Anda di halaman 1dari 82

Bab II :

Kerangka Kerja Sanitasi Kota Bogor


2.1. Gambaran Umum Sanitasi Kota Bogor
2.1.1.

Wilayah Administrasi dan Fisik Wilayah

Kota Bogor secara geografis terletak pada 106 48 Bujur


Timur dan 6 36 Lintang Selatan dengan jarak 56 Km dari Ibu
Kota Jakarta.Kedudukan wilayah Kota Bogor berada di tengahtengah wilayah Kabupaten Bogor. Wilayah Administrasi Kota
Bogor terdiri atas 6 kecamatan dan 68 kelurahan, dengan luas
wilayah keseluruhan 11.850 ha. Secara administratif, wilayah
Kota Bogor berbatasan langsung dengan :
Sebelah Utara:

Berbatasan

dengan

Kecamatan Kemang, Bojong Gede, dan


Kecamatan Sukaraja Kabupaten Bogor.
Sebelah Timur
:
Berbatasan
dengan

Kecamatan

Sukaraja

dan

Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor.


Sebelah Barat:
Berbatasan
dengan
Kecamatan

Darmaga

dan

Kecamatan

Ciomas Kabupaten Bogor.


Sebelah Selatan
:
Berbatasan
dengan

Kecamatan

Cijeruk

dan

Kecamatan Caringin Kabupaten Bogor.


Dengan kondisi topografi wilayah Kota Bogor pada dasarnya
bervariasi antara datar dan berbukit (antara 0 - 200 mdpl sampai
dengan >300 mdpl). Kemiringan lereng di Kota Bogor berkisar 0

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI

II 1

2% sampai dengan > 40%. Kemiringan lereng 0 2% (datar)


seluas 1.763,94 ha, 2 15% (landai) seluas 8.091,27 ha, 15
25% (agak curam) seluas 1.109,89 ha, 25 40% (curam) seluas
764,96 ha, dan > 40% (sangat curam) seluas 119,94 ha.

Gambar 2.1
Wilayah Administrasi Kota Bogor

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI

II 2

2.1.2. Kondisi Kependudukan


Jumlah Penduduk di Kota Bogor pada tahun 2009 adalah
sebesar 946.204 jiwa dengan kepadatan penduduk rata-rata 80
jiwa/ha (Tabel 1). Jumlah penduduk terbanyak adalah Kecamatan
Bogor Barat, namun kepadatan penduduk terbesar adalah di
Kecamatan Bogor Tengah. Walaupun demikian, dengan
pertumbuhan penduduk rata-rata per tahun kurang lebih 2,8%,
maka diproyeksikan jumlah penduduk Kota Bogor akan berjumlah

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI

II 3

di atas 1 juta jiwa pada tahun 2013 (Tabel 2). Tingginya


pertumbuhan tersebut disebabkan posisi Kota Bogor berada di
wilayah Jabodetabek. Seiring dengan kondisi pendudk di masa
mendatang, persoalan pengelolaan sanitasi akan semakin
kompleks, sehingga perlu diantisipasi dari saat ini.
Tabel 2.1
Sebaran dan Kepadatan Penduduk Kota Bogor Tahun 2009

No

1
2
3
4
5
6

Sebar
an (%)

Kepadatan
Penduduk
(Jiwa/Ha)

Kategori
Kepadatan

Bogor Selatan

180
270

19

59

Rendah

Bogor Timur

94
722

10

93

Rendah

Bogor Utara

166
943

17

94

Rendah

Bogor Tengah

112
425

11

138

Rendah

Bogor Barat

205
997

21

63

Rendah

Tanah Sareal

185
847

19

99

Rendah

Kota Bogor

946
204

100

80

Kecamatan

Jumlah
Penduduk

Sumber: Master Plan Air Limbah, 2011


Cat.:

Kategori Kepadatan : Tinggi : > 300 people/Ha, Sedang : 150 300 people/Ha, Rendah :
< 150 people/Ha

Tabel 2.2
Proyeksi Penduduk Kota Bogor hingga 2028
No Kecamatan
1
2

Bogor
Selatan

Proyeksi Jumlah Penduduk (Jiwa)


2013

2018

2023

2028

207.064 236.995 271.251 310.460

Bogor Timur 108.896 125.768 145.255 167.761

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI

II 4

Bogor Utara 210.223 261.796 326.022 406.005

4 Bogor Tengah 112.472 115.415 118.435 121534


5

Bogor Barat

231.186 262725

298567

339298

Tanah Sareal 203.901 238984

280103

328296

Jumlah

1.073.74 1.241.68 1.439.63 1.673.35


2
3
3
4

Sumber : RPJP Kota Bogor 2005-2025 pada RTRW Kota Bogor 20112031

Gambar 2.2
Peta Kepadatan Penduduk Kota Bogor Tahun 2008

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI

II 5

2.1.3. Arah Pengembangan Kota Bogor


Arah pengembangan Kota Bogor yang tertuang dalam
Perda No. 8 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Kota Bogor 2011 2031, yang terdiri atas Struktur Ruang dan
Pola Ruang.
a. Struktur Ruang
Struktur ruang Kota Bogor terkait dengan sanitasi adalah
rencana pusat pelayanan dan rencana pengembangan

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI

II 6

infrastruktur kota. Penetapan pusat pelayanan di Kota Bogor


mempertimbangkan proyeksi penduduk, fasilitas eksisting dan
penyebaran fasilitas pelayanan tematik. Pusat pelayanan
tersebut melayani Wilayah Pelayanan, seperti pada Tabel 2.3 dan
Gambar 2.3 berikut ini.
Tabel 2.3
Rencana Pembagian Wilayah Pelayanan (WP) Kota Bogor
2011 2031
WP

Wilayah Cakupan
Bogor Tengah
Sebagian Bogor

Selatan
Sebagian Bogor Timur
Sebagaian Bogor Barat
Sebagian Besar Bogor
Barat
Tanah Sareal

D
E

Wilayah Cakupan &


Pelayanan
Bogor Tengah
Batu Tulis, Bondongan,
Empang
Baranangsiang, Sukasari
Menteng
Sebagian Besar Bogor
Barat
Wilayah perbatasan
Tanah Sareal
Cilendek Barat, Cilendek

sebagian Bogor Barat

TImur, Curugmekar,

Sebagian besar Bogor

Semplak, Curug
Sebagian besar Bogor

Utara
Bogor Selatan
Bogor Timur
Sebagian Bogor Utara

Utara
Bogor Selatan
Bogor Timur
Katulampa, Tanah baru

Pendudu
k 2028

296,180

216,065

427,718

382,509
353,554

Sumber : Perda No. 8 Tahun 2011 RTRW Kota Bogor 2011-2031

Untuk rencana infrastruktur sanitasi meliputi :


1. Rencana jaringan sumber daya air meliputi:

Peningkatan pengelolaan Jaringan Sumberdaya air lintas

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI

II 7

provinsi yaitu Sungai Ciliwung dan Sungai Cisadane;

Peningkatan pengelolaan Jaringan Sumberdaya air lintas


Kabupaten/Kota

yaitu

Sungai

Cipakancilan,

Cibalok,

Ciangke, Ciomas, dan Sungai Cigede;

Peningkatan pengelolaan Wilayah sungai di wilayah kota


yaitu wilayah sungai Ciliwung Cisadane;

Pemeliharaan jaringan irigasi di WP B, WP D, dan WP E;

Sistem pengendalian banjir meliputi normalisasi sungai,


sumur

resapan

di

perumahan,

pembangunan

kolam

retensi di Kelurahan Kedung Waringin, Daerah Kampung


Kramat, Daerah Pacilong dan Kelurahan Mekarwangi;

Konservasi jaringan sumberdaya air dilakukan melalui


kegiatan

perlindungan/

pelestarian

sumber

air

baku

meliputi sungai, situ, danau, air tanah, dan mata air,


pengelolaan kualitas air serta pencegahan pencemaran
air.
2. Rencana infrastrktur Rencana pengembangan sistem jaringan
air minum adalah sebagai berikut:
a) Penyediaan air minum dari sistem jaringan perpipaan
melalui:

Jaringan air baku untuk air minum meliputi jaringan


transmisi dari intake Ciherang Pondok ke instalasi
pengolahan Dekeng, jaringan transmisi dari mata air
Tangkil, Bantar Kambing, Palasari dan Kota Batu;

Peningkatan kapasitas produksi;

Pengembangan dan perluasan daerah pelayanan;

Penurunan tingkat kehilangan air dari produksi 35,77%


(tiga puluh lima koma tujuh puluh tujuh persen) dan
dari distribusi 32,99% (tiga puluh dua koma Sembilan
BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI

II 8

puluh Sembilan persen) menjadi 20 % (dua puluh


persen);

Peningkatan kualitas, kuantitas, dan kontinuitas; dan

Kemitraan dengan swasta dalam pemanfaatan sumber


air.

b) Peningkatan pelayanan sistem non perpipaan melalui:

Pemanfaatan mata air dengan debit kecil, sumur dalam


dan sumur dangkal kolektif pada daerah-daerah yang
tidak terjangkau layanan PDAM Tirta Pakuan terutama
di wilayah Kecamatan Bogor Selatan, Kecamatan Tanah
Sareal, dan Kecamatan Bogor Barat; dan

Perluasan pelayanan sistem non perpipaan

untuk

memenuhi kebutuhan pelayanan air minum.


c) Konservasi terhadap sumber air baku;
d) Pembukaan peluang bagi pihak swasta dalam penyediaan
dan pengelolaan air minum kota serta pemberdayaan
masyarakat

dalam

pengelolaan

sumber

air

minum

terutama pada sumber-sumber mata air yang berada di


dalam perumahan.
Gambar 2.3
Rencana Struktur Ruang Kota Bogor

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI

II 9

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI

II 10

3. Rencana pengembangan sistem pengelolaan air limbah


adalah sebagai berikut:

Pembangunan jaringan perpipaan air limbah Kota;

Pengembangan jaringan perpipaan air limbah dan Instalasi


Pengolahan Air Limbah (IPAL) kolektif untuk air limbah
rumah tangga dan limbah lainnya di setiap kawasan
perumahan;

Pembangunan Instalasi Pengelolaan Limbah Tinja (IPLT) dan


IPAL di Kelurahan Kayumanis;

Pembangunan

septictank

komunal

pada

kawasan

pemukiman kepadatan tinggi;

Optimalisasi IPAL di Kelurahan Tegal Gundil Kecamatan


Bogor Utara;

Pencegahan

pemanfaatan

sungai

untuk

pembuangan

limbah domestik maupun non domestik;

Pengembangan Mandi Cuci Kakus bagi masyarakat yang


memanfaatkan air sungai;

Peningkatan kepedulian masyarakat dalam menjaga sungai


dan lingkungan sekitarnya dari pencemaran; dan

Penetapan pembayaran denda bagi pencemar badan air.

4. Rencana pengembangan sistem pengelolaan persampahan


sebagai berikut:

Optimalisasi
sebagaimana

dan

pemeliharaan

diatur

dalam

fungsi

TPPAS

ketentuan

Galuga

peraturan

perundang-undangan;

Pemanfaatan TPPAS Regional Nambo sebagai bagian dari


sistem pengelolaan sampah terpadu;
BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI

II 11

Pembangunan Tempat Pengolahan dan Pemrosesan Akhir


Sampah (TPPAS) di Kayumanis dan Stasiun Peralihan
Antara (SPA) di Ciluar;

Pengembangan pengelolaan sampah skala

lingkungan

berbasis komunitas dengan pendekatan metode

Reuse,

Reduce, Recycle atau metode 3R secara mandiri dan


berkelanjutan serta tuntas di tempat; dan

Pengembangan kemitraan dengan swasta dan kerjasama


dengan pemerintah dalam pengelolaan persampahan.

5. Rencana pengembangan sistem drainase sebagai berikut :

Pengembangan dan pemeliharaan sistem drainase makro


dan mikro;

Pengamanan kawasan sekitar jaringan drainase makro dari


kegiatan pembangunan;

Peningkatan peran serta masyarakat dalam rehabilitasi dan


pemeliharaan prasarana drainase; dan

Pengendalian pemanfaatan ruang pada daerah-daerah


rawan genangan dan rawan banjir terutama di Kecamatan
Bogor Utara dan Kecamatan Tanah Sareal.

b. Pola Ruang
Pola ruang yang terkait dengan sanitasi adalah
pengembangan kawasan budidaya, yang diantaranya kawasan
perumahan, perdagangan dan jasa serta industri, seperti pada
Gambar 2.4 berikut.
1. Rencana

sektor

perumahan

diarahkan

pada

penataan,

pengendalian dan pengembangan berdasarkan karakteristik


wilayah, seperti berikut ini :

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI

II 12

Penataan

dikembangkan

dengan

merevitalisasi,

rehabilitasi, dan relokasi kawasan kumuh.


Pengendalian diarahkan agar kecenderungan pertumbuhan
perumahan kepadatan tinggi yang cenderung membetuk

kekumuhan tidak terjadi


Pengembangan diarahkan agar terjadi distribusi ruang
perumahan

yang

memenuhi

standar

teknis

pengembangan.
Perumahan kepadatan rendah diarahkan pada wilayah

Bogor bagian selatan dan sebagian wilayah Bogor Barat.


Perumahan kepadatan sedang diarahkan kesebagian
Kecamatan Bogor Barat, Tanah Sareal, sebagian Kecamatan
Bogor Utara, sebagian besar Kecamatan Bogor Timur dan
sebagaian Bogor Tengah.

Perumahan kepadatan tinggi diarahkan :

Pembangunan perumahan baru, diarahkan ke sebagian


kecamatan Bogor Utara,

Kecamatan Bogor Timur, Tanah

Sareal.
Penataan dan peremajaan kawasan perumahan padat tidak

teratur di bantara sungai


Penataan dan perbaikan perumahan melalui program
perbaikan kampung

Gambar 2.4
Rencana Pola Ruang Kota Bogor

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI

II 13

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI

II 14

Pembangunan rumah vertikal diarahkan di kawasan pusat


kota (terkait dengan peremajaan), kawasan pusat WP
(pengembangan baru), permukiman padat (sekitar koridor

rel kereta api, sempadan sungai)


2. Sedangkan
untuk
kawasan
perdagangan

dan

jasa

direncanakan seperti berikut ini :

Kawasan pusat perkantoran dan perdagangan jasa


primer (skala kota dan regional) diarahkan di daerah pusat
kota serta pada kawasan sekitar Jalan Arteri seperti Jalan
Sholeh Iskandar Abdullah Bin Nuh, Jalan Adnawijaya, dan

Rencana Jalan R3
Kawasan pusat perkantoran, perdagangan jasa sekunder
(skala WP) diarahkan di daerah subpusat kota / pusat WP
dan dikembangkan secara terpadu (superblok), Jalan
kolektor yang masih memiliki daya dukung transportasi/

lalu lintas
Mengarahkan

lokasi

kegiatan

perdangan

dan

jasa

tematik di pusat WP yakni Jasa akomodasi di WP B dan


WP E, Sentra otomotif di WP E, Sentra elektronik di WP C,
Kegiatan MICE di WP E dan Jasa perkantoran di WP B dan
WP D

3. Untuk kawasan Industri diarahkan sebagai berikut :


Mengendalikan kegiatan industri yang telah ada dari

dampak polusi dan lalu lintas


Membatasi perkembangan industri yang telah ada pada

lokasi industri yang ada saat ini


Mengarahkan lokasi industri dan pergudangan di koridor
Jalan Raya Pemda (Kec Bogor Utara)

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI

II 15

Mengembangkan industri rumah tangga dalam bentuk

Sentra industri alas kaki, Sentra tas dan Sentra kerajinan


tangan
2.2.4. Kondisi Umum Sanitasi Kota Bogor
Kondisi sanitasi Kota Bogor berpijak pada analisis hasil studi
EHRA yang telah menggambarkan kondisi sanitasi secara
kewilayahan, serta data pendukung lainnya antara lain data
sekunder instansi terkait, arah pengembangan kota dalam
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), maupun kondisi fisik dan
permukiman wilayah Kota Bogor. Dengan demikian akan dapat
dihasilkan persoalan dan implikasi yang harus ditempuh untuk
merencanakan sektor sanitasi di Kota Bogor.
Berdasarkan studi EHRA tahun 2010, bahwa didapatkan
wilayah-wilayah yang memiliki rawan sanitasi, yakni beresiko
sanitasi tinggi dan tinggi. Dari 68 kelurahan di Kota Bogor,
terdapat 37 kelurahan yang rawan sanitasi (54,41%). Diantara
ke-37 kelurahan, sekitar 25% (17 kelurahan) dari total kelurahan
berstatus resiko sangat tinggi. Kecamatan yang memiliki
kelurahan yang beresiko sanitasi terbanyak adalah Kecamatan
Bogor Barat dan Kecamatan Bogor Selatan. Adapun data sebaran
kelurahan dapat dilihat pada Tabel 2.4 dan Gambar 1 berikut ini.
Namun untuk mengetahui lebih detil per sub sektor, pada sub
bab berikut akan diulas kondisi tingkat resiko sanitasi setiap
sector dikaitkan dengan data dan informasi pendukung.
Tabel 2.4
Kelurahan Beresiko Sanitasi

Bog

K
ec

N
o.
1

Kelurahan
32 Cilendek
Barat

Air
Minum
Air
Minum

Air
Limbah
Air
Limbah

Drain
ase

Sam
pah
Samp
ah

Total Sanitasi
32 Cilendek
Barat

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI

II 16

or Barat

K
ec

N
o.

Kelurahan

33 Cilendek
Timur

35 Curug

45 Pasir Jaya

37 Sindang
Barang

39 Situ Gede

38 Bubulak

41 Balumbang
Jaya

34 Semplak

10

31 Menteng

11

40 Marga Jaya

12

42 Pasir Mulya

13

46 Pasir Kuda

14

44 Loji

15

36 Curug Mekar

Air
Minum
Air
Minum
Air
Minum

Air
Limbah
Air
Minum
Air
Minum
Air
Minum
Air
Minum
Air
Minum

Bogor Tengah

55 Gudang

57 Babakan
Pasar

54 Tegallega

52 Sempur

50 Panaragan

48 Cibogor

56 Paledang

49 Ciwaringin

10

47 Pabaton

11

51 Kebon
Kelapa

Bo

30 Bojong Kerta

Drain
ase
Draina
se

Draina
se

Sam
pah
Samp
ah
Samp
ah
Samp
ah

Total Sanitasi
33 Cilendek
Timur
35 Curug
Induk
45 Pasir Jaya
37 Sindang
Barang

Sam
pah
Sam
pah
Samp
ah
Samp
ah
Samp
ah
Samp
ah
Samp
ah
Samp
ah

5
Air
Limbah
Air
Limbah

Air
Limbah

39 Situ Gede
38 Bubulak
41 Balumbang
Jaya
34 Semplak

40 Marga Jaya

12

46 Pasir Kuda

11
55 Gudang

Drain
ase
Drain
ase
Drain
ase
Drain
ase
Drain
ase

Air
Limbah
Air
Limbah

57 Babakan
Pasar

Samp
ah

56 Paledang

Draina
se
Draina
se

Jumlah Kelurahan
1

Air
Limbah
Air
Limbah
Air
Limbah

Drain
ase
Draina
se

Draina
se

Jumlah Kelurahan
1

Air
Limbah

0
Air

1
Sam

3
30 Bojong

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI

II 17

gor Selatan

K
ec

N
o.

Kelurahan

19 Bondongan

16 Rangga
Mekar

21 Cikaret

29 Rancamaya

27 Genteng

28 Kertamaya

25 Harjasari

17 Pamoyanan

10

22 Lawang
Gintung

11

24 Muarasari

12

15 Batutulis

13

18 Mulyaharja

Bogor Timur
Bogor Utara

Air
Minum
Air
Minum
Air
Minum
Air
Minum
Air
Minum
Air
Minum

11 Tajur

13 Sindang Sari

10 Katulampa

12 Sindang
Rasa
Jumlah Kelurahan
4 Kedung
1
Halang
4

6 Ciparigi

5 Ciluar

1 Cibuluh

3 Cimahpar

2 Tanah Baru

7 Tegal Gundil

Jumlah Kelurahan
1
61 Kedung Jaya

Air
Limbah

Drain
ase

Air
Limbah

Drain
ase
Drain
ase
Drain
ase
Draina
se
Draina
se

Air
Limbah

Air
Limbah

Draina
se

Air
Limbah

Sam
pah
pah

Air
Limbah
5

Air
Minum
Air
Minum
Air
Minum
Air
Minum
4

Air
Limbah
Air
Limbah
Air
Limbah
Air
Limbah
4

Samp
ah
Samp
ah
Sam
pah
Sam
pah
Sam
pah
Sam
pah
Sam
pah
Samp
ah

Air
Minum
Air
Minum
Air
Minum
Air
Minum
Air
Minum

Air
Minum
6

Draina
se

1
Drain
ase

Air
Limbah

Draina
se
Drain
ase
Drain
ase
Draina
se

Total Sanitasi
Kerta
19 Bondongan

Draina
se
Draina
se

23 Pakuan
Jumlah Kelurahan

Ta

Air
Minum
Minum

21 Cikaret
29
Rancamaya
27 Genteng
28 Kertamaya
25 Harjasari
17 Pamoyanan

24 Muarasari

18 Mulyaharja
Samp
ah
10
Samp
ah
Samp
ah
Sam
pah
Samp
ah
4
Samp
ah
Samp
ah
Samp
ah
Samp
ah
Samp
ah

23 Pakuan
10
11 Tajur
13 Sindang
Sari
10 Katulampa

3
4 Kedung
Halang
6 Ciparigi
5 Ciluar
1 Cibuluh
3 Cimahpar

Drain

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI

II 18

nah Sareal

K
ec

N
o.

Kelurahan

59 Kebon Pedes

62 Kedung
Waringin

65 Kencana

66 Mekarwangi

63 Kayumanis

67 Sukadamai

58 Tanah Sareal

68 Sukaresmi

11

60 Kedung
Badak

12

64 Cibadak

Jumlah Kelurahan
Total

51

Air
Minum

Air
Limbah

Drain
ase
ase
Drain
ase
Drain
ase

Air
Minum

Draina
se

Air
Minum

Draina
se
Draina
se
Draina
se
Draina
se

Sam
pah

Sam
pah
Sam
pah
Sam
pah
Samp
ah

Samp
ah

Total Sanitasi

65 Kencana
66 Mekarwangi

67 Sukadamai

68 Sukaresmi

Samp
ah
2

27

20

39

38

37

Keterangan :
Sumber : Analisis Hasil Survai EHRA Kota Bogor 2010
Kelurahan bertulis tebal berarti resiko sangat tinggi, tidak tebal berarti resiko
tinggi

1. Kondisi Sub-Sektor Air Limbah


Hasil Studi EHRA pada Tabel 3 di atas telah menunjukkan
bahwa jumlah kelurahan yang memiliki resiko air limbah
khususnya air limbah domestic adalah sebanyak 21 kelurahan.
Kecamatan yang memiliki banyak kelurahan beresiko tinggi
adalah Kecamatan Bogor Tengah (6 kelurahan), Bogor
Barat (5 kelurahan), Bogor Utara (5 kelurahan) dan Bogor
Selatan (4 kelurahan). Hal ini didukung oleh data kasus diare
dari Dinas Kesehatan Kota Bogor tahun 2009 (dalam Buku Putih
Sanitasi), bahwa keempat kecamatan tersebut mempunyai kasus
yang tinggi diantara kecamatan lainnya (lebih kurang 3.000
kasus). Namun diantara 21 kelurahan beresiko tinggi, kelurahan

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI

II 19

yang beresiko sangat tinggi adalah Kelurahan Gudang, Babakan


Pasar, Bondongan, Katulampa.
Gambar 2.7
Zona Area Beresiko Sanitasi Sub-Sektor Air Limbah

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI

II 20

Sumber : Hasil Analisis Studi EHRA Kota Bogor Tahun 2010

Sistem yang digunakan oleh masyarakat Kota Bogor pada


umumnya adalah on-site (jamban bertangki septik baik standar
maupun cubluk, jamban dibuang langsung ke saluran) serta off
site namun baru sebanyak 300 SR di Kelurahan Tegalgundil dari
kapasitas rencana 600 SR yang dilayani oleh IPAL Tegalgundil
dikelola oleh UPTD PAL Kota Bogor.
Hasil analisis survey EHRA Kota Bogor tahun 2010
menunjukkan bahwa capaian kepemilikan sarana prasarana air
limbah rumah tangga jamban siram ber tangki septik dan atau
sewerage ataupun septic tank communal menunjukkan baru
mencapai sekitar 69,5%, dimana 57,4% tanki septic yang
berumur lebih dari 5 tahun yang lalu terindikasi suspek cubluk.
Indikasi terdapat sekitar 29% pembuangan air limbah rumah
tangga di Kota Bogor yang sangat berpotensi/berpotensi tinggi
mencemari lingkungan yang tentunya sangat perlu untuk
mendapat perhatian (Tabel 2.7)
Tabel 2.7
Jenis dan Kondisi Sistim Pembuangan Air Limbah Domestik
Kota Bogor 2010

Jamban siram/ leher angsa disalurkan ke sewerage


Jamban siram/ leher angsa disalurkan ke tangki septik
Jamban siram/ leher angsa disalurkan ke cubluk
Jamban siram/ leher angsa disalurkan ke lobang galian
Jamban siram/ leher angsa disalurkan ke sungai/ kali/ parit
Jamban siram/kekolam
Jamban siram/leher angsa disalurkan ke tidak tahu kemana
Jamban non siram/ tanpa leher angsa salur ke tangki septik
Jamban non siram/ tanpa leher angsa salur ke cubluk
Jamban nonsiram/tanpa leher angsa salur ke sungai/kali/parit
Jamban nonsiram/ke Kolam
Gantung di atas sungai/ kolam

Prosentas
e
0,4
69,2
0,5
0,0
20,9
0,2
0,1
0,4
0,1
2,3
0,0
0,7

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI

II 21

Tidak ada fasilitas: Di sungai/ kali/ parit/ got


Di tempat Ibadah
Di fasilitas jamban umum lain
Lainnya
Tidak tahu
Total

3,3
0,0
1,5
0,5
0
100,0

Sumber : Hasil Studi EHRA Kota Bogor Tahun 2010.

Hasil EHRA tersebut diperkuat dengan data kepemilikan Jamban


dari Dinas Kesehatan Kota Bogor tahun 2009 bahwa secara
keseluruhan cakupan pelayan air limbah se-Kota Bogor dari
kepemilikan jamban sudah mencapai 74,27% akan tetapi tidak
semua jamban dilengkapi dengan sistim pengolahan. Sedangkan
berdasarkan data dari Dinas Kesehatan tahun 2011 bahwa
cakupan KK memiliki tangki septic sebesar 58,28 %, sedangkan
persentase tangki septic yang terlayani oleh 3 armada truk baru
1,06% atau 1.204 unit, seperti pada Tabel 2.8. berikut.
Tabel 2.8
Pencapaian Kinerja Air Limbah Kota Bogor 2011
Indikator

Cakupa

Satua

Air Limbah Setempat


2015
Cakupan tangki septic

1,4

terlayani
2011
Jumlah tangki septik
Cakupan KK memiliki tangki

113.768
58,28

unit
%

septic
Jumlah tangki septik

1.204

unit

terlayani
Cakupan tangki septic

1,06

terlayani
Air Limbah Skala Komunitas/Kawasan/Kota
2015
Cakupan
0,42
%

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI

II 22

Indikator

Cakupa

Satua

2011
Jumlah Penduduk
Jumlah Penduduk Terlayani

976.530
2.150

Jiwa
Jiwa

IPAL
Cakupan

0,22

Sumber : Dinas Kesehatan dan UPTD PAL Kota Bogor 2011

Pemerintah khususnya Pemerintah Kota Bogor dalam mengatasi


jamban yang tidak memiliki tangki septik dan mengubah perilaku
buang air besar sembarang melalui pembangunan MCK++ (MCK
dan Tangki Septik Komunal) sejak tahun 2007 baik melalui
Program Sanimas maupun DAK dengan sebanyak 26 unit dengan
902 SR septic tank komunal dengan total pemanfaat sebanyak
9.211 jiwa. Namun efektivitas keberlanjutan pengelolaan sarana
prasarana belum dievaluasi. Kelurahan-kelurahan yang
mendapatkan pembangunan MCK ++, seperti berikut ini :
1.
2.
3.
4.

Tahun
Tahun
Tahun
Tahun

2007
2008
2009
2010

:
:
:
:

Kelurahan
Kelurahan
Kelurahan
Kelurahan

Tajur
Gunung Batu
Pasirmulya
Gunungbatu, Bubulak,

Balumbangjaya, Paledang, Cimahpar, Pamoyanan


5. Tahun 2011 : Kelurahan Tegallega, Harjasari
6. Tahun 2012 : Kelurahan Babakan, Ciparigi, Kedungwaringin,
Sukaresmi, Bubulak, Sindangbarang, Gunungbatu, Pasirkuda,
Bondongan, Pamoyanan, Sindangrasa, Katulampa, Curug,
Balumbangjaya, Cibadak
Persoalan sub-sektor air limbah :
Sebesar 69,6 % penduduk saja yang memiliki prasarana sanitasi
yang benar, atau sebanyak 30,4% mengelola air limbah
domestiknya belum benar.

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI

II 23

Penyebab :
1. Masyarakat masih banyak yang belum memiliki jamban dan
tangki septik pribadi
2. Tangki septic yang dimiliki belum memenuhi standar baik dari
segi konstruksi maupun pemeliharaan (frekuensi penyedotan)
3. Pembangunan jamban dan tangki septic komunal dan
beberapa tidak dikelola secara berkelanjutan
4. Tingkat ekonomi masyarakat masih rendah
5. Masyarakat belum mampu dan paham tentang prasarana air
limbah yang memenuhi standar
6. Pengembang perumahan belum berminat untuk menerapkan
tangki septic
7. Lahan untuk untuk sarana air limbah individual dan komunal
terbatas
8. Pengawasan terhadap pembangunan perumahan dan
masyarakat terbatas
9. Kemampuan pendanaan pemerintah daerah untuk air limbah
terbatas
10. Belum ada rencana detil prasarana pengolahan air limbah
komunal
11. Penyiapan kelembagaan pengelola MCK dan pengolahan air
limbah rendah
12. Sambungan IPAL Tegalgundil masih belum mencapai
sambungan rumah rencana
13. IPAL Tegalgundil tidak terperlihara dengan baik
14. Kelembagaan PAL masih terbatas
15. Masyarakat belum minat dan paham untuk menyambung
Sambungan Rumah ke IPAL Tegalgundil
16. Usaha penyedotan tinja oleh swasta kurang terpantau
17. Perencanaan air limbah system offsite belum dapat
terlaksana

Gambar
Kerangka Persoalan Air Limbah

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI

II 24

Akibat :
1. Masyarakat membuang air limbah dari jamban langsung ke
badan air atau tanah
2. Tangki septik banyak mengalami kebocoran
3. Masyarakat masih BABS di tempat terbuka
4. Usaha penyedotan tinja membuang hasil sedotan tidak ke
IPAL
5. Terjadi pencemaran air dan tanah.

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI

II 25

6. Menimbulkan penyakit
2. Kondisi Sub-Sektor Persampahan
Dari studi EHRA telah menunjukkan beberapa kelurahan
beresiko tinggi dalam persampahan yakni sebanyak 38
kelurahan, artinya seperti drainase bahwa persoalan
persampahan merupakan persoalan yang banyak dimiliki oleh
sebagian besar kelurahan di Kota Bogor. Kecamatan terbanyak
memiliki kelurahan beresiko tinggi persampahan adalah
Kecamatan Bogor Barat (12 kelurahan). Namun diantara 38
kelurahan beresiko tinggi, kelurahan yang beresiko sangat tinggi
adalah Kelurahan Situgede, Bubulak, Bojongkerta, Rancamaya,
Genteng, Kertamaya, Harjasari, Pamoyanan, Katulampa,
Kencana, Mekarwangi, Kayumanis.
Dari hasil analisis data sekunder dalam Buku Putih Sanitasi
Kota Bogor Tahun 2010 yang merupakan hasil kompilasi dari
berbagai laporan, kajian dan dokumen perencanaan terkait
persampahan dimana cakupan pelayanan persampahan di Kota
Bogor mencapai 69,05% di tahun 2008. Cakupan pelayanan
persampahan tersebut berdasarkan analisa jumlah volume
sampah terangkut dari berbagai sumber timbulan sampah,
dimana berdasarkan proposi sumber timbulan sampah rumah
tangga sebesar 70% dari total atau dapat dimaknai bahwa
cakupan pelayanan pengangkutan sampah rumah tangga baru
mencapai 45%. hal ini juga diperkuat dengan hasil studi EHRA
Kota Bogor Tahun 2010 yang menunjukkan cakupan pelayanan
persampahan rumah tangga di Kota Bogor baru mencapai 50,6%.
Berdasarkan hasil anaisis survey studi EHRA tersebut
terlihat masih cukup banyak yang belum terlayani dengan baik

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI

II 26

dalam pengangkutan sampah rumah tangganya, hal ini


ditunjukkan dengan masih banyaknya masyarakat yang
membuang sampahnya ke saluran/sungai/kali/parit ataupun juga
dibakar. Sejumlah wilayah kelurahan berdasarkan hasil studi
EHRA kondisinya cukup memprihatinkan dan tidak mencapai 50%
cakupan pelayanannya terutama pada sejumlah kelurahan di
Kecamatan Bogor Selatan dan beberapa di Kecamatan Bogor
Barat, Timur dan Tanah Sareal yaitu antara lain Kelurahan Bojong
Kerta, Rancamaya, Genteng, Kertamaya, Harjasari, Pamoyanan,
Kencana, Situ Gede, Mekarwangi, Bubulak, Kayumanis dan
Katulampa.
Tabel 2.9
Karakteristik Cara Pembuangan Sampah di Kota Bogor

Dikumpulkan di rumah, diangkut petugas pemda/


kelurahan
Dikumpulkan di tempat bersama, diangkut petugas
Dibuang di hlm rumah: ke lubang lalu dikubur
Dibuang di hlm rumah: ke lubang lalu dibakar
Dibuang di hlm rumah: ke lubang lalu didiamkan
Dibuang di hlm rumah: Tidak ada lubang ditumpuk &
didiamkan
Dibuang di hlm rumah: tidak ada lubang lalu dibakar
Ke Kolong Rumah
Dibuang di luar hlm rumah: ke TPS/Depo
Dibuang di luar hlm rumah: ke lubang/ tempat sampah
Dibuang ke luar rumah: kali/ sungai kecil
Dibuang di luar rumah: selokan/ parit
Dibuang di luar rumah: lub galian/ kolam ikan/ tambak
Dibuang di luar rumah: ke ruang lubang terbuka
Dibuang di luar rumah: tidak tahu ke mana
Langsung dibakar
Langsung dikubur
Lainnya
Tidak tahu
Total

Prosenta
se
31,7
11,3
1,1
8,6
0,6
0,3
5,5
0,1
7,6
3,5
16,3
0,6
1,0
6,1
0,0
4,7
0,1
0,8
0
100,0

Sumber : Hasil Studi EHRA Kota Bogor Tahun 2010

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI

II 27

Namun jika merujuk pada data dari Dinas Kebersihan dan


Pertamanan serta UPTD Pengolahan Sampah Kota Bogor pada
Tabel 2.10, bahwa saat ini sampah tereduksi di TPST masih
sebesar 2,47%, sedangkan volume sampah yang tertangani %
dari timbulan sampah yang ada di Kota Bogor pada tahun 2011.
Cakupan wilayah ?

Gambar 2.9
Zona Area Beresiko Sanitasi Sub-Sektor Persampahan

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI

II 28

Sumber : Hasil Analisis Studi EHRA Kota Bogor Tahun 2010


Tabel 2.10
Pencapaian Kinerja Persampahan Kota Bogor 2011

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI

II 29

Indikator

Cakupan

Satua
n

Reduksi Sampah TPST


2015
Sampah tereduksi
2011
Volume timbulan sampah
Volume sampah tereduksi di
TPST
Pengelolaan Sampah
2015
Sampah tertangani TPA
2011
Jenis TPA

20

2.434
2,47

m3
%

70,4

Open

Kapasitas TPA
Volume sampah diolah di

dumping
2.230
45

m3/hari
m3/hari

TPA
Volume sampah tertangani

2.230

m3/hari

di TPA
Sumber : Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Bogor 2011

Persoalan sub-sektor persampahan :


1. Cakupan Wilayah terlayani sampah .. %
2. Sampah rumah tangga yang terangkut baru mencapai 50,6%
3. Sistem pengelolaan TPA Galuga tidak efisien
Penyebab :
1.

Prasarana TPST belum tersebar di seluruh


wilayah kota

2.
3.
4.

Ketersediaan lahan terbatas


Penolakan masyarakat keberadaan TPST
Jumlah armada dan sumberdaya
pengangukut baik ke TPST maupun ke TPA terbatas dan
berkualitas menurun
5.
Aksesibilitas untuk pengangkutan ke wilayah
permukiman kurang (wilayah padat, kumuh, miskin)

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI

II 30

6.
7.

Pemilihan sampah masih kurang


Pengelolaan 3R masih kurang dari kuantitas,
kuantitas dan keberlanjutan
8.
Perencanaan detil persampahan kurang
9.
Penyiapan masyarakat pengelolaan 3R
kurang
10.
Sarana prasarana 3R masih terbatas
11.
Masyarakat masih belum paham dan minat
dalam pengelolaan 3R
12.
Kemampuan angggaran pemerintah daerah
terbatas
13.
Belum ada regulasi tentang pengelolaan
persampahan Kota Bogor secara komprehensif
14.
Konsep TPA belum sanitary landfill
15.
TPA Regional Nambo dan TPPAS Kayu Manis
belum beroperasi
16.
Belum ada perencanaan TPA yang
komprehensif
17.
Kelembagaan TPA masih terbatas
18.
Biaya tinggi biaya operasional dan lokasi
TPA di Kabupaten Bogor
Gambar
Kerangka Persoalan Persampahan

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI

II 31

Akibat :
1.

Masyarakat membuang sampah ke alam


terbuka

2.

Pencemaran di lingkungan masyarakat dan


di sekitar TPA Galuga
3.
Mengakibatkan bencana

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI

II 32

3. Kondisi Sub-Sektor Drainase


Studi EHRA pada Tabel 3 telah menunjukkan beberapa
kelurahan yang dinilai beresiko tinggi drainase yakni pada 40
kelurahan. Resiko drainase merupakan resiko yang paling banyak
dialami kelurahan-kelurahan di Kota Bogor. Kecamatan yang
terbanyak memiliki kelurahan yang beresiko tinggi drainase
adalah Kecamatan Tanah Sareal (10 Kelurahan), disusul
Kecamatan Bogor Selatan (8 kelurahan), Bogor Tengah (7
kelurahan). Namun diantara 40 kelurahan beresiko tinggi,
kelurahan yang beresiko sangat tinggi adalah Kelurahan Pasir
Jaya, Babakan Pasar, Tegallega, Sempur, Panaragan, Cibogor,
Bondongan, Ranggamekar, Cikaret, Kedunghalang, Cibuluh,
Cimahpar, Kedungjaya, Kebonpedes, Kedungwaringin. Dalam
tatanan drainase makro juga terdapat wilayah yang cukup
beresiko tinggi yang harus menjadi prioritas penanganan yaitu
seperti Kelurahan Cibuluh, Kelurahan Kayu Manis dan Kelurahan
Kebon Pedes.
Kondisi penanganan terdahulu dalam pengelolaan drainase
lingkungan masih memiliki banyak kekurangan hal ini
ditunjukkan dengan sangat terbatasnya data sekunder yang
tersedia akan inventarisasi drainase lingkungan terutama
drainase lingkungan pada permukiman tidak tertata. Sementara
dari tinjauan pengelolaan drainase makro, Kota Bogor sudah
teridentifikasi dengan baik. Penanganan drainase dalam sisitim
makro telah terangkum dalam Masterplan Drainase Kota Bogor
yang juga menjadi bahan masukan data sekunder dalam Buku
Putih Sanitasi Kota Bogor Tahun 2010, namun dalam
implementasinya penanganan area-area yang memiliki potensi

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI

II 33

banjir dan genangan yang tinggi masih terkendala dengan


besarnya kebutuhan anggaran penanganan dan kebutuhan
pembebasan lahan. Meskipun dengan berbagai kondisi tersebut
diatas berkat hasil identifikasi dan pengamatan dalam studi
EHRA Kota Bogor Tahun 2010 dapat diketahui bahwa tingkat
keberadaan saluran pengaliran air hujan (SPAH)/drainase
lingkungan baru mencapai 41,80%, dan 6,2% dari 41,80%
tersebut memiliki potensi resiko tinggi terhadap kondisi sanitasi
dimana 6,2%nya tidak mengalir.
Tabel 2.9
Pencapaian Kinerja Drainase Kota Bogor 2011
Indikator

Cakupa

Satua

n
n
Sistem Jaringan Drainase Skala Kawasan
dan Skala Kota
2015
Panjang saluran
Jumlah pompa
Jumlah polder
2011
Panjang saluran
Jumlah pompa
Jumlah polder
Luas Genangan
2015
Pengurangan genangan
2011
Luas Daerah genangan
Pengurangan genangan

372,5
0
0

Km
Unit
Unit

277,75
0
0

Km
Unit
Unit

100

47,5
9,24

ha
%

Sumber : Dinas Bina Marga dan Sumberdaya Air Kota Bogor 2011

Berdasarkan Tabel 2.9 bahwa dalam system drainase skala


kawasan dan kota, bahwa saat ini panjang saluran sepanjang
277,75 km, namun belum diketahui dari aspek kuantitas dan
BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI

II 34

penyebarannya. Untuk luas genangan tahun 2011 saat ini adalah


seluas 47,5 ha. Persoalan sub-sektor drainase :
1.
2.
3.

Belum terintegrasinya sistem drainase


peningkatan debit limpasan air permukaan
Pendangkalan dan penyempitan jaringan

makro
4.
Perubahan

fungsi

saluran

irigasi

drainase

menjadi

saluran

drainase
5.
Sistem drainase yang ada masih digabung atau dalam
satu saluran antara air hujan dan air buangan limbah cair
rumah tangga (Mix Drain)
6.
Drainase lingkungan yang tidak mengalir dengan baik
7.

(banyak tersumbat)
Kurangnya pengetahuan dan

8.

dalam pemeliharaan saluran drainase dilingkungannya.


Keterbatasan lahan untuk pembangunan saluran

kesadaran masyarakat

drainase.

Gambar
Kerangka Persoalan Drainase Lingkungan

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI

II 35

Penyebab persoalan :
1. Masih

terbatasnya

prasarana

drainase

mikro

dan

tidak

berfungsinya sistem drainase yang ada


2. Meningkatnya intensitas curah hujan
3. Meningkatnya laju erosi permukaan dan sedimentasi pada alur
sungai yang relatif landai
4. Perubahan penggunaan lahan yang sangat signifikan dari
budidaya

kawasan

pertanian

menjadi

non

pertanian

(bangunan)
5. penyimpangan perilaku pengelolaan sampah dan limbah serta
penggunaan lahan yang keliru diperkotaan
6. Harga nilai lahan yang tinggi
7. Masih banyak masyarakat yang membuang limbah cair rumah
tangga dan sampah ke saluran darinase

4. Kondisi Sub Sektor Air Minum

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI

II 36

Merujuk pada Tabel 3 di atas menunjukkan bahwa dari 68


kelurahan di Kota Bogor, terdapat 27 kelurahan yang memiliki
resiko tinggi dalam air minum. Kecamatan yang mempunyai
jumlah kelurahan beresiko tinggi terbanyak adalah Bogor Barat
(8 kelurahan) dan Bogor Selatan (8 kelurahan). Namun diantara
27 kelurahan beresiko tinggi, kelurahan yang beresiko sangat
tinggi adalah Kelurahan Cilendek Barat, Cilendek Timur,
Bojongkerta, Tajur, Sindangsari, Kedunghalang, Ciparigi, Ciluar.
Gambar 2.6
Zona Area Beresiko Sanitasi Sub-Sektor Air Bersih

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI

II 37

Sumber : Hasil Analisis Studi EHRA Kota Bogor Tahun 2010

Berdasarkan hasil studi EHRA pula bahwa secara umum cakupan


pelayanan air bersih rumah tangga di Kota Bogor telah mencapai
88,9% dan cakupan pelayanan air minum rumah tangga telah
mencapai 56% dimana cakupan pelayanan air minum ini sekitar
43,4% merupakan pelayanan air minum yang bersumber dari
PDAM dan sisanya adalah non-PDAM yang berasal dari air tanah
dalam dan mata air terlindungi. Cakupan pelayanan air minum
rumah tangga berdasarkan sumbernya disajikan dalam tabel 2.5
berikut :
Tabel 2.5
Sumber Air Minum Masyarakat Kota Bogor
Air Ledeng/ PDAM: sampai di dalam rumah
Air Ledeng/ PDAM: sampai di halaman/ gedung
Air Ledeng/ PDAM: Umum/ Hidran
Ledeng dari tetangga
Sumur bor (pompa tangan, mesin)
Sumur gali terlindungi
Sumur gali tidak terlindungi
Sanyo
Mata air terlindungi
Mata air tidak terlindungi
Air hujan
Penjual air: Isi ulang
Penjual air: Kereta/ gerobak
Air botol kemasan
Lainnya (catat)
Total

Prosentase
42,5 %
0,8 %
0,1 %
0,3 %
9,8 %
14,0 %
2,1 %
18,9 %
2,4 %
1,0 %
6,7 %
0
1,2 %
0
0,1 %
100 %

Sumber : Hasil Studi EHRA Kota Bogor Tahun 2010

Saat ini Air minum di Kota Bogor sebagian besar dilayani


oleh PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor. Dari Data PDAM Tirta Pakuan
Kota Bogor, bahwa pada tahun 2011 cakupan pelayanan
perpipaan sudah mencapai 63,1% dari penduduk Kota Bogor,
dengan kapasitas produksi 1.826 liter/detik dengan sambungan

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI

II 38

rumah 157.841 unit. Sedangkan untuk air minum non perpipaan


berdasarkan dari data Dinas Pengawasan Bangunan dan
Permukiman Kota Bogor, bahwa pada tahun 2011 cakupan
pelayanan non perpipaan baru mencapai di bawah 0.1%
sedangkan kapasitas produksi air baku hanya mencapai 3 liter
per detik. Khusus untuk Bogor Barat sebagai kecamatan yang
beresiko tinggi air minum, dari 16 Kelurahan baru 9 Kelurahan
yang dilayani PDAM (56%).
Tabel 2.6
Pencapaian Kinerja Air Minum Kota Bogor 2011
Indikator

Cakupa

Satua

Air Minum Perpipaan


2015
Cakupan
80,4
Kapasitas Produksi
2.704
Sambungan Rumah
157.841
2011
Cakupan
63,1
Kapasitas Produksi
1.826
Sambungan Rumah
103.841
Air Minum Non Perpipaan
2015
Cakupan
0,75
Kapasitas Produksi
21,5
2011
Cakupan
< 0,1
Kapasitas Produksi
3

%
Lt/detik
Unit
%
Lt/detik
Unit
%
Lt/detik
%
Lt/detik

Sumber : PDAM Tirta Pakuan dan Dinas Wasbangkim Kota Bogor, 2011

Untuk mengatasi persoalan air minum, maka telah


diupayakan system air minum non perpipaan bagi daerah yang
tidak terjangkau PDAM khususnya di Kecamatan Bogor Barat dan
Selatan. Selain itu melalui APBD dan DAK, Pemerintah Kota Bogor

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI

II 39

telah menjalankan Program Sanimas yakni air minum berbasis


masyarakat di Kecamatan Bogor Barat, yakni :

Kecamatan Bogor Barat sebanyak 9 unit pada Tahun 2001


2002

di

Kelurahan

Cilendek

Barat,

Sindang

Barang,

Balumbang Jaya, Tahun 2003 dan 2006 di Kelurahan Situgede,


Tahun 2007 di Kelurahan Bubulak, dan tahun 2009 di

Kelurahan Margajaya, Balumbang Jaya dan Pasir Mulya


Kecamatan Bogor Selatan sebanyak 6 unit pada Tahun 20012002 di Kelurahan Genteng, Ranggamekar, Harjasari, Tahun
2004 di Kelurahan Pamoyanan, Tahun 2007 di Kelurahan
Mulyaharja dan Tahun 2009 di Kelurahan Ranggamekar.
Namun efektivitas keberlanjutan pengelolaan system air

minum non perpipaan di lokasi Program Sanimas belum


dilakukan. Persoalan sub sector air bersih belum seluruh
masyarakat mengakses air bersih (cakupan layanan PDAM 2011
sebesar 63,1%)
Gambar
Kerangka Persoalan Air Minum

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI

II 40

Penyebab :
1. Pertumbuhan jumlah penduduk tinggi
2. Perubahan penggunaan lahan
3. Masyarakat miskin tidak mampu mendapatkan pelayan air
perpipaan PDAM
4. Tingkat kebocoran pipa PDAM tinggi (32,8%)
5. Sambungan PDAM belum mencapai seluruh masyarakat
6. Kondisi perpipaan dan meter air pelanggan kualitasnya sudah
menurun (sebagian sudah tua)
7. Kemampuan pembiayaan PDAM rendah untuk meningkatkan
kapasitas pelayanan
BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI

II 41

8. Kualitas dan kuantitas air baku menurun


9. Sarana non perpipaan masih belum mencapai masyarakat
yang tidak terlayani PDAM
10. Beberapa sarana non perpipaan yang telah dibangun tidak
berkelanjutan fungsinya
11. Belum ada perencanaan detil air bersih non perpipaan
12. Pemanfaatan mata air yang berada di lingkungan
masyarakat masih terbatas
13. Kelembagaan masyarakat pengelola air minum non
perpipaan belum disiapkan dengan baik
Akibat :
19.
Masyarakat memanfaatkan air permukaan,
yang saat ini sudah tercemar air limbah
20.
Masyarakat memanfaatkan air bawah
permukaan yang sudah tercemar air limbah
21.
Ketersediaan air bawah tanah berkurang
22.
Masyarakat menderita berbagai penyakit

2.1.5.

Profil Kesehatan Masyarakat

Salah satu indikator yang sangat berhubungan erat dengan


permasalahan sanitasi adalah jumlah kasus kejadian penyakit
diare. Dari 24 puskesmas yang melayani seluruh kelurahan di
Kota Bogor dalam hal pelayanan kesehatan masyarakat tercatat
sejumlah Kasus diare, dimana tercatat jumlah kasus tertinggi
berada pada wilayah pelayanan Puskesmas Bogor Utara dengan
jumlah kasus tercatat pada tahun 2009 mencapai 2.286 Kasus.
Puskesmas ini membawahi pelayanan 3 wilayah kelurahan yaitu
Kelurahan Tanah Baru, Kelurahan Cimahpar dan Kelurahan
Cibuluh. Penyakit diare sangat berhubungan dengan kondisi
lingkungan yang kurang memadai dan perilaku hidup tidak sehat
seperti penggunaan sumber air yang tercemar terutama oleh
bakteri E. Colli, buang air besar sembarangan, kebiasaan tidak
mencuci tangan pada saat berhubungan dengan makanan,

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI

II 42

kebiasaan minum air yang belum dimasak, tidak menutup


makanan dengan tudung saji, mencuci alat makan dengan air
yang tercemar dan makan makanan yang tidak aman.
Tabel. 2.8
Data Kasus Diare per Kecamatan di Kota Bogor
N
Kecamatan
o
1. Bogor Utara
2. Bogor Timur
3. Bogor Selatan
4. Bogor Barat
5. Bogor Tengah
6. Tanah Sareal
TOTAL KOTA BOGOR
Sumber : Dinas Kesehatan

Tahun 2008

Tahun 2009

5.765 kasus
4.469 kasus
1.661 kasus
1.957 kasus
4.364 kasus
3.305 kasus
6.421 kasus
3.525 kasus
8.372 kasus
2.598 kasus
7.084 kasus
4.162 kasus
33.667 kasus
20.016 kasus
Kota Bogor Tahun 2009

Persoalan PHBS :
1. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) masyarakat rendah
dan sulitnya merubah perilaku
2. Kurangnya sarana dan prasarana pendukung PHBS
3. Kurangnya tingkat kepedulian masyarakat terhadap PHBS
4. Kurangnya daya kreativitas kader dalam pengembangan
kegiatan di masyarakat
5. Terintegrasinya program PHBS dengan misi pembangunan
kota,
6. Tersedianya Sumber Daya Manusia (SDM) yang memadai dari
segi jumlah
7. Lemahnya kepedulian masyarakat dan pengambil kebijakan
terhadap program-program yang bersifat bersifat preventif
dan promotif (pencegahan dan promosi)
Penyebab persoalan :
1. Sikap turun temurun dan membudaya
2. Kebiasaan tidak mencuci tangan pada saat berhubungan
dengan makanan
3. Tidak menutup makanan dengan tudung saji

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI

II 43

4. Kurangnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang


PHBS
5. Rendahnya

kesadaran

masyarakat

dalam

pemeliharaan

lingkungan hidup
6. Kecukupan dan ketersediaan SDM menjamin pelaksanaan
kegiatan secara rutin dan terus menerus
7. Masyarakat cenderung lebih peduli pada

hal-hal

yang

langsung memberikan hasil bukan sesuatu yang memerlukan


proses panjang dan hasilnya di kemudian hari

2.2. Visi Misi Sanitasi Kota


Berdasarkan kesepakatan POKJA Sanitasi Kota Bogor visi dan
misi sanitasi Kota Bogor sebagai konsep awal dapat dijabarkan
sebagai berikut :
2.2.1. Visi dan Misi
Visi :

Mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat

melalui peningkatan taraf kesehatan masyarakat dan


lingkungan yang sehat.
Misi : 1. Meningkatkan keterjangkauan masyarakat dalam
akses layanan sanitasi.
2. Meningkatkan kualitas layanan sanitasi yang
berkesinambungan dan berkelanjutan.
3. Meningkatkan pola perilaku hidup bersih dan sehat
(PHBS) yang jauh lebih baik.
4. Meningkatkan keterlibatan masyarakat, privat/swasta
dan kerjasama antar pemerintah daerah, provinsi dan
pusat dalam pembangunan sektor sanitasi.

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI

II 44

5. Meningkatkan kepekaan masyarakat dalam kerawanan


masalah kesehatan dan lingkungan.
2.2.2. Tujuan dan Sasaran
1. Subsektor Air Limbah
Berdasarkan kajian pada Masterplan Air Limbah Kota Bogor tahun
2010, bahwa di Kota Bogor terbagi atas 3 zona, dengan
mengadopsi analisis zona drainase pada Masterplan Drainase
Kota Bogor (Gambar ) yakni :
1) Zona Pelayanan Barat, dengan pembatas wilayah sebelah
Barat Sungai Cisadane
2) Zona Pelayanan Tengah, dengan pembatas wilayah antara
Sungai Cisadane dan Sungai Ciliwung
3) Zona Pelayanan Timur, dengan pembatas wilayah sebelah
Timur Sungai Ciliwung
Gambar
Zonasi Sistem Pelayanan Air Limbah

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI

II 45

Sumber : Masterplan Air Limbah Kota Bogor (2010)


Untuk menyelesaikan persoalan air limbah domestic di Kota
Bogor, berdasarkan hasil kajian Masterplan Air Limbah, maka
opsi teknologi yang digunakan adalah :
1) Sistem

off site,

yakni saluran

perpipaan air limbah

konvensional dengan instalasi pengolahan air limbah,


semua dikelola oleh operator terpusat, dengan lokasi di
Zona Tengah dan Zona Timur
2) Sistem on site, yakni fasilitas baru dan yang diperbaharui
dengan

pemeliharaan

umumnya

secara

keseluruhan

menjadi tanggungjawab rumah tangga atau kelompok


masyarakat, di semua zona yang tidak terlayani off site
3) Sistem intermediate, yakni kombinasi kedua system di atas
dengan

tugas

pemeliharaan

dibagi

antara

operator

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI

II 46

terpusat dan partisipasi masyarakat, di semua zona yang


tidak terlayani off site
Pada sistem Off Site, yang berdasarkan hasil kajian Masterplan
Air Limbah, akan direncanakan investasi atas IPAL-IPAL berikut:
IPAL Tegal Gundil eksisting, saat ini melayani 300 sambungan
dan akan melayani 3000 sambungan;
Usulan IPAL Paledang yang melayani wilayah embrio off-site
sebanyak 4900 sambungan;
Usulan IPAL Kayumanis, yang akan melayani 34,000
sambungan;
Usulan IPAL Ciluar yang akan melayani 12,300 sambungan.
Pada sistem On Site, pemilihan teknologi air limbah yang tepat
bergantung pada beberapa faktor fisik dan faktor non-fisik.
Teknologi yang paling tepat adalah teknologi yang memberikan
tingkat pelayanan yang paling dapat diterima secara sosial dan
ramah lingkungan dengan biaya yang paling ekonomis. Lebih
tepatnya teknologi yang sesuai adalah:
Ramah lingkungan: air limbah ditangani sedemikian rupa
sehingga tidak akan mempengaruhi manusia. Air limbah tidak
dapat diakses oleh lalat, nyamuk, tikus dll. Menghindari
menangani

kotoran

segar.

Di

daerah

di

mana

orang

bergantung pada air tanah sebagai sumber air minum, air


tanah tidak boleh tercemar;
Nyaman: ada batasan kondisi bau dan kondisi warna. Fasilitas
ini berada dalam jarak berjalan kaki dari rumah;
Mudah dioperasikan: operasi harian yang minim dan hanya
membutuhkan rutinitas sederhana dan aman;

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI

II 47

Tahan lama dan pemeliharaan yang minim: umur yang panjang


secara teknis dan hanya memerlukan pemeliharaan teknis
sesekali saja, yaitu setiap 1 atau 2 tahun;
Upgradable: memungkinkan untuk menambah dan melakukan
perbaikan di masa depan;
Biaya yang dapat diterima: ini tidak selalu berarti bahwa
sistem tersebut murah. Teknologi yang terpilih harus dalam
jangkauan keuangan dan ekonomis dari anggaran kota dan
rumah tangga.
Sedangkan kriteria secara teknis penggunaan teknologi system
on-site adalah :
Kepadatan penduduk: sistem on-site biasanya dibatasi untuk
kepadatan rendah (<150 jiwa / ha) dan menengah (150-300
jiwa / ha): di daerah ini hampir selalu ada ruang untuk
pembangunan fasilitas air limbah;
Penghasilan: kita membedakan antara yang berpenghasilan
rendah (<Rp 1,1 juta / bulan), pendapatan menengah (Rp 1,13.000.000 / bulan) dan pendapatan tinggi (> Rp 3 juta / bulan);
Tanah yang diminati atau tanah yang kurang diminati: di Kota
Bogor tanah yang kurang diminati berarti meja air tanah yang
tinggi dan / atau tanah kedap air (tanah liat).
Adapun jenis teknologi on site adalah sebagai berikut (Tabel ..) :
1: Low Cost Septic Tank (LCST) dengan limpasan;
1.1: Twin Leaching Pits (TLP);
1.2: Improved (raised/collar) Low Cost Septic Tank (LCST+)
dengan limpasan;

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI

II 48

1.5: Low Cost Septic Tank with Anaerobic Upflow Filter dan
pelepasan efluen ke saluran drainase;
2: Septic Tank dengan sumur resapan (ST);
2.1: Septic

Tank

dengan (raised) bidang resapan yang

ditinggikan (STei)
2.2: Septic Tank dengan Anaerobic Upflow Filter (Biotank) dan
pelepasan efluen ke saluran drainase (ST/AUF).

Tabel
Jenis Teknologi On Site

High
income Medium income [Rp 1.1 Low income [< Rp 1.1
Rp 3 mln./month] KS
[> Rp 3
mln/month] PRAKS2+KS1
2+KS3

Density /
Income

Low density [< 150 cap/ha]


Favourable
soil

Unfavourable soil
(high gwt / close to
rivers)

TWIN
LEACHING
PITS [1.1] /
reuse of
septage

MCK [3] /
ANAEROBIC BAFFLE
REACTOR AND
ANAEROBIC FILTER /
EFFLUENT TO
DRAINS

Favourable
soil

Unfavourable soil
(high gwt / close to
rivers)

LOW COST
SEPTIC
TANK [1]

IMPROVED
(RAISED/COLLAR)
LOW COST SEPTIC
TANK [1.2]

Favourable
soil

Unfavourable soil
(high gwt / close to
rivers)

Medium density [150-300


cap/ha]
Unfavourable
soil (high
Favourable soil
gwt / close to
rivers)
LOW COST
SEPTIC
(SHARED)
TANK /
LOW COST
ANAEROBIC
SEPTIC TANK
UPFLOW
[1]
FILTER [1.5]
('BIO TANK') /
DRAIN
Unfavourable
soil (high
Favourable soil
gwt / close to
rivers)
LOW COST
SEPTIC
TANK /
LOW COST
ANAEROBIC
SEPTIC TANK
UPFLOW
[1]
FILTER [1.5]
('BIO TANK') /
DRAIN
Favourable soil Unfavourable
soil (high
gwt / close to
rivers)

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI

II 49

mln./month] KS3

SEPTIC
TANK WITH
EFFLUENT
INFILTRATIO
N PIT [2] /
reuse
effluent

SEPTIC TANK
WITH (RAISED)
EFFLUENT
INFILTRATION
FIELD [2.1]/ reuse
effluent

SEPTIC TANK
WITH
EFFLUENT
INFILTRATION
PIT [2] / reuse
effluent

SEPTIC
TANK /
ANAEROBIC
UPFLOW
FILTER [2.2]
('BIO TANK')
/ DRAIN

Sumber : Masterplan Air Limbah Kota Bogor (2010)


Pada system intermediate, diterapkan untuk wilayah berkepadatan
tinggi (lebih besar dari 300 jiwa/ha), karena solusi on-site tidak
mungkin diterapkan karena keterbatasan lahan, sementara solusi offsite tidak selalu dapat beroperasia atau tidak layak secara finansial.
Meskipun istilah yang digunakan dapat memberi kesan suatu sistem
yang tidak penuh, sistem intermediate yang direkomendasikan untuk
Kota Bogor adalah sistem yang matang dan dikembangkan dengan

baik untuk memenuhi kebutuhan spesifik Kota Bogor.


Kepadatan penduduk: jenis tertentu dari sistem intermediate,
MCK ini berlaku untuk daerah dengan kepadatan penduduk
yang rendah (<150 cap / ha). Sistem Intermediate yang lebih
rumit biasanya adalah solusi untuk yang kepadatannya lebih
tinggi (tutup> 300 / ha). Di daerah ini hampir tidak pernah ada
ruang untuk pembangunan fasilitas pengolahan air limbah;
Penghasilan: kita membedakan antara yang berpenghasilan
rendah (<Rp 1,1 juta/bulan atau PRAKS dan KS1), pendapatan
menengah

(Rp

1,1-3.000.000/bulan

atau

KS2/KS3)

dan

pendapatan tinggi (> Rp 3 juta/bulan atau KS3 Plus);


Tingkat keterlibatan masyarakat diharapkan;
Cakupan fasilitas on-site eksisting
Program-program system ini telah diterapkan pada Program
Sanimas di Kota Bogor.
Tabel
Sistem Intermediate

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI

II 50

High income [>


Medium income [Rp
Rp 3
1.1 - Rp 3 mln./month]
mln./month]
KS 2+KS3
KS3

Low income [< Rp 1.1


mln/month]
PRAKS2+KS1

Density /
Income

High density [> 300 cap/ha]


High level community involvement required

COMMUNAL TREATMENT [3.1] / ANAEROBIC


BAFFLE REACTOR / biogas / ANAEROBIC UPFLOW FILTER /
EFFLUENT TO DRAINS

Low coverage on-site sanitation

High coverage onsite sanitation

SHALLOW SEWERAGE [5]

INTERCEPTORS SMALL BORE


SEWERAGE [6]

Ground fall < 2 o/oo


SHALLOW
SEWERAG
E [5]

INTERCEPTORS SMALL BORE


SEWERAGE [6]

Ground fall > 2 o/oo


CONVENTIONAL
SEWERAGE / STP
[7]

Sumber : Masterplan Air Limbah Kota Bogor (2010)

Sehingga, serangkaian teknologi berikut sesuai dengan kondisi


Kota Bogor (Tabel ):
3. MCK;
3.1: Communal Treatment systems (CT) sistem pengolahan
komunal;
5: Shallow Sewerage (SS) sistem perpipaan air limbah
dangkal;
6: Small Bore Sewerage (SBS) sistem riol skala kecil.

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI

II 51

Berdasarkan kondisi eksisting dan persoalan, serta pemilihan


opsi teknologi dan zonasi pelayanan air limbah domestic di atas,
maka ditetapkan tujuan dan sasaran pembangunan air limbah
domestic di Kota Bogor seperti berikut ini.
Tujuan Umum :
Meningkatnya akses masyarakat terhadap sarana prasarana air
limbah yang layak dan berwawasan lingkungan
Tujuan khusus :
1.

Meningkatnya pemanfaatan pengolahan air

limbah keluarga (on site) yang sesuai dengan NSPM


2.
Meningkatnya pemanfaatan pengolahan air
limbah skala komunal (intermediate) sesuai dengan NSPM
secara partisipatif
3.
Meningkatnya pengelolaan dan pelayanan
IPAL Tegalgundil
4.

Mengembangkan IPAL (off site) di Kota


Bogor

5.

Meningkatnya

keluarga dan komunal


6.
Meningkatnya

pemeliharaan
kapasitas

septic

tank

kelembagaan

masyarakat pengelola prasarana air limbah komunal


7.
Meningkatnya
kualitas
peraturan
perundangan dan penegakan hukum di sektor air limbah

Sasaran :
1.
2.
3.

Meningkatnya kepemilikan jamban keluarga


Meningkatnya kepemilikan septic tank
keluarga yang sesuai dengan NSPM
Meningkatnya sambungan

rumah

pada

tangki septic komunal sesuai dengan NSPM

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI

II 52

4.
5.

Tercapainya

sambungan

rumah

rencana

(600 SR) IPAL Tegalgundil


Meningkatnya sambungan rumah pada IPAL
system off site

6.
7.

Meningkatnya frekuensi penyedotan tinja


Meningkatnya jumlah kelompok masyarakat

8.

pengelola air limbah domestic yang aktif


Tersedianya regulasi tentang air limbah
domestic

2. Subsektor Persampahan
Pengolahan sampah di Kota Bogor, berdasarkan Masterplan
Persampahan Kota Bogor 2008 menggunakan kombinasi antara
system reduksi dengan pengangkutan ke TPA untuk mengelola
timbulan sampah. Hal ini terkait dengan pencanangan
penanganan sampah dengan pendekatan zero waste melalui
pengelolaan sampah terpadu merupakan konsep yang sangat
ideal, namun keberhasilannya memerlukan dukungan dan
keterlibatan dari seluruh stakeholder. Paling tidak apabila
pengelolaan sampah terpadu ini dapat berjalan meski tidak
100% sampah berhasil didaur ulang, residu atau sisa sampah
yang harus dibuang dapat ditekan jumlahnya.
Sistem reduksi dimaksudkan untuk mengurangi pengangkutan,
khususnya pengangkutan ke TPA, secara garis besar terdiri atas :
1.

Reduksi

di

sumber,

yakni

pengurangan

timbulan sampah ditingkat individu. Pengurangan timbulan


tersebut

dilakukan

dengan

pemilahan

sampah

antara

sampah yang dapat didaur ulang dengan yang tidak. Hasil


pemilahan di tingkat sumber berkualitas sangat baik. Sistem
reduksi yang dapat dilakukan adalah 3R skala individu
menjadi program utama di kawasan ini dan bank sampah.

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI

II 53

Syaratnya

adalah

wilayah

yang

masyarakatnya

mau

menjalankan program ini, kawasan padat bangunan yang


sulit ketersediaan lahan serta aksesibilitas pengangkutan
sampah ke TPS sulit.
2.
Reduksi di TPS, yakni pengurangan timbulan
sampah di tingkat TPS. Pengurangan ini dilakukan dengan
pemilahan sampah yang dapat didaur ulang atau dengan
yang tidak. Hasilnya pemilihan di tingkat TPS, berkualitas
sedang-baik.

Reduksi

di

TPS

akan

mengurangi

beban

pengangkutan di TPA dan mengurangi biaya operasional


pengangkutan. Sistem reduksi yang dapat dilakukan adalah
3.

3R skala kawasan (skala beberapa RW)


Reduksi di TPA, yakni pengurangan sampah
di

tingkat

TPA,

dilakukan

dengan

pemilahan

sampah,

sehingga akan mengurangi tumpukan sampah di TPA.


Teknologi sederhana digunakan dalam pemilahan dan reduksi
sampah baik yang akan dillaksanakan di sumber, TPS, maupun di
TPA sehingga dimungkinkan terbentuknya program daur ulang
sampah organik dan organik, baik untuk tingkat rumah tangga
maupun untuk tingkat komunal. Bentuk pemilahan sampah di
antaranya dalam bentuk program composting dan bank sampah.
Perlu digarisbawahi bahwa reduksi yang dapat menimbulkan nilai
ekonomi sampah, bukanlah tujuan utama. Core bisnis utama
persampahan adalah pelayanan kebersihan, sedangkan reduksi
sampah adalah untuk mengurangi beban pelayanan kebersihan
disamping menghasilkan keuntungan financial.
Teknologi TPA yang akan digunakan adalah sistem sanitary land
fill di TPA Regional (Nambo) pengganti TPA Galuga. TPA regional
Nambo merupakan bentuk konsorsium sistem penanganan
BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI

II 54

sampah oleh pihak swasta yaitu Perusahaan Pengelolaan


Persampahan Jabodetabek (JWMC) atau PT. Kebersihan
Jabodetabek (PTKJ) yang melibatkan daerah pelayanan seJabodetabek. Kewenangan yang diberikan pada masing-masing
daerah pengguna dalam kerjasama ini adalah mengangkut
sampah dari TPS-TPS yang ada ke Stasiun Peralihan Antara (SPA),
sementara dari SPA diangkut oleh perusahaan menuju TPA.
Dengan demikian penyediaan stasiun peralihan antara (SPA)
merupakan salah satu kunci keberhasilan konsep ini.
TPPAS Kayu Manis merupakan fasilitas pendukung TPA Regional
Nambo, sebagai Stasiun Peralihan Antara (SPA), yang
sebelumnya direncanakan di Ciluar. Sebelum beroperasinya TPA
Regional Nambo, maka untuk mengurangi beban operasional TPA
Galuga, maka tindakan reduksi pada no.3 di atas dilakukan di
TPPAS Kayu Manis. Dengan pemilahan sampah di TPPAS Kayu
Manis, maka sampah yang diangkut ke TPA Galuga atau TPA
Regional Nambo jika sudah beroperasi akan berkurang.
Di sisi lain ah satu kendala pengelolaan sampah Kota Bogor
adalah tidak terdapatnya tempat pembuangan akhir (TPA) dalam
batas administrasi. keberadaan TPA Galuga milik Kota Bogor
yang kini lokasinya berada di wilayah kabupaten dihadapkan
pada pembatasan ijin pemakaian. Dalam kondisi terbatasnya
lahan untuk lokasi TPA di dalam wilayah kota, maka
perpanjangan ijin penggunaan TPA Galuga merupakan alternatif
yang dapat dilakukan dalam kurun waktu 5 tahun mendatang.
Namun demikian untuk jangka panjang sampai tahun 2029,
penggunaan TPA Regional Nambo merupakan alternatif lain yang

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI

II 55

bisa digunakan dalam rangka penanganan persampahan Kota


Bogor secara konvensional.

Adapun zona prioritas penanganan sampah secara umum


adalah :
1.

Jenis kawasan : Permukiman, Komersial,


Jalan, Pasar, Industri, Lain lain, Fasum
2.
Kepadatan penduduk lebih dari 100 jiwa per
ha dengan aksesibiltas kawasan sulit
3.
Daerah rawan persampahan (hasil studi
EHRA)

Kelemahan penanganan program adalah belum ditetapkannya


satuan wilayah pelayanan sampah, misalkan tingkat terendah
adalah RW, serta belum terdatanya pelayanan sampah per
satuan wilayah, minimal tingkat RW yang dilengkapi dengan
keberadaan lokasi TPS, frekuensi pengangkutannya.
Berdasarkan kondisi umum, persoalan serta opsi teknologi atau
system yang digunakan, maka tujuan dan sasaran pembangunan
persampahan di Kota Bogor adalah sebagai berikut.
Tujuan Umum :
Meningkatnya pelayanan sampah
Tujuan Khusus :
1.
2.
3.
4.

Meningkatnya
Meningkatnya
Meningkatnya
Meningkatnya

pengelolaan sampah dari sumber ke TPST


pengelolaan sampah dari TPST ke TPA
pemilahan sampah
pengelolaan sampah di kawasan padat kumuh

miskin
5. Terbangunnya TPPAS Kayu Manis

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI

II 56

6. Terdukungnya

pengelolaan

sampah

secara

regional

(Mendukung TPST Regional Nambo).


7. Rehabilitasi TPA Galuga pasca operasi TPA Regional Nambo
8. Meningkatnya
kualitas
peraturan
perundangan
dan
penegakan hukum di sektor persampahan

Sasaran :
1.

Meningkatnya kualitas dan kuantitas sarana

2.

prasarana sampah dari sumber ke TPST


Meningkatnya kualitas dan kuantitas sarana

prasarana sampah dari TPST ke TPA


3.
Meningkatnya jumlah kelompok masyarakat
pengelola teknologi pengelolaan sampah berkelanjutan dan
berbiaya rendah
4.

Meningkatnya lokasi penerapan teknologi

pengelolaan persampahan berkelanjutan dan berbiaya rendah


5.
Meningkatnya keterlibatan swasta dalam
6.
7.

pengelolaan persampahan
Pembangunan TPPAS Kayu Manis
Tersedianya sarana prasarana mendukung
terealisasinya

Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST)

Regional Nambo
9. Terlaksananya rehabilitasi TPA Galuga pasca beroperasinya
TPA Nambo
10. Tersedianya regulasi tentang persampahan
3. Subsektor Drainase Lingkungan
Berdasarkan hasil kajian Masterplan Drainase Kota Bogor tahun
2008, penanganan drainase dilakukan dengan membagi 15 zona
drainase, yang masing-masing mempunyai sub zona, serta arah
penanganannya. Zona ini ditetapkan berdasarkan dipandang dari
sudut topografi, saluran atau sungai pembatas yang ada, dan

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI

II 57

daerah aliran sungai tertentu sebagai saluran makro dari


jaringan drainase. Namun, pada Masterplan Drainase tersebut,
belum dirinci tentang kebutuhan drainase skala lingkungan
(SPAH), sehingga penanganan drainase lingkungan dilakukan
secara local dan mengurangi genangan dengan memperhatikan
system drainase pada Masterplan Drainase yang ada. Wilayah
prioritas penanganan adalah sama dengan penanganan
persampahan.
Kebutuhan akan sarana dan prasarana drainase lingkungan
dapat berupa pembangunan saluran drainase atau
pembangunan sumur-sumur resapan yang berkelanjutan,
pemeliharaan situ-situ, pembangunan kolam retensi dan
pemeliharaan bangunan-bangunan air. Meningkatkan sarana dan
prasarana drainase lingkungan dapat dilakukan dengan berbagai
cara yang efektif dan efisien. Pembangunan sumur-sumur
resapan merupakan metode pengelolaan drainase lingkungan
yang lebih ramah lingkungan dan sedang berkembang di masa
sekarang, dimana air tidak langsung terbuang ke badan air
penerima, tetapi mengalami proses peresapan ke dalam tanah
untuk disimpan. Konsep penataan ruang yang mewajibkan suatu
kota untuk menyediakan 30% wilayahnya berupa Ruang Terbuka
Hijau(RTH) merupakan langkah efektif dalam mengoptimalkan
penyimpanan air melalui lahan resapan.

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI

II 58

Gambar
Peta Zona Drainase

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI

II 59

Berdasarkan kondisi umum drainase, persoalan, serta kajian


yang ada maka ditetapkan tujuan dan sasaran pembangunan
drainase lingkungan Kota Bogor seperti berikut ini.
Tujuan Umum :
Meningkatnya kualitas saluran drainase lingkungan
Tujuan Khusus :
1.

Meningkatnya

pemeliharaan

saluran

drainase
2.
3.

Meningkatnya

drainase

lingkungan

yang

tidak bercampur dengan air limbah


Tertanganinya permasalahan banjir dalam

sistim drainase makro kota


4.
Meningkatnya
pengendalian perumahan
5.
Meningkatnya

pengawasan
kelembagaan

dan

pemerintah

daerah dalam pengelolaan drainase

Sasaran :
1. Meningkatnya prosentase panjang saluran drainase yang
berkualitas baik
2. Meningkatnya wilayah dengan SPAH tidak bercampur dengan
air limbah domestik
3. Menurunnya jumlah wilayah area genangan.
4. Tersedianya regulasi drainase lingkungan
5. Meningkatnya kualitas SDM dan peralatan

pengelolaan

drainase lingkungan
4. Subsektor Air Bersih/Minum
Hasil kajian Masterplan SPAM Kota Bogor Tahun 2008, bahwa
penanganan air minum di Kota Bogor terbagi atas 6 zona

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI

II 60

pelayanan, berdasarkan wilayah pelayanan PDAM Tirta Pakuan


Kota Bogor.
Zona 1 (sumber Mata Air Tangkil Kab. Bogor) meliputi :

Kecamatan Bogor Selatan : Harjasari,


Kertamaya, Muarasari, Pakuan, Rancamaya

Kecamatan Bogor Timur : Baranangsiang,


Katulampa, Sindangrasa, Sindangsari, Tajur
Zona 2 (sumber Mata Air Bantarkambing) meliputi:
Kecamatan Bogor Selatan : Cipaku, Genteng, Ranggamekar
Zona 3 (sumber Sungai Cisadane, Unit Cipaku) meliputi

Kecamatan Bogor Selatan : Batu Tulis, Cipaku, Empang,


Bondongan, Lawanggintung
Kecamatan Bogor Timur:
Baranangsiang, Katulampa,
Sukasari, Tajur
Kecamatan Bogor Utara : Bantarjati
Kecamatan Bogor Tengah :
Babakan Pasar, Cibogor,
Gudang, Kebon Kelapa, Pabaton, Paledang, Panaragan

Zona 4 (sumber Sungai Cisadane, WTP Dekeng) meliputi :

Kecamatan Bogor Selatan : Cipaku


Kecamatan Bogor Utara : Bantarjati, Cibuluh, Ciluar,
Ciparigi, Kedunghalang, Tanah Baru, Tegalgundil
Kecamatan Bogor Tengah : Babakan, Cibogor, Ciwaringin,
Kebon Kelapa, Pabaton, Sempur, Tegallega, Panaragan
Kecamatan Bogor Barat : Cilendek Barat, Cilendek Timur,
Curug, Curug Mekar, Menteng
Kecamatan Tanah Sareal : Cibadak, Kayu Manis,
Kedungbadak, Kedungjaya, Kedungwaringin, Mekarwangi,
Sukadamai, Kebon Pedes, Sukaresmi, Tanah Sareal

Zona 6 (sumber Mata Air Kota Batu Kab. Bogor) meliputi :

Kecamatan Bogor Selatan


Kecamatan Bogor Barat :
Pasir Kuda

: Mulya Harja, Cikaret


Gunung Batu, Loji, Pasir Jaya,

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI

II 61

Wilayah yang belum tertangani SPAM perpipaan akan ditambah


jaringannya, sedangkan wilayah yang tidak layak dilayani SPAM
perpipaan akan dilayani SPAM non perpipaan, dengan sumber air
baku dari mata air dan sumur dangkal, dengan reservoir, hidran
umum serta jaringan perpipaan komunal skala RW. Adapun
kelurahan yang menjadi prioritas penanganan non perpipaan
menurut Masterplan SPAM Kota Bogor adalah :
1. Kecamatan Bogor Selatan : Kelurahan Mulyaharja,
Genteng, Ranggamekar, Harjasari, Pamoyanan,
2.
3.
4.
5.

Bojongkerta
Kecamatan Bogor
Kecamatan Bogor
Kecamatan Bogor
Kecamatan Bogor

Timur : Kelurahan Katulampa


Utara : Kelurahan Cimahpar, Tanah Baru
Tengah : Kelurahan Kebon Kalapa
Barat : Kelurahan Pasirmulya,

Sindangbarang, Margajaya, Balumbangjaya, Situgede,


Bubulak, Semplak, Cilendek Barat
6. Kecamatan Tanah Sareal : Kelurahan Kencana
Berdasarkan kondisi eksisting, persoalan, dan opsi system yang
dikemukakan sebelumnya, maka tujuan dan sasaran
pembangunan air bersih di Kota Bogor seperti berikut ini.
Tujuan Umum :
Meningkatnya akses masyarakat terhadap air minum
Tujuan Khusus
1. Meningkatnya masyarakat mengakses sambungan air minum
perpipaan
2. Meningkatnya masyarakat mengakses air minum non
3.
4.
5.
6.

perpipaan
Tertekannya tingkat kebocoran distribusi air minum perpipaan
Meningkatnya kuantitas dan kualitas pengelolaan air baku
Terselenggaranya penegakan aturan pemanfaatan air tanah
Meningkatnya pengelolaan sarana air bersih non perpipaan

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI

II 62

Sasaran :
1. Meningkatnya sambungan rumah air minum perpipaan PDAM
Tirta Pakuan
2. Meningkatnya jumlah masyarakat mengakses sambungan air
minum non perpipaan pada daerah yang tidak terjangkau
perpipaan
3. Meningkatnya kualitas perpipaan dan meter air PDAM Tirta
Pakuan
4. Meningkatnya jumlah sumber mata air berkualitas yang berada
di wilayah Kota Bogor
5. Meningkatnya produksi air minum dari semua instalasi WTP yang
ada
6. Meningkatnya penegakan hukum bagi pelanggaran pemanfaatan
air tanah
7. Meningkatkan control dan pemantauan terhadap kualitas air
sumur sebagai sumber air minum non perpipaan bagi
masyarakat
8. Terbentuknya kelompok masyarakat pengelola air minum non
perpipaan di setiap kelurahan
5. Aspek PHBS
Tujuan :
1. Meningkatnya upaya penyadaran Perilaku Hidup Bersih dan
Sehat secara terus menerus di sektor sanitasi.
2. Meningkatnya keterlibatan seluruh stakeholder (pemangku
kepentingan) dalam mengefektifkan Pola Perilaku Hidup
Bersih dan Sehat.
Sasaran :
1. Meningkatnya proporsi pemberi informasi (komunikan)
tentang Perilaku Hidup Bersih dan sehat dari kalangan
SKPD dan kader kesehatan lingkungan
2. Meningkatnya kapasitas SKPD terkait tentang higiene
sanitasi

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI

II 63

3. Terlatihnya kader kesehatan lingkungan sebanyak 10% dari


jumlah warga Kelurahan di setiap Kelurahan
4. Berperannya
kelompok
masyarakat

(organisasi

masyarakat) laki- laki dan perempuan melalui RW Siaga di


53

kelurahan

beresiko

tinggi-sangat

tinggi

dalam

penyadaran higiene
5. Termanfaatkannya media pilihan masyarakat (media lokal)
di lokasi prioritas dalam penyadaran berperilaku hidup
bersih dan sehat.

2.3. Kebijakan dan Strategi Umum Sanitasi Kota Bogor


2.3.1.

Kebijakan Umum Pembangunan Sektor Sanitasi

a. Sub-sektor Air Limbah


Untuk mencapai tujuan dan sasaran sub sector air limbah
maka kebijakan umum sub sector air limbah adalah :
1. Memprioritaskan penanganan pada kelurahan-kelurahan
beresiko sangat tinggi pada jangka menengah dan beresiko
tinggi pada jangka panjang
2. Memprioritaskan pengembangan

IPAL

Bantarjati

agar

mencapai kapasitas rencana


3. Mempercepat pengembangan on site berupa MCK++ di
kawasan prioritas
4. Mensinergikan
dan

mendukung

pengembangan

pengelolaan air limbah pada Masterplan Air Limbah Kota


Bogor
5. Memberikan

insentif

dan

penghargaan

terhadap

pengembang yang menerapkan pengelolaan air limbah


secara kawasan
6. Memberikan
peluang

kepada

masyarakat

dalam

pengelolaan penyedotan tangki septic namun dibawah


pengawasan UPTD PAL
BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI

II 64

7. Memberikan

insentif

tariff

penyedotan

terhadap

masyarakat yang secara berkala melakukan penyedotan


tangki septik

b. Sub-sektor Persampahan
Untuk mencapai tujuan dan sasaran sub sector
persampahan maka kebijakan umum sub sector persampahan
adalah :
1. Memprioritaskan penanganan pada kelurahan-kelurahan
beresiko sangat tinggi pada jangka menengah dan beresiko
tinggi pada jangka panjang
2. Mempercepat pembangunan TPPAST Kayu Manis sebagai
stasiun peralihan antara sebelum dibuang ke TPA Galuga
untuk saat ini dan TPA Regional Nambo untuk jangka
panjang
3. Memberikan penghargaan kepada masyarakat dan swasta
(termasuk
berkontribusi

pengembang
dalam

perumahan)

pengolahan

sampah

yang
sejak

turut
dari

sumbernya
4. Memprioritaskan pengembangan sampah 3R baik skala
kawasan maupun lokal
c. Sub-sektor Drainase Lingkungan
Untuk mencapai tujuan dan sasaran sub sector drainase
lingkungan maka kebijakan umum sub sector persampahan
adalah :
1. Memprioritaskan penanganan pada kelurahan-kelurahan
beresiko sangat tinggi pada jangka menengah dan beresiko
tinggi pada jangka panjang

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI

II 65

2. Memprioritaskan penanganan potensi banjir skala makro di


Kelurahan Kayu Manis, Mekar Wangi, Cibadak, Kebon Pedes
dan Cibuluh
3. Memberikan insentif dan penghargaan pada pengembang
jika menerapkan system drainase yang berkelanjutan
(sumur resapan dan kolam retensi)

d. Sub-sektor Air Bersih


Untuk mencapai tujuan dan sasaran sub sector drainase
lingkungan maka kebijakan umum sub sector air bersih adalah :
1. Memprioritaskan penanganan pada kelurahan-kelurahan
beresiko sangat tinggi pada jangka menengah dan beresiko
tinggi pada jangka panjang
2. Meningkatkan jumlah sambungan bagi masyarakat miskin
dengan penyesuaian tarif yang terjangkau
3. Mempermudah proses penyambungan

baik

bersifat

individual maupun kelompok (pengembang)


4. Mengarahkan CSR PDAM Kota Bogor menyediakan sarana
prasarana air minum yang tidak terjangkau PDAM
5. Membuka kerjasama dengan swasta lain (bekerjasama
dengan PDAM) untuk mengelola air minum
6. Pemberian insentif dan penghargaan bagi masyarakat yang
melaporkan dirinya menggunakan sumur air tanah dalam
2.3.2.

Strategi Umum Pembangunan Sektor Sanitasi

a. Peningkatan Pendapatan Asli Daerah (Retribusi dan


Pajak Daerah)
Untuk menstimulasi pembangunan di Kota Bogor maka tentunya
sangat diperlukan kekuatan anggaran, dimana dalam hal ini
pendapatan daerah sangat menentukan. Rata-rata tingkat
pendapatan asli daerah Kota Bogor secara umum belum mampu
BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI

II 66

mencapai rasio 20% terhadap total APBD atau dengan kata lain
APBD Kota Bogor masih sangat bergantung terhadap dana
anggaran dari Pemerintah Pusat, Propinsi dan lainnya yang bukan
penerimaan pendapatan asli daerah. Untuk itu maka untuk dapat
membiayai kegiatan pembangunan di Kota Bogor ke-depan perlu
diarahkan terhadap peningkatan pendapatan asli daerah
(PAD).Akan tetapi meskipun demikian dalam kebijakan fiskal
Pemerintah Kota Bogor tersebut juga perlu dicermati agar
peningkatan PAD tersebut tidak menyebabkan kendala/hambatan
yang dapat memperlambat pertumbuhan investasi dan
pertumbuhan ekonomi. Untuk itu dalam jangka pendek
peningkatan PAD diarahkan lebih kepada optimalisasi pungutan
pajak dan retribusi serta efisiensi biaya pemungutan dan
penggalian potensi PAD baru yang dimungkinkan.
b. Biaya Operasional dan Pemeliharaan Infrastruktur
Sanitasi
Biaya operasional dan pemeliharaan infrastruktur sanitasi
diarahkan sebagai tariff ataupun retribusi kepada masyarakat
dengan memperhatikan aspek kemampuan atau keterjangkauan
masyarakat itu sendiri. Namun untuk sistim pengelolaan sanitasi
yang langsung dikelola oleh masyarakat itu sendiri pembiayaan
operasional dan pemeliharaan disusun dan ditentukan oleh
masyarakat tersebut dengan pembinaan dan pengawasan
pemerintah. Sehingga terkait dengan hal tersebut sistim ataupun
teknologi infrastruktur sanitasi yang dikembangkan harus
merupakan sistim yang memiliki manfaat finansial serta berbiaya
rendah.

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI

II 67

c. Peningkatan Kapasitas SKPD dan Kelurahan dalam


Pengelolaan Sanitasi
Upaya peningkatan kapasitas SKPD dan kelurahan dalam
pengelolaan sanitasi diarahkan terhadap hal-hal berikut :
1. Penegasan dan memperjelas TUPOKSI (tugas pokok dan
fungsi)

pengelolaan

sanitasi

per-sektor

meliputi

pengelolaan air limbah, persampahan, drainase lingkungan


serta air minum dan yang menjadi co-leading sector.
2. Memperjelas hirarki pembagian tugas dari tingkatan SKPD
hingga

Kelurahan

dalam

pembangunan,

pemantauan,

pengawasan, dan pengelolaan sanitasi.


3. Mengembangkan
SOP
pengembangan

karir

dan

penempatan SDM dalam bidang dan SKPD terkait sanitasi


dengan

mempertimbangkan

latar

belakang

akademik,

keahlian, pengalaman dan faktor lainnya.


4. Terus meningkatkan pendidikan dan keahlian SDM bidang
sanitasi pada SKPD terkait.
5. Penambahan formasi SDM dalam bidang sanitasi dengan
memperhatikan kebutuhan dan analisis beban kerja serta
ketersediaan sarana dan prasarana.
d. Peningkatan Pemahaman Masyarakat terhadap PHBS
Untuk meningkatkan pemahaman masyarakat Kota Bogor
terhadap perilaku hidup bersih sehat (PHBS) diarahkan dengan
beberapa strategi yaitu antara lain sebagai berikut :
1. Pemahaman sejak usia dini dengan menjadikan kegiatan
PHBS

bagian

dari

unsur

pembinaan

terhadap siswa sekolah.


2. Sosialisasi
melaui
berbagai

dan

program

pendidikan
pembinaan

kemasyarakat seperti melalui program POSYANDU dan


program-program kader PKK.

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI

II 68

3. Sosialisasi langsung melalui program-program kesehatan


masyarakat melalui PUSKESMAS.
e. Penyusunan Kebijakan dan Peraturan SOP Sanitasi.
Hingga saat ini di Kota Bogor telah tersedia beberapa kebijakan
dan peraturan yang juga menjadi standar operasional dan
prosedur terkait pengelolaan sanitasi. Diantara peraturan
tersebut sejumlah peraturan masih cukup relevan dan sejumlah
peraturan lainnya sudah kurang relevan terhadap kondisi saat ini.
Untuk itu perlu dilakukan pengkajian lebih lanjut berupa review
dan penyusunan peraturan terkait SOP sanitasi yang mencakup
seluruh sector.
6. Kerjasama Parapihak Pembangunan Sanitasi
Persoalan sanitasi yang komplek, keterbatasan pendanaan dan
sumberdaya manusia dalam pengelolaan sanitasi, diperlukan
kontribusi dari berbagai pihak yang ahli dalam sanitasi serta
pihak yang peduli dan memiliki pendanaan yang cukup.
Keterlibatan pemerintah pusat dan provinsi dalam program
sanitasi, pembinaan oleh pihak lembaga nasional maupun
internasional serta kepedulian sector swasta merupakan potensi
yang dapat digunakan untuk menyelesaikan persoalan sanitasi di
Kota Bogor. Intensitas koordinasi serta penyusunan perencanaan
yang matang disertai proposal yang mempunyai nilai jual tinggi
sangat diperlukan.

2.4. Sasaran Umum dan Arahan Pentahapan Pencapaian

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI

II 69

2.4.1.

Sasaran Umum

Dari sasaran setiap sub-sector sanitasi, ditetapkan sasaran


umum pembangunan sanitasi Kota Bogor, yakni :
1. Meningkatnya aksesibilitas penduduk terhadap air bersih
perpipaan dan non perpipaan
2. Meningkatnya aksesibilitas penduduk terhadap sarana
prasarana air limbah
3. Meningkatnya panjang drainase yang berfungsi baik
4. Meningkatnya wilayah pelayanan persampahan
5. Meningkatnya perilaku hidup bersih sehat masyarakat Kota
Bogor
6. Berkurangnya kelurahan yang beresiko tinggi dan sangat
tinggi sanitasi
Sedangkan pentahapan pencapaian sasaran umum seperti pada
tabel berikut ini.
Tabel 2.9
Pentapan Pencapaian Indikator Sasaran Umum Sanitasi
Kota Bogor
Kondis
No
.

i
Sasaran

Indikator

Eksisti

2015

2020

2025

2030

ng
2010

Meningkatn

Persentase

ya

penduduk

aksesibilitas

mengakses

penduduk

air bersih

terhadap air

perpipaan
Persentase

bersih
perpipaan
dan non
perpipaan

penduduk
mengakses
air bersih
non

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI

II 70

Kondis
No
.

i
Sasaran

Indikator

Eksisti

2015

2020

2025

2030

ng
2010

Berkurangn

perpipaan
Jumlah

ya

kelurahan

kelurahan

beresiko

beresiko

sangat

sangat

tinggi air

tinggi air

minum

minum
Berkurangn

Jumlah

ya

kelurahan

kelurahan

beresiko

beresiko

tinggi air

tinggi air

minum

minum
Meningkatn

Persentase

ya

penduduk

aksesibilitas

pengguna

penduduk

sarana

terhadap

prasarana

sarana

air limbah

19

prasarana
5

air limbah
Berkurangn

Jumlah

ya

kelurahan

kelurahan

beresiko

beresiko

sangat

sangat

tinggi air

tinggi air

limbah

limbah

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI

II 71

Kondis
No
.

i
Sasaran

Indikator

Eksisti

2015

2020

2025

2030

ng
Berkurangn

Jumlah

ya

kelurahan

kelurahan

beresiko

beresiko

tinggi air

tinggi air

limbah

limbah
Meningkatn

Panjang

ya panjang

drainase

drainase

yang

yang

berfungsi

berfungsi

baik

2010
16

baik
8

10

Berkurangn

Jumlah

ya

kelurahan

kelurahan

beresiko

beresiko

sangat

sangat

tinggi

tinggi

drainase

drainase
Berkurangn

Jumlah

ya

kelurahan

kelurahan

beresiko

beresiko

tinggi

tinggi

drainase

drainase
Meningkatn

Persentase

ya wilayah

penduduk

pelayanan

yang

15

24

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI

II 72

Kondis
No
.

i
Sasaran

Indikator

Eksisti

2015

2020

2025

2030

ng
2010
persampah

dilayani

an

system
persampah

11

12

13

14

Berkurangn

an
Jumlah

ya

kelurahan

kelurahan

beresiko

beresiko

sangat

sangat

tinggi

tinggi

persampah

persampah

an

an
Berkurangn

Jumlah

ya

kelurahan

kelurahan

beresiko

beresiko

tinggi

tinggi

persampah

persampah

an

an
Berkurangn

Persentase

ya

jumlah

masyarakat

penduduk

yang BABS
Berkurangn

yang BABS
Persentase

ya

jumlah

masyarakat

penduduk

yang

yang

membuang/

membuang/

membakar

membakar

12

26

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI

II 73

Kondis
No
.

i
Sasaran

Indikator

Eksisti

2015

2020

2025

2030

ng
2010
sampah

sampah

sembarang

sembarang

an

2.4.2.

Arah Pentahapan Umum Sanitasi

Secara singkat, dalam kurun waktu 20 tahun rencana, maka


pentahapan yang dapat dilakukan adalah :
1. 10 tahun Pertama : Membuat pondasi sanitasi
a. Sosialiasi kepada seluruh shareholder tentang
sanitasi
b. Penguatan lembaga terkait sanitasi
c. Menyusun perencanaan dan penyiapan
pengembangan sanitasi tingkat kota dan regional :
air limbah off site serta sampah skala kota dan
regional
d. Menangani kelurahan beresiko sangat tinggi
2. 10 Tahun Kedua : Mengelola sanitasi
a. Sosialiasi kepada seluruh shareholder tentang
sanitasi
e. Mengelola sanitasi tingkat kota dan regional air
limbah off site serta sampah skala kota dan regional
b. Menangani kelurahan beresiko tinggi
Adapun arah pentahapan umum sanitasi, merujuk pada tujuan
pembangunan setiap sub sector, sebagai dasar penyusunan
strategi dan pentahapan program, seperti berikut ini.

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI

II 74

4.

Air Limbah

Pembangunan air limbah domestic di Kota Bogor diharapkan


dapat mencapai tujuan dan sasaran yang ditetapkan seperti
pada Tabel dan Tabel berikut ini.
Tabel
Arah Pentahapan Umum Pembangunan Air Limbah
Tujuan
Meningkatnya pemanfaatan
pengolahan air limbah keluarga
(on site) yang sesuai dengan
NSPM
2. Meningkatnya pemanfaatan
pengolahan air limbah skala
komunal (intermediate) sesuai
dengan NSPM secara
partisipatif
1.

3. Meningkatnya pengelolaan dan


pelayanan IPAL Tegalgundil

4. Mengembangkan IPAL (off site)


di Kota Bogor
5. Meningkatnya pemeliharaan
septic tank keluarga dan
komunal
6. Meningkatnya kapasitas
kelembagaan masyarakat
pengelola prasarana air limbah
komunal
7. Meningkatnya kualitas
peraturan perundangan dan
penegakan hukum di sektor air
limbah

2015

2020

2025

2030

Seluruh
Kelurah
an

Seluruh
Kelurah
an

Seluruh
Kelurah
an

Seluruh
Kelurah
an

Kelurah
an
Beresiko
tinggi

Kelurah
an
Beresiko
tinggi

Kelurah
an
Beresik
o tinggi

Kayu
Manis
Ciluar

Ciluar

Seluruh
Kelurah
an

Seluruh
Kelurah
an

Kelurah
an
Lokasi

Kelurah
an
Lokasi

Kelurah
an
Beresiko
Sangat
tinggi
Kapasit
as
Rencan
a

Seluruh
Kelurah
an

Kapasit
as
Rencan
a
Embryo
Paledan
g
Kayu
Manis
Seluruh
Kelurah
an

Kelurah
an
Lokasi

Kelurah
an
Lokasi

Embryo
Paledan
g

Tabel
Pentahapan Pencapaian Sasaran Tujuan
Sasaran
1.

Data
dasar
2010

2015

2020

2025

2030

Meningkatnya

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI

II 75

2.
3.

4.
5.
6.
7.

8.

kepemilikan jamban
keluarga
Meningkatnya kepemilikan
septic tank keluarga yang
sesuai dengan NSPM
Meningkatnya sambungan
rumah pada tangki septic
komunal sesuai dengan
NSPM
Tercapainya sambungan
rumah rencana (600 SR)
IPAL Tegalgundil
Meningkatnya sambungan
rumah pada IPAL system
off site
Meningkatnya frekuensi
penyedotan tinja
Meningkatnya jumlah
kelompok masyarakat
pengelola air limbah
domestic yang aktif
Tersedianya regulasi
tentang air limbah
domestik

5.

Persampahan

Pembangunan persampahan di Kota Bogor diharapkan dapat


mencapai tujuan dan sasaran yang ditetapkan seperti pada Tabel
dan Tabel berikut ini.
Tabel
Arah Pentahapan Umum Pembangunan Persampahan
Tujuan
1. Meningkatnya pengelolaan
sampah dari sumber ke TPST
2. Meningkatnya pengelolaan
sampah dari TPST ke TPA
3. Meningkatnya pemilahan
sampah

2015
Kelurah
an
Beresiko
Sangat
tinggi
Seluruh
Kelurah
an
Kelurah
an

2020

2025

2030

Kelurah
an
Beresiko
tinggi

Kelurah
an
Beresiko
tinggi

Kelurah
an
Beresik
o tinggi

Seluruh
Kelurah
an
Kelurah
an

Seluruh
Kelurah
an
Kelurah
an

Seluruh
Kelurah
an
Kelurah
an

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI

II 76

4. Meningkatnya pengelolaan
sampah di kawasan padat
kumuh miskin
5. Terbangunnya TPPAS Kayu
Manis
6. Terdukungnya pengelolaan
sampah secara regional
(Mendukung TPST Regional
Nambo).
7. Rehabilitasi TPA Galuga pasca
operasi TPA Regional Nambo
8. Meningkatnya kualitas
peraturan perundangan dan
penegakan hukum di sektor
persampahan

Beresiko
Sangat
tinggi
Kelurah
an
Beresiko
Sangat
tinggi
Konstru
ksi

Beresiko
tinggi

Beresiko
tinggi

Beresik
o tinggi

Kelurah
an
Beresiko
tinggi

Kelurah
an
Beresiko
tinggi

Kelurah
an
Beresik
o tinggi

Operasi

Operasi

Operasi

Tabel
Pentahapan Pencapaian Sasaran Tujuan
Sasaran

Data
dasar
2010

1. Meningkatnya kualitas dan


kuantitas sarana
prasarana sampah dari
sumber ke TPST

2015

2020

2025

2030

Geroba
k
sampa
h per
RW

2. Meningkatnya kualitas dan


kuantitas sarana
prasarana sampah dari
TPST ke TPA
3. Meningkatnya jumlah
kelompok masyarakat
pengelola teknologi
pengelolaan sampah
berkelanjutan dan
berbiaya rendah
4. Meningkatnya lokasi
penerapan teknologi
pengelolaan persampahan
berkelanjutan dan
berbiaya rendah
5. Meningkatnya keterlibatan
swasta dalam pengelolaan

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI

II 77

persampahan
6. Pembangunan TPPAS Kayu
Manis
7. Tersedianya sarana
prasarana mendukung
terealisasinya Tempat
Pengolahan Sampah
Terpadu (TPST) Regional
Nambo
8. Terlaksananya rehabilitasi
TPA Galuga pasca
beroperasinya TPA Nambo
9. Tersedianya regulasi
tentang persampahan

6.

Drainase

Pembangunan drainase lingkungan di Kota Bogor diharapkan


dapat mencapai tujuan dan sasaran yang ditetapkan seperti
pada Tabel dan Tabel berikut ini.
Tabel
Arah Pentahapan Umum Pembangunan Drainase Lingkungan
Tujuan
1. Meningkatnya
pemeliharaan saluran
drainase
2. Meningkatnya drainase
lingkungan yang tidak
bercampur dengan air
limbah
3. Tertanganinya
permasalahan banjir dalam
sistim drainase makro kota
4. Meningkatnya pengawasan
dan pengendalian
perumahan
5. Meningkatnya
kelembagaan pemerintah

2015
Seluruh
Keluraha
n
Keluraha
n
beresiko
sangat
tinggi
Keluraha
n
beresiko
sangat
tinggi
Seluruh
Keluraha
n
Peningka
tan SDM

2020
Seluruh
Keluraha
n
Keluraha
n
beresiko
sangat
tinggi
Keluraha
n
beresiko
sangat
tinggi
Seluruh
Keluraha
n
Peningka
tan SDM

2025
Seluruh
Keluraha
n

2030
Seluruh
Keluraha
n

Keluraha
n
beresiko
tinggi

Keluraha
n
beresiko
tinggi

Keluraha
n
beresiko
tinggi

Keluraha
n
beresiko
tinggi

Seluruh
Keluraha
n
Peningka
tan SDM

Seluruh
Keluraha
n
Peningka
tan SDM

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI

II 78

daerah dalam pengelolaan


drainase

dan
Peralatan

dan
Peralatan

dan
Peralatan

dan
Peralatan

Tabel
Pentahapan Pencapaian Sasaran Tujuan
Sasaran

Data
dasar
2010

2015

2020

2025

2030

1. Meningkatnya prosentase
panjang saluran drainase
yang berkualitas baik
2. Meningkatnya wilayah
dengan SPAH tidak
bercampur dengan air
limbah domestik
3. Menurunnya jumlah
wilayah area genangan.
4. Tersedianya regulasi
drainase lingkungan
5. Meningkatnya kualitas
SDM dan peralatan
pengelolaan drainase
lingkungan

7.

Air Bersih

Pembangunan air bersih di Kota Bogor diharapkan dapat


mencapai tujuan dan sasaran yang ditetapkan seperti pada Tabel
dan Tabel berikut ini.
Tabel
Arah Pentahapan Umum Pembangunan Air Bersih
Tujuan
1. Meningkatnya masyarakat
mengakses sambungan
air minum perpipaan
2. Meningkatnya masyarakat
mengakses air minum non
perpipaan

2015

2020

2025

Alternatif
sumber

Alternatif
sumber

Alternatif
sumber

Wilayah
beresiko
sangat
tinggi
yang
tidak

Wilayah
beresiko
sangat
tinggi
yang
tidak

Wilayah
beresiko
tinggi
yang
tidak
terjangka

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI

2030
Alternati
f
sumber
Wilayah
beresiko
tinggi
yang
tidak
terjangk

II 79

terjangka
u PDAM

terjangka
u PDAM

u PDAM

au
PDAM

3. Tertekannya tingkat
kebocoran distribusi air
minum perpipaan
4. Meningkatnya kuantitas
dan kualitas pengelolaan
air baku
5. Terselenggaranya
penegakan aturan
pemanfaatan air tanah
6. Meningkatnya
pengelolaan sarana air
bersih non perpipaan

Tabel
Pentahapan Pencapaian Sasaran Tujuan
Sasaran

Data
dasar
2010

2015

2020

2025

2030

1. Meningkatnya sambungan
rumah air minum
perpipaan PDAM Tirta
Pakuan
2. Meningkatnya jumlah
masyarakat mengakses
sambungan air minum non
perpipaan pada daerah
yang tidak terjangkau
perpipaan
3. Meningkatnya kualitas
perpipaan dan meter air
PDAM Tirta Pakuan
4. Meningkatnya jumlah
sumber mata air
berkualitas yang berada di
wilayah Kota Bogor
5. Meningkatnya produksi air
minum dari semua
instalasi WTP yang ada
6. Meningkatnya penegakan
hukum bagi pelanggaran
pemanfaatan air tanah
7. Meningkatkan control dan
pemantauan terhadap
kualitas air sumur sebagai

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI

II 80

sumber air minum non


perpipaan bagi
masyarakat
8. Terbentuknya kelompok
masyarakat pengelola air
minum non perpipaan di
setiap kelurahan

8.

PHBS

Pembangunan drainase lingkungan di Kota Bogor diharapkan


dapat mencapai tujuan dan sasaran yang ditetapkan seperti
pada Tabel dan Tabel berikut ini.
Tabel
Arah Pentahapan Umum Pembangunan PHBS
Tujuan
1. Meningkatnya
upaya
penyadaran
Perilaku
Hidup
Bersih dan Sehat secara terus
menerus di sektor sanitasi.
2. Meningkatnya
keterlibatan
seluruh stakeholder (pemangku
kepentingan)
dalam
mengefektifkan Pola Perilaku
Hidup Bersih dan Sehat.

2015

2020

2025

2030

Seluruh
Kelurah
an

Seluruh
Kelurah
an

Seluruh
Kelurah
an

Seluruh
Kelurah
an

Seluruh
Kelurah
an

Seluruh
Kelurah
an

Seluruh
Kelurah
an

Seluruh
Kelurah
an

Tabel
Pentahapan Pencapaian Sasaran Tujuan
Sasaran

Data
dasar
2010

2015

2020

2025

2030

1. Meningkatnya
proporsi
pemberi
informasi
(komunikan)
tentang
Perilaku Hidup Bersih dan
sehat dari kalangan SKPD
dan
kader
kesehatan
lingkungan

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI

II 81

2. Meningkatnya
kapasitas
SKPD
terkait
tentang
higiene sanitasi
3. Terlatihnya
kader
kesehatan
lingkungan
sebanyak 10% dari jumlah
warga Kelurahan di setiap
Kelurahan
4. Berperannya
kelompok
masyarakat
(organisasi
masyarakat) laki- laki dan
perempuan
melalui RW
Siaga di 53 kelurahan
beresiko
tinggi-sangat
tinggi dalam penyadaran
higiene
5. Termanfaatkannya media
pilihan masyarakat (media
lokal) di lokasi prioritas
dalam
penyadaran
berperilaku hidup bersih
dan sehat.

BAPPEDA KOTA BOGOR | POKJA SANITASI

II 82

Anda mungkin juga menyukai