Anda di halaman 1dari 16

DESAIN UNIT KOAGULASI, FLOKULASI, DAN SEDIMENTASI PADA

INSTALASI PENGOLAHAN AIR (IPA) SPAM REGIONAL BANDUNG SELATAN


TAHAP II
DESIGN OF COAGULATION, FLOCCULATION, AND SEDIMENTATION UNITS AT
WATER TREATMENT PLANT (WTP) SPAM SOUTH BANDUNG REGIONAL
PHASE II

Elviza Nanda1, Rofiq Iqbal2, dan Syarif Hidayat3


Program Studi Teknik Lingkungan
Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung
Jl. Ganesha Nomor 10 Bandung, 40132
elvizananda@students.itb.ac.id, iqbal@tl.itb.ac.id, dan syarif.hidayat153@gmail.com

Abstrak: Dengan meningkatnya jumlah penduduk, pesatnya kemajuan teknologi dan perkembangan kawasan
industri serta meningkatnya kegiatan pembangunan di berbagai bidang dan sektor menyebabkan permintaan atas
air, baik untuk kebutuhan rumah tangga, industri, dan pertanian. Menurut RTRW Kota Bandung 2011-2031
diketahui rencana pengembangan sistem jaringan air baku untuk air minum salah satunya adalah pengembangan
Sungai Cisangkuy. Dalam RTRW Kabupaten Bandung 2007-2027 diketahui rencana utama dari sistem
penyediaan air bersih salah satunya yaitu mengembangkan sistem penyediaan air bersih regional untuk
kelompok Kecamatan Soreang, Margahayu, Margaasih, dan Katapang. Diketahui bahwa jaringan pelayanan
PDAM relatif kurang merata, terutama di daerah Bandung Selatan dan Bandung Timur (RISPAM, 2015). Angka
kehilangan air PDAM Kota Bandung sebesar 45,69% dan Kabupaten Bandung sebesar 27,98% (BPPSPAM,
2018) menyebabkan efisiensi produksi kurang optimum. Sementara itu, RPJMN 2015-2019 menargetkan 100%
akses aman air minum yang harus tercapai pada tahun 2019. Menanggapi hal tersebut maka Pemerintah Provinsi
Jawa Barat melalui Keputusan Gubernur Jawa Barat No. 690 Tahun 2017 menunjuk PT. Tirta Gemah Ripah
selaku PDAM Regional Jawa Barat dalam penyelenggaraan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Regional.
Berdasarkan RISPAM (2015) diketahui bahwa Proyek IPA SPAM Regional Bandung Selatan dibagi ke dalam 3
tahapan proyek. Pada proyek IPA Tahap I terlebih dahulu telah dibangun IPA kapasitas 350 lpd bersumber air
baku dari Sungai Cisangkuy dan outflow PLTA Cikalong. Adapun pada Tahap II IPA SPAM Bandung Selatan
akan menambah kapasitas sebesar 350 lpd bersumber air yang sama pada tahap sebelumnya. Pada Tahap III
penambahan kapasitas 1050 lpd dengan terlebih dahulu melakukan penyadapan tambahan terhadap sumber air
melalui upaya pengembangan Waduk Santosa serta transfer antar Daerah Aliran Sungai (DAS) Cibatarua-Cilaki
ke DAS Cisangkuy. Rencana pembangunan IPA Tahap II yang berlokasi di Desa Cimaung akan melayani 7
kecamatan. IPA Tahap II akan memberikan suplai air ke dua buah offtake yaitu offtake Kabupaten Bandung
dengan debit 200 lpd yang direncanakan melayani Kecamatan Katapang, Margaasih, Margahayu, dan Soreang
serta offtake Kota Bandung dengan debit 150 lpd yang akan melayani Kecamatan Bandung Kidul, Bojongloa
Kidul, dan Kiaracondong. Terdapat sembilan parameter yang harus diolah untuk dapat memenuhi baku mutu
Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 492 Tahun 2010, yaitu
kekeruhan, warna, BOD, COD, besi, fluorida deterjen (MBAS), fecal coliform dan total koliform. Dengan
menganalisis parameter yang perlu diolah terhadap SNI 7508:2011 dan model prediksi JICA (1990) maka
proses pengolahan air terpilih yaitu secara konvensional yang mencakup koagulasi, flokulasi, sedimentasi,
filtrasi, dan desinfeksi. Fokus perencanaan pada tugas akhir ini adalah unit koagulasi, flokulasi, dan sedimentasi.

Kata kunci: Bandung Selatan, flokulasi, koagulasi, sedimentasi, tingkat pelayanan

Abstract: With increasing population, rapid technological advancements and developments in industrial estates
as well as increased development activities in various fields and sectors causing demand for water, both for
household, industrial and agricultural needs. According to the RTRW Kota Bandung 2011-2031, known the
plan to develop a raw water network system for drinking water in the Cisangkuy River Development. In the
RTRW Kabupaten Bandung 2007-2027, known that the main plan of the clean water supply system was to
develop a regional clean water supply system for the Soreang, Margahayu, Margaasih, and Katapang
Subdistrict groups. It is known that the PDAM service network is relatively uneven, especially in the areas of
South Bandung and East Bandung (RISPAM, 2015). The Bandung City PDAM water loss rate is 45.69% and
Bandung Regency PDAM is 27.98% (BPPSPAM, 2018) which causes production efficiency to be less optimum.
Meanwhile, the RPJMN targets 100% safe access to clean water in 2019. Responding to this, the Government of
West Java Province through the Keputusan Gubernur Jawa Barat Number 690 Year 2017 appoints PT. Tirta
Gemah Ripah as West Java Regional PDAM in implementing Regional Water Supply Systems (SPAM). Based
on RISPAM (2015) the South Bandung Regional SPAM IPA Project is divided into 3 stages of the project. In the

1
IPA Phase I project, a 350 lpd capacity IPA was first built with raw water sources from the Cisangkuy River
and the Cikalong PLTA outflow. The Phase II of the Southern Bandung SPAM IPA will add a capacity of 350
lpd as same source as the first phase. In Phase III the additional capacity is 1050 lpd, need additional water
sources by development of Santosa Reservoir and transfers between the Cibatarua-Cilaki Watershed to the
Cisangkuy watershed. The phase II would be located in Cimaung Village will serves 7 sub-districts, Bandung
Regency. IPA Phase II will supply water to two offtakes, namely Bandung Regency offtake with 200 lpd debit
planned to serve Katapang, Margaasih, Margahayu, and Soreang Subdistricts and Bandung City offtake with
150 lpd debit which will serve Bandung Kidul, Bojongloa Kidul , and Kiaracondong Subdistricts. There are
nine parameters that must be processed to meet the quality standards of Peraturan Pemerintah Number 82 Year
2001 dan Peraturan Menteri Kesehatan Number 492 Year 2010, they are turbidity, color, BOD, COD, iron,
detergent (MBAS), fluoride, fecal coliform and total coliform. By analyzing the parameters that need to be
processed against SNI 7508: 2011 and the JICA prediction model (1990), the selected water treatment process
is conventional which includes coagulation, flocculation, sedimentation, filtration, and disinfection. The focus of
planning in this final project is coagulation, flocculation and sedimentation units.

Key words: South Bandung, flocculation, coagulation, sedimentation, service level

PENDAHULUAN
Pemenuhan kebutuhan air minum masyarakat kota dan/atau kabupaten terus
meningkat seiring dengan pertambahan populasi penduduk, kondisi perekonomian dan
ilmu pengetahuan teknologi. Berdasarkan RTRW Kota Bandung 2011-2031 diketahui
rencana sistem jaringan sumber daya air di Kota Bandung salah satunya merupakan
pengembangan sistem jaringan air baku untuk air minum, yaitu Sungai Cisangkuy, Sungai
Cikapundung dan Sungai Citarum Hulu. Adapun berdasarkan RTRW Kabupaten Bandung
2007-2027 diketahui rencana utama dari sistem penyediaan air bersih di Kabupaten
Bandung berupa pengembangan sistem penyediaan air bersih regional untuk beberapa
kelompok kecamatan seperti Soreang, Margahayu, Margaasih, Katapang, Dayeuh Kolot,
Bojongsoang, Baleendah, Pangalengan, Cimaung, Banjaran, dan Pameungpeuk.
Menanggapi hal tersebut, peningkatan pembangunan yang berbanding lurus dengan
kebutuhan air akan berfokus salah satunya di wilayah Bandung Selatan. Dalam rangka
penyelenggaraan pembangunan dan keberhasilan pelaksanaannya di Provinsi Jawa Barat,
terkait penyelenggaraan Pengelolaan Sumber Daya Air secara terpadu untuk peningkatan
pelayanan umum maka didirikan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yaitu PT. Tirta
Gemah Ripah (Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat No. 12 Tahun 2006). Diketahui
dalam Keputusan Gubernur Jawa Barat No. 536 Tahun 2013 mengenai penunjukkan PT
Tirta Gemah Ripah untuk melaksanakan pengelolaan Sistem Penyediaan Air Minum
(SPAM) Regional Perkotaan Wilayah Bandung Raya Bagian Selatan dinyatakan tidak
berlaku, namun dalam Keputusan Gubernur Jawa Barat No. 690 Tahun 2017 menetapkan
bahwa PT Tirta Gemah Ripah melaksanakan penyelenggaraan Sistem Penyediaan Air
Minum (SPAM) Regional di Provinsi Jawa Barat.

Maksud dan Tujuan

Berikut adalah maksud dari penyusunan makalah dengan judul “Desain Unit Koagulasi,
Flokulasi, dan Sedimentasi pada Instalasi Pengolahan Air SPAM Regional Bandung
Selatan Tahap II”.
1. Mengidentifikasi permasalahan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Regional
Bandung Selatan;
2. Mengidentifikasi karakteristik air baku sungai yang dimanfaatkan oleh IPA SPAM
Regional Bandung Selatan;
3. Memenuhi kebutuhan air minum melalui jaringan perpipaan, dengan kualitas; kuantitas;
dan kontinuitas yang sesuai dengan ketentuan; dan

2
4. Meningkatkan cakupan pelayanan air minum di Kota Bandung dan Kabupaten Bandung
Regional Bandung Selatan
Adapun tujuan dari penyusunan makalah adalah sebagai berikut.
1. Menentukan total kebutuhan air yang akan diolah di IPA SPAM Regional Bandung
Selatan Tahap II
2. Menentukan rekomendasi alternatif desain unit koagulasi, flokulasi dan sedimentasi
IPA SPAM Regional Bandung Selatan Tahap II
3. Merancang dimensi unit koagulasi, flokulasi dan sedimentasi IPA SPAM Regional
Bandung Selatan Tahap II

Kondisi Eksisting

Selama ini, sistem penyediaan air minum di Kota Bandung dikelola oleh Perusahaan
Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Wening dan sistem penyediaan air minum di Kabupaten
Bandung dikelola oleh PDAM Tirta Raharja. Menurut laporan Kinerja PDAM 2018
BPPSPAM, diketahui bahwa cakupan pelayanan PDAM Kota Bandung Tirta Wening
sebesar 76,82% dengan tingkat kehilangan air 45,69% dan cakupan palayanan PDAM
Kabupaten Bandung Tirta Raharja sebesar 31,25% dengan tingkat kehilangan air 27,98%.
Permasalahan teknis berupa keterbatasan sumber air baku, baik dari segi kualitas,
kuantitas, dan kontinuitas menyebabkan penyediaan air minum terbatas. Selain itu terdapat
pula permasalahan non teknis berupa kurangnya kemampuan sumber daya manusia (SDM)
dan buruknya sistem organisasi PDAM yang mengakibatkan munculnya permasalahan
yang berkaitan dengan teknis, pelayanan, keuangan dan pengelolaan (khususnya SDM).
Adapun permasalahan lain seperti kurangnya pengelolaan kawasan resapan air yang dapat
mengakibatkan penurunan luas kawasan resapan air dan sedimentasi yang tinggi sehingga
dapat menyebabkan banjir.
Oleh karena itu, PT Tirta Gemah Ripah atau PDAM Regional selaku penyelenggara
kebutuhan air bagi wilayah kota dan/atau kabupaten berencana untuk memaksimalkan
pelayanan air minum dengan memaksimalkan pelayanan penyediaan air minum di wilayah
Bandung Selatan. Diketahui bahwa perusahaan telah membangun IPA SPAM Regional
Bandung Selatan Tahap I pada tahun 2013-2014 dan commissioning pada tahun 2017.
Adapun akibat peningkatan permintaan air maka dilakukan pembangunan IPA SPAM
Tahap II sebesar 350 lpd yang juga bersumber dari Sungai Cisangkuy dan outflow PLTA
Cikalong sama halnya dengan IPA Tahap I. Pembangunan berdasarkan Rencana Induk
SPAM Jawa Barat dengan periode desain 20 tahun, yaitu 2018-2038.

Sumber Air Baku

Daerah Aliran Sungai (DAS) Cisangkuy dengan tambahan outflow Pembangkit Listrik
Tenaga Air (PLTA) Cikalong merupakan sumber air baku yang paling layak untuk wilayah
perencanaan hasil analisis terhadap kualitas, kuantitas, kontinuitas, dan keterjangkauan air
baku. Perihal hak pengambilan air dapat ditunjukkan pada Tabel 1 mengenai alokasi Surat
Izin Pengambilan Air (SIPA) air baku dan pemanfaatannya (PDAM Kota/Kabupaten
Bandung, 2014). Hal tersebut berkaitan dengan Permen No. 18 tahun 2007 Pasal 38 ayat 1
yang menyatakan bahwa jumlah air baku yang disadap tidak boleh melebihi izin
pengambilan air baku dan sesuai jumlah yang direncanakan menurut tahapan perencanaan.

3
Maka, IPA SPAM Regional Bandung Selatan yang diselenggarakan oleh PDAM Regional
Jawa Barat dapat menggunakan sisa air baku sebesar 700 lpd. Debit air baku yang
digunakan untuk IPA tahap pertama yang sudah terbangun kapasitas sebesar 350 lpd
sementara untuk tahap kedua yang direncanakan juga akan memiliki kapasitas sebesar 350
lpd.
Tabel 1 Alokasi SIPA Air Baku dan Pemanfaatannya (PDAM Kota/Kabupaten Bandung, 2014)
SIPA
Sumber
Uraian Alokasi Terpakai Sisa
Air Baku
(L/detik) (L/detik) (L/detik)
PDAM Kota
Sungai 1.800 1.400 400
Bandung
Cisangkuy
PDAM
+ outflow
Kabupaten 500 200 300
PLTA
Bandung
`Jumlah (L/detik) 2.300 1.600 700

Proyeksi Penduduk

Jumlah penduduk pada wilayah pelayanan IPA SPAM Regional Bandung Selatan yang
direncanakan pada tahun 2017 sebanyak 819.149 jiwa dengan luas wilayah total 88,56
km2. Dalam perancangan sistem penyediaan air minum diperlukan proyeksi jumlah
penduduk untuk menentukan jumlah kebutuhan air selama periode perancangan. Metode
proyeksi yang digunakan adalah metode linear, aritmatik, geometrik, eksponensial, dan
logaritmik. Berikut adalah hasil perhitungan masing-masing metode berupa nilai koefisien
korelasi (R2) dan standar deviasi (σ) di wilayah perencanaan.

Tabel 2. Nilai Koefisien (R2) dan Standar Deviasi di Wilayah Perencanaan


Metode Proyeksi
Wilayah
Li`near Aritmatik Geometrik Eksponensial Logaritmik
Pelayanan
R2
σ R2 σ R2
σ R2 σ R2 σ
Kota 0,865 5389 0,742 7769 0,639 9256 0,853 5724 0,865 5381
Bandung
Kabupaten 0,941 8469 0,737 18207 0,630 21959 0,927 9609 0,941 8446
Bandung

Metode terpilih yaitu metode dengan nilai R2 mendekati 1 dan σ terkecil, berdasarkan hasil
perhitungan, maka metode logaritmik terpilih menjadi metode proyeksi untuk menentukan
proyeksi penduduk. Berikut Tabel 3 ditunjukkan hasil proyeksi penduduk di wilayah
pelayanan untuk periode 20 tahun perencanaan.

Tabel 3 Proyeksi Penduduk di Wilayah Pelayanan


Populasi Wilayah Pelayanan (Jiwa) Total
Tahun
Kota Bandung Kabupaten Bandung (Jiwa)
2018 271559 561621 833181
2019 276409 573142 849550
2020 281255 584656 865912

4
2021 286100 596165 882265
2022 290942 607668 898610
2023 295781 619166 914947
2024 300618 630658 931276
2025 305453 642144 947597
2026 310285 653625 963910
2027 315115 665099 980215
2028 319943 676569 996512
2029 324768 688032 1012800
2030 329591 699490 1029081
2031 334412 710942 1045354
2032 339230 722389 1061618
2033 344045 733830 1077875
2034 348859 745265 1094124
2035 353670 756695 1110365
2036 358478 768119 1126597
2037 363285 779537 1142822
2038 368089 790950 1159039

Kebutuhan Air di Wilayah Perencanaan

Wilayah perencanaan terbagi menjadi dua yaitu 3 (tiga) kecamatan di Kota Bandung dan 4
(empat) kecamatan di Kabupaten Bandung. Proyeksi kebutuhan air di daerah perencanaan
dilakukan dengan memperkirakan jumlah pemakaian air untuk kebutuhan domestik, non
domestik, dan keperluan perkotaan. Kebutuhan domestik memperhitungkan jumlah
penduduk terlayani dengan menggunakan data total proyeksi penduduk, persentase
sambungan rumah, standar kebutuhan sambungan rumah, persentase hidran umum, dan
standar kebutuhan hidran umum berdasarkan SNI 1997 tentang Standar Kebutuhan Air
Minum Domestik. Total kebutuhan air domestik wilayah perencanaan ditunjukkan pada
Tabel 4 berikut.

Tabel 4. Kebutuhan Air Domestik Wilayah Perencanaan


2027 2032 2037
Kebutuhan

(L/org/h)

Kebutuh

Kebutuh

Kebutuh
Populasi

Populasi

Populasi

Rasio
(L/o/h)

(L/o/h)

(L/o/h)
(jiwa)

(jiwa)

(jiwa)
air

an air

an air

an air

Parameter
(%)

Kota Bandung
Jumlah Penduduk Terlayani 315.115 339.230 363.285
SR 80 150 252.092 37.813.847 271.384 40.707.560 290.628 43.594.161
HU 20 30 63.023 1.890.692 67.846 2.035.378 72.657 2.179.708
Total (L/hari) 39.704.540 42.742.938 45.773.869
Total (L/detik) 460 495 530
Kabupaten Bandung
Jumlah Penduduk Terlayani 665.099 722.389 1.142.822
SR 80 170 532.079 90.453.514 577.911 98.244.881 914.258 155.423.816
HU 20 30 133.020 3.990.596 144478 4.334.333 228.564 6.856.933

5
Total (L/hari) 94.444.110 102.579.214 162.280.748
Total (L/detik) 1.093 1.187 1.878

Adapun kebutuhan air non domestik dengan menggunakan metode pendekatan proyeksi
fasilitas umum yang mengacu pada standard kebutuhan sarana dan prasarana dalam Tata
Cara Perencanaan Kawasan Perumahan Kota pada SNI 03-1733-2004 dan Dirjen Cipta
Karya, Departemen PU tahun 2002 dan kecenderungan peningkatan fasilitas dari tahun-
tahun sebelumnya dikalikan pertambahan jumlah penduduk per fasilitas. Total kebutuhan
air minum non domestik wilayah perencanaan ditunjukkan pada Tabel 5 berikut.

Tabel 5. Kebutuhan Air Non Domestik Wilayah Perencanaan


Kebutuhan Air (L/detik)
2027 2032 2037
Fasilitas
Kota Kabupaten Kota Kabupaten Kota Kabupaten
Bandung Bandung Bandung Bandung Bandung Bandung
Pendidikan
TK 0 2,22 0 2,42 0 2,61
SD 8,31 30,70 8,94 33,34 9,58 35,98
SMP 1,87 5 2,01 5,43 2,15 5,86
SMA 1,66 2,2 1,79 2,39 1,92 2,58
Peribadatan
Masjid 4,267 9,082 4,59 9,86 4,92 10,64
Mushola 0,95 0 1,02 0 1,1 0
Gereja 0,05 0,03 0,05 0,04 0,06 0,04
Pura 0 0 0 0 0 0
Vihara 0,01 0 0,01 0 0,01 0
Kesehatan
Rumah Bersalin 0,08 0 0,08 0 0,09 0
Puskesmas 0,13 0 0,14 0 0,15 0
Rumah Sakit 0,04 0,03 0,04 0,03 0,05 0,03
Praktek Dokter 0 0 0 0 0 0
Apotek 0 0 0 0 0 0
Perniagaan
Industri 4,9 15,84 5,27 17,2 5,64 18,57
Minimarket 1,39 2,04 1,5 2,22 1,61 2,4
Toko/ warung 0 0,37 0 0,4
0 0,34
kelontong
Restoran 3,55 10,2 3,83 11,1 4,1 11,97
Hotel 1,05 0,94 1,13 1,02 1,2 1,1
Total (L/detik) 28,26 78,65 30,42 85,43 32,58 92,19

Rekapitulasi total kebutuhan air yang digunakan untuk pengolahan IPA SPAM Regional
Bandung Selatan dilakukan dengan menjumlahkan kebutuhan air untuk keperluan
domestik dan non domestik, keperluan kota berupa hidran kebakaran dan tata kota serta
kehilangan air. Berikut ditunjukkan rekapitulasi kebutuhan IPA SPAM Regional masing-
masing wilayah pelayanan baik Kota maupun Kabupaten Bandung.

6
Tabel 6. Rekapitulasi Kebutuhan Air di Wilayah Pelayanan
2027 2032 2037

Kabupaten

Kabupaten

Kabupaten
Bandung

Bandung

Bandung

Bandung

Bandung

Bandung
(L/detik)

(L/detik)

(L/detik)

(L/detik)

(L/detik)

(L/detik)
Jenis Kebutuhan

Kota

Kota

Kota
Air

Kebutuhan Air
459,54 1093 494,71 1187 529,79 1878
Domestik
Kebutuhan Air Non
28,26 78,65 30,42 85,43 32,58 92,19
Domestik
Sub Total I 487,8 1171,8 525,13 1273 562,37 1970
Hidran kebakaran
24,39 58,59 26,26 63,63 28,12 98,52
(5%)
Kebutuhan air
untuk keperluan 48,78 117,18 52,52 127,27 56,24 197,04
kota (10%)
Sub Total II 560,97 1347 603,9 1464 646,73 2266
Tingkat Pelayanan
0,85 0,5 0,9 0,6 1 0,7
(%)
Jumlah Air untuk
476,8 673,8 543,5 878,2 646,7 1586,2
melayani
Persentase
0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2
kehilangan air
Jumlah air yang
572,2 808,5 652,2 1053,8 776,1 1903,4
diproduksi
Debit harian
maksimum (fm: 629,4 889,4 717,4 1159,2 853,7 2093,8
1,1)
Debit jam puncak
858 1212,8 978 1580,7 1164 2855
(fp: 1,5)

Karakteristik Air Baku

Kualitas air baku menjadi dasar perancangan unit koagulasi, flokulasi, dan sedimentasi.
Berdasarkan hasil pengujian laboratorium diketahui bahwa parameter air baku yang
melebihi baku mutu air kelas 1 Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2001 yaitu zat padat
tersuspensi (TSS), BOD, COD, DO, besi, klorida, fluorida, nitrit, total coliform, dan fecal
coliform. Adapun jika dibandingkan dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 492
tahun 2010, parameter air baku yang harus diolah agar air dapat dikonsumsi sebagai air
minum adalah warna, turbiditas, besi, fluorida, total coliform, fecal coliform, dan deterjen
(MBAS). Berikut Tabel 7 ditunjukkan hasil uji parameter yang perlu diolah.

Tabel 7. Analisa Kualitas Air Baku terhadap Baku Mutu


Hasil PP Permenkes Diolah/
Parameter Satuan
Percobaan 82/2001 492/2010 Tidak
FISIKA
Suhu o Suhu Suhu udara ±
23,05 C -
udara ± 3 3
Bau - - (-) Tidak berbau -
Warna 25 PtCu (-) 15 Diolah

7
Konduktivitas 127,1 μS/cm (-) (-) -
Zat padat terlarut
76,3 mg/L 1000 500 -
(TDS)
Turbiditas 59,3 NTU (-) 5 Diolah
Zat padat
49,95 mg/L 50 (-) -
tersuspensi (TSS)
KIMIA
pH 7,17 - 6-8 6,5 – 8,5 -
BOD 6 mg/L 2 (-) Diolah
COD 38,4 mg/L 10 (-) Diolah
DO 7,6 mg/L 6 (-) Diolah
Total fosfat
0,073 mg/L 0,2 (-) -
sebagai P
NO3 sebagai N 0,81 mg/L 10 50 -
NH3 sebagai N 1,02 mg/L 0,5 1,5 -
Besi (Fe) 0,76 mg/L 0,3 0,3 Diolah
Mangan (Mn) 0,29 mg/L 1 0,4 -
Klorida 85 mg/L 1 250 Diolah
Fluorida 1,55 mg/L 0,5 1,5 Diolah
Nitrit sebagai N 0,95 mg/L 0,06 3 Diolah
Sulfat 0,46 mg/L 400 250 -
Kesadahan Total 178,6 mg/L (-) 500 -
MIKROBIOLOGI
Total Coliform Jml/100
2400/100 100 0 Diolah
ml
Fecal Coliform Jml/100
2400/100 1000 0 Diolah
ml
KIMIA ORGANIK
Deterjen sebagai
0,13 mg/L 0,2 0,05 Diolah
MBAS
Arti (-) diatas menyatakan bahwa parameter tersebut tidak dipersyaratkan

ALTERNATIF SISTEM

Berdasarkan nilai parameter yang melebihi baku mutu dan kemampuan unit proses
menyisihkan parameter berdasarkan literatur, maka rangkaian proses pengolahan air IPA
Regional Bandung Selatan terpilih adalah pengolahan air konvensional dengan unit proses
terdiri dari koagulasi, flokulasi, sedimentasi, saringan pasir cepat, dan desinfeksi.
Pengolahan konvensional bersifat fleksibel dalam operasional, stabil secara hidraulik, dan
relatif tidak memerlukan banyak pemeliharaan. Adapun perencanaan IPA dalam Tugas
Akhir ini difokuskan pada perencanaan dan perancangan unit koagulasi, flokulasi, dan
sedimentasi.

8
Alternatif Unit Koagulasi

Urutan rekomendasi tipe unit koagulasi yang umum digunakan berdasarkan keefektifan,
keandalan, kemudahan pemeliharaan serta biaya adalah (Kawamura,2000 dan AWWA,
2012) adalah sebagai berikut.
1. Pengadukan difusi oleh jet air bertekanan (Diffusion mixing by pressured water jets)
2. Pengadukan mekanis dalam bak khusus (Mechanical mixing)
3. Pengadukan statis pada aliran (In-line static mixer)
4. Pengadukan mekanis pada aliran
5. Percampuran hidrolik
6. Mechanical flash mixing
7. Diffusion by pipe grid
Berdasarkan uraian diatas maka terpilih tiga alternatif unit koagulasi yang diajukan yaitu
pengadukan difusi oleh jet air bertekanan, pengadukan mekanis dalam bak khusus, dan
pengadukan statis pada aliran (In-line static mixer). Pada Tabel 8 ditampilkan kelebihan
dan kekurangan 3 alternatif terpilih unit koagulasi

Tabel 8. Alternatif Tipe Koagulasi (Kawamura, 1991)


Alternatif
Kelebihan Kekurangan
Koagulasi
- Membutuhkan banyak energi
- Tidak dianjurkan untuk continuous
flow process karena karakteristik
pencampuran yang masih kurang
- Fleksibel, dapat dilakukan
- Short circuiting
pengaturan nilai gradien saat
- Perioda pencampurannya lama
Mechanical mixer operasi
terutama jika menggunakan metal salt
- Tidak terpengaruh variasi debit
coagulant
- Kehilangan tekanan kecil
- Biaya pemeliharaan dan operasi
tinggi
- Menimbulkan kebisingan pada saat
operasi
- Tidak adanya headloss tambahan - Adanya potensi koagulan dan
yang dihasilkan pengadukan sampah atau puing-puing yang
- Sangat efektif terbawa air yang dipompakan
Diffusion mixing by
- Derajat pengadukan dapat membuat nozzle cepat clogging
pressured water
dikontrol - Sulit diaplikasikan untuk pipa atau
jets
- Konsumsi daya kurang dari saluran berukuran besar. Misalnya
setengahnya energi yang dengan diameter > 10 in atau 2500
digunakan pengaduk mekanis mm
- Tidak adanya bagian yang
bergerak - Derajat pengadukan (tingkat) dan
- Efektif untuk proses koagulasi waktu pengadukannya merupakan
- Tidak membutuhkan energi fungsi dari debit
tambahan dari luar untuk menjadi - Harus ada screening sebelum intake
In-line static mixer input ke dalam sistem dapat memakai barscreen atau
- Lebih sedikit kemungkinan finescreen
terjadinya clogging dibandingkan - Unit merupakan barang paten
pump diffusion type sehingga desain bergantung pada
- Kehilangan tekanan kecil spesifikasi produsen
- Waktu detensi kecil

9
- Tidak ada short circuiting

Alternatif Unit Flokulasi

Terdapat tiga alternatif unit flokulasi yang diajukan yaitu flokulator mekanis sumbu
horizontal dengan paddle dan sumbu vertikal dengan blade serta flokulator hidrolis (baffle
channel). Pada Tabel 9 ditampilkan kelebihan dan kekurangan 3 alternatif terpilih tipe unit
flokulator (pengadukan lambat).

Tabel 9. Perbandingan Flokulasi Hidrolis dan Mekanis (Kawamura, 1991)


Flokulasi Mekanis
Hidrolis (Baffled
Parameter Sumbu Horizontal Sumbu Vertiktal
channel)
dengan Paddle dengan Blade
Keandalan
Baik - memuaskan Baik - memuaskan Cukup – baik
proses
Reliability Baik Cukup - baik Baik
Fleksibilitas Sedang – kurang Baik Baik
Biaya Relatif rendah Sedang - tinggi Sedang – tinggi
Konstruksi Mudah Sedang Mudah – sedang
Pemeliharaan Relatif murah Sedang Mudah – sedang
Dapat terjadi aliran Dapat terjadi aliran
Kondisi Mendekati jenis plug
singkat (short singkat (short
pengaliran flow
circuiting) circuiting)
- Terbentuk flok yang
- Energi
- Sederhana dan sangat baik
pengadukan yang
efektif - Pengadukan efektif
terjadi sangat baik
- Biaya operasi dan dengan turbulensi
- Fleksibiltas dalam
pemeliharaan murah yang baik
Kelebihan operasional
- Tidak ada alat yang - Tidak terdapat
- Pemeliharaan
bergerak headloss dan
lebih mudah
- Dapat memproduksi penggunaan satu
- Nilai kehilangan
flok yang besar poros/ shaft untuk
tekanan rendah
beberapa pengaduk
- Perlu disediakan
ruang jalan
sepanjang 1,22
- Memerlukan proses meter disekitar unit-
instalasi yang presisi unit pengadukan
- Memiliki keandalan untuk panel kontrol,
rendah karena koneksi listrik,
- Energi pengadukan
kegagalan pada satu instalasi, dan
bergantung pada
shaft menghasilkan pemeliharaan
Kekurangan debit
kehilangan kapasitas - Tegangan tinggi
- Headloss mencapai
pencampuran sebesar pada blade
0,3-0,6 m
25-33% - Membutuhkan
- Input energi tinggi banyak unit
serta memerlukan - Tegangan tinggi
pemeliharaan intenstif pada blade
-Sulit menentukan
jenis blade dan roda
gigi yang tepat

10
Alternatif Unit Sedimentasi

Berdasarkan Kawamura (2000), 3 urutan alternatif bak sedimentasi terbaik, yaitu:


1. Bak Panjang berbentuk persegi panjang
2. Bak persegi panjang dengan high-rate settler modules
3. Reaktor clarifiers atau High Speed Microsand Clarifier
Pada Tabel 10 ditampilkan kelebihan dan kekurangan 3 alternatif terpilih tipe unit
sedimentasi.

Tabel 10. Tipe-Tipe Unit Sedimentasi (Kawamura, 1991)


Tipe Unit Kelebihan Kekurangan
- Harus memperhatikan
berat jenis aliran dalam
mendesain basin
- Struktur inlet dan outlet
- Dapat mengatasi shock harus didesain sebaik
loading mungkin dan sangat
- Operasi mudah dan biaya membutuhkan perhatian
pemeliharaan rendah - Biasanya membutuhkan
Rectangular Basin - Kehandalan dibawah fasilitas flokulasi yang
(Horizontal flow) kondisi rata-rata dapat terpisah
diprediksikan - Dalam proses
- Mudah untuk pengendapannya, bak
diadaptasikan dengan high- sedimentasi dipengaruhi
rate settler modules laju beban permukaan
sehingga memerlukan lahan
yang luas
- Memerlukan waktu
detensi yang lama
- Meningkatkan efisiensi
pengendapan melalui
peningkatan ukuran partikel - Instalasi unit
dengan mengurangi jarak membutuhkan tingkat
antarpartikel sehingga presisi yang tinggi
mempercepat proses - Investasi awal lebih besar
Bak persegi panjang dengan
sedimentasi - Pemeliharaan yang rutin
high-rate settler modules
- Volume bak yang untuk membersihkan settler
dibutuhkan kecil dikarenakan adanya
- Waktu detensi lebih kemungkinan deposisi
singkat padatan pada settler
- Efisiensi pengendapan
sebanding dengan bak
sedimentasi persegi panjang
- Membutuhkan
- Penggabungan flokulasi kemampuan operator
dan sedimentasi dalam dengan keahliannya tinggi
suatu unit - Kehandalan kurang jika
- Hasil flokulasinya dan dibandingkan dengan jenis
Reaktor Clarifier
efisiensinya baik karena konvensional, bergantung
adanya seeding effect pada satu motor pengaduk
- Cukup baik dalam - Memungkinkan
mengatasi shock loading adanya gangguan akibat
efek termal

11
PEMBAHASAN

Kriteria Seleksi Alternatif dan Analisis

Menurut Tambo, Nrihito, (1974) diketahui bahwa dalam pemilihan unit-unit pengolahan,
pertimbangan-pertimbangan yang perlu diperhatikan meliputi beban pengolahan yang
didasarkan pada kualitas dan kuantitas influen terhadap kualitas effluen yang diinginkan.
Berikutnya berupa aspek teknis menyangkut ketersediaan lahan, teknis pelaksanaan, dan
pengadaan bahan-bahan untuk pembangunan instalasi. Selain itu dipertimbangkan pula
segi operasional, menyangkut ketersediaan tenaga, peralatan, kemudahan dalam pengadaan
bahan-bahan penunjang pengoperasian dan pemeliharaan instalasi. Aspek lainnya yaitu
aspek ekonomis terkait masalah pembiayaan perihal konstruksi, operasional, dan
pemeliharaan. Serta aspek lingkungan terhadap kemungkinan pengaruh negatif keberadaan
instalasi pengolahan air minum yang direncanakan.

1. Unit Koagulasi
Aspek lahan menjadi hal penting karena berhubungan dengan kemampuan daya dukung
sisa lahan dari IPA SPAM Regional Bandung Selatan Tahap I yang dapat dimanfaatkan
semaksimal mungkin sehingga tidak menambah biaya pembebasan lahan. Alternatif
koagulasi in line static mixer melakukan pengadukan di dalam pipa dilengkapi alat
pengaduk statis sehingga lahan yang dibutuhkan lebih kecil serta biaya pembangunan dan
peralatan lebih rendah. Adapun jenis pengadukan mekanis membutuhkan lahan yang lebih
luas untuk bak tempat pengadukan. Perihal teknis pelaksanaan alternatif koagulasi jenis in
line static mixer memiliki keefektifan pada proses yang ditunjukkan parameter waktu
detensi yang singkat berbeda halnya dengan jenis pengadukan mekanis umumnya memiliki
waktu detensi cukup lama. Jenis koagulator difusi oleh jet air bertekanan juga efektif untuk
mendispersi larutan dalam waktu yang singkat. Secara keseluruhan produktivitas jenis in
line static mixer dan koagulator difusi oleh jet air bertekanan tinggi cukup tinggi.

Aspek operasional alterantif koagulasi jenis in line static mixer memiliki kemudahan
aksesibilitas terkait kemudahan memperoleh barang dan/atau aksesoris perlengkapan di
pasaran. Adapun jenis pengadukan secara mekanis membutuhkan pemeriksaan rutin terkait
operasi kecepatan pengaduk untuk mencapai gradien kecepatan tertentu. Berbeda halnya
dengan koagulator difusi oleh jet air bertekanan yang memiliki sistem “off the shelf” yang
menggunakan sistem pemompaan. Namun, pertimbangan laju pemompaan yang kurang
memadai dan potensi koagulan dan flok hadir di air yang dipompa dapat menyebabkan
penyumbatan nozzle. Hal tersebut mengindikasikan bahwa jenis koagulator difusi
membutuhkan pembersihan perlatan berkala dan pengecekan kinerja pemompaan.

Aspek ekonomi pada alternatif koagulasi diketahui jenis in line static mixer menghasilkan
konsumsi energi yang lebih rendah karena tidak membutuhkan energi luar sebagai
penggerak daya pengaduk. Jenis koagulasi pengaduk mekanis membutuhkan tambahan
biaya pemeliharaan berupa pembersihan bak dan penggantian oli secara rutin. Koagulator
difusi oleh jet air bertekanan relatif memiliki biaya lebih tinggi jika dibandingkan jenis
koagulasi lain diakibatkan biaya pemompaan dan pemeliharaan terkait kemampuan sumber

12
daya manusia terbatas. Aspek lainnya pada alternatif koagulasi in line static mixer yaitu
memiliki aspek keamanan pengaduk statis cukup tinggi, tidak menghasilkan dampak
kebisingan dan tumpahan limbah oli saat proses pemeliharaan.

2. Unit Flokulasi
Diketahui menurut Crittenden (2012) bahwa unit flokulasi tipe baffle channel khususnya
tipe horizontal baffled channel memiliki lahan relatif luas. Adapun bentuk hekasgonal pada
bak horizontal baffled channel dipilih untuk memudahkan pemeliharaan dan mencegah
permasalahan berupa akumulasi buih, lumpur, atau pasir. Tipe flokulasi jenis baffled
channel merupakan alternatif jenis flokulasi yang direkomendasikan oleh pemerintah.
Teknis pelaksanaan dan/atau operasional alternatif flokulasi jenis horizontal baffle channel
bersifat lebih mudah dalam konstruksi, operasional dan pemeliharaan. Hal tersebut
disebabkan faktor tidak adanya kompartemen bergerak sehingga proses operasi
berlangsung sederhana dan berlangsung efektif menghasilkan flok dibandingkan dengan
flokulator lain, namun pengolahan cenderung memiliki angka kehilangan tekan yang relatif
tinggi. Perihal alternatif flokulasi jenis flokulaor paddle pada aliran bak horizontal yaitu
memiliki fleksibilitas operasional cukup baik karena nilai gradien kecepatan dapat diatur
berdasarkan putaran pedal, namun proses terbatas untuk gradien kecepatan yang rendah.
Proses flokulasi jenis shaft vertikal memiliki keefektifan lebih baik dibandingkan dengan
flokulator mekanik lain karena menghasilkan nilai gradien kecepatan yang lebih rendah
faktor intensitas pengadukan yang dapat diatur.

Tingkat kesulitan dalam dalam proeses pemasangan, pengoperasian dan pemeliharaan jenis
koagulasi paddle pada aliran bak horizontal cukup tinggi, begitu pula dengan jenis
koagulator shaft vertikal. Selain itu dikarenakan merupakan jenis pengaduk mekanis maka
energi yang dibutuhkan besar seiring dengan banyaknya pedal dan/atau shaft yang
digunakan sehingga aspek ekonomi terkait biaya cenderung tinggi. Namun shaft vertikal
memiliki biaya rendah dibandingkan dnegan flokulator mekanis lainnya. Adapun diketahui
aspek ekonomi pada alternatif flokulasi jenis baffle channel memiliki biaya operasional
rendah. Aspek lain yang menjadi kelebihan flokulasi baffle channel adalah tidak
menghasilkan kebisingan dalam proses pengolahan.

3. Unit Sedimentasi
Luas lahan yang digunakan oleh jenis sedimentasi bak persegi panjang relatif luas jika
dibandingkan dengan bak persegi panjang yang dilengkapi high rate module settler dan
reactor clarifier. Baik bak persegi panjang dengan settler maupun reactor clarifier dapat
menjadi solusi unit sedimentasi yang terkendala lahan yang sempit. Perihal teknis
pelaksanaan diketahui jenis sedimentasi bak persegi panjang dan high rate module settler
memiliki kemudahan pemasangan, operasi, dan pemeliharaan sehingga biaya pengolahan
cenderung rendah. Selain itu, peralatan settler bak persegi panjang dengan high rate
module settler mudah ditemukan di pasaran dan memiliki keefektifan tinggi dalam proses
operasional sehingga bak persegi panjang dengan high rate module settler merupakan tipe
bak sedimentasi yang direkomendasikan oleh pemerintah.

Pada alternatif jenis bak persegi panjang, praktek pengendapan bak dibuat cukup panjang
bersifat menghasilkan waktu pengendapan kritis, hal tersebut dapat dicapai dengan

13
pemasangan settler yang sangat panjang agar berlangsung efektif, namun kelebihan jenis
bak ini yaitu efisiensi pengendapan mudah diprediksi dan tahan terhadap shock loading.
Adapun diketahui pada alternatif sedimentasi jenis reactor clarifier efektif digunakan
untuk air baku dengan debit dan kualitas yang cenderung konstan. Akan tetapi, reactor
clarifier memiliki batasan berupa perlunya sumber daya manusia yang terampil dalam
mengoperasikan unit pengolahan tersebut.

Sistem Terpilih

Berikut adalah tipe-tipe unit terpilih:


1. Unit Koagulasi
Pada perencanaan SPAM Regional Bandung Selatan tahap II, dipilih alumunium sulfat
atau tawas sebagai koagulan. Harga alumunium sulfat cenderung lebih murah
dibandingkan dengan jenis koagulan lain dan relatif mudah diperoleh. Tipe koagulasi
yang dipilih adalah in-line static mixer. Berdasarkan aksesibilitas, unit koagulasi jenis
tersebut mudah didapatkan di pasaran. In-line static mixer juga memiliki efektivitas
pengolahan yang sangat baik dengan waktu detensi yang dibutuhkan kecil, tidak
membutuhkan lahan yang luas dan tidak dibutuhkan energi tambahan dari luar.
2. Unit Flokulasi
Tipe unit flokulasi yang dipilih adalah horizontal baffled channel. Konstruksi unit tipe
ini merupakan yang paling sederhana dan mudah dibandingkan dengan alternatif
lainnya (vertical shaft flocculator dan horizontal shaft flocculator). Baffled channel
efektif dan umum digunakan di negara berkembang karena proses perawatan yang
relatif mudah. Selain itu, biaya operasi dan pemeliharaannya cenderung lebih murah
dibandingkan dengan tipe flokulator lainnya. Baffle channel jenis horizonal dengan
bentuk bak heksagonal dipilih untuk memudahkan pemeliharaan dan mencegah
permasalahan berupa akumulasi buih, lumpur, atau pasir.
3. Unit Sedimentasi
Tipe unit sedimentasi yang dipilih adalah horizontal rectangular tank dengan high rate
module settler. Konstruksi tipe ini sesuai untuk digunakan pada pengolahan yang
berkapasitas besar dengan jumlah lahan terbatas. Selain itu, kemudahan proses
pemasangan, operasi, dan pemeliharaan memberikan aspek ekonomi cenderung rendah.
Peralatan tube settler bak persegi panjang bersifat efektif dalam proses pengolahan
dengan aksesibilitas tinggi karena mudah ditemukan di pasaran.

SIMPULAN

1. Total kebutuhan air yang akan diolah pada IPA SPAM Regional Bandung Selatan
Tahap II yaitu sebesar 385 L/detik, termasuk dengan faktor keamanan 10% untuk
IPA.
2. Rekomendasi alternatif desain Sistem Penyediaan Air Minum Regional Bandung
Selatan tahap II adalah unit koagulasi menggunakan in-line static mixer, unit
flokulasi menggunakan baffled channel dengan bentuk kompartemen bak
heksagonal dan unit sedimentasi menggunakan horizontal rectangular tank dengan
tube settler.

14
3. Hasil perancangan dimensi unit koagulasi, flokulasi dan sedimentasi pada IPA
SPAM Regional Bandung Selatan tahap II dijabarkan sebagai berikut.
- Unit Koagulasi
Tabel 11. Parameter Desain Unit Koagulasi
Jumlah pipa 2
Diameter pipa koagulator 600 mm (24 inci)
Panjang pipa koagulator 2m
Volume koagulator 0,565 m3
Jumlah elemen 3 elemen
Panjang setiap elemen 0,66 m

- Unit Flokulasi
Tabel 12. Parameter Desain Unit Flokulasi
Jumlah bak 2
Jumlah kompartemen 6 unit
Volume tiap bak 277,2 m3
Volume/ kompartemen 46,2 m3
Panjang heksagonal 2,1 m
Tinggi bak 4m
Luas bukaan sluice gate
Saluran 1 ke 2 0,258 m2
Saluran 2 ke 3 0,285 m2
Saluran 3 ke 4 0,351 m2
Saluran 4 ke 5 0,454 m2
Saluran 5 ke 6 0,637 m2

- Unit Sedimentasi
Tabel 13. Parameter Desain Unit Sedimentasi
Jumlah bak 4
Kemiringan pelat 60o
Ketinggian pelat 2m
Jarak antar pelat 0,05 m
Tebal pelat 0,005 m
Luas permukaan bak yang ditutupi settler 31,5 m2
Panjang zona settler 12 m
Panjang zona pengendapan tanpa settler 4m
Panjang total zona pengendapan 16 m
Lebar bak sedimentasi dan settler 3m
Jumlah pelat 210
Kedalaman total bak 5,5 m

15
DAFTAR PUSTAKA

BPPSPAM. 2018. Kinerja PDAM 2018 Wilayah II. Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat Badan Peningkatan Penyelenggaraan Sistem Penyediaan Air
Minum
BPS Kabupaten Bandung. 2019. Kabupaten Bandung Dalam Angka 2018. Badan Pusat
Statistik Kabupaten Bandung
BPS Kota Bandung. 2019. Kota Bandung Dalam Angka 2018. Badan Pusat Statistik Kota
Bandung
Degrémont. 1991. “Water Treatment Handbook-Vol 2”, Lavoisier Publishing, Paris
JICA. 1990. “Design Criteria for Waterwork Facilities”, JICA, Japan.
Kawamura, Susumu. 1991. “Integrated Design of Water Treatment Facilities”, John
Willey & Sons Inc., New York.
Keputusan Gubernur Jawa Barat No. 690 Tahun 2017 tentang Penunjukkan PT. Tirta
Gemah Ripah untuk Melaksanakan Penyelenggaraan Sistem Penyediaan Air Minum
(SPAM) Regional di Daerah Provinsi Jawa Barat
Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat No. 12 Tahun 2006 tentang PT. Tirta Gemah Ripah
Peraturan Gubernur Jawa Barat No. 35 Tahun 2007 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat No. 12 Tahun 2006 Tentang PT. Tirta Gemah
Ripah
Pemerintah Kabupaten Bandung. 2008. RTRW Kota Bandung Tahun 2007-2027.
Pemerintah Kabupaten Bandung
Pemerintah Kota Bandung. 2012. RTRW Kota Bandung Tahun 2011-2031. Pemerintah
Kota Bandung
Pemerintah Kota Bandung. 2018. Rancangan Akhir Rencana Pembangunan Jangja
Menengah Daerah (RPJMD) Kota Bandung Tahun 2018-2023. Pemerintah Kota
Bandung
Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air
PSDA Jawa Barat. 2018. Data Debit Sungai Cisangkuy Pos Duga Air Cisangkuy
Pataruman 2018. PSDA Jawa Barat (Unpublished report)

16

Anda mungkin juga menyukai