4
dok. Pola, 2005
Gambar 4.1
Kondisi Terumbu Karang
120
Status Lingkungan Hidup Indonesia 2004
Gambar 4.2
Jumlah Spesies Terumbu Karang di Berbagai Lokasi di Indonesia
Gambar 4.3
Stasiun Pemantauan Terumbu Karang oleh P2O LIPI
untuk Program COREMAP
Sangat baik
Baik
Sedang
Buruk
Sumber: Suharsono, P2O-LIPI,
Coremap, 2003
121
Status Lingkungan Hidup Indonesia 2004
Tabel 4.1
Terumbu Karang Indonesia Tahun 2003
Klarifikasi
Jumlah
No. Lokasi Genera Spesies yang Dominan Keterangan
Jumlah Sangat
Baik Sedang Rusak
Lokasi Baik
Indonesia
Bagian Barat
1 Anambas 11 2 2 7 0 55 P. cylindrica, P. nigrescens, Industri minyak berkembang,
P. rus, Montipora spumosa Kawasan daerah tertinggal
2 Bakauheni 8 0 3 4 1 50 Acropora spp., P. speciosa, Pelabuhan, rute pelayaran
E. lamellosa
3 Bali Island 14 0 0 2 12 50 Acropora spp., E. lamellosa, Pariwisata Intensif
P. cylindrica
4 Baluran, Pasir 9 1 2 4 2 37 Acropora aspera, Kawasan wisata
Putih (Jawa Timur) A. formosa,
5 P. Bangka 3 0 3 0 0 37 Acropora austrea, Kawasan daerah tertinggal
Goniopora sp., Porites rus
6 P. Belitung 8 0 3 3 2 55 Favia sp., Sinularia sp., Kawasan daerah tertinggal
Lobophylum sp.
7 P. Karimata 4 0 1 3 0 42 Porites lutea, Porites Kawasan daerah tertinggal
cylindrica, Acropora spp
8 Bengkulu 5 0 0 0 5 38 Millepora spp. Acropora spp, Kawasan daerah tertinggal
Lobophytum sp.
9 Jepara 5 0 0 1 4 36 Acropora spp., M. digitata Kawasan tambak
10 P. Kangean 7 0 4 3 0 40 Acropora spp., Sinularia sp. Perkembangan Industri Minyak,
pengeboman ikan, sianida
11 Karimun 5 0 1 4 0 58 Acropora spp., Montipora Kawasan tertinggal, pariwisata,
Jawa digitata, Pachyseris pengeboman ikan, sianida
12 Teluk Lampung 5 1 2 0 2 58 Acropora spp., E. lamellosa, Kawasan maju, kawasan industri
P. nigrescens
13 P. Madura 12 2 8 2 0 42 P. cylindrica, E. lamellosa, Kawasan berkembang, pengeboman
P. nigrescens ikan, sianida
14 Merak Islands 5 0 0 1 4 40 S. hystrix, Sinularia spp., Pelabuhan, polusi industri dan
Favites spp. domestik
15 P. Natuna 20 2 5 8 5 51 Acropora spp. Porites Perkembangan Industri minyak
lutea, Favia spp
16 Nias 8 1 0 3 4 43 H. coerulea, P. nigrescens, Kawasan tertinggal, pengeboman
S. hystrix ikan, sianida
17 P. Nusa- 3 0 0 1 2 30 Goniopora spp., Favia spp. Kilang minyak, polusi domestik
kambangan
18 Padang 7 0 1 6 0 48 Acropora spp., Porites spp., Area berkembang, polusi domestik,
P. damicornis pariwisata
19 Teluk Ratai 4 1 2 0 1 40 Acropora spp. Porites Area berkembang, area industri
lutea, Favia spp
20 Bintan-Barelang 13 3 5 5 0 48 H. coerulea, P. cylindrica, Area berkembang, pengeboman
F. abdita ikan, sianida
21 Kep. Seribu 40 0 4 8 28 63 Acropora spp., P. speciosa, Polusi industri dan domestik,
M. digitata pariwisata intensif, kilang minyak
22 P. Siberut 13 0 0 1 12 42 Favia spp., Sinularia sp., Daerah tertinggal, pengeboman ikan,
P. lutea ledakan (booming) Acanthaster planci
23 Sibolga 7 0 1 4 2 52 A. formosa, S. pistillata, Area berkembang, pengeboman ikan,
P. lutea sianida, limbah kayu
24 Selat Sunda 16 0 1 6 9 50 Acropora sp., Fungia sp., Area industri, rute pelayaran,
P. nigrescens pengeboman ikan, sianida
25 Weh, Sabang 6 0 1 3 2 48 Acropora spp., S. hystrix, Pariwisata, area berkembang
Sinularia sp.
Total 238 13 49 79 97
Persentase (%) 5,46% 20,59% 33,19% 40,76%
122
Status Lingkungan Hidup Indonesia 2004
Lanjutan Tabel 4.1
Klarifikasi
Jumlah
No. Lokasi Genera Spesies yang Dominan Keterangan
Jumlah Sangat
Baik Sedang Rusak
Lokasi Baik
Indonesia
Tengah
26 P. Banggai 17 1 8 6 2 62 H. coerulea, P. cylindrica, Area tertinggal, pengeboman
M. foliosa ikan, sianida
Total 188 13 56 83 36
123
Status Lingkungan Hidup Indonesia 2004
Lanjutan Tabel 4.1
Klarifikasi
Jumlah Sangat Jumlah
No. Lokasi Baik Sedang Rusak Spesies yang Dominan Keterangan
Lokasi Baik Genera
Indonesia
Timur
a. Sebaran Terumbu Karang Indonesia dari luas terumbu karang dunia, dengan jenis fring-
Indonesia sebagai negara kepulauan yang berada ing reef, barier reef, oceanic reef dan atoll.
di kawasan tropis merupakan tempat yang ideal untuk
pertumbuhan terumbu karang sehingga penyebaran Ekosistem terumbu karang memiliki
terumbu karang banyak ditemui di perairan pantai keanekaragaman hayati tinggi dengan berbagai jenis
Indonesia, namun tidak demikian dengan pantai yang biota laut yang hidup berasosiasi dengan terumbu
memiliki banyak muara sungai. Terumbu karang tidak karang, yang penyebarannya di dunia terpusat di In-
tumbuh di sebagian besar pantai timur Sumatra, donesia dan sekitarnya.
pantai selatan Kalimantan, dan pantai selatan Papua. Di samping itu, banyak biota penghuni terumbu karang
Hal ini disebabkan oleh salinitas yang rendah, keruh di Indonesia yang bersifat endemik, seperti ikan-ikan
dan banyak mengandung sedimen, serta kondisi karang. Sebanyak 97 dari 2.715 jenis ikan karang
yang tidak mendukung kehidupan karang yang sehat. adalah endemik. Di perairan Indonesia diketahui
Sebaran terumbu karang di Indonesia dapat dilihat empat hot spot sebagai pusat endemisme, yaitu di
pada Gambar 4.4. NTB, NTT, Sulawesi Utara, dan Papua. Contoh-contoh
jenis karang Acropora yang khas Indonesia adalah
b. Jenis dan Luasan Terumbu Karang Acropora suharsonoi, A. Indonesia, A. desalwii, A.
Jenis terumbu karang dibagi dalam empat kategori, hoeksemani, A. sukarnoi, A. Togianensis.
yaitu karang tepi, karang penghalang, karang landas
oseanik, dan karang cincin (atoll). Tomascik dkk
(1977) menyebutkan luas total terumbu karang di In-
donesia sebesar 85.707 km2 atau sekitar 14 persen
124
Status Lingkungan Hidup Indonesia 2004
Gambar 4.4
Peta Sebaran Terumbu Karang Indonesia
Tabel 4.2
Jenis dan Luas Terumbu Karang Indonesia
No. Jenis Terumbu Karang Luas (km2)
1. Terumbu karang tepi (fringing reef) 14.542
2. Terumbu karang penghalang 50.223
3. Terumbu karang landas oceanik (oceanic reef) 1.402
4. Terumbu karang cincin (Atoll) 19.540
Total 85.707
Sumber: Tomascik dkk, 1997 dalam Anugrah Nontji, 2002, COREMAP
2. Hutan Mangrove
Tabel 4.3 Luas hutan mangrove di setiap provinsi tahun 1999
Jenis dan Jumlah Keanekaragaman Hayati menurut Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan
Terumbu Karang Perhutanan Sosial (RLPS), Dephut, memperlihatkan
variasi antara 7.000 ha (Provinsi Lampung) sampai
Jenis Keanekaragaman Jumlah Jenis dengan 1.750.000 ha (Provinsi Kalimantan Tengah).
No. Secara keseluruhan luas hutan mangrove di Indone-
Hayati Terumbu Karang (species)
sia adalah sekitar 9,2 juta ha dengan tingkat
1. Makro alga 782 kerusakan mencapai 57,6 persen atau seluas 5,3
2. Karang batu 461 juta ha yang sebagian besar terdapat di luar kawasan
hutan, yakni sekitar 69,8 persen (3,7 juta ha) dan
3. Moluska 2.500
sisanya sekitar 30,2 persen (1,6 juta ha) terdapat di
4. Krustasea 1.512 dalam kawasan hutan, sedangkan rehabilitasi hutan
5. Spons 850 mangrove yang sudah dilaksanakan oleh Ditjen RLPS
6. Ekinodermata 1.400 sampai tahun 2001 hanya sekitar 21.130 ha. Indone-
sia memiliki 202 jenis mangrove, yang terdiri dari 89
7. Ikan karang 2.057 jenis pohon, 5 jenis palem, 19 jenis liana, 44 jenis
8. Reptilia laut 38 epifit, dan satu jenis sikas. Sekitar 47 jenis di
antaranya merupakan tumbuhan spesifik hutan man-
Sumber: Anugrah Nontji, 2002, COREMAP
grove (Noor, at.al, 1999, dalam Strategi Nasional dan
Rencana Aksi Pengelolaan Lahan Basah Indonesia,
2004).
125
Status Lingkungan Hidup Indonesia 2004
Kotak 4.1
Kondisi Hutan Mangrove di Pesisir Aceh
Keberadaan hutan mangrove di pesisir aceh (lahan basah) yang berada dalam kondisi masih baik hanyaseluas
30.000 ha, termasuk mangrove yang terdapat di Pulau Simeuleu. Hutan mangrove yang rusakmencapai
25.000 ha dan hutan mangrove dengan kondisisedang seluas 286.000 ha (Dephut, 2000).
Tabel 4.4
Panjang Garis Pantai dan Estimasi Luas Mangrove Pantai Timur dan Pantai Barat
Aceh
Letak Pantai Panjang Garis Pantai1 (km) Luas Total Mangrove2 (ha)
Pantai Utara -Timur 761 296,078
Pantai Barat - Selatan 706 49,760
Pulau-pulau Simeuleu 1.000 1,000
1. Siaran Pers Dephut No. S. 32/II/PIK-1/2004
2. Data Dephut 2001 dan WI-IP
Pantai Utara-Timur terdiri dari Kabupaten/Kota Aceh Besar, Banda Aceh, Pidie, Bireun, Aceh Utara,
Lhokseumawe, Aceh Timur, Langsa, dan Tamiang. Pantai Barat-Selatan terdiri dari Kabupaten/Kota Aceh
Besar, Aceh Jaya, Aceh Barat, Meulaboh, Nagan Raya, Aceh Barat Daya, Aceh Selatan, Pulau Simeuleu, dan
Aceh Singkil. Dari hasil interpretasi terhadap foto-foto pesisir yang sempat terekam oleh relawan,
diperkirakan tingkat kerusakan Mangrove akibat Tsunami adalah sebagai berikut:
1. Aceh Besar 100 persen (sekitar 26,823 ha)
2. Banda Aceh 100 persen (< 500 ha)
3. Pidie 75 persen (17,000 ha)
4. Aceh Utara dan Bireun 30 persen (26,000 ha)
5. Aceh Barat 50 persen (14,000 ha)
Data kerusakan tersebut mungkin sama atau lebih kecil dari kerusakan mangrove, baik yang
diakibatkan oleh tsunami maupun kerusakan yang terjadi sebelum tsunami. Hal tersebut disebabkan
kriteria yang digunakan oleh Dephut dalam menghitung luasan mangrove belum jelas.
126
Status Lingkungan Hidup Indonesia 2004
Kotak 4.2
Kondisi Terumbu Karang di Taman Nasional Bunaken (TNB)
Taman Nasional Bunaken (TNB) ditetapkan sebagai kawasan konservasi berdasarkan Kepmenhut Nomor
730/Kpts-II/91. Tujuan utama TNB adalah sebagai wilayah konservasi keanekaragaman hayati,
mengembangkan dan memperbaiki kesejahteraan penduduk lokal, serta mendukung pertumbuhan ekonomi
regional dan nasional. Secara administratif, TNB mempunyai luas (darat dan laut) 89.056 ha, yang mencakup
Kabupaten Minahasa, Minahasa Selatan, Minahasa Utara, dan Kotamadya Manado. Dari luas total tersebut,
sekitar 8.000 ha adalah terumbu karang dan 2.693 ha hutan mangrove. TNB memiliki keanekaragaman hayati
tinggi, yang terdiri dari 390 genus karang, 388 jenis ikan, serta 341 genus moluska.
Survei Manta Tow yang dilakukan Kantor TNB dan Natural Resources Management (NRM) tahun 1998, 2001,
dan 2002 menunjukkan bahwa persentase tutupan karang keras (hard coral) mengalami penurunan, khususnya
di Bunaken, Nain, Mantehage, Manado Tua, dan Siladen. Degradasi bervariasi pada setiap lokasi, antara 7,21
persen (Nain) sampai 22,83 persen (Manado Tua). Hal ini mungkin akibat dari coral bleaching yang berasosiasi
dengan El Nino pada akhir tahun 1988 dan awal tahun 1999. Coral bleaching merupakan peristiwa global
paling buruk yang pernah dicatat dan menyebabkan kematian karang seluruh dunia.
Bleaching coral terjadi sampai kedalaman 60 m dan juga terjadi pada karang lunak, anemon. Ini ditujukan
oleh penurunan tutupan karang lunak di pulau Bunaken dari 23 persen tahun 1998 sampai 13,5 persen pada
Tabel 4.5
Persentase Tutupan Karang Keras di TNB (Teknik Manta Tow)
1998 2001 2002
Lokasi
HC SC DC HC SC DC HC SC DC
Bunaken 46,00 23,00 22,00 38,75 13,50 - 50,04 - 19,60
Nain 29,00 15,00 47,00 21,79 10,47 7,26 - - -
Mantehage 40,00 23,00 31,00 19,49 10,56 9,13 41,41 - 18,06
Manado Tua 41,00 26,00 44,00 18,17 14,04 9,04 32,30 - 21,01
Siladen 45,00 28,00 26,00 27,22 19,17 8,06 41,30 - 12,22
Arakan/Wararontulap 21,00 11,00 51,00 32,41 20,59 24,41 32,98 - 9,35
Sumber: KLH, 2004
Keterangan: HC= Hard coral; SC= Soft coral; DC= Death coral
tahun 2001.
Kondisi karang dicatat dengan Line Intercept Transect (LIT) pada tahun 1994, 1996, dan 2000. Pada tahun
1996 dan tahun 2000 terjadi penurunan persentase tutupan karang hidup secara drastis pada kedalaman 3
m, dari 72,1 persen menjadi 33,24 persen. Hal ini mungkin akibat dari coral bleaching yang terjadi tahun 1998
dan 1999 yang menyebabkan kematian karang. Kematian karang umumnya terjadi pada kedalaman 3 m
karena kawasan tersebut paling peka terhadap perubahan lingkungan khususnya temperatur air. Faktor yang
mempengaruhi ekosistem TNB adalah pertumbuhan penduduk dan jumlah nelayan di TNB, yang menjadi
faktor konflik di TNB. Ada sejumlah pelanggaran di TNB yang terjadi selama 2001-2002.
Untuk melindungi TNB, pada tahun 2000 dibentuk Badan Pengelola Taman Nasional Bunaken yang
beranggotakan berbagai pihak dengan mengembangkan model pengelolaan collaborative bagi TNB. Kebijakan
untuk melaksanakan rencana zonasi partisipatori, sistem patroli bersama, partisipasi masyarakat adalah
faktor utama dalam mencapai tujuan TNB. Badan Pengelola Taman Nasional Bunaken dan Forum Masyarakat
Peduli Bunaken mengelola area laut yang dilindungi di Sulawesi Utara dengan melibatkan 30.000 orang yang
tinggal di taman tersebut.
Tujuh masyarakat tropis dari seluruh dunia, termasuk Taman Nasional Bunaken dan Forum Masyarakat
Peduli Bunaken, telah dianugerahi hadiah pada tanggal 19 Februari 2004 dalam keberhasilannya mengurangi
kemiskinan dengan memelihara kekayaan biologi. Hasil kerja yang telah mereka lakukan menunjukkan sukses
kerja sama antara individu, pemerintah, dan organisasi kemasyarakatan dalam meningkatkan mata
pencaharian dan lingkungan mereka.
127
Status Lingkungan Hidup Indonesia 2004
2. Kerusakan Terumbu Karang baku mutu, demikian juga dengan parameter logam
Penyebab kerusakan terumbu karang di Indonesia berat seperti Pb, Cd, Cu, Cr, dan Hg masih dalam
adalah eksploitasi sumber daya yang berlebihan, batas toleransi. Parameter sulfida yang diukur di
penggunaan teknik penangkapan yang destruktif, Pelabuhan Belawan, Tanjung Priok, Merak dan
pencemaran, penambangan karang, sedimentasi, Lampung telah melewati baku mutu air laut. Selain
pembangunan kawasan pesisir. Selain itu, kerusakan itu, fenol juga terdeteksi di atas baku mutu pada
juga dapat diakibatkan oleh angin ribut, letusan hampir semua pelabuhan, yaitu Semayang, Tanjung
gunung api, gempa bumi, tsunami, dan perubahan Emas, Pulai Baai, Tanjung Perak, Tanjung Priok,
iklim global seperti El Nino. Merak, Lampung, dan Kuta. Hal ini menunjukkan
bahwa biota laut, termasuk ikan, di perairan
3. Kerusakan Mangrove pelabuhan berpotensi terkontaminasi oleh sulfida
dan fenol yang mempunyai efek akut.
Ekosistem mangrove di Indonesia sudah sangat
terancam akibat aktivitas pembangunan, pengelolaan 2. Kasus Pencemaran Air Laut
daerah aliran sungai (DAS) yang kurang baik,
peningkatan limbah industri dan domestik (rumah a. antai Ancol
tangga) yang masuk ke dalam daur hidrologi, serta
konversi menjadi tambak ikan dan udang. Beberapa Pantai Ancol merupakan perairan laut di pantai utara
contoh kerusakan hutan mangrove adalah sebagai Jakarta yang digunakan sebagai tempat rekreasi dan
berikut: penangkapan ikan oleh nelayan. Pada tanggal 9 Mei
• Hutan mangrove di kepulauan Riau mengalami 2004 terjadi kematian ikan di perairan Ancol.
kerusakan parah akibat pembalakan liar. Penelitian contoh air yang dilakukan pada tanggal 10
Selama kurun waktu 20 tahun hingga tahun 2002 Mei 2004 menunjukkan bahwa DO di air laut masih
luas tambak telah mendekati hampir 1 juta ha. baik, tetapi pada 200 m dari muara Ciliwung
Pertumbuhan luas tambak sangat cepat karena konsentrasinya 2,13 mg/l dan air di Sungai Ciliwung
luas tambak hanya 193 ribu ha pada tahun 1982. 0 mg/l (Tabel 4.7). Air Sungai Ciliwung ini bermuara
di perairan Ancol, diduga tingginya pencemar di
• Dari interpretasi Citra Landsat TM tahun 1996,
Sungai Ciliwung memberikan kontribusi terhadap
luasan mangrove di Kota Batam tahun 1996
penurunan kualitas lingkungan di perairan Ancol.
sekitar 197.984.083,24 m2 atau 19.798,41 ha
Rendahnya kadar DO akan mematikan biota dalam
yang tersebar di pesisir dan pulau-pulau kecil di
air yang memerlukan oksigen dalam metabolisme-
Kota Batam. Pada tahun 2002 luas mangrove
nya. Konsentrasi parameter lain di Sungai Ciliwung
131.065.381 m2 atau 13.106,54 ha. Dalam kurun
jauh lebih besar jika dibandingkan dengan air laut
waktu 6 tahun telah terjadi penurunan luasan
yang diambil di perairan Ancol.
mangrove sekitar 6.691,87 ha atau 1.115 ha per
tahun.
• Di Pulau Bintan banyak dijumpai jenis Avicennia
alba, A.marina, Rhizophora Gambar 4.5
apiculata, Lumnitzera Sampah di Pantai Selatan Pulau Rambut, Kepulauan Seribu,
littorea, L.racesmosa, Xylocarpus Jakarta
granatum, dan Sonneratia alba.
Kondisi umum mangrove secara
umum adalah baik, walaupun di
beberapa tempat telah mengalami
kerusakan karena ditebang oleh
masyarakat untuk keperluan kayu
bakar dan juga karena kegiatan
pertambangan di selatan Bintan.
Kepadatan rata-rata adalah sekitar
400-1.200 pohon/ha.
128
Status Lingkungan Hidup Indonesia 2004
Tabel 4.6
Kualitas Air Laut Pelabuhan di Indonesia
Pelabuhan / Kota
Semarang Semarang, Pulau Batu Soekarno- Teluk Kepmen LH
No. Parameter Ket Tj. Belawan, Tj. Priok Merak, Kuta, No. 51/2004
Balik- Tanjung Baai, Ampar, Hatta/ Betung
Perak, Medan Jakarta Banten Denpasar tentang Baku
papan Emas Bengkulu Batam Makassar Lampung
Surabaya Mutu
Min 8,12 8,57 8,17 8,15 8,20 7,75 7,92 8,0 8,14 8,2 8,13 Air Laut
1 pH
Maks 8,29 8,65 8,89 8,25 8,31 8,15 8,02 8,2 8,26 8,3 8,49
2 Temperatur Min 29,7 29,7 20,8 31,1 27,5 29,6 30,4 29,5 29,4 29,0 26,8
(½C) Maks 29,9 30,6 30,5 32,2 28,3 30,4 30,6 30,7 29,6 29,3 27,6
3 DHL Min 49,2 56,4 54,9 44,3 44,8 47,0 36,7 32,2 42,3 42,7 22,5
(mS/cm) Maks 50,7 56,8 59,1 45,6 50,3 47,3 41,0 44,5 44,1 44,9 49,2
4 Salinitas (‰) Min 28 30 31 28 31 27 20 31 27 30 13
Maks 28 31 31 30 31 28 24 33 31 33 33 -
5 TSS (mg/l) Min 3 11 25 < 0,1 < 0,1 < 0,1 < 0,1 < 0,1 32 12 < 0,1
80
Maks 13 17 40 1 2 1 1 3 35 26 1
6 COD (mg/l) Min 8 16 7,26 16 24 24 31 32 < 0,1 16,3 < 0,1 -
Maks 24 64 14,5 64 73,6 73,6 31 48 237 24,5 24,5
7 TOC (mg/l) Min 30,7 6,29 1,21 2,24 2,08 2,37 3,46 1,64 13,4 2,29 2,04 -
Maks 4,47 9,87 1,77 2,85 5,02 4,05 5,22 10,60 18,60 3,22 2,58
8 T-N (mg/l) Min 1,36 1,84 4,25 1,04 1,14 1,37 3,30 3,66 1,95 1,73 1,80 -
Maks 1,64 4,21 5,33 2,28 2,71 2,21 4,17 4,80 3,41 2,13 2,98
9 T-P (mg/l) Min < 0,002 < 0,002 < 0,002 0,0080 0,0350 0,054 0,028 0,232 0,0256 0,0464 < 0,002 -
Maks 0,0276 < 0,002 < 0,002 0,0148 0,0618 0,07 0,772 0,661 0,0845 0,0612 < 0,002
10 NH3-N Min 0,0463 < 0,04 < 0,04 0,0532 0,0957 0,0805 < 0,04 < 0,04 0,122 < 0,04 0,0454 0,3
(mg/l) Maks 0,298 < 0,04 0,0536 0,087 0,1324 0,299 0,263 0,08741 0,281 0,186 0,131
11 S2- (mg/l) Min < 0,03 < 0,03 < 0,03 < 0,03 < 0,03 < 0,03 0,142 0,126 0,140 0,1461 < 0,03 0,003
Maks < 0,03 < 0,03 < 0,03 < 0,03 < 0,03 < 0,03 0,152 0,140 0,144 0,1533 < 0,03
12 ML (mg/l) Min < 0,1 < 0,1 < 0,1 < 0,1 < 0,1 < 0,1 <0,1 < 0,1 < 0,1 < 0,1 < 0,1 5
Maks < 0,1 0,6 0,4 0,6 0,2 0,2 1,95 0,4 0,2 0,6 2,1
13 Fenol (mg/l) Min 0,0583 0,0760 0,105 < 0,04 < 0,04 < 0,04 < 0,04 < 0,04 < 0,04 < 0,04 < 0,04 0,002
Maks 0,537 0,339 0,158 < 0,04 < 0,04 0,048 < 0,04 0,258 0,116 0,155 0,462
- Min 0,0074 0,160 0,0162 0,008 0,0076 0,0080 0,0056 0,0032 0,0050 0,0066 < 0,002
14 CN (mg/l) -
Maks 0,01 0,0260 0,0218 0,011 0,0144 0,0112 0,0068 0,0076 0,0068 0,0092 0,0040
15 Pb (µg/l) Min <5 <5 <5 <5 <5 <5 <5 <5 <5 <5 <5
50
Maks <5 <5 <5 <5 <5 <5 <5 <5 11,8 8,10 <5
16 Cd (µg/l) Min < 0,5 < 0,5 < 0,5 < 0,5 < 0,5 < 0,5 < 0,5 < 0,5 < 0,5 < 0,5 < 0,5
10
Maks < 0,5 < 0,5 < 0,5 < 0,5 < 0,5 < 0,5 < 0,5 < 0,5 < 0,5 < 0,5 < 0,5
17 Cu (µg/l) Min <5 <5 <5 <5 <5 <5 <5 <5 <5 <5 <5
Maks <5 <5 <5 <5 <5 8,52 <5 <5 <5 <5 <5 50
18 Cr (µg/l) Min <5 <5 <5 <5 <5 <5 <5 <5 <5 <5 <5
Maks <5 <5 <5 <5 <5 <5 <5 <5 <5 <5 <5 -
19 Hg (µg/l) Min < 0,5 < 0,5 < 0,5 < 0,5 < 0,5 < 0,5 < 0,5 < 0,5 < 0,5 < 0,5 < 0,5
Maks 0,696 0,759 0,914 < 0,5 0,736 < 0,5 < 0,5 0,767 < 0,501 < 0,5 < 0,5 3
Tabel 4.8
Konsentrasi Logam Berat dalam Ikan di Pantai Ancol dan Sekitarnya
Tabel 4.9
Konsentrasi Logam Berat dalam Ikan di Pantai Dadap
Gambar 4.7
Lokasi Pantai Lestari di Indonesia Tahun 2004
132
Status Lingkungan Hidup Indonesia 2004
Tabel 4.10
Kawasan Konservasi Taman Wisata Alam Laut
134
Status Lingkungan Hidup Indonesia 2004
Dengan Kepmen LH Nomor 200 Tahun 2004, pendapatan nelayan dan pencemaran minyak di
strategi pengelolaan padang lamun dilakukan perairan sekitar dermaga PT KSS. Upaya ganti rugi
melalui penetapan padang lamun sebagai terhadap masyarakat nelayan sudah diselesaikan
kawasan lindung; melakukan upaya legitimasi; oleh pihak pencemar dengan Pemerintah Daerah
menentukan zonasi peruntukan padang lamun; Kabupaten Karimun, sedangkan pemantauan
penguatan kelembagaan yang menangani kualitas air laut telah dilaksanakan oleh KLH.
masalah padang lamun; dan pengelolaan
padang lamun berbasis masyarakat. b. Tindak Pidana Perikanan
Sejak tahun 2001 hingga 2004 terjadi sejumlah
2. Penaatan dan Penegakan Hukum kasus tindak pidana kelautan khususnya perikanan.
a. Pencemaran Minyak PT Karimun Sembawang Pada tahun 2001 terjadi 155 kasus, tahun 2002
Shipyard meningkat menjadi 193 kasus, kemudian tahun 2003
menurun menjadi 154 kasus, dan pada tahun 2004
Pencemaran minyak di perairan sekitar dermaga PT mengalami peningkatan menjadi 162 kasus tindak
Karimun Sembawang Shipyard (PT KSS) yang terletak pidana. DKP, TNI AL, dan Polri berhasil mengajukan
di Tanjung Balai, Kabupaten Karimun, terjadi akibat kasus tersebut hingga pengadilan, seperti terlihat
sebagian badan kapal Vista Mariner yang bermuatan dalam Tabel 4.11.
minyak bekas (oil slop) tenggelam pada tanggal 24
Juli 2004. Dampak dari musibah ini adalah kehilangan
Tabel 4.11
Rekapitulasi Tindak Pidana Perikanan Tahun 2004
Kelompok
No. Cluster Provinsi Kab/Kota Individu Kelompok LSM Jumlah
Profesi
1. Sumatra Lampung Lampung Selatan 28/25 32 - 2 62/25
Lampung Timur 2 3 1 - 6
2. Jawa Banten Pandeglang 7/123 1 2 6/6 17/123
Serang 6 - 2 1/6 3/12
Cilegon - - - 3 3
Tangerang 9 - - 4 13
Lebak - - - 3 3
3. DKI Jakarta Jakarta Pusat - - 1 - 1
Jakarta Utara - - 2 - 2
Kota Bekasi 1 - - - 1
Karawang - 1 - - 1
4. Jawa Barat Indramayu 5 1 1 - 7
Kota Cirebon 11/247 8 - 4 23/247
Kab. Cirebon 28 - - 1 29
Brebes - 2 - 4 6
Kota Tegal - - - 1/6 1/6
Pekalongan - - - 3 3
Pemalang - - - 5 5
5. Jawa Tengah Kendal 6 1 - - 7
Batang 6 - - - 6
Kota Semarang 4 1 - - 5
Demak 6 1 - - 7
Jepara 6/68 - - - 6/68
6. D.I. Yogyakarta Kulon Progo - - 1 - 1
7. Jawa Timur Bangkalan 7/40 - - - 7/40
Sampang 6 - - - 6
Pamengkasan 6 - - - 6
Sumenep 7 - - - 7
Lamongan 3 - - 3 6
Sidoarjo 6 - - 2 8
Gresik 5 - - - 5
Pasuruan 4 - - 1 5
Tuban - 3 - 2 5
Jumlah 136/535 61/3 10 20/44 227/577
136
Status Lingkungan Hidup Indonesia 2004
Tabel 4.13
Keluaran Pemberdayaan Masyarakat Pesisir dan Laut untuk Kegiatan Penanaman Pohon
3. Pembangunan Masyarakat Pesisir dan Laut Proyek percontohan program MFCDP untuk tambak
dan perikanan dilakukan di Kabupaten Serang, Muna,
a. Marginal Fishing Community Development Pilot Bantaeng, Tapanuli Tengah, Dompu, dan Sangihe
(MFCDP) Talaud. (http://www.kpel.or.id).