tujuan rencana usaha dan/atau kegiatan
serta pelaksanaan studi Amdal. Secara rinci isi
pendahuluan adalah sebagai berikut:
1). Latar Belakang
Pada bagian ini menjelaskan justifikasi
dilaksanakannya rencana usaha dan/atau
kegiatan, termasuk penjelasan mengenai
persetujuan prinsip yang menyatakan bahwa
28
jenis usaha kegiatan tersebut secara prinsip
dapat dilakukan dari pihak yang berwenang.
Bukti formal atas persetujuan prinsip tersebut
wajib dilampirkan. Selain itu alasan mengapa
rencana usaha dan/atau kegiatan ini wajib
memiliki Amdal dan pendekatan studi yang
digunakan, serta mengapa rencana usaha
dan/atau kegiatan ini dinilai oleh Komisi Penilai
Amdal (KPA) Pusat, Provinsi, atau
Kabupaten/Kota juga harus dijelaskan pada
latar belakang.
2). Tujuan Rencana usaha dan/atau Kegiatan
Pada bagian ini berisi uraian umum maupun
rinci mengenai tujuan dilaksanakannya
rencana usaha dan/atau kegiatan, serta
justifikasi manfaat dari rencana kegiatan
kepada masyarakat sekitar dan peranannya
terhadap pembangunan nasional dan daerah.
3) Pelaksanaan Studi Amdal
Bagian ini berisi informasi tentang pemrakarsa
dan penanggung jawab rencana usaha
dan/atau kegiatan serta pelaksana studi Amdal
yang terdiri dari tim penyusun dokumen
Amdal, tenaga ahli, dan asisten penyusun
dokumen Amdal.
b). Pelingkupan
Pelingkupan merupakan suatu proses awal untuk
menentukan lingkup permasalahan dan
mengidentifikasi dampak penting (hipotetis) yang
terkait dengan rencana usaha dan/atau kegiatan.
Dengan kata lain pelingkupan adalah penentuan
ruang lingkup studi analisis dampak lingkungan
yang terdiri atas identifikasi, prakiraan dan
evaluasi dampak serta rencana pengelolaan
29
lingkungan yang akan diterapkan. Tujuan
pelingkupan adalah untuk menetapkan batas
wilayah studi dan batas waktu kajian,
mengidentifikasi dampak penting hipotetik
terhadap lingkungan, menetapkan tingkat
kedalaman studi, menetapkan lingkup studi,
menelaah kegiatan lain yang terkait dengan
rencana usaha dan/atau kegiatan yang dikaji.
Pada bagian pelingkupan berisi informasi
mengenai:
1) Deskripsi rencana usaha dan/atau kegiatan
yang akan dikaji
Pada bagian ini menjelaskan tentang:
• status studi Amdal, apakah studi Amdal
dilaksanakan secara terintegrasi,
bersamaan atau setelah studi kelayakan
teknis dan ekonomis dilakukan.
• kesesuaian lokasi rencana usaha dan/atau
kegiatan dengan rencana tata ruang yang
telah ditetapkan.
• Deskripsi rencana usaha dan/atau kegiatan
dengan fokus kepada komponen-komponen
kegiatan yang berpotensi menyebabkan
dampak lingkungan berdasarkan tahapan
kegiatan, termasuk alternatifnya (jika ada)
dan pengelolaan lingkungan yang sudah
disiapkan.
2) Deskripsi rona lingkungan hidup awal
Deskripsi rona lingkungan hidup awal berisi
uraian mengenai rona lingkungan hidup secara
umum di lokasi rencana usaha dan/atau
kegiatan. Secara detail penjelasan yang harus
disampaikan pada bagian ini terdiri dari:

30
• Komponen lingkungan terkena dampak,
paling sedikit memuat komponen geo-fisik-
kimia, biologi dan komponen sosio-
ekonomi-budaya.
• Usaha dan/atau kegiatan yang ada disekitar
lokasi rencana usaha dan/atau kegiatan
yang diusulkan beserta dampak yang
ditimbulkan terhadap lingkungan hidup.
3) Hasil pelibatan masyarakat
Pada bagian ini harus diuraikan informasi hasil
proses pelibatan masyarakat yang diperlukan
dalam proses pelingkupan. Pelibatan masya-
rakat merupakan bagian proses pelingkupan
yang dilakukan melalui pengumuman dan
konsultasi publik. Biasanya pendapat dan
tanggapan yang diterima dari masyarakat
sangat beragam dan banyak, sehingga
sebelum digunakan sebagai input dalam proses
pelingkupan harus diolah terlebih dahulu. Tidak
semua pendapat dan tanggapan dari
masyarakat relevan untuk dikaji dalam Andal,
untuk itu bukti pengumuman dan hasil
pelaksanaan konsultasi publik dapat
dilampirkan. Namun demikian, secara rinci
informasi minimal yang harus dijelaskan dalam
bagian ini diantaranya adalah:
• Informasi deskriptif tentang keadaan
lingkungan sekitar (keberadaan dan jenis
ekosistem atau kegiatan/usaha yang
berada di dekat lokasi rencana usaha
dan/atau kegiatan yang diusulkan )
• Nilai-nilai lokal, dan kebiasaan adat terkait
dengan rencana usaha dan/atau kegiatan
yang diusulkan

31
• Aspirasi masyarakat; misalnya kekhawa-
tiran tentang perubahan lingkungan yang
mungkin terjadi, serta harapan tentang
perbaikan lingkungan atau kesejahteraan
yang diharapkan akibat adanya rencana
usaha dan/atau kegiatan tersebut.
4) Dampak penting hipotetik
Setiap usaha dan/atau kegiatan pasti akan
memiliki dampak terhadap lingkungan,
pendugaan terhadap dampak lingkungan yang
berpotensi terjadi dari rencana usaha dan/atau
kegiatan tersebut disebut sebagai dampak
potensial. Dalam mengidentifikasi atau
melakukan pendugaan dampak potensial dari
suatu rencana usaha dan/atau kegiatan tidak
memperhatikan besar/kecilnya atau penting
tidaknya dampak, tetapi hanya
menginventarisasi dampak potensial yang
mungkin akan timbul akibat adanya kegiatan
dan/atau usaha tersebut. Identifikasi dampak
potensial dilakukan dengan menggunakan
metode-metode ilmiah yang berlaku secara
nasional dan/atau internasional. Selanjutnya
berdasarkan dampak potensial tersebut,
dilakukan evaluasi dengan menggunakan
metode-metode ilmiah yang berlaku secara
nasional dan/atau internasional untuk
menentukan Dampak Penting Hipotetik (DPH).

Berdasarkan proses tersebut diatas, maka pada


bagian ini harus disampaikan daftar dampak-
dampak potensial yang mungkin timbul, serta
daftar dampak penting hipotetik dari rencana
usaha dan/atau kegiatan yang diusulkan.

32
Selain itu harus dijelaskan proses evaluasi
dampak potensial menjadi dampak penting
hipotetik (DPH) yang akan dikaji lebih lanjut
dalam Andal sebagai hasil pelingkupan.
Dampak potensial yang tidak dikaji lebih lanjut
juga harus dijelaskan alasan-alasannya dengan
dasar-dasar argumentasi yang kuat, mengapa
dampak potensial tersebut tidak dikaji lebih
lanjut.

5) Batas wilayah studi dan batas waktu kajian


Batas wilayah studi analisis dampak lingkungan
adalah ruang yang didapat dari proses
tumpang susun (overlay) dari keempat wilayah
proyek, ekologis, sosial dan administratif.
Dimana dalam penentuan batas wilayah studi
dapat disesuaikan dengan kemampuan
pelaksana dalam hal sumber data, waktu,
dana, tenaga, tehnik, dan metode telaahan.
Penjelasan masing-masing dari empat wilayah
yang membentuk batas wilayah studi, adalah
sebagai berikut:
• Batas wilayah proyek merupakan ruang
dimana suatu rencana usaha dan/atau
kegiatan akan melakukan kegiatan pra-
konstruksi, konstruksi dan operasi.
• Batas ekologis adalah ruang persebaran
dampak dari rencana kegiatan menurut
media transportasi limbah (air, udara),
dimana proses alami yang berlangsung di
dalam ruang tersebut diperkirakan akan
mengalami perubahan mendasar. Batas
ekologis akan mengarahkan penentuan

33
lokasi pengumpulan data rona lingkungan
awal dan analisis persebaran dampak.
• Batas sosial merupakan ruang di sekitar
rencana usaha dan/atau kegiatan yang
merupakan tempat berlangsungnya
berbagai interaksi sosial yang, mengandung
norma dan nilai tertentu yang sudah mapan
(termasuk sistem dan struktur sosial),
sesuai dengan proses dinamika sosial suatu
kelompok masyarakat yang diperkirakan
akan mengalami perubahan mendasar
akibat suatu rencana usaha dan/atau
kegiatan. Batas ini pada dasarnya
merupakan ruang di mana masyarakat
yang terkena dampak seperti limbah, emisi
atau kerusakan lingkungan, tinggal atau
melakukan kegiatan.
• Batas Administratif adalah ruang dimana
masyarakat dapat secara leluasa melakukan
kegiatan sosial ekonomi, budaya sesuai
dengan peraturan perundangan yang
berlaku di dalam ruang tersebut.
Pada bagian ini harus dijelaskan dasar
penentuan batas wilayah studi, berikut peta
hasil tumpang susun (overlay) yang dihasilkan.
Selain menetapkan batas wilayah studi, pada
bagian ini juga harus menjelaskan batas waktu
kajian yang akan digunakan dalam melakukan
prakiraan dan evaluasi dampak dalam kajian
Amdal. Setiap dampak penting hipotetik yang
dikaji memiliki batas waktu kajian tersendiri.
Penentuan batas waktu kajian ini selanjutnya
digunakan sebagai dasar untuk melakukan
penentuan perubahan rona lingkungan tanpa
34
adanya rencana usaha dan/atau kegiatan atau
dengan adanya rencana usaha dan/atau
kegiatan.
c). Metode Studi
Pada bagian ini berisi penjelasan dan informasi
tentang metode studi yang digunakan, meliputi:
1) Metode pengumpulan dan analisis data yang
akan digunakan.
Dalam melakukan kajian dampak lingkungan
tentunya diperlukan data untuk penyusunan
rona lingkungan hidup awal rinci dan sebagai
masukan dalam melakukan prakiraan besaran
dan sifat penting dampak. Data yang
dibutuhkan berupa data primer dan data
sekunder yang dapat dipercaya (reliable).
Untuk itu dalam pengumpulan data harus
dilakukan dengan metode pengumpulan yang
dapat dipercaya dan sesuai dengan
SNI/peraturan perundang-undangan yang
berlaku/metode-metode ilmiah yang berlaku
secara nasional dan/atau internasional. Selain
itu metode pengumpulan data yang digunakan
harus relevan dengan metode prakiraan
dampak penting agar data yang dikumpulkan
relevan dan representatif dengan dampak
penting hipotetik yang akan dianalisis dalam
prakiraan dampak.
Pada bagian ini harus mencantumkan:
• Metode yang digunakan dalam proses
pengumpulan data
• Jenis peralatan, instrument dan tingkat
ketelitian alat yang digunakan dalam
pengumpulan data

35
• Uraian metode yang digunakan untuk
menganalisis data hasil pengukuran/data
primer (jenis peralatan, instrument, rumus
yang digunakan dalam proses analisis
data).
2) Metode prakiraan dampak penting yang akan
digunakan
Pada bagian ini menjelaskan tentang metode-
metode prakiraan dampak penting yang akan
digunakan untuk memperkirakan besaran dan
sifat penting dampak dalam studi Andal dari
masing-masing dampak penting hipotetik,
termasuk rumus-rumus dan asumsi perkiraan
dampaknya disertai alasan pemilihan metode
tersebut.
3) Metode evaluasi secara secara holistik
terhadap dampak lingkungan
Bagian ini menguraikan metode-metode yang
digunakan untuk mengevaluasi keterkaitan
dan interaksi dampak lingkungan yang
diprakirakan timbul (seluruh dampak penting
hipotetik). Hasil evaluasi berupa penentuan
karakteristik dampak rencana usaha dan/atau
kegiatan total terhadap lingkungan hidup,
yang akan digunakan untuk menentukan
kelayakan atau ketidaklayakan lingkungan
hidup.
d). Daftar Pustaka
Pada bagian ini diuraikan pustaka dan literatur
yang digunakan untuk keperluan penyusunan
dokumen Kerangka Acuan.
e). Lampiran
Lampiran merupakan informasi tambahan yang
terkait dengan:
36
1) Bukti formal yang menyatakan bahwa jenis
usaha kegiatan tersebut secara prinsip dapat
dilakukan
2) Copy sertifikat kompetensi penyusun Amdal
3) Copy tanda registrasi lembaga penyedia jasa
penyusunan (LPJP) Amdal untuk dokumen
Amdal yang disusun oleh LPJP atau tanda
registrasi penyusunan perorangan untuk
dokumen Amdal yang disusun oleh tim
penyusun perorangan.
4) Keputusan Pembentukan Tim Pelaksana Studi
Amdal, untuk dokumen amdal yang disusun
oleh tim penyusun perorangan.
5) Biodata singkat personil penyusun Amdal
6) Surat pernyataan bahwa personil tersebut
benar-benar melakukan penyusunan dan
ditandatangani di atas materai.
7) Informasi detail lainnya mengenai rencana
usaha dan/atau kegiatan (jika dianggap perlu)
8) Bukti formal bahwa rencana usaha dan/atau
kegiatan telah sesuai dengan rencana tata
ruang yang berlaku (Surat kesesuaian tata
ruang dari BKPTRN atau instansi yang
bertanggung jawab di bidang penataan ruang)
9) Data dan informasi mengenai rona lingkungan
hidup (tabel, data, grafik, foto rona
lingkungan hidup)
10) Bukti pengumuman studi Amdal
11) Butir-butir penting hasil pelibatan masyarakat,
antara lain berupa:
• Hasil konsultasi publik
• Hasil diskusi dengan pihak-pihak yang
terlibat
• Pengolahan data hasil konsultasi public.
12) Data dan informasi lain yang dianggap perlu.
37
2. Dokumen ANDAL
a) Pendahuluan
Pendahuluan memuat:
1) Ringkasan deskriptif rencana usaha dan/atau
kegiatan;
Berisi uraian singkat mengenai deskrpsi rencana
usaha dan/atau kegiatan dengan fokus pada
komponen-komponen kegiatan yang berpotensi
menimbulkan dampak lingkungan, berikut
alternatif-alternatif dari rencana usaha dan/atau
kegiatan tersebut (jika ada). Uraian ini mengacu
pada proses pelingkupan yang tercantum dalam
dokumen KA.
2) Ringkasan dampak penting hipotetik yang
ditelaah/dikaji;
Pada bagian ini berisi uraian secara singkat
Dampak Penting Hipotetik (DPH) yang akan
dikaji denga mengacu pada hasil pelingkupan
dalam dokumen KA. Uraian singkat dilengkapi
dengan bagan alir proses pelingkupan.
3) Batas wilayah studi serta batas waktu kajian
berdasarkan hasil pelingkupan dalam kerangka
acuan.
Pada bagian ini menjelaskan secara singkat
batas wilayah studi dan menampilkannya dalam
bentuk peta atau data informasi spasial batas
wilayah studi yang dapat menggambarkan
batas wilayah proyek, ekologis, sosial dan
administratif dengan mengacu pada hasil
pelingkupan dalam dokumen KA. Selain itu juga
diuraikan batas waktu kajian yang akan
digunakan dalam melakukan prakiraan dan
evaluasi secara holistik terhadap setiap dampak
penting hipotetik yang akan dikaji dalam Andal

38
dengan mengacu pada batas waktu kajian hasil
pelingkupan. Penentuan batas waktu kajian ini
selanjutnya digunakan sebagai dasar untuk
melakukan penentuan perubahan rona awal
lingkungan tanpa adanya rencana usaha
dan/atau kegiatan dibandingkan dengan
perubahan rona lingkungan dengan adanya
rencana usaha dan/atau kegiatan.
b) Deskripsi Rinci Rona Lingkungan Hidup Awal
Pada bagian ini menguraikan rona lingkungan
hidup secara rinci dan mendalam di lokasi rencana
usaha dan/atau kegiatan, mencakup:
1) Komponen lingkungan yang akan terkena
dampak penting akibat adanya rencana usaha
dan/atau kegiatan. Atau komponen lingkungan
yang ada di sekitar lokasi rencana usaha
dan/atau kegiatan serta kondisi lingkungannya.
Pada bagian ini minimal berisi:
• Komponen geo-fisik-kimia, seperti sumber
daya geologi, tanah, air permukaan, air
bawah tanah, udara, kebisingan, dll.
• Komponen biologi, seperti vegetasi/flora,
fauna, tipe ekosistem, keberadaan species
langka dan/atau endemic serta habitatnya,
dll.
• Komponen sosio-ekonomi-budaya, seperti
tingkat pendapatan, demografi, mata
pencaharian, budaya setempat, situs
arkeologi, situs budaya, dll.
• Komponen kesehatan masyarakat, seperti
perubahan tingkat kesehatan masyarakat.
2) Usaha dan atau kegiatan yang ada di sekitar
lokasi rencana usaha dan/atau kegatan yang

39
diusulkan beserta dampak yang ditimbulkannya
terhadap lingkungan hidup.
Selain hal tersebut di atas, pada bagian ini juga
diuraikan kondisi kualitatif dan kuantitatif
berbagai sumber daya alam yang ada di wilayah
studi rencana usaha dan/atau kegiatan, baik
yang sudah atau yang akan dimanfaatkan
maupun yang masih dalam bentuk potensi.
c) Prakiraan Dampak Penting
Pada bagian ini diuraikan tentang hasil prakiraan
besaran dan sifat penting dampak untuk setiap
dampak penting hipotetik (DPH) yang dikaji.
Perhitungan dan analisis prakiraan dampak penting
hipotetik menggunakan metode prakiraan dampak
yang tercantum dalam KA.
d) Evaluasi Secara Holistik terhadap Dampak
Lingkungan
Bagian ini berisi uraian mengenai hasil evaluasi
atau telaahan keterkaitan dan interaksi seluruh
dampak penting hipotetik (DPH) dalam rangka
penentuan karakteristik dampak rencana usaha
dan/atau kegiatan secara total terhadap
lingkungan hidup.
e) Daftar Pustaka
Berisi rujukan data dan pernyataan-pernyataan
penting yang harus ditunjang oleh kepustakaan
ilmiah yang mutakhir serta disajikan dalam daftar
pustaka dengan mengikuti penulisan yang baku.
f) Lampiran
Pada bagian ini dilampirkan:
1) Surat Persetujuan Kesepakatan Kerangka Acuan
atau Pernyataan Kelengkapan Administrasi
Dokumen Kerangka Acuan.
40
2) Data dan informasi rinci mengenai rona
lingkungan hidup (tabel, data, grafik, foto rona
lingkungan hidup)
3) Ringkasan dasar-dasar teori, asumsi-asumsi
yang digunakan, tata cara, rincian proses dan
hasil perhitungan-perhitungan yang digunakan
dalam prakiraan dampak.
4) Ringkasan dasar-dasar teori, asumsi-asumsi
yang digunakan, tata cara, rincian proses dan
hasil perhitungan-perhitungan yang digunakan
dalam evaluasi secara holistic terhadap dampak
lingkungan.
5) Data dan informasi lain yang dianggap perlu
atau relevan.

3. Dokumen RKL-RPL
Rencana pengelolaan lingkungan hidup (RKL) memuat
upaya-upaya mencegah, mengendalikan dan menang-
gulangi dampak penting lingkungan hidup lainnya yang
bersifat negatif dan meningkatkan dampak positif yang
timbul sebagai akibat dari suatu rencana usaha
dan/atau kegiatan. Sedangkan rencana pemantauan
lingkungan hidup (RPL) memuat komponen/parameter
lingkungan hidup yang dipantau, mencakup kompo-
nen/parameter lingkungan hidup yang mengalami
perubahan mendasar, atau terkena dampak penting
dan yang terkena dampak lingkungan hidup lainnya.
Adapun sistematika dari dokumen RKL-RPL adalah
sebagai berikut:
a. Pendahuluan
Pada bagian ini diuraikan hal-hal sebagai berikut:
1). Pernyataan tentang maksud dan tujuan
pelaksanaan RKL-RPL secara umum.

41
Pernyataan harus diuraikan secara sistematis,
singkat dan jelas.
2). Pernyataan kebijakan lingkungan dari pemra-
karsa. Berisi uraian secara singkat tentang
komitmen pemrakarsa untuk memenuhi
ketentuan peraturan perundang-undangan di
bidang lingkungan, serta komitmen untuk
melakukan penyempurnaan pengelolaan dan
pemantauan lingkungan hidup secara
berkelanjutan dalam bentuk mencegah,
menanggulangi dan mengendalikan dampak
lingkungan yang disebabkan oleh kegiatan-
kegiatannya serta melakukan pelatihan bagi
karyawannya di bidang pengelolaan
lingkungan hidup.
b. Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup
Pada bagian ini diuraikan mengenai bentuk-bentuk
pengelolaan lingkungan hidup yang dilakukan atas
dampak yang ditimbulkan dalam rangka untuk
menghindari, mencegah, meminimasi dan/atau
mengendalikan dampak negatif dan meningaktkan
dampak positif. Uraian tersebut disampaikan
secara singkat dan jelas dalam bentuk matriks
atau tabel yang berisi pengelolaan terhadap
dampak yang ditimbulkan. Unsur-unsur yang
disampaikan dalam tabel terdiri dari:
1) Dampak lingkungan (dampak penting dan
dampak lingkungan lainnya)
2) Sumber dampak (dampak penting dan dampak
lingkungan lainnya)
3) Indikator keberhasilan pengelolaan lingkungan
hidup
4) Bentuk pengelolaan lingkungan hidup
5) Lokasi pengelolaan lingkungan hidup

42
6) Periode pengelolaan lingkungan hidup
7) Institusi Pengelola Lingkungan Hidup
c. Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup
Pada bagian ini diuraikan secara singkat dan jelas
rencana pemantauan dalam bentuk matrik atau
tabel untuk dampak yang ditimbulkan. Matrik atau
tabel berisi informasi mengenai:
1) Dampak yang dipantau, terdiri dari jenis
dampak yang terjadi, komponen lingkungan
yang terkena dampak, dan indikator/parameter
yang dipantau dan sumber dampak.
2). Bentuk pemantauan lingkungan hidup yang
terdiri dari metode pengumpulan dan analisis
data, lokasi pemantauan, waktu dan frekuensi
pemantauan.
3) Institusi pemantau lingkungan hidup, yang
terdiri dari pelaksana, pengawas dan penerima
laporan pemantauan.
d. Jumlah dan Jenis Izin PPLH yang Dibutuhkan
Jika rencana usaha dan/atau kegiatan yang
diajukan memerlukan izin PPLH, maka pada bagian
ini harus dicantumkan daftar jumlah dan jenis izin
PPLH yang dibutuhkan.
e. Pernyataan Komitmen Pelaksanaan RKL-RPL
Bagian ini memuat pernyataan pemrakarsa untuk
melaksanakan RKL-RPL yang ditandatangani di
atas materai.
f. Daftar Pustaka
Berisi daftar literatur yang digunakan sebagai
sumber referensi dan informasi dalam penyusunan
RKL-RPL.
g. Lampiran
Jika ada.
43
F. Rangkuman
Tahapan awal dalam proses penyusunan Amdal adalah
melakukan penapisan. Penapisan dilakukan untuk
menentukan apakah suatu rencana usaha dan/atau
kegiatan wajib Amdal atau tidak wajib Amdal. Penapisan
dilakukan dengan cara melihat jenis kegiatan dan
skala/besaran dari rencana usaha dan/atau kegiatan yang
diusulkan, serta lokasi dimana rencana usaha dan/atau
kegiatan akan dilakukan.

Setelah dilakukan penapisan, maka bagi rencana usaha


dan/atau kegiatan yang wajib Amdal dapat segera
menyusun Kerangka Acuan (KA) yang berisi ruang lingkup
studi analisis dampak lingkungan hidup. KA dihasilkan dari
proses pelingkupan yang menjabarkan kedalaman analisis
mengenai dampak lingkungan hidup. Setelah KA dinilai dan
disetujui oleh Komisi Penilai Amdal, selanjutnya
pemrakarsa menyusun dokumen Andal dan RKL-RPL.
Dokumen Andal dan RKL-RPL selanjutnya dinilai oleh KPA.
Berdasarkan rekomensasi hasil penilaian rapat KPA akan
terbit surat keputusan kelayakan atau ketidaklayakan
lingkungan dan izin lingkunga.

Dalam proses penyusunan dan penilaian dokumen Amdal


tersebut (KA, Andal, RKL-RPL) masyarakat wajib
dilibatkan, dimana masyarakat yang terlibat terdiri dari
masyarakat yang terkena dampak, masyarakat pemerhati
lingkungan hidup, dan masyarakat yang terpengaruh atas
segala bentuk keputusan dalam proses Amdal. Pelibatan
masyarakat dalam proses penyusunan dokumen Amdal
dalam bentuk saran pendapat dan tanggapan (SPT)
melalui pemberitahuan/pengumuman tentang rencana
usaha dan/atau kegiatan, konsultasi publik dan
keanggotaan di Komisi Penilai Amdal.

44
Guna menjaga kualitas dokumen Amdal yang disusun,
maka diberlakukan sertifikasi penyusun Amdal. Sehingga
orang yang diperbolehkan menyusun dokumen Amdal
adalah mereka yang telah memiliki sertifikasi sebagai
penyusun Amdal.

G. Latihan
1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan penapisan dalam
Amdal dan hal-hal apa saja yang harus
diperhatikan/dipertimbangkan dalam melakukan
penapisan!
2. Sebutkan jenis-jenis dokumen Amdal dan Jelaskan!
3. Pada tahapan apa saja masyarakat dapat terlibat
dalam proses penyusunan Amdal? Jelaskan!
4. Bagaimana cara mengidentifikasi suatu rencana usaha
dan/atau kegiatan merupakan Amdal tunggal, terpadu,
atau kawasan?

45
BAB III
TATA LAKSANA PENILAIAN AMDAL DAN PENERBITAN
IZIN LINGKUNGAN

Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta diklat diharapkan


dapat menjelaskan tata laksana penilaian Amdal dan penerbitan
Izin lingkungan

A. Komisi Penilai Amdal (KPA)


1. Kelembagaan Komisi Penilai Amdal
Dokumen Amdal yang telah disusun oleh pemrakarsa
akan dinilai oleh Komisi Penilai Amdal (KPA) yang
dibentuk oleh Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota
sesuai dengan kewenangannya. Pembagian
kewenangan penilaian dokumen Amdal bertujuan
untuk mendapatkan kepastian hukum terhadap
kewenangan penilaian Amdal bagi setiap rencana
usaha dan/atau kegiatan. Selain itu pembagian
kewenangan dalam penilaian dokumen Amdal juga
bertujuan untuk menghindari perbedaan penafsiran
dalam melaksanakan penilaian Amdal.

Pembagian kewenangan penilaian dokumen Amdal bagi


KPA Pusat, KPA Provinsi dan KPA Kabupaten/Kota
didasarkan atas kriteria pembagian kewenangan yang
diatur dalam Undang-undang nomor 32 tahun 2004
tentang Pemerintah daerah. Kriteria tersebut meliputi
eksternalitas, akuntabilitas dan efisiensi, serta
memperhatikan keserasian hubungan antar tingkatan
dan/atau susunan pemerintahan. Kriteria eksternalitas
adalah penyelenggara suatu urusan pemerintahan
ditentukan berdasarkan luas, besaran, dan jangkauan
46
dampak yang timbul akibat penyelenggaraan suatu
urusan pemerintahan. Kriteria akuntabilitas adalah
penanggungjawab penyelenggaraan suatu urusan
pemerintahan ditentukan berdasarkan kedekatannya
dengan luas, besaran, dan jangkauan dampak yang
ditimbulkan oleh penyelenggaraan suatu urusan
pemerintahan. Sementara kriteria efisiensi adalah
penyelenggara suatu urusan pemerintahan ditentukan
berdasarkan perbandingan tingkat daya guna yang
paling tinggi yang dapat diperoleh.

Selain berdasarkan kriteria tersebut di atas,


pertimbangan lain yang digunakan dalam membagi
kewenangan penilaian dokumen Amdal berdasarkan
kepada dampak lingkungan dari rencana usaha
dan/atau kegiatan, pengalaman empirik dalam proses
Amdal, kemampuan daerah, ketersediaan tenaga ahli
di daerah, dan tingkat kemudahan koordinasi dalam
pelaksanaan penilaian Amdal. Untuk lebih jelasnya
pembagian kewenagan penilaian dokumen Amdal
dapat dilihat pada Tabel 2 di bawah ini.

Tabel 2. Pembagian Kewenangan Penilaian Dokumen


Amdal

Kewenangan
No Jenis Usaha dan /atau Kegiatan
Penilaian
I KPA Pusat 1 Bersifat strategis nasional
2 Menyangkut Pertahanan dan Keamanan
Negara
3 Berlokasi di lebih dari 1 (satu) wilayah
provinsi
4 Berlokasi di wilayah RI yang sedang
dalam sengketa dengan Negara lain
5 Berlokasi di wilayah laut lebih dari 12
(dua belas) mil laut diukur dari garis
pantai ke arah laut lepas

47
Kewenangan
No Jenis Usaha dan /atau Kegiatan
Penilaian
6 Berlokasi di lintas batas NKRI dengan
Negara lain
II KPA Provinsi 1 Bersifat strategis provinsi
2 Berlokasi di lebih dari 1 (satu) wilayah
kabupaten/kota
3 Berlokasi di lintas kabupaten/kota
4 Berlokasi di wilayah laut paling jauh 12
(dua belas) mil dari garis pantai ke arah
laut lepas dan/atau ke arah perairan
kepulauan
III KPA Kabu- 1 Bersifat strategis kabupaten/kota
paten/Kota 2 Berlokasi di wilayah kabupaten/kota

Komisi Penilai Amdal antara lain mempunyai tugas


memberikan rekomendasi kelayakan/ketidaklayakan
lingkungan hidup berdasarkan penilaian terhadap hasil
kajian yang tercantum dalam Andal dan RKL-RPL.
Dalam menjalankan tugasnya KPA dibantu oleh Tim
Teknis dan Sekretariat KPA. Antara KPA, Tim Teknis
dan sekretariat memiliki tugas yang berbeda dan saling
membantu satu dengan yang lainnya, dimana tim
teknis dan sekretariat bertanggung jawab kepada KPA.

Secara rinci Tabel 3 di bawah ini menjabarkan tugas


KPA, Tim Teknis dan Sekretariat.

Tabel 3. Tugas KPA, Tim Teknis dan Sekretariat


Susunan
No Keanggotaan Tugas
KPA
1. KPA:
A Ketua 1 Menugaskan tim teknis untuk melakukan
penilaian dokumen KA, Andal, RKL-RPL
2 Menerbitkan Persetujuan KA
3 Memimpin Sidang Komisi untuk menentukan
kelayakan atau ketidaklayakan lingkungan

48
Susunan
No Keanggotaan Tugas
KPA
4 Menandatangani dan menyampaikan hasil
penilaian akhir berupa rekomendasi hasil
penilaian akhir mengenai
kelayakan/ketidaklayakanlingkungan
B Sekretaris 1 Ketua tim Teknis
2 Membantu tugas ketua KPA dalam melakukan
koordinasi proses penilaian KA, Andal dan
RKL-RPL
3 Menyusun rumusan konsep persetujuan KA
4 Menyusun rumusan hasil penilaian secara
teknis atas Andal, RKL-RPL yang dilakukan
Tim teknis
5 Mewakili ketua KPA untuk memimpin sidang
KPA dalam hal ketua KPA berhalangan
6 Menyampaikan hasil penilaian teknis atas
andal, RKL-RPL kepada KPA, dalam hal ketua
KPA tidak berhalangan
7 Menyusun rumusan hasil penilaian andal, dan
RKL-RPL yang dilakukan KPA
8 Merumuskan konsep rekomendasi kelayakan
atau keputusan ketidaklayakan lingkungan
hidup
9 Merumuskan konsep surat keputusan
kelayakan atau keputusan ketidaklayakan
lingkungan hidup
10 Merumuskan konsep izin lingkungan yang
diberikan atas keputusan kelayakan
lingkungan hidup
C Anggota Memberikan penilaian terhadap kelayakan atau
ketidaklayakan lingkungan hidup atas rencana
usaha dan/atau kegiatan
2 Tim Teknis 1 Menilai secara teknis dan melakukan kendali
mutu atas dokumen KA, Andal dan RKL-RPL
beserta perbaikannya melalui: uji tahap
proyek, uji kualitas dokumen dan telaahan
terhadap kelayakan atau ketidaklayakan ling-
kungan atas rencana usaha dan/atau kegiatan
2 Menyampaikan hasil penilaian KA, Andal, RKL-
RPL kepada Ketua KPA

49
Susunan
No Keanggotaan Tugas
KPA
3 Menyampaikan hasil telaahan terhadap
kelayakan atau ketidaklayakan lingkungan
rencana usaha dan/atau kegiatan dan hal-hal
teknis yang harus diperhatikan oleh anggota
KPA dalam memberikan rekomendasi
kelayakan atau ketidaklayakan
4 Dapat merekomendasikan pemrakarsa untuk
mengganti tim penyusun dokumen amdal,
apabila hasil uji kualitas dokumen
menunjukkan bahwa dokumen Amdal yang
disusun tidak memenuhi persyaratan kualitas
dokumen Amdal
3 Sekretariat 1 Menerima dokumen KA, Andal, RKL-RPL
KPA 2 Memberikan tanda terima atas dokumen KA,
Andal, RKL-RPL
3 Melakukan kendali mutu atas dokumen KA,
Andal dan RKL-RPL melalui uji administrasi
4 Memberikan pernyataan tertulis tentang
kelengkapan atau ketidaklengkapan
administrasi atas dokumen KA, Andal dan RKL-
RPL yang diajukan
5 Menerima dokumen KA, Andal dan RKL-RPL
hasil perbaikan untuk disampaikan kembali
kepada tim teknis
6 Melaksanakan tugas bidang kesekretariatan,
perlengkapan, penyediaan informasi
pendukung dalam penyelenggaraan rapat tim
teknis dan rapat komisi penilai
7 Memberikan informasi status penilaian
dokumen KA, Andal dan RKL-RPL
8 Melaksanakan tugas lain yang diberikan KPA

Ketua KPA Pusat harus dipimpin oleh pejabat eselon I


yang membidangi Amdal pada instansi lingkungan
hidup pusat. Sementara untuk ketua KPA provinsi dan
kabupaten/Kota harus dipimpin oleh pejabat setingkat
eselon II pada instansi lingkungan hidup
provinsi/kabupaten/kota. Secara rinci kelengkapan
50
struktur keanggotaan Komisi Penilai Amdal dapat
dilihat pada Tabel 4 di bawah ini.

Tabel 4. Struktur Keanggotaan Komisi Penilai Amdal


Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota
Struktur
KPA
No Keanggotaan KPA Pusat KPA Provinsi
Kab/Kota
KPA
1 KPA:
a Ketua Pejabat seting-Pejabat seting- Pejabat seting-
kat Eselon I kat Eselon II kat Eselon II
yang membi- yang membi- yang membi-
dangi Amdal di dangi Amdal di dangi Amdal di
Instansi Instansi Instansi
Lingkungan Lingkungan Lingkungan
hidup Pusat hidup Provinsi hidup Kab/kota
b Sekretaris Pejabat Pejabat Pejabat
setingkat setingkat setingkat
Eselon II yang Eselon III yang Eselon III yang
membidangi membidangi membidangi
Amdal di Amdal di Amdal di
Instansi Instansi Instansi
Lingkungan Lingkungan Lingkungan
hidup Pusat hidup Provinsi hidup Kab/kota
c Anggota A KLH Badan Badan
Perencanaan Perencanaan
pembangunan pembangunan
daerah Provinsi daerah
B Kementerian Instansi Instansi
Dalam lingkungan lingkungan
Negeri hidup provinsi hidup
C Instansi di Instansi di Instansi di
bidang bidang bidang
kesehatan penanaman penanaman
modal daerah modal daerah
D Instansi di Instansi di Instansi di
bidang bidang perta- bidang perta-
Hankam nahan daerah nahan daerah
E Instansi di Instansi di Instansi di
bidang bidang hankam bidang
penanaman daerah kesehatan
modal

51
Struktur
KPA
No Keanggotaan KPA Pusat KPA Provinsi
Kab/Kota
KPA
f Instansi di Instansi di Wakil instansi-
bidang bidang kese- instansi daerah
pertanahan hatan Provinsi yang membi-
dangi usaha
dan/atau
kegiatan yang
bersangkutan
G Instansi di Wakil instansi Ahli di bidang
bidang Ilmu pusat dan/atau lingkungan
Pengeta- daerah yang hidup
huan membidangi
usaha
dan/atau
kegiatan yang
bersangkutan
H Kembaga/ Wakil instansi Organisasi LH
kementerian terkait di sesuai dengan
yang membi- provinsi bidang usaha
dangi usaha dan/atau
dan/atau kegiatan yang
kegiatan dikaji
yang dikaji
I Wakil Wakil dari Wakil
provinsi yang kabupaten/kota masyarakat
bersang- yang terkena
kutan bersangkutan dampak
J Wakil PSLH Anngota lain
kabupaten/ perguruan yang dianggap
kota yang Tinggi daerah perlu
bersangkutan
K Ahli di bidang Ahli di bidang
yang berkait- lingkungan
an dengan hidup
rencana usa-
ha dan/atau
kegiatan
yang dikaji
L Organisasi Ahli di bidang
LH sesuai yang berkaitan
dengan bi-
dang usaha

52
Struktur
KPA
No Keanggotaan KPA Pusat KPA Provinsi
Kab/Kota
KPA
dan/atau
kegiatan
yang dikaji
M Wakil Organisasi LH
masyarakat sesuai dengan
terkena bidang usaha
dampak dan/atau
kegiatan yang
dikaji
N Anngota lain Wakil masya-
yang diang- rakat terkena
gap perlu dampak
2 Tim Teknis:
a Ketua Ex-officio dijabat oleh sekertaris KPA
b Anggota i Ahli dari instansi teknis yang membidangi
usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan
ii Ahli di bidang lingkungan hidup dari instansi
lingkungan hidup
iii Ahli di bidang yang berkaitan dengan
rencana usaha dan/atau kegiatan dan
dampak lingkungan dari rencana usaha
dan/atau kegiatan
3 Sekretariat
KPA
a Kepala Pejabat Pejabat Pejabat
sekretariat setingkat setingkat setingkat
eselon III ex- eselon IV ex- eselon IV ex-
officio pada officio pada officio pada
Instansi Instansi Instansi
Lingkungan Lingkungan Lingkungan
hidup Pusat hidup hidup Kabu-
Provinsi paten/Kota
b Anggota Staf pada instansi lingkungan hidup yang
Sekretariat membidangi Amdal

2. Lisensi Komisi Penilai Amdal


Berdasarkan Pasal 29 ayat (2) UU Nomor 32 Tahun
2009 tentang PPLH dinyatakan bahwa : Komisi Penilai
Amdal wajib memiliki lisensi dari Menteri, gubernur,
53
atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
Berdasarkan amanat pasal 29 ayat 2 UU Nomor 32
Tahun 2009, Kementerian Lingkungan Hidup
menerbitkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan
Hidup Nomor 15 Tahun 2010 tentang Pesyaratan dan
Tata Cara Lisensi Komisi Penilai Amdal. Lisensi
merupakan tanda bukti telah dipenuhinya persyaratan
komisi penilai Amdal Pusat, provinsi/kabupaten/kota
untuk dapat melakukan penilaian dokumen Amdal.
Lisensi ini wajib dimiliki oleh komisi penilai Amdal untuk
dapat melakukan penilaian dokumen Amdal, untuk
pemeriksaan UKL-UPL tidak dipersyaratkan adanya
tanda bukti lisensi.
Lisensi diterbitkan oleh menteri untuk KPA Pusat,
Gubernur untuk KPA Provinsi, dan Bupati/walikota
untuk KPA Kabupaten/Kota. Penerbitan lisensi KPA
Pusat oleh menteri dapat diberikan setelah KPA Pusat
memenuhi persyaratan. Sedangkan penerbitan lisensi
KPA Provinsi dan Kabupaten/Kota dapat diberikan
setelah memenuhi persyaratan dan mendapat
rekomendasi dari deputi menteri untuk KPA Provinsi
dan rekomendasi dari gubernur untuk KPA
Kabupaten/Kota.

Persyaratan yang wajib dipenuhi oleh KPA Pusat,


Provinsi dan Kabupaten/Kota agar mendapat lisensi
adalah sebagai berikut:
• ketua komisi penilai amdal pusat dipimpin oleh
pejabat minimal setingkat eselon I, Ketua KPA
Provinsi dan Kabupaten Kota minimal dipimpin oleh
pejabat setingkat eselon II
• memiliki sekretariat komisi penilai Amdal yang
berkedudukan di Instansi Lingkungan Hidup Pusat,

54
• memiliki tim teknis dengan sumber daya manusia
yang telah lulus pelatihan penyusunan dokumen
Amdal paling sedikit 2 (dua) orang dan pelatihan
penilaian Amdal paling sedikit 3 orang
• keanggotaan komisi penilai mencakup tenaga ahli di
bidang biogeofisik, kimia, ekonomi, sosial, budaya,
kesehatan, perencanaan pembangunan wilayah, dan
lingkungan hidup
• adanya organisasi lingkungan hidup atau LSM
sebagai salah satu anggota komisi penilai
• adanya kerjasama dengan laboratorium yang
terkareditasi atau yang mempunyai kemampuan
untuk menguji contoh uji kualitas lingkungan hidup,
paling sedikit untuk parameter air dan udara.

Tata cara pengajuan lisensi KPA Provinsi dan


Kabupaten Kota dapat dilihat pada gambar 5 dan 6 di
bawah ini.

55
Gambar 5. Bagan Alir Tata Cara Lisensi Komisi Penilai Amdal
Provinsi

56
bupati/walikota melalui instansi lingkungan
hidup kabupaten/kota mengajukan Pembinaan dan
permohonan rekomendasi lisensi ke gubernur pengawasan (binwas)
melalui instansi lingkungan hidup provinsi

Instansi lingkungan hidup


gubernur dengan dibantu tim provinsi menerbitkan surat
kepala terpadu memberikan tanda bukti keterangan
instansi penerimaan permohonan ketidaklengkapan
lingkungan rekomendasi lisensi dan persyaratan administrasi
hidup provinsi mengevaluasi atau permohonan rekomendasi
menetapkan memverifikasi permohonan lisensi
tim terpadu rekomendasi lisensi

Sesuai dengan persyaratan


Tidak
lisensi?

Ya

Gubernur menerbitkan
rekomendasi atas permohonan
Pembaharuan rekomendasi lisensi
lisensi

Setelah mendapatkan Pembinaan dan


‘ rekomendasi, Bupati pengawasan
memberikan tanda bukti lisensi (binwas)

Masa berlaku Terjadi perubahan yang Pemalsuan


Setelah dilakukan
lisensi habis menyebabkan persyaratan persyaratan
binwas selama 1 tahun,
lisensi tidak terpenuhi lisensi
ditemukan pelanggaran
Ya proses administrasi
amdal dan/atau
Ada Tidak ada ditemukan 5 dokumen
pemberitahuan pemberitahuan amdal berkualitas buruk-
sangat buruk
Persyaratan
lisensi dipenuhi Rekomendasi
Tidak
dalam waktu 6 lisensi dicabut
(enam) bulan?

Gambar 6. Bagan Alir Tata Cara Lisensi Komisi Penilai Amdal


Kabupaten/Kota

57
Berdasarkan pada pasal 56 ayat 1 dan ayat 2 Peraturan
Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin
Lingkungan dinyatakan bahwa:
1. Susunan Komisi Penilai Amdal terdiri dari:
a. Ketua;
b. Sekretaris;dan
c. anggota
2. Ketua dan sekretaris sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a dan huruf b, berasal:
a. Instansi lingkungan hidup pusat, untuk Komisi
Penilai Amdal Pusat
b. Instansi lingkungan hidup provinsi, untuk Komisi
Penilai Amdal Provinsi; dan
c. Instansi lingkungan hidup kabupaten/kota, untuk
Komisi Penilai Amdal Kabupaten/kota

Maka dengan pemberlakuan pasal 56 ayat 1 dan 2


Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 2012
menimbulkan konsekuesi yaitu: terhadap instansi
lingkungan hidup yang masih berbentuk Kantor (eselon
III) tidak dapat lagi melakukan penilaian Amdal,
apabila tidak meningkatkan status kelembagaan
instansi lingkungan hidupnya menjadi badan (eselon
II), terhadap tanda lisensi yang telah dimiliki oleh
instansi lingkungan hidupnya (eselon III) dinyatakan
masih berlaku sampai berakhirnya masa berlakunya
lisensi tersebut habis.

Terhadap KPA provinsi yang tidak memiliki lisensi,


penilaian dokumen Amdal yang menjadi
kewenangannya dilakukan oleh KPA pusat. Penilaian
dokumen Amdal tersebut dapat diselenggarakan di
wilayah provinsi yang bersangkutan. KPA pusat dalam
penyelenggaraan penilaian dokumen Amdal tersebut

58
wajib melibatkan wakil dari instansi lingkungan hidup
dan instansi lain yang terkait dengan rencana usaha
dan/atau kegiatan yang diajukan dokumen Amdalnya
dari pemerintah provinsi yang bersangkutan.
Berdasarkan hasil penilaian dokumen Amdal oleh KPA
Pusat, gubernur yang bersangkutan tetap yang
menerbitkan: keputusan kelayakan lingkungan hidup
dan Izin Lingkungan; atau keputusan ketidaklayakan
lingkungan hidup. Gambar 7. di bawah ini menjelaskan
alur penilaian dokumen Amdal bagi KPA Provinsi yang
tidak memiliki lisensi.

59
Pengajuan penilaian
Amdal sesuai KPA provinsi yang tidak
kewenangannya ke KPA memiliki lisensi atau
provinsi lisensinya dicabut

Disampaikan kepada
KPA pusat untuk
Penilaian wajib dilakukan dinilai
dengan melibatkan wakil
dari instansi lingkungan
hidup dan instansi lain Dilakukan penilaian
yang terkait dengan Amdal oleh KPA pusat
rencana usaha dan/atau
kegiatan yang diajukan
dokumen Amdalnya dari Rekomendasi
pemerintah provinsi yang penilaian dari KPA
bersangkutan pusat

Gubernur menertibkan:
a. SK kelayakan atau
ketidaklayakan lingkungan
hidup.
b. Izin Lingkungan atau tidak
menerbitkan Izin Lingkungan.
Berdasarkan rekomendasi penilaian
dari KPA pusat

Gambar 7. Bagan Alir Penilaian Dokumen Amdal bagi KPA


Provinsi yang tidak memiliki lisensi

60
Terhadap KPA Kabupaten/kota yang tidak memiliki
lisensi, penilaian dokumen Amdal yang menjadi
kewenangannya dilakukan oleh KPA provinsi. Penilaian
dokumen Amdal tersebut dapat diselenggarakan di
wilayah kabupaten/kota yang bersangkutan. KPA
provinsi dalam penyelenggaraan penilaian dokumen
Amdal tersebut wajib melibatkan wakil dari instansi
lingkungan hidup dan instansi lain yang terkait dengan
rencana usaha dan/atau kegiatan yang diajukan
dokumen Amdalnya dari pemerintah kabupaten/kota
yang bersangkutan. Berdasarkan hasil penilaian
dokumen Amdal yang dilakukan oleh KPA provinsi
tersebut, bupati/walikota yang bersangkutan tetap
yang menerbitkan keputusan kelayakan lingkungan
hidup dan Izin Lingkungan; atau keputusan
ketidaklayakan lingkungan hidup. Alur penilaian
dokumen Amdal bagi KPA Kabupaten/Kota yang tidak
memiliki lisensi dapat dilihat pada gambar 8 di bawah
ini

61
Pengajuan penilaian Amdal KPA kabupaten/kota yang
sesuai kewenangannya ke tidak memiliki lisensi atau
KPA kabupaten/kota lisensinya dicabut

Penilaian wajib dilakukan Disampaikan kepada KPA


dengan melibatkan wakil dari provinsi untuk dinilai
instansi lingkungan hidup dan
instansi lain yang terkait
dengan rencana usaha
dan/atau kegiatan yang Dilakukan penilaian Amdal
diajukan dokumen Amdalnya oleh KPA provinsi
dari pemerintah provinsi yang
bersangkutan
Rekomendasi penilaian
dari KPA provinsi

Bupati/walikota menertibkan:
a. SK kelayakan atau
ketidaklayakan lingkungan hidup.
b. Izin Lingkungan atau tidak
menerbitkan Izin Lingkungan.
Berdasarkan rekomendasi penilaian
dari KPA provinsi

Gambar 8. Bagan Alir Penilaian Dokumen Amdal bagi KPA


Kabupaten/Kota yang tidak memiliki lisensi

62
B. Tata Laksana Penilaian Amdal dan Penerbitan Izin
Lingkungan
Tata Laksana Penilaian Amdal dan Pemeriksaan dokumen
Lingkungan Hidup serta penerbitan Izin Lingkungan diatur
dalam Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup
Nomor 08 Tahun 2013, Peraturan Menteri ini berlaku
efektif sejak tanggal 28 Oktober 2013, sebagai pengganti
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 05
Tahun 2008 tentang Tata Kerja Komisi Penilai Amdal dan
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 24
Tahun 2009 tentang Pedoman Penilaian Dokumen Amdal;
dan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor
13 Tahun 2010 tentang Upaya Pengelolaan Lingkungan
Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup dan
Surat Penyataan Kesanggupan Pengelolaan dan
Pemantauan Lingkungan Hidup.

Berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor


08 Tahun 2013 tersebut di atas, Jenis Rencana usaha
dan/atau kegiatan yang menjadi Kewenangan Komisi
Penilaian dokumen Amdal terbagi menjadi 2 (dua) yaitu:
bersifat strategis dan tidak strategis. Jenis Rencana
usaha dan/atau kegiatan yang bersifat strategis terbagi
menjadi 3 (tiga) kewenangan Komisi Penilai Amdal (KPA)
yaitu:
 Jenis Rencana usaha dan/atau kegiatan yang bersifat
strategis yang merupakan kewenangan menteri yang
penilaian Amdalnya dilakukan oleh Komisi Penilai
Amdal (KPA) Pusat ( terdapat 7 Bidang, 23 kegiatan)
 Jenis Rencana usaha dan/atau kegiatan yang bersifat
strategis yang merupakan kewenangan Gubernur yang
penilaian Amdalnya dilakukan oleh Komisi Penilai
Amdal (KPA) Provinsi ( terdapat 6 Bidang, 17 kegiatan)

63
 Jenis Rencana usaha dan/atau kegiatan yang bersifat
strategis yang merupakan kewenangan Bupati/Walikota
yang penilaian Amdalnya dilakukan oleh Komisi Penilai
Amdal (KPA) (terdapat 5 Bidang, 12 kegiatan)
sedangkan,
Jenis Rencana usaha dan/atau kegiatan yang bersifat
tidak strategis yaitu:
 Jenis Rencana usaha dan/atau kegiatan yang
merupakan kewenangan bupati/walikota yang penilaian
Amdalnya dilakukan oleh Komisi Penilai Amdal (KPA)
Kabupaten/Kota (terdapat 9 Bidang, 27 kegiatan).

Tata laksana penilaian dokumen Amdal dilakukan


berdasarkan tahapan sebagai berkut:

a. Mekanisme Penilaian KA

64
Pengumuman dan
konsultasi Publik Durasi
penerimaan SPT:
10 hari kondisi rona KA yang telah
Penyusunan lingkungan hidup diperbaiki dapat
pemrakarsa wajib awal dan terus dilanjutkan
Kerangka Acuan (KA)
menyusun KA baru deskripsi rencana untuk dinilai oleh tim
kegiatan Tidak teknis
Pengajuan Penilaian berubah
berubah
KA
Kepada:
1. Menteri melalui
Sekretariat:
secretariat KPA Pusat tim teknis pembahasan
1. Memberikan tanda
2. Gubernur melalui kondisi rona lingkungan
bukti penerimaan
secretariat KPA Prov hidup awal dan deskripsi
2. Melakukan uji
3. Bupati/walikota melalui rencana kegiatan setelah 3
administrasi
secretariat KPA (tiga) tahun.
Kab/Kota
Keleng sesuai kewenangannya
Tidak
Setelah 3 tahun, pemrakarsa
kapan mengajukan kembali perbaikan
Ya KA dinilai oleh tim teknis

Sekretariat mem- Sekretariat mem-


berikan pernyataan berikan pernyataan KA dinyatakan tidak berlaku
kelengkapan ketidaklengkapan
administrasi administrasi
Lebih dari 3
Tahun Kurang
dari 3 Sekretariat
Sekretariat Dikembalikan ke
Tahun menyampaikan
menyiapkan rapat pemrakarsa untuk Penyampaian
perbaikan KA kepada
tim teknis diperbaiki Kembali
setiap anggota tim
Perbaikan KA
teknis
Tim teknis Sekretariat
melakukan mendokumentasikan dan dibahas dalam Setiap anggota tim
penilaian mandiri menyimpulkan hasil rapat tim teknis
(melalui uji tahap kembali untuk teknis melakukan
penilaian mandiri sebagai
proyek dan uji melakukan verifikasi kebenaran/
bahan rapat tim teknis kesesuaian atas hasil
kualitas dokumen) verifikasi
kebenaran/kese- perbaikan yang telah
suaian kembali dicantumkan dalam
Tim teknis melakukan rapat tim teknis untuk:
untuk KA
1. Membahas hasil penilaian mandiri memastikan
2. Menyepakati lingkup kajian dalam Andal bahwa seluruh
perbaikan yang
dicantumkan
KA dalam dokumen
Perlu diperbaiki telah lengkap,
Dapat Dinyatakan tidak
benar dan sesuai.
diterima dapat diterima

Ketua KPA menerbitkan Perbaikan


persetujuan KA Dinyatakan dapat KA
diterima
Pemrakarsa Pengajuan Permohonan Izin
Menyusun Lingkungan dan Penilaian
Andal, RKL-RPL Andal, RKL-RPL

Gambar 9. Bagan Alir Penilaian Kerangka Acuan


65
b. Mekanisme permohonan izin lingkungan, penilaian
andal, dan RKL-RPL
Sekretariat:
1. Memberikan tanda
bukti penerimaan Pengajuan Permohonan
2. Melakukan uji Dalam satu permohonan Kepada:
Izin Lingkungan dan 1. Menteri melalui seketariat KPA pusat;
administrasi. Penilaian Andal, RKL- 2. gubernur melalui sekretariat KPA
RPL provinsi;
Tidak 3. bupati/walikota melalui sekretariat KPA
Kelengkapan
kabupaten/kota,
Ya sesuai kewenangannya.
Sekretariat memberikan Sekretariat memberikan pemrakarsa tidak menyampaikan
pernyataan kelengkapan pernyataan ketidaklengkapan kembali perbaikan Andal, RKL-RPL
administrasi administrasi paling lama 3 (tiga) tahun

Menteri, gubernur atau


Lebih
Dikembalikan ke pemrakarsa
bupati/walikota sesuai dari 3
untuk diperbaiki
kewenangannya mengumumkan Tahun
permohonan izin lingkungan Kurang dari 3 Tahun Penyampai
Sekretariat menyampaikan
perbaikan dokumen Andal, an Kembali
Sekretariat menyiapkan rapat tim dibahas dalam rapat tim teknis Andal, RKL-
teknis
RKL-RPL kepada setiap kembali untuk melakukan verifikasi
anggota tim teknis kebenaran/kesesuaian kembali untuk
RPL Dinyatakan tidak
Sekretariat mendokumentasikan dan memastikan bahwa seluruh dapat diterima
menyimpulkan hasil penilaian man- perbaikan yang dicantumkan dalam
Setiap anggota tim teknis
diri sebagai bahan rapat tim teknis dokumen telah lengkap, benar dan
melakukan verifikasi kebenaran/ Dokumen
sesuai.
kesesuaian atas hasil perbaikan Perbaikan Andal,
Tim teknis melakukan rapat tim yang telah dicantumkan dalam RKL-RPL
teknis untuk: dokumen Andal, RKL-RPL
Dinyatakan dapat
1. Membahas hasil penilaian diterima
mandiri
2. pembahasan penilaian Andal Andal, RKL-RPL yang Sekretariat menyiapkan KPA melakukan rapat untuk memberikan
dan telah selesai dinilai oleh rapat KPA penilaian secara lisan dan tertulis atas
3. pembahasan penilaian RKL-RPL tim teknis disampaikan kelayakan atau ketidaklayakan
Perlu di- kepada sekretariat KPA Sekretaris KPA meru- lingkungan hidup dari rencana usaha
perbaiki muskan rekomendasi dan/atau kegiatan yang diajukan untuk
Andal, RKL- hasil penilaian akhir dilakukan penilaian Andal dan RKL-
RPL terhadap Andal, RKL-RPL RPLnya, sesuai dengan kewenangan,
kapasitas dan keahliannya
Dapat diterima
Ketua KPA menyampaikan rekomendasi
Rapat tim teknis wajib merumuskan hasil penilaian akhir
hasil penilaian akhir kepada Menteri,
aspek teknis dari dokumen Andal dan RKL-RPL, antara lain: Menteri, gubernur, bupati/walikota sesuai
gubernur, bupati/walikota sesuai
1) Kualitas Andal dan RKL-RPL telah memenuhi kewenangannya menerbitkan:
kewenangannya
persyaratan yang ditentukan sesuai ketentuan peraturan a. keputusan kelayakan lingkungan hidup
perundang-undangan; dan
2) Kelayakan atau ketidaklayakan lingkungan hidup atas Layak b. izin lingkungan
rencana usaha dan/atau kegiatan yang diajukan rekomendasi hasil catatan: Izin lingkungan diterbitkan
amdalnya untuk dinilai; dan penilaian akhir bersamaan dengan diterbitkannya
3) Hal-hal lain yang perlu diperhatikan terkait dengan proses keputusan kelayakan lingkungan hidup
pengambilan keputusan atas kelayakan atau
ketidaklayakan lingkungan hidup Tidak
layak
Izin lingkungan yang telah diterbitkan
Rencana Usaha dan/atau Kegiatan Menteri, gubernur, bupati/walikota sesuai kewenangannya diumumkan oleh Menteri, gubernur,
tidak Dapat Dilaksanakan menerbitkan ketidaklayakan lingkungan hidup bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya

Gambar 10. Bagan Alir Mekanisme Permohonan Izin


Lingkungan, Penilaian Andal, RKL-RP
66
Pada prinsipnya, terdapat dua objek penilaian Amdal,
yaitu dokumen Amdal dan rencana usaha dan/atau
kegiatan yang diusulkan. Dengan prinsip ini maka
terdapat konsekuensi bahwa penilaian Amdal harus
menghasilkan kesimpulan bahwa:
1. dokumen Amdal yang telah dinilai adalah valid dan
representatif berdasarkan peraturan perundang-
undangan dan kaidah ilmiah untuk dapat dijadikan
bahan pertimbangan pengambilan keputusan
kelayakan atau ketidaklayakan lingkungan hidup
dari rencana usaha dan/atau kegiatan yang diajukan
Amdalnya untuk dinilai; dan
2. rencana usaha dan/atau kegiatan yang diusulkan
untuk dinilai adalah layak lingkungan atau tidak
layak lingkungan.

Di bawah ini gambar 11. mengenai skema tahapan


penilaian Amdal yang dapat digunakan sebagai acuan
untuk melakukan penilaian sehingga dapat
menghasilkan dua output (keluaran) di atas.

67
Pemrakarsa

KA atau Andal
dan RKL-RPL

Uji Administrasi
[gunakan format Tidak
Sesuai
dalam panduan 01 persyaratan
dan panduan 02) administrasi

Ya

Sesuai dengan RTRW Tidak


yang berlaku dan
sudah ditetapkan dan Ditolak
peta Inpres 06/2013
atau revisinya

Uji Tahap Proyek Ya


(gunakan dalam
panduan 03)

Usaha dan/atau kegiatan


sedang dan/atau telah Ya
dilakukan prakontruksi
/konstruksi dan/atau
Ditolak
operasi dan/atau pasca
operasi?

Tidak
Dokumen sesuai Masukan
Uji Kualitas 1. Lakukan uji konsistensi dengan Tidak untuk
[gunakan 2. Lakukan uji keharusan persyaratan
3. Lakukan uji kedalaman perbaikan
panduan 04] kualitas dokumen
4. Lakukan uji relevansi dokumen
Amdal?

Ya

Dokumen dijadikan lampiran SK Rencana usaha


dan/atau kegiatan Tidak
Persetujuan KA atau SK Kelayakan Ya
disepakati KA-nya Ditolak
LingkunganHidup and Izin Lingkungan atau layak
atau SK Ketidaklayakan Lingkungan Hidup lingkungan hidup?

Gambar 11. Bagan Alir Tahapan Penilaian Amdal

68
Keterangan Skema:
Dalam hal suatu KA atau Andal dan RKL-RPL tidak sesuai
dengan persyaratan administrasi, maka dokumen tersebut
wajib dikembalikan kepada pemrakarsa untuk dilengkapi
dan terhadap dokumen tersebut tidak dapat dilanjutkan
proses penilaian dokumennya dalam rapat tim teknis atau
rapat KPA. Dokumen yang memenuhi persyaratan
administrasi selanjutnya dapat dilanjutkan untuk dilakukan
penilaian dalam rapat tim teknis atau rapat KPA.

Jika lokasi rencana usaha/atau kegiatan tersebut tidak


sesuai dengan rencana tata ruang, maka dokumen KA
tidak dapat diproses lebih lanjut sesuai dengan ketentuan
pasal 4 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun
2012 tentang Izin Lingkungan.

Di samping itu, penyusun dokumen Amdal melakukan


analisis spasial kesesuaian lokasi rencana usaha dan/atau
kegiatan dengan peta indikatif penundaan izin baru
(PIPIB) yang tercantum dalam Intruksi Presiden Nomor 6
Tahun 2013 tentang Penundaan Pemberian Izin Baru dan
Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan
Gambut, atau peraturan perubahannya maupun terbitnya
ketentuan baru yang mengatur mengenai hal ini.

Jika lokasi rencana usaha/atau kegiatan tersebut berada


dalam PIPIB, kecuali untuk kegiatan-kegiatan tertentu
yang dikecualikan seperti yang tercantum dalam Intruksi
Presiden Nomor 6 Tahun 2013 tentang Penundaan
Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola
Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut, maka KA tersebut
tidak dapat diproses lebih lanjut.

69
Untuk mengetahui bahwa dokumen Amdal yang dinilai
adalah valid dan representatif maka dapat digunakan
tiga uji sebagai berikut:
1. Uji administrasi dokumen Amdal
Dokumen Amdal yang diajukan pemrakarsa harus
memenuhi persyaratan administrasi sebagaimana
ditetapkan dalam peraturan perundangan yang
berlaku.
2. Uji tahap proyek
Uji tahap proyek yang dimaksudkan adalah bahwa
rencana usaha dan/atau kegiatan yang diajukan
masih berada pada tahap perencanaan (studi
kelayakan atau DED). Dalam hal Amdal disusun
pada tahap DED maka memiliki konsekuensi bahwa
informasi mengenai deskripsi kegiatan harus lebih
rinci dan RKL-RPLnya lebih implementatif. serta
lokasinya harus sesuai dengan rencana tata ruang
wilayah (RTRW) setempat yang berlaku dan sudah
ditetapkan.
3. Uji kualitas dokumen Amdal meliputi:
a. Uji Konsistensi
Uji konsistensi secara umum adalah menilai
konsistensi penyusunan dokumen Amdal maupun
pelaksanaan kajian Amdalnya. Secara rinci, uji
konsistensi meliputi:
1) konsistensi antara dampak penting hipotetik
dari hasil pelingkupan (termasuk parameter
yang akan dikaji) dengan metode studi yang
akan digunakan;
2) konsistensi antara dampak penting hipotetik
(termasuk parameter yang dikaji) dengan
metode prakiraan dampak, rona lingkungan
awal, prakiraan besaran dampak, sifat penting

70
dampak, evaluasi secara holistik serta rencana
pengelolaan dan pemantauan lingkungan
hidup; dan
3) konsistensi dampak lingkungan (termasuk
parameternya) yang akan dikelola yang
tertera pada KA dan Andal dengan yang
tertera dalam RKL-RPL.
b. Uji Keharusan
Uji keharusan secara umum dimaksudkan untuk
menilai bahwa suatu dokumen Amdal telah
memenuhi aspek-aspek yang harus ada dalam
suatu dokumen Amdal, Secara rinci dokumen
Amdal wajib berisi:
1) proses pelingkupan, dengan hasil berupa
dampak penting hipotetik, batas wilayah studi
dan batas waktu kajian yang dilengkapi
dengan metode studi;
2) dampak penting, prakiraan besaran dampak
dan prakiraan sifat penting dampak;
3) evaluasi holistik termasuk penentuan
kelayakan lingkungan hidup; dan
4) dampak yang dikelola dan dipantau dan
rencana pengelolaan dan pemantauan dampak
dimaksud.
c. Uji kedalaman
Uji kedalaman yang dimaksudkan adalah menilai
bahwa penyusunan Amdal dilakukan dengan
menggunakan data dan metodologi yang sahih
serta sesuai dengan kaidah ilmiah dalam
pelaksanaan dan perumusan hasil studi Amdal.
Uji kedalaman dilakukan oleh seseorang dengan
keahlian di bidang tertentu.

71
d. Uji relevansi
Uji relevansi dilakukan untuk memastikan:
1) kesesuaian antara arahan upaya pengelolaan
lingkungan hidup dengan dampak lingkungan
yang timbul;
2) kesesuaian antara arahan upaya pemantauan
lingkungan hidup dengan upaya pengelolaan
lingkungan hidup dan dampak lingkungan
yang timbul;
3) kesesuaian antara bentuk pengelolaan
lingkungan hidup dan bentuk pemantauan
lingkungan dengan dampak lingkungan yang
timbul;
4) kesesuaian antara lokasi pengelolaan dengan
lokasi timbulnya dampak;
5) kesesuaian antara periode pengelolaan
dengan waktu terjadinya dampak; dan
6) ketepatan institusi yang melakukan
pengawasan dan institusi yang menerima
laporan, dengan dampak lingkungan yang
dikelola dan dipantau.

Dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup


Nomor 08 Tahun 2013 terdapat beberapa
panduan yang dapat digunakan oleh KPA sebagai
alat bantu untuk melakukan:
1. uji administrasi KA terdapat pada panduan 01;
2. uji administrasi Permohonan Izin Lingkungan, Andal,
dan RKL-RPL terdapat pada panduan 02;
3. uji tahap proyek terdapat pada panduan 03;
4. uji kualitas dokumen Amdal terdapatpada panduan
04; dan
5. panduan penilaian Amdal rinci terdapat pada
panduan 05.

72
C. Rangkuman
Pelaksanaan penilaian dokumen Amdal dilakukan oleh
Komisi Penilai Amdal (KPA), yang terdiri dari KPA Pusat,
KPA Provinsi dan KPA Kabupaten/Kota, dimana masing-
masing memiliki kewenangan yang berbeda-beda.
Pembagian kewenangan dalam penilaian dokumen Amdal
dilakukan berdasarkan kepada kriteria pembagian
kewenangan yang diatur dalam undang-undang
pemerintah daerah, yaitu eksternalitas, akuntabilitas, dan
efektifitas. Selain itu pertimbangan terhadap dampak
lingkungan dari rencana usaha dan/atau kegiatan,
pengalaman empirik dalam proses Amdal, kemampuan
daerah, ketersediaan tenaga ahli di daerah, dan tingkat
kemudahan koordinasi dalam pelaksanaan penilaian
Amdal juga dijadikan acuan dalam pembagian
kewenangan dalam penilaian Amdal.

KPA dalam menjalankan tugasnya untuk menilai dokumen


Amdal dibantu oleh Tim Teknis dan Sekretariat Amdal.
Mengingat dokumen Amdal merupakan hasil kajian
lingkungan yang akan dijadikan dasar dalam pengambilan
keputusan (izin lingkungan), maka dalam penilaian
dokumen Amdal diperlukan koordinasi antar sektor. Untuk
itu agar proses penilaian efektif maka minimal ketua KPA
provinsi atau kabupaten/Kota setingkat pejabat eselon II
yang memiliki kewenangan untuk melakukan koordinasi
antar sektor.

Dalam penilaian dokumen Amdal terdapat enam kriteria


uji untuk penilaian dokumen Amdal (KA, Andal, RKL-RPL)
yang bersifat praktis, logis-sistematis dan dapat
dipertanggung-jawabkan, yaitu:
1. Uji Administrasi
2. Uji Tahap Proyek

73
3. Uji Kualitas Dokumen, terdiri atas:
• Uji Konsistensi
• Uji Keharusan
• Uji Relevansi
• Uji Kedalaman

Enam kriteria uji tersebut dilaksanakan secara bertahap/


berurutan dengan tujuan untuk menunjukkan teknik
penilaian yang digunakan. Pengujian dimulai dari uji
administrasi kemudian dilanjutkan dengan uji tahap
proyek dan selanjutnya uji kualitas dokumen. Uji kualitas
dokumen diawali dengan uji konsistensi kemudian secara
berurutan dilakukan uji Keharusan, uji relevansi dan
hingga kemudian uji kedalaman. Jadi pengujian dimulai
dari taraf yang amat mudah (uji administratif) hingga ke
taraf uji yang memerlukan kompetensi keilmuan tertentu
(uji kedalaman).

D. Latihan
1. Jelaskan masing-masing wewenang KPA Pusat, KPA
Provinsi dan KPA Kabupaten/Kota!
2. Sebutkan kelengkapan struktur dalam Komisi Penilai
Amdal, kemudian jelaskan tugasnya masing-masing!
3. Sebutkan dan jelaskan 6 (enam) kriteria uji dalam
penilaian dokumen Amdal!

74
BAB IV
PERUBAHAN IZIN LINGKUNGAN

Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta diklat diharapkan dapat


menjelaskan perubahan jenis usaha dan/atau kegiatan yang dapat
menyebabkan terjadinya perubahan izin lingkungan

A. Perubahan Usaha dan/atau Kegiatan yang Dapat


Menyebabkan Terjadinya Perubahan Izin
Lingkungan
Suatu usaha dan/atau kegiatan yang telah memiliki izin
lingkungan, kemungkinan dapat mengalami perubahan.
Hal tersebut diperbolehkan dengan syarat perubahan
tersebut harus direncanakan. Konsekuensi atas rencana
perubahan usaha dan/atau kegiatan adalah perubahan izin
lingkungan. Untuk itu pemrakarsa wajib mengajukan
permohonan perubahan izin lingkungan jika merencanakan
melakukan perubahan terhadap usaha dan/atau
kegiatannya.

Perubahan usaha dan/atau kegiatan yang dapat


menyebabkan terjadinya perubahan izin lingkungan
meliputi:
1. Perubahan kepemilikan usaha dan/atau kegiatan;
Perubahan kepemilikan Usaha dan/atau Kegiatan adalah
perubahan status hukum yang terkait dengan nama
penanggungjawab Usaha dan/atau Kegiatan. Perubahan
tersebut harus dapat dibuktikan secara hukum sesuai
dengan ketentuan peraturan perundangan.
2. Perubahan pengelolaan dan pemantauan lingkungan
hidup
75
Perubahan pengelolaan dan pemantauan lingkungan
hidup adalah perubahan bentuk pengelolaan dan
pemantauan lingkungan hidup. Perubahan bentuk
pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup
dimaksud terdiri atas:
a. Perubahan bentuk pengelolaan dan pemantauan
yang berpotensi menimbulkan dampak lingkungan
baru;
Contoh:
Rumah Sakit tadinya mengelola LB3 dengan
menggunakan icenerator oleh karena pertimbangan
biaya pengolahan limbah sangat besar maka pihak
Rumah sakit berencana tidak akan menggunakan
incinerator, pengolahan limbah medisnya akan
diserahkan kepada pihak ketiga yang telah berizin.
Terhadap perubahan tersebut maka pihak rumah
sakit cukup melaporkan saja perubahan RKl-RPLnya
ke instasi lingkungan hidup dengan tanpa merubah
dokumen lingkungannya.
b. Perubahan bentuk pengelolaan dan pemantauan
yang bertujuan perbaikan (continual improvement)
dan tidak menimbulkan dampak lingkungan baru.
Contoh:
Pabrik Kelapa Sawit yang tadinya mengelola limbah
cairnya dengan menggunakan IPAL, berencana akan
memodifikasi IPALnya dengan memasang alat
penangkap metan agar dapat digunakan sebagai
tambahan input pembangkit listriknya yang telah
ada. Dengan memasang alat penangkap metan,
maka akan mengurangi emisi gas rumah kaca.

3. Perubahan yang berpengaruh terhadap lingkungan


hidup

76
Secara rinci jenis perubahan yang berpengaruh
terhadap lingkungan hidup dapat dilihat pada tabel 5 di
bawah ini.

Tabel 5. Jenis Perubahan dan Kriteria Perubahan yang


Berpengaruh terhadapLingkungan Hidup
Jenis Kete-
No Kriteria Perubahan Contoh
perubahan rangan
1. Perubahan Adalah segala bentuk − Perubahan alat
dalam perubahan mesin dan ekstraksi mineral,
penggunaan peralatan yang tadinya hanya
alat-alat digunakan dalam dengan ekskavator
produksi yang proses produksi yang akan diubah
berpengaruh berpotensi dengan
terhadap menimbulkan dampak menggunakan
lingkungan negative terhadap blasting terlebih
hidup lingkungan, antara lain dahulu
mencakup: − Perubahan bahan
a. Perubahan alat-alat baku yang tadinya
produksi yang berupa kayu untuk
berpotensi merubah produksi pulp
bahan baku dan menjadi sekam
bahan penolong; atau yang lainnya
b. Perubahan alat-alat
produksi yang
berpotensi merubah
dampak lingkungan
yang ditimbulkan
dari Kegiatan;
dan/atau
c. Perubahan alat-alat
produksi yang
berpotensi
menyebabkan
terjadinya
ketidaksesuaian
antara dampak
lingkungan baru
dengan bentuk
pengelolaan dan
pemantauan
dampak lingkungan
yang dilakukan

77
Jenis Kete-
No Kriteria Perubahan Contoh
perubahan rangan
2. Penambahan Adalah penambahan Kapasitas produksi Untuk
kapasitas jumlah produk yang tambang batubara pengurangan
produksi; dihasilkan dari proses direncanakan kapasitas
produksi suatu Usaha meningkat dari 10 produksi
dan/atau Kegiatan juta ton per tahun tidak terma-
menjadi 20 juta ton suk perubah-
per tahun an Usaha
dan/atau
Kegiatan
yang
memerlukan
perubahan
izin
lingkungan
3. Perubahan Adalah perubahan yang Perubahan jenis
spesifikasi antara lain meliputi dan/atau
teknik yang perubahan desain karakteristik bahan
mempengaruhi proses produksi; peru- baku, bahan
lingkungan; bahan bahan baku; penolong dan
perubahan bahan bahan bakar
penolong; dan/atau
perubahan pengguna-
an jenis sumber daya
yang digunakan; yang
berpotensi menimbul-
kan dampak negatif
terhadap lingkungan
4. Perubahan Adalah perubahan a. penambahan Sarana
sarana Usaha sarana pendukung instalasi pendukung
dan/atau yang membantu proses pengolahan air adalah:
Kegiatan; produksi yang bersih; sarana yang
berpotensi b. penambahan tanpa ada-
menimbulkan dampak sumber air bawah nya sarana
negatif terhadap tanah; ini, maka
lingkungan. proses
produksi
masih dapat
dilakukan
5. Perluasan lahan Adalah penambahan − Catatan:
dan bangunan luasan lahan dan/atau Untuk
Usaha dan/atau bangunan yang <5000 m2
Kegiatan. berpotensi menimbul- tidak perlu
kan dampak negatif perubahan,
terhadap lingkungan tapi >5000

78
Jenis Kete-
No Kriteria Perubahan Contoh
perubahan rangan
m2 perlu
perubahan

6. Perubahan Adalah perubahan a. Tambang yang −


waktu dan berupa pengurangan direncanakan
durasi operasi atau penambahan berakhir setelah
Usaha dan/atau waktu dan/atau durasi 30 tahun, ternya-
Kegiatan; Kegiatan yang ta menjelang
berpotensi tahun ke 30
menimbulkan dampak direncanakan
negatif terhadap untuk diteruskan
lingkungan sampai tahun ke
40, dengan
metode dan
kapasitas
penambangan
yang sama pada
areal yang sama
b. Suatu pabrik
yang tadinya
beroperasi secara
batch (ada
termin tertentu),
direncanakan
akan beroperasi
secara kontinu
7. Usaha dan/atau penambahan Usaha Rencana penam- −
Kegiatan di dan/atau Kegiatan baru bahan Kegiatan
dalam kawasan dalam sebuah pemanfaatan LB3
yang belum kawasan, yang belum dalam suatu pabrik
tercakup dalam dikaji dalam dokumen yang sebelumnya
izin lingkungan; lingkungan sebelumnya tidak ada pengo-
lahan tersebut.
8. Terjadinya Adalah perubahan a. Perubahan baku −
perubahan antara lain mencakup mutu lingkungan
kebijakan perubahan peraturan dan kriteria baku
pemerintah dan/atau NSPK yang kerusakan
yang ditujukan diterbitkan oleh b. Perubahan
dalam rangka pemerintah yang peruntukkan
peningkatan bertujuan untuk ruang dalam
perlindungan memperbaiki dan Rencana Tata
dan meningkatkan kualitas Ruang sesuai
pengelolaan lingkungan hidup ketentuan
lingkungan peraturan
hidup; perundang-
undangan

79
Jenis Kete-
No Kriteria Perubahan Contoh
perubahan rangan
9. Terjadi Terjadi perubahan rona a. Bencana alam
perubahan lingkungan yang (tsunami, gempa,
lingkungan sangat mendasar kekeringan)
hidup yang akibat terjadinya b. Penduduk mulai
sangat bencana alam atau bermunculan di
mendasar akibat lain yang area sekitar
akibat peristiwa menyebabkan pabrik;
alam atau pengelolaan lingkungan c. Perambahan
karena akibat hidup dalam kajian areal
lain, sebelum sebelumnya menjadi pertambangan
dan pada tidak relevan dengan oleh PETI
waktu Usaha kondisi lingkungan
dan/atau pasca bencana dan
Kegiatan yang pasca perubahan atas
bersangkutan akibat lain tersebut
dilaksanakan

4. Terdapat perubahan dampak dan/atau risiko terhadap


lingkungan hidup berdasarkan hasil kajian analisis
risiko lingkungan hidup dan/atau audit lingkungan
hidup yang diwajibkan.
Perubahan yang dimaksud dalam kategori ini adalah
jenis perubahan dampak dan/atau risiko lingkungan
hidup yang teridentifikasi dari hasil kajian Analisis
Risiko Lingkungan Hidup dan/atau audit lingkungan
hidup yang diwajibkan.
Perlu diperhatikan pula bahwa audit lingkungan hidup
yang diwajibkan terdiri atas:
a) Audit lingkungan hidup yang diwajibkan secara
berkala kepada Usaha dan/atau Kegiatan yang
berisiko tinggi terhadap lingkungan hidup
b) Audit lingkungan hidup yang diwajibkan kepada
Usaha dan/atau Kegiatan yang menunjukkan
ketidaktaatan terhadap peraturan perundang-
undangan.

80
Sebagaimana diatur dalam peraturan menteri yang
mengatur tentang audit lingkungan hidup. Pada
prinsipnya, kajian Analisis Risiko Lingkungan Hidup
maupun hasil audit lingkungan hidup yang diwajibkan
(audit wajib) dapat memberikan temuan mengenai
risiko dan/atau dampak lingkungan yang belum terkaji
dan belum terkelola dalam dokumen lingkungan hidup
sebelumnya, sehingga terdapat kemungkinan pula
bahwa hasil kajian Analisis Risiko Lingkungan Hidup
dan audit wajib dapat memberikan informasi tambahan
terhadap dokumen Amdal atau UKL-UPL, sehingga
diperlukan perubahan izin lingkungan.

5. Tidak dilaksanakannya rencana usaha dan/atau


kegiatan dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun sejak
diterbitkannya izin lingkungan.
Jenis perubahan yang dimaksud dalam kategori ini
adalah tidak adanya pelaksanaan Usaha dan/atau
Kegiatan sesuai dengan deskripsi Kegiatan yang
tercantum dalam dokumen lingkungan hidup yang
telah dinilai atau diperiksa, keputusan kelayakan
lingkungan hidup/rekomendasi persetujuan UKL-UPL
dan izin lingkungannya yang telah diterbitkan, dalam
jangka waktu 3 (tiga) tahun setelah izin lingkungan
diterbitkan.

Perubahan usaha dan/atau kegaiatan sebagaimana


dijelaskan diatas dapat terjadi di dalam dan/atau
berbatasan langsung dengan batas proyek yang
ditetapkan dalam dokumen lingkungan sebelumnya,
dan/atau di dalam batas wilayah studi untuk rencana
perubahan bagi usaha dan/atau kegiatan yang wajib
memiliki Amdal. Secara rinci jenis perubahan usaha
dan/atau kegiatan dijelaskan dalam tabel 6 di bawah
ini.
81
Tabel 6. Jenis Perubahan Usaha dan/atau Kegiatan serta
Ruang Terjadinya Perubahan Usaha dan/atau
Kegiatan

Ruang Perubahan Usaha


dan/atau Kegiatan
Di dalam Di dalam
Jenis perubahan Usaha dan/atau
No dan/atau wilayah
Kegiatan
berbatasan studi**
dengan batas
proyek*
1. Perubahan dalam penggunaan alat-alat √ x
produksi yang berpengaruh terhadap
lingkungan hidup
2. Penambahan kapasitas produksi; √ x
3. Perubahan spesifikasi teknik yang √ x
mempengaruhi lingkungan;
4. Perubahan sarana Usaha dan/atau Kegiatan; √ x
5. Perluasan lahan dan bangunan Usaha dan/atau √ x
Kegiatan.
6. Perubahan waktu dan durasi operasi Usaha √ x
dan/atau Kegiatan;
7. Usaha dan/atau Kegiatan di dalam kawasan √ x
yang belum tercakup dalam izin lingkungan;
8. Terjadinya perubahan kebijakan pemerintah √ √
yang ditujukan dalam rangka peningkatan
perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup;
9. Terjadi perubahan lingkungan hidup yang √ x
sangat mendasar akibat peristiwa alam atau
karena akibat lain, sebelum dan pada waktu
Usaha dan/atau Kegiatan yang bersangkutan
dilaksanakan
10 Perubahan RKL-RPL √ √

Keterangan:
* untuk rencana perubahan bagi Usaha dan/atau Kegiatan wajib memiliki
Amdal atau wajib memiliki UKL-UPL;
** untuk rencana perubahan bagi Usaha dan/atau Kegiatan wajib memiliki
Amdal;

82
Perubahan izin lingkungan yang disebabkan karena
adanya rencana perubahan usaha dan/atau kegiatan
dapat dilakukan tanpa atau dengan melalui perubahan
keputusan kelayakan lingkungan. Perubahan izin
lingkungan yang dilakukan melalui perubahan keputusan
kelayakan lingkungan dilakukan melalui penyusunan
Amdal baru atau addendum Andal dan RKL-RPL.
Sedangkan perubahan izin lingkungan yang dilakukan
tanpa melalui perubahan keputusan kelayakan lingkungan
adalah perubahan kepemilikan usaha dan/atau kegiatan
serta perubahan pengelolaan dan pemantauan lingkungan
hidup. Dalam Hal terjadi perubahan kepemilikan usaha
dan/atau kegiatan maka menteri, gubernur atau
bupati/walikota sesuai kewenangannya menerbitkan
perubahan izin lingkungan. Sedangkan jika terjadi
perubahan pengelolaan dan pemantauan lingkungan,
penananggung jawab usaha dan/atau kegiatan
menyampaikan laporan perubahan kepada menteri,
gubernur atau bupati/walikota.

Pemrakarsa wajib menyusun Amdal baru, jika


perubahan Usaha dan/atau Kegiatan yang direncanakan
memenuhi kriteria:
1. skala besaran perubahan Usaha dan/atau Kegiatan
tersebut sama dengan atau lebih besar dari skala
besaran jenis rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang
wajib memiliki Amdal seperti tercantum dalam
Lampiran 1 Peraturan Menteri Negara LingkunganHidup
Nomor 05 Tahun 2012 tentang Jenis Rencana Usaha
dan/atau Kegiatan yang Wajib Memiliki Amdal; dan
2. rencana perubahan dimaksud akan berpotensi
menimbulkan dampak penting baru; dan/atau
3. rencana perubahan dimaksud akan berpotensi
mengubah batas wilayah studi.

83
Pemrakarsa wajib menyusun Adendum Andal dan RKL-
RPL, jika perubahan Usaha dan/atau Kegiatan yang
direncanakan memenuhi kriteria:
1. Skala besaran perubahan Usaha dan/atau Kegiatan
tersebut lebih kecil dari skala besaran jenis rencana
Usaha dan/atau Kegiatan yang wajib memiliki Amdal
seperti tercantum dalam Lampiran 1 Peraturan Menteri
Negara Lingkungan Hidup Nomor 05 Tahun 2012
tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang
Wajib Memiliki Amdal;
2. Tidak terdapat dampak penting baru atau dampak
penting yang timbul akibat perubahan tersebut sudah
dikaji dalam Amdal sebelumnya; dan/atau
3. Rencana perubahan dimaksud tidak mengubah batas
wilayah studi.

B. Muatan Dokumen Amdal Baru Pengembangan atau


Adendum Andal dan RKL-RPL
Dokumen lingkungan yang wajib disusun oleh penanggung
jawab usaha dan/atau kegiatan yang diperlukan bagi
penerbitan perubahan keputusan kelayakan lingkungan
dan perubahan izin lingkungan adalah:
1. Dokumen Amdal baru pengembangan
Muatan dokumen Amdal baru pengembangan mengacu
pada pedoman penyusunan dokumen lingkungan hidup,
yaitu terdiri dari KA, dokumen andal dan RKL-RPL.
Dalam dokumen Amdal baru tersebut wajib dijelaskan
kondisi eksisting, keterkaitannya dengan rencana
perubahan, termasuk dampak lingkungan hidup yang
akan timbul akibat interaksi antara kegiatan eksisting
dengan rencana perubahan kegiatan.

84
2. Dokumen addendum andal dan RKL-RPL
Dokumen addendum andal, RKL-RPL terdiri atas dua
tipe:
• Dokumen addendum yang memerlukan analisis
dampak lingkungan yang mendalam (Tipe A)
• Dokumen addendum yang tidak memerlukan
analisis dampak lingkungan yang mendalam (Tipe
B);

Untuk tipe dokumen addendum yang memerlukan analisis


dampak lingkungan yang mendalam (addendum tipe A)
pada prinsipnya memuat informasi sebagai berikut:
a) Pendahuluan (latar belakang, tujuan dan pelaksana
studi)
b) deskripsi Kegiatan (Kegiatan eksisting, rincian dampak
yang dikelola sesuai dengan dokumen yang
sebelumnya, evaluasi pelaksanaan RKL-RPL
sebelumnya, dan rincian rencana perubahan)
c) rona lingkungan hidup yang terkait dengan perubahan
besaran dampak penting yang telah dikaji sebelumnya
(keterangan: rencana perubahan tidak menimbulkan
dampak penting baru, melainkan hanya merubah
besaran dampak penting yang sudah dikaji sebelumnya
saja)
d) analisis perubahan dampak:
• analisis perubahan besaran dampak penting yang
telah dikaji sebelumnya dengan menggunakan
metode sesuai yang telah disepakati pada dokumen
Amdal sebelumnya
• Timbul tidaknya “dampak lainnya” yang baru,
sebutkan;
• Ada tidaknya perubahan besaran “dampak lainnya”,
sebutkan dampak apa saja yang berubah
besarannya, seberapa besar perubahannya;

85
e) RKL-RPL
f) daftar pustaka; dan
g) lampiran

Untuk tipe dokumen addendum yang tidak memerlukan


analisis dampak lingkungan yang mendalam (addendum
tipe B) pada prinsipnya memuat informasi sebagai
berikut:
a) pendahuluan; (latar belakang, tujuan dan pelaksana
studi)
b) deskripsi Kegiatan (Kegiatan eksisting, rincian dampak
yang dikelola sesuai dengan dokumen yang
sebelumnya, evaluasi pelaksanaan RKL-RPL
sebelumnya, dan rincian rencana perubahan)
c) analisis perubahan dampak:
• Timbul tidaknya “dampak lainnya” yang baru,
sebutkan;
• Ada tidaknya perubahan besaran “dampak lainnya”,
sebutkan dampak apa saja yang berubah
besarannya, seberapa besar perubahannya;
d) RKL-RPL
e) daftar pustaka; dan
f) lampiran

86
Gambar 12. Contoh Format Adendum Andal dan RKL-RPL
87
C. Tata Cara Perubahan Keputusan Kelayakan
Lingkungan Hidup dan Penerbitan Perubahan Izin
Lingkungan
Penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan wajib
mengajukan permohonan perubahan izin lingkungan,
apabila Usaha dan/atau kegiatan yang telah memperoleh
izin lingkungan direncanakan untuk dilakukan perubahan.
Berikut ini tata cara permohonan perubahan izin
lingkungan:
- Permohonan perubahan izin lingkungan diajukan
kepada Menteri, Gubernur atau Bupati/Walikota sesuai
dengan kewenangannya.
- Berdasarkan permohonan perubahan izin lingkungan
tersebut, Menteri, Gubernur atau Bupati/Walikota
sesuai dengan kewenangan melakukan telaahan
terhadap permohonan perubahan izin lingkungan
tersebut. Telaahan tersebut dilakukan untuk
menentukan:
- apakah perubahan izin lingkungan tersebut dilakukan
tanpa atau dengan melalui perubahan keputusan
kelayakan lingkungan;
- apakah melalui penyusun dan penilaian dokumen
Amdal baru pengembangan atau melalui penyusun dan
penilaian Adendum Andal dan RKL-RPL bagi perubahan
izin lingkungan yang melalui perubahan keputusan
kelayakan lingkungan;
- Dalam melakukan telaahan tersebut, Menteri, Gubernur
atau Bupati/Walikota dapat mendelegasikan kepada
pejabat yang ditunjuk oleh Menteri, kepala instansi
lingkungan hidup provinsi, atau kepala instansi
lingkungan hidup kabupaten/kota sesuai dengan
kewenangannya.
- Pejabat yang ditunjuk oleh Menteri, kepala instansi
lingkungan hidup provinsi, atau kepala instansi
lingkungan hidup kabupaten/kota sesuai dengan

88
kewenangannya meminta bantuan kepada tim teknis
KPA dan/atau tenaga ahli/pakar untuk melakukan
telaahan.
- Berdasarkan hasil telaahan tersebut, pejabat yang
ditunjuk oleh Menteri, kepala instansi lingkungan hidup
provinsi, atau kepala instansi lingkungan hidup
kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya
melakukan atau memberikan arahan proses tindak
lanjut perubahan izin lingkungan.

Hasil telaahan atas permohonan perubahan izin


lingkungan terbagi atas:

1. Perubahan Izin Lingkungan Tanpa Melalui Proses


Perubahan Keputusan Kelayakan Lingkungan
Perubahan izin lingkungan yang dilakukan tanpa
melalui proses perubahan keputusan kelayakan
lingkungan terdiri atas:
a. Perubahan Kepemilikan Usaha dan/atau Kegiatan
- Perubahan izin lingkungan tersebut dilakukan
setelah terjadi proses perubahan kepemilikan
atas usaha dan/atau kegiatan;
- Penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan
yang baru, melampirkan perubahan bukti-bukti
perubahan kepemilikan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-udangan, dan mengajukan
permohonan perubahan izin lingkungan kepada
Menteri, Gubernur atau Bupati/Walikota sesuai
dengan kewenangannya;
- Berdasarkan permohonan tersebut, Menteri,
Gubernur atau Bupati/Walikota sesuai dengan
kewenangan menerbitkan perubahan izin
lingkungan;

89
- Menteri, Gubernur atau Bupati/Walikota sesuai
dengan kewenangan mengumumkan
permohonan dan penerbitan perubahan izin
lingkungan sesuai dengan ketentuan peraturan
perudang-undangan.
b. Perubahan Pengelolaan dan Pemantauan
Lingkungan
- Perubahan pengelolaan dan pemantauan
lingkungan yang bertujuan untuk perbaikan
(continual improvement) dan tidak menimbulkan
dampak lingkungan baru, dapat melakukan
perubahan izin lingkungan tanpa melalui
perubahan keputusan kelayakan lingkungan;
- Perubahan izin lingkungan tersebut wajib
dilakukan sebelum perubahan pengelolaan dan
pemantuan lingkungan dilaksanakan;
- Penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan
menyampaikan permohonan perubahan izin
lingkungan dan laporan perubahan pengelolaan
dan pemantauan lingkungan hidup kepada
Menteri, Gubernur atau Bupati/Walikota sesuai
dengan kewenangannya;
- Berdasarkan permohonan dan laporan tersebut,
Menteri, Gubernur atau Bupati/Walikota sesuai
dengan kewenangan menerbitkan perubahan izin
lingkungan;
- Menteri, Gubernur atau Bupati/Walikota sesuai
dengan kewenangan mengumumkan
permohonan dan penerbitan perubahan izin
lingkungan sesuai dengan ketentuan peraturan
perudang-undangan;
- Menteri, Gubernur atau Bupati/Walikota dapat
mendelegasikan kewenangan penerbitan
perubahan izin lingkungan kepada pejabat yang

90
ditunjuk Menteri, kepala instansi lingkungan
hidup provinsi, atau kepala instansi lingkungan
hidup kabupaten/kota sesuai dengan
kewenangannya.

2. Perubahan Izin Lingkungan Dengan Melalui Proses


Perubahan Keputusan Kelayakan Lingkungan
Perubahan izin lingkungan yang dilakukan dengan
melalui proses perubahan keputusan kelayakan
lingkungan terdiri atas:
a. perubahan bentuk pengelolaan dan pemantauan
lingkungan yang yang berpotensi menimbulkan
dampak lingkungan baru;
b. perubahan Usaha dan/atau Kegiatan yang
berpengaruh terhadap lingkungan (memenuhi salah
satu dari 9 kriteria, lihat tabel 5);
c. Perubahan Dampak Dan/Atau Risiko Lingkungan
Hidup Berdasarkan Hasil Kajian Analisis Risiko
Lingkungan Hidup (ARLH) Dan/Atau Audit
Lingkungan Hidup Yang Diwajibkan;
d. Tidak Dilaksanakannya Rencana Usaha Dan/Atau
Kegiatan Dalam Jangka Waktu 3 (Tiga) Tahun
Sejak Diterbitkannya Izin Lingkungan

Tata cara pengajuan perubahan izin lingkungan


dengan melalui proses perubahan keputusan
kelayakan lingkungan adalah sebagai berikut:
- Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan
menyampaikan permohonan perubahan izin
lingkungan dengan mengisi form yang telah
ditetapkan.
- Berdasarkan permohonan tersebut, Menteri,
Gubernur atau Bupati/Walikota sesuai dengan

91
kewenangannya melakukan telaahan terhadap
permohonan perubahan izin lingkungan tersebut.
Telaahan tersebut dilakukan untuk menentukan:
• apakah perubahan izin lingkungan tersebut
dilakukan melalui penyusunan dan penilaian
Amdal baru pengembangan;
• apakah perubahan izin lingkungan tersebut
dilakukan melalui penyusunan dan penilaian
Adendum Andal dan RKL-RPL tipe A;
• apakah perubahan izin lingkungan tersebut
dilakukan melalui penyusunan dan penilaian
Adendum Andal dan RKL-RPL tipe B;
- Dalam melakukan telaahan tersebut, Menteri,
Gubernur atau Bupati/Walikota mendelegasikan
kepada pejabat yang ditunjuk oleh Menteri, kepala
instansi lingkungan hidup provinsi, atau kepala
instansi lingkungan hidup kabupaten/kota sesuai
dengan kewenangannya;
- Dalam melakukan telaahan tersebut, pejabat yang
ditunjuk oleh Menteri, kepala instansi lingkungan
hidup provinsi, atau kepala instansi lingkungan
hidup kabupaten/kota sesuai dengan
kewenangannya dapat meminta bantuan kepada
tim teknis KPA dan/atau tenaga ahli/pakar
- Berdasarkan hasil telaahan tersebut, pejabat yang
ditunjuk oleh Menteri, kepala instansi lingkungan
hidup provinsi, atau kepala instansi lingkungan
hidup kabupaten/kota sesuai dengan kewe-
nangannya melakukan atau memberikan arahan
proses tindak lanjut perubahan izin lingkungan.
- Proses penilaian Amdal baru pengembangan
dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangan yang mengatur mengenai tata
laksana penilaian dan pemeriksaan dokumen
lingkungan hidup.
92
- Dalam hal hasil penilaian Amdal baru
pengembangan menyatakan bahwa rencana
perubahan Usaha dan/atau Kegiatan adalah layak
secara lingkungan hidup, maka Menteri, gubernur,
atau bupati/walikota menerbitkan keputusan
kelayakan lingkungan hidup yang disertai dengan
izin lingkungan baru (perubahan izin lingkungan).
- keputusan kelayakan lingkungan hidup baru dan
izin lingkungan baru (perubahan izin lingkungan)
wajib memuat persyaratan dan kewajiban yang
tercantum dalam keputusan kelayakan lingkungan
hidup sebelumnya.
- keputusan kelayakan lingkungan hidup baru dan
izin lingkungan baru (perubahan izin lingkungan)
akan membatalkan keputusan kelayakan
lingkungan hidup sebelumnya
- Dalam hal hasil penilaian Amdal baru
pengembangan menyatakan bahwa rencana
perubahan Usaha dan/atau Kegiatan tidak layak
secara lingkungan hidup, maka rencana perubahan
yang dimohonkan oleh pemrakarsa tidak dapat
diterima dan tidak dapat dilaksanakan.
- Menteri, gubernur, atau bupati/walikota
menerbitkan keputusan ketidaklayakan lingkungan
hidup yang disertai dengan keputusan penolakan
permohonan perubahan izin lingkungan yang berisi
pernyataan bahwa perubahan izin lingkungan tidak
dapat diterbitkan.
- Dalam hal hasil penilaian addendum Andal dan RKL-
RPL menyatakan bahwa rencana perubahan Usaha
dan/atau Kegiatan adalah layak secara lingkungan
hidup, Menteri, Gubernur atau Bupati/Walikota
sesuai dengan kewenangannya menerbitkan
keputusan kelayakan lingkungan hidup atas

93
addendum Andal dan RKL-RPL yang disertai dengan
keputusan perubahan izin lingkungan.
- keputusan kelayakan lingkungan hidup atas
addendum Andal dan RKL-RPL dan keputusan
perubahan izin lingkungan tidak membatalkan
keputusan kelayakan lingkungan hidup serta izin
lingkungan sebelumnya (menjadi bagian yang
komplementer dari izin lingkungan sebelumnya).
- Jika hasil penilaian menyatakan bahwa rencana
perubahan Usaha dan/atau Kegiatan adalah tidak
layak secara lingkungan hidup, Menteri, Gubernur
atau Bupati/Walikota sesuai dengan
kewenangannya menerbitkan keputusan
ketidaklayakan lingkungan hidup atas addendum
Andal dan RKL-RPL yang disertai dengan keputusan
penolakan permohonan perubahan izin lingkungan
yang berisi pernyataan bahwa perubahan izin
lingkungan tidak dapat diterbitkan.

D. Muatan Surat Kelayakan Lingkungan Hidup dan


Ketidaklayakan Lingkungan Hidup serta Izin
Lingkungan
Muatan surat keputusan kelayakan lingkungan
Ketidaklayakan Lingkungan Hidup dan diatur pada pasal
16 sedangkan muatan izin lingkungan diatur pada pasal
17 Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 08 Tahun
2013. Keputusan kelayakan lingkungan hidup atau
keputusan ketidaklayakan lingkungan hidup sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 14 ditetapkan dengan kriteria,
antara lain:
a. rencana tata ruang sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan;
b. kebijakan di bidang perlindungan dan pengelolaan
94
lingkungan hidup serta sumber daya alam yang diatur
dalam peraturan perundang-undangan;
c. kepentingan pertahanan keamanan;
d. prakiraan secara cermat mengenai besaran dan sifat
penting dampak dari aspek biogeofisik kimia, sosial,
ekonomi, budaya, tata ruang, dan kesehatan
masyarakat pada tahap prakonstruksi, konstruksi,
operasi, dan pasca operasi usaha dan/atau kegiatan;
e. hasil evaluasi secara holistik terhadap seluruh dampak
penting sebagai sebuah kesatuan yang saling terkait
dan saling mempengaruhi sehingga diketahui
perimbangan dampak penting yang bersifat positif
dengan yang bersifat negatif;
f. kemampuan pemrakarsa dan/atau pihak terkait yang
bertanggung jawab dalam menanggulanggi dampak
penting negatif yang akan ditimbulkan dari usaha
dan/atau kegiatan yang direncanakan dengan
pendekatan teknologi, sosial, dan kelembagaan;
g. rencana usaha dan/atau kegiatan tidak menganggu
nilai-nilai sosial atau pandangan masyarakat (emic
view);
h. rencana usaha dan/atau kegiatan tidak akan
mempengaruhi dan/atau mengganggu entitas ekologis
yang merupakan:
1) entitas dan/atau spesies kunci (key species);
2) memiliki nilai penting secara ekologis (ecological
importance);
3) memiliki nilai penting secara ekonomi (economic
importance); dan/atau
4) memiliki nilai penting secara ilmiah (scientific
importance).
i. rencana usaha dan/atau kegiatan tidak menimbulkan
gangguan terhadap usaha dan/atau kegiatan yang
telah berada di sekitar rencana lokasi usaha dan/atau
kegiatan; dan
95
j. tidak dilampauinya daya dukung dan daya tampung
lingkungan hidup dari lokasi rencana usaha dan/atau
kegiatan, dalam hal terdapat perhitungan daya dukung
dan daya tampung lingkungan dimaksud.

Keputusan kelayakan lingkungan paling sedikit memuat:


1) lingkup rencana usaha dan/atau kegiatan;
2) ringkasan dampak yang diperkirakan timbul;
3) rencana pengelolaan dan pemantauan dampak yang
akan dilakukan oleh pemrakarsa dan pihak lain;
4) pernyataan penetapan kelayakan lingkungan;
5) dasar pertimbangan kelayakan lingkungan;
6) jumlah dan jenis Izin Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup yang diperlukan; dan
7) tanggal penetapan Keputusan Kelayakan Lingkungan
Hidup.
Keputusan ketidaklayakan lingkungan hidup, paling
sedikit memuat:
a. lingkup rencana usaha dan/atau kegiatan;
b. ringkasan dampak yang diperkirakan timbul;
c. rencana pengelolaan dan pemantauan dampak yang
akan dilakukan oleh pemrakarsa dan pihak lain;
d. pernyataan penetapan ketidaklayakan lingkungan;
e. dasar pertimbangan ketidaklayakan lingkungan; dan
f. tanggal penetapan Surat Keputusan Ketidaklayakan
Lingkungan Hidup.

Izin Lingkungan paling sedikit memuat:


a. dasar diterbitkannya Izin Lingkungan, berupa surat
keputusan kelayakan lingkungan;
b. identitas pemegang Izin Lingkungan sesuai dengan
akta notaris, meliputi:
1. nama usaha dan/atau kegiatan;
2. jenis usaha dan/atau kegiatan;
3. nama penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan
96
dan jabatan;
4. alamat kantor; dan
5. lokasi kegiatan;
c. deskripsi rencana usaha dan/atau kegiatan yang akan
dilakukan;
d. persyaratan pemegang Izin Lingkungan, antara lain:
1. persyaratan sebagaimana tercantum dalam RKL-
RPL;
2. memperoleh Izin Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup yang diperlukan; dan
3. persyaratan lain yang ditetapkan oleh Menteri,
gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya berdasarkan kepentingan
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;
e. kewajiban pemegang Izin Lingkungan, antara lain:
1. memenuhi persyaratan, standar, dan baku mutu
lingkungan dan/atau kriteria baku kerusakan
lingkungan sesuai dengan RKL-RPL dan peraturan
perundang-undangan;
2. menyampaikan laporan pelaksanaan persyaratan
dan kewajiban yang dimuat dalam Izin Lingkungan
selama 6 (enam) bulan sekali;
3. mengajukan permohonan perubahan Izin
Lingkungan apabila direncanakan untuk melakukan
perubahan terhadap deskripsi rencana usaha
dan/atau kegiatannya; dan
4. kewajiban lain yang ditetapkan oleh Menteri,
gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya berdasarkan kepentingan
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;
f. hal-hal lain, antara lain:
1. pernyataan yang menyatakan bahwa pemegang
Izin Lingkungan dapat dikenakan sanksi
administratif apabila ditemukan pelanggaran
sebagaimana tercantum dalam Pasal 71 Peraturan
97
Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin
Lingkungan;
2. pernyataan yang menyatakan bahwa Izin
Lingkungan ini dapat dibatalkan apabila di
kemudian hari ditemukan pelanggaran
sebagaimana tercantum dalam Pasal 37 ayat (2)
Undang-Undang 32 tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;
3. pernyataan yang menyatakan bahwa pemegang izin
lingkungan wajib memberikan akses kepada
pejabat pengawas lingkungan hidup untuk
melakukan pengawasan sesuai dengan
kewenangan sebagaimana tercantum dalam Pasal
74 Undang-Undang 32 tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;
g. masa berlaku Izin Lingkungan, yang menjelaskan
bahwa Izin Lingkungan ini berlaku selama usaha
dan/atau kegiatan berlangsung sepanjang tidak ada
perubahan atas usaha dan/atau kegiatan dimaksud;
dan
h. penetapan mulai berlakunya Izin Lingkungan.

E. Rangkuman
Perubahan izin lingkungan dapat terjadi jika usaha
dan/atau kegiatan yang telah mendapat izin lingkungan
direncanakan untuk dilakukan perubahan. Perubahan
usaha dan/atau kegiatan yang dapat menyebabkan
terjadinya perubahan izin lingkungan adalah:
1. Perubahan kepemilikan usaha dan/atau kegiatan
2. Perubahan pengelolaan dan pemantauan lingkungan
hidup
3. Perubahan yang berpengaruh terhadap lingkungan
hidup, yang memenuhi kriteria:

98
a. Perubahan dalam penggunaan alat-alat produksi
yang berpengaruh terhadap lingkungan hidup
b. Penambahan kapasitas produksi
c. Perubahan spesifikasi teknik yang mempengaruhi
lingkungan
d. Perubahan sarana usaha dan/atau kegiatan
e. Perluasan lahan dan bangunan usaha dan/atau
kegiatan
f. Perubahan waktu atau durasi operasi usaha
dan/atau kegiatan
g. Usaha dan/atau kegiatan di dalam kawasan yang
belum tercakup di dalamizin lingkungan
h. Terjadinya perubahan kebijakan pemerintah yang
ditujukan dalam rangka peningkatan perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup
i. Terjadinya perubahan lingkungan hidup yang
sangat mendasar akibat peristiwa alam atau karena
akibat lain, sebelum dan pada waktu usaha
dan/atau kegiatan yang besangkutan dilaksanakan.
4. Terdapat perubahan dampak dan/atau resiko terhadap
lingkungan hidup berdasarkan hasil kajian analisis
risiko lingkungan hidup dan/atau audit lingkungan
hidup yang diwajibkan.
5. Tidak dilaksanakannya rencana usaha dn/atau
kegiatan dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun sejak
diterbitkannya izin lingkungan

Perubahan izin lingkungan dapat dilakukan melalui proses


perubahan keputusan kelayakan lingkungan, atau tanpa
melalui proses perubahan keputusan kelayakan
lingkungan. Perubahan izin lingkungan yang dilakukan
melalui proses perubahan keputusan kelayakan
lingkungan dapat berupa penyusunan Amdal baru
pengembangan, atau addendum andal dan RKL-RPL.

99
F. Latihan
Suatu perusahaan pertambangan batu bara yang telah
memiliki izin lingkungan berencana melakukan
peningkatan kapasitas produksi dari 45 juta ton pertahun
menjadi 80 juta ton/tahun.
1. Menurut Saudara apakah perusahaan tersebut wajib
melakukan perubahan izin lingkungan? Jelaskan!
2. Jika jawaban Saudara pada pertanyaan diatas “ya:,
apakah perubahan izin lingkungan yang dimaksud
dilakukan dengan atau tanpa melaui proses perubahan
keputusan kelayakan lingkungan? Jelaskan!
3. Menurut Saudara apa bentuk dokumen lingkungan
yang wajib dibuat oleh perusahaan tersebut terkait
rencana pengajuan perubahan izin lingkungan?
Jelaskan!

100
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Amdal merupakan salah satu instrumen dalam
perencanaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup, namun penerapannya selama ini dirasakan kurang
efektif. Kurang efektifnya penerapan Amdal selama ini
karena banyak faktor, diantaranya lemahnya pengawasan
dalam penerapan di lapangan, selain itu diperparah
dengan tidak adanya sangsi bagi penangung jawab usaha
dan/atau kegiatan yang tidak menerapkan Amdal. Namun
sejak ditetapkannya undang-undang nomor 32 tahun
2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup terdapat perubahan yang cukup berpengaruh
terhadap penerapan Amdal, yaitu adanya izin lingkungan.

Undang-undang nomor 32 tahun 2009 tentang


perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
mengatur bahwa usaha dan atau kegiatan yang wajib
Amdal dan UKL-UPL wajib memiliki izin lingkungan,
dimana izin lingkungan diperlukan sebagai syarat untuk
mengajukan izin usaha. Dengan kata lain jika suatu
usaha dan/atau kegiatan tidak memiliki izin lingkungan
maka tidak akan mendapat izin usaha. Selain itu terdapat
sanksi pidana bagi penanggung jawab usaha dan/atau
kegiatan yang menjalankan usahanya tanpa memiliki izin
lingkungan. Kondisi tersebut memberikan kekuatan
hukum bagi Amdal karena merupakan satu kesatuan
dengan izin lingkungan. Dengan adanya kekuatan hukum
bagi Amdal maka diharapkan penerapan Amdal menjadi
lebih efekti dalam upaya perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup.

101
Proses izin lingkungan merupakan satu kesatuan yang
tidak dapat dipisahkan dari proses Amdal. Karena
persyaratan untuk penerbitan izin lingkungan adalah
adanya surat keputusan kelayakan lingkungan hidup yang
didapat dari hasil kajian/penilaian terhadap dokumen
Amdal yang diajukan oleh pemrakarsa usaha dan/atau
kegiatan. Selain itu dalam izin lingkungan minimal
memuat persyaratan dan kewajiban yang dimuat dalam
keputusan kelayakan lingkungan hidup, persyaratan dan
kewajiban yang ditetapkan oleh menteri, gubernur, atau
bupati/walikota, jumlah dan jenis izin perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup (jika ada), serta masa
berakhirnya izin lingkungan.

Tiga pihak dalam sistem Amdal yaitu: penyusun, komisi


penilai Amdal serta lembaga penyelenggara diklat Amdal
merupakan komponen penting yang dapat
mempengaruhi kualitas dokumen Amdal yang dihasilkan.
Untuk itu upaya yang dilakukan pemerintah terkait
dengan penjaminan kualitas Amdal tidak hanya ditujukan
pada komisi penilai Amdal saja, tetapi pihak penyusun
dan penyelenggara diklat Amdal juga menjadi sasaran
dalam peningkatan kompetensi melalui standarisasi dan
lisensi. Bagi penyusun Amdal diberlakukan sistem
standarisasi dan registrasi kompetensi, untuk lembaga
pelatihan yang menyelenggarakan diklat Amdal
diberlakukan sistem registrasi kompetensi, sedangkan
KPA diberlakukan standarisasi KPA melalui pemberian
lisensi sebagai prasyarat untuk dapat melakukan
penilaian dokumen Amdal.

B. Tindak Lanjut
Proses penyusunan dan penilain Amdal serta penerbitan
izin lingkungan merupakan pengetahuan dasar yang
102
wajib dimengerti dan dipahami oleh peserta diklat dasar-
dasar Amdal. Karena mata diklat ini menjelaskan secara
utuh mengenai proses penyusunan, penilaian dan
penerbitan izin lingkungan yang merupakan ruh dari
proses Amdal. Karena itu diklat dasar-dasar Amdal ini
merupakan prasyarat yang wajib dipenuhi bagi peserta
yang ingin menjadi penyusun atau penilai Amdal. Bagi
peserta yang ingin menjadi penyusun Amdal maka dapat
melanjutkan diklat penyusun Amdal, sedangkan bagi
peserta yang ingin menjadi penilai Amdal maka dapat
melanjutkan ke diklat penilai Amdal. Diharapkan ketika
peserta ingin melanjutkan diklat penyusun atau diklat
penilai Amdal dapat dengan mudah mengikutinya.

103
DAFTAR PUSTAKA

Kementerian Lingkungan Hidup, Peraturan Menteri Negara LH


Nomor 08 tahun 2013 tentang Tata Laksana Penilaian
dan Pemeriksaan Dokumen Lingkungan Hidup serta
Penerbitan Izin Lingkungan, Jakarta, Kementerian
Lingkungan Hidup, 2013

Kementerian Lingkungan Hidup, Peraturan Menteri Negara LH


Nomor 05 tahun 2012 tentang Jenis Usaha dan/atau
Kegiatan yang Wajib Memiliki Amdal, Jakarta,
Kementerian Lingkungan Hidup, 2012

Kementerian Lingkungan Hidup, Peraturan Menteri Negara LH


Nomor 07 tahun 2010 tentang Sertifikasi Kompetensi
Penyusun Dokumen Amdal dan Persyaratan Lembaga
Pelatihan Kompetensi Penyusun Dokumen Amdal,
Jakarta, Kementerian Lingkungan Hidup, 2010

Kementerian Lingkungan Hidup, Peraturan Menteri Negara LH


Nomor 05 tahun 2008 tentang Tata Kerja Komisi Penilai
Amdal, Jakarta, Kementerian Lingkungan Hidup, 2008

Kementerian Lingkungan Hidup, Peraturan Menteri Negara LH


Nomor 08 tahun 2006 tentang Pedoman Penyusunan
Amdal, Jakarta, Kementerian Lingkungan Hidup, 2006

Kementerian Lingkungan Hidup, Peraturan Menteri Negara LH


Nomor 16 tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan
Dokumen Lingkungan Hidup, Jakarta, Kementerian
Lingkungan Hidup, 2012

Kementerian Lingkungan Hidup, Peraturan Menteri Negara LH


Nomor 17 tahun 2012 tentang Pedoman Keterlibatan

104
Masyarakat dalam Proses Amdal dan Izin Lingkungan,
Jakarta, Kementerian Lingkungan Hidup, 2012

Kementerian Lingkungan Hidup, Peraturan Menteri Negara LH


Nomor 15 tahun 2010 tentang Persyaratan dan Tata
Cara Lisensi Komisi Penilai Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan Hidup, Jakarta, Kementerian Lingkungan
Hidup, 2010

Kementerian Lingkungan Hidup, Teknik Penilaiam Dokumen


Amdal, Jakarta, Kementerian Lingkungan Hidup, 2002

M. Husein, Harun, Berbagai Aspek Hukum Analisis Mengenai


Dampak Lingkungan, Jakarta, Bumi Aksara, 1992

Peraturan Pemerintah RI Nomor 27 tahun 2012 tentang Izin


Lingkungan, 2012

Soemarwoto, Otto, Analisis Mengenai Dampak Lingkungan,


Yogyakarta, Gadjah mada University Press, 2009

Undang-Undang RI Nomor 32 tahun 2004, tentang


Pemerintah Daerah, 2004

Undang-undang RI Nomor 32 tahun 2009 tentang


Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, 2009

105
DRAFT MODUL
PENGAWASAN DAN PENEGAKAN
HUKUM
TERHADAP PROSES AMDAL DAN IZIN
LINGKUNGAN

DIKLAT
DASAR-DASAR AMDAL

PUSAT DIKLAT SDM LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN


BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BOGOR, 2016
PENGAWASAN DAN PENEGAKAN HUKUM
TERHADAP PROSES AMDAL DAN IZIN
LINGKUNGAN

Modul 5 dari 7 modul

Cetakan Pertama, 2013


Cetakan Kedua, 2016

Hak Cipta Pusdiklat KNLH sesuai P.18/MenLHK-II/2015


berubah nomenklatur menjadi
Pusat Diklat SDM Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Cara mengutip modul ini sesuai kaidah-kaidah ilmiah yang


berlaku

Diterbitkan oleh :
Pusat Pendidikan dan Pelatihan SDM
Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Jalan Mayjen Ishak Juarsa Gunung Batu Kotak Pos 141 –
Bogor 16118
KATA PENGANTAR
Analisis mengenai dampak lingkungan yang selanjutnya
disebut Amdal, dalam perundang-undangan nasional diatur
dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin
Lingkungan. PP Nomor 27 Tahun 2012 disusun sebagai
pelaksanaan ketentuan dalam UU Nomor 32 Tahun 2009
khususnya ketentuan dalam pasal 33 dan pasal 41. PP Nomor
27 Tahun 2012 sebagai pengganti PP Nomor 27 Tahun 1999
tentang Amdal, mengatur dua instrumen perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup, yaitu instrumen Kajian
Lingkungan Hidup (dalam bentuk Amdal dan UKL-UPL) serta
instrumen Izin Lingkungan.
Diklat di bidang lingkungan hidup khususnya Amdal memiliki
peran yang strategis dalam rangka pengelolaan lingkungan
hidup. Untuk meningkatkan pengetahuan, wawasan dan
keterampilan di bidang Amdal, Pusdiklat SDM Lingkungan
Hidup dan Kehutanan telah menetapkan perubahan Keputusan
Nomor Kep-11/Pusdiklat/LH/11/ 2012 menjadi Nomor P.2/Dik/
PEPE/Dik-2/3/2016 tentang Pedoman Penyelenggaraan diklat
Amdal yang terdiri dari Dasar-dasar Amdal, Penyusunan
Amdal, dan Penilaian Amdal. Pedoman ini disusun dengan
mengacu peraturan perundangan yang berlaku.
Untuk mendukung proses pembelajaran,perlu disusun modul,
sebagai bahan ajar minimal yang dapat membantu peserta
didik maupun widyaiswara atau fasilitator diklat dalam
mendisain pembelajaran di kelas, sehingga diharapkan dapat
mewujudkan standarisasi dalam penyelenggaraan diklat. Pada
diklat Dasar-dasar Amdal, terdapat 7 modul yaitu (1)
Pengertian, Proses dan Manfaat Amdal, (2) Identifikasi,
Prakiraan, Evaluasi dan Mitigasi Dampak Lingkungan (3)
Kebijakan PPLH & PSDA terkait dengan Amdal, (4) Proses
i
Penyusunan dan Penilaian Amdal, serta Penerbitan Izin
Lingkungan, (5) Pengawasan dan Penegakan Hukum (terkait
dengan Amdal), (6) Etika Penyusun dan Penilai Amdal, dan (7)
Pengantar Sistem Informasi Amdal.
Kami menyadari bahwa perkembangan ilmu pengetahuan
berlangsung sangat cepat, begitupula dengan peraturan dan
perundangan yang diterbitkan. Untuk itu kesesuaian isi modul
ini harus terus dipantau dan disesuaikan manakala terdapat
hal-hal yang sudah tidak relevan lagi. Dengan diterbitkannya
modul edisi pertama ini kami menyadari masih banyak
kekurangan yang memerlukan perbaikan dan penyempurnaan,
kami senantiasa mengharapkan masukan dan evaluasi demi
meningkatkan kualitas bahan diklat dan kualitas
penyelenggaraan.
Akhirnya kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu penyusunan buku ini, khususnya
kepada Sdr. Drs. Bambang Pramudyanto, M.Si sebagai penulis
modul Pengawasan Dan Penegakan Hukum Terhadap Proses
Amdal Dan Izin Lingkungan.
Semoga buku ini bermanfaat sebagai bahan pembelajaran
bagi peserta pelatihan dan juga sebagai pegangan bagi
pengajar/widyaiswara dan mendapat ridho dari Tuhan Yang
Maha Esa, Aamiin.
Bogor, Agustus 2016
Kepala Pusat Diklat SDM
Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Dr. Ir. Joko Prihatno, MM.

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................. i


DAFTAR ISI ......................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................... v
DAFTAR TABEL .................................................................................. vi
BAB I PENDAHULUAN.................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................... 1
B. Deskripsi Singkat ................................................ 2
C. Tujuan Pembelajaran .......................................... 3
D. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok ...................... 4
BAB II LANDASAN HUKUM PENGAWASAN DAN PENEGAKAN
HUKUM TERHADAP PROSES AMDAL DAN IZIN
LINGKUNGAN ...................................................................... 5
A. Landasan Hukum Pengawasan ............................. 5
B. Landasan Hukum Penegakan Hukum Hasil
Pengawasan ....................................................... 9
C. Rangkuman ....................................................... 14
D. Latihan ............................................................. 16
BAB III KERANGKA KERJA PENGAWASAN .................................. 17
A. Pengertian, Tujuan dan Sasaran ......................... 17
B. Obyek Yang Diawasi dan Pengawasnya ............... 19
C. Tolak Ukur Penaatan .......................................... 22
D. Kerangka Kerja Pengawasan ............................... 23
E. Rangkuman ....................................................... 40

iii
F. Latihan ............................................................. 42
BAB IV PENEGAKAN HUKUM TERHADAP HASIL PENGAWASAN43
A. Sanksi Administratif ........................................... 45
B. Gugatan Administratif ........................................ 54
C. Sanksi Pidana .................................................... 57
D. Rangkuman ....................................................... 59
E. Latihan ............................................................. 60
BAB V PENUTUP .............................................................................. 61
A. Kesimpulan ....................................................... 61
B. Tindak Lanjut .................................................... 62
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 63

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Pengawasan dan Penegakan Hukum Terkait


dengan Proses Penyusunan Amdal ....................................... 31

Gambar 2. Faktor Penentu Sistem Amdal di Indonesia ........... 44

v
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Kriteria Pengawasan Lisensi Komisi Penilai Amdal


Daerah .............................................................................. 32

Tabel 2. Beberapa Jenis Pelanggaran dan Konsekuensi


terhadap pelanggaran ......................................................... 49

vi
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Amdal)
adalah kajian mengenai dampak penting suatu Usaha
dan/atau Kegiatan yang direncanakan pada lingkungan
hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan
keputusan tentang penyelenggaraan Usaha dan/atau
Kegiatan. Perusahan yang wajib memiliki Amdal harus
melakukan analisis tersebut yang hasil akhirnya
dituangkan dalam suatu dokumen yang disebut Amdal
untuk mendapatkan Izin Lingkungan. Bagi kegiatan yang
tidak termasuk dalam kriteria wajib Amdal harus memiliki
Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya
Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL) untuk
mendapatkan Izin Lingkungan.
Banyak para pihak yang terkait dalam proses penyusunan
dokumen Amdal sampai kepada persetujuannya oleh
Komisi Penilai Amdal. Beberapa pihak terkait tersebut
adalah pemrakarsa proyek, konsultan Amdal, penyusun
Amdal, komisi penilai Amdal, instansi pemberi
rekomendasi lisensi komisi penilai Amdal, instansi pemberi
lisensi penilai Amdal, Lembaga yang mengeluarkan
sertifikat kompetensi penyusun amdal dan instansi
pembina, yaitu Kementerian Lingkungan Hidup. Dokumen
Amdal yang telah disetujui oleh komisi penilai, akan
mempunyai kualitas yang baik, jika para penyusun, penilai
dokumen Amdal dan komisi penilai berkualitas baik pula,
yaitu mempunyai kemampuan akademis sesuai
bidangnya, jujur, tidak merekayasa dan berintegritas
tinggi.

1
Untuk mencapai kualitas yang baik tersebut, maka para
pihak yang terlibat dalam penyusunan sampai kepada
persetujuan dokumen amdal dan proses keluarnya Izin
Lingkungan perlu dilakukan pengawasan yang reguler dan
dilakukan penegakan hukum, jika hasil pengawasan yang
telah dilakukan ditemukan adanya pelanggaran yang
serius. Sehubungan dengan hal tersebut, maka staf
Kementerian Lingkungan Hidup dan instansi lingkungan
hidup di daerah perlu mendapat pengetahuan mengenai
pengawasan dan penegakan hukum yang berkaitan
dengan proses Amdal dan Izin Lingkungan. Hal ini
mengingat Surat Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup
dipakai sebagai dasar dalam memberikan Izin Lingkungan.
Modul ini membahas mengenai pengawasan dan
penegakan hukum terhadap proses Amdal dan Izin
Lingkungan, disusun dengan pendekatan yang lebih
umum agar dipahami oleh peserta yang pada umumnya
berlatar belakang berbeda beda atau multi disiplin ilmu.
Diharapkan dengan memberikan dasar-dasar
pengetahuan yang terkait dengan pengawasan dan
penegakan hukum yang berkaitan dengan proses Amdal
dan perizinan lingkungan, maka peserta dapat
mengetahui cara-cara melakukan pengawasan serta
menentukan langkah tindak lanjutnya khususnya
menerapkan sanksi bagi yang melanggar peraturan
berkaitan dengan hal tersebut. Dalam modul ini masalah
penegakan hukum lebih banyak membahas sanksi
administratif dan sanksi pidana, sedangkan untuk masalah
perdata dibahas sedikit, karena masalah perdata lebih
banyak muncul pada tahap operasional usaha dan/atau
kegiatan bukan pada tahap proses Amdal atau Izin
Lingkungan.

B. Deskripsi Singkat

2
Modul “Pengawasan dan Penegakan Hukum Terhadap
Proses Amdal dan Izin Lingkungan” ini disusun untuk
memenuhi kebutuhan penyediaan bahan ajar yang
dibutuhkan dalam program Diklat Dasar-dasar Amdal bagi
staf Kementerian Lingkungan Hidup, Badan Lingkungan
Hidup atau instansi lingkungan hidup lainnya di
lingkungan provinsi, kabupaten/kota. Modul ini
merupakan bagian tak terpisahkan dari modul Diklat
Dasar-dasar Amdal yang berjudul “ Proses Penyusunan
Amdal“ dan “Proses Penilaian Amdal”. Selain itu, modul
ini juga berkaitan dengan modul yang berjudul Kode Etik
Penyusun dan Penilai Amdal. Namun demikian tidak
berarti modul ini tidak berkaitan dengan modul-modul
lainnya dalam kurikulum Diklat Dasar-dasar Amdal,
sebaliknya justru memiliki keterkaitan yang cukup
mendasar diantara modul yang satu dengan yang lainnya.
Dalam modul ini membahas sejumlah konsep dasar
mengenai landasan hukum pengawasan dan penegakan
hukum terhadap proses Amdal dan Izin Lingkungan.
Selain itu, kerangka kerja pengawasan terhadap proses
Amdal dan Izin Lingkungan, serta penegakan hukum
terhadap hasil pengawasan yang telah dilakukan jika
ditemukan adanya pelanggaran.

C. Tujuan Pembelajaran
1. Kompetensi Dasar
Setelah mengikuti pendidikan dan pelatihan ini, peserta
diharapkan mampu memahami pengawasan dan
penegakan hukum terhadap proses Amdal dan Izin
Lingkungan.
2. Indikator Keberhasilan
Setelah mempelajari modul ini dan mengikuti proses
pembelajarannya peserta Diklat diharapkan mampu :

3
a. Menjelaskan landasan hukum pengawasan dan
penegakan hukum terhadap proses Amdal dan Izin
Lingkungan.
b. Menjelaskan kerangka kerja pengawasan terhadap
proses Amdal dan Izin Lingkungan.
c. Menjelaskan penegakan hukum terhadap hasil
pengawasan yang telah dilakukan, jika ditemukan
adanya pelanggaran.

D. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok


Materi Pokok :
1. Landasan hukum pengawasan dan penegakan hukum
terhadap proses Amdal dan Izin Lingkungan.
2. Kerangka kerja pengawasan terhadap proses Amdal
dan Izin Lingkungan.
3. Penegakan hukum terhadap hasil pengawasan proses
Amdal dan Izin Lingkungan
Sub Materi Pokok :
1.1. Landasan hukum pengawasan.
1.2. Landasan hukum penegakan hukum hasil
pengawasan.

2.1. Pengertian, tujuan dan sasaran.


2.2. Obyek yang diawasi dan pengawasnya.
2.3. Tolok ukur penaatan.
2.4. Kerangka kerja pengawasan
2.5. Tindak lanjut pengawasan

3.1. Sanksi administratif


3.2. Gugatan administratif
3.3. Sanksi pidana
4
BAB II
LANDASAN HUKUM PENGAWASAN DAN PENEGAKAN
HUKUM TERHADAP
PROSES AMDAL DAN IZIN LINGKUNGAN

Setelah mengikuti mata ajar ini peserta Diklat diharapkan


mampu menjelaskan landasan hukum pengawasan dan
penegakan hukum terhadap proses Amdal dan izin
lingkungan

A. Landasan Hukum Pengawasan


Pengawasan terhadap proses Amdal dan Izin Lingkungan
adalah kegiatan pengawasan yang dilakukan sebelum
usaha dan/atau kegiatan berdiri. Jadi pengawasan disini
ditekankan pada proses Amdal sampai Izin Lingkungan
dikeluarkan. Kita ketahui bahwa Amdal merupakan
dokumen yang dipakai sebagai dasar acuan dalam
mengeluarkan Izin Lingkungan. Hal ini berbeda dengan
pengertian pengawasan lingkungan yang telah kita kenal
selama ini. Pengawasan lingkungan ditujukan untuk
mengetahui tingkat ketaatan penanggung jawab usaha
dan/atau kegiatan terhadap ketentuan dalam peraturan
perundang-undangan dibidang lingkungan hidup dan
persyaratan yang tercantum didalam Izin.
Landasan hukum pengawasan dan penegakan hukum
terhadap proses Amdal dan Izin Lingkungan, antara lain
adalah:
• Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,
• Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang
Izin Lingkungan,
• Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor
25 Tahun 2009 tentang Pembinaan dan Pengawasan
5
Terhadap Komisi Penilai Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan Hidup Daerah, pelaksana pengawasan
(pengawas) komisi penilai Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan Hidup (Amdal) Daerah,
• Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 07
Tahun 2010 tentang Sertifikasi Kompetensi Penyusun
Dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
Hidup Dan Persyaratan Lembaga Pelatihan
Kompetensi Penyusun Dokumen Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan Hidup,
• Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 15 Tahun
2010 tentang Persyaratan dan Tata Cara Lisensi
Komisi Penilai Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
Hidup,
• Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 08 Tahun
2013 tentang Tata Laksana Penilaian dan
Pemeriksaan Dokumen Lingkungan Hidup Serta
Penerbitan Izin Lingkungan, dan
• Peraturan atau keputusan Menteri Negara Lingkungan
Hidup serta peraturan daerah, keputusan gubernur,
bupati/walikota yang terkait.
1. Landasan Hukum Evaluasi Kinerja Komisi Penilai
Amdal (KPA)
Landasan hukum evaluasi kinerja Komisi Penilai
Amdal (KPA) tercantum dalam Pasal 66 Peraturan
Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin
Lingkungan yang berbunyi :
a. Instansi lingkungan hidup Pusat melakukan
evaluasi kinerja terhadap penatalaksanaan:
1) Amdal yang dilakukan oleh Komisi Penilai
Amdal provinsi dan/atau Komisi Penilai Amdal
kabupaten/kota; dan
2) UKL-UPL yang dilakukan oleh instansi
lingkungan hidup provinsi dan/atau instansi
lingkungan hidup kabupaten/kota.
6
b. Instansi lingkungan hidup provinsi melakukan
evaluasi kinerja terhadap penatalaksanaan :
1) Amdal yang dilakukan oleh Komisi Penilai
Amdal kabupaten/kota; dan
2) UKL-UPL yang dilakukan oleh instansi
lingkungan hidup kabupaten/kota.
c. Evaluasi kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (2) paling sedikit dilakukan terhadap:
1) Pelaksanaan norma, standar, prosedur,
dan/atau kriteria di bidang Amdal dan UKL-
UPL;
2) Kinerja Komisi Penilai Amdal provinsi dan
kabupaten/kota; dan
3) Kinerja pemeriksa UKL-UPL di instansi
lingkungan hidup provinsi dan
kabupaten/kota”.
Penerbitan lisensi komisi penilai dilaksanakan oleh
gubernur atau bupati/walikota sesuai dengan bagan
alir tata cara lisensi komisi penilai sebagaimana
tercantum dalam Lampiran 1 Permen LH Nomor 15
Tahun 2010. Jika terjadi penyimpangan pada proses
penerbitan rekomendasi lisensi, maka gubernur atau
bupati/walikota dapat menyampaikan pengaduan
kepada Menteri Negara Lingkungan Hidup.
Selanjutnya berdasarkan pada pengaduan tersebut,
Menteri melakukan verifikasi atas pengaduan sebagai
bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan.
Landasan hukum untuk melakukan verifikasi
pengaduan tersebut adalah Pasal 12 ayat (2) Permen
LH Nomor 15 Tahun 2010, yang berbunyi:”Menteri
melakukan verifikasi atas pengaduan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) sebagai bahan pertimbangan
dalam pengambilan keputusan”.

7
2. Landasan Hukum Pengawasan terhadap LPJP Amdal,
LPK Amdal, LSK Amdal dan Penyusun Amdal
Mandat untuk melakukan pengawasan terhadap
Lembaga Penyedia Jasa Penyusunan Amdal (LPJP
Amdal), Lembaga Pelatihan Kompetensi Amdal (LPK
Amdal) dan Lembaga Sertifikasi Kompetensi Amdal
(LSK Amdal) tercantum dalam Pasal 14 Peraturan
Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 07 Tahun
2010 tentang Sertifikasi Kompetensi Penyusun
Dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
Hidup dan Persyaratan Lembaga Pelatihan
Kompetensi Penyusun Dokumen Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan Hidup yang berbunyi:
a. Menteri melakukan pengawasan terhadap LPK
Amdal dan LSK Amdal.
b. Menteri, gubernur, atau bupati/walikota
melakukan pengawasan terhadap lembaga
penyedia jasa penyusunan dokumen Amdal.
c. Dalam melakukan pengawasan terhadap LPK
Amdal sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Menteri dapat bekerjasama dengan pemerintah
daerah provinsi dan/atau pemerintah daerah
kabupaten/kota.
d. Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (2) dilakukan melalui inspeksi secara
berkala dan sewaktu-waktu terhadap lembaga
penyedia jasa penyusunan dokumen Amdal, LPK
Amdal dan LSK Amdal”.
Berdasarkan peraturan menteri tersebut di atas dapat
diketahui bahwa pengawasan dapat dilakukan secara
berkala dan sewaktu-waktu. Hal ini mengandung
konsekwensi kepada semua pihak yang terlibat untuk
menganggarkan dana melalui APBN atau APBD atau
sumber dana lain yang tidak bertentangan dengan

8
peraturan guna melakukan pengawasan terkait
proses Amdal dan Izin Lingkungan.
Selanjutnya pada Pasal 16 ayat (1) dan (2) Permen
LH Nomor 07 Tahun 2010 tentang Sertifikasi
Kompetensi Penyusun Dokumen Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan Hidup dan Persyaratan Lembaga
Pelatihan Kompetensi Penyusun Dokumen Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan Hidup, menyatakan:
a. LSK Amdal melakukan pengawasan terhadap
penyusun Amdal yang telah memiliki sertifikat
kompetensi.
b. Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan berdasarkan kriteria pemeliharaan
sertifikat kompetensi dan mekanisme
pengawasan”.
Pasal ini memberikan kewenangan kepada LSK Amdal
untuk melakukan pengawasan terhadap penyusun
Amdal yang telah memiliki sertifikat kompetensi.
Namun demikian, jika ada pengaduan masyarakat
terhadap penyusun Amdal kepada Kementerian
Lingkungan Hidup atau instansi lingkungan di daerah,
maka Kementerian Lingkungan Hidup atau instansi
lingkungan hidup di daerah dapat melakukan
pengawasan dalam rangka verifikasi pengaduan
tersebut. Hal ini akan lebih baik, jika dalam
pengawasan tersebut berkoordinasi dan dilakukan
bersama-sama dengan LSK Amdal yang
mengeluarkan sertifikat kompetensi.

B. Landasan Hukum Penegakan Hukum Hasil


Pengawasan
Dari hasil pengawasan yang telah dilakukan biasanya
diketahui bahwa para pihak yang terkait dengan proses
Amdal dan Izin Lingkungan telah mentaati peraturan.
9
Namun demikian, ada kalanya ditemukan pelangggaran
terhadap peraturan. Bentuk pelanggaran tersebut, antara
lain: penyusun Amdal tidak memiliki sertifikat kompetensi
penyusun Amdal, lembaga penyedia jasa penyusun
dokumen Amdal tidak teregistrasi di Kementerian
Lingkungan Hidup, Izin Lingkungan dikeluarkan tetapi
dokumen Amdalnya tidak ada. Agar kualitas dokumen
Amdal dan Izin Lingkungan dapat sesuai dengan
ketetapan peraturan, maka adanya pelanggaran yang
ditemukan dalam pengawasan harus ditindak lanjuti
dengan langkah penegakan hukum.
Peraturan yang melandasi penegakan hukum terhadap
Komisi Penilai Amdal jika ditemukan adanya pelanggaran,
antara lain sebagai berikut: Pasal 11 ayat (1) Permen LH
Nomor 15 Tahun 2010 memberi kewenangan
pencabutan rekomendasi lisensi kepada Deputi Menteri
Lingkungan Hidup untuk komisi penilai provinsi dan
gubernur untuk komisi penilai kabupaten/kota.
Pencabutan rekomendasi lisensi dilakukan secara tertulis.
Jika terjadi pencabutan rekomendasi lisensi, maka lisensi
komisi penilai dinyatakan batal atas kekuatan Permen LH
Nomor 15 Tahun 2010. Namun demikian, jika terjadi
pencabutan rekomendasi lisensi, instansi lingkungan
hidup provinsi atau instansi lingkungan hidup
kabupaten/kota dapat mengajukan kembali permohonan
rekomendasi lisensi. Bentuk pelanggaran yang dapat
dilakukan sanksi administrasi berupa pencabutan
rekomendasi lisensi diatur dalam Pasal 11 ayat (2)
Permen LH Nomor 15 Tahun 2010, yang berbunyi:
“Pencabutan rekomendasi lisensi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat dilakukan apabila:
1. Terdapat bukti bahwa salah satu persyaratan dalam
berkas permohonan lisensi yang diajukan palsu;
2. Terjadi perubahan yang mengakibatkan tidak
terpenuhinya salah satu persyaratan lisensi dan
10
perubahan tersebut tidak diberitahukan secara tertulis
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2);
3. Dalam waktu 6 (enam) bulan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 10 ayat (3) persyaratan lisensi tidak
dipenuhi; dan/atau
4. Melanggar administrasi proses Amdal dan/atau
ditemukan 5 (lima) dokumen Amdal yang telah
ditetapkan kelayakan lingkungan hidupnya berkualitas
buruk sampai sangat buruk berdasarkan uji mutu
dokumen Amdal setelah dilakukan pembinaan dan
pengawasan selama 1 (satu) tahun oleh:
a. Menteri, untuk komisi penilai provinsi; atau
b. Gubernur dan/atau Menteri, untuk komisi penilai
Kabupaten/Kota”.

Menteri Negara Lingkungan Hidup juga dapat


memberikan teguran kepada gubernur, jika terjadi
penyimpangan pada proses permohonan rekomendasi
lisensi. Adanya penyimpangan ini diketahui setelah
dilakukan verifikasi atas pengaduan yang masuk. Hal ini
dinyatakan dalam Pasal 12 ayat (4) huruf d yang
berbunyi “ teguran terhadap gubernur atau Deputi
Menteri atas penyimpangan pada proses permohonan
rekomendasi lisensi”.
Sedangkan peraturan yang melandasai penegakan
hukum terhadap Lembaga Penyedia Jasa Penyusun
Amdal, Lembaga Pelatihan Kompetensi Amdal dan
penyusun dokumen Amdal, antara lain sebagai berikut:
Pasal 15 Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 07
Tahun 2010 tentang Sertifikasi Kompetensi Penyusun
Dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup
dan Persyaratan Lembaga Pelatihan Kompetensi
Penyusun Dokumen Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan Hidup yang berbunyi:
(1) Berdasarkan hasil pengawasan sebagaimana
11
dimaksud dalam Pasal 14, Menteri berwenang
membekukan registrasi kompetensi terhadap:
a. Lembaga penyedia jasa penyusunan dokumen
Amdal yang tidak dapat menjaga pemenuhan
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3;
b. Lembaga penyedia jasa penyusunan dokumen
Amdal yang melakukan penjiplakan dan/atau
pemalsuan data dalam penyusunan dokumen
Amdal; atau
c. LPK Amdal yang tidak dapat menjaga
pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8.
(2) Menteri berwenang mencabut registrasi kompetensi
lembaga penyedia jasa penyusunan dokumen
Amdal dan/atau LPK Amdal yang telah dibekukan
apabila setelah dibekukan lembaga penyedia jasa
penyusunan dokumen Amdal dan/atau LPK Amdal
tetap tidak memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, atau
huruf c.
(3) Pada kondisi pembekuan atau pencabutan
registrasi kompetensi, LPK Amdal dilarang
melaksanakan pelatihan kompetensi penyusun
Amdal.
(4) Pada kondisi pembekuan atau pencabutan
registrasi kompetensi, lembaga penyedia jasa
penyusunan dokumen Amdal dilarang untuk
melaksanakan penyusunan dokumen Amdal.
(5) Menteri menginformasikan kepada publik mengenai
pembekuan dan pencabutan registrasi kompetensi
lembaga penyedia jasa penyusunan dokumen
Amdal dan LPK Amdal”.
Pasal 17 Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup
Nomor 07 Tahun 2010 Tentang Sertifikasi Kompetensi
12
Penyusun Dokumen Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan Hidup dan Persyaratan Lembaga Pelatihan
Kompetensi Penyusun Dokumen Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan Hidup berbunyi:
(1) Berdasarkan hasil pengawasan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 16, Lembaga Sertifikasi
Kompetensi Amdal (LSK Amdal) berwenang
membekukan atau mencabut sertifikat kompetensi
penyusun dokumen Amdal apabila pemegang
sertifikat:
a. Melakukan penjiplakan dan/atau pemalsuan
data dalam penyusunan dokumen Amdal; atau
b. Tidak memenuhi kriteria pemeliharaan
sertifikat kompetensi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 16 ayat (3).
(2) Pada kondisi pembekuan atau pencabutan sertifikat
kompetensi, penyusun dokumen Amdal dilarang
melakukan penyusunan dokumen Amdal.
(3) Tata laksana pembekuan atau pencabutan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
sesuai dengan tata laksana pembekuan dan
pencabutan sertifikat kompetensi penyusun
dokumen Amdal.
(4) Tata laksana pembekuan dan pencabutan sertifikat
kompetensi penyusun dokumen Amdal
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan
oleh LSK Amdal setelah mendapat persetujuan
Menteri.
(5) LSK Amdal menginformasikan kepada publik
mengenai pembekuan dan pencabutan sertifikat
kompetensi penyusun dokumen Amdal dan
melaporkan kepada Menteri”.
Untuk penyusun Amdal yang tidak memiliki sertifikat
kompetensi penyusun Amdal dilarang menyusun dokumen
Amdal. Hal ini sesuai Pasal 110 Undang-Undang Nomor 32
13
Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungahn Hidup yang berbunyi: “ Setiap orang yang
menyusun Amdal tanpa memiliki sertifikat kompetensi
penyusun Amdal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69
ayat (1) huruf I, dipidana dengan pidana penjara paling
lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp.
3.000.000.000,00 (tiga milyar rupiah).

C. Rangkuman
Landasan hukum pengawasan dan penegakan hukum
terhadap proses Amdal dan Izin Lingkungan pada
dasarnya adalah menggunakan Undang-Undang Nomor
32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup, Peraturan Pemerintah Nomor 27
Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan serta peraturan dan
keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup, peraturan
daerah, keputusan gubernur dan bupati/walikota yang
terkait.
Landasan hukum evaluasi kinerja Komisi Penilai Amdal
(KPA) tercantum dalam Pasal 66 Peraturan Pemerintah
Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan. Mandat
untuk melakukan pengawasan LPJP Amdal, LPK Amdal
dan LSK Amdal tertuang dalam Pasal 14 Permen LH
Nomor 07 Tahun 2010. Untuk pengawasan Penyususun
Amdal dilakukan oleh LSK Amdal. Hal ini diatur dalam
Pasal 16 ayat (1) dan (2) Permen LH Nomor 07 Tahun
2010.
Peraturan yang melandasi penegakan hukum terhadap
Komisi Penilai Amdal, jika ditemukan adanya pelanggaran:
• Pasal 11 ayat (1) Permen LH Nomor 15 Tahun 2010
memberi kewenangan pencabutan rekomendasi
lisensi kepada Deputi Menteri Lingkungan Hidup
untuk komisi penilai provinsi dan gubernur untuk
komisi penilai kabupaten/kota.

14
• Jika terjadi penyimpangan pada proses penerbitan
rekomendasi lisensi, maka sesuai Pasal 12 ayat (2)
Permen LH Nomor 15 Tahun 2010 Menteri melakukan
verifikasi atas pengaduan adanya penyimpangan.
• Pasal 12 ayat (4) huruf d Permen LH Nomor 15
Tahun 2010 memberi kewenangan Menteri untuk
memberikan teguran terhadap Gubernur atau Deputi
Menteri atas penyimpangan pada proses permohonan
rekomendasi lisensi.
Peraturan yang melandasi penegakan hukum terhadap
LPJP Amdal, LPK Amdal, LSK Amdal, jika ditemukan
adanya pelanggaran:
• Pasal 15 Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor
07 Tahun 2010 memberi kewenangan kepada
Menteri untuk membekukan registrasi kompetensi
terhadap LPJP Amdal, LPK Amdal yang tidak dapat
menjaga pemenuhan persyaratan.
Peraturan yang melandasi penegakan hukum terhadap
penyusun dokumen Amdal, jika ditemukan adanya
pelanggaran:
• Pasal 17 Peraturan Menteri Negara Lingkungan
Hidup Nomor 07 Tahun 2010 memberikan
kewenangan kepada Lembaga Sertifikasi Kompetensi
Amdal (LSK Amdal) untuk membekukan atau
mencabut sertifikat kompetensi penyusun dokumen
Amdal apabila pemegang sertifikat melakukan
penjiplakan dan/atau pemalsuan data dalam
penyusunan dokumen Amdal atau tidak memenuhi
kriteria pemeliharaan sertifikat kompetensi.
• Penyusun dokumen Amdal, tanpa memiliki sertifikat
kompetensi penyusun Amdal dapat dipidana sesuai
Pasal 110 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup.
15
D. Latihan
1. Jelaskan landasan hukum untuk melakukan
pengawasan LPK Amdal dan LSK Amdal !
2. Apakah KLH dapat melakukan pengawasan terhadap
penyusun Amdal yang telah memiliki sertifikat
kompetensi penyusun Amdal dari ITAKINDO ?
3. Apakah Badan Lingkungan Hidup di daerah dapat
melakukan pengawasan terhadap penyusun Amdal
yang telah memiliki sertifikat kompetensi penyusun
Amdal dari ITAKINDO ?
4. Jelaskan landasan hukum untuk menerapkan sanksi
pidana bagi penyusun Amdal yang memberikan
informasi palsu atau tidak benar ?
5. Jelaskan landasan hukum jika masyarakat atau
organisasi lingkungan hidup akan menggugat pemberi
izin lingkungan untuk mencabut atau membatalkan
izin tersebut, karena kegiatan atau usaha yang
bersangkutan lokasinya tidak sesuai dengan tata
ruang kota/kabupaten ?

16
BAB III
KERANGKA KERJA PENGAWASAN

Setelah mengikuti mata ajar ini peserta Diklat diharapkan mampu


menjelaskan kerangka kerja pengawasan terhadap proses Amdal
dan Izin Lingkungan.

Sebelum membahas kerangka kerja pengawasan terhadap


proses analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) dan Izin
Lingkungan, akan dibahas terlebih dahulu beberapa hal
mengenai pengertian, tujuan dan sasaran, obyek atau target
group yang akan dilakukan pengawasan dan tolok ukur
penaatannya. Dengan demikian, akan diketahui pemahaman
yang lengkap mengenai pengawasan terhadap proses Amdal
dan Izin Lingkungan.

A. Pengertian, Tujuan dan Sasaran


Pengawasan terhadap proses Amdal dan Izin Lingkungan
tidak secara nyata tercantum dalam Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup maupun dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin
Lingkungan. Namun demikian, pengawasan ini diperlukan
agar para pihak, yaitu penyusun dokumen Amdal,
Lembaga Penyedia Jasa Penyusun dokumen Amdal,
Komisi Penilai Amdal, penerbit Surat Keputusan Kelayakan
Lingkungan Hidup, penerbit Izin Lingkungan mentaati
ketentuan peraturan perundang-undangan maupun
kaidah yang berkaitan dengan proses Amdal dan proses
Izin Lingkungan.
Dengan demikian, pengertian pengawasan terhadap
proses Amdal dan Izin Lingkungan dapat didefinisikan
sebagai kegiatan pemeriksaan yang dilaksanakan secara
langsung atau tidak langsung oleh aparat yang

17
berwenang untuk mengetahui tingkat ketaatan para pihak
yang terkait dengan proses Amdal dan Izin Lingkungan
(al. penyusun dokumen Amdal, LPJP Amdal, Komisi Penilai
Amdal) terhadap ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berkaitan dengan proses Amdal dan Izin
Lingkungan maupun persyaratan yang tertuang dalam
rekomendasi, lisensi, register, sertifikat kompetensi
penyusun Amdal.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012
tentang Izin Lingkungan, istilah pengawasan ini tidak
digunakan. Selanjutnya untuk mengetahui tingkat
ketaatan para pihak yang terkait dalam proses Amdal dan
Izin Lingkungan terhadap ketentuan peraturan, digunakan
istilah evaluasi kinerja, seperti yang diatur dalam Pasal 66
peraturan pemerintah ini.
Tujuan pengawasan terhadap proses Amdal dan Izin
Lingkungan adalah untuk memantau, mengevaluasi dan
menetapkan status ketaatan para pihak yang terlibat
dalam proses Amdal dan Izin Lingkungan (al. penyusun
dokumen Amdal, LPJP Amdal, Komisi Penilai Amdal,
Lembaga Sertifikasi Kompetensi Amdal) terhadap:
1) Kewajiban, larangan, persyaratan, keharusan yang
tercantum dalam peraturan perundang-undangan
yang berkaitan dengan proses Amdal dan Izin
Lingkungan.
2) Kewajiban untuk melaksanakan pekerjaan
dibidangnya sesuai dengan norma, standar,
prosedur dan kriteria dibidang Amdal dan Izin
Lingkungan.
3) Ketentuan persyaratan yang diatur, antara lain:
pada lisensi yang diberikan kepada komisi penilai
Amdal, sertifikat kompetensi penyusun Amdal,
register yang diberikan kepada Lembaga Penyedia
Jasa Penyusun dokumen amdal.
18
Sedangkan sasarannya adalah mendapatkan data dan
informasi secara umum berupa fakta-fakta yang
menggambarkan kinerja atau status ketaatan para pihak
yang terlibat dalam proses Amdal dan Izin Lingkungan (al.
penyusun dokumen Amdal, Lembaga Penyedia Jasa
Penyusun dokumen Amdal, Komisi Penilai Amdal, lembaga
sertifikasi kompetensi Amdal) terhadap peraturan
perundang-undangan di bidang Amdal dan Izin
Lingkungan termasuk ketentuan persyaratan yang diatur,
antara lain: pada lisensi yang diberikan kepada Komisi
Penilai Amdal, sertifikat kompetensi penyusun Amdal,
register yang diberikan kepada Lembaga Penyedia Jasa
Penyusun dokumen Amdal.
Untuk pembinaan dan pengawasan terhadap Komisi
Penilai Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup
Daerah telah dikeluarkan Peraturan Menteri Negara
Lingkungan Hidup Nomor 25 Tahun 2009. Pada Pasal 1
Peraturan Menteri tersebut menyatakan:”Peraturan
Menteri ini bertujuan memberikan pedoman bagi
pelaksana pembinaan dan pengawasan pada Kementerian
Negara Lingkungan Hidup dan/atau instansi lingkungan
hidup provinsi dalam melakukan pembinaan dan
pengawasan komisi penilai Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan (Amdal) Daerah agar sesuai dengan norma,
standar, prosedur dan kriteria di bidang Amdal”.

B. Obyek Yang Diawasi dan Pengawasnya


Agar proses Amdal dan Izin Lingkungan berlangsung
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,
maka obyek atau target group yang akan dilakukan
pengawasan adalah:
1) Komisi Penilai Amdal (KPA).
2) Lembaga Penyedia Jasa Penyusun dokumen Amdal

19
(LPJP), yaitu badan hukum yang bergerak dalam
bidang jasa penyusunan dokumen Amdal.
3) Penyusun dokumen Amdal, yaitu orang yang
memiliki kompetensi pada kualifikasi tertentu dan
bekerja di bidang penyusunan dokumen Amdal.
4) Lembaga Sertifikasi Kompetensi Amdal (LSK
Amdal), yaitu lembaga pelaksana sertifikasi
kompetensi dan pelaksana uji kompetensi dalam
penyusunan dokumen Amdal.
5) Lembaga Pelatihan Kompetensi Amdal (LPK).
6) Izin Lingkungan.
Dalam melakukan pengawasan Izin Lingkungan lebih
difokuskan pada :”apakah Izin Lingkungan yang telah
dikeluarkan memenuhi dan mentaati peraturan maupun
kaedah penerbitan Izin Lingkungan seperti yang diatur
dalam Pasal 47, Pasal 48 dan Pasal 49 Peraturan
Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin
Lingkungan”.
Dalam melakukan pengawasan, Kementerian Lingkungan
Hidup berdasar pada Pasal 112 huruf a Peraturan Menteri
Negara Lingkungan Hidup Nomor 16 tahun 2010 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Lingkungan Hidup.
Sedangkan gubernur dalam hal ini Kepala instansi
lingkungan di daerah menugaskan pegawai negeri yang
bekerja di bidang Amdal untuk melakukan pengawasan
terhadap proses Amdal dan Izin Lingkungan di tingkat
kabupaten/kota. Untuk penugasan staf di daerah dapat
disesuaikan dengan struktur organisasi dan tata kerja di
instansi lingkungan daerah yang bersangkutan, mengingat
tiap daerah struktur organisasi dan tata kerjanya berbeda.
Menurut Pasal 1 Peraturan Menteri Negara Lingkungan
Hidup Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pembinaan dan
Pengawasan Terhadap Komisi Penilai Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan Hidup Daerah, pelaksana
20
pengawasan (pengawas) di Kementerian Lingkungan
Hidup dan/atau instansi lingkungan hidup provinsi yang
akan melakukan pengawasan Komisi Penilai Amdal harus
memenuhi persyaratan :
a. Pegawai Negeri
b. Memahami peraturan perundang-undangan di bidang
Amdal dan peraturan perundang-undangan terkait
lainnya
c. Memahami norma, standar, prosedur dan kriteria di
bidang Amdal dan
d. Memiliki pengalaman dalam menilai dokumen Amdal.

Kementerian Lingkungan Hidup dalam melakukan


pengawasan terhadap Komisi Penilai Amdal menggunakan
istilah evaluasi kinerja. Hal ini sesuai dengan Pasal 66
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin
Lingkungan. Sedangkan pengawasan LPJP Amdal, LSK
Amdal, LPK Amdal dan penyusun dokumen Amdal,
menggunakan istilah surveilance. Dalam kamus Bahasa
Inggris yang ditulis oleh John M.Echols dan Hassan
Shadily (1990), kata surveilance diartikan pengawasan,
penjagaan, pengamat-amatan. Pelaksanaan surveilance
terhadap penyusun dokumen Amdal, dilakukan jika ada
pengaduan dari masyarakat atau pihak lain yang terkait.
Untuk pengawasan terhadap para penyusun Amdal yang
telah memiliki Sertifikat Kompetensi penyusun Amdal,
pengawasannya dilakukan oleh Lembaga Sertifikasi
Kompetensi Amdal (LSK), yaitu lembaga pelaksana
sertifikasi kompetensi dan pelaksana uji kompetensi dalam
penyusunan dokumen Amdal. Dalam hal ini lembaga yang
telah ditunjuk oleh Kementerian Lingkungan Hidup adalah
INTAKINDO. Namun demikian, Kementerian Lingkungan
Hidup maupun instansi lingkungan di daerah juga dapat

21
melakukan pengawasan terhadap para penyusun
dokumen Amdal sesuai dengan kewenangannya.

C. Tolak Ukur Penaatan


Pengertian penaatan dalam konteks pengawasan
terhadap proses Amdal dan Izin Lingkungan adalah
ketaatan terhadap ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berkenaan dengan proses Amdal dan Izin
Lingkungan. Keberhasilan pengawasan terhadap proses
Amdal dan Izin Lingkungan diindikasikan oleh perolehan
data dan informasi faktual mengenai tingkat ketaatan.
Tolak ukur ketaatan adalah jika Komisi Penilai Amdal
(KPA), Lembaga Penyedia Jasa Penyusun dokumen Amdal
(LPJP), Penyusun dokumen Amdal taat pada peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan proses
Amdal dan Izin Lingkungan serta ketentuan yang
tercantum dalam rekomendasi lisensi komisi penilai,
lisensi, register atau sertifikat kompetensi.
Kalimat atau kata-kata yang harus diperhatikan dalam
peraturan atau yang tercantum dalam surat keputusan
rekomendasi lisensi komisi penilai, lisensi, register atau
sertifikat kompetensi, adalah kata : larangan, kewajiban,
persyaratan, keharusan. Kata tersebut dipakai sebagai
panduan untuk mengetahui tingkat ketaatan. Sebagai
contoh Pasal 12 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor
27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan yang berbunyi
:”Pegawai negeri sipil yang bekerja pada instansi
lingkungan hidup Pusat, provinsi, atau kabupaten/kota
dilarang menjadi penyusun Amdal”. Pada pasal tersebut
berisi ketentuan mengenai larangan bagi pegawai negeri
yang bekerja pada instansi lingkungan hidup Pusat,
provinsi atau kabupaten/kota menjadi penyusun Amdal.
Contoh lain, adalah ketentuan dalam Pasal 28 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang
22
menyatakan :”Penyusun Amdal sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 26 ayat (1) dan Pasal 27 wajib memiliki
sertifikat kompetensi penyusun Amdal”. Kewajiban
memiliki sertifikat kompetensi penyusun Amdal bagi setiap
orang yang menyusun Amdal merupakan acuan untuk
menentukan tolok ukur penaatan bagi para penyusun
dokumen Amdal.

D. Kerangka Kerja Pengawasan


Pada prinsipnya tahapan pekerjaan pengawasan terdiri
dari 3 (tiga) tahapan pokok, yaitu persiapan pengawasan,
pelaksanaan pengawasan dan pasca pelaksanaan
pengawasan atau kegiatan di kantor setelah
melaksanakan pengawasan. Dalam modul ini pembahasan
secara lengkap hanya dibahas untuk pengawasan atau
evaluasi kinerja Komisi Penilai Amdal (KPA) dan Lembaga
Penyedia Jasa Penyusun dokumen Amdal. Hal ini
mengingat adanya keterbatasan waktu dalam proses
pengajaran mata ajar ini.
1. Tahapan Pengawasan atau evaluasi Kinerja
Komisi Penilai Amdal Daerah
Untuk tahapan pengawasan Komisi Penilai Amdal
Daerah secara lengkap telah diatur pada lampiran 1
Permen LH Nomor 25 tahun 2009 tentang Pembinaan
dan Pengawasan Terhadap Komisi Penilai Amdal
Daerah. Tahapan pengawasannya sebagai berikut :
a. Persiapan Pengawasan
Persiapan pengawasan meliputi kegiatan
persiapan administrasi dan penyusunan rencana
pengawasan lapangan.
1) Persiapan administrasi, terdiri dari kegiatan:
a) Mengirimkan daftar isian lembar
pertanyaan kinerja komisi penilai Amdal
daerah sebagaimana dimaksud dalam

23
Lampiran II huruf B Permen LH Nomor
25 tahun 2009.
b) Mengirimkan surat pemberitahuan
tentang rencana pengawasan sebagai
tindak lanjut dari pengiriman daftar
pertanyaan kepada komisi penilai Amdal
daerah. Tembusan disampaikan kepada
gubernur/ bupati/walikota dan pihak-
pihak terkait lainnya yang diperlukan
untuk mendukung pelaksanaan
pengawasan.
c) Melakukan koordinasi dengan pihak-
pihak terkait lainnya dalam pelaksanaan
pengawasan (misalnya: melakukan
koordinasi dengan Pusat Pengelolaan
Lingkungan Hidup Regional).
d) Melakukan konfirmasi kepada komisi
penilai Amdal daerah yang akan
dilakukan pengawasan. Bentuk
konfirmasi yaitu: memastikan bahwa
daftar pertanyaan sudah diterima dan
diisi, memastikan adanya petugas yang
menerima kunjungan pengawasan,
memastikan waktu pelaksanaan
pengawasan bisa dilaksanakan, dan hal-
hal teknis lainnya terkait dengan
rencana pengawasan.
Waktu pelaksanaan pengawasan sebaiknya
dilakukan bersamaan dengan waktu
diselenggarakannya sidang komisi penilai
Amdal daerah. Hal ini bertujuan untuk dapat
dilakukannya evaluasi terhadap kinerja
komisi penilai Amdal secara optimal.
2) Penyusunan rencana pengawasan lapangan

24
a) Menyiapkan dan mempelajari
peraturan/pedoman yang masih berlaku
terkait di bidang Amdal, dan bila
memungkinkan dapat dibawa sebagai
acuan dalam pelaksanaan pengawasan.
b) Mengumpulkan data yang berkaitan
dengan komisi penilai Amdal daerah
yang akan dilakukan pengawasan, yaitu:
i. jumlah dokumen Amdal yang pernah
dilakukan penilaian;
ii. sistem informasi komisi penilai
Amdal;
iii. sumber daya manusia pelaksana
Amdal;
iv. mekanisme dan prosedur penilaian
dokumen Amdal;
v. prosedur dan tata kerja sekretariat
komisi penilai Amdal, termasuk
Prosedur Operasional Standar (SOP,
Standard Operating Procedure);
vi. sarana dan prasarana yang
mendukung pelaksanaan proses
Amdal;
vii. ketersediaan anggaran dalam
mendukung pelaksanaan proses
Amdal.
c) Mencari informasi bahwa komisi penilai
Amdal daerah pernah dilakukan
pengawasan sebelumnya.
d) Menyiapkan bahan-bahan yang terkait
dengan rencana pelaksanaan
pengawasan, yaitu:
i. lembar pertanyaan kinerja komisi
penilai Amdal daerah untuk

25
mendapatkan data atau informasi
yang seakurat mungkin;
ii. menyiapkan peralatan yang
diperlukan di lapangan (voice
recorder, kamera, buku catatan).

b. Pelaksanaan Pengawasan
Dari persiapan pengawasan yang telah dilakukan,
maka pada tahap pelaksanaan pengawasan
diharapkan dapat diperoleh gambaran kinerja
Komisi Penilai Amdal daerah yang akan dilakukan
pengawasan lapangan.
Pelaksanaan pengawasan didasarkan pada
peraturan perundangan yang berlaku di bidang
Amdal dan aturan terkait lainnya, termasuk
pedoman-pedoman teknis di bidang Amdal, yaitu:
1) peraturan pemerintah tentang rencana tata
ruang wilayah nasional;
2) peraturan daerah tentang rencana tata ruang
wilayah provinsi dan/atau kabupaten/kota;
3) peraturan pemerintah tentang Amdal;
4) peraturan tentang tata kerja komisi penilai
Amdal;
5) peraturan tentang tata laksana lisensi komisi
penilai Amdal kabupaten/kota;
6) peraturan tentang pedoman penyusunan
Amdal;
7) peraturan tentang pedoman penilaian Amdal;
8) peraturan tentang keterlibatan masyarakat
dan keterbukaan informasi dalam proses
Amdal;
9) peraturan tentang jenis rencana usaha
dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi
Amdal.

26
Pengawasan oleh Kementerian Lingkungan Hidup
kepada provinsi termasuk pelaksanaan kewajiban
provinsi untuk melakukan pembinaan dan
pengawasan kepada kabupaten/kota.
Pelaksanaan pengawasan terdiri dari:
1) Pertemuan pembuka
a) Penyampaian surat tugas sebagaimana
dimaksud dalam Lampiran II huruf D
Permen LH Nomor 26 Tahun 2009 dan
identitas diri;
b) Penyampaian maksud dan tujuan
dilakukannya pengawasan;
c) Meminta penjelasan dari Komisi Penilai
Amdal Daerah tentang operasional
komisi penilai Amdal di tempat tersebut;
d) Melakukan klarifikasi dan diskusi
berdasarkan pertanyaan yang terdapat
dalam daftar pertanyaan baik berupa
pertanyaan yang bersifat terbuka
maupun tertutup yang telah disiapkan
sebelumnya.
2) Pemeriksaan
a) Melakukan pemeriksaan atau klarifikasi
terhadap persyaratan lisensi. Lakukan
pemeriksaan atau klarifikasi terhadap
keabsahan dari persyaratan lisensi;
b) Melakukan pemeriksaan surat keputusan
kelayakan yang diterbitkan oleh daerah
yang bersangkutan;
c) Melakukan pemeriksaan mutu dokumen
Amdal melalui uji petik dokumen yang
telah diterbitkan SK kelayaan
lingkungannya oleh daerah yang
bersangkutan meliputi: uji administrasi,
27
uji tahap proyek, uji mutu dokumen (uji
konsistensi, uji keharusan dan uji
kedalaman);
d) Melakukan pemeriksaan terhadap
Prosedur Operasional Standar (Standard
Operating Procedure) kesekretariatan
Komisi Penilai Amdal daerah;
e) Melakukan pemeriksaan terhadap sarana
dan prasarana yang dimiliki oleh komisi
penilai Amdal, seperti: ruang rapat
komisi, perpustakaan/tempat
menyimpan dokumen, ruang sekretariat,
papan pengumuman, ruang database;
f) Melakukan pemeriksaan sistem informasi
Komisi Penilai Amdal.
3) Pertemuan penutup
a) Penyampaian hasil sementara
pelaksanaan pengawasan kepada komisi
penilai Amdal daerah;
b) Klarifikasi terhadap hasil pelaksanaan
pengawasan yang masih jadi
pertanyaan;
c) Penyampaian informasi dan kesimpulan
sementara atas hasil pelaksanaan
pengawasan;
d) Penyampaian informasi bahwa hasil
akhir pelaksanaan pengawasan akan
disampaikan melalui surat oleh
Kementerian Lingkungan Hidup atau
Badan yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang lingkungan
hidup Provinsi;
e) Penandatanganan Berita Acara (BA)
pelaksanaan pengawasan dan Lampiran
Berita Acara (BA).
28
c. Pasca Pengawasan
Kegiatan pasca pengawasan meliputi:
1) Penyusunan laporan hasil pengawasan harus
segera dilakukan. Dalam penyusunan laporan
berdasarkan data dan fakta yang ada
dilapangan, tidak boleh ditambah atau
dikurangi serta tidak boleh direkayasa.
Bahasa yang digunakan harus jelas dan
mudah dimengerti. Format lapran hasil
pengawasan dapat dilihat pada Lampiran II
huruf G Permen LH Nomor 25 Tahun 2009
tentang Pembinaan dan Pengawasan
Terhadap Komisi Penilai Analisis Mengenai
dampak Lingkungan Hidup Daerah.
2) Membuat surat hasil pelaksanaan
pengawasan kepada komisi penilai Amdal
daerah yang telah dilakukan pengawasan
dengan tembusan kepada Menteri Negara
Lingkungan Hidup, Menteri Dalam Negeri,
gubernur dan bupati/walikota. Format surat
hasil pelaksanaan pengawasan kinerja komisi
penilai Amdal daerah dapat dilihat pada
Lampiran II huruf H Permen LH Nomor 25
Tahun 2009.
Hasil pelaksanaan pengawasan ini, digunakan sebagai
masukan dan dasar dalam melakukan pembinaan
kepada Komisi Penilai Amdal daerah yang
bersangkutan.
Dalam Pasal 6 Peraturan Menteri Negara Lingkungan
Hidup Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pembinaan dan
Pengawasan Terhadap Komisi Penilai Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan Hidup Daerah,
mengatur kewajiban Komisi Penilai Amdal provinsi
dan kabupaten/kota untuk mengisi lembar
pertanyaan kinerja Komisi Penilai Amdal daerah
29
sesuai dengan format Lampiran II huruf B Peraturan
Menteri tersebut. Selanjutnya Komisi Penilai Amdal
provinsi dan kabupaten/kota wajib menyampaikan
isian Lembar Pertanyaan Kinerja sebagaimana
tersebut di atas kepada:
a. Menteri bagi Komisi Penilai Amdal provinsi;
dan
b. Gubernur bagi komisi penilai Amdal
kabupaten/kota
Isian Lembar Pertanyaan Kinerja sebagaimana
dimaksud di atas disampaikan paling sedikit 1 (satu)
kali dan 1 (satu) tahun. Selanjutnya laporan isian
Lembar Pertanyaan Kinerja tersebut digunakan
sebagai masukan dan dasar dalam melakukan
pembinaan dan pengawasan kepada Komisi Penilai
Amdal daerah.
Dalam Pasal 7 Peraturan Menteri Negara Lingkungan
Hidup Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pembinaan dan
Pengawasan Terhadap Komisi Penilai Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan Hidup Daerah,
mengatur kewajiban Komisi Penilai Amdal provinsi
menyampaikan laporan hasil pengawasan terhadap
komisi penilai Amdal daerah kabupaten/kota kepada
Menteri Negara Lingkungan Hidup. Laporan tersebut
menggunakan format sebagaimana tercantum dalam
Lampiran II huruf G Peraturan Menteri No. 25 Tahun
2009. Laporan disampaikan paling sedikit 1 (satu) kali
dalam 1 (satu) tahun.
Penjelasan mengenai proses penyusunan Amdal dan
beberapa hal yang perlu untuk mendapat perhatian
dilakukan pengawasan, dapat dilihat pada gambar
berikut dibawah ini.

30
Pemrakarsa Pengawasan dan penegakan hukum
1 difokuskan antara lain pada:
Pengumuman SPT dari
dan Pengumuman 1. Proses pengumuman dan konsultasi publik
Konsultasi = 10 hari Kerja dilakukan sesuai dengan Peraturan MENLH No. 17
Publik
Tahun 2012;
3
2 2. Penyusunan Amdal (KA, ANDAL dan RKL-RPL)
Pengajuan
Penyusunan
Penilaian
sesuai dengan muatan dokumen AMDAL dalam
Kerangka Peraturan MENLH No. 16 Tahun 2012;
Kerangka
Acuan (KA)
Acuan 3. Penyusun Amdal dilakukan oleh Penyusun Amdal
yang memiliki sertifikat Kompetensi Penyusuan
Biaya Penyusunan 7
Penyusunan Amdal. Pelanggaran → Sanksi Pidana Pasal 110
Amdal oleh
ANDAL dan
RKL-RPL UU 32/2009
Pemrakarsa
4. Data dan informasi benar dan valid: Kekeliruan
Pengajuan Permohonan Izin 8
Lingkungan dan Penilaian ANDAL dan
penyalagunaan, serta ketidakbenaran dan/atau
RKL-RPL pemalsuan data , dokumen dan/atau informasi
Satu surat terkait dengan persyaratan yang diajukan dalam
permohonan permohonan izin lingkungan (Amdal/UKL-UPL,
Profil Usaha dan/atau kegiatan, akte pendirian
Catatan: Waktu penilaian tidak usaha dan/atau kegiatan) (Pasal 37 UU 32/2009)
termasuk waktu perbaikan →Izin Lingkungan dapat dibatalkan
dokumen oleh pemrakarsa

Sumber: Asdep Kajian Dampak Lingkungan, Kementerian Lingkungan


Hidup, 2013

Gambar 1. Pengawasan dan Penegakan Hukum Terkait


dengan Proses Penyusunan Amdal

Pengawasan terkait dengan proses penilaian Amdal


ini juga dapat difokuskan antara lain pada:
1) Pembentukan Komisi Penilai Amdal (PP No.
27/2012 dan Peraturan MENLH No. 08/2013) dan
Pemenuhan persyaratan lisensi (Peraturan
MENLH No. 15/2010);
2) Kewenangan Komisi Penilai Amdal (PP 27/2012
dan Peraturan MENLH No. 08 Tahun 2013);
3) Proses Penilaian KA, ANDAL dan RKL-RPL sesuai
dengan ketentuan PP No. 27/2012 dan Peraturan

31
MENLH No. 08/2013, i.e. tata waktu, mutu
dokumen;
4) Pelaksanaan pengumuman permohonan Izin
Lingkungan sesuai dengan Peraturan MENLH No.
17 Tahun 2012
5) Moral Hazard, misal: menerima gratifikasi dari
pihak pemrakarsa proyek. Hal ini dapat
dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan terkait
lainnya.
Sedangkan untuk pengawasan terhadap lisensi Komisi
Penilai Amdal Daerah, kriterianya dapat mengacu
pada tabel dibawah ini:

Tabel 1. Kriteria Pengawasan Lisensi Komisi Penilai Amdal


Daerah
Kriteria Persyaratan Kriteria Mutu Kriteria Administrasi
Lisensi Komisi Penilai dokumen Amdal proses Amdal
Amdal
Ketua komisi penilai Kesesuaian dengan SPT Masyarakat
dipimpin oleh pejabat Peraturan Menteri terhadap
minimal setingkat Lingkungan Hidup Pengumuman
eselon II (dan berasal Nomor: 08 Tahun 2013 dilakukan 10 (sepuluh
dari Instansi LH sesuai tentang Tata Laksana puluh) hari kerja dan
Pasal 56 ayat (2) PP No. Penilaian dan dilakukan sebelum
27 Tahun 2012) Pemeriksaan Dokumen Penyusunan Kerangka
Lingkungan Hidup Serta Acuan (KA)
Penerbitan Izin
Lingkungan yang
mewajibkan penilaian
Memiliki sekretariat Andal dan RKL-RPL, Format penyusunan
komisi penilai yang dilakukan melalui: dokumen Amdal
berkedudukan di 1) uji tahap proyek; sesuai pedoman
instansi lingkungan 2) uji kualitas dokumen; penyusunan
hidup Kabupaten/Kota. dan Peraturan MENLH
3) telahaan atas Nomor 08 Tahun
kelayakan atau 2006 tentang
ketidaklayakan Panduan Penyusunan
lingkungan hidup dari Amdal (Peraturan
rencana usaha dan/atau MENLH No. 16 Tahun
kegiatan. 2012)

32
Kriteria Persyaratan Kriteria Mutu Kriteria Administrasi
Lisensi Komisi Penilai dokumen Amdal proses Amdal
Amdal
Memiliki tim teknis Uji kualitas Andal dan Persyaratan
dengan sumber daya RKL-RPL, terdiri atas uji: kompetensi penyusun
manusia yang telah 1) konsistensi; Amdal.
lulus pelatihan 2) keharusan;
penyusunan Amdal 3) relevansi; dan
paling sedikit (dua) 4) kedalaman.
orang, dan pelatihan
penilaian Amdal paling
sedikit 3 (tiga) orang.
Keanggotaan komisi Undangan dan
penilai minimal dokumen Amdal
mencakup tenaga ahli di disampaikan dan
bidang biogeofisik- diterima oleh peserta
kimia, ekonomi,sosial, rapat minimal 10 hari
budaya, kesehatan, kerja sebelum sidang.
perencanaan
pembangunan wilayah,
dan lingkungan hidup.
Adanya organisasi Kesesuaian dengan Perbaikan dokumen
lingkungan hidup atau Peraturan Menteri setelah dilaksanakan
lembaga swadaya Lingkungan Hidup sidang.
masyarakat sebagai Nomor: 08 Tahun 2013
salah satu anggota tentang Tata Laksana
komisi penilai Penilaian dan
Pemeriksaan Dokumen
Lingkungan Hidup Serta
Penerbitan Izin
Lingkungan, yang
mewajibkan penilaian
Adanya kerjasama kualitas Andal dan RKL- Telah diterbitkan
dengan laboratorium RPL, terdiri atas uji: keputusan
yang terakreditasi atau 1) konsistensi; Persetujuan Kerangka
yang mempunyai 2) keharusan; Acuan (KA) sebelum
kemampuan menguji 3) relevansi; dan dilakukan sidang
contoh uji kualitas 4) kedalaman. ANDAL, RKL dan RPL.
lingkungan hidup,
paling sedikit untuk
parameter air dan udara
Proses dokumen 30
hari kerja untuk KA-
dan 75 hari kerja
untuk melakukan
proses dokumen
ANDAL, RKL-RPL

33
Kriteria Persyaratan Kriteria Mutu Kriteria Administrasi
Lisensi Komisi Penilai dokumen Amdal proses Amdal
Amdal
Penetapan kelayakan
atau ketidaklayakan
lingkungan hidup
yang merupakan
kewenangannya
Mengundang
masyarakat terkena
dampak dan yang
berkepentingan.

Sumber: Asdep Kajian Dampak Lingkungan, Kementerian


Lingkungan Hidup, 2013

2. Tahapan Pengawasan Lembaga Penyedia Jasa


Penyusun Dokumen Amdal
Pengawasan Lembaga Penyedia Jasa Penyusun
Dokumen Amdal (LPJP) melalui tahapan sebagai berikut:
a. Persiapan Pengawasan
Persiapan pengawasan merupakan langkah pertama
yang paling penting. Jika kita melakukan persiapan
yang tidak baik, maka hasil pengawasannya tidak
dapat maksimal atau bahkan mengalami kegagalan.
Dengan demikian, persiapan pengawasan harus
dilakukan secara teliti dan dipersiapkan beberapa hari
sebelum melakukan pengawasan di lapangan.
Secara umum persiapan dalam melakukan
pengawasan yang harus dilakukan adalah:
1) Melakukan identifikasi dan inventarisasi obyek atau
target group yang akan dilakukan pengawasan.
Dalam hal ini siapa saja atau lembaga (LPJP) mana
saja yang akan dilakukan pengawasan. Pada
dasarnya semua harus diinventarisasi sesuai
dengan wilayah atau daerah kewenangan kita.
2) Menyusun daftar periksa ketaatan (check list) yang
akan kita pakai untuk mengumpulkan data
34
ketaatan dan panduan dalam melakukan
wawancara terhadap obyek yang kita awasi. Dalam
membuat daftar periksa ketaatan harus
berdasarkan pada ketentuan kewajiban/keharusan,
persyaratan, larangan yang tercantum dalam
register yang dimiliki oleh LPJP atau sertifikat
kompetensi penyusun Amdal serta wajib
memperhatikan Pedoman Penilaian Kesesuaian
Lembaga Penyedia Jasa Penyusunan Dokumen
Amdal yang dikeluarkan oleh Lembaga Registrasi
Kompetensi – Kementerian Lingkungan Hidup.
3) Daftar ketaatan ini dapat kita kirim kepada obyek
yang akan diawasi (target group) beberapa hari
sebelumnya, untuk di isi oleh yang bersangkutan.
Daftar pertanyaan atau kuesioner yang masuk
merupakan data penting tingkat ketaatan obyek
pengawasan yang kita awasi. Pengiriman daftar
periksa ketaatan ini juga dapat disebut dengan
pengawasan tidak langsung.
4) Mengumpulkan data sekunder untuk mendukung
pengawasan ini dan data lain yang telah diperoleh
dari pengawasan sebelumnya.
5) Menyusun rencana kerja, antara lain: jadwal
pelaksanaan pengawasan, agenda pengawasan,
penyusunan tim, anggaran yang dibutuhkan untuk
pengawasan.
6) penyiapan administrasi keuangan dan surat tugas,
transportasi dan persiapan alat yang dianggap
perlu.
7) Pengiriman surat pemberitahuan rencana
pengawasan, koordinasi dengan pihak terkait dan
persiapan hal teknis lainnya terkait dengan
rencana pengawasan. Lakukan konfirmasi dengan
instansi lingkungan didaerah, jika anda dari KLH
atau BLH Provinsi. Jika dianggap perlu, juga
35
lakukan konfirmasi dengan LPJP yang
bersangkutan.
Contoh daftar periksa ketaatan (check list) yang
dapat dipakai sebagai acuan oleh para pengawas atau
verifikator dalam membuat daftar periksa ketaatan
untuk melakukan pengawasan (surveilance) terhadap
Lembaga Penyedia Jasa Penyusun dokumen Amdal
(LPJP), dapat dilihat pada Lampiran : 5 modul ini.
b. Pelaksanaan Pengawasan
Dari persiapan pengawasan yang telah dilakukan,
diharapkan dapat diperoleh gambaran kinerja obyek
atau target group yang akan kita lakukan
pengawasan. Apalagi jika pengawasan ini sudah
bukan yang pertama kalinya. Data pengawasan
sebelumnya akan memberikan gambaran yang
penting bagi kita dalam melakukan pengawasan.
Secara umum tahapan pelaksanaan pengawasan
terdiri dari:
1) Pertemuan pendahuluan, meliputi kegiatan:
(a) Perkenalan dan salam pembuka, kemudian
penyampaian surat tugas serta penjelasan
maksud dan tujuan melakukan pengawasan
ini.
(b) Meminta penjelasan terhadap kegiatan yang
telah dilakukan beserta kendala yang dihadapi.
2) Melakukan pemeriksaan kinerja LPJP, meliputi
kegiatan:
(a) Pemeriksaan dokumen yang ada serta
beberapa hal lain yang dianggap penting dan
perlu diperiksa. Dalam pemeriksaan ini dapat
menggunakan check list yang dibuat
berdasarkan pada Pedoman Penilaian
Kesesuaian Lembaga Penyedia Jasa Penyusun
Dokumen Amdal (LRK-KLH). Untuk
36
pengawasan dalam rangka verifikasi
perpanjangan Registrasi Kesesuaian Lembaga
Penyedia Jasa Penyusun Dokumen Amdal,
dapat mengacu pada contoh Check List
Terlampir.
(b) Selama melakukan pengawasan, perlu
mencatat semua informasi yang diperoleh
kedalam buku catatan (note book), baik
berdasarkan informasi dari pihak yang diawasi
maupun temuan langsung.
(c) Pemotretan dokumen atau menggandakan atau
menyalin dapat dilakukan bila dianggap perlu,
terutama untuk temuan penting.
(d) Melakukan wawancara dengan pihak terkait
untuk mendukung hasil pengawasan.
Wawancara ini dapat dilakukan antara lain
terhadap Direktur atau penanggungjawab
LPJP, staf/karyawan LPJP, penyusun amdal
yang bekerja pada LPJP tersebut.
(e) Pengamatan terhadap kondisi bangunan fisik
kantor, ruang kerja, pastikan bahwa kantor
tersebut tidak fiktif.
Beberapa indikator penaatan untuk obyek yang
dilakukan pengawasan dalam hal ini Lembaga
Penyedia Jasa Penyusun Dokumen Amdal (LPJP),
antara lain sebagai berikut:
• registrasi kompetensi;
• keabsahan persyaratan registrasi kompetensi;
• masa berlaku registrasi kompetensi;
• berbadan hukum, dan
• hal-hal lainnya yang diatur dalam Pedoman
Penilaian Kesesuaian Lembaga Penyedia Jasa
Penyusunan Dokumen Amdal.
3) Pertemuan penutup, meliputi kegiatan:
37
(a) Penyampaian hasil pelaksanaan pengawasan
sementara kepada pihak yang diawasi untuk
diklarifikasi oleh yang bersangkutan.
(b) Diskusi atau tanya jawab klarifikasi terhadap
hasil pelaksanaan pengawasan yang masih
belum jelas atau data yang dianggap
meragukan.
(c) Finalisasi dokumen hasil pengawasan yang
sifatnya masih merupakan kesimpulan
sementara.
(d) Pembuatan berita acara dan penandatanganan
Berita Acara (BA) pelaksanaan pengawasan
serta lampiran berita acaranya. Berita acara ini
diketahui, dibenarkan dan ditandatangani oleh
pihak yang diawasi dan yang melakukan
pengawasan.

3. Pasca Pengawasan
Kegiatan pasca pengawasan atau setelah melaksanakan
pengawasan merupakan kegiatan di kantor yang harus
dilakukan oleh para pengawas. Kegiatan yang perlu
dilakukan adalah:
a) Memasukkan data dalam data base komputer
(pangkalan data) dan menyimpan file atau dokumen
yang didapat pada saat melakukan pengawasan
kedalam lemari file yang aman.
b) Menyusun laporan pengawasan. Laporan pengawasan
harus jelas, mudah dimengerti dan tidak boleh
direkayasa. Semua temuan hasil pengawasan harus
dituangkan dalam laporan berdasarkan fakta dan
bukti yang lengkap dan valid.
c) Mendiskusikan konsep laporan hasil pengawasan
kepada tim dan teman sejawat bila perlu dipaparkan
kepada atasan langsung untuk memperoleh masukan.

38
d) Membuat konsep surat hasil pelaksanaan
pengawasan yang akan disampaikan kepada pihak
yang diawasi dengan tembusan instansi terkait.
Konsep surat beserta laporan, disampaikan kepada
atasan yang memberi tugas untuk dievaluasi dan
diambil langkah tindak lanjutnya.
Tindak lanjut hasil pengawasan terhadap proses
Amdal dan Izin Lingkungan adalah menyampaikan
surat pemberitahuan hasil pengawasan yang telah
dilakukan kepada pihak yang telah dilakukan
pengawasan. Jika pihak yang diawasi telah taat
terhadap peraturan yang berlaku dan tidak ada
pelanggaran, maka perlu diberikan apresiasi dan
didorong untuk tetap mempertahankan ketaatannya.
Namun apabila ditemukan adanya pelanggaran atau
ketidaktaatan terhadap peraturan, maka perlu
diberikan sanksi sesuai dengan ketentuan perundang-
undangan yang berlaku. Tindak lanjut pengawasan
terkait dengan langkah penegakan hukum bagi yang
melanggar peraturan dibahas di BAB IV.
Untuk prosedur pengawasan terhadap obyek yang
lainnya, antara lain: Penyusun dokumen Amdal,
Lembaga Sertifikasi Kompetensi Amdal, Lembaga
Pelatihan Kompetensi Amdal, Izin Lingkungan,
tahapannya tetap sama seperti di atas, yang rincian
kegiatannya disesuaikan dengan obyek yang akan
diawasi serta mempertimbangkan situasi dan kondisi
setempat. Beberapa indikator penaatan untuk obyek
yang dilakukan pengawasan, antara lain sebagai
berikut:
1. Penyusun dokumen Amdal, al. meliputi:
• Pendidikan
• Sertifikat Diklat Amdal Penyusun
• Pengalaman
39
• Sertifikat kompetensi penyusun Amdal
• Masa berlaku sertifikat kompetensi
2. Lembaga Sertifikasi Kompetensi Amdal (LSK
Amdal), al. meliputi:
Kriteria pemeliharaan sertifikat kompetensi dan
mekanisme pengawasan yang telah disetujui oleh
Menteri Negara Lingkungan Hidup.
3. Lembaga pelatihan kompetensi Amdal (al. Pusat
Studi Lingkungan Hidup di Universitas)
4. Keabsahan persyaratan dokumen, fasilitas kerja
(al. termasuk modul fasilitas ruang dan peralatan
diklat), sumber daya manusia untuk beroperasinya
lembaga pelatihan tersebut
5. Izin Lingkungan, al. meliputi:
• Pengumuman permohonan Izin Lingkungan.
• Persyaratan dan kewajiban yang dimuat dalam
Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup atau
Rekomendasi UKL-UPL.
• Persyaratan dan kewajiban yang ditetapkan
oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota
• Berakhirnya Izin Lingkungan.
• Pencantuman Izin perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup yang harus
dimilki.
• Pengumuman Izin Lingkungan yang telah
diterbitkan melalui media massa dan/atau multi
media.

E. Rangkuman
Pengertian pengawasan terhadap proses Amdal dan Izin
Lingkungan adalah kegiatan pemeriksaan yang
dilaksanakan secara langsung atau tidak langsung oleh
aparat yang berwenang untuk mengetahui tingkat
ketaatan para pihak yang terkait dengan proses Amdal
dan Izin Lingkungan terhadap ketentuan peraturan
40
perundang-undangan yang berkaitan dengan proses
Amdal dan Izin Lingkungan maupun persyaratan yang
tertuang dalam rekomendasi, lisensi, register, sertifikat
kompetensi penyusun Amdal.
Tujuan pengawasan adalah agar para pihak yang terkait
dengan proses Amdal atau Izin Lingkungan mentaati
peraturan yang terkait dengan masalah tersebut serta
ketentuan persyaratan yang tercantum dalam lisensi,
register, sertifikat kompetensi. Pengawasan dilakukan
secara reguler atau minimal dilakukan, jika ada
pengaduan dari masyarakat.
Obyek yang dilakukan pengawasan, antara lain:
• Komisi Penilai Amdal,
• Lembaga Jasa Penyusun dokumen Amdal,
• Penyusun dokumen Amdal
• Lembaga yang ditunjuk memberikan sertifikasi
penyusun Amdal,
• Lembaga Pelatihan Kompetensi penyusun Amdal,
• Izin Lingkungan.
Tolak ukur penaatannya adalah ketaatan para pihak yang
terkait dengan proses Amdal dan Izin Lingkungan
terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berkenaan dengan proses Amdal dan Izin Lingkungan
serta ketentuan persyaratan yang tercantum dalam
lisensi, register, sertifikat kompetensi penyusun Amdal.
Kalimat atau kata-kata yang harus diperhatikan dalam
peraturan sebagai panduan untuk mengetahui ketaatan
adalah kata-kata : larangan, kewajiban, persyaratan,
keharusan.
Kerangka Kerja Pengawasan meliputi tahapan persiapan,
pelaksanaan dan pasca pengawasan. Dalam melakukan
pengawasan perlu menggunakan daftar periksa ketaatan
yang disusun berdasarkan kewajiban, larangan atau
41
persyaratan yang diatur dalam peraturan di bidang Amdal
dan Izin Lingkungan maupun Pedoman Penilaian
Kesesuaian Lembaga Penyedia Jasa Penyusunan
Dokumen Amdal (Khusus untuk LPJP). Sebagai contoh
dapat dilihat dan dipelajari daftar isian lembar pertanyaan
kinerja Komisi Penilai Amdal yang diatur dalam lampiran II
Permen LH No. 25 Tahun 2009. Tindak lanjut pelaksanaan
pengawasan adalah membuat laporan hasil pengawasan
dan memberikan laporan tersebut kepada atasan yang
menugaskan melakukan pengawasan serta memberikan
saran tindak lanjutnya.

F. Latihan
1. Jelaskan tujuan pengawasan terkait proses Amdal
dan Izin Lingkungan !
2. Jelaskan obyek pengawasan dan tolok pengawasan
terkait dengan proses Amdal dan Izin Lingkungan !
3. Jelaskan tahapan pengawasan terkait proses Amdal
dan Izin Lingkungan !
4. Diskusikan dalam kelompok daftar periksa ketaatan
untuk melakukan pengawasan terhadap para
penyusun dokumen Amdal dan Jembaga Jasa
Penyusun dokumen Amdal !
5. Buatlah suatu contoh berita acara (BA) pelaksanaan
pengawasan untuk kegiatan pengawasan Komisi
Penilai dokumen Amdal di daerah !
6. Jelaskan cara membuat laporan pengawasan yang
baik untuk kegiatan pengawasan Komisi Penilai
dokumen Amdal Daerah !

42
BAB IV
PENEGAKAN HUKUM TERHADAP HASIL PENGAWASAN

Setelah mengikuti mata ajar ini peserta Diklat diharapkan mampu


menjelaskan proses penegakan hukum terhadap hasil
pengawasan yang telah dilakukan, jika ditemukan adanya
pelanggaran.

Pengawasan yang berkaitan dengan proses Amdal dan


perizinan dimaksudkan agar para pihak yang terlibat dalam
proses ini mentaati peraturan perundang-undangan yang
terkait dengan masalah tersebut. Hasil pengawasan yang
menemukan adanya pelanggaran yang serius perlu ditindak
lanjuti dengan langkah penegakan hukum. Dengan demikian,
pengawasan merupakan bagian dari sistem penegakan hukum
yang saling kait mengait. Adanya proses penegakan hukum
bagi yang melanggar peraturan diharapkan semua pihak yang
telibat dalam proses Amdal dan Izin Lingkungan dapat
mentaati peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Menurut Asshiddiqie penegakan hukum itu kurang lebih
merupakan upaya yang dilakukan untuk menjadikan hukum,
baik dalam arti formil yang sempit maupun dalam arti materiel
yang luas, sebagai pedoman perilaku dalam setiap perbuatan
hukum, baik oleh para subjek hukum yang bersangkutan
maupun oleh aparatur penegakan hukum yang resmi diberi
tugas dan kewenangan oleh undang-undang untuk menjamin
berfungsinya norma-norma hukum yang berlaku dalam
kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Langkah penegakan hukum bagi para pelanggar dapat
menentukan berlakunya sistem Amdal di Indonesia.
Pentingnya melakukan penegakan hukum ini dapat dilihat dari
gambar di bawah ini :

43
Sumber: Asdep Kajian Dampak Lingkungan, Kementerian Lingkungan
Hidup, 2013

Gambar 2. Faktor Penentu Sistem Amdal di Indonesia

Langkah penegakan hukum secara konsisten akan menjaga


kompetensi dan integritas penyusun Amdal serta kompetensi
dan integritas Penilai atau Komisi Amdal. Jika penegakan
hukum dilakukan pada tahap proses Amdal maupun Izin
Lingkungan serta tahap implementasi Izin Lingkungan, maka
terjadinya pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup dapat
dihindari.
Wewenang melakukan penegakan hukum bagi instansi yang
bertanggung jawab di bidang perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup dinyatakan dalam Pasal 63 ayat (1) huruf o
dan aa, ayat (2) huruf i dan s dan ayat (3) huruf i dan p
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2009 tentang Perlindungan

44
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang menyatakan sebagai
berikut:
(1) Dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup,
Pemerintah bertugas dan berwenang:
▪ Melakukan pembinaan dan pengawasan ketaatan
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap
ketentuan perizinan lingkungan dan peraturan
perundang-undangan;
▪ Melakukan penegakan hukum lingkungan hidup
(2) Dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup,
Pemerintah provinsi bertugas dan berwenang:
▪ Melakukan pembinaan dan pengawasan ketaatan
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap
ketentuan perizinan lingkungan dan peraturan
perundang-undangan;
▪ Melakukan penegakan hukum lingkungan pada tingkat
provinsi;
(3) Dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup,
Pemerintah kabupaten/kota bertugas dan berwenang:
▪ Melakukan pembinaan dan pengawasan ketaatan
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap
ketentuan perizinan lingkungan dan peraturan
perundang-undangan;
▪ Melakukan penegakan hukum lingkungan pada tingkat
kabupaten/kota”.
Dalam modul ini dibahas masalah penegakan hukum
administrasi, gugatan administratif dan pidana yang berkaitan
dengan Amdal dan Izin Lingkungan.

A. Sanksi Administratif
Sanksi Administratif adalah instrumen hukum publik yang
dapat didayagunakan oleh pemerintah sebagai hukuman
atas perbuatan ketidaktaatan melaksanakan kewajiban,
perintah dan/atau larangan yang tercantum dalam

45
peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan
proses Amdal dan Izin Lingkungan.
Bentuk ketidaktaatan atau pelanggaran yang dilakukan oleh
orang yang menyusun dokumen Amdal, antara lain:
melakukan penjiplakan, memberi keterangan palsu atau
tidak benar, tidak memiliki sertifikat kompetensi penyusun
Amdal namun tetap berani melakukan penyusunan
dokumen Amdal. Sedangkan bentuk pelanggaran yang
dilakukan Komisi Penilai Dokumen Amdal, antara lain :
melakukan penilaian terhadap dokumen Amdal yang dibuat
oleh Lembaga Penyedia Jasa Penyusun Dokumen Amdal
yang tidak mempunyai sertifikat registrasi dari Kementerian
Lingkungan Hidup, tidak mentaati persyaratan yang diatur
dalam Pasal 2 ayat (5) Permen LH No. 15 Tahun 2010,
antara lain: Ketua Komisi Penilai Amdal tidak setingkat
eselon II, anggota komisi penilai tidak ada yang berasal
dari organisasi lingkungan hidup atau lembaga swadaya
masyarakat.
Sifat atau ciri sanksi administratif :
1) Ditujukan pada suatu perbuatan.
2) Bersifat menghentikan pelanggaran.
3) Memberikan hukuman (condemnatoir).
4) Represif non-yustisial , yaitu pengenaan sanksi diberikan
oleh pejabat administrasi yang berwenang (Pejabat
TUN) yang dilakukan secara langsung tanpa melalui
proses peradilan.
5) Penarikan kembali keputusan izin (regresif).
Pihak yang berwenang memberikan sanksi administratif
adalah:
• Menteri, gubernur, bupati/walikota sesuai
kewenangannya.
• Pejabat yang menerima delegasi atau mandat dari
pejabat yang memiliki kewenangan atribusi.

46
• Pejabat instansi yang bertanggung jawab di bidang
lingkungan hidup sesuai dengan kewenangan dan tugas
pokok dan fungsinya .
Penerapan sanksi administratif ditetapkan dengan
menggunakan keputusan tata usaha negara yang memuat
:
a. nama jabatan dan alamat pejabat administrasi yang
berwenang;
b. nama dan alamat penanggung jawab usaha dan/atau
kegiatan atau pihak yang dijatuhkan sanksi administratif;
c. nama dan alamat penyusun dokumen Amdal, LPJP
dokumen Amdal, Komisi Penilai Amdal, atau pihak lain
yang dijatuhkan sanksi administratif;
d. jenis pelanggaran;
e. ketentuan yang dilanggar baik ketentuan yang diatur
dalam peraturan perundangan maupun persyaratan dan
kewajiban yang dimuat dalam lisensi, register, sertifikat
kompetensi;
f. ruang lingkup pelanggaran;
g. uraian kewajiban atau perintah yang harus dilakukan
pihak yang dijatuhkan sanksi administratif;
h. jangka waktu penaatan kewajiban pihak yang dijatuhkan
sanksi administratif (bila ada);
i. ancaman sanksi yang lebih berat apabila tidak
melaksanakan saran atau perintah dalam sanksi
aministratif yang diberikan.
Pihak yang bertanggung jawab mengawasi pelaksanaan
sanksi administratif adalah pejabat pemberi sanksi. Namun
dalam pelaksanaannya, dilakukan oleh pegawai negeri
yang bekerja pada instansi yang melaksanakan urusan
pemerintahan di bidang lingkungan hidup, khususnya yang
berkaitan dengan Amdal.
Salah satu bentuk sanksi administratif yang dapat dilakukan
adalah pencabutan rekomendasi lisensi oleh Deputi Menteri
47
untuk komisi penilai dokumen Amdal provinsi atau
pencabutan rekomendasi lisensi oleh gubernur untuk
Komisi Penilai Amdal kabupaten/kota. Jika terjadi
pencabutan rekomendasi lisensi, maka lisensi komisi penilai
dinyatakan batal atas kekuatan Peraturan Menteri Negara
Lingkungan hidup Nomor 15 tahun 2010 tentang
Persyaratan dan Tata Cara Lisensi Komisi Penilai Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan Hidup. Dalam Pasal 11
Peraturan Menteri Negara Lingkungan hidup Nomor 15
tahun 2010 tersebut dinyatakan bahwa pencabutan
rekomendasi lisensi ini dapat dilakukan apabila :
a. Terdapat bukti bahwa salah satu persyaratan dalam
berkas permohonan lisensi yang diajukan palsu.
b. Terjadi perubahan yang mengakibatkan tidak
terpenuhinya salah satu persyaratan lisensi dan
perubahan tersebut tidak diberitahukan secara tertulis
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) Peraturan
Menteri Negara Lingkungan hidup Nomor 15 tahun 2010
.
c. Dalam waktu 6 (enam) bulan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 10 ayat (3) Peraturan Menteri Negara
Lingkungan hidup Nomor 15 tahun 2010 persyaratan
lisensi tidak dipenuhi; dan/atau
d. Melanggar administrasi proses Amdal dan/atau
ditemukan 5 (lima) dokumen Amdal yang telah
ditetapkan kelayakan lingkungan hidupnya berkualitas
buruk sampai sangat buruk berdasarkan uji mutu
dokumen Amdal setelah dilakukan pembinaan dan
pengawasan selama 1 (satu) tahun oleh :
1) Menteri, untuk komisi penilai provinsi; atau
2) Gubernur dan/atau Menteri, untuk komisi penilai
kabupaten/kota
Apabila terjadi pencabutan rekomendasi lisensi seperti
yang telah dijelaskan di atas, maka instansi lingkungan
hidup provinsi atau instansi lingkungan hidup
48
kabupaten/kota dapat mengajukan kembali permohonan
rekomendasi lisensi.
Dibawah ini dijelaskan beberapa contoh pelanggaran yang
berkaitan dengan penyusunan dokumen Amdal dan
bentuk sanksi administratif yang dapat diterapkan
terhadap pelanggaran tersebut.

Tabel 2. Beberapa Jenis Pelanggaran dan Konsekuensi


terhadap pelanggaran

No Jenis pelanggaran Sanksi Keterang


. an
1. Dokumen 1. Pembatalan Ps. 37 UU
mengandung keputusan 32/2009
pemalsuan data, kelayakan
dokumen dan/atau lingkungan
informasi, al: hidup dan Izin
a. Penyalahgunaa Lingkungan :
n sertifikat Konsekuensi:
kompetensi a. Amdal baru
dan/atau tanda (bagi
registrasi kegiatan
kompetensi yang belum
b. Pemalsuan berjalan)
data hasil b. penghentia
pengujian n kegiatan
c. Pemalsuan dan
informasi penerapan
deskripsi Pasal 109
rencana UU 32/2009
kegiatan (bagi
2. Dokumen disusun kegiatan Ps. 4 PP
bukan pada tahap yang sudah 27/2012
perencanaan. berjalan)
3. Dokumen yang Ps. 12 PP
49
disusun oleh tim yang 27/2012
beranggotakan PNS
aktif yang bekerja di
instansi LH (dalam hal
instansi LH bukan
sebagai pemrakarsa)
4. Dokumen disusun oleh Ps. 62 PP
tim yang 27/2012
beranggotakan
personil yang
merangkap sebagai
anggota teknis KPA
5. Dokumen dinilai oleh
KPA yang tidak
memiliki lisensi
6. Apabila hasil uji Pembatalan proses
kualitas dokumen penilaian Amdal.
tidak memenuhi Konsekuensi:
persyaratan kualitas a. Penggantia
dokumen sesuai n KTPA
PERMENLH 16/2012; b. Penggantia
24/2009 (rev) n LPJP
7. Pelanggaran terhadap Amdal
sikap kerja KTPA:
a. Tidak hadir
dalam sidang
b. Tidak
menguasai
substansi
dokumen yang
disusun
Dokumen Pencabutan tanda
mengandung sertifikat
pemalsuan data, kompetensi
dokumen dan/atau
50
informasi, al:
a. Penyalahgunaa
n sertifikat
kompetensi
dan/atau tanda
registrasi
kompetensi
b. Pemalsuan
data hasil
pengujian
c. Pemalsuan
informasi
deskripsi
rencana
kegiatan
Tidak melakukan salah
satu dari elemen
kompetensi dengan
benar
8. Tidak memenuhi salah Pembekuan tanda
satu persyaratan registrasi
registrasi kompetensi kompetensi
PPJP/LPJP
Dokumen disusun oleh Pencabutan tanda
tim yang registrasi
beranggotakan kompetensi
personil yang PPJP/LPJP
merangkap sebagai
anggota teknis KPA
Dokumen dinilai oleh
KPA yang tidak
memiliki lisensi
Menyalahgunakan
sertifikat kompetensi
dan/atau tanda
51
registrasi kompetensi

Sumber: Asdep Kajian Dampak Lingkungan, Kementerian Lingkungan


Hidup, 2013

Sanksi administrasi juga dapat dikenakan kepada


Lembaga Penyedia Jasa Penyusun dokumen Amdal oleh
Deputi VII Menteri Negara Lingkungan Hidup, jika terbukti
telah melanggar ketentuan persyaratan yang tercantum
dalam sertifikat registrasi. Bentuk sanksi administratif
yang pertama adalah pembekuan sertifikat registrasi
sampai batas waktu tertentu untuk melakukan perbaikan,
sedangkan sanksi yang lebih berat adalah pencabutan
sertifikat registrasi.
Sejak dikeluarkannya Permen LH Nomor 07 Tahun 2010
tentang Sertifikasi Kompetensi Penyusun Dokumen Amdal
dan Persyaratan Lembaga Pelatihan Kompetensi Penyusun
Dokumen Amdal diberlakukan, pada Tahun 2012
Kementerian Lingkungan Hidup telah menangani
beberapa pengaduan atau melakukan pengawasan yang
terkait dengan sertifikasi dan registrasi kompetensi dalam
penyusunan dokumen Amdal. Data dan informasi kasus
diperoleh melalui:
1. pengaduan publik yang terverifikasi kepada KLH
2. pengawasan publik yang terverifikasi kepada KLH
3. pengawasan/survelien KLH kepada LPJP Amdal
teregistrasi
Dari hasil pengawasan atau penanganan pengaduan
tersebut di atas, telah diambil langkah penegakan hukum
bagi pelanggar. Informasi mengenai sanksi administratif
yang telah dijatuhkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup
dipublikasikan melalui Web Site KLH. Status pembekuan
dan pencabutan sertifikat kompetensi dan registrasi
kompetensi penyusun dokumen Amdal yang telah
diumumkan adalah sebagai berikut:
52
1. Pencabutan Sertifikat Kompetensi
Nama Personil : Yuda Budi
Utama
Kualifikasi : Anggota
Penyusun Dokumen Amdal
Nomor Sertifikat :
000036/SKPA/LSK-INTAKINDO/IX/2009
Nomor Registrasi :
A.1.08.09.031.00036
Status Sertifikat : Dicabut
Tanggal Pencabutan : 12 Juni 2012
2. Pencabutan Registrasi Kompetensi
Identitas LPJP : CV. Abad Dua
Satu Engineering
Consultants
Penananggung jawab : Hamzah B.
Wadju
Status Registrasi : Dicabut
Tanggal Pencabutan : 1 Agustus 2012

3. Pembekuan Registrasi Kompetensi


Identitas LPJP : PT. Angelia
Oerip Mandiri (Anoman
Consultant)
Penanggung jawab : Budi Supriantoro
Nomor Registrasi :
0069/LPJ/AMDAL-1/LRK/KLH
53
Status Registrasi : Dibekukan
Tanggal Pembekuan : 28 Juni 2012 –
28 September 2012

Catatan : Pada Kondisi pembekuan, LPJP dilarang


untuk menerima pekerjaan penyususnan
dokumen Amdal yang baru.

Pengumuman melalui web site KLH disertai dengan


alamat lengkap pihak yang diberikan sanksi administratif.
Namun dalam penulisan modul ini alamat lengkap yang
diberikan sanksi tidak dicantumkan. Beberapa faktor yang
dapat menentukan ketepatan usulan langkah tindak
lanjut pengawasan untuk penerapan sanksi administratif,
antara lain adalah:
• Hasil pelaksanaan pengawasan harus dapat
dipertanggungjawabkan, sehingga perlu dilakukan
dengan benar dan obyektif dari aspek yuridis,
pemahaman terhadap peraturan perundang-undangan
terkait, etika dan profesi, prosedur pengumpulan data
dan informasi serta jaminan kualitas hasil pengawasan.
• Informasi yang disajikan dalam laporan pengawasan
harus baik dan benar tidak direkayasa.

B. Gugatan Administratif
Gugatan administratif dalam masalah Amdal dan Izin
Lingkungan, dapat dilakukan oleh pihak ketiga, dalam hal
ini masyarakat yang terkena dampak atau organisasi
lingkungan hidup (al. Lembaga Swadaya Masyarakat)
yang peduli terhadap pelestarian lingkungan hidup.
Hak gugat masyarakat diatur pada Pasal 91 sedangkan
hak gugat organisasi lingkungan hidup diatur pada Pasal
92 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Selain
54
gugatan dalam masalah perdata, sesuai dengan Pasal 93
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009, masyarakat atau
organisasi lingkungan hidup dapat mengajukan gugatan
terhadap keputusan tata usaha negara. Alasan-alasan
yang dapat digunakan dalam melakukan gugatan
tersebut, apabila:
1. Badan atau pejabat tata usaha negara menerbitkan
Izin Lingkungan kepada usaha dan/atau kegiatan
yang wajib Amdal tetapi tidak dilengkapi dengan
dokumen Amdal;
2. Badan atau pejabat tata usaha negara menerbitkan
Izin Lingkungan kepada kegiatan yang wajib UKL-
UPL, tetapi tidak dilengkapi dengan dokumen UKL-
UPL; dan/atau
3. Badan atau pejabat tata usaha negara yang
menerbitkan izin usaha dan/atau kegiatan yang
tidak dilengkapi dengan Izin Lingkungan.
Tata cara pengajuan gugatan terhadap keputusan tata
usaha negara mengacu pada Hukum Acara Peradilan
Tata Usaha Negara.
Pengertian gugatan menurut Undang-Undang Nomor 51
Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata
Usaha Negara adalah permohonan yang berisi tuntutan
terhadap badan atau pejabat tata usaha negara dan
diajukan ke pengadilan untuk mendapatkan putusan.
Gugatan ini timbul karena adanya sengketa Tata Usaha
Negara. Dalam Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009
disebutkan Sengketa Tata Usaha Negara adalah sengketa
yang timbul dalam bidang tata usaha negara antara orang
atau badan hukum perdata dengan badan atau pejabat
tata usaha negara, baik di pusat maupun di daerah,
sebagai akibat dikeluarkannya keputusan tata usaha

55
negara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Selanjutnya dalam Pasal 53 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha
Negara, menyatakan: “Seseorang atau badan hukum
perdata yang merasa kepentingannya dirugikan oleh
suatu Keputusan Tata Usaha Negara dapat mengajukan
gugatan tertulis kepada Pengadilan yang berwenang berisi
tuntutan agar Keputusan Tata Usaha Negara yang
disengketakan itu dinyatakan batal atau tidak sah, dengan
atau tanpa disertai tuntutan gati rugi dan/atau
rehabilitasi”.
Alasan-alasan yang dapat digunakan dalam melakukan
gugatan tersebut disebutkan dalam Pasal 53 ayat (2)
Undang-Undang No. 5 Tahun 1986, yaitu :
a. Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku;
b. Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara pada waktu
mengeluarkan keputusan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) telah menggunakan wewenangnya
untuk tujuan lain dari maksud diberikannya
wewenang tersebut;
c. Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara pada waktu
mengeluarkan atau tidak mengeluarkan keputusan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) setelah
mempertimbangkan semua kepentingan yang
tersangkut dengan keputusan itu seharusnya tidak
sampai pada pengambilan atau tidak pengambilan
keputusan tersebut.
Contoh kasus adalah gugatan masyarakat agar Izin
Lingkungan yang telah dikeluarkan dicabut atau
dibatalkan, karena kegiatan tersebut dalam proses
penyusunan dokumen Amdalnya tidak melibatkan
56
masyarakat yang terkena dampak dan setelah perusahaan
beroperasi dianggap mengganggu lingkungan, yaitu lalu
lintas menjadi padat, macet dan berdebu serta emisi gas
buangnya menimbulkan pencemaran lingkungan. Contoh
kasus yang lain adalah Lembaga Swadaya Masyarakat di
bidang lingkungan hidup meminta kepada Pejabat
pemberi Izin Lingkungan untuk membatalkan Izin
Lingkungan yang telah dikeluarkan, karena lokasi kegiatan
berada tidak sesuai dengan tata ruang dan proses
penyusunan dokumen lingkungannya (Amdal) tidak
mengikut sertakan masyarakat yang terkena dampak
penting kegiatan tersebut, sehingga dianggap melanggar
ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan Pasal 9 Peraturan
Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin
Lingkungan.

Gugatan melalui pengadilan mengenai pembatalan atau


pencabutan Izin Lingkungan atau Surat Keputusan
Kelayakan Lingkungan Hidup di sidangkan melalui
peradilan tata usaha negara.

C. Sanksi Pidana
Ketentuan pidana berkaitan dengan Amdal dan Izin
Lingkungan diatur dalam Pasal 110, Pasal 111, dan Pasal
113 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Berdasarkan pada Pasal 110 undang-undang tersebut,
setiap orang yang menyusun amdal tanpa memiliki
sertifikat kompetensi penyusun Amdal dapat dipidana
paling lama 3 (tiga tahun) dan denda paling banyak Rp.
3.000.000.000,- (tiga miliar rupiah). Selanjutnya pihak
pemerintah, yaitu pejabat pemberi Izin Lingkungan juga
dapat dipidana jika menerbitkan Izin Lingkungan tanpa
dilengkapi dengan dokumen Amdal atau UKL-UPL. Hal ini
diatur pada Pasal 111 ayat (1) undang-undang tersebut.
57
Hukuman pidana bagi pejabat pemberi izin ini adalah
pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda
paling banyak Rp. 3.000.000.000,- (tiga miliar rupiah).
Dalam Pasal 111 ayat (2) undang-undang ini juga
mengatur ketentuan pidana bagi para pemberi izin usaha.
Pejabat pemberi izin usaha dan/atau kegiatan yang
menerbitkan izin usaha dan/atau kegiatan tanpa
dilengkapi dengan Izin Lingkungan dapat dipidana dengan
pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda
paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
Informasi yang disampaikan dalam dokumen Amdal atau
UKL-UPL juga harus benar tidak boleh direkayasa. Dalam
Pasal 113 Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009
mengatur ketentuan pidana bagi pihak yang memberikan
informasi palsu atau memberikan keterangan tidak benar.
Pihak pemrakarsa atau penyusun dokumen Amdal atau
UKL-UPL yang memberikan informasi palsu atau
memberikan keterangan tidak benar yang diperlukan
dalam kaitannya dengan pengawasan dan penegakan
hukum yang berkaitan dengan perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup dapat dipidana dengan
pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda
paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah).
Dalam penjelasan Undang-Undang nomor 32 tahun 2009,
yang dimaksud informasi palsu dapat berbentuk dokumen
atau keterangan lisan yang tidak sesuai dengan fakta-
fakta yang senyatanya atau informasi yang tidak benar.
Berdasarkan pengalaman penulis, informasi palsu yang
sering disampaikan, antara lain : memberi keterangan
tidak benar tentang jumlah saluran air limbah dan
debitnya, kemudian kapasitas produksi senyatanya.
Mekanisme penerapan sanksi pidana adalah dengan
melaporkan kejadian ini kepada penyidik, dapat penyidik
Polri atau Penyidik Pegawai Negeri Sipil Lingkungan
58
Hidup, yaitu dengan membuat laporan kejadian, biasanya
para penyidik ini sudah punya formatnya. Dengan adanya
laporan kejadian tersebut, maka penyidik akan melakukan
penyelidikan. Jika dipandang mengandung kebenaran,
maka akan ditindak lanjuti dengan langkah penyidikan
untuk selanjutnya diproses lebih lanjut sampai ke
persidangan di pengadilan.

D. Rangkuman
Penegakan hukum bagi yang melanggar peraturan
sangatlah penting dilakukan. Pengalaman selama ini
menunjukkan bahwa jika tidak dilakukan penegakan
hukum, maka pelanggaran peraturan akan terus terjadi.
Kewenangan melakukan penegakan hukum diatur pada
Pasal 63 ayat (1) huruf o dan aa, ayat (2) huruf i dan s
dan ayat (3) huruf i dan p Undang-undang Nomor 23
Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup. Bentuk sanksi yang dapat diterapkan
terhadap pelanggar peraturan yang berkaitan dengan
proses Amdal dan Izin lingkungan adalah sanksi
administratif dan pidana. Selain itu, masyarakat atau
organisasi lingkungan hidup dapat mengajukan gugatan
administrasi melalui peradilan tata usaha negara. Sanksi
perdata juga dapat diajukan, jika ada yang merasa
dirugikan. Namun demikian, gugatan perdata pada tahap
proses Amdal dan Izin Lingkungan jarang terjadi.
Sanksi administratif dapat dijatuhkan antara lain kepada
pihak yang mendapatkan rekomendasi lisensi, surat
keputusan registrasi, sertifikat kompetensi penyusun
Amdal, jika mereka melanggar peraturan atau ketentuan
persyaratan yang diatur dalam lisensi, registrasi atau
sertifikat kompetensi tersebut. Sedangkan sanksi pidana
dapat dijatuhkan kepada penyusun dokumen Amdal yang
tidak mempunyai sertifikat kompetensi penyusun Amdal
atau pihak yang memberikan informasi palsu atau
59
informasi tidak benar pada saat dilakukan pengawasan
lingkungan.

E. Latihan
1. Jelaskan bentuk sanksi yang tepat bagi penyusun
dokumen Amdal, namun tidak mempunyai sertifikat
kompetensi penyusun dokumen Amdal !
2. Dapatkah sanksi administratif dan sanksi pidana dapat
diterapkan secara bersamaan dalam kasus ini ?
3. Berikan contoh bentuk gugatan administratif kepada
para pelanggar peraturan dalam konteks penegakan
hukum terkait proses Amdal dan Izin Lingkungan !
4. Bagaimana mekanismenya jika pemerintah akan
menerapkan sanksi pidana bagi yang melanggar ?
5. Setelah 3 (tiga) tahun perusahaan beroperasi,
dapatkah masyarakat atau organisasi lingkungan
mengajukan gugatan administratif terhadap Izin
Lingkungan yang telah dikeluarkan oleh Walikota, jika
diketahui bahwa Izin Lingkungan yang keluar tersebut
berdasarkan pada dokumen Amdal yang proses
pembuatan dokumen Amdalnya tidak melibatkan
masyarakat ?

60
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pengawasan dan penegakan hukum terhadap proses
Amdal dan Izin Lingkungan dilakukan oleh Kementerian
Lingkungan Hidup maupun instansi pemerintah yang
bertanggung jawab dalam perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup di daerah. Pengawasan tersebut pada
dasarnya terdiri dari 3 (tiga) tahapan, yaitu kegiatan
persiapan, pelaksanaan dan pasca melakukan
pengawasan. Dalam persiapan pengawasan perlu
membuat daftar periksa ketaatan (check list) yang akan
digunakan dalam melakukan pengawasan terhadap
Lembaga Penyedia Jasa Penyusun dokumen Amdal,
lembaga pelatihan kompetensi penyusun dokumen Amdal
(LPK), penyusun dokumen Amdal, Lembaga Sertifikasi
Kompetensi Amdal (LSK) dan Komisi Penilai dokumen
Amdal. Pengawas yang melakukan pengawasan terhadap
proses Amdal dan Izin Lingkungan adalah pegawai negeri
yang mempunyai kemampuan dan pengalaman seperti
61
yang diatur dalam Pasal 2 Permen LH Nomor 26 Tahun
2009. Pada tahap pasca pengawasan, pengawas harus
memasukkan data kedalam data base dan membuat
laporan pengawasan berdasarkan temuan di lapangan.
Hasil pengawasan harus ditindak lanjuti dengan
memberikan surat apresiasi kepada pihak yang sudah taat
dan memberikan sanksi bagi yang melanggar peraturan.
Bentuk sanksi dapat berupa sanksi administratif atau
sanksi pidana. Namun demikian, dapat juga para pihak
yang melanggar menerima gugatan administratif melalui
peradilan tata usaha negara oleh pihak yang dirugikan,
antara lain masyarakat atau organisasi lingkungan hidup.

B. Tindak Lanjut
Dengan mempelajari modul ini diharapkan dapat
mengantarkan peserta Diklat dalam pelaksanaan tugas
dan fungsinya di instansinya masing-masing khususnya
masalah pengawasan dan penegakan hukum terhadap
proses Amdal dan Izin Lingkungan. Modul ini diharapkan
dapat menjadi acuan dalam upaya melakukan
pengawasan dan penegakan hukum di lingkungan
masing-masing, sehingga kualitas dokumen Amdal
menjadi lebih baik dan Izin Lingkungan yang dikeluarkan
dapat menjadi acuan bagi pemrakarsa proyek dalam
melaksanakan kegiatannnya dan bagi pemerintah sebagai
dasar untuk melakukan pengawasan. Dengan makin
diataatinya peraturan yang berkaitan dengan proses
Amdal dan Izin Lingkungan diharapkan kualitas
lingkungan akan lebih baik serta menekan terjadinya
kolusi antara pemrakarsa proyek dengan penyusun Amdal
maupun pihak pemerintah.

62
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2009. Pedoman Penilaian Kesesuaian Lembaga


Penyedia Jasa Penyusun Dokumen Amdal, Lembaga
Registrasi Kompetensi, Kementerian Negara Lingkungan
Hidup.
Asshiddiqie, Jimly, Penegakan Hukum
Echols, M dan Hassan Shadily, 1990. Kamus Inggris-Indonesia,
Penerbit: PT. Gramedia, Jakarta.
Hamid, Hamrat, Bambang Pramudyanto, 2008. Pengawasan
Industri, Penerbit: Granit. Jakarta.
Hamzah, Andi, 2005. Penegakan Hukum Lingkungan, Penerbit,
Sinar Grafika, Jakarta.
http://www.jimly.com/makalah/namafile/56/Penegakan_Huku
m.pdf
http://www.menlh.go.id/pembekuan-dan-pencabutan-
sertifikat-kompetensi-dan-registrasi-kompetensi-
penyusun-dokumen-Amdal-dan-rekapitulasi-
penanganan-kasus/
Husin Sukanda, 2008. Penegakan Hukum Lingkungan
Indonesia, Penerbit: Sinar Grafika, Jakarta.
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor: 08 Tahun 2013
Tentang Tata Laksana Penilaian dan Pemeriksaan
Dokumen Lingkungan Hidup Serta Penerbitan Izin
Lingkungan.
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 06 Tahun
2008 Tentang Tata Laksana Lisensi Komisi Penilai
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup
Kabupaten/Kota.
63
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 07 Tahun
2010 Tentang Sertifikasi Kompetensi Penyususn
Dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup
dan Persyaratan Lembaga Pelatihan Kompetensi
Penyusun Dokumen Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan Hidup.
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 15 Tahun
2010 tentang Persyaratan dan Tata Cara Lisensi Komisi
Penilai Amalisis Mengenai dampak Lingkungan Hidup.
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 16 Tahun
2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Lingkungan Hidup.
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 24 Tahun
2009 Tentang Panduan Penilaian Dokumen Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan Hidup.
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 25 Tahun
2009 Tentang Pembinaan dan Pengawasan Terhadap
Komisi Penilai Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
Hidup Daerah.
Peraturan Pemerintah RI Nomor 27 Tahun 2012 Tentang Izin
Lingkungan.
Pramudianto, Andreas, 2012. Pengawasan dan Penegakan
Hukum, Modul Diklat Dasar-Dasar Amdal, BKPSL,
Jakarta.
Rahmadi, Takdir, 2011. Hukum Lingkungan di Indonesia,
penerbit: RajaGrafindo Persada, Jakarta
Sudijanto, Ary, Bahan Tayang : Pengawasan dan Penegakan
Hukum terkait Proses Amdal dan Izin Lingkungan, Asdep
Kajian Dampak Lingkungan, Kementerian Lingkungan
Hidup.

64
Sudjana, Eggi, Riyanto, 1999. Penegakan Hukum Lingkungan
dalam Perspektif Etika Bisnis di Indonesia, Peneribit: PT.
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata
Usaha Negara.
Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Perubahan
Kedua Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986
Tentang Peradilan Tata Usaha Negara.

65
66
TIM PENYUSUN MODUL DIKLAT
DASAR-DASAR AMDAL

Pengarah : 1. Dr. Henry Bastaman, MES


(Deputi MENLH Bidang
Pembinaan SaranaTeknis
Lingkungan dan Peningkatan
Kapasitas)

2. Drs. Heru Waluyo, M.Com


(Kepala Pusdiklat Kementerian
Lingkungan Hidup)

PenanggungJawab : Dra. Asri Tresnawati (Kepala


Bidang Pengembangan
Kompetensi dan Kurikulum
Pusdiklat Kementerian
Lingkungan Hidup)

PenulisModul : 1. Drs. Bambang Pramudyanto,


M.Sc
2. Drs. Yudi Suyudi
3. Rosliana, ST
4. Ir. Siti Rohmah
5. Ir. Rina Aprishanty, MA
6. Eka Sari Nurhidayati, S.Si

Pereviu Modul : 1. Erik Teguh Primiantoro, S.Hut,


MES
2. Dra. Laksmi Widyajayanti,
M.Sc
3. Esther Simon, ST
4. Akhmad Fahrudin, ST
5. Teguh Irawan, SH
6. Sena Pradipta, ST
Editor Modul : 1. Eti Sumiati, S.Si
2. Suryadi Jayanegara, S.Si
3. Drs. Syarifuddin
4. Tri Prayitno, SE
5. Dedit Setiawan, S.AP
6. Umi Asmiyati, SE

2
ETIKA PENYUSUN DAN PENILAI
AMDAL

DIKLAT
DASAR-DASAR AMDAL

PUSAT DIKLAT SDM LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN


BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BOGOR, 2016
ETIKA PENYUSUN DAN PENILAI AMDAL

Modul 6 dari 7 Modul

Cetakan Pertama, 2013

Cetakan Kedua, 2016

Hak Cipta Pusdiklat KNLH sesuai P.18/MenLHK-II/2015


berubah nomenklatur menjadi
Pusat Diklat SDM Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Cara mengutip buku ini sesuai dengan kaidah ilmiah yang


berlaku.

Diterbitkan oleh :
Pusat Pendidikan dan Pelatihan SDM
Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Jalan Mayjen Ishak Juarsa Gunung Batu Kotak Pos 141 –
Bogor 16118
KATA PENGANTAR

Analisis mengenai dampak lingkungan yang selanjutnya


disebut Amdal, dalam perundang-undangan nasional diatur
dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin
Lingkungan. PP No. 27 Tahun 2012 disusun sebagai
pelaksanaan ketentuan dalam UU No. 32 Tahun 2009
khususnya ketentuan dalam pasal 33 dan pasal 41. PP No. 27
Tahun 2012 sebagai pengganti PP No. 27 Tahun 1999 tentang
Amdal, mengatur dua instrumen perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup, yaitu instrumen Kajian
Lingkungan Hidup (dalam bentuk Amdal dan UKL-UPL) serta
instrumen Izin Lingkungan.
Diklat di bidang lingkungan hidup khususnya Amdal memiliki
peran yang strategis dalam rangka pengelolaan lingkungan
hidup. Untuk meningkatkan pengetahuan, wawasan dan
keterampilan di bidang Amdal, Pusdiklat SDM Lingkungan
Hidup dan Kehutanan telah menetapkan perubahan Keputusan
Nomor Kep-11/Pusdiklat/LH/11/2012 menjadi Nomor P.2/Dik/
PEPE/Dik-2/3/2016 tentang Pedoman Penyelenggaraan diklat
Amdal yang terdiri dari Dasar-dasar Amdal, Penyusunan
Amdal, dan Penilaian Amdal. Pedoman ini disusun dengan
mengacu peraturan perundangan yang berlaku.
Untuk mendukung proses pembelajaran, perlu disusun modul,
sebagai bahan ajar minimal yang dapat membantu peserta
didik maupun widyaiswara atau fasilitator diklat dalam
mendisain pembelajaran di kelas, sehingga diharapkan dapat
mewujudkan standarisasi dalam penyelenggaraan diklat. Pada
diklat Dasar-dasar Amdal, terdapat 7 modul yaitu (1)
Pengertian, Proses dan Manfaat Amdal, (2) Identifikasi,
Prakiraan, Evaluasi dan Mitigasi Dampak Lingkungan (3)
Kebijakan PPLH & PSDA terkait dengan Amdal, (4) Proses

i
Penyusunan dan Penilaian Amdal, serta Penerbitan Izin
Lingkungan, (5) Pengawasan dan Penegakan Hukum (terkait
dengan Amdal), (6) Etika Penyusun dan Penilai Amdal, dan (7)
Pengantar Sistem Informasi Amdal.
Kami menyadari bahwa perkembangan ilmu pengetahuan
berlangsung sangat cepat, begitupula dengan peraturan dan
perundangan yang diterbitkan. Untuk itu kesesuaian isi modul
ini harus terus dipantau dan disesuaikan manakala terdapat
hal-hal yang sudah tidak relevan lagi. Dengan diterbitkannya
modul edisi pertama ini kami menyadari masih banyak
kekurangan yang memerlukan perbaikan dan penyempurnaan,
kami senantiasa mengharapkan masukan dan evaluasi demi
meningkatkan kualitas bahan diklat dan kualitas
penyelenggaraan.
Akhirnya kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu penyusunan buku ini, khususnya
kepada Sdri. Siti Rohmah sebagai penulis modul Etika
Penyusun dan Penilai Amdal. Semoga buku ini bermanfaat
sebagai bahan pembelajaran bagi peserta pelatihan dan juga
sebagai pegangan bagi pengajar/widyaiswara dan mendapat
ridho dari Tuhan Yang Maha Esa, Aamiin.

Bogor, Agustus 2016


Kepala Pusat Diklat SDM
Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Dr. Ir. Joko Prihatno, MM.

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................ iii


DAFTAR ISI ...................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN ....................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................. 1
B. Deskripsi Singkat .............................................. 2
C. Tujuan Pembelajaran ........................................ 2
D. Materi Pokok .................................................... 3
BAB II ETIKA LINGKUNGAN DAN AMDAL............................. 4
A. Etika ................................................................ 4
B. Etika Lingkungan .............................................. 6
C. Etika Lingkungan dan Amdal .............................15
D. Rangkuman .....................................................20
E. Latihan ...........................................................21
BAB III ETIKA PENYUSUN DAN PENILAI AMDAL .................22
A. Core Values Amdal ...........................................22
B. Peran Stakeholder ...........................................25
C. Kode Etik Praktisi Amdal ...................................27
D. Rangkuman .....................................................19
E. Latihan ...........................................................20
BAB IV PENUTUP .............................................................22
A. Kesimpulan .....................................................22
B. Tindak Lanjut ..................................................23
DAFTAR PUSTAKA ............................................................24

iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal)
merupakan kajian mengenai dampak besar dan penting
suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada
lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses
pengambilan keputusan. Makna besar ini bisa kita
bayangkan apabila tidak dilaksanakan dengan tepat
sesuai ketentuan yang berlaku diiringi oleh etika dan
integritas moral para pelaksananya. Oleh karenanya,
dalam Diklat Dasar-dasar Amdal ini perlu diberikan mata
diklat Etika Penyusun dan Penilai Amdal agar
permasalahan non teknis dalam pelaksanaan Amdal tidak
menghambat tujuan dari Amdal itu sendiri. Agar diklat ini
dapat berjalan sesuai tujuan pembelajaran, maka
diperlukan modul bagi peserta diklat sebagai salah satu
bahan ajar.
Tak dapat dipungkiri bahwa krisis lingkungan hidup yang
dihadapi manusia saat ini merupakan akibat langsung dari
pengelolaan lingkungan hidup yang “nir-etik”. Artinya,
manusia melakukan pengelolaan sumber-sumber alam
hampir tanpa peduli pada peran etika. Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa krisis ekologis yang dihadapi umat
manusia berakar dari krisis etika atau krisis moral. Umat
manusia kurang peduli pada norma-norma kehidupan
atau mengganti norma-norma yang seharusnya dengan
norma-norma ciptaan dan kepentingannya sendiri.
Manusia saat ini menghadapi alam hampir tanpa
menggunakan hati nurani. Alam begitu saja dieksploitasi
dan dicemari tanpa merasa bersalah. Akibatnya terjadi
penurunan secara drastis kualitas sumber daya alam
seperti lenyapnya sebagian spesies dari muka bumi, yang
diikuti pula penurunan kualitas alam.

1
Masalah lingkungan bukan semata-mata persoalan teknis
tetapi persoalan moral, sosial dan politis pada pelaku
pembangunan. Mereka telah mengeksploitasi sumber
daya alam, diantara nya adalah orang-orang yang terlibat
dalam penyusun dan komisi penilai Amdal. Oleh karena
itu, perlu etika dan moralitas untuk mengatasi
permasalahan lingkungan.
Permasalahan moral dan etika memang dipengaruhi
banyak faktor. Etika merupakan hasil pertimbangan
mendalam, menyeluruh, didasari sikap dan pandangan
hidup dalam bertindak, mengungkapkan, menjaga dan
melestarikan nilai tertentu tentang apa yang dianggap
baik dan penting untuk dilakukan dalam kehidupan ini.
Karena itu etika juga memuat nilai-nilai dan prinsip-prinsip
moral sebagai pedoman dalam menuntun perilaku serta
mengandung berbagai kriteria penilaian moral tentang
apa yang seharusnya dilakukan dan yang ‘tidak baik dan
tidak penting’ untuk dilakukan. Dengan demikian,
pemahaman tentang etika lingkungan dan integritas
moral sangat penting dimiliki oleh praktisi, penyusun, dan
penilai Amdal sehingga Amdal yang merupakan alat bantu
dalam pengambilan keputusan perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup dapat disusun dan dinilai
secara holistik tanpa meninggalkan nilai-nilai sosial dan
moral serta melibatkan integritas hati nurani.

B. Deskripsi Singkat
Modul ini membahas etika penyusun dan penilai Amdal.

C. Tujuan Pembelajaran
1. Kompetensi Dasar
Setelah mengikuti pembelajaran mata diklat ini,
peserta diharapkan dapat memahami etika penyusun
dan penilai Amdal

2
2. Indikator Keberhasilan
Setelah mengikuti pembelajaran mata diklat ini,
peserta mampu :
a. Menjelaskan tentang etika lingkungan
hubungannya dengan Amdal
b. Menjelaskan etika penyusun dan penilai Amdal

D. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok


Materi Pokok:
1. Etika Lingkungan dan Amdal
2. Etika Penyusun dan Penilai Amdal

Sub Materi Pokok:


1.1 Etika
1.2 Etika Lingkungan
1.3 Etika Lingkungan dan Amdal

2.1 Core Values Amdal


2.2 Peran Stakeholder
2.3 Kode Etik Praktisi Amdal

3
BAB II
ETIKA LINGKUNGAN DAN AMDAL

Setelah mengikuti pembelajaran peserta dapat menjelaskan


tentang hubungan etika lingkungan dan Amdal

A. Etika
Etika berasal dari kata ethos (jamak-ta etha) bahasa
Yunani, berarti kebiasaan atau adat istiadat. Etika
berkaitan dengan kebiasaan hidup serta tata cara hidup
yang baik, pada pribadi seseorang atau kelompok
masyarakat. Kebiasaan yang baik tersebut kemudian
dibakukan menjadi kaidah, norma, aturan yang dipahami,
diajarkan dan disebarluaskan secara lisan dalam
masyarakat serta diwariskan dari generasi ke generasi.

Etika merupakan hasil pertimbangan mendalam,


menyeluruh, didasari sikap dan pandangan hidup dalam
bertindak, mengungkapkan, menjaga dan melestarikan
nilai tertentu tentang apa yang dianggap baik dan penting
untuk dilakukan dalam kehidupan ini. Karena itu etika
juga memuat nilai-nilai dan prinsip-prinsip moral sebagai
pedoman dalam menuntun perilaku serta mengandung
berbagai kriteria penilaian moral tentang apa yang
seharusnya dilakukan dan yang tidak ’baik dan tidak
penting’ untuk dilakukan.

Secara etimologis, kata moral berasal dari kata mos


(jamak-mores) bahasa Latin yang juga berarti adat
istiadat atau kebiasaan. Moralitas berkaitan dengan nilai-
nilai tentang bagaimana manusia harus hidup secara baik
sebagai manusia. Dapat dikatakan moralitas merupakan
gagasan-gagasan tentang benar atau salah yang
mengatur manusia dalam kehidupan pribadi maupun
sosialnya. Dalam hali ini, baik etika atau moral berbicara

4
tentang nilai dan prinsip moral yang dianut masyarakat
tertentu sebagai pedoman dan kriteria dalam berperilaku
sebagai manusia. Perbedaannya, etika berkaitan dengan
sistem nilai sedangkan moralitas berbicara tentang nilai-
nilai dan norma-norma. Norma diartikan sebagai aturan,
kaidah perilaku dan tindakan manusia.

Etika merupakan cabang falsafah umum yang


mempelajari moralitas dan mempunyai pengertian yang
jauh lebih luas dibanding moralitas. Dalam kaitan ini etika
dipahami sebagai falsafah moral atau ilmu yang
membahas dan mengkaji secara kritis tentang persoalan
benar dan salah secara moral, dan refleksi kritis tentang
bagaimana seharusnya manusia menjalani hidup dan
bertindak dalam situasi kongkrit untuk menentukan
pilihan, mengambil sikap, dan akhirnya mampu bertindak
secara benar. Refleksi kritis ini bukan saja meliputi norma
dan nilai yang bersumber dari etika dan moralitas yang
selama ini telah menjadi pedoman hidup, tetapi juga
mencakup refleksi kritis dalam menghadapi situasi
kongkrit tertentu dengan segala kompleksitas dan
kekhususannya. Di samping itu juga meliputi refleksi kritis
yang berhubungan dengan berbagai paham yang dianut
manusia atau kelompok masyarakat tertentu baik tentang
alam, Tuhan, manusia, sistem sosial politik, sistem
ekonomi, sistem kerja dan sebagainya. Hal ini penting
bagi seseorang atau kelompok masyarakat untuk
menentukan pilihan dan prioritas moral dalam kehidupan
sehari-hari maupun dalam keadaan khusus yang
dilematis.

Dalam pengambilan keputusan menghadapi situasi khusus


yang dilematis, tiga aspek tersebut perlu benar-benar
dipertimbangkan dengan keyakinan moral bahwa yang
akan kita lakukan adalah benar. Pada tingkat ini etika
membutuhkan evaluasi kritis atas seluruh situasi terkait.

5
Diperlukan informasi mendalam dan sebanyak mungkin
yang terkait dengan kasus yang dihadapi, bagaimana
dampaknya, siapa yang terkena dampak, seberapa besar
kerugian yang ditimbulkan, serta sikap pro dan kontra.
Dalam hal ini etika membutuhkan bantuan berbagai
disiplin ilmu agar dapat diambil keputusan moral yang
benar, maka ilmu etika dapat dikatakan merupakan ilmu
interdisiplin.

B. Etika Lingkungan
Etika lingkungan adalah sebuah refleksi kritis tentang
norma dan nilai atau prinsip moral tentang lingkungan
yang selama ini telah dikenal, serta refleksi kritis cara
pandang tentang manusia, alam, hubungan antara
manusia dengan alam serta perilaku yang bersumber dari
cara pandang ini. Diharapkan agar refleksi kritis ini dapat
menghasilkan cara pandang dan perilaku baru yang
dianggap lebih tepat khususnya terkait dengan upaya
penyelamatan pada suatu krisis lingkungan.

Etika lingkungan merupakan bagian filsafat lingkungan


dan berupa filsafat terapan, di mana persoalan filsafati
direfleksikan sebagai persoalan substantif berdasar
pengalaman–pengalaman manusia. Ciri filsafati
berkembang setelah mendapatkan perlakuan reflektif.
Konsepsi etika lingkungan merupakan perpaduan dari
konsepsi etika yang berangkat dari lingkup filsafat umum
dan konsep lingkungan yang berawal dari filsafat khusus
(Azhari, 1997 dalam Keraf, 2002).

Menurut Skolimowski karakteristik filsafat lingkungan


adalah: (a) berorientasi pada kehidupan; (b) mempunyai
komitmen terhadap nilai-nilai manusia, alam, dan
kehidupan; (c) hidup secara spiritual; (d) bersifat
komprehensif; (e) berkaitan dengan kebijaksanaan/

6
wisdom (yang dapat diartikan sebagai penggunaan nilai-
nilai berdasarkan kriteria kualitatif); (f) sadar ekologis dan
lingkungan; (g) bersekutu dengan ekonomi kualitas
kehidupan; (h) sadar politis; (i) memperhatikan
kesejahteraan masyarakat; (j) menekankan tanggung-
jawab individual; (k) toleran dengan fenomena transfisik;
(l) sadar akan kesehatan (berada pada kesehatan yang
positif berarti berada dalam hubungan-hubungan yang
baik dengan dengan kosmos).

Menyikapi terjadinya krisis lingkungan, maka pemikiran


mendasar dan korektif diperlukan dalam pengelolaan
lingkungan dengan segenap unsurnya (termasuk SDA)
yang sudah krisis ini, sehingga pelestarian fungsi, daya
dukung dan manfaatnya bagi kehidupan dapat dicapai.
Moralitas seperti apa yang perlu dikembangkan dalam
menghadapi permasalahan lingkungan yang semakin
komplek dan sarat dengan konflik kepentingan? Refleksi
kritis yang bagaimana perlu ditumbuhkan serta yang
sesuai dengan norma dan nilai yang bersumber dari etika
lingkungan bila menghadapi situasi kongkret
permasalahan lingkungan dengan segala kompleksitas
dan kekhususannya? Demikian juga halnya dengan
refleksi kritis yang berhubungan dengan berbagai paham
(baik tentang alam lingkungan, sistem sosial politik,
sistem ekonomi, dan sebagainya). Hal ini penting
direnungkan dan dikaji oleh orang per orang atau
kelompok masyarakat dalam menentukan pilihan dan
prioritas moral dalam menjalankan kehidupan sehari-hari
maupun dalam keadaan khusus yang dilematis.

Perkembangan teori etika lingkungan yang mengkaji


tentang manusia, alam lingkungan dan hubungan antara
manusia dengan alam lingkungan, utamanya meliputi
(Keraf, 2004):

7
1. Anthroposentrisme
Antroposentrime bersumber dari Kitab Kejadian
Dunia, serta pemikiran ahli-ahli filsafat seperti
Aristoteles, Thomas Aquinas, Rene Descartes, dan
Immanuel Kant. Etika lingkungan berdasarkan
anthroposentrisme berpandangan bahwa manusia
adalah pusat sistem alam semesta. Dalam pandangan
ini manusia dengan segenap keinginannya adalah
yang terpenting dan sangat menentukan dalam
penetapan kebijakan dan pengambilan keputusan
berkaitan dengan alam lingkungannya. Manusialah
yang mempunyai nilai tertinggi dan elemen lain dalam
tatanan ekosistem yang hanya atau bernilai bila
menunjang dan bermanfaat demi kepentingan
manusia saja. Falsafah yang mendasari antro-
posentrisme berpangkal tolak dari pandangan bahwa
nilai dan prinsip moral hanya berlaku bagi manusia.
Kepentingan serta kebutuhan manusia adalah paling
penting dan mempunyai nilai tertinggi. Semua yang
ada di alam hanya mempunyai nilai bila dapat
memenuhi kebutuhan dan menunjang kepentingan
manusia. Etika hanya berlaku untuk manusia.
Kewajiban dan tanggung jawab moral manusia
terhadap lingkungan dianggap tidak relevan kalaupun
ada, maka tanggung jawab moral tersebut adalah
demi kepentingan manusia. Demikian pula, alam
hanya merupakan instrumen bagi manusia.
Antroposentrisme dianggap sebagai teori etika
lingkungan yang dangkal serta sempit (shallow
environmental ethics) karena mempunyai ciri
instrumentalistik dan egoistik (hanya untuk
kepentingan manusia), juga dianggap sebagai
penyebab terjadinya krisis lingkungan. Cara pandang
antroposentris ini mempengaruhi perilaku manusia
yang cenderung mengeksploitasi atau menguras alam

8
serta memperlakukan alam secara berlebihan tanpa
atau kurang memperhatikan kelestarian fungsinya.
Dalam perkembangannya beberapa ahli filsafat antara
lain W.H. Murdy dan F. F. Darling, lebih memperhalus
argumen antroposentrisme ini sehingga walaupun
0 manusia dinilai sebagai makluk tertinggi di alam
semesta tetapi kelangsungan hidupnya tidak dapat
bertahan bila lingkungannya hancur. Oleh karena itu
demi eksitensinya sendiri, maka manusia harus mau
dan mampu memelihara lingkungannya termasuk
makhuk lainnya yang biasanya selalu dinilai lebih
rendah. Manusia sebagai makluk tertinggi wajib
bertanggungjawab dan melindungi makluk lain
beserta lingkungannya.
Antroposentrisme merupakan etika lingkungan yang
kontroversial dan dianggap sebagai biang keladi krisis
lingkungan. Namun ternyata pembela etika antro-
posentrisme ini juga banyak karena validitas
argumentasinya, yang mengatakan bahwa yang salah
bukan antroposentrisme sebagai etika, tetapi
penerapan antroposentrismenya lah yang berlebihan.
Antroposentrisme juga dikatakan mempunyai daya
tarik untuk mendorong manusia agar menjaga
lingkungan demi keberlanjutan kehidupan, termasuk
bisnisnya. Namun motivasinya menjaga lingkungan
adalah demi kepentingan manusia itu sendiri.

2. Biosentrisme
Etika lingkungan biosentrisme menyatakan bahwa
bukan hanya manusia yang mempunyai nilai, tetapi
alam juga mempunyai nilai dan berharga, terlepas
dari kepentingan manusia. Pertimbangan moralitas
dan penghargaan perlu ditegakkan bagi semua
kehidupan dan makhluk hidup, baik yang berguna

9
untuk memenuhi kebutuhan manusia ataupun tidak.
Pusat perhatian biosentrisme adalah kehidupan yang
juga bernilai bagi dirinya sendiri oleh karena itu perlu
dilindungi. Alam semesta membentuk komunitas
moral dan suatu pengambilan keputusan atau
tindakan apapun perlu pertimbangan moralitas yang
terlepas dari pertimbangan kepentingan manusia.
Etika ini berlaku untuk seluruh komunitas biotis:
a. Teori Lingkungan yang Berpusat pada Kehidupan
Salah satu versinya adalah teori lingkungan yang
berpusat pada kehidupan dengan tokoh Albert
Schweitzer yang mengatakan bahwa kehidupan
adalah sakral. Manusia menjalani, mempertahan-
kan kehidupannya serta memperlakukan
kehidupan dengan sikap hormat yang dalam.
Suatu yang baik secara moral adalah bila kita
mempertahankan dan mengembangkan
kehidupan, dan buruk adalah bila kita merusak
kehidupan. Paul Taylor mendasarkan bio-
sentrisme pada empat keyakinan yaitu bahwa:
(a) manusia adalah anggota komunitas
kehidupan di bumi dalam arti dan kerangka yang
sama dengan anggota lainnya; (b) spesies
manusia bersama spesies lainnya merupakan
bagian dari sistem yang saling tergantung di
mana kelangsungan hidupnya dan peluangnya
untuk berkembang biak ditentukan oleh
relasinya; (c) semua organisme adalah pusat
kehidupan yang mempunyai tujuannya sendiri;
(d) manusia tidak lebih unggul dari makhluk
hidup yang lain.
Keempat keyakinan tersebut menimbulkan
pemahaman baru bahwa manusia hanya makhluk
biologis yang sederajat, mendiami bumi yang
sama dan sebagai bagian dari keseluruhan alam

10
semesta. Manusia mempunyai akal budi,
kebebasan dan kemampuan yang dapat
digunakan untuk bertindak secara moral, oleh
karena itu manusia adalah pelaku moral. Semua
makhluk hidup merupakan subjek moral. Benda
abiotik bukan subjek moral tetapi harus
diperlakukan dengan etis dan baik karena
eksistensinya menentukan kehidupan makhluk
hidup yang ada. Sebagai contoh kualitas udara
harus dijaga karena udara yang sehat menunjang
semua makhluk hidup bergantung padanya.
Hutan harus kita lestarikan karena menyangga
kehidupan banyak sekali makhluk hidup.

b. Etika Bumi
Terjadinya krisis lingkungan telah memacu Adolf
Leopold (seorang ahli dan manager konservasi
hutan/hidupan liar) mencetuskan teori lingkungan
yang disebut sebagai the land ethic atau etika
bumi. Kepedulian terhadap lingkungan yang benar
adalah perwujudan pandangan yang melihat bumi
atau alam semesta sebagai subjek moral, sebagai
suatu komunitas moral. Manusia adalah anggota
suatu komunitas biotis yang saling tergantung
dan terkait satu dengan yang lain. Inti etika bumi
yaitu bahwa sesuatu adalah benar bila hal itu
melestarikan integritas, stabilitas dan keindahan
komunitas biotik, tidak benar bila tidak demikian
adanya. Segala sesuatu di alam semesta adalah
subyek moral dan mempunyai nilai pada dirinya
sendiri terlepas dari apakah menunjang
kepentingan manusia atau tidak. Etika bumi
merupakan perluasan batas komunitas dari moral
yang baik yang mencakup seluruh manusia tanpa
kecuali, serta mencakup pula tanah, air,
tumbuhan, binatang atau bumi secara kolektif.

11
c. Anti Spesiesisme
Teori ini dicetuskan Peter Singer dan James
Rachels, yang hakekatnya menuntut perlakuan
sama bagi semua makluk hidup dengan alasan
bahwa semuanya memiliki kehidupan dan pantas
mendapatkan perhatian dan perlindungan yang
sama seperti halnya spesies manusia.. Teori ini
merupakan penolakan terhadap antroposentrisme
yang dianggap sebagai spesiesisme. Spesiesisme
menganggap manusia merupakan spesies unggul
dibanding spesies lain (binatang dan manusia).
Dasar dari teori anti spesiesisme merupakan versi
biosentrisme ini adalah pada prinsip kepentingan
semua maklhuk hidup yang harus diberikan nilai
yang sama dengan kepentingan manusia.

d. Ekosentrisme
Etika lingkungan ekosentrisme mencakup
komunitas ekologis secara keseluruhan, biotik
maupun abiotik. Cara pandang ekosentrisme
adalah bahwa: secara ekologis, semua makhluk
hidup dengan unsur-unsur abiotiknya mempunyai
keterkaitan satu dengan yang lainnya, karena itu
kewajiban dan tanggung jawab moral tidak
terbatas pada manusia dan makhluk hidup
lainnya tetapi mencakup pula keseluruhan
realitas ekologis.

Agar cara pandang dan pembahasan tentang etika


lingkungan ini lebih komprehensif, dikemukakan juga
tentang: Ekofeminisme dan Prinsip-prinsip Etika
Lingkungan.
1. Ekofeminisme
Ekofeminisme dikembangkan oleh Francoise d’
Eaubonne, seorang feminis berkebangsaan Perancis,

12
tahun 1974, menggugat cara pandang dominan
patriarkis, maskulin dan hierarkis. Ekofeminisme
bukan saja mengkritik antroposentrisme (human-
center environmental ethics) tetapi melawan juga
androsentrisme yaitu etika lingkungan yang berpusat
pada laki-laki ( male centered environmental ethics)
dan dominasi laki-laki atas alam sebagai penyebab
terjadinya krisis lingkungan. Etika ini juga menganut
pandangan integral, holistik, dan intersubyektif. Hal
yang menarik untuk digarisbawahi dari etika ini
adalah bahwa ekofeminisme berangkat dari asumsi
bahwa manusia berada dan menjadi dirinya dalam
relasi intersubyektif di mana ada kesetaraan pada
semua makhluk ekologis yang mendorong manusia
untuk mencintai, memelihara dan merawat makhluk
lain sesama anggota komunitas ekologis.
Ekofeminisme menawarkan etika yang didasarkan
pada nilai-nilai kasih sayang/ kepedulian (care),
hubungan harmonis, cinta, tanggung jawab dan
saling percaya. Etika kepedulian ini juga berlaku
dalam kaitan hubungan manusia dengan alam
lingkungannya.

2. Prinsip-prinsip Etika Lingkungan


Bertolak dari teori etika lingkungan biosentrisme,
ekosentrisme, ekofeminisme, dapat ditarik benang
merah prinsip-prinsip etika lingkungan sebagai
berikut: (a) Sikap hormat kepada alam, (b) Sikap
tanggungjawab terhadap alam, (c) Solidaritas kosmis,
(d) Prinsip kepedulian dan kasih sayang terhadap
alam, (e) Prinsip tidak merusak/merugikan alam, (f)
Prinsip hidup sederhana dan selaras dengan alam, (g)
Prinsip keadilan, (h) Prinsip demokrasi, (i) Prinsip
integritas moral.

13
Politik ekologi mengkaji perobahan lingkungan yang
sangat komplek di mana beragam kelompok yang
mempunyai persepsi dan kepentingan yang berbeda
terhadap lingkungan dilibatkan. Bagaimana proses
dan sebab akibat terjadinya perobahan lingkungan
dan, mengapa terjadi ketimpangan dalam
pemanfaatan sumberdaya, dan seterusnya.

Penerapan etika lingkungan perlu dikaitkan dengan


aspek politik dan ekonomi. Dalam hal ini diperlukan
komitmen moral pemerintah dan pihak terkait bagi
perlindungan lingkungan hidup. Pemerintahan yang
bersih dan baik (good governance) akan berimplikasi
pada keseriusan terhadap perlindungan lingkungan.

Etika menjadi lebih makro dan terkait dengan


implementasi etika politik dalam pembangunan
nasional dengan adanya kebijakan sentral yang
memadukan kepentingan pembangunan dengan
perlindungan lingkungan.

Paradigma pembangunan berkelanjutan merupakan


puncak dari proses politik dan merupakan sebuah
agenda politik yang diterima oleh semua negara.
Paradigma ini mempertemukan dua kubu yang
berseberangan yaitu antroposentrisme dengan
ekosentrisme dengan memadukan tiga pilar yaitu
pembangunan ekonomi, aspek lingkungan dan aspek
sosial secara berimbang dengan memperhatikan
kepentingan generasi yang akan datang.

Etika lingkungan sudah mendesak harus segera


diterapkan (urgent!). Dapat dikatakan bahwa
terjadinya krisis lingkungan yang parah di Indonesia
saat ini antara lain belum diterapkannya etika
lingkungan yang baik. Perlu kajian aspek managemen
lingkungan dan penggunaan teknologi lingkungan

14
yang tidak parsial. Keberpihakan pada tiga pilar,
yaitu: pembangunan lingkungan dan sosial belum
seimbang serta tak setara dengan pilar pembangunan
ekonomi. Telah sadari bahwa sebenarnya akar
permasalahannya akan jauh lebih dalam dan luas bila
etika lingkungan belum diterapkan secara benar atau
bahkan telah terjadi pula degradasi moral. Bagaimana
landasan etika ini dapat diperkokoh dan kemudian
dapat mengkristal menjadi tindakan kongkrit ke arah
perobahan sebagaimana kita harapkan?

Perlu pendekatan komprehensif-holistik termasuk di


antaranya adalah hal-hal mendasar tentang
pemahaman dan penerapan etika lingkungan. Refleksi
kritis tentang prinsip moral, nilai-nilai dan norma-
norma yang bersumber pada etika lingkungan
tersebut sangat diperlukan dalam menghadapi
kompleksitas permasalahan lingkungan secara
kongkret dan seringkali dilematis ini.

C. Etika Lingkungan dan Amdal


1. Perspektif Historis Amdal
Sejak awal peradaban, manusia telah memiliki
kemampuan eksklusif yaitu penyadaran diri “self-
realization” yang membuat mereka menjadi penguasa
alam semesta. Ketika “penyadaran diri” manusia terus
berkembang, manusia mulai merangkul hal-hal lain
dan lingkungan sekitarnya dimana kemudian ide
environmentalisme mulai muncul. Pada waktu itulah,
manusia dipaksa berpikir untuk merencanakan
kegiatan mereka dan konsekuensinya terhadap
lingkungan. Berdasarkan kutipan di atas, etika
lingkungan dapat merupakan ide dasar yang
dimaksudkan untuk meletakkan pandangan
ekosentris yang disebutkan dalam kata-kata ”... are

15
ecological equals”. Namun filsuf terkenal tersebut
tidak dapat lepas dari perasaan antroposentrisme-nya
dengan menyebut “… kita bisa mulai menggunakan-
nya…” (we may begin to use it) di mana ”kita”
mengacu kepada manusia dan membedakannya dari
”nya” semua yang di luar manusia.

Dengan demikian, filsuf itu masih memberikan nilai


yang lebih tinggi terhadap manusia dibanding sumber
daya alam. Adalah benar dan tidak dapat dihindarkan
bagi manusia untuk tetap mengeksploitasi sumber
daya manusia. Namun hal yang cukup menjanjikan
adalah kata-kata berikutnya ”menggunakannya
dengan rasa sayang dan penghormatan” (with love
and respect) yang akan mengarahkan sikap manusia
untuk menggunakan lingkungan secara bijaksana. Hal
inilah nampaknya yang bisa dikatakan sebagai
landasan bahwa Amdal adalah salah satu cara untuk
menghargai lingkungan dengan mengantisipasi
dampak lingkungan sebelum mulai mengeksploitasi-
nya. Lebih jauh, dalam konteks pelaksanaan Amdal,
ada pula filsuf yang meragukan manfaat Amdal
dengan mengatakan :

“[EIA] is one of deceitful cooptions of the concept of


ecology and environment. While sanctimoniously
reciting the catechism of ‘environmentalism’ it anoints
and blesses the ‘process’ of development” (J
Livingston p: 29 quoted in Thomas 1998:216).

Amdal adalah suatu kooptasi yang menipu di dalam


konsep ekologi dan lingkungan dimana
environmentalisme dikerdilkan dalam rangka
menyetujui proses pembangunan. Kutipan tersebut
merupakan kritik yang sangat tajam bagi para praktisi
Amdal. Namun hal ini biasa terjadi karena proses

16
Amdal melibatkan banyak stakeholder/pihak seperi
pemerintah, pemrakarsa dari swasta, konsultan
pelaku studi, masyarakat, LSM, aktivis, dan ilmuwan
yang semuanya memiliki persepsi dan kepentingan
tersendiri. Hal tersebut yang sering menimbulkan
konflik selama proses Amdal.

Untuk itu diperlukan pemahaman latar belakang


filosofi dari pelaksanaan Amdal demikian pula
pemahaman terhadap peran dan kepentingan dari
stakeholder. Secara alami, pelaksanaan Amdal tidak
dapat dipisahkan dari peran pemerintah. Pada
umumnya, Amdal dilembagakan, diatur, diawasi, dan
dilaksanakan oleh institusi dan peraturan pemerintah.
Karenanya, sering terjadi keterlibatan yang dominan
dari pemerintah, baik secara teknis ataupun secara
politis. Keterlibatan pemerintah diantaranya dalam hal
bantuan teknis, perantara terhadap konsultan,
memiliki kepentingan dalam kegiatan (misalnya untuk
pekerjaan prasarana umum/kePUan atau pada proyek
BUMN), kepentingan untuk pengembangan wilayah
dan lain-lain. Yang paling buruk adalah jika
pemerintah memiliki agenda politis yang
memanfaatkan proyek tersebut. Bagaimanapun,
persepsi yang berbeda, konflik kepentingan, dan
motivasi politis di antara stakeholder, dapat dianggap
sebagai input yang positif dan konstruktif untuk
pengembangan Amdal yang memiliki sifat ”self-
learning by experience”.

2. Etika dan Filosofi Amdal


Hubungan antara praktek Amdal dan
environmentalisme dari pandangan filosofi secara
umum dapat dilihat dari spektrum pandangan
manusia terhadap alam. Spektrum ini tidak dapat

17
dilihat hanya dari sisi antroposentrisme dan
biosentrisme namun dari batas ”infra merah” (yang
percaya bahwa hanya diperlukan intervensi proses
perencanaan secara minimal dan melihat dampak
lingkungan dari kegiatan manusia tidak penting
karena teknologi dapat mengatasinya) hingga
spektrum batas ”ultra violet” yang percaya bahwa
proses perencanaan memerlukan intervensi yang
tinggi, nilai-nilai dan norma, dan operasi yang koersif
karena dampak lingkungandari kegiatan manusia
harus ditekan seminimal mungkin dengan biaya
seberapa besar pun (Gunnel and Dyer 1993: 69).

O’Riordan mengatakan bahwa spektrum itu mulai dari


dry and shallow green hingga deep green (Thomas,
1998:216-217). Argumentasi tersebut berlaku pada
stakeholder Amdal: pengembang, pemerintah,
masyarakat, lembaga swadaya masyrakat (LSM), dan
lain-lain. Persepsi stakeholders terhadap alam dan
kepentingannya dikonfrontasikan dalam proses
Amdal, apakah untuk memperkuat dikotomi
antroposentrisme dan biosentrisme atau untuk
membentuk dan memfokuskan ketidak setujuan.
Karenanya Amdal dapat menjadi lembaga koordinasi
untuk mengakomodasi seluruh stakeholdersnya.

Lebih jauh, Amdal dapat dipandang sebagai suatu


solusi atau untuk menyelesaikan atau paling tidak
untuk mengurangi dampak lingkungan dari kegiatan
manusia. Hal ini merupakan suatu pendekatan
pragmatis pada spektrum environmentalisme dari
para stakeholders yang dapat mengatasi dampak
lingkungan yang tampaknya merupakan pilihan
terbaik pada kondisi saat ini. Hasil dari proses Amdal
dapat merupakan prediksi konsekuensi, pertimbangan
terhadap isu lingkungan, upaya mitigasi, skema

18
kompensasi ”win-win solution”, atau tindakan
pencadangan dan pemulihan atau perbaikan yang
dapat menjadi kesepakatan para stakeholdersnya.
Menurut O’Riordan:
Green capitalism, like green consumerism, is geared
to maintaining commerce, profit and good public
relations.
EIA in this context acts as a signal and a warning for
potential unavoidable conflict. It is also provides a
basis for negotiation leading to what can be described
as “green plus” marketing where the local
environment and community services are “bettered”
or improved by marketing and planning strategies...
[Then] EIA is moving away from being a defensive
tool... to a potentially exciting environment and social
betterment technique that may well come to take
over the 1990s. (Quoted in Thomas 1998:217).
Konflik dalam penerapan Amdal tidak dapat dihindari,
karenanya konflik tersebut harus dimanfaatkan
dengan cara yang konstruktif sehingga dapat
menghasilkan isu lingkungan yang lebih fokus dan
solusi terhadap ketidaksetujuan.
Sehubungan dengan pandangan secara filosofi,
terdapat banyak aspek yang dapat dilakukan untuk
meningkatkan penerapan Amdal. Tekanan politis
telah menjadi pemicu di balik pelaksanaan Amdal.
Karenanya dalam sisi politik yang positif, peraturan
Amdal harus dibuat dengan dasar yang kuat. Lebih
jauh, peningkatan kapasitas, pelatihan, dan
pendidikan masyarakat serta seluruh stakeholder juga
penting untuk memahami pentingnya perlindungan
dan konservasi lingkungan. Hal ini untuk menjamin
dilaksanakannya prinsip pencegahan sebagai prinsip
utama penerapan Amdal. Sebagai tambahan,

19
walaupun pelaksanaan Amdal sudah cukup maju dan
berkembang, sistem Amdal dimanapun akan terus
berkembang dalam hal pengaturan legal, metoda
ilmiah, perluasan isme lingkungan, dll. Karenanya
walaupun Amdal masih dilihat berbeda dari berbagai
sisi, Amdal cukup mustahil untuk diabaikan pada saat
ini dan di masa mendatang sebagai suatu perangkat
pengelolaan lingkungan yang cukup menjanjikan.

D. Rangkuman
1. Etika berasal dari kata ethos (jamak-ta etha) bahasa
Yunani, berarti kebiasaan atau adat istiadat. Etika
berkaitan dengan kebiasaan hidup serta tata cara
hidup yang baik, pada pribadi seseorang atau
kelompok masyarakat. Kebiasaan yang baik tersebut
kemudian dibakukan menjadi kaidah, norma, aturan
yang dipahami, diajarkan dan disebarluaskan secara
lisan dalam masyarakat serta diwariskan dari generasi
ke generasi.
2. Etika merupakan hasil pertimbangan mendalam,
menyeluruh, didasari sikap dan pandangan hidup
dalam bertindak, mengungkapkan, menjaga dan
melestarikan nilai tertentu tentang apa yang dianggap
baik dan penting untuk dilakukan dalam kehidupan
ini. Karena itu etika juga memuat nilai-nilai dan
prinsip-prinsip moral sebagai pedoman dalam
menuntun perilaku serta mengandung berbagai
kriteria penilaian moral tentang apa yang seharusnya
dilakukan dan yang tidak ’baik dan tidak penting’
untuk dilakukan.
3. Etika lingkungan adalah sebuah refleksi kritis tentang
norma dan nilai atau prinsip moral tentang
lingkungan yang selama ini telah dikenal, serta
refleksi kritis cara pandang tentang manusia, alam,
hubungan antara manusia dengan alam serta perilaku

20
yang bersumber dari cara pandang ini. Diharapkan
agar refleksi kritis ini dapat menghasilkan cara
pandang dan perilaku baru yang dianggap lebih tepat
khususnya terkait dengan upaya penyelamatan pada
suatu krisis lingkungan.
4. Bertolak dari teori etika lingkungan biosentrisme,
ekosentrisme, ekofeminisme, dapat ditarik benang
merah prinsip-prinsip etika lingkungan sebagai
berikut: (a) Sikap hormat kepada alam, (b) Sikap
tanggung jawab terhadap alam, (c) Solidaritas
kosmis, (d) Prinsip kepedulian dan kasih sayang
terhadap alam, (e) Prinsip tidak merusak/merugikan
alam, (f) Prinsip hidup sederhana dan selaras dengan
alam, (g) Prinsip keadilan, (h) Prinsip demokrasi, (i)
Prinsip integritas moral.
5. Amdal adalah salah satu cara untuk menghargai
lingkungan dengan mengantisipasi dampak
lingkungan sebelum mulai mengeksploitasinya.
6. Amdal dapat dipandang sebagai suatu solusi atau
untuk menyelesaikan atau paling tidak untuk
mengurangi dampak lingkungan dari kegiatan
manusia. Hal ini merupakan suatu pendekatan
pragmatis pada spektrum environmentalisme dari
para stakeholders yang dapat mengatasi dampak
lingkungan yang tampaknya merupakan pilihan
terbaik pada kondisi saat ini. Hasil dari proses Amdal
dapat merupakan prediksi konsekuensi, pertimbangan
terhadap isu lingkungan, upaya mitigasi, skema
kompensasi ”win-win solution”, atau tindakan
pencadangan dan pemulihan atau perbaikan yang
dapat menjadi kesepakatan para stakeholdersnya.

E. Latihan
1. Jelaskan makna dari “Etika” dan “Etika Lingkungan”!
2. Jelaskan hubungan etika lingkungan dan Amdal!

21
BAB III
ETIKA PENYUSUN DAN PENILAI AMDAL
Setelah mengikuti pembelajaran peserta dapat menjelaskan
tentang hubungan etika lingkungan dan Amdal

A. Core Values Amdal


Core value Amdal adalah nilai inti (etika) yang harus
ditegakkan oleh praktisi Amdal. Menurut Barry Sadler
(1996) core values Amdal adalah:
1. Integritas: proses Amdal harus sesuai dengan
standar-standar yang telah disepakati/berlaku;
2. Utilitas: proses Amdal harus dapat memberikan
informasi yang seimbang dan kredibel untuk
pengambilan keputusan;
3. Sustainabilitas: proses Amdal harus dapat
menghasilkan perlidungan terhadap lingkungan.
Amdal harus dilakukan secara terpadu dan menggunakan
pendekatan partisipatif dalam penilaian dampak serta
dilakukan dengan standar profesional tertinggi. Penilaian
lingkungan, sosial, ekonomi, budaya, dan implikasi
kesehatan Amdal menjadi kontribusi penting untuk proses
pengambilan keputusan, dan untuk pembangunan yang
adil dan berkelanjutan.
Proses Amdal harus memberikan kebebasan akses
informasi, dan hak warga negara untuk memiliki suara
dalam keputusan yang mempengaruhi mereka. Ketika kita
menilai dampak kebijakan, rencana, program, atau
proyek, harus memberikan informasi yang akurat dan
tidak bias kepada pengambil keputusan dan pihak yang
terkena dampak.
Proses Amdal harus bersifat inklusif dan komprehensif,
mengatasi dampak sosial dan kesehatan serta lingkungan
biofisik, menghormati hak asasi dan martabat manusia,

22
menyadari bahwa kita memiliki tugas memelihara generasi
sekarang dan masa depan.
Selain tiga etika tersebut diatas, etika yang harus dimiliki
oleh para praktisi Amdal adalah:
1. Jujur
Jujur bermakna keselarasan antara berita dengan
kenyataan yang ada. Jadi, kalau suatu berita sesuai
dengan keadaan yang ada, maka dikatakan
benar/jujur, tetapi kalau tidak, maka dikatakan dusta.
Kejujuran itu ada pada ucapan, juga ada pada
perbuatan, sebagaimana seorang yang melakukan
suatu perbuatan, tentu sesuai dengan yang ada pada
batinnya.

Macam-macam kejujuran :
a. Jujur dalam niat dan kehendak. Ini kembali
kepada keikhlasan. Kalau suatu perbuatan
tercampuri dengan kepentingan dunia, maka
akan merusakkan kejujuran niat, dan pelakunya
bisa dikatakan sebagai pendusta.
b. Jujur dalam ucapan. Benar/jujur dalam ucapan
merupakan jenis kejujuran yang paling tampak
dan terang di antara macam-macam kejujuran.
c. Jujur dalam tekad dan memenuhi janji.
d. Jujur dalam perbuatan, yaitu seimbang antara
lahiriah dan batin, hingga tidaklah berbeda
antara amal lahir dengan amal batin.

2. Profesional
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, profesional
diartikan sebagai “sesuatu yang memerlukan
kepandaian khusus untuk menjalankannya”. Dengan
kata lain, profesional yaitu serangkaian keahlian yang
dipersyaratkan untuk melakukan suatu pekerjaan
yang dilakukan secara efesien dan efektif dengan
tingkat keahlian yang tinggi dalam rangka untuk

23
mencapai tujuan pekerjaan yang maksimal. Artinya,
praktisi Amdal harus mampu melaksanakan tugas
berdasarkan keahlian yang tinggi agar tujuan yang
maksimal dapat tercapai. Seorang penilai Amdal tidak
bertindak seperti hakim/jaksa terhadap terdakwa.
Seorang penyusun tidak bertindak sebagai orang
yang tidak tahu kaidah ilmiah dalam Amdal tetapi
harus bertumpu pada landasan intelektual yang
dimiliki.
Profesional adalah seseorang yang memiliki 3 hal
pokok dalam dirinya yaitu skill (benar-benar ahli di
bidangnya), knowledge (menguasai, minimal tahu
dan berwawasan tentang ilmu-ilmu lain yang
berhubungan dengan bidangnya), dan attitude
(punya etika yang diterapkan dalam bidangnya).

3. Menegakkan kaidah ilmiah.


Kaidah-kaidah ilmiah yang harus ditegakkan adalah:
- disusun secara berurutan sesuai pola dan kaidah
yang benar, dari yang mudah dan sederhana
sampai yang kompleks (sistematik)
- dapat diterima akal dan berdasarkan fakta
empirik, dilakukan menurut prosedur atau
kaidah bekerjanya akal, yaitu logika (logis)
- didasarkan pada pengalaman sehari-hari yang
ditemukan (empirik)
- menjahui aspek-aspek subyektif yaitu tidak
mencampurkannya dengan nilai-nilai etis
(obyektif)
- dapat diuji kembali oleh peneliti lain dan harus
memberikan hasil yang sama bila dilakukan
dengan metode, kriteria, dan kondisi yang sama
(replikatif)
- Jauhi ROSA syndrome (rough observation
shallow analysis)

24
4. Memihak kepada yang benar.
5. Inovatif.
Senantiasa meningkatkan kompetensi melalui
pendidikan, pelatihan dan pengalamannya.
6. Konsisten.
Pengertian konsisten adalah melakukan suatu
kegiatan secara terus menerus dengan tekun dan
benar tanpa keluar dari jalur / batasan batasan yang
telah di tentukan maupun sesuai dengan ucapan yang
telah dilontarkan. Konsisten salah satu sikap dari
manusia yang sifatnya adalah untuk memegang
teguh suatu prinsip atau pendirian dari segala hal
yang telah di tentukan.
7. Prosedural.
8. Tidak membebani pemrakarsa.

B. Peran Stakeholder
Salah satu kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan
Amdal adalah masih sering terjadinya tumpang tindih
peran para pihak di dalam proses Amdal. Misalnya, masih
adanya anggota penilai yang bertindak pula sebagai
penyusun. Hal ini tentu saja tidak boleh terjadi karena
akan menimbulkan konflik kepentingan. Demikian pula
posisi dan peran ganda pemerintah yang dapat berperan
sebagai pemrakarsa untuk kegiatan pembangunan
pemerintah, sekaligus dituntut berperan sebagai penilai
hasil kajian Amdal. Untuk itu, pemahaman terhadap peran
masing-masing stakeholder dapat meminimalkan konflik
kepentingan dari masing-masing stakeholder tersebut.
Diperlukan suatu reposisi dan kesepakatan para
stakeholder Amdal dalam mengembangkan sistem Amdal
yang baik.

25
Secara umum, posisi dan peran para stakeholders Amdal
dapat dilihat pada skema di gambar 1. Skema tersebut
menunjukkan empat stakeholders utama yang terdiri dari
pemerintah, LSM/ornop, masyarakat, dan pemrakarsa.
Konsultan penyusun Amdal merupakan stakeholders
penting lainnya yang berperan membantu pemrakarsa
selama proses kajian dan penyusunan laporan Amdal.
Secara ideal, peran sinergis dari seluruh stakeholders
diharapkan dapat menghasilkan keluaran keputusan
kelayakan lingkungan yang rasional yang memenuhi
beberapa fungsi dan perencanaan yang baik. Namun
demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa masing-masing
stakeholder memiliki kepentingan dan agenda tersendiri.
Adanya kesepakatan mengenai posisi masing-masing
stakeholder akan sangat membantu mengarahkan
stakeholders dalam mencapai sasaran bersama. Skema
tersebut tentu saja dapat dikembangkan dengan cara
yang berbeda.

Gambar skema posisi dan peran para stakeholders Amdal


secara umum (Purnama, 2003)

26
Di halaman berikut disajikan sebuah contoh pembagian
peran masing-masing stakeholders Amdal dalam suatu
proses pelibatan masyarakat. Tentunya dapat pula
disusun prinsip-prinsip pembagian peran stakeholder
secara lebih makro untuk suatu sistem Amdal.

C. Kode Etik Praktisi Amdal


Dalam rangka mendukung profesionalisme pelaksanaan
Amdal dan menjamin pelaksanaan etika lingkungan dalam
Amdal, diperlukan pula rumusan kode etik bagi para
praktisi Amdal. Kode etik pada dasarnya adalah suatu
kesepakatan bagi para stakeholder Amdal agar tidak
melangkah di luar koridor etika yang disepakati. Kode etik
profesi ini pada dasarnya adalah penjabaran yang lebih
rinci dari filosofi dan etika lingkungan yang telah dibahas
pada bagian sebelumnya, namun kode etik ini lebih fokus
dan relevan bagi para anggota yang menjunjungnya.

Kode etik ini biasanya melekat pada suatu asosiasi profesi.


Untuk itu perlu didorong pembentukan suatu asosiasi
profesi Amdal. Hal ini guna mendorong profesionalisme
pelaksanaan Amdal. Selanjutnya, asosiasi inilah yang
dapat membantu seluruh stakeholder Amdal dalam
melaksanakan proses Amdal yang baik secara
keseluruhan.
Di Indonesia, hingga saat ini pembentukan asosiasi
praktisi Amdal masih berada pada tataran wacana.
Diharapkan suatu saat asosiasi ini dapat terbentuk
sehingga dapat menjalin jaringan kerja lebih luas secara
internasional. Berikut adalah kode etik Asosiasi Amdal
Internasional yang dapat dikembangkan dan diadopsi atau
menjadi refleksi bagi kode etik Amdal di Indonesia :
1. Melaksanakan semua kewajiban dengan kejujuran,
integritas dan terbebas dari segala bentuk
penyimpangan;

27
Tabel contoh pembagian peran stakeholders Amdal dalam pelibatan masyarakat

15
2. Melakukan semua kewajiban hanya di bidang yang
ilmunya dikuasai baik melalui pendidikan, pelatihan
dan pengalaman. Ikut terlibat bersama para ahli di
bidang lain yang kurang dikuasai;
3. Selalu mengedepankan keseimbangan dan keutuhan
dalam upaya mengambil pendekatan yang holistik
dalam memprakirakan dampak;
4. Memastikan bahwa kebijakan, rencana, aktivitas
telah sesuai dengan hukum, regulasi, kebijakan dan
pedoman yang berlaku;
5. Tidak menerima pekerjaan yang meminta kita untuk
melakukan penyimpangan atau menghilangkan atau
merubah data pada saat melakukan analisa;
6. Mengutamakan keterbukaan kepada pemberi kerja,
klien dan pada setiap laporan tertulis baik pribadi
maupun finansial untuk menghindari terjadinya
konflik kepentingan;
7. Terus meningkatkan pengetahuan dan kemampuan
profesional serta terus mengikuti perkembangan
dalam kajian dampak dan kompetensi kemampuan
yang relevan;
8. Mencatumkan sumber yang digunakan dalam
melakukan analisis dan penyusunan laporan;
9. Bersedia untuk dicopot dari keangotaan Asosiasi
Amdal nternational jika terbukti melakukan
pelanggaran terhadap peraturan peraturan yang
berlaku.

Selain kode etik tersebut, sebagai tanggungjawab profesi,


Asosiasi Amdal Internasional mendorong hal-hal sebagai
berikut:
Melakukan penilaian Amdal dengan integritas dan
kejujuran yang tinggi, serta bebas dari kesalahan dan
penyimpangan yang disengaja.

16
1. Menjunjung tinggi prinsip kebebasan terhadap
akses informasi dan hak warga negara untuk
berpartisipasi dalam membuat keputusan.
2. Menggunakan pendekatan holistik dalam
melakukan penilaian.
3. Mencari solusi yang berkelanjutan dan adil dari
tindakan manusia yang mempengaruhi fungsi
ekosistem dan sosial.
4. Mendorong proses penilaian dampak yang tidak
melanggar hak asasi manusia
5. Tidak menggunakan kekerasan, pelecehan,
intimidasi atau kekerasan berlebihan dalam
melakukan penilaian atau melakukan intervensi
terhadap hasil penilaian dampak.
6. Melakukan penilaian dampak dengan
mempertimbangkan manfaat pengalaman
kelompok yang berbeda dalam masyarakat.
7. Berusaha mengedepankan pertimbangan ekuitas
sebagai elemen dasar penilaian
8. Memberikan perhatian terhadap hak dan
kepentingan generasi mendatang.
9. Selalu berusaha menjadi yang terbaik melalui
peningkatan pengetahuan dan keterampilan kita
sendiri, mendorong pengembangan profesi rekan
kerja, dan membantu pengembangan profesi
calon anggota.
10. Menempatkan kepentingan masyarakat, klien atau
lembaga diatas kepentingan pribadi.
Untuk memberikan efek agar nilai Asosiasi Amdal
Internasional berkelanjutan dalam praktek asosiasi bisnis,
beberapa kebijakan internal diterapkan untuk memandu
kegiatannya.
Asosiasi Amdal Internasional mengadopsi praktek-praktek
bisnis yang memberikan dampak positif bagi pelestarian

17
lingkungan. Sebagai operasi bisnis, Asosiasi Amdal
Internasional berkomitmen untuk menyesuaikan kegiatan,
produk dan jasa dengan mempertimbangkan kelestarian
lingkungan, dengan cara :
1. Mengelola dan memantau dampak kegiatan
terhadap lingkungan, khususnya yang berkaitan
dengan minimisasi dampak dari penggunaan
sumber daya.
2. Memaksimalkan sumber daya dan jaringan
Asosiasi Amdal Internasional yang berdampak
positif dalam mendorong praktik terbaik (best
practice) dalam penilaian Amdal.
3. Sedapat mungkin, membeli produk dan jasa
ramah lingkungan dari vendor yang memiliki
komitmen untuk memlihara lingkungan.
4. Mendukung pelatihan staf untuk memastikan
mereka memiliki pengetahuan yang cukup
tentang praktik bisnis yang peduli terhadap
lingkungan.
5. Menetapkan kebijakan investasi yang
mencerminkan komitmen terhadap lingkungan.
6. Mendaur ulang kertas dan barang bekas dan
mengevaluasi penggunaan produk alternatif
tersebut.
7. Membeli peralatan kantor, perabot dan
perlengkapan yang ramah lingkungan dan
meminimalkan polusi lingkungan.
8. Mengontrol lingkungan kantor dengan cahaya
alami dan ventilasi.
9. Membuat jadwal kerja staf yang meminimalkan
perjalanan tanpa mengorbankan pelayanan atau
komunikasi staf.
10. Penyediaan layanan paperless.

18
11. Meninjau secara reguler untuk menemukan
sarana tambahan dalam melakukan bisnis yang
paling ramah lingkungan.

Baik kode etik, tanggungjawab profesi, maupun praktek


bisnis yang dimiliki oleh Asosiasi Amdal Internasional
tersebut di atas mungkin bisa menjadi inspirasi untuk
pelaksanaan Amdal di Indonesia yang sampai saat ini
belum kita miliki secara legal.

D. Rangkuman
1. Nilai inti (core value) dari seorang praktisi Amdal
menurut Barry Sadler adalah:
a. Integritas: proses Amdal harus sesuai dengan
standar-standar yang telah disepakati/berlaku;
b. Utilitas: proses Amdal harus dapat memberikan
informasi yang seimbang dan kredibel untuk
pengambilan keputusan;
c. Sustainabilitas: proses Amdal harus dapat
menghasilkan perlidungan terhadap lingkungan.

2. Selain core value, etika yang harus dimiliki oleh


seorang praktisi Amdal adalah:
a. Jujur
b. Profesional.
c. Menegakkan kaidah ilmiah
d. Inovatif
e. Konsisten
f. Prosedural
g. Tidak membebani pemrakarsa

3. Kode etik Asosiasi Amdal Internasional yang dapat


dikembangkan dan diadopsi atau menjadi refleksi
bagi kode etik Amdal di Indonesia :
a. Melaksanakan semua kewajiban dengan
19
kejujuran, integritas dan terbebas dari segala
bentuk penyimpangan;
b. Melakukan semua kewajiban hanya di bidang
yang ilmunya dikuasai baik melalui pendidikan,
pelatihan dan pengalaman. Ikut terlibat bersama
para ahli di bidang lain yang kurang dikuasai;
c. Selalu mengedepankan keseimbangan dan
keutuhan dalam upaya mengambil pendekatan
yang holistik dalam memprakirakan dampak;
d. Memastikan bahwa kebijakan, rencana, aktivitas
telah sesuai dengan hukum, regulasi, kebijakan
dan pedoman yang berlaku;
e. Tidak menerima pekerjaan yang meminta kita
untuk melakukan penyimpangan atau
menghilangkan atau merubah data pada saat
melakukan analisa;
f. Mengutamakan keterbukaan kepada pemberi
kerja, klien dan pada setiap laporan tertulis baik
pribadi maupun finansial untuk menghindari
terjadinya konflik kepentingan;
g. Terus meningkatkan pengetahuan dan
kemampuan profesional serta terus mengikuti
perkembangan dalam kajian dampak dan
kompetensi kemampuan yang relevan;
h. Mencatumkan sumber yang digunakan dalam
melakukan analisis dan penyusunan laporan;
i. Bersedia untuk dicopot dari keangotaan Asosiasi
Amdal International jika terbukti melakukan
pelanggaran terhadap peraturan peraturan yang
berlaku.

E. Latihan
1. Jelaskan etika penyusun dan penilai Amdal!
2. Uraikan kode etik asosiasi Amdal Internasional!

20
21
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Prinsip-prinsip etika lingkungan adalah (a) Sikap hormat
kepada alam, (b) Sikap tanggungjawab terhadap alam,
(c) Solidaritas kosmis, (d) Prinsip kepedulian dan kasih
sayang terhadap alam, (e) Prinsip tidak
merusak/merugikan alam, (f) Prinsip hidup sederhana
dan selaras dengan alam, (g) Prinsip keadilan, (h)
Prinsip demokrasi, (i) Prinsip integritas moral.
2. Menghadapi kompleksitas permasalahan lingkungan
secara kongkrit harus melalui pendekatan yang
komprehensif yaitu pemahaman dan penerapan etika
lingkungan, refleksi kritis tentang prinsip moral, nilai-
nilai dan norma-norma yang bersumber pada etika
lingkungan.
3. Hal yang paling hakiki dari permasalahan lingkungan
yang kita hadapi saat ini khususnya dalam pelaksanaan
Amdal oleh pemrakarsa, pemerintah, masyarakat dan
stakeholder lainnya adalah pemahaman dan keyakinan
bahwa akan ada kehidupan kedua yang kekal setelah
kehidupan dunia yang fana ini yaitu kehidupan di alam
akhirat. Kehidupan di alam akhirat akan sangat
ditentukan oleh apa yang kita lakukan di dunia.
Integritas moral yang tidak kita junjung tinggi akan
mencelakakan kita di alam akhirat, karena semua ini
akan kita pertanggungjawabkan kepada Tuhan Yang
Maha Pencipta. Ketika kita sadar dan yakin bahwa tidak
akan terlewat getaran hati sekalipun saat menghadapi
mahkamah pengadilan di alam akhirat terhadap
ketidakbenaran yang kita lakukan, maka etika
lingkungan dan etika praktisi Amdal ini akan senantiasa
dijunjung tinggi untuk mencapai tujuan yang
diharapkan.
22
B. Tindak Lanjut
Setelah mendapatkan pembelajaran mata diklat ini
peserta mulai mempraktekkan etika lingkungan dan
integritas moral dalam setiap aktifitas mereka sehingga
pada saatnya hal ini akan menjadi etika yang terbangun
dalam diri mereka termasuk dalam berperan sebagai
praktisi Amdal (Pemrakarsa, pemerintah, masyarakat,
dan stakeholder lainnya).

23
DAFTAR PUSTAKA

Azhari, S. 1997. Etika Lingkungan dalam Pembangunan


Berkelanjutan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta. 158
h.
BAPPENAS, Strategi
2003. dan Program Aksi
Keanekaragaman Hayati Indonesia. BAPPENAS. Jakarta.
Harian KOMPAS, Minggu, 11 Des 05, halaman 1.
Ian G. Thomas. 1998. Environmental Impact Assessment in
Australia.
Keraf, A.S. 2002. Etika Lingkungan. Penerbit Buku Kompas.
Jakarta. 320h.
Kantor Menteri Negara LH, 2001. Bunga Rampai Kearifan
Lingkungan, Asisten Deputi Urusan Sosial Budaya,
Deputi II). Jl. DI Panjaitan Kav 42-43, Kebon Nanas,
Jakarta Timur 31410.
M. Amin, Jusna, 2005. Melindungi “& Menata” Ruang Terbuka
Hijau, sebagai antisipasi bencana dan ekspresi
masyarakat yang bermartabat. Makalah (tidak
dipublikasi) pada Lokakarya tentang “Perwujudan
Ruang Nusantara yang Nyaman, Produktif dan
Berkelanjutan, Melalui Penataan Ruang”, Dep PU,
Jakarta, 6 Des 2005.
Palmer, C. 1998. Environmental Ethics and Process Thinking.
Clarendon Press Oxford. 243 h.
Purnomohadi, Ning. 2006. ETIKA LINGKUNGAN, instrumen
penting untuk menghadapi bencana dan
menanggulangi krisis lingkungan. Materi disusun
sebagai bahan diskusi pada Diklat Amdal Penilai, di
Pusdiklat Pemda Prov. Lampung, 29 Mei 2006 (tidak
dipublikasikan).
24
Ronnie Harding (ed), 2002. Environmental Decision-Making:
the roles of scientist, engineers and the public.
Skolimowski, H. 2004. Filsafat Lingkungan (terjemahan).
Penerbit: Bentang Budaya. Yogyakarta. 164 h.
Soerjani, Moh, Rofig Ahmad dan Rozy Munir. 1987.
Lingkungan: “Sumber Daya Alam dan Kependudukan
dalam Pembangunan”. Penerbit Universitas Indonesia,
Jakarta. Perpustakaan Nasional: katalog dalam terbitan
(KDT)
Spertnak, C. 2003. Sumbangan Kritis dan Konstruktif
Ekofeminisme. Di dalam : Tucker, M. E. Dam J. A. Grim
(ed). Agama, Filsafat, dan Lingkungan Hidup
(terjemahan). Penerbit Kanisius. Yogyakarta. 308h.
http://febriirawanto.blogspot.com/2012/07/pengertian-
konsisten.html
http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2023808-
pengertian-penelitian-ilmiah-dan-non/#ixzz2hmNF3UNP
http://inisantoso.wordpress.com/2012/09/25/definisi-
profesional/
http://www.uin-
alang.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=
2390:memahami-makna-
profesional&catid=35:artikel&Itemid=210
http://jalius12.wordpress.com/2010/03/28/pengertian-jujur/

25
TIM PENYUSUN MODUL DIKLAT
DASAR-DASAR AMDAL

Pengarah : 1. Dr. Henry Bastaman, MES (Deputi


MENLH Bidang Pembinaan Sarana
Teknis Lingkungan dan
Peningkatan Kapasitas)
2. Drs. Heru Waluyo, M.Com (Kepala
Pusdiklat Kementerian
Lingkungan Hidup)
Penanggung Jawab : Dra. Asri Tresnawati (Kepala Bidang
Pengembangan Kompetensi dan
Kurikulum Pusdiklat Kementerian
Lingkungan Hidup)
Penulis Modul : 1. Drs. Bambang Pramudyanto, M.Si
2. Drs. Yudi Suyudi
3. Rosliana, ST
4. Ir. Siti Rohmah
5. Ir. Rina Aprishanty, MA
6. Eka Sari Nurhidayati, S.Si
Pereviu Modul : 1. Erik Teguh Primiantoro, S.Hut,
MES
2. Dra. Laksmi Widyajayanti, M.Sc
3. Esther Simon, ST
4. Akhmad Fahrudin, ST
5. Teguh Irawan, SH
6. Sena Pradipta, ST
Editor Modul : 1. Dra. Asri Tresnawati
2. Eti Sumiati, S.Si
3. Suryadi Jayanegara, S.Si
4. Drs. Syarifuddin
5. Tri Prayitno, SE
6. Dedit Setiawan, S.AP
7. Umi Asmiyati, SE
SISTIM INFORMASI DOKUMEN
LINGKUNGAN
(AMDAL, UKL-UPL DAN IZIN
LINGKUNGAN)

DIKLAT
DASAR-DASAR AMDAL

PUSAT DIKLAT SDM LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN


BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BOGOR, 2016

i
SISTIM INFORMASI AMDAL, UKL-UPL DAN IZIN
LINGKUNGAN

Modul 7 dari 7 modul

Cetakan Pertama, 2013

Cetakan Kedua, 2016

Hak Cipta Pusdiklat KNLH sesuai P.18/MenLHK-II/2015


berubah nomenklatur menjadi
Pusat Diklat SDM Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Cara mengutip modul ini sesuai kaidah-kaidah ilmiah yang


berlaku

Diterbitkan oleh :
Pusat Pendidikan dan Pelatihan SDM
Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Jalan Mayjen Ishak Juarsa Gunung Batu Kotak Pos 141 –
Bogor 16118

i
KATA PENGANTAR

Analisis mengenai dampak lingkungan yang selanjutnya


disebut Amdal, dalam perundang-undangan nasional diatur
dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin
Lingkungan. PP No.27 Tahun 2012 disusun sebagai
pelaksanaan ketentuan dalam UU No.32 Tahun 2009
khususnya ketentuan dalam pasal 33 dan pasal 41. PP No.27
Tahun 2012 sebagai pengganti PP No.27 Tahun 1999 tentang
Amdal, mengatur dua instrumen perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup, yaitu instrumen Kajian
Lingkungan Hidup (dalam bentuk Amdal dan UKL-UPL) serta
instrumen Izin Lingkungan.
Diklat di bidang lingkungan hidup khususnya Amdal
memiliki peran yang strategis dalam rangka pengelolaan
lingkungan hidup. Untuk meningkatkan pengetahuan,
wawasan dan keterampilan di bidang Amdal, Pusdiklat
SDM Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah menetapkan
perubahan Keputusan Nomor Kep-11/Pusdiklat/LH/11/
2012 menjadi Nomor P.2/Dik/PEPE/Dik-2/3/2016
tentang Pedoman Penyelenggaraan diklat Amdal yang
terdiri dari Dasar-dasar Amdal, Penyusunan Amdal, dan
Penilaian Amdal. Pedoman ini disusun dengan mengacu
peraturan perundangan yang berlaku.
Untuk mendukung proses pembelajaran, perlu disusun modul,
sebagai bahan ajar minimal yang dapat membantu peserta
didik maupun widyaiswara atau fasilitator diklat dalam
mendisain pembelajaran di kelas, sehingga diharapkan dapat
mewujudkan standarisasi dalam penyelenggaraan Diklat. Pada
Diklat Dasar-dasar Amdal, terdapat 7 modul yaitu (1)
Pengertian, Proses dan Manfaat Amdal, (2) Identifikasi,
Prakiraan, Evaluasi dan Mitigasi Dampak Lingkungan (3)
i
Kebijakan PPLH & PSDA terkait dengan Amdal, (4) Proses
Penyusunan dan Penilaian Amdal, serta Penerbitan Izin
Lingkungan, (5) Pengawasan dan Penegakan Hukum (terkait
dengan Amdal), (6) Etika Penyusun dan Penilai Amdal, dan (7)
Pengantar Sistem Informasi Amdal.
Kami menyadari bahwa perkembangan ilmu pengetahuan
berlangsung sangat cepat, begitupula dengan peraturan dan
perundangan yang diterbitkan. Untuk itu kesesuaian isi modul
ini harus terus dipantau dan disesuaikan manakala terdapat
hal-hal yang sudah tidak relevan lagi. Dengan diterbitkannya
modul edisi pertama ini kami menyadari masih banyak
kekurangan yang memerlukan perbaikan dan penyempurnaan,
kami senantiasa mengharapkan masukan dan evaluasi demi
meningkatkan kualitas bahan diklat dan kualitas
penyelenggaraan.
Akhirnya kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu penyusunan buku ini, khususnya
kepada Sdr. Drs. Yudi Suyudi, MA sebagai penulis modul
Sistim Informasi Dokumen Lingkungan (Amdal, Ukl-Upl Dan
Izin Lingkungan). Semoga buku ini bermanfaat sebagai bahan
pembelajaran bagi peserta pelatihan dan juga sebagai
pegangan bagi pengajar/widyaiswara dan mendapat ridho dari
Tuhan Yang Maha Esa, Aamiin.
Bogor, Agustus 2016
Kepala Pusat Diklat SDM
Lingkungan Hidup dan
Kehutanan

Dr. Ir. Joko Prihatno, MM.

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................ i


DAFTAR ISI......................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR .................................................................v
DAFTAR TABEL.................................................................... vi
BAB I PENDAHULUAN ....................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................... 1
B. Deskripsi Singkat ................................................ 3
C. Tujuan Pembelajaran .......................................... 3
D. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok...................... 4
BAB II SISTEM INFORMASI DOKUMEN LINGKUNGAN ........... 5
A. Latar Belakang Kebijakan dan Peraturan ............... 5
B. Pengertian Sistem Informasi Dokumen Lingkungan 7
C. Basis Data Sistem Informasi Dokumen Lingkungan15
D. Komponen Sistem Informasi Dokumen Lingkungan18
E. Aplikasi Sistim Informasi dalam Penyusunan dan
Penilaian Dokumen Amdal/UKL-UPL .................... 28
F. Rangkuman ....................................................... 30
G. Latihan ............................................................. 30
BAB III SISTEM INFORMASI DOKUMEN LINGKUNGAN
BERBASIS WEB-SITE .......................................................... 31
A. Aplikasi Sistem Informasi Dokumen Lingkungan ... 31
B. Filosofi DADU .................................................... 32
C. Fungsi Sistim Informasi DADU ............................ 34
D. Situs DADU ....................................................... 34
E. Pengembangan Aplikasi Sistem Informasi
Dokumen Lingkungan ........................................ 40
iii
F. Rangkuman ....................................................... 41
G. Latihan ............................................................. 42
BAB IV PEMANFAATAN SISTIM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)43
A. Pengertian SIG .................................................. 43
B. Manfaat SIG (Sistem Informasi Geografis) di
Berbagai Bidang: ............................................... 43
C. Pemanfaatan SIG Dalam Proses Penilaian Dan
Pemberian Rekomendasi Dokumen Lingkungan .... 47
D. Rangkuman ....................................................... 52
E. Latihan ............................................................. 53
BAB V PENUTUP .............................................................. 54
A. Kesimpulan ....................................................... 54
B. Tindak Lanjut .................................................... 55
DAFTAR PUSTAKA .............................................................. 56

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Proses transformasi data menjadi informasi ........... 8


Gambar 2. Contoh data berbentuk teks. ................................ 9
Gambar 3. Contoh data berbentuk numerik ........................... 9
Gambar 4. Contoh data berbentuk spasial ............................ 10
Gambar 5. Persentase parameter kualitas air 2008-2012 yang
tidak memenuhi Kriteria Mutu Air Kelas II PP
82/2001 ............................................................ 10
Gambar 6. Kebutuhan Sistem informasi dokumen lingkungan . 17
Gambar 7. Perhitungan waktu proses Amdal ......................... 21
Gambar 8. Data proses pelingkupan, prakiraan, dan evaluasi
dampak ............................................................ 25
Gambar 9. Alur proses aplikasi DADU ................................... 33
Gambar 10. Data dan informasi geospasil dari dokumen Amdal48
Gambar 11. Diagram Alir Prosedur Penilaian KA secara Makro
dan informasi geospasial .................................... 48
Gambar 12. Data dan informasi geospasial dalam Proses
Penilaian KA ...................................................... 49
Gambar 13. Contoh Konteks Pemanfaatan Data dan informasi
geospasial dalam Proses Penilaian KA .................. 50
Gambar 14.Data dan informasi geospasial dalam Proses
Pemeriksaan UKL-UPL dan Penerbitan Izin
Lingkungan ....................................................... 50

v
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Data Kualitas Air Sungai Ciliwung ............................. 7


Tabel 2. Jenis Informasi umum dalam pengelolaan
lingkungan hidup .................................................13

vi
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dokumen lingkungan, seperti contohnya dokumen Amdal,
saat ini sangat mudah dikenali sebagai dokumen yang
tebal, berat, dan berfungsi hanya sebagai persyaratan
administrasi izin operasional kegiatan suatu usaha dan/atau
kegiatan. Proses penilaian Amdal yang rumit dan penuh
perdebatan ilmiah dalam rapat tim teknis dan rapat komisi,
maupun saran, pendapat dan tanggapan masyarakat dalam
konsultasi publik, seakan-akan tidak berguna setelah
dokumen tersebut disahkan. Dokumen tersebut pada
akhirnya hanya disimpan dalam lemari-lemari file dan tidak
pernah dibaca kembali kecuali kalau ada hal-hal yang
memaksa, seperti ada kasus lingkungan hidup atau
pengaduan masyarakat.
Amanat dalam PP No. 27/2012 berkaitan tentang Fungsi
Dokumen Lingkungan, baik Amdal maupun UKL/UPL,
merupakan dokumen lingkungan yang menyediakan
informasi yang diperlukan untuk proses pengambilan
keputusan. Informasi-informasi yang tersedia sangat
berkaitan erat dengan deskripsi rencana usaha dan/atau
kegiatan, dampak lingkungan yang akan terjadi, langkah-
langkah pengendaliannya dari aspek teknologi, sosial dan
institusi, rencana pemantauan lingkungannya dan
komitmen pemrakarsa. Apabila informasi dalam dokumen
tersebut tidak dapat dimanfaatkan, maka dokumen
lingkungan menjadi tidak berguna dan hanya menjadi
tumpukan berkas-berkas yang mengganggu estetika.
Namun sebaliknya, apabila seluruh informasi dalam
dokumen lingkungan tersebut dapat diolah sedemikian
rupa, dapat divisualisasikan melalui tampilan spasial dalam
suatu kesatuan ruang dan waktu, serta dapat
1
dikostumisasikan sesuai dengan keinginan dan kebutuhan
para anggota tim teknis dan anggota komisi penilai Amdal,
maka dokumen tersebut akan kembali menjadi bermanfaat
dan meningkatkan akurasi penetapan kelayakan atau
ketidaklayakan lingkungan suatu proyek.
Saat ini sistem informasi berkembang sangat pesat.
Peningkatan tersebut berbanding lurus dengan
perkembangan teknologi informasi. Teknik kompresi data
dan kapasitas penyimpanan data semakin besar, sehingga
memungkinkan mengurangi tempat penyimpanan berkas
ribuan lembar yang dahulu memerlukan ruangan yang
besar menjadi cukup satu kotak kecil saja. Selain itu,
teknologi proses pengolahan data semakin meningkat.
Dalam waktu kurang dari 6 bulan sekali, kecepatan
prosessor komputer meningkat 2 kali lipat. Hal ini
mengakibatkan proses pengolahan data menjadi semakin
cepat dan akurat. Pemanfaatan teknologi informasi dalam
hal pembangunan sistem informasi dokumen lingkungan
hidup mutlak diperlukan. Mulai dari proses administrasi
penilaian dokumen, proses pengambilan keputusan, sampai
dengan mekanisme pelaporan izin lingkungan sebagai hasil
dari surat rekomendasi kelayakan lingkungan akan dikemas
melalui suatu sistem yang disebut sistem informasi
dokumen lingkungan. Pemrakarsa akan mudah mengikuti
seluruh proses penilaian Amdal tanpa was-was menunggu
waktu penilaian yang tidak kunjung berakhir karena seluruh
proses akan dilakukan secara transparan. Anggota tim
teknis dan anggota komisi penilai Amdal akan mudah
melakukan penilaian karena dokumen yang tidak terlalu
tebal dan disajikan dengan visualisasi yang baik dan dapat
dinilai dari berbagai tempat. Sekretariat komisi penilai
Amdal akan dengan semangat melakukan penyimpanan
data-data Amdal tanpa takut kekurangan tempat dan
dituduh “lama” karena seluruh proses terdokumentasi
dengan baik.
2
Sistem informasi dokumen lingkungan merupakan suatu
sistem pendukung dalam proses pengambilan keputusan.
Decision Support System atau DSS merupakan terminologi
yang tepat untuk menggambarkan sistem ini.
Mengembalikan tujuan dokumen lingkungan, khususnya
Amdal dan UKL UPL sebagai dasar pengambilan keputusan
merupakan tujuan utama dibentuknya sistem informasi
dokumen lingkungan ini.

B. Deskripsi Singkat
Akses pada kualitas lingkungan hidup yang baik, adalah hak
semua warga (Undang-undang No. 32/2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup). Hal ini
merupakan kebutuhan mendasar yang perlu dilakukan dan
disiapkan oleh Pemerintah melalui penyediaan sistim
informasi yang baik dan akurat. Landasan pengertian
tentang informasi serta teknologi dikemukakan sebagai
pengantar pada kajian sistim informasi lingkungan.
Alur teori sistem informasi dokumen lingkungan diuraikan
meliputi tahap-tahap sebagai berikut :
1) Sistim Informasi Dokumen Lingkungan;
2) Aplikasi sistem informasi dokumen lingkungan;
3) Sistim Informasi Geografi (SIG) dalam Sistem Informasi
Dokumen Lingkungan.
Seluruh tahapan tersebut akan diuraikan secara lebih rinci
dalam bab-bab selanjutnya.

C. Tujuan Pembelajaran
1. Kompetensi Dasar
Peserta pembelajaran dapat mengerti dan memahami
pentingnya sistem informasi dokumen lingkungan hidup
dalam kaitannya dengan proses pengambilan keputusan.
2. Indikator Keberhasilan

3
Peserta pembelajaran dapat menjelaskan pentingnya
penggunaan sistem informasi dokumen lingkungan hidup
dalam kaitannya dengan proses pengambilan keputusan.

D. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok


Dalam pembelajaran Modul Sistem Informasi Dokumen
Lingkungan, materi materi yang akan disampaikan adalah
sebagai berikut:
Materi Pokok:
1. Sistim Informasi Dokumen Lingkungan
2. Aplikasi sistem informasi dokumen lingkungan
3. Sistim Informasi Geografi (SIG) dalam Sistem Informasi
Dokumen Lingkungan
4. Keterkaitan sistem informasi dokumen lingkungan
dengan sistem informasi lingkungan hidup lainnya
Sub Materi Pokok:
1.1 Latar Belakang Kebijakan dan Peraturan
1.2 Pengertian Sistem Informasi Dokumen Lingkungan
1.3 Basis Data Sistem Informasi Dokumen Lingkungan
1.4 Komponen Sistem Informasi Dokumen Lingkungan
2.1 Aplikasi sistem informasi dokumen lingkungan saat ini
2.2 Pengembangan aplikasi sistem informasi dokumen
lingkungan
3.1 Pengertian dan Manfaat Sistem Informasi Geografis
(SIG)
3.2 Pemanfaatan SIG dalam Proses Penilaian dan
Pemberian Rekomendasi Dokumen Lingkungan
4.1 Status Lingkungan Hidup
4.2 Informasi Peta Rawan Lingkungan
4.3 Sistim Informasi Lingkungan Lainnya

4
BAB II
SISTEM INFORMASI DOKUMEN LINGKUNGAN

Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta diklat diharapkan


dapat memahami Pengertian, Komponen dan Aplikasi Sistim
Informasi Dokumen Lingkungan

A. Latar Belakang Kebijakan dan Peraturan


Keterbukaan informasi merupakan hak setiap warga
negara. Hal ini telah dinyatakan dalam pasal 28F UUD
1945. Untuk itu Pemerintah telah memberikan jaminan
kepada warga negara untuk mengetahui rencana
pembuatan kebijakan publik, program 
kebijakan publik, dan
proses pengambilan keputusan publik, serta alasan
pengambilan suatu 
keputusan publik melalui UU Nomor 14
Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Mengingat dokumen lingkungan merupakan alat untuk
pengambilan keputusan dimana dalam prosesnya
melibatkan berbagai pihak mulai dari masyarakat terkena
dampak, masyarakat pemerhati lingkungan, instansi
sektoral, pemrakarsa kegiatan, para pakar dan tenaga ahli,
dan instansi lingkungan hidup, maka melalui pasal 62 ayat
(1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
menyatakan bahwa Pemerintah dan pemerintah daerah
mengembangkan sistem informasi lingkungan hidup untuk
mendukung pelaksanaan kebijakan perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup, termasuk sistem informasi
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup, Upaya
Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan
Lingkungan Hidup dan Izin Lingkungan. Berkaitan dengan
pasal tersebut, pengembangan sistem informasi dokumen
lingkungan tersebut untuk mendukung pelaksanaan proses
Amdal, UKL/UPL, dan Izin Lingkungan agar efektif, efisien,
akuntabel, transparan dan partisipatif. Semua dilaksanakan
5
untuk mencegah terjadinya pencemaran dan kerusakan
lingkungan dalam rangka perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup.
Secara berurutan, berbagai peraturan dan perundangan
telah menyebutkan akan hak dan kewajiban tentang
penyediaan informasi terkait lingkungan adalah sebagai
berikut:
a. Pasal 28 F UUD 1945: Hak untuk memperoleh informasi;
b. UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi
Publik. Pasal 4 ayat (1) dan ayat (2) huruf a;
c. UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang PPLH yang antara
lain memuat ketentuan mengenai :
• Penjelasan angka 8 penguatan Demokrasi Lingkungan
melalui: akses informasi, akses partisipasi, penguatan
hak-hak masyarakat dalam PPLH;
• Pasal 65 ayat (2) UU Nomor 32 Tahun 2009: setiap
orang berhak mendapatkan akses informasi;
• Pasal 68 ayat huruf a: setiap orang yang melakukan
usaha dan/atau kegiatan wajib memberikan informasi
yang terkait dengan PPLH secara benar, akurat,
terbuka dan tepat waktu;
• Pasal 62 UU Nomor 32 Tahun 2009: Pemerintah dan
pemerintah daerah mengembangkan sistem informasi
lingkungan hidup yang dilakukan secara terpadu dan
terkoordinasi serta wajib dipublikasikan kepada
masyarakat;
• Pasal 63 ayat (1) huruf u, ayat (2) huruf o, ayat (3)
huruf l UU Nomor 32 Tahun 2009, Pemerintah,
pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota
mengelola informasi lingkungan hidup tingkat
nasional, provinsi dan kabupaten/kota;
d. UU Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial;
e. PP 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan;
f. Instruksi Presiden No. 3 Tahun 2003 tentang Kebijakan
dan Strategi Nasional Pengembangan E-Government;
6
g. Peraturan MENLH Nomor 16 Tahun 2012 Pedoman
Penyusunan Dokumen Lingkungan Hidup;
h. Peraturan MENLH Nomor 17 Tahun 2012 tentang
Keterlibatan Masyarakat dalam Proses Amdal dan Izin
Lingkungan;
i. Peraturan MENLH Nomor 06 Tahun 2011 tentang
Pelayanan Informasi Publik.

B. Pengertian Sistem Informasi Dokumen Lingkungan


Dalam hal mendalami pemahaman berkaitan dengan sistem
informasi, khususnya sistem informasi dokumen
lingkungan, maka terlebih dahulu perlu mengetahui
pengertian-pengertian dari data, informasi, sistem, dan
sistem informasi.
Data merupakan raw material untuk suatu informasi. Data
merupakan sesuatu yang masih mentah yang belum dapat
menggambarkan sesuatu karena belum mendapatkan
proses apapun. Sebagai contoh adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Data Kualitas Air Sungai Ciliwung


Parameter Lapangan
No pH T(oC) DHL TDS Salin
Lokasi Kode
. (µS/S) (mg/L) itas
(‰)
1. Ciliwung Permata- 13/M 7.36 26.7 139.75 66.45 0.1
Depok
2. Anak Ciliwung-Cikumpa 14/N 7.10 27.5 151.95 73.0 0.1
3. Anak Ciliwung- 15/O 7.05 27.8 203.25 194 0.2
Sugutamu
4. Ciliwung-Akses UI 16/P 7.16 25.85 188.6 89.85 0.1
5. Anak Ciliwung-Cijantung 17/Q 6.71 26.25 458.5 222 0.2
Tgl. Sampling : 4 Juni 2013

sumber: PUSARPEDAL, 2013

7
Tabel 1. diatas menunjukkan angka kadar jenis zat pencemar
tertentu pada lokasi tertentu. Namun kita belum dapat
menentukan apa arti data tersebut. Kita hanya mendapatkan
data bahwa lokasi tersebut mengandung senyawa tertentu,
dengan kadar tertentu, dan pada waktu tertentu, itu saja.
Kondisi tingkat pencemaran sungai, berbahaya atau tidak zat
tercemar tersebut, atau kondisi sebelum maupun yang akan
datang, serta kaitannya dengan kegiatan lain atau sumber
pencemar tidak dapat kita ketahui.
Selanjutnya informasi merupakan data yang telah diproses
menjadi bentuk yang memiliki arti bagi penerima dan dapat
berupa fakta menjadi suatu nilai yang bermanfaat. Prinsipnya
adalah adanya suatu proses pengolahan data sehingga
menjadi ”terbaca”. Secara lebih jelas, tersaji pada gambar 1
dibawah.

Gambar 1. Proses transformasi data menjadi informasi

Berkaitan dengan jenis data, data dapat berupa teks, numerik,


dan spasial. Data berbentuk teks biasanya terkait dengan
deskripsi rencana kegiatan. Sedangkan data berbentuk
numerik sering digunakan untuk menunjukkan data parameter
baik kualitas lingkungan maupun limbah. Biasanya data ini
berbentuk tabular. Adapun data yang berbentuk spasial
8
merupakan gabungan dari data-data yang bersifat teks dan
numerik digabungkan dengan satu kesatuan ruang dan waktu,
seperti contohnya adalah peta.

Gambar 2. Contoh data berbentuk teks.

Gambar 3. Contoh data berbentuk numerik


9
Gambar 4. Contoh data berbentuk spasial

Suatu data akan menjadi bermanfaat apabila telah dilakukan


proses pengolahan. Dokumen-dokumen yang mengandung
data-data tertentu tidak akan menjadi “sampah” yang
mengganggu estetika apabila data tersebut telah diproses
menjadi informasi yang informatif. Sebagai contoh tercantum
pada gambar 5 berikut ini:

Gambar 5. Persentase parameter kualitas air 2008-2012 yang


tidak memenuhi Kriteria Mutu Air Kelas II PP 82/2001
10
Pada gambar 5 diatas menunjukkan bahwa kumpulan data
telah diproses dan diolah sedemikian rupa sehingga dapat
diketahui kualitas air parameter tertentu pada periode waktu
tertentu pula. Pengolahan data ini menjadi informasi yang
cukup penting dan dapat dipahami secara baik oleh para pihak
berkepentingan khususnya bagi pengambil keputusan. Setelah
melihat informasi ini, maka dapat diputuskan langkah tindak
apa yang harus diambil untuk lokasi tersebut.
Berkaitan dengan sistem, maka akan didapat beberapa
pengertian dari berbagai pendapat para pakar, salah satunya
ada Richard F. Neuschel 1 yang menyatakan bahwa sistem
adalah jaringan kerja dari prosedur-prosedur yang saling
berhubungan dan dikembangkan sesuai dengan skematis yang
terintegrasi dalam melaksanakan suatu aktivitas utama di
dalam bisnis. Sementara prosedur diartikan suatu urut–urutan
operasi klerikal (tulis–menulis), yang melibatkan beberapa
orang di dalam satu atau lebih departemen, dan diterapkan
untuk menjamin penanganan yang seragam dari transaksi-
transaksi bisnis yang terjadi. Sementara itu pendapat dari
Jerry FitzGerald, Ardra F. FitzGerald dan Warren D. Stallings,
Jr.2 menyatakan bahwa sistem merupakan jaringan kerja dari
prosedur-prosedur yang saling berhubungan dan berkumpul
bersama sama dalam melakukan aktivitas atau untuk
menyelesaikan suatu sasaran tertentu. Dalam hal penyelesaian
suatu sasaran tertentu, Scott, G.M3 mengatakan bahwa sistem
informasi tersebut terdiri dari unsur-unsur seperti masukan (in
put), pengolahan (processing), serta keluaran (out put), dan

1 Industrial Management, Mc Graw Hill, 1960


2 Fundamental of System Analysis, John Wiley & Sons
Canada, Limited, 1981
3 Prinsip-prinsip Sistem Informasi Managemen, Rajawali

press, 2001
11
ciri pokok sistem menurut Gapspert4 ada empat, yaitu sistem
itu beroperasi dalam suatu lingkungan, terdiri atas unsur-
unsur, ditandai dengan saling berhubungan dan mempunyai
satu fungsi atau tujuan utama.
Merangkum dari beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan
bahwa secara fisik, sistem adalah sekumpulan dari
unsur/elemen yang berinteraksi dan bekerja bersama-sama
untuk mencapai tujuan yang ditetapkan, seperti sistem
informasi. Sedangkan secara fungsi, sistem adalah jaringan
kerja dari prosedur-prosedur yang berupa urutan kegiatan
yang saling berhubungan, berkumpul bersama-sama untuk
mencapai tujuan tertentu, contoh: sistem peminjaman buku,
sistem penjualan, sistem marketing, sistem belajar dan sistem
informasi dokumen lingkungan.
Terkait dengan sistem informasi dokumen lingkungan,
banyaknya data dalam dokumen lingkungan serta banyaknya
stakeholders yang terlibat, baik dalam proses penyusunan,
proses penilaian, sampai dengan proses pengawasan,
mengakibatkan sistem informasi dokumen lingkungan sangat
penting. Urutan kegiatan yang saling berhubungan dalam
admistrasi proses penilaian sampai dengan penerbitan surat
keputusan kelayakan lingkungan harus tercatat dengan baik.
Data-data kualitas lingkungan hidup yang tercantum dalam
rona awal, data-data prakiraan dampak, serta data-data hasil
pengawasan merupakan sarana untuk mengetahui kualitas
lingkungan hidup “with and without project”. Saran, pendapat,
dan tanggapan masyarakat juga sangat penting untuk
dirangkum, ditanggapi, dan disimpan secara rapi, untuk dapat
diakomodasi kebutuhannya. Mengingat sedemikian kompleks
dan pentingnya data, informasi, serta proses administrasi
dokumen lingkungan, maka penyusunan sistem informasi
dokumen lingkungan mutlak diperlukan. Sistem informasi

4 dalam Konsep Dasar Sistem, Hanif Al Fatta, 2007


12
dokumen lingkungan ini akan dapat melakukan penyimpanan
data, pemanggilan kembali data, pemrosesan/pengolahan
data, penyimpanan data, dan pendistribusian data sebagai
sarana untuk perencanaan, kontrol/pengendalian, analisis, dan
yang paling utama adalah untuk pengambilan keputusan.
Jenis Informasi dalam pengelolaan lingkungan yang umum
diperlukan oleh masyarakat antara lain:

Tabel 2. Jenis Informasi umum dalam pengelolaan lingkungan


hidup

No Jenis Informasi
1. Kebijakan a. Amdal, UKL-UPL dan Izin
Lingkungan
• UU No. 32 Tahun 2009;
• PP No. 27 Tahun 2012;
• Peraturan MENLH
b. Izin PPLH
• PP terkait
• Peraturan MENLH
c. PUU Sektor terkait Amdal, UKL-UPL
dan Izin Lingkungan (14 Bidang 72
Jenis Usaha dan/atau Kegiatan)
• UU terkait
• PP terkait
2. Kelembagaan a. Komisi Penilai Amdal berlisensi
b. Lembaga Pendidikan Kompetensi
(LPK) Amdal
terakreditasi/teregistrasi
c. Lembaga Sertifikasi Kompetensi
(LSK) Penyusun Amdal
d. Lembaga Penyedia Jasa Penyusun
(LPJP) Dokumen Amdal teregistrasi
e. Laboratorium Lingkungan Hidup

13
No Jenis Informasi
3. SDM a. Penyusun Amdal bersertifikat
Kompetensi (KTPA dan ATP)
b. Anggota Komisi Penilai Amdal (KPA)
c. Anggota Tim Teknis KPA
d. Anggota Sekretariat KPA
e. Bank Pakar (Pool of Experts)

4. Proses a. Mekanisme Proses Amdal, UKL-UPL


Penyusunan dan Izin Lingkungan
AMDAL/UKL- b. Pengumuman
UPL c. Hasil Konsultasi Publik
d. Dokumen Lingkungan Hidup
e. Pengumuman Izin Lingkungan
f. Status penilaian atau pemeriksaan
dokumen LH
g. Keputusan Penilan dan Pemeriksaan
Dokumen Lingkungan Hidup

5. Pelaksanaan a. Pelaporan Pelaksanaan Persyaratan


dan dan Kewajiban dalam Izin
Pengawasan Lingkungan
Izin Lingkungan b. Hasil pengawasan lingkungan hidup

6 Informasi a. Informasi geospasial lokasi rencana


geospasial izin usaha dan/atau kegiatan dan Daftar
lingkungan Usaha dan/atau kegiatan yang telah
memiliki Izin Lingkungan
b. Informasi geospasial batas wilayah
studi termasuk di dalamnya batas
tapak proyek, batas ekologis, sosial
dan admistrasi;
c. Informasi geospasial Dampak
lingkungan
d. Informasi geospasial Lokasi RKL-RPL

14
C. Basis Data Sistem Informasi Dokumen Lingkungan
Terdapat 3 (tiga) basis data untuk mendukung sistem
informasi dokumen lingkungan yaitu paper based database,
computer based database, dan web based database. Ketiga
komponen ini merupakan tiga hal yang saling terkait dan
saling mem”backup” sehingga tidak dapat ditinggalkan
sepenuhnya antara satu dan lainnya.

1. Paper based database


Paper based database atau dapat disebut juga sebagai
basis data tertulis, merupakan dasar komponen basis
data dalam sistem informasi dokumen lingkungan.
Kegiatan catat mencatat pada suatu log book (buku
catatan) tidak boleh ditinggalkan sepenuhnya.
Pencatatan surat masuk dan keluar, tanggal diterimanya
dokumen dan diterimanya undangan rapat, tanda
tangan peserta rapat, tanda tangan dan daftar hadir
peserta sosialisasi dan konsultasi publik, tanda tangan
dan daftar hadir peserta rapat tim teknis dan komisi
penilai Amdal, sampai dengan tanda terima surat
kelayakan atau ketidaklayakan lingkungan, harus
tercatat rapi dalam log book. Catatan ini harus disimpan
bersama seluruh berkas masing-masing kegiatan
sehingga mudah ketika mencarinya. Keuntungan dari
basis data tertulis adalah mudah, dapat dilakukan
disemua tempat oleh semua orang, tidak tergantung
pada alat yang canggih dan tidak tergantung pada
sumber tenaga listrik. Namun kelemahannya adalah
apabila data yang dikumpulkan sudah banyak maka
akan memerlukan tempat penyimpanan yang cukup
besar dan luas.

2. Computer based database


Computer based database atau dikenal sebagai basis
data komputer, merupakan langkah kedua dalam sistem
15
informasi dokumen lingkungan. Setelah kegiatan catat
mencatat dilakukan secara rapi, maka data-data tersebut
di input dalam basis data komputer. Hal ini akan
mengurangi penggunaan kertas, mengurangi tempat
penyimpanan, dan mempermudah pencarian. Namun
penggunaan basis data komputer ini tidak dapat
menggantikan sepenuhnya penggunaan kertas. Untuk
hal-hal tertentu dapat langsung dicatat dalam komputer,
namun untuk hal-hal seperti penulisan log book masih
tetap harus dilakukan. Hal ini perlu diperhatikan karena
basis data tertulis merupakan back up basis data
komputer. Apabila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan
seperti infeksi virus komputer atau tegangan listrik yang
tidak stabil yang mengakibatkan rusaknya data dalam
komputer, maka data masih tetap dapat diselamatkan.
Meskipun demikian, basis data komputer masih memiliki
kelemahan, yaitu data dan informasi tidak dapat diambil
dari berbagai tempat. Seorang operator harus berada
pada tempat penyimpanan data tersebut untuk dapat
menyimpan, mengambil, dan mengolah data.

3. Web based database


Basis data ketiga dalam sistem informasi dokumen
lingkungan adalah web based database atau basis data
jejaring. Setelah dilakukan pencatatan dalam log book,
diinput dalam basis data komputer, maka sudah saatnya
data tersebut dapat disimpan, diambil, dan diolah dari
berbagai tempat. Mengingat wilayah Indonesia yang
cukup luas dan terdiri dari ribuan pulau, sangat
memakan waktu dan biaya apabila proses pengiriman
data melalui jasa kurir atau sarana transportasi lainnya.
Peningkatan teknologi saat ini sangat memungkinkan
penyimpanan data, pengambilan data, dan pengolahan
data dilakukan kapan saja dan darimana saja. Data dan
informasi cukup disimpan dalam server di pusat, dan

16
seluruh mekanisme pencatatan proses penilaian dan
pemberian rekomendasi dokumen lingkungan dapat
dilakukan dari seluruh penjuru Indonesia dan dapat
dilakukan secara real time. Meskipun demikian, sarana
ini tetap ada kelemahannya, yaitu dukungan koneksi
internet yang cepat, stabil, dan murah sangat
diperlukan.
Kebutuhan sistem informasi dokumen lingkungan mutlak
diperlukan dalam berbagai hal. Minimal telah
diidentifikasi 7 (tujuh) kebutuhan dasar yaitu: 1)
Efisiensi proses Amdal; 2) Inventarisasi sumber daya
alam; 3) Pemantauan lingkungan hidup; 4)Pengelolaan
lingkungan hidup; 5) Identifikasi sumber-sumber
pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup; 6)
Investasi ekonomi; dan yang paling utama adalah 7)
Pendukung Proses Pengambilan Keputusan (Decision
Support System/DSS). Secara lebih jelas tersaji pada
gambar 6 berikut ini:

Gambar 6. Kebutuhan Sistem informasi dokumen lingkungan


17
Seluruh kebutuhan tersebut saling terkait antara satu
dengan lainnya. Basis data yang akurat dengan
didukung sistem yang terintegrasi akan mempermudah
penggunaan sistem informasi dokumen lingkungan ini.
Dokumen lingkungan yang tebal akan dapat diringkas
dan dapat dinilai secara cepat yang pada akhirnya
proses pengambilan keputusan akan berlangsung
dengan baik.

D. Komponen Sistem Informasi Dokumen Lingkungan


Dalam hal pembangunan sistem informasi dokumen
lingkungan, secara umum terdapat 3 (tiga) komponen
sistem utama yang saling terintegrasi, yaitu:
1) Sistem pelayanan publik sekretariat komisi penilai Amdal
dan dokumen lingkungan lainnya;
2) Sistem penilaian dokumen lingkungan;
3) Sistem pelaporan pelaksanaan izin lingkungan.

Masing-masing sistem tersebut berkaitan satu dengan yang


lainnya. Setiap sistem tersebut memiliki beberapa sub
sistem yang saling mendukung mulai administrasi proses
penilaian, proses penilaian dan pemeriksaan itu sendiri,
sampai dengan sistem pelaporan. Sistem beserta sub
sistem didalamnya bersifat umum, terbuka, dan merupakan
standar minimal dalam pembangunan sistem informasi
dokumen lingkungan secara keseluruhan.
1. Sistem pelayanan publik sekretariat komisi penilai Amdal
dan dokumen lingkungan lainnya;
Sistem pelayanan publik sekretariat komisi penilai Amdal
dan dokumen lingkungan lainnya merupakan komponen
pertama dari Sistem Informasi Dokumen Lingkungan.

18
Sistem ini terkait dengan pelayanan publik yang terdiri
dari beberapa sub sistem adalah sebagai berikut:
a. Kronologis pelayanan
b. Uji administrasi dokumen lingkungan
c. Data base Surat Keputusan/Rekomendasi dokumen
lingkungan dan izin lingkungan
d. Data base dokumen lingkungan
e. Pelaporan

Secara detail, penjelasan sub sistem yang ada


didalamnya adalah sebagai berikut:
a. Kronologis Pelayanan
Kronologis pelayanan merupakan sub sistem yang
mendokumentasikan seluruh sistem administrasi
proses pelayanan publik. Tahap-tahap proses beserta
bukti yang didokumentasikan adalah:
1) Pengumuman, yang berisi data tentang
hari/tanggal pelaksanaan, isi pengumuman, serta
saran, pendapat, dan tanggapan masyarakat;
2) Konsultasi publik, yang berisi data tentang
tanggal, lokasi, berapa kali dilakukan, jumlah
peserta, dan saran, pendapat, dan tanggapan
masyarakat;
3) Bukti penerimaan dokumen, yang berisi data
tentang hari/tanggal penerimaan berkas, siapa
yang menerima, siapa yang menyerahkan, apa
saja yang diterima;
4) Surat pernyataan lengkap administrasi, yang
berisi data hari/tanggal pernyataan dan siapa
yang mengesahkan;
5) Undangan rapat tim Teknis, yang berisi data
hari/tanggal pelaksanaan rapat, lokasi rapat, dan
daftar undangan;

19
6) Penilaian tim teknis, yang berisi data tentang
daftar kehadiran, masukan tertulis dari anggota
tim teknis;
7) Penyampaian berita acara, yang berisi data
hari/tanggal penandatanganan berita acara,
butir-butir kesepakatan dalam berita acara, nama
pemrakarsa dan penanggungjawab kegiatan
yang bertandatangan, dan nama pimpinan rapat;
8) Penyampaian Notulensi, yang berisi data
hari/tanggal penyampaian notulensi, detail
masukan anggota tim teknis, penerima notulensi;
9) Penyampaian dokumen perbaikan, yang berisi
data hari/tanggal penyampaian perbaikan
dokumen, hari/tanggal tanggapan perbaikan
dokumen oleh tim teknis, butir-butir yang harus
diperbaiki dalam dokumen;
10) Rekomendasi tim teknis KPA, yang berisi data
hari/tanggal rekomendasi tim teknis KPA, butir-
butir yang tercantum dalam rekomendasi;
11) Penerbitan SK Persetujuan KA, yang berisi data
hari/tanggal SK KA, butir-butir yang tercantum
dalam SK KA ANDAL;

20
Gambar 7. Perhitungan waktu proses Amdal

b. Uji administrasi
Uji administrasi merupakan sub sistem yang berfungsi
untuk mencek kelengkapan administrasi dokumen
lingkungan. Dokumen Amdal yang diajukan Setiap
kegiatan yang diajukan oleh pemrakarsa harus
memenuhi persyaratan administrasi sebagaimana
ditetapkan dalam peraturan perundangan yang
berlaku. Dalam hal suatu dokumen lingkungan seperti
KA-ANDAL atau ANDAL, RKL, RPL tidak sesuai dengan
persyaratan administrasi, maka dokumen tersebut
wajib dikembalikan kepada pemrakarsa untuk
dilengkapi dan terhadap dokumen tersebut tidak
dapat dilakukan penilaian dokumennya dalam rapat
tim teknis atau rapat komisi penilai AMDAL. Dokumen

21
yang memenuhi persyaratan administrasi selanjutnya
dapat dilakukan penilaian dalam rapat tim teknis atau
rapat komisi penilai AMDAL. Adapun persyaratan
administrasi yang harus dilengkapi antara lain adalah
sebagai berikut:
1) Bukti formal kesesuaian tata ruang;
2) Sistematika penulisan;
3) Peta-peta;
4) Redaksional penulisan;
5) Tanda bukti kompetensi penyusun;
6) Dan lainnya yang relevan dengan persyaratan
admnistrasi rencana usaha dan atau kegiatan.
c. Data base Surat Keputusan/Rekomendasi dokumen
lingkungan dan izin lingkungan
Database Surat Keputusan/Rekomendasi dokumen
lingkungan dan izin lingkungan merupakan sub sistem
terkait dengan penyimpanan dan pengelolaan
SK/Rekomendasi maupun izin lingkungan yang telah
terbit. SK/rekomendasi maupun izin lingkungan
merupakan keputusan yang tertulis yang mengikat
secara hukum. Penyimpanan yang baik dengan
didukung oleh sistem database yang memadai akan
mempermudah proses pencarian. Untuk itu, database
ini minimal memuat beberapa hal sebagai berikut:
1) Tanggal terbit
2) Jenis dokumen lingkungan
3) Nama pemrakarsa
4) Jenis kegiatan
5) Lokasi
6) dll.
d. Data base dokumen lingkungan
Database dokumen lingkungan merupakan sub sistem
terkait juga dengan penyimpanan dokumen.
Mengingat bentuk dokumen lingkungan seperti

22
Amdal, merupakan dokumen yang berbentuk buku,
maka media penyimpanan dokumen final dapat
berupa lemari dan diatur seperti perpustakaan.
Namun tidak menutup kemungkinan dokumen
tersebut disimpan dalam bentuk digital. Sebagaimana
database sebelumnya, penyimpanan yang baik
dengan didukung oleh sistem database yang
memadai akan mempermudah proses pencarian.
Karena database ini untuk penyimpanan dokumen,
sehingga proses penyimpanannya mirip dengan
perpustakaan. Untuk itu, database ini minimal
memuat beberapa hal sebagai berikut:
1) Jenis dokumen
2) Nama pemrakarsa
3) Lokasi kegiatan
4) Lokasi penyimpanan dokumen
5) dll.
e. Pelaporan
Sub sistem terakhir dalam sistem ini adalah
pelaporan. Pelaporan ini harus dapat dikostumisasi
berdasarkan kebutuhan. Kebutuhan utama pelaporan
adalah penyortiran data. Pengguna utama sub sistem
ini adalah sekretariat komisi penilai Amdal atau
dokumen lingkungan lainnya. Pengambil keputusan
seringkali membutuhkan data-data tertentu terkait
dengan administrasi proses, dalam kurun waktu
tertentu atau dokumen tertentu yang berada pada
lokasi tertentu, akan mudah untuk dilacak dan mudah
untuk dilaporkan apabila didukung dengan sistem
informasi yang baik.
2. Sistem penilaian dokumen lingkungan;
Sistem penilaian dokumen merupakan komponen kedua
dari Sistem Informasi Dokumen Lingkungan. Sistem ini
sangat terkait dengan proses penilaian atau pemeriksaan

23
dokumen itu sendiri. Data-data yang tercantum dalam
dokumen lingkungan akan dimasukkan dalam sistem ini
untuk dapat diolah, dibandingkan dengan data lain,
di”overlay” dengan lokasi tertentu, disortir, dibuat
simulasi, dan didistribusikan kepada stakeholder lain.
Sistem ini terkait dengan proses penilaian yang terdiri
dari beberapa sub sistem adalah sebagai berikut:
a. Database kualitas lingkungan hidup;
b. Database peran serta masyarakat;
c. Wilayah studi;
d. Proses pelingkupan, prakiraan dampak, dan evaluasi
dampak;
e. RKL dan RPL;
f. Pelaporan.
Secara detail, penjelasan sub sistem yang ada
didalamnya adalah sebagai berikut:
a. Database kualitas lingkungan hidup;
Sub sistem database kualitas lingkungan hidup
merupakan sub sistem yang dapat menyimpan,
menyaring, dan mengolah data dan informasi yang
terkandung pada dokumen lingkungan, terutama
pada dokumen Amdal yang tercantum di dalam bab
penjelasan rona awal. Mengingat data ini merupakan
potret kondisi awal lingkungan sebelum adanya
kegiatan, maka data ini harus dapat digunakan
sebagai baseline data dalam rangka proses prakiraan
dampak dan evaluasi dampak. Secara umum, data-
data tersebut berbentuk numerik dan tabular. Dalam
proses pengolahan lebih lanjut, data-data tersebut
harus di ”input” satu persatu agar dapat diolah.
Secara umum, data-data kualitas lingkungan yang
akan dimasukkan adalah data kualitas air, data
kualitas udara, data kualitas air sungai, data kualitas
air laut, data keanekaragaman hayati, dan data-data
lain yang relevan dengan kualitas lingkungan.
24
b. Database peran serta masyarakat;
Sub sistem database peran serta masyarakat
merupakan sub sistem yang dapat mengumumkan
kegiatan, menerima, menyimpan, menyaring, dan
mengolah saran, pendapat, dan tanggapan
masyarakat.
c. Wilayah studi;
Subsistem wilayah studi merupakan sub sistem yang
terkait dengan lokasi tapak kegiatan. Data dan
informasi yang akan dimasukkan dalam sub sistem ini
berupa peta tapak kegiatan/proyek, peta administrasi
wilayah, peta batas sosial, peta batas ekologis, dan
peta lain yang relevan dengan rencana kegiatan ini.
Untuk mempermudah proses pengolahan data dan
proses penilaian dokumen, peta-peta tersebut
dimasukkan dalam bentuk file “.shp”.
d. Proses pelingkupan, prakiraan dampak, dan evaluasi
dampak;

Gambar 8. Data proses pelingkupan, prakiraan, dan evaluasi


dampak

Sub sistem pelingkupan, prakiraan dampak, dan


evaluasi dampak berisi seluruh proses pelingkupan
sampai dengan evaluasi dampak. Data-data yang

25
diperlukan sebagai masukan data dalam sub sistem
ini meliputi:

1) Metode studi
2) Hasil analisis
3) Hasil evaluasi

Seluruh metode studi, mulai dari metode


pengumpulan data, metode analisis data, metode
prakiraan dampak, dan metode evaluasi dampak,
akan dimasukkan untuk setiap dampak penting
hipotetik. Proses input data ini akan terus dilakukan
sampai dengan hasil evaluasi. Sehingga akan
didapatkan satu kesatuan data dan informasi yang
utuh untuk setiap Dampak Penting Hipotetik.
e. RKL dan RPL;
Sub sistem RKL dan RPL merupakan sub sistem yang
paling dinamis, karena sub sistem ini mengandung
data dan informasi yang akan terus diperbarui (up
date). Dalam sub sistem RKL dan RPL, mengandung
data minimal sebagai berikut:
Rencana Pengelolaan Lingkungan
1) Dampak lingkungan yang dikelola
2) Sumber dampak
3) Indikator keberhasilan pengelolaan lingkungan
4) Bentuk pengelolaan
5) Lokasi pengelolaan
6) Periode pengelolaan
7) Pelaksana pengelolaan
8) Pengawas pengelolaan
9) Penerima laporan pengelolaan
Rencana Pemantauan Lingkungan
1) Jenis dampak
2) Indikator/parameter
3) Sumber dampak
26
4) Metode pengumpulan dan analisis data
5) Lokasi pantau
6) Jangka waktu/frekuensi
7) Pelaksana pemantauan
8) Pelaksana pengawasan
9) Penerima laporan
Sifat dinamis pada sub sistem ini adalah setelah
pemrakarsa melakukan proses pemasukan data awal
sesuai dengan kesepakatan Komisi Penilai Amdal,
selanjutnya untuk hasilnya terus dilaporkan setiap
periode. Sub sistem ini akan terkait dengan Sistem
Pelaporan Pelaksanaan Izin Lingkungan yang akan
dijelaskan pada bab selanjutnya.
f. Pelaporan.
Sebagaimana pada sub sistem pada sistem
sebelumnya, sub sistem ini adalah pelaporan. Karena
sistem ini lebih terkait pada proses penilaian, dan
para pengguna adalah anggota tim teknis dan
anggota komisi penilai Amdal, maka dalam sub sistem
pelaporan harus dapat dikostumisasi berdasarkan
kebutuhan. Kebutuhan utama pelaporan pada sistem
ini adalah penyortiran dan pengolahan data,
membandingkan data evaluasi dengan data
lingkungan atau data peran serta masyarakat,
sehingga dapat mempermudah proses penilaian.
3. Sistem pelaporan pelaksanaan izin lingkungan
Sistem ini merupakan sistem terakhir dari keseluruhan
Sistem Informasi Dokumen Lingkungan. Meski demikian,
sistem ini merupakan sistem yang akan paling sering
digunakan, karena proses pelaksanaan izin lingkungan
yang tercantum dalam RKL RPL merupakan proses
dinamis. Terkait dengan sistem sebelumnya, dalam
sistem ini minimal akan mencakup data-data terkait
dengan:
27
1) Data kualitas air
2) Data kualitas udara
3) Data kerusakan lingkungan hidup
4) Data limbah B3
5) Data-data lain sesuai yang tercantum dalam
kewajiban pada izin lingkungan

Data-data ini akan diinput secara periodik sehingga


kondisi lingkungan dan pengelolaan lingkungan pada
tapak proyek dapat diketahui secara berurutan waktu
dan pada saat itu juga (data series dan real time).
Sistem ini akan dapat mengolah/menganalisis data-data
tersebut minimal dengan pendekatan sebagai berikut:
1) analisis tingkat kecenderungan
2) analisis tingkat kritis
3) analisis tingkat ketaatan.

E. Aplikasi Sistim Informasi dalam Penyusunan dan


Penilaian Dokumen Amdal/UKL-UPL
Sistim informasi pada umumnya melakukan pengelolaan
terhadap informasi yang diterimanya seperti menyimpan,
mengambil, mengubah, mengolah dan mengkomunikasikan
informasi yang diterima. Selama ini Kementerian
Lingkungan Hidup telah menjalankan sistim informasi
Amdal dan UKL-UPL ini melalui media “Paper Based” yaitu
penyusunan dan penyampaian dokumen Amdal dan UKL-
UPL berdasarkan pada dokumen yang menggunakan
kertas. Tanggapan yang diberikan KLH terhadap dokumen
yang masukpun disampaikan dengan menggunakan “Paper
Based”.
Seiring berjalannya waktu, jumlah dokumen Amdal dan
UKL-UPL yang harus dikaji dan ditindaklanjutipun terus
bertambah, sehingga pengelolaan terhadap
informasi/dokumen yang semakin banyak akan memerlukan
ruang dan waktu yang lebih besar pula. Dilain pihak,
28
menganalisa dan kajian terhadap dokumen/informasi harus
dilakukan dengan cepat, sehingga kinerja staff perlu terus
ditingkatkan. Untuk itu KLH merasa perlu untuk
meningkatkan pelayanan masyarakat dengan merubah
sistim informasi Amdal dan UKL-UPLnya dari paper based
menjadi web based yang bisa dilacak informasinya
diberbagai tempat dan waktu.
1. Sistim Informasi dalam Proses Penyusunan Dokumen
Izin Lingkungan
Dalam proses penerbitan izin lingkungan, penerapan
sistim informasi harus diterapkan mulai dari proses
penyusunan Amdal sampai proses penilaian Amdal.
Dalam proses penyusunan Amdal, penyusun Amdal
dituntut untuk menyediakan informasinya tidak hanya
dalam bentuk paper based saja tetapi juga harus
menyediakan informasi dalam bentuk web based
sehingga masyarakat dan pihak terkait lainnya dapat ikut
melihat informasi yang disediakannya melalui web site.
2. Sistim Informasi dalam Proses Penilaian Dokumen Izin
Lingkungan
Dalam proses penilaian Amdal, komisi Amdal dalam
proses penilaian Amdal perlu memanfaatkan sistim
informasi geografi (GIS) untuk melihat kelayakan
rencana kegiatan yang sedang dinilai Amdalnya. Dengan
menggunakan sistim informasi geografi (GIS) diharapkan
tidak akan ada lagi izin yang dikeluarkannya tumpang
tindih dengan izin yang lainnya. Belakangan ini sering
terjadi kasus adanya tumpang tindih kegiatan yang
berbeda di lokasi yang sama. Dengan menggunakan
GIS, penilai Amdal dapat melihat ada tidak adanya
kegiatan lain yang sudah mendapat izin di lokasi yang
direncanakan.

29
F. Rangkuman
Terkait dengan sistem informasi dokumen lingkungan,
banyaknya data dalam dokumen lingkungan serta
banyaknya stakeholders yang terlibat, baik dalam proses
penyusunan, proses penilaian, sampai dengan proses
pengawasan, mengakibatkan sistem informasi dokumen
lingkungan sangat penting. Urutan kegiatan yang saling
berhubungan dalam admistrasi proses penilaian sampai
dengan penerbitan surat keputusan kelayakan lingkungan
harus tercatat dengan baik. Data-data kualitas lingkungan
hidup yang tercantum dalam rona awal, data-data
prakiraan dampak, serta data-data hasil pengawasan
merupakan sarana untuk mengetahui kualitas lingkungan
hidup “with and without project”. Saran, pendapat, dan
tanggapan masyarakat juga sangat penting untuk
dirangkum, ditanggapi, dan disimpan secara rapi, untuk
dapat diakomodasi kebutuhannya. Mengingat sedemikian
kompleks dan pentingnya data, informasi, serta proses
administrasi dokumen lingkungan, maka penyusunan
sistem informasi dokumen lingkungan mutlak diperlukan.
Sistem informasi dokumen lingkungan ini akan dapat
melakukan penyimpanan data, pemanggilan kembali data,
pemrosesan/pengolahan data, penyimpanan data, dan
pendistribusian data sebagai sarana untuk perencanaan,
kontrol/pengendalian, analisis, dan yang paling utama
adalah untuk pengambilan keputusan.

G. Latihan
1. Apa yang dimaksud dengan system informasi?
2. Dalam hal pembangunan sistem informasi dokumen
lingkungan, secara umum sebutkan 3 (tiga) komponen
sistem utama yang saling terintegrasi!

30
BAB III
SISTEM INFORMASI DOKUMEN LINGKUNGAN
BERBASIS WEB-SITE
Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta diklat
diharapkan dapat memahami Sistim Informasi Dokumen
Lingkungan (Amdal, UKL-UPL dan Izin Lingkungan)

A. Aplikasi Sistem Informasi Dokumen Lingkungan


Saat ini Kementerian Lingkungan Hidup sedang
mengembangkan Sistim Informasi Dokumen Lingkungan
dengan nama Dokumentasi Amdal dan UKL-UPL atau
disingkat menjadi DADU-online. Sistem ini merupakan
sistem informasi berbasis jaringan (web based database)
yang dapat diakses melalui www.dadu-online.com. Sistem
ini dikembangkan untuk membantu penyelenggaraan
proses Amdal dan UKL-UPL di tiap tingkat pemerintahan.
Sistin informasi ini akan mempermudah masyarakat dalam
memanfaatkan data yang terdapat di dalam dokumen
Amdal dan UKL-UPL, mempermudah Sekretariat Komisi
Penilai Amdal dalam melakukan pemeriksaan dokumen
Amdal dan UKL-UPL, dan membimbing pemrakarsa atau
konsultan dalam penyusun dokumen Amdal dan UKL-UPL.
DADU ini memberikan ruang kepada pihak pemrakarsa
untuk memberikan informasi dan progresnya dalam
penyusunan izin lingkungan atau Amdal melalui “modul
susun lapor”. Begitu pula pihak instansi lingkungan terkait
dapat menyampaikan informasi mengenai kelayakan Amdal
atau UKL-UPL suatu perusahaan melalui “modul Instansi
lingkungan”. Keberadaan sistim informasi ini membantu
masyarakat umum untuk mengetahui rencana dan
perkembangan pengelolaan lingkungan yang sedang dan
akan dilakukan oleh suatu rencana kegiatan usaha yang
akan beroperasi di daerah tertentu.

31
DADU merupakan salah satu sistim informasi yang
memberikan informasi tentang pengelolaan lingkungan
lainnya. Pengembangan terus dilakukan untuk
meningkatkan kehandalan sistem ini. Diharapkan
keberadaan sistim informasi Amdal akan saling melengkapi
sistim informasi lingkungan lainnya seperti sistim perizinan
lingkungan, dan sistim geospasial.
Aplikasi DADU terus dalam proses pengembangan untuk
dapat digunakan secara maksimal dalam proses penilaian.
Sebagaimana telah dijelaskan pada bab sebelumnya, dalam
hal komponen sistem informasi dokumen lingkungan,
aplikasi DADU masih pada tahapan sistem yang pertama
dan pada tahap awal sistem kedua, yaitu Sistem pelayanan
publik sekretariat komisi penilai Amdal dan dokumen
lingkungan lainnya dan tahap awal Sistem Penilaian
Dokumen Lingkungan.

B. Filosofi DADU
Sistim Informasi DADU (Dokumentasi Amdal dan UKL-UPL)
adalah suatu perangkat pengelola informasi berbasis web
yang disediakan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH)
untuk mendukung pelaksanaan proses Amdal (Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan Hidup) dan UKL-UPL (Upaya
Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan
Lingkungan) di tiap instansi lingkungan.
Secara umum, gambaran umum aplikasi DADU adalah
sebagaimana Gambar 9 diatas menunjukkan alur proses
aplikasi DADU online. Secara umum, Aplikasi DADU
berperan sebagai pusat komunikasi antara pihak
pemrakarsa, instansi lingkungan, dan sekretariat komisi
penilai Amdal. Situs ini mengatur akses pemrakarsa untuk
memulai penggunaan DADU. Penyampaikan informasi
substansi dokumen Amdal/UKL-UPL dapat dilakukan melalui
Modul Susun yang tersedia di situs ini.
32
Gambar 9. Alur proses aplikasi DADU

Publik dapat melihat seluruh dokumen Amdal/UKL-UPL


yang sudah disetujui instansi lingkungan. Situs ini juga
menyediakan fasilitas untuk mendownload manual DADU.
Terdapat 2 (dua) bagian utama yang disebut Boks Kegiatan
dan Boks Instansi Lingkungan. Boks Kegiatan merupakan
“milik” dari pemrakarsa kegiatan, sedangkan boks instansi
lingkungan merupakan “milik” instansi lingkungan. Seluruh
proses ada dalam boks tersebut.
Boks Kegiatan terdiri dari 2 (dua) modul, yaitu Modul Susun
dan Modul Lapor. Ini merupakan modul untuk membantu
pemrakarsa mengisi substansi dokumen Amdal/UKL -UPL ke
dalam DADU
Pada Boks Instasi Lingkungan, terdiri dari 3 (tiga) modul,
yaitu Modul Periksa, Modul Gerbang, dan Modul Kendali.
Bagian ini untuk membantu petugas instansi lingkungan
(dan Sekretariat Amdal) mengelola berbagai informasi
33
dokumen Amdal/UKL-UPL dan mencatat kronologi
pemrosesan administrasinya. Modul ini juga dapat
membantu pemeriksaan ketepatan & kelengkapan informasi
dari dokumen Amdal/UKL-UPL.

C. Fungsi Sistim Informasi DADU


Sistim Informasi DADU memiliki fungsi utama untuk
mendokumentasikan, mengolah, menyaring, dan
mempermudah pemanfaatan informasi dan data lingkungan
yang diperoleh dari pengerjaan dokumen Amdal/ UKL-UPL.
Fungsi-fungsi lain dari DADU adalah:
• Memastikan dokumen-dokumen Amdal/UKL-UPL memiliki
substansi yang lengkap, konsisten, dan
berkesinambungan
• Membuat rangkuman dari dokumen-dokumen
Amdal/UKL-UPL sehingga mempermudah Komisi Penilai
dan pimpinan daerah dalam memberikan keputusannya.
• Menampilkan informasi dan data lingkungan yang
diperoleh melalui dokumen Amdal/UKL-UPL kepada
publik.
• Membantu keteraturan administrasi pemrosesan
dokumen Amdal/UKL-UPL.
Pola pengisian Modul Susun & Lapor, melalui serangkaian
formulir elektoniknya, akan menggiring Pemrakarsa untuk
menyusun substansi dokumennya secara runut sesuai
struktur dan terminologi yang ditentukan.

D. Situs DADU
Situs DADU (www.dadu-online.com) dirancang sebagai
pusat pertukaran informasi (information hub) antara para
pengguna DADU (pemrakarsa, sekretariat, dan instansi
lingkungan), publik, dan pengelola DADU. Pemrakarsa
dapat menyampaikan (atau meng-upload) informasinya
melalui situs DADU, dan pihak instansi lingkungan dapat
34
men-download informasi yang dikirim pemrakarsa dari situs
ini. Publik dapat melihat seluruh informasi dokumen
Amdal/UKL-UPL yang sudah disetujui instansi lingkungan.
Penggunaan DADU memang harus diawali dengan
meregistrasi nama calon user di Situs DADU. User
teregistrasi kemudian akan memiliki space khusus di
internet server dimana semua informasi dokumen
Amdal/UKL-UPL nya nanti akan tersimpan.
Situs DADU juga harus digunakan untuk menginisiasi
penggunaan Modul Susun dan Modul Lapor. Seperti nanti
akan dijelaskan di bab tersendiri (sub -bab Inisiasi di bab
Modul Susun ), proses Inisiasi dibutuhkan untuk
memastikan bahwa user Dadu sudah berhubungan dengan
instansi lingkungan yang tepat. Inisiasi juga dibutuhkan
agar user dapat memperoleh nomor identifikasi yang
spesifik untuk rencana kegiatannya.
Tiap instansi lingkungan pengguna DADU juga akan
memiliki laman (page) tersendiri untuk mendownload
informasi dari pemrakarsa dan juga meng -upload informasi
balasannya. Hanya instansi lingkungan yang sudah
mendapat persetujuan KLH yang dapat menggunakan
DADU untuk wilayahnya.
Modul Susun, Modul Lapor dan Modul Instansi Lingkungan
berisi beberapa aplikasi yang memiliki fungsinya sendiri.
Ke-6 aplikasi Modul Susun - DAFTAR, ACUAN, ANALISIS ,
KELOLA&PANTAU, DAFTAR LAPOR dan LAPOR -
dikembangkan sesuai runutan pengerjaan Amdal.
Sedangkan Ke-4 aplikasi Modul Instansi Lingkungan -
GERBANG, PERIKSA, KENDALI , dan BACA - dibuat sesuai
runutan pemeriksaan dokumen Amdal/ UKL-UPL. Seperti
disinggung sebelumnya, penggunaan DADU memanfaatkan
fasilitas internet. Walau demikian, jika diinginkan, semua
aplikasi DADU dapat dikustomisasi untuk dioperasikan

35
MODUL SUSUN dan MODUL LAPOR
1. Modul Susun
Modul Susun dirancang untuk kepentingan pihak
pemrakarsa dalam menyampaikan informasi Amdal.
Modul Susun terdiri dari 4 (empat) buah aplikasi yang
sebaiknya digunakan secara runut. Aplikasi Modul Susun
terdiri atas: DAFTAR, ACUAN, ANALISIS, dan KELOLA
PANTAU.
• Aplikasi DAFTAR
Aplikasi ini digunakan untuk mendaftarkan
pengerjaan dokumennya ke Sekretariat Amdal.
Sumber Informasi yang diperlukan adalah Deskripsi
rencana kegiatan, identifikasi pemrakarsa dan
konsultan penyusun (lembaga dan individu), lokasi
kegiatan (berikut plotting denah tapak kegiatan), dan
perijinan.
• Aplikasi ACUAN
Aplikasi ini berguna untuk menyampaikan informasi
mengenai kerangka acuan atau rencana pelaksanaan
kajian dampak lingkungan. Sumber informasi berasal
dari Dokumen Kerangka Acuan ANDAL. Data dan
informasi yang diinput adalah komponen kegiatan,
dampak potensial, rencana kajian alternatif, daftar
dampak penting hipotetik (sumber dan paparan
dampak) dan rencana prakiraannya, lingkup wilayah
dan waktu kajian, dan rencana evaluasi dampak.
• Aplikasi ANALISIS
Aplikasi ini berguna untuk menyampaikan informasi
mengenai pelaksanaan & hasil kajian (analisis)
dampak lingkungan. Pola data - inputing dalam
ANALISIS membantu Pemrakarsa untuk
menyampaikan informasinya dengan lengkap dan
konsisten sesuai rencananya (dalam ACUAN). Sumber
informasi dari dokumen ANDAL dengan

36
mencantumkan data tentang Pelaksanaan dan hasil
kajian alternative, kajian dan evaluasi dampak,
rekomendasi kelayakan lingkungan.
• Aplikasi KELOLA & PANTAU
Aplikasi ini berfungsi untuk menyampaikan informasi
tentang rencana pengendalian dampak lingkungan
dari kegiatannya. Pola data - inputting
KELOLA&PANTAU membantu Pemrakarsa Amdal
untuk menyampaikan informasinya dengan lengkap
dan konsisten sesuai hasil kajiannya (dalam
ANALISIS). Sumber informasi berasal dari Dokumen
RKL-RPL (untuk pengunaan Amdal) atau Dokumen
UKL - UPL. Data-data yang diperlukan adalah Daftar
dampak lingkungan kegiatannya berikut rencana
upaya pengelolaan dan pemantauan lingkungannya,
dan pelaporannya
2. Modul Lapor
Modul Lapor dirancang untuk kepentingan pelaporan
pelaksanaan RKL-RPL dan UKL-UPL saja. Modul Laporn
terdiri dari 2 (dua) buah aplikasi yang sebaiknya
digunakan secara runut. Modul lapor ini terdiri atas dua
buah aplikasi yaitu aplikasi DAFTAR dan LAPOR.
Aplikasi DAFTAR untuk Mendaftarkan pengerjaan
pelaporan ke Sekretariat Amdal. Data yang dimasukkan
berupa deskripsi rencana kegiatan, dampak potensial,
rencana kelola dan rencana pantau. Sedangkan aplikasi
LAPOR merupakan aplikasi yang berfungsi untuk
melaporkan secara berkala hasil pelaksanaan
pengelolaan dan pemantauan dampak. Pola data
inputting dalam LAPOR akan membuat penyampaian
informasi akan sesuai dengan rencananya yang ada
dalam KELOLA & PANTAU. Data yang dimasukkan
bersumber dari laporan pelaksanaan RKL- RPL (untuk
pengunaan Amdal) atau Laporan pelaksanaan UKL- UPL.
37
Jika kita menggunakan DADU untuk pengerjaan
dokumen Amdal maka ke -6 aplikasi yang ada harus
digunakan. Tiap aplikasi sebaiknya digunakan setelah
aplikasi sebelumnya diselesaikan. Sebagai contoh,
ACUAN digunakan setelah DAFTAR terisi lengkap dan
benar. Selanjutnya, ANALISIS digunakan setelah ACUAN
terisi lengkap dan benar.
Modul Susun tidak dapat membuka lebih dari satu jenis
kegiatan dalam suatu waktu. Anda hanya dapat
menggunakan Modul Susun dan Modul Lapor untuk satu
rencana kegiatan saja. Saat anda sedang menggunakan
aplikasi KELOLA & PANTAU untuk kegiatan X, maka
aplikasi- aplikasi DAFTAR, ACUAN, dan ANALISIS juga
akan berisi informasi yang berkaitan dengan kegiatan X
saja. Hal ini disebabkan aplikasi aplikasi Modul Susun
dan Modul Lapor memiliki struktur informasi yang
berkesinambungan. Seperti disinggung sebelumnya,
rencana kegiatan anda akan memiliki nomor identifikasi
yang diberikan pihak instansi lingkungan saat anda
melakukan inisiasi pengisian modul tersebut. Nomor ini
bersifat unik dan akan terus melekat di setiap file
aplikasi yang anda kirim nantinya. Nomor identifikasi
akan tampil dalam bagian Kegiatan di aplikasi DAFTAR.
Modul Susun dan Modul Lapor tersedia di Situs DADU
bagi anda yang menginginkan penyampaian informasi
secara langsung pada situs tersebut.

MODUL INSTANSI LINGKUNGAN;


Merupakan modul untuk membantu petugas instansi
lingkungan (dan Sekretariat Amdal) mengelola berbagai
informasi dokumen Amdal/UKL-UPL dan mencatat kronologi
pemrosesan administrasinya. Modul ini juga dapat
membantu pemeriksaan ketepatan & kelengkapan informasi
dari dokumen Amdal/UKL-UPL.

38
Modul ini membantu petugas instansi lingkungan (dan
Sekretariat Amdal) memeriksa, membaca, merekam,
mengolah, menyaring, dan menampilkan berbagai informasi
dokumen Amdal/UKL-UPL. Modul ini juga memungkinkan
petugas instansi lingkungan untuk:
- Mencatat langkah-langkah kegiatan (kronologis)
administasi pemrosesan dokumen Amdal/UKL-UPL yang
dilakukan pihak sekretariat Amdal.
- Mengirimkan informasi umpan-balik ke pemrakarsa
berkaitan dengan kelengkapan dan ketepatan informasi
Amdal /UKL-UPL yang disampaikan pemarakarsa. Modul
Instansi LIngkungan terdiri dari 4 (empat) buah aplikasi
yang dirancang sesuai runutan pemeriksaan dokumen
Amdal UKL-UPL.

Aplikasi dalam MODUL INSTANSI LINGKUNGAN terdiri atas


empat aplikasi yaitu: GERBANG, PERIKSA, KENDALI, dan
BACA.
1. Aplikasi GERBANG
Aplikasi ini merupakan pintu pertukaran informasi antara
Sekretariat Amdal dengan Pemrakarsa (melalui Situs
DADU), termasuk untuk mengirimkan nota perbaikan
dan persetujuan. GERBANG akan menerima file DAFTAR,
ACUAN, ANALISIS, KELOLA&PANTAU, dan LAPOR dari
Pemrakarsa, memeriksa kelengkapannya, dan
menyalurkannya ke aplikasi- aplikasi Modul Sekretariat
lainnya. Penanganan DAFTAR, ACUAN, ANALISIS,
KELOLA- PANTAU, dan LAPOR.
2. Aplikasi PERIKSA
Aplikasi ini digunakan untuk Membaca dan memeriksa
substansi file Pemrakarsa (kecuali DAFTAR dan LAPOR)
yang sudah dinyatakan le ngkap dan sesuai oleh
GERBANG. Penanganan ACUAN, ANALISIS, KELOLA-
PANTAU.

39
3. Aplikasi KENDALI
Aplikasi ini digunakan untuk membaca dan memeriksa
kesesuaian file LAPOR yang dinyatakan lengkap dan
sesuai oleh GERBANG. Penanganan LAPOR.
4. Aplikasi BACA
Aplikasi ini digunakan untuk membaca informasi dari
seluruh file AmdaL/UKL-UPL dan laporan pelaksanaan
RKL- RPL/UKL- UPL yang sudah disetujui. Penanganan
DAFTAR, ACUAN, ANALISIS, KELOLA- PANTAU, dan
LAPOR.
Secara detail cara penggunaan DADU online dapat
dibaca dalam buku manual dan dapat lihat melalui video
yang dapat didownload di www.dadu-online.com.

E. Pengembangan Aplikasi Sistem Informasi Dokumen


Lingkungan
DADU adalah salah satu sistem informasi dokumen
lingkungan yang dikembangkan KLH pada saat ini.
Pengembangan DADU terus dilakukan. Aplikasi tersebut
saat ini baru berfungsi sebagai “pencatat online” dan belum
dapat melakukan pengolahan data-data secara mandiri
(otomatis) sehingga dapat mengubah data menjadi
informasi yang dapat dijadikan sebagai alat pengambilan
keputusan.
Saat ini, sistem informasi dokumen lingkungan tersebut
akan dikembangkan dengan cakupan sebagai berikut:
a. Daftar Informasi Publik (DIP) terkait Amdal, UKL-UPL
dan Izin Lingkungan;
b. Formulir isian elektronik penyusunan dokumen
lingkungan hidup (i.e. KA, ANDAL dan RKL-RPL serta
UKL-UPL);
c. Sistem penilaian Amdal dan pemeriksaan UKL-UPL
secara elektronik;

40
d. Formulir isian elektronik penyampaian saran, pendapat
dan tanggapan masyakat dalam proses Amdal dan izin
lingkungan;
e. Sistem pengelolaan dokumentasi hasil penyampaian
saran, pendapat dan tanggapan masyakat dalam proses
Amdal dan izin lingkungan secara elektronik;
f. Formulir isian elektronik pelaporan pelaksanaan
persyaratan dan kewajiban dalam Izin Lingkungan;
g. Sistem pengelolaan hasil pelaporan pelaksanaan
persyaratan dan kewajiban dalam Izin Lingkungan
secara elektronik;
h. Sistem Informasi Geografis (SIG) Amdal, UKL-UPL dan
Izin Lingkungan.
Dimana database tersebut nantinya minimal akan berisi
tentang:
a. Kebijakan atau peraturan perundangan terkait Amdal,
UKL-UPL dan Izin Lingkungan;
b. Pedoman atau panduan teknis terkait Amdal, UKL-UPL
dan Izin Lingkungan;
c. Kelembagaan Amdal, UKL-UPL dan Izin Lingkungan;
d. Sumber daya manusia;
e. Proses Amdal, UKL-UPL dan Izin Lingkungan;
f. Pelaksanaan persyaratan dan kewajiban dalam Izin
Lingkungan;
g. Informasi geospasial Amdal, UKL-UPL dan Izin
Lingkungan;

F. Rangkuman
Situs (www.dadu-online.com) dirancang sebagai pusat
pertukaran informasi (information hub) antara para
pengguna DADU (pemrakarsa, sekretariat, dan instansi
lingkungan), publik, dan pengelola DADU. Pemrakarsa
dapat menyampaikan (atau meng-upload) informasinya
melalui situs DADU, dan pihak instansi lingkungan dapat

41
men-download informasi yang dikirim pemrakarsa dari situs
ini. Publik dapat melihat seluruh informasi dokumen
Amdal/UKL-UPL yang sudah disetujui instansi lingkungan.
Pengembangan aplikasi terus menerus dilakukan untuk
dapat mempermudah proses penilaian.

G. Latihan
1. Sebutkan 4 (empat) buah aplikasi yang digunakan
secara runut dalam Modul Susun!
2. Sebutkan 2 (dua) buah aplikasi yang digunakan secara
runut dalam Modul lapor!
3. Sebutkan 3 (tiga) buah aplikasi yang digunakan secara
runut dalam Modul Instansi Lingkungan!

42
BAB IV
PEMANFAATAN SISTIM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)

Setelah mengikuti materi ini peserta diharapkan dapat


memahami manfaat SIG dalam proses penilaian dokumen
Lingkungan

A. Pengertian SIG
Sistem Informasi Geografis (bahasa Inggris: Geographic
Information System disingkat GIS) adalah sistem informasi
khusus yang mengelola data yang memiliki informasi
spasial (bereferensi keruangan). Atau dalam arti yang lebih
sempit, adalah sistem komputer yang memiliki kemampuan
untuk membangun, menyimpan, mengelola dan
menampilkan informasi berefrensi geografis, misalnya data
yang diidentifikasi menurut lokasinya, dalam sebuah
database. Para praktisi juga memasukkan orang yang
membangun dan mengoperasikannya dan data sebagai
bagian dari sistem ini.
Teknologi Sistem Informasi Geografis dapat digunakan
untuk investigasi ilmiah, pengelolaan sumber daya,
perencanaan pembangunan, kartografi dan perencanaan
rute. Misalnya, SIG bisa membantu perencana untuk secara
cepat menghitung waktu tanggap darurat saat terjadi
bencana alam, atau SIG dapat digunaan untuk mencari
lahan basah (wetlands) yang membutuhkan perlindungan
dari polusi.

B. Manfaat SIG (Sistem Informasi Geografis) di


Berbagai Bidang:
Untuk Manajemen Tata Guna lahan
Pemanfaatan dan penggunaan lahan merupakan bagian
kajian geografi yang perlu dilakukan dengan penuh
pertimbangan dari berbagai segi. Tujuannya adalah untuk
43
menentukan zonifikasi lahan yang sesuai dengan
karakteristik lahan yang ada. Misalnya, wilayah
pemanfaatan lahan di kota biasanya dibagi menjadi daerah
pemukiman, industri, perdagangan, perkantoran, fasilitas
umum,dan jalur hijau. SIG dapat membantu pembuatan
perencanaan masing-masing wilayah tersebut dan hasilnya
dapat digunakan sebagai acuan untuk
pembangunanutilitas-utilitas yang diperlukan. Lokasi dari
utilitas-utilitas yang akan dibangun di daerah perkotaan
(urban) perlu dipertimbangkan agar efektif dan tidak
melanggar kriteria-kriteria tertentuyang bisa menyebabkan
ketidakselarasan. Contohnya, pembangunan tempat
sampah. Kriteria-kriteria yang bisa dijadikan parameter
antara lain: di luar area pemukiman, berada dalam radius
10 meter dari genangan air, berjarak 5 meter dari jalan
raya, dan sebagainya. Dengan kemampuan SIG yang bisa
memetakan apa yang ada di luar dan di dalam suatu area,
kriteria-kriteriaini nanti digabungkan sehingga
memunculkan irisan daerah yang tidak sesuai, agak sesuai,
dan sangat sesuai dengan seluruh kriteria. Di daerah
pedesaan (rural) manajemen tata guna lahan lebih banyak
mengarah ke sektor pertanian. Dengan terpetakannya
curah hujan, iklim, kondisitanah, ketinggian, dan keadaan
alam, akan membantu penentuan lokasi tanaman, pupuk
yang dipakai, dan bagaimana proses pengolahan lahannya.
Pembangunan saluran irigasi agar dapat merata dan
minimal biayanya dapat dibantu dengan peta sawah
ladang, peta pemukiman penduduk, ketinggian masing-
masing tempat dan peta kondisi tanah. Penentuan lokasi
gudang dan pemasaran hasil pertanian dapat terbantu
dengan memanfaatkan peta produksi pangan,
penyebarankonsumen, dan peta jaringan transportasi.
Selain untuk manajemen pemanfaatan lahan, SIG juga
dapat membantu dalam hal penataan ruang. Tujuannya
adalah agar penentuan pola pemanfaatan ruang

44
disesuaikan dengan kondisi fisik dan sosial yang ada,
sehingga lebih efektif dan efisien. Misalnya penataan ruang
perkotaan, pedesaan, permukiman, kawasan industri, dan
lainnya.
Untuk Inventarisasi sumber daya alam
Secara sederhana manfaat SIG dalam data kekayaan
sumber daya alamialah sebagai berikut:
- Untuk mengetahui persebaran berbagai sumber daya
alam, misalnya minyak bumi, batubara, emas, besi dan
barang tambang lainnya.
- Untuk mengetahui persebaran kawasan lahan, misalnya:
Kawasan lahan potensial dan lahan kritis; Kawasan
hutan yang masih baik dan hutan rusak; Kawasan lahan
pertanian dan perkebunan; Pemanfaatan perubahan
penggunaan lahan; Rehabilitasi dan konservasi lahan.
- Untuk pengawasan daerah bencana alam

Kemampuan SIG untuk pengawasan daerah bencana alam,


misalnya: Memantau luas wilayah bencana alam;
Pencegahan terjadinya bencana alam pada masa datang;
Menyusun rencana-rencana pembangunan kembali daerah
bencana; Penentuan tingkat bahaya erosi; Prediksi
ketinggian banjir; Prediksi tingkat kekeringan.
Untuk Bidang sosial
Selain dalam inventarisasi sumber daya alam dan
perencanaan pola pembangunan, SIG juga dapat
dimanfaatkan dalam bidang sosial. Dalam bidang sosial SIG
dapat dimanfaatkan pada hal-hal berikut:
- Mengetahui potensi dan persebaran penduduk.
- Mengetahui luas dan persebaran lahan pertanian serta
kemungkinan pola drainasenya.
- Untuk pendataan dan pengembangan jaringan
transportasi.
- Untuk pendataan dan pengembangan pusat-pusat
pertumbuhan dan pembangunan.
45
- Untuk pendataan dan pengembangan permukiman
penduduk, kawasan industri, sekolah, rumah sakit,
sarana hiburan dan rekreasi serta perkantoran.

Untuk pengawasan daerah bencana alam


Kemampuan SIG untuk pengawasan daerah bencana alam,
misalnya:
- Memantau luas wilayah bencana alam;
- Pencegahan terjadinya bencana alam pada masa
datang;
- Menyusun rencana-rencana pembangunan kembali
daerah bencana;
- Penentuan tingkat bahaya erosi;
- Prediksi ketinggian banjir;
- Prediksi tingkat kekeringan.

Untuk Perencanaan Wilayah dan Kota


Kemampuan SIG dalam perencanaan Wilayah dan Kota
Antara lain:
- Untuk bidang sumber daya, seperti kesesuaian lahan
pemukiman, pertanian, perkebunan, tata guna lahan,
pertambangan dan energi, analisis daerah rawan
bencana.
- Untuk bidang perencanaan ruang, seperti perencanaan
tata ruang wilayah, perencanaan kawasan industri,
pasar, kawasan permukiman, penataan sistem dan
status pertahanan.
- Untuk bidang manajemen atau sarana-prasarana suatu
wilayah, seperti manajemen sistem informasi jaringan air
bersih, perencanaan dan perluasan jaringan listrik.
- Untuk bidang pariwisata, seperti inventarisasi pariwisata
dan analisis potensi pariwisata suatu daerah.
- Untuk bidang transportasi, seperti inventarisasi jaringan
transportasi publik, kesesuaian rute alternatif,
perencanaan perluasan sistem jaringan jalan, analisis
kawasan rawan kemacetan dan kecelakaaan.
46
- Untuk bidang sosial dan budaya, seperti untuk
mengetahui luas dan persebaran penduduk suatu
wilayah, mengetahui luas dan persebaran lahan
pertanian serta kemungkinan pola drainasenya,
pendataan dan pengembangan pusat-pusat
pertumbuhan dan pembangunan pada suatu kawasan,
pendataan dan pengembangan pemukiman penduduk,
kawasan industri, sekolah, rumah sakit, sarana hiburan
dan perkantoran.

C. Pemanfaatan SIG Dalam Proses Penilaian Dan


Pemberian Rekomendasi Dokumen Lingkungan
Amdal dan UKL:-UPL pada dasarnya merupakan dokumen
lingkungan hidup yang menyediakan informasi yang
diperlukan untuk proses pengambilan keputusan (i.e.
Penerbitan Izin Lingkungan, Kredit Perbankan, dokumen
lelang untuk Proyek KPS dalam kaitannya dengan
Penjaminan Investasi, Due Diligence, pengawasan
lingkungan).
Data dan Informasi yang terdapat dalam dokumen Amdal
atau UKL-UPL antara lain adalah:
1) Lokasi rencana usaha dan/atau kegiatan;
2) Sumber dampak dan dampak lingkungan yang terjadi di
dalam ruang dan waktu tertentu termasuk komponen
lingkungan dan masyarakat apa saja yang terkena
dampak;
3) Komitmen pemrakarsa dan upaya yang akan dilakukan
untuk mengelola dampak lingkungan yang terjadi
termasuk mitigasi dan pemantauannya dalam ruang dan
waktu tertentu.

Data dan Informasi tersebut pada dasarnya terdiri dari:


data dan informasi deskriptif, data dan informasi tabular
dan data dan informasi geospasial.

47
Gambar 10. Data dan informasi geospasil dari dokumen Amdal

Gambar 11. Diagram Alir Prosedur Penilaian KA secara Makro


dan informasi geospasial
48
Data & informasi Geospatial dalam Dokumen Kerangka
Acuan (KA) yang wajib disampaikan oleh pemrakarsa
kepada sekretariat KPA antara lain adalah:
1) Batas tapak proyek;
2) Rona lingkungan hidup awal (environmental setting);
a. Komponen lingkungan hidup terkena dampak (geo-
fisik-kimia, biologi, sosekbud, kesmas);
b. Usaha dan/atau kegiatan disekitar.
3) Batas ekologis;
4) Batas sosial;
5) Batas Administratif;
6) Batas wilayah studi;

Gambar 12. Data dan informasi geospasial dalam Proses


Penilaian KA

49
Gambar 13. Contoh Konteks Pemanfaatan Data dan informasi
geospasial dalam Proses Penilaian KA

Gambar 14.Data dan informasi geospasial dalam Proses


Pemeriksaan UKL-UPL dan Penerbitan Izin Lingkungan
50
Data & informasi Geospatial dalam Dokumen ANDAL dan
RKL-RPL yang wajib disampaikan oleh pemrakarsa kepada
sekretariat KPA antara lain adalah:
1) Batas tapak project dan batas wilayah studi;
2) Rona Lingkungan hidup rinci (environmental setting)
3) Hasil Prakiraan Dampak;
4) Hasil evaluasi secara holistik;
5) Lokasi RKL-RPL
Data & informasi Geospatial dalam UKL-UPL yang wajib
disampaikan oleh pemrakarsa kepada instansi lingkungan
hidup antara lain adalah
1) Batas tapak proyek;
2) Peta lokasi pengelolaan dan
3) Peta lokasi pemantauan lingkungan
Instansi lingkungan hidup harus membangun data layer
untuk yang diperlukan untuk melakukan analisis spasial
dalam proses penilaian Amdal atau pemeriksaan UKL-UPL.
Data & Informasi Geospatial yang perlu dikumpulkan dan
dikelola oleh intansi lingkungan hidup dalam sistem
informasi spasial Amdal, UKL-UPL & Izin Lingkungan (DSS)
antara lain adalah:
1) Peta Rencana Tata Ruang;
2) Peta PIPIB;
3) Peta Geo-fisik-kimia i.e. Geologi, tanah, DAS, CAT,
kualitas air ambient, kualitas udara ambien;
4) Peta biodiversity;
5) Peta Kondisi sosekbud i.e. Demografi, masyarakat adat;
6) Peta sebaran usaha dan/atau kegiatan sekitar;
7) Peta daya dukung dan daya tamping.
Data & Informasi geospasial dari dokumen Amdal atau UKL-
UPL dapat dioverlay serta dianalisis dengan data &
Informasi geospasial yang dimiliki dan dikelola oleh Instansi
LH dalam DSS (Proses check and balance terkait data &
Informasi). Dengan demikian, proses penilaian Amdal atau

51
pemeriksaan UKL-UPL dan pengambilan keputusan tidak
hanya berdasarkan data dan informasi dari pihak
pemrakarsa tetapi juga berdasarkan data dan informasi
akurat, terpercaya dan terkini yang dimiliki oleh instansi
lingkungan hidup. Berdasarkan informasi geospasial
tersebut, Instansi Lingkungan Hidup dapat menghasilkan
informasi geospasial terhadap izin lingkungan yang
diterbitkan.
Informasi geospasial izin lingkungan tersebut memuat
informasi antara lain mengenai:
1) ID usaha dan/atau kegiatan yang telah diterbitkan izin
lingkungannya;
2) Nama usaha dan/atau kegiatan yang telah diterbitkan
izin lingkungannya;
3) Nama pemegang izin lingkungan;
4) Lokasi rencana usaha dan/atau kegiatan yang telah
diterbitkan izin lingkungannya;
Informasi geospasial izin lingkungan tersebut akan diupload
atau diinput ke dalam Sistem Informasi Amdal dan UKL-UPL
(DADU);
Diagram alir proses penilan KA, ANDAL dan RKL-RPL serta
pemeriksaan UKL-UPL serta penerbitan Izin Lingkungan
beserta informasi geospatial dapat dilihat pada dilihat pada
gambar dibawah ini.

D. Rangkuman
Keberadaan sistim informasi membantu penyediaan dan
penyampaian informasi antara berbagai pihak terkait yang
akan mempermudah komunikasi antar berbagai pihak
termasuk dengan masyarakat umum. Oleh karena itu guna
meningkatkan kualitas lingkungan hidup, Kementerian
Lingkungan Hidup melalui UU 32 tahun 2009 mengeluarkan
kebijakan yang mendukung dikembangkannya Sistim

52
informasi lingkungan hidup. Sistem informasi lingkungan
hidup yang terkandung dalam SILH paling sedikit memuat
informasi mengenai status lingkungan hidup, peta rawan
lingkungan hidup, dan informasi lingkungan hidup lain.
Teknologi Sistem Informasi Geografis dapat digunakan
untuk investigasi ilmiah, pengelolaan sumber daya,
perencanaan pembangunan, kartografi dan perencanaan
rute. Misalnya, SIG bisa membantu perencana untuk secara
cepat menghitung waktu tanggap darurat saat terjadi
bencana alam, atau SIG dapat digunaan untuk mencari
lahan basah (wetlands) yang membutuhkan perlindungan
dari polusi.

E. Latihan
1. Sebutkan paling sedikit 3 muatan informasi yang harus
terkandung dalam Sistim Informasi Lingkungan Hidup!
2. Apa yang dimaksud dengan Sistim Informasi
Geographic?

53
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Informasi lingkungan hidup akan menentukan arah dan
kebijakan pengelolaan lingkungan lanjutan. Keberadaan
sistim informasi membantu penyediaan dan penyampaian
informasi antara berbagai pihak terkait yang akan
mempermudah komunikasi antar berbagai pihak termasuk
dengan masyarakat umum. Oleh karena itu guna
meningkatkan kualitas lingkungan hidup, Kementerian
Lingkungan Hidup melalui UU 32 tahun 2009 mengeluarkan
kebijakan yang mendukung dikembangkannya Sistim
informasi lingkungan hidup.
Terdapat 3 (tiga) basis data untuk mendukung sistem
informasi dokumen lingkungan yaitu paper based database,
computer based database, dan web based database. Ketiga
komponen ini merupakan tiga hal yang saling terkait dan
saling mem”backup” sehingga tidak dapat ditinggalkan
sepenuhnya antara satu dan lainnya.
Sistim informasi pada umumnya melakukan pengelolaan
terhadap informasi yang diterimanya seperti menyimpan,
mengambil, mengubah, mengolah dan mengkomunikasikan
informasi yang diterima. Selama ini Kementerian
Lingkungan Hidup telah menjalankan sistim informasi
Amdal dan UKL-UPL ini melalui media “Paper Based” yaitu
penyusunan dan penyampaian dokumen Amdal dan UKL-
UPL berdasarkan pada dokumen yang menggunakan
kertas. Tanggapan yang diberikan KLH terhadap dokumen
yang masukpun disampaikan dengan menggunakan “Paper
Based”.
Sistim Informasi Dokumen Lingkungan atau DADU memiliki
fungsi utama untuk mendokumentasikan, mengolah,
menyaring, dan mempermudah pemanfaatan informasi dan
54
data lingkungan yang diperoleh dari pengerjaan dokumen
Amdal/ UKL-UPL. Fungsi-fungsi lain dari DADU adalah:
• Memastikan dokumen-dokumen Amdal/UKL-UPL memiliki
substansi yang lengkap, konsisten, dan
berkesinambungan
• Membuat rangkuman dari dokumen-dokumen Amdal/UKL-
UPL sehingga mempermudah Komisi Penilai dan
pimpinan daerah dalam memberikan keputusannya.
• Menampilkan informasi dan data lingkungan yang
diperoleh melalui dokumen Amdal/UKL-UPL kepada
publik.
• Membantu keteraturan administrasi pemrosesan
dokumen Amdal/UKL-UPL.

B. Tindak Lanjut
Seiring berjalannya waktu, jumlah dokumen Amdal dan
UKL-UPL yang harus dikaji dan ditindaklanjutipun terus
bertambah, sehingga pengelolaan terhadap
informasi/dokumen yang semakin banyak akan memerlukan
ruang dan waktu yang lebih besar pula. Dilain pihak,
menganalisa dan kajian terhadap dokumen/informasi harus
dilakukan dengan cepat, sehingga kinerja staff perlu terus
ditingkatkan. Untuk itu KLH merasa perlu untuk
meningkatkan pelayanan masyarakat dengan merubah
sistim informasi Amdal dan UKL-UPLnya dari paper based
menjadi web based yang bisa dilacak informasinya
diberbagai tempat dan waktu. Untuk lebih memahami dan
menguasai materi ini maka peserta didik diharapkan dapat
mencoba sendiri sistim informasi DADU ini.

55
DAFTAR PUSTAKA

Undang Undang No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan


Pengelolaan Lingkungan Hidup;
Peraturan Presiden No 27 Tahun 2012 tentang Izin
Lingkungan;
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No 19 Tahun 2008
tentang SPM bidang LHD Propinsi dan Kab./Kota:
Pendidikan Teknologi Informasi dan Komunikasi, Dr. Deni
Darmawan, MSi;
Manual Sistim Informasi Dokumen AMDAL dan UKL-UPL
(DADU) 2012, KL;
http://id.wikipedia.org/wiki/Sistem_informasi_geografis,
Oktober 2013;
Industrial Management, Mc Graw Hill, 1960;
Fundamental of System Analysis, John Wiley & Sons Canada,
Limited, 1981;
Prinsip-prinsip Sistem Informasi Managemen, Rajawali press,
2001;
Konsep Dasar Sistem, Hanif Al Fatta, 2007;
Manual Penggunaan Modul Susun & Lapor, Kementerian
Lingkungan Hidup, http://www.dadu-
online.com/downloads/Manual_Susun_Lapor.pdf;
Anonym, 2013, http://apr1l-si.comuf.com/SI.pdf.

56
TIM PENYUSUN MODUL DIKLAT
DASAR-DASAR AMDAL

Pengarah : 1. Dr. Henry Bastaman, MES (Deputi


MENLH Bidang Pembinaan Sarana
Teknis Lingkungan dan
Peningkatan Kapasitas)
2. Drs. Heru Waluyo, M.Com (Kepala
Pusdiklat Kementerian
Lingkungan Hidup)

Penanggung Jawab : Dra. Asri Tresnawati (Kepala Bidang


Pengembangan Kompetensi dan
Kurikulum Pusdiklat Kementerian
Lingkungan Hidup)

Penulis Modul : 1. Drs. Bambang Pramudyanto, M.Sc


2. Drs. Yudi Suyudi
3. Rosliana, ST
4. Ir. Siti Rohmah
5. Ir. Rina Aprishanty, MA
6. Eka Sari Nurhidayati, S.Si

Pereviu Modul : 1. Erik Teguh Primiantoro, S.Hut,


MES
2. Dra. Laksmi Widyajayanti, M.Sc
3. Esther Simon, ST
4. Akhmad Fahrudin, ST
5. Teguh Irawan, SH
6. Sena Pradipta, ST
Editor Modul : 1. Eti Sumiati, S.Si
2. Suryadi Jayanegara, S.Si
3. Drs. Syarifuddin
4. Tri Prayitno, SE
5. Dedit Setiawan, S. AP
6. Umi Asmiyati, SE

Anda mungkin juga menyukai