Anda di halaman 1dari 28

Kuliah Komunikasi

Rabu, 2008 November 26


Teori Motivasi McClelland & Teori Dua Faktor Hezberg

Pengertian Motivasi

Motivasi merupakan akibat dari interaksi seseorang dengan


situasi tertentu yang dihadapi. Menurut Robbins (2001:166)
menyatakan definisi dari motivasi yaitu kesediaan untuk
mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi untuk tujuan organisasi
yang dikondisikan oleh kemampuan upaya itu untuk memenuhi
beberapa kebutuhan individual.

Sedangkan menurut Sondang P. Siagian sebagai-mana dikutip


oleh Soleh Purnomo (2004:36) menyatakan bahwa motivasi adalah
daya pendorong yang mengakibatkan seseorang anggota organisasi
mau dan rela untuk menggerakkan kemampuan dalam bentuk
keahlian atau ketrampilan, tenaga dan waktunya untuk
menyelenggarakan berbagai kegiatan yang menjadi tanggung
jawabnya dan menunaikan kewajibannya, dalam rangka pencapaian
tujuan dan berbagai sasaran organisasi yang telah ditentukan
sebelumnya.

Dari pengertian ini, jelaslah bahwa dengan memberikan


motivasi yang tepat, maka karyawan akan terdorong untuk berbuat
semaksimal mungkin dalam melaksanakan tugasnya dan mereka
akan meyakini bahwa dengan keberhasilan organisasi dalam
mencapai tujuan dan berbagai sasarannya, maka kepentingan-
kepentingan pribadinya akan terpelihara pula.

Sunarti (2003:22) menyatakan ada tiga faktor utama yang


mempengaruhi motivasi yaitu perbedaan karakteristik individu,
perbedaan karakteristik pekerjaan, dan perbedaan karakteristik
lingkungan kerja. Dalam rangka mendorong tercapainya
produktivitas kerja yang optimal maka seorang manajer harus dapat
mempertimbangkan hubungan antara ketiga faktor tersebut dan
hubungannya terhadap perilaku individu. Pada dasarnya motivasi
individu dalam bekerja dapat memacu karyawan untuk bekerja
keras sehingga dapat mencapai tujuan mereka. Hal ini akan
meningkatkan produktivitas kerja individu yang berdampak pada
pencapaian tujuan dari organisasi.

Soleh Purnomo (2004:37) menyatakan ada tiga faktor sebagai


sumber motivasi yaitu

(1) kemungkinan untuk berkembang,

(2) jenis pekerjaan, dan

(3) apakah mereka dapat merasa bangga menjadi bagi dari

perusahaan tempat mereka bekerja.

Disamping itu ada beberapa aspek yang berpengaruh


terhadap motivasi kerja individu, yaitu rasa aman dalam bekerja,
mendapatkan gaji yang adil dan kompetitif, lingkungan kerja yang
menyenangkan, penghargaan atas prestasi kerja dan perlakuan
yang adil dari manajemen. Dengan melibatkan karyawan dalam
pengambilan keputusan, pekerjaan yang menarik dan menantang,
kelompok dan rekan-rekan kerja yang menyenangkan, kejelasan
akan standar keberhasilan serta bangga terhadap pekerjaan dan
perusahaan dapat menjadi faktor pemicu kerja karyawan.

Pada dasarnya motivasi individu dalam bekerja dapat


memacu karyawan untuk bekerja keras sehingga dapat mencapai
tujuan mereka. Hal ini akan meningkatkan produktivitas kerja
individu yang berdampak pada pencapaian tujuan dari organisasi.
Disamping itu ada beberapa aspek yang berpengaruh terhadap
motivasi kerja individu, yaitu rasa aman dalam bekerja,
mendapatkan gaji yang adil dan kompetitif, lingkungan kerja yang
menyenangkan, penghargaan atas prestasi kerja dan perlakuan
yang adil dari manajemen. Dengan melibatkan karyawan dalam
pengambilan keputusan, pekerjaan yang menarik dan menantang,
kelompok dan rekan-rekan kerja yang menyenangkan, kejelasan
akan standar keberhasilan serta bangga terhadap pekerjaan dan
perusahaan dapat menjadi faktor pemicu kerja karyawan

Sekilas David McClelland

David Clarence McClelland (1917-1998) mendapat gelar


doktor dalam psikologi di Yale pada 1941 dan menjadi profesor di
Universitas Wesleyan. McClelland dikenal untuk karyanya pada
pencapaian motivasi. David McClelland memelopori motivasi kerja
berpikir, mengembangkan pencapaian berbasis teori dan model
motivasi, dan dipromosikan dalam perbaikan metode penilaian
karyawan, serta advokasi berbasis kompetensi penilaian dan tes.
Ide nya telah diadopsi secara luas di berbagai organisasi, dan
berkaitan erat dengan teori Frederick Herzberg.

David McClelland dikenal menjelaskan tiga jenis motivasi, yang


diidentifikasi dalam buku ”The Achieving Society”:
1. Motivasi untuk berprestasi (n-ACH)

2. Motivasi untuk berkuasa (n-pow)

3. Motivasi untuk berafiliasi/bersahabat (n-affil)

Model Kebutuhan Berbasis Motivasi McClelland

David McClelland (Robbins, 2001 : 173) dalam teorinya


Mc.Clelland’s Achievment Motivation Theory atau teori motivasi
prestasi McClelland juga digunakan untuk mendukung hipotesa
yang akan dikemukakan dalam penelitian ini. Dalam teorinya
McClelland mengemukakan bahwa individu mempunyai cadangan
energi potensial, bagaimana energi ini dilepaskan dan
dikembangkan tergantung pada kekuatan atau dorongan motivasi
individu dan situasi serta peluang yang tersedia.

Teori ini memfokuskan pada tiga kebutuhan yaitu kebutuhan


akan prestasi (achiefment), kebutuhan kekuasaan (power), dan
kebutuhan afiliasi.

Model motivasi ini ditemukan diberbagai lini organisasi, baik


staf maupun manajer. Beberapa karyawan memiliki karakter yang
merupakan perpaduan dari model motivasi tersebut.

A. Kebutuhan akan prestasi (n-ACH)

Kebutuhan akan prestasi merupakan dorongan untuk


mengungguli, berprestasi sehubungan dengan seperangkat standar,
bergulat untuk sukses. Kebutuhan ini pada hirarki Maslow terletak
antara kebutuhan akan penghargaan dan kebutuhan akan
aktualisasi diri. Ciri-ciri inidividu yang menunjukkan orientasi tinggi
antara lain bersedia menerima resiko yang relatif tinggi, keinginan
untuk mendapatkan umpan balik tentang hasil kerja mereka,
keinginan mendapatkan tanggung jawab pemecahan masalah.

n-ACH adalah motivasi untuk berprestasi , karena itu


karyawan akan berusaha mencapai prestasi tertingginya,
pencapaian tujuan tersebut bersifat realistis tetapi menantang, dan
kemajuan dalam pekerjaan. Karyawan perlu mendapat umpan balik
dari lingkungannya sebagai bentuk pengakuan terhadap prestasinya
tersebut.

B. Kebutuhan akan kekuasaan (n-pow)


Kebutuhan akan kekuasaan adalah kebutuhan untuk
membuat orang lain berperilaku dalam suatu cara dimana orang-
orang itu tanpa dipaksa tidak akan berperilaku demikian atau suatu
bentuk ekspresi dari individu untuk mengendalikan dan
mempengaruhi orang lain. Kebutuhan ini pada teori Maslow terletak
antara kebutuhan akan penghargaan dan kebutuhan aktualisasi diri.
McClelland menyatakan bahwa kebutuhan akan kekuasaan sangat
berhubungan dengan kebutuhan untuk mencapai suatu posisi
kepemimpinan.

n-pow adalah motivasi terhadap kekuasaan. Karyawan


memiliki motivasi untuk berpengaruh terhadap lingkungannya,
memiliki karakter kuat untuk memimpin dan memiliki ide-ide untuk
menang. Ada juga motivasi untuk peningkatan status dan prestise
pribadi.

C. Kebutuhan untuk berafiliasi atau bersahabat (n-affil)

Kebutuhan akan Afiliasi adalah hasrat untuk berhubungan


antar pribadi yang ramah dan akrab. Individu merefleksikan
keinginan untuk mempunyai hubungan yang erat, kooperatif dan
penuh sikap persahabatan dengan pihak lain. Individu yang
mempunyai kebutuhan afiliasi yang tinggi umumnya berhasil dalam
pekerjaan yang memerlukan interaksi sosial yang tinggi.

McClelland mengatakan bahwa kebanyakan orang memiliki


kombinasi karakteristik tersebut, akibatnya akan mempengaruhi
perilaku karyawan dalam bekerja atau mengelola organisasi.

Karakteristik dan sikap motivasi prestasi ala Mcclelland:

a). Pencapaian adalah lebih penting daripada materi.

b). Mencapai tujuan atau tugas memberikan kepuasan pribadi


yang lebih besar daripada menerima pujian atau pengakuan.

c). Umpan balik sangat penting, karena merupakan ukuran


sukses

(umpan balik yang diandalkan, kuantitatif dan faktual).

Penelitian David Mcclelland

Penelitian McClelland terhadap para usahawan menunjukkan


bukti yang lebih bermakna mengenai motivasi berprestasi
dibanding kelompok yang berasal dari pekerjaan lain. Artinya para
usahawan mempunyai n-ach yang lebih tinggi dibanding dari profesi
lain.

Kewirausahaan adalah merupakan kemampuan kreatif dan


inovatif yang dijadikan dasar, kiat dan sumberdaya untuk mencari
peluang sukses (Suryana, 2006). Kreativitas adalah kemampuan
mengembangkan ide dan cara-cara baru dalam memecahkan
masalah dan menemukan peluang (Suryana, 2006). Inovasi adalah
kemampuan menerapkan kreativitas dalam rangka memecahkan
masalah dan menemukan peluang (Suryana, 2006). Ciri-ciri pokok
peranan kewirausahaan (McClelland, 1961 dalam Suyanto, 1987)
meliputi Perilaku kewirausahaan, yang mencakup memikul risiko
yang tidak terlalu besar sebagai suatu akibat dari keahlian dan
bukan karena kebetulan, kegiatan yang penuh semangat dan/atau
yang berdaya cipta, tanggung jawab pribadi, serta pengetahuan
tentang hasil-hasil keputusan; uang sebagai ukuran atas hasil.

Ciri lainnya, minat terhadap pekerjaan kewirausahaan sebagai


suatu akibat dari martabat dan ‘sikap berisiko’ mereka. Seorang
wirausaha adalah risk taker. Risk taker dimaksudkan bahwa seorang
wirausaha dalam membuat keputusan perlu menghitung risiko yang
akan ditanggungnya. Peranan ini dijalankan karena dia membuat
keputusan dalam keadaan tidak pasti. Wirausaha mengambil risiko
yang moderat, tidak terlalu tinggi (seperti penjudi), juga tidak
terlalu rendah seperti orang yang pasif (Hanafi, 2003). Dari hasil
penelitiannya, McClelland (1961) menyatakan bahwa dalam
keadaan yang mengandung risiko yang tak terlalu besar, kinerja
wirausaha akan lebih tergantung pada keahlian- atau pada prestasi
- dibanding pekerjaan lain.

Seorang wirausaha untuk melakukan inovasi atau


pembaharuan perlu semangat dan aktif. Mereka bisa bekerja dalam
waktu yang panjang, misal 70 jam hingga 80 jam per minggu.
Bukan lama waktu yang penting, namun karena semangatnya
mereka tahan bekerja dalam waktu yang panjang. Bagi individu
yang memiliki n-ach tinggi tidak begitu tertarik pada pengakuan
masyarakat atas sukses mereka, akan tetapi mereka benar-benar
memerlukan suatu cara untuk mengukur seberapa baik yang telah
dilakukan.

Dari penelitiannya, McClelland menyimpulkan bahwa


kepuasan prestasi berasal dari pengambilan prakarsa untuk
bertindak sehingga sukses, dan bukannya dari pengakuan umum
terhadap prestasi pribadi. Selain itu juga diperoleh kesimpulan
bahwa orang yang memiliki n-ach tinggi tidak begitu terpengaruh
oleh imbalan uang, mereka tertarik pada prestasi. Standar untuk
mengukur sukses bagi wirausaha adalah jelas, misal laba, besarnya
pangsa pasar atau laju pertumbuhan penjualan.

Sekilas Frederick Herzberg

Frederick Herzberg (1923-2000), adalah seorang ahli psikolog


klinis dan dianggap sebagai salah satu pemikir besar dalam bidang
manajemen dan teori motivasi. Frederick I Herzberg dilahirkan di
Massachusetts pada 18 April 1923. Sejak sarjana telah bekerja di
City College of New York. Lalu tahun 1972, menjadi Profesor
Manajemen di Universitas Utah College of Business. Hezberg
meninggal di Salt Lake City, 18 Januari 2000.

Teori Dua Faktor Hezberg

Frederick Herzberg (Hasibuan, 1990 : 177) mengemukakan


teori motivasi berdasar teori dua faktor yaitu faktor higiene dan
motivator. Dia membagi kebutuhan Maslow menjadi dua bagian
yaitu kebutuhan tingkat rendah (fisik, rasa aman, dan sosial) dan
kebutuhan tingkat tinggi (prestise dan aktualisasi diri) serta
mengemukakan bahwa cara terbaik untuk memotivasi individu
adalah dengan memenuhi kebutuhan tingkat tingginya.

Menurut Hezberg, faktor-faktor seperti kebijakan, administrasi


perusahaan, dan gaji yang memadai dalam suatu pekerjaan akan
menentramkan karyawan. Bila faktor-faktor ini tidak memadai maka
orang-orang tidak akan terpuaskan (Robbins,2001:170).

Menurut hasil penelitian Herzberg ada tiga hal penting yang


harus diperhatikan dalam memotivasi bawahan (Hasibuan, 1990 :
176) yaitu :

a. Hal-hal yang mendorong karyawan adalah pekerjaan yang


menantang yang mencakup perasaan berprestasi, bertanggung
jawab, kemajuan, dapat menikmati pekerjaan itu sendiri dan adanya
pengakuan atas semua itu.

b. Hal-hal yang mengecewakan karyawan adalah terutama


pada faktor yang bersifat embel-embel saja dalam pekerjaan,
peraturan pekerjaan, penerangan, istirahat dan lain-lain sejenisnya.

c. Karyawan akan kecewa bila peluang untuk berprestasi


terbatas. Mereka akan menjadi sensitif pada lingkungannya serta
mulai mencari-cari kesalahan.
Herzberg menyatakan bahwa orang dalam melaksanakan
pekerjaannya dipengaruhi oleh dua faktor yang merupakan
kebutuhan, yaitu :

a. Maintenance Factors

Adalah faktor-faktor pemeliharaan yang berhubungan dengan


hakikat manusia yang ingin memperoleh ketentraman badaniah.
Kebutuhan kesehatan ini merupakan kebutuhan yang berlangsung
terus-menerus, karena kebutuhan ini akan kembali pada titik nol
setelah dipenuhi.

b. Motivation Factors

Adalah faktor motivator yang menyangkut kebutuhan


psikologis seseorang yaitu perasaan sempurna dalam melakukan
pekerjaan. Factor motivasi ini berhubungan dengan penghargaan
terhadap pribadi yang berkaitan langsung denagn pekerjaan.

Penerapan Teori Dua Faktor Herzberg Dalam Organisasi

Dalam kehidupan organisasi, pemahaman terhadap motivasi


bagi setiap pemimpin sangat penting artinya, namun motivasi juga
dirasakan sebagai sesuatu yang sulit. Hal ini dikemukakan oleh
Wahjosumidjo (1994 : 173) sebagai berikut :

a. Motivasi sebagai suatu yang penting (important subject)


karena peran pemimpin itu sendiri kaitannya dengan
bawahan. Setiap pemimpin tidak boleh tidak harus bekerja
bersama-sama dan melalui orang lain atau bawahan, untuk itu
diperlukan kemampuan memberikan motivasi kepada
bawahan.

b. Motivasi sebagai suatu yang sulit (puzzling subject), karena


motivasi sendiri tidak bisa diamati dan diukur secara pasti.
Dan untuk mengamati dan mengukur motivasi berarti harus
mengkaji lebih jauh perilaku bawahan. Disamping itu juga
disebabkan adanya teori motivasi yang berbeda satu sama
lain.

Untuk memahami motivasi karyawan digunakan teori motivasi dua


arah yang dikemukakan oleh Herzberg:

Pertama, teori yang dikembangkan oleh Herzberg berlaku


mikro yaitu untuk karyawan atau pegawai pemerintahan di
tempat ia bekerja saja. Sementara teori motivasi Maslow
misalnya berlaku makro yaitu untuk manusia pada umumnya.

Kedua, teori Herzberg lebih eksplisit dari teori hirarki


kebutuhan Maslow, khususnya mengenai hubungan antara
kebutuhan dengan performa pekerjaan. Teori ini dikemukakan
oleh Frederick Herzberg tahun 1966 yang merupakan
pengembangan dari teori hirarki kebutuhan menurut Maslow.

Teori Herzberg memberikan dua kontribusi penting bagi


pimpinan organisasi dalam memotivasi karyawan. Pertama, teori ini
lebih eksplisit dari teori hirarki kebutuhan Maslow, khususnya
mengenai hubungan antara kebutuhan dalam performa pekerjaan.
Kedua, kerangka ini membangkitkan model aplikasi, pemerkayaan
pekerjaan (Leidecker and Hall dalam Timpe, 1999 : 13).

Berdasarkan hasil penelitian terhadap akuntan dan ahli teknik


Amerika Serikat dari berbagai Industri, Herzberg mengembangkan
teori motivasi dua faktor (Cushway and Lodge, 1995 : 138). Menurut
teori ini ada dua faktor yang mempengaruhi kondisi pekerjaan
seseorang, yaitu faktor pemuas (motivation factor) yang disebut
juga dengan satisfier atau intrinsic motivation dan faktor kesehatan
(hygienes) yang juga disebut disatisfier atau ekstrinsic motivation.

Teori Herzberg ini melihat ada dua faktor yang mendorong


karyawan termotivasi yaitu faktor intrinsik yaitu daya dorong
yang timbul dari dalam diri masing-masing orang, dan faktor
ekstrinsik yaitu daya dorong yang datang dari luar diri seseorang,
terutama dari organisasi tempatnya bekerja.

Jadi karyawan yang terdorong secara intrinsik akan


menyenangi pekerjaan yang memungkinnya menggunakan
kreaktivitas dan inovasinya, bekerja dengan tingkat otonomi yang
tinggi dan tidak perlu diawasi dengan ketat. Kepuasan disini tidak
terutama dikaitkan dengan perolehan hal-hal yang bersifat materi.
Sebaliknya, mereka yang lebih terdorong oleh faktor-faktor
ekstrinsik cenderung melihat kepada apa yang diberikan oleh
organisasi kepada mereka dan kinerjanya diarahkan kepada
perolehan hal-hal yang diinginkannya dari organisasi (dalam
Sondang, 2002 : 107).

Adapun yang merupakan faktor motivasi menurut Herzberg


adalah: pekerjaan itu sendiri (the work it self), prestasi yang diraih
(achievement), peluang untuk maju (advancement), pengakuan
orang lain (ricognition), tanggung jawab (responsible).

Menurut Herzberg faktor hygienis/extrinsic factor tidak


akan mendorong minat para pegawai untuk berforma baik, akan
tetapi jika faktor-faktor ini dianggap tidak dapat memuaskan dalam
berbagai hal seperti gaji tidak memadai, kondisi kerja tidak
menyenangkan, faktor-faktor itu dapat menjadi sumber
ketidakpuasan potensial (Cushway & Lodge, 1995 : 139).

Sedangkan faktor motivation/intrinsic factor merupakan


faktor yang mendorong semangat guna mencapai kinerja yang lebih
tinggi. Jadi pemuasan terhadap kebutuhan tingkat tinggi (faktor
motivasi) lebih memungkinkan seseorang untuk berforma tinggi
daripada pemuasan kebutuhan lebih rendah (hygienis) (Leidecker &
Hall dalam Timpe, 1999 : 13).
Dari teori Herzberg tersebut, uang/gaji tidak dimasukkan
sebagai faktor motivasi dan ini mendapat kritikan oleh para ahli.
Pekerjaan kerah biru sering kali dilakukan oleh mereka bukan
karena faktor intrinsik yang mereka peroleh dari pekerjaan itu,
tetapi kerena pekerjaan itu dapat memenuhi kebutuhan dasar
mereka (Cushway & Lodge, 1995 : 139).

http://kuliahkomunikasi.blogspot.com/2008/11/teori-motivasi-mcclelland-teori-
dua.html

motivasi berprestasi ala Prof. Dr. David


C. McClelland
December 4, 2008 by nitafitria

(from http://langgengbasuki.blog.com)

Sebagaimana diketahui, dewasa ini di tengah-tengah masyarakat


sedang berlangsung krisis multidimensional. Kemiskinan,
kebodohan, kedzaliman, penindasan, ketidakadilan di segala
bidang, kemerosotan moral, peningkatan tindak kriminal dan dan
berbagai bentuk penyakit sosial telah menjadi bagian tak
terpisahkan dari kehidupan masyarakat.

Akibat krisis ekonomi yang berkepanjangan, puluhan juta orang


terpaksa hidup dalam kemiskinan dan puluhan lagi kehilangan
pekerjaan. Sementara, sekitar 4,5 juta anak harus putus sekolah
dan jutaan lainnya mengalami malnutrisi. Hidup semakin tidak
mudah dijalani, sekalipun untuk sekadar mencari sesuap nasi.
Beban kehidupan bertambah berat seiring dengan kenaikan harga-
harga akibat krisis ekonomi yang berkepanjangan. Bagi mereka
yang lemah iman, kesulitan-kesulitan yang dihadapi itu dengan
mudah mendorongnya untuk melakukan tindak kejahatan. Berbagai
bentuk kriminalitas mulai dari pencopetan, perampokan maupun
pencurian dengan pemberatan serta pembunuhan dan tindak
asusila, budaya permisif, pornografi dengan dalih kebutuhan
ekonomi terasa semakin meningkat tajam. Di sisi lain, sekalipun
pemerintahan baru telah terbentuk, tapi kestabilan politik belum
juga kunjung terujud. Bahkan gejolak politik di beberapa daerah
malah terasa lebih meningkat. Mengapa semua ini terjadi?

Dalam keyakinan Islam, berbagai krisis tadi merupakan fasad


(kerusakan) yang ditimbulkan oleh karena tindakan manusia sendiri.
Ditegaskan oleh Allah dalam al-Qur’an surah ar-Rum ayat 41:
“Telah nyata kerusakan di daratan dan di lautan oleh karena
tangan-tangan manusia”. (QS. Ar Rum: 41)
Dalam kondisi seperti itu, bagaimanakah kita harus bersikap?
Menjadi orang yang tetap optimis ataukah justru menjadi pesimis?
Semuanya tergantung pada sudut pandang mana yang digunakan.
Sikap pesimis akan muncul pada orang-orang yang tidak
mengetahui duduk masalah yang sebenarnya atau apa yang
sesungguhnya terjadi, bagaimana dan dengan apa ia memecahkan
masalah yang dihadapinya. Sementara, dengan mengetahui
persoalannya dan memandangnya secara jernih disertai upaya
terus menerus untuk mencari alternatif pemecahan, sikap optimis
dapat dibangun dalam dirinya.

Mengenai pentingnya cara pandang terhadap persoalan dan sikap


pribadi dalam menghadapi setiap masalah, Allah SWT memberikan
menegaskan, bahwa “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah
nasib suatu suatu kaum, sehingga kaum tersebut mengubahnya
sendiri” (QS. Ar Ra’du : 11). Artinya, bahwa berubah atau tidak
keadaan seseorang termasuk menjadi pesimis atau optimis semua
berpulang kepada yang bersangkutan. Inilah paradigma paling
penting yang harus dipegang oleh setiap orang ketika melihat
dirinya dan lingkungannya. Bahwa seseorang harus merubah dirinya
(cara atau pola berfikirnya), sebelum melakukan perubahan pada
keadaan hidup diri dan masyarakatnya.

Inilah tugas manusia yang sesungguhnya. Selama ia melakukan


sesuatu dengan benar, hasil bukanlah segalanya. Namun,
sunnatullah telah menggariskan bahwa sesuatu yang benar dan
dijalankan dengan benar akan memberikan hasil yang lebih baik.
Kalau toh tetap gagal, itu hanyalah keberhasilan yang tertunda.
Maka alangkah bijaknya ungkapan yang menyatakan: Orang yang
mencoba mengubah diri dan masyarakat namun gagal adalah lebih
baik daripada orang yang enggan mengubah dirinya sendiri. Jadi,
setiap orang harus terus berubah. Menuju keadaan yang lebih baik.
Hanya orang yang hari ini lebih baik dari hari sebelumnya saja, yang
menurut Rasulullah, disebut beruntung. Kalau sama merugi. Kalau
lebih jelek, celakalah orang itu. Pertanyaannya, akankah seseorang
memiliki kehidupan yang lebih baik jika ia tidak pernah berupaya
untuk mengubahnya? Maka, sebuah syarat yang harus dilalui
manusia yang menginginkan perbaikan adalah perubahan. Tidak
ada perbaikan tanpa perubahan dan tidak ada perubahan tanpa
motivasi dan upaya sungguh-sungguh untuk mengubahnya.

Memilih Motivasi Yang Benar

Motivasi merupakan dorongan untuk berbuat yang berasal dari


dalam diri manusia. Motivasi dalam suatu perbuatan memegang
peran sangat penting. Kuat lemahnya upaya yang dikerahkan
seseorang dalam mengerjakan sesuatu sangat ditentukan oleh
motivasinya. Oleh karena itu, mengetahui dan membina motivasi
yang benar adalah suatu kemestian bagi siapa saja yang ingin
meraih keberhasilan.
Motivasi yang mendorong manusia untuk melakukan perbuatan
dapat digolongkan menjadi tiga bagian, yakni:

1. Motivasi fisik – material.

Manusia terdorong untuk melakukan suatu perbuatan bisa karena


keinginan untuk mendapatkan imbalan fisik material, misalnya
dengan terpenuhinya kebutuhan jasmani, baik berupa barang atau
uang. Motivasi seperti ini sangat lemah dan sifatnya sangat
sementara. Misalnya orang yang melakukan sesuatu untuk sekadar
mendapat makanan guna menutupi rasa lapar, maka ketika sudah
kenyang ia akan kehilangan motivasi. Sebaliknya, ia pasti akan
kehilangan motivasi untuk melakukan perbuatan yang justru
membuat ia lapar, misalnya berpuasa. Apalagi memperjuangkan
suatu kebenaran, yang mungkin akan membuatnya menderita. Jadi,
motivasi fisik material sekalipun ada dan memang perlu, tapi sulit
untuk dikembangkan untuk menjadi pendorong utama bagi manusia
dalam berusaha.

1. Motivasi psiko-emosional

Motivasi psiko-emosional akan menggerakkan manusia untuk


berbuat karena suatu kondisi kejiwaan yang ingin dimiliki seseorang
ini seperti rasa kebahagiaan, kehormatan, kebanggaan dan
sebagainya. Orang sering menyebutnya kepuasan batin. Misalnya,
seseorang berani melakukan perlawanan keras terhadap orang
yang dinilai telah merusak nama baiknya. Atau berjuang mati-
matian dengan mempertaruhkan harta dan jiwa demi menjaga
kemerdekaan. Dan sebagainya. Motivasi ini meski lebih kuat bila
dibandingkan dengan motivasi fisik – material, sebenarnya juga
masih lemah dan sementara sifatnya.

1. Motivasi spiritual atau ruhiyah

Inilah motivasi terkuat yang terdapat pada diri manusia. Motivasi ini
dibangun oleh kesadaran seorang muslim dalam hubungannya
dengan Allah SWT. Dzat yang menciptakan manusia,
menghidupkan, memberi rizki dan mematikan serta akan meminta
pertanggungjawaban manusia atas segala perbuatannya di dunia.
Motivasi ibadah dan pertanggungan inilah yang mampu mendorong
manusia untuk melakukan perbuatan apa saja, meski harus
mengorbankan harta, tenaga dan nyawa sekalipun, selama berjalan
dalam batas yang diperintahkan Allah SWT. Inilah konsep lillahi
Ta’ala (demi Allah semata). Bila ditanamkan, dibina dan dijaga
dengan sebaik-baiknya, motivasi ini akan mampu membentuk
pribadi yang konsisten, teguh dan berani. Pada masa Rasulullah,
motivasi ini mampu menggetarkan musuh pada Perang Badar meski
pasukan musuh berjumlah tiga kali lipat dari pasukan kaum
Muslimin. Pada masa sekarang, kita dapati pada pejabat yang jujur.
Mereka berani menolak uang suap milyaran rupiah meski
sesungguhnya dari segi materi uang sebanyak itu tentu sangat
menggiurkan. Tapi keimanannya kepada Allah mencegahnya untuk
berbuat seperti itu.

Maka, motivasi yang harus dibangun oleh setiap manusia dalam


mewujudkan aktivitas kehidupannya adalah motivasi spiritual
semata. Dengan motivasi ini, seseorang akan terpacu untuk
berikhtiar terus-menerus disertai dengan sikap tawakal dan
pantang berputus harapan hingga akhirnya meraih keberhasilan
dengan izin Allah Yang Maha Pemurah lagi Penyayang. Inilah
motivasi berprestasi yang sesungguhnya.

Tujuan Perbuatan Manusia

Selain motivasi perbuatan, setiap manusia dituntut pula untuk


mengetahui tujuan dari setiap perbuatannya, sehingga ia mampu
menghasilkan sesuatu dengan baik. Tanpa adanya pemahaman
tentang tujuan perbuatan itu, seseorang tidak akan dapat
menentukan apakah ia berhasil ataukah tidak. Manusia juga akan
sangat mudah terjebak untuk melakukan segala sesuatu hanya
karena dasar materi belaka sebagaimana perilaku kebanyakan
orang dalam era materialisme sekarang ini.
Nilai-nilai yang dapat diraih manusia antara lain:

1. Nilai Materi.

Beberapa aktivitas manusia di antaranya memang akan memberi


hasil berupa materi semisal uang dan harta kekayaan lainnya.
Contohnya adalah bekerja. Dengan memahami bahwa bekerja
adalah untuk memperoleh materi, maka seseorang akan
mengarahkan usaha dagangnya untuk memperoleh keuntungan,
usaha pertaniannya untuk memperoleh hasil panen yang baik,
jika bekerja untuk orang lain ia akan bekerja dengan sebaik-baiknya
agar dapat menerima upah atau gaji dan sebagainya.

2. Nilai Kemanusiaan

Nilai ini berupa layanan atau sikap baik manusia kepada sesama
manusia. Misalnya, membantu orang-orang yang kesulitan materi,
menyelamatkan orang yang tenggelam, dan sebagainya. Semua ini
dilakukan semata karena unsur kemanusiaan dan bukan untuk
memperoleh nilai materi.

3. Nilai Akhlaq
Nilai akhlaq akan dicapai manakala dalam setiap perbuatan dihiasi
dengan sifat-sifat (akhlaq) sesuai yang diperintahkan Allah SWT.
Sikap jujur, amanah, peduli, menepati janji, sopan, tawadlu’ dan
sebagainya merupakan sifat baik yang tidak memiliki nilai materi.
Dengan kata lain, adalah tidak tepat jika seseorang menampakkan
jujur dalam berdagang atau amanah dalam melakukan tugas karena
ingin memperoleh keuntungan materi. Meski akhlaq juga
berimplikasi positif terhadap perolehan nilai lainnya.

1. Nilai Spiritual

Nilai spiritual dicapai dengan tujuan agar (kesadaran) hubungan


seseorang dengan Tuhannya dapat meningkat. Nilai ini bersifat
pribadi, sebab hanya dia yang dapat merasakannya, orang lain
tidak. Misalnya ketika orang melakukan shalat, membayar zakat,
berhaji dan sebagainya.

Bagaimana Seharusnya Manusia Berbuat

Sebagaimana telah diketahui, ketika menciptakan manusia, Allah


SWT melengkapinya dengan potensi-potensi kehidupan yang secara
fitri akan mendorongnya untuk beraktifitas mewujudkan visi dan
misi penciptaannya sebagai hamba Allah dan khalifah-Nya. Potensi
kehidupan yang dimaksud berupa kebutuhan jasmani dan naluri.

Kebutuhan jasmani dapat berupa rasa lapar, haus dan keinginan


buang hajat besar dan kecil, sementara naluri terdiri dari naluri
beragama (gharizatu al-tadayun) yang perwujudannya berupa
kecenderungan manusia untuk melakukan ibadah atau aktifitas
mensucikan segala sesuatu yang dianggapnya besar; naluri
melangsungkan keturunan (gharizatu al nau’) dimana
perwujudannya diantaranya berupa ketertarikan manusia kepada
lawan jenisnya; dan naluri untuk mempertahankan diri (gharizatu al
baqa’), yang salah satu wujudnya adalah keinginan manusia untuk
menjadi pemimpin.

Kebutuhan jasmani dan naluri itu menghendaki pemenuhan.


Perwujudannya melalui tindakan dan usaha manusia. Persoalannya
kemudian adalah bagaimana cara manusia memuaskan semua
kebutuhan jasmani dan naluri-naluri itu. Bagi seorang muslim,
upaya memenuhi dan menyalurkan segenap potensi kehidupan itu
semestinya senantiasa harus berlandaskan pada aturan-aturan
syariat Allah. Upaya pemenuhan i kebutuhan jasmani dan naluri
dengan cara yang tidak sesuai dengan aturan Allah berarti
bertentangan dengan hakikat visi dan misi penciptaan manusia itu
sendiri.
Bila diperhatikan secara seksama, setiap manusia dalam melakukan
setiap perbuatan akan melewati tahapan berikut, yaitu
1. Berawal dari naluri atau kebutuhan jasmani,
2. Mengindera dorongan yang muncul, berupa naluri atau
kebutuhan jasmani,
3. Menetapkan motivasi perbuatan,
4. Berfikir tentang cara memenuhi dorongan dengan benar, baik
dan sempurna sesuai dengan tuntunan syariah,
5. Usaha apa yang diperlukan untuk memenuhi naluri dan/atau
kebutuhan jasmani,
6. Berupaya mendapatkan nilai yang ingin dicapai.

Karakter Pemimpin

Prof. Dr. David C. McClelland, psikolog dari Universitas Harvard


pada tahun 1961 merilis sebuah teori yang disebut motivasi
berprestasi. Teori ini bermakna suatu dorongan dalam diri
seseorang untuk melakukan suatu aktivitas dengan sebaik-baiknya
agar mencapai prestasi dengan predikat terpuji. Dari penelitiannya –
juga Murray (1957) serta Miller dan Gordon (1970) – dapat
disimpulkan terdapatnya hubungan yang positif antara motivasi
berprestasi dengan pencapaian prestasi. Artinya, manajer yang
mempunyai motivasi berprestasi tinggi cenderung memiliki prestasi
kerja tinggi, dan sebaliknya mereka yang prestasi kerjanya rendah
dimungkinkan karena motivasi berprestasinya juga rendah. Dan
ternyata, motivasi berprestasi seseorang sangat berhubungan
dengan dua faktor, yaitu tingkat kecerdasan (IQ) dan kepribadian.
Artinya, orang akan mempunyai motivasi berprestasi tinggi bila
memiliki kecerdasan yang memadai dan kepribadian yang dewasa.
Ia akan mampu mencapai prestasi maksimal. Hal ini karena ia
didukung oleh dua kemampuan yang berasal dari kedua faktor
tersebut. IQ merupakan kemampuan potensi dan kepribadian
merupakan kemampuan seseorang untuk mengintegrasikan fungsi
psiko-fisiknya yang sangat menentukan dirinya dalam
menyesuaikan diri terhadap lingkungan.

Menjadi “Manusia Pembangun”

Dalam kondisi faktual seperti sekarang ini, sesuai dengan


paradigma perubahan seperti telah dijelaskan di atas, maka harus
dicetak “manusia-manusia pembangun” yang akan menggerakkan
masyarakat ke arah perbaikan. Manusia pembangun adalah orang
yang memiliki pengetahuan, keahlian dan ketrampilan dalam
bidangnya, sekaligus memiliki mental pemimpin yang memotivasi
proses perbaikan kelompok masyarakat di mana ia berada.
Misalnya, dalam kelompok petani, kelompok wanita, kelompok
remaja, perkumpulan guru-guru, perkumpulan rekan sekerja,
kelompok mahasiswa, kelompok pelajar, atau yang lainnya. Ia
memiliki kesadaran dan perhatian baik pada diri sendiri maupun
orang lain dan memiliki motivasi untuk berprestasi.
Seorang pemimpin yang mempunyai motivasi berprestasi tinggi
memiliki karakteristik, antara lain:

1. memiliki tanggung jawab pribadi yang tinggi;


2. memiliki program kerja berdasarkan rencana dan tujuan yang
realistik serta berjuang untuk merealisasikannya;
3. memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan dan berani
mengambil risiko yang dihadapi-nya;
4. melakukan pekerjaan yang berarti dan menyelesaikannya
dengan hasil yang memuas-kan;
5. mempunyai keinginan menjadi orang terkemuka yang
menguasai bidang tertentu.

Sebaliknya pemimpin yang motif berprestasinya rendah, dicirikan


oleh sejumlah hal berikut :

1. kurang memiliki tanggung jawab pribadi dalam mengerjakan


suatu aktivitas;
2. memiliki program kerja tetapi tidak didasarkan pada rencana
dan tujuan yang realistik serta lemah rnelaksanakannya;
3. bersikap apatis dan tidak percaya diri;
4. ragu-ragu dalam mengambil keputusan;
5. tindakannya kurang terarah pada tujuan.

Pembangunan masyarakat hanya dapat digalakkan oleh manusia-


manusia yang memiliki kepedulian yang tinggi terhadap
lingkungannya. Antara lain, ia harus mengenali diri sendiri dengan
baik, dapat menerima dirinya sendiri dengan segala kelemahan dan
keunggulan, dapat menerima orang lain sebagaimana adanya, tidak
mudah terpengaruh, tidak mencari keuntungan untuk dirinya
sendiri, tetapi memikirkan kepentingan kelompok atau masyarakat
umum.

Kelompok yang berfungsi dengan baik maksudnya adalah adanya


satu kelompok yang anggotanya mempunyai motivasi yang jelas,
yang bekerja secara terkoordinasi, terarah, dan teratur, dan yang
tidak terhambat oleh emosi, masalah-masalah pribadi atau masalah
interaksi. Kelompok ini memperhatikan tugasnya maupun
manusianya. Dalam kehidupan sehari-hari, sering terjadi adalah
adanya masalah pada diri manusianya yang mengakibatkan tugas
kelompok terganggu.
Di samping mempunyai sifat seperti dijelaskan di atas, penggerak
masyarakat diharapkan supaya:

1. dapat mengatasi perselisihan;


2. dapat mengambil keputusan dengan cepat dan tepat;
3. dapat berpikir kreatif untuk mendorong dan merangsang
orang lain;
4. dapat merencanakan sesuatu dengan orang lain;
5. mampu berunding dan bekerja sama dengan siapa pun;
6. dapat mengurangi hambatan untuk bekerja sama di
dalam kelompok tempat ia bekerja;
7. dapat mengamati dan menangkap proses serta
perkembangan di dalam kelompok;
8. dapat berkomunikasi dengan jelas dan efektif;
9. bersedia untuk memberi dan menerima umpan-balik (feed-
back);
10. bersedia untuk membagi pengetahuannya;
11. menganggap orang lain sebagai partner yang berhak
sama, bukan sebagai anak buah (berdiri sama tinggi, duduk
sama rendah).

Penutup
Dengan demikian, menjalankan pembangunan tidaklah dapat
dilaksanakan dengan seadanya. Dibutuhkan sumberdaya manusia
yang memiliki kemampuan unggul. Dan hal ini harus dipelajari dan
dikembangkan melalui proses pembelajaran terus menerus dan
tidak terbatas pada lembaga formal. Dengan upaya ini, insya Allah
sedikit demi sedikit masyarakat akan mengalami kemajuan. Oleh
karena itu, inilah saatnya untuk mengatakan “Jika kita berfikir bisa
maka Insya Allah akan bisa”.

http://nitafitria.wordpress.com/2008/12/04/motivasi-berprestasi-ala-prof-dr-david-c-
mcclelland/

Motivasi Berprestrasi
Dalam hidup ini setiap orang pastilah memiliki tujuan-tujuan yang
hendak dicapai. Mereka yang sekolah mmemiliki target agar dapat
nilai baik dan lulus dengan baik pula, mereka yang berusaha juga
memiliki target agar usahanya lancar dan menghasilkan
keuntungan, mereka yang bekerja berharap dapat menempati posisi
strategis dan mendapatkan gaji yang memadai, dan mereka yang
terjun di dunia politik memiliki keinginan menduduki jabatan-
jabatan tertentu yang berimbas naiknya pamor mereka di mata
masyarakat.

Semuanya itu merupakan hal yang biasa kita jumpai. Namun


terkadang kita melihat ada orang-orang yang bisa berhasil dalam
tempo yang tidak terlalu lama, ada pula mereka yang justru belum
bisa mengubah nasib mereka. Banyak variabel memang yang bisa
menentukan hal semua itu. di antara variabel itu adalah berkitan
dengan motivasi individu.

Teori-teori tentang motivasi banyak dipelajari dalam ranah studi


psikologi dan manajemen. Teori ini berkaitan dengan perilaku
individu, dan kedua ranah studi tersebut memang berkaitan dengan
perilaku individu. Salah satu tokoh yang cukup dikenal adalah
Abraham Maslow. Beliau adalah pionir dari aliran psikologi
humanistik. Teorinya yang cukup terkenal adalah mengenai Theory
of Hierarchy Needs. Menurutnya, manusia memunculkan suatu
perilaku didasarkan pada kebutuhan yang ada. Hirarki kebutuhan
menurut Maslow adalah sebagai berikut:

The need for


self-actualization

The esteem needs

The love needs

The safety needs

The 'physiological' needs

Dia berargumen bahwa seseorang tidak akan mencapai tingkat


kebutuhan yang lebih tinggi sebelum tercapai kebutuhan yang di
bawahnya. Misalnya, seseorang akan sulit mendapatkan kebutuhan
akan cinta kalau kebutuhan fisiologisnya belum tercapai. Begitu
seterusnya hingga sampai kebutuhan aktualisasi diri. Namun dalam
penelitian selanjutnya ternyata ada individu yang tidak begitu saja
harus membutuhkan kebutuhan di bawahnya sebelum meraih
kebutuhan yang di atasnya. Penelitian mengenai peak-experience
terhadap orang-orang yang memiliki pengalaman spiritual seperti
Mahatma Gandhi, Bunda Theresa, yang kemudian memfalsifikasi
teori tersebut. Orang-orang semacam Gandhi atau Theresa yang
langsung mencapai tingkat aktulaisasi diri tanpa melalui strata
kebutuhan yang di bawahnya.

Lalu sebenarnya apa sih motivasi itu? Secara sederhana motivasi


dapat diartikan sebagai dorongan. Secara teknis istilah motivasi
dalam psikologi diartikan sebagai berikut:
seluruh proses gerakan, termasuk situasi yang mednorong
timbulnya kekuatan pada diri individu; sikap yang dipengaruhi untuk
pencapaian suatu tujuan (Wulyo, 1990);
suatu variabel yang ikut campur tangan yang digunakan untuk
menimbulkan faktor-faktor tertentu di dalam organisme, yang
membangkitkan, mengelola, mempertahankan, dan menyalurkan
tingkah laku menuju satu sasaran (J.P. Chaplin, 2001).
suatu kekuatan yang mendorong atau menarik yang tercermin
dalam tingkah laku yang konsisiten menuju tujuan tertentu (Lusi,
1996).

Sementara motivasi berprestasi (achievement motivation)


merupakan teori yang dikenalkan oleh David McClelland. Dasar
teorinya tetap berdasarkan teori kebutuhan Maslow, namun ia
mencoba mengkristalisasinya menjadi tiga kebutuhan:
Need for Power (nPow)
Need for Affiliation (nAff)
Need for Achievement (nAch)

Dalam membangun teorinya ini ia mengajukan teori kebutuhan


motivasi yang dipelajari yang erat hubunganya dengan konsep
belajar. Ia percaya bahwa banyak kebutuhan yang didapatkan dari
kebudayaan suatu masyarakat. Untuk melihat motivasi berprestasi
ini ia menggunakan metode pengetesan dengan tes TAT (Thematic
Apperception Test). Tes ini merupakan tes proyektif yang
menggunakan analisa terhadap seseorang dari gambar-gambar
untuk mengetahui perbedan individual (Gibson, et.al., 1996). Tes ini
dikembangkan oleh seorang psikolog Henry Murray dari klinik
Psikologi Harvard, AS tahun 1943 (Groth-Marnat, 1984).

Dari penelitian yang dilakukan McClelland ini kemudian dihasilkan


profil orang-orang yang memiliki kebutuhan berprestasi (nAch):
Orang dengan nAch tinggi memilih untuk mengindari tujuan prestasi
yang mudah dan sulit. Mereka sebenarnya memilih tujuan yang
moderat yang mereka pikir akan mampu mereka raih.
Orang dengan nAch tinggi memilih umpan balik lansung dan dapat
diandalkan mengenai bagaimana mereka berprestasi.
Orang dengn nAch tinggi menyukai tanggung jawab pemecahan
masalah.

Adversity Quotient: Paradigma Baru Menghadapi Tantangan


Pada kesempatan ini saya akan menambahkan sekelumit tentang
sebuah pendekatan baru dalam melihat, mengukur, dan
meramalkan kesuksesan seseorang. Pendekatan teoritis ini disebut
adversity quotient (AQ) yang dikembangkan pertama kali oleh Paul
G. Stoltz. Ia beranggapan bahwa IQ dan EQ yang sedang marak
dibicarakan itu tidaklah cukup dalam meramalkan kesuksesan
orang. Stoltz mengelompokkan individu menjadi tiga: quitter,
camper, dan climber.

Pengunaan istilah ini memang berdasarkan pada sebuah kisah


ketika para pendaki gunung yang hendak menaklukan puncak
Everest. Ia melihat ada pendaki yang menyerah sebelum pendakian
selesai, ada yang merasa cukup puas sampai pada ketinggian
tertentu, dan ada pula yang benar-benar berkeinginan menaklukan
puncak tersebut. Itulah kemudian dia mengistilahkan orang yang
berhenti di tengah jalan sebelum usai sebagai quitter, kemudian
mereka yang merasa puas berada pada posisi tertentu sebagai
camper, sedangkan yang terus ingin meraih kesuksesan ia sebut
sebagai climber.

Teori ini sebenarnya tetap melihat pada motivasi individu. Mereka


yang berjiwa quitter cenderung akan mati di tengah jalan ketika
pesaingnya terus berlari tanpa henti. Sementara mereka yang
berjiwa camper merasa cukup puas berada atau telah mencapai
sebuah target tertentu, meskipun tujuan yang hendak dicapai masih
panjang. Dan mereka yang berjiwa climber akan terus pantang
mundur menghadapi hambatan yang ada di hadapannya. Ia anggap
itu sebagai sebuah tantangan dan peluang untuk meraih hal yang
lebih tinggi yang belum diraih orang lain.

Gambaran di atas, secara kualitatif, bisa dijadikan sebuah bentuk


komparasi terhadap teori motivasi berprestasi McClelland.
Sebenarnya teori McClelland ini sudah jarang digunakan seiring
dengan munculnya temuan-temuan dan inovasi-inovasi baru dalam
ilmu pengetahuan. Sepengetahuan saya teori motivasi berprestasi
booming sekitar tahun 80-an dan medio 90-an di Indonesia. Setelah
itu teori ini kemudian jarang digunakan dalam pelatihan-pelatihan.
Teori ini memang cenderung individualistik, sementara untuk
pekerjaan yang dibutuhkan kerja sama tim diperlukan formula lain.
Maka muncullah team building yang biasanya dalam bentuk outdoor
atau outbond training.
http://alumnifatek.forumotion.com/interpreneur-motivasi-f30/motivasi-berprestrasi-
t594.htm

Motivasi
Tanggal: 20 January 2009

A. Motivasi 1. Pengertian Motivasi Dr Kartini kartono


(2000) Motivasi adalah control batiniah dari tingkah laku seperti yang diwakili
oleh kondisi-kondisi fisiologis, minat-minat, kepentingan-kepentingan, sikap-
sikap, dan aspirasi-aspirasi. Kecendrungan organisme untuk melakukan
sesuatu yang dipengaruhi oleh kebutuhan dan diarahkan kepada tujuan
tertentu yang telah diarahkan Menurut Steers dan Porter (Riggio,
2003) motivasi adalah suatu kekuatan yang memiliki tiga fungsi yaitu suatu
kekuatan, atau menyebabkan orang untuk melakukan sesuatu, fungsi kedua
mengarahkan prilaku untuk mendapatkan tujuan yang khusus dan fungsi
yang ketiga kekuatan di atas menambahkan usaha dalam mencapai tujuan
tersebut. Proses psikologis yang muncul dan mengarahkan tujuan dari
arah prilaku. Motivasi menunjukkan suatu proses psikologis yang
menyebabkan pembangkitan, arah dan mempertahankan tindakan-tindakan
untuk mencapai arah tujuan itu. Para manajer perlu memahami proses
psikologi ini. Proses ini akan sukses jika mereka memandu para pekerja
untuk memenuhi sasaran organisasi yang objektif (Kreitner dkk 2005).
Dari pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi mempunyai
beberapa unsur pengertian, diantaranya adalah upaya, tujuan-tujuan
organisasi, mengembalikan keseimbangan, kebutuhan-kebutuhan, dan
proses. Jadi motivasi merupakan proses dinamis dalam diri individu sebagai
sebuah upaya yang mendorong dan mengarahkan perilaku untuk mencapai
tujuan tertentu, mengembalikan keseimbangan serta pemenuhan kebutuhan-
kebutuhan sebagai usaha perwujudan motif. 2. Jenis-Jenis Motivasi
Menurut Heidjrahman Ranupandojo dan Suad Husnan (2002) motivasi dapat
dibedakan menjadi 2 (dua) jenis, yaitu motivasi positif dan motivasi
negatif. a. Motivasi Positif Motivasi positif adalah proses untuk
mempengaruhi orang lain agar menjalankan sesuatu yang kita inginkan. Cara
yang dapat digunakan dalam pemenuhan kebutuhan pegawai dengan
menggunakan motivasi positif adalah dengan pemberian insentif. Adapun
pemberian insentif ini dapat digolongkan menjadi 2 (dua) golongan yaitu : 1)
Material Insentif Material insentif adalah semua daya dorong atau perangsang
yang diberikan kepada pegawai yang dapat dinilai dengan uang, termasuk
didalamnya gaji, tunjangan, hadiah, dan sebagainya. 2) Nonmaterial Insentif
Non material insentif adalah segala jenis daya dorong atau perangsang yang
diberikan kepada pegawai yang tidak dapat dinilai dengan uang. Beberapa
hal yang termasuk didalamnya antara lain : a) Pemberian fasilitas,
pemberian fasilitas ini dimaksudkan untuk membantu pegawai dalam
mengatasi masalah yang menyangkut masalah kesejahteraan pegawai
maupun keluarga pegawai. Adapun fasilitas yang dapat diberikan perusahaan
kepada pegawai diantaranya: fasilitas perumahan, fasilitas kesehatan,
fasilitas peribadatan. b) Pemberian penghargaan, pegawai memerlukan
suatu penghargaan pada saat hasil kerjanya telah memenuhi atau bahkan
melebihi standar yang telah ditentukan oleh perusahaan. Penghargaan ini
dapat berupa pujian. Tidak hanya kalau pegawai melakukan kesalahan
memperoleh makian dari pimpinan. c) Pendidikan dan pelatihan,
pendidikan dan pelatihan ini merupakan salah satu usaha yang dilakukan
oleh perusahaan untuk mengembangkan sumber daya manusia, terutama
menyangkut pengetahuan, kemampuan, keahlian, sikap, dan kecakapan
pegawai. d) Penempatan yang tepat, penempatan pegawai pada tempat
yang tepat, sangat penting dalam menentukan efisiensi kerja pegawai. Selain
itu juga berakibat terhadap kepuasan pada pegawai karena apa yang
dikerjakan tepat sesuai dengan kemampuan yang dimiliki pegawai. Hal ini
dapat mengurangi rasa jenuh pada diri pegawai atas tugas-tugas yang
diselesaikan. e) Kondisi kerja yang baik, kondisi kerja yang baik adalah
suatu kondisi kerja yang dapat menimbulkan rasa aman dan menarik bagi
pegawai, termasuk didalamnya lay out kantor, suasana lingkungan kerja dan
sebagainya. f) Pimpinan yang adil dan bijaksana, pimpinan yang adil
dan bijaksana adalah pimpinan yang menjalankan tugas, tanggung jawab,
dan fungsinya tidak berat sebelah. Gaya kepemimpinan yang diterapkan oleh
seorang pemimpin sangat berpengaruh dalam memberikan motivasi kepada
pegawai. g) Kesempatan untuk maju, semua pegawai mempunyai
kesempatan untuk maju dalam lingkungan kerjanya. Kesempatan untuk maju
ini akan mendorong peningkatan semangat kerja pegawai. Pegawai
memerlukan umpan balik atas hasil kerjanya dalam kurun waktu tertentu.
Umpan balik ini dapat berupa pemberian promosi, kenaikan jabatan dan
sebagainya. b. Motivasi Negatif Motivasi negatif merupakan proses untuk
mempengaruhi orang lain dengan cara menakuti atau mendorong seseorang
untuk melakukan suatu pekerjaan yang menghasilkan suatu tujuan yang
kurang baik. Karena disertai pemaksaan, ancaman, misalnya menakuti
dengan penurunan pangkat, pemotongan gaji, dan sebagainya. Pelaksanaan
pemberian motivasi positif dalam rangka pemenuhan tujuan jangka panjang
yang menghasilkan pekerjaan yang baik dengan semangat kerja yang tinggi,
sedangkan untuk motivasi negatif dalam rangka pemenuhan jangka pendek
dengan menghasilkan pekerjaan yang baik hanya sesaat dengan semangat
kerja yang kian hari kian menurun.

B. Motivasi Berprestasi

1. Pengertian Motivasi BerprestasiPengertian tentang motivasi pada


perkembangannya mengalami kemajuan dan kemudian banyak dikaitkan
dengan aspek-aspek lain, termasuk diantaranya adalah prestasi. Mengenai
sumber motivasi berprestasi, Herzberg (Dipboye, et. al., 1994)
mengembangkan model dua faktor. Dijelaskan bahwa ada dua faktor yang
terpisah, yaitu higiene factor dan satisfier factor, yang keduanya
mempengaruhi motivasi beprestasi individu. Pertama, higiene factors adalah
faktor yang apabila tidak ada dalam kondisi kerja akan menimbulkan rasa
ketidakpuasan, namun bila ada juga tidak menimbulkan kepuasan. Kedua,
satisfier factors adalah faktor yang keberadaannya sangat membangkitkan
motivasi tetapi ketiadaannya jarang mengakibatkan rasa kecewa pada
karyawan.

Sementara McClelland (1987) memperkenalkan teori motivasi berprestasi


(achievement motivation) yang dasar teorinya menggunakan teori kebutuhan
maslow, teori ini bertujuan tentang tidak hanya penekanan pada pemenuhan
kebutuhan tetapi ditekankan pada bagaimana dan tujuan apa seseorang
menjadi termotivasi. Mc. Clleland mengemukakan bahwa apabila kebutuhan
seseorang terasa sangat mendesak, maka kebutuhan itu akan memotivasi
orang tersebut untuk berusaha keras memenuhi kebutuhan tersebut. Ia
berpendapat bahwa banyak kebutuhan diperoleh dari kebudayaan, ia
mencoba mengkristalisasinya menjadi 3 kebutuhan antara lain: need for
power, need for affiliation, need for achievement. Dalam membangun teorinya
ia mengajukan teori kebutuhan motivasi yang dipelajari yang erat
hubungannya dengan konsep belajar. Ia percaya bahwa banyak kebutuhan
yang didapatkan dari kebudayaan suatu masyarakat, untuk melihat motivasi
berprestasi ini ia menggunakan metode pengetesan dengan tes TAT
(Thematic Aperseption Test), tes ini merupakan tes proyektif yang
menggunakan analisa terhadap seseorang dari gambar-gambar untuk
mengetahui perbedaan individual, tes ini dikembangkan oleh seorang
psikolog bernama Henry Murray dari klinik psikologi Harvard pada tahun
1943. Dari penelitian yang dilakukan Mc Clelland ini dihasilkan profil orang
yang memiliki kebutuhan berprestasi (nach):

1) Berusaha melakukan sesuatu dengan cara-cara baru dan kreatif2)


Mencari feedback tentang perbuatannya3) Memilih resiko yang sedang
bidalam pebuatannya4) Mengambil tanggung jawab pribadi atas
perbuatannya Melihat pada sisi tinggi rendahnya motivasi berprestasi,
Atkinson (1974) menyebutkan bahwa motivasi berprestasi itu disebut tinggi
apabila keinginan untuk sukses lebih besar dari pada ketakutan akan
kegagalan, dan sebaliknya individu yang lebih tinggi ketakutan akan
kegagalan dibanding keinginan untuk sukses dikatakan memiliki motivasi
berprestasi rendah.Motivasi berprestasi merupakan keinginan atau dorongan
yang timbul dari seseorang untuk memacu semangat kerjanya agar meraih
sesuatu yang positif dalam kariernya, dihargai oleh pihak perusahaan karena
dinilai telah memberikan seluruh kemampuan yang dimiliki demi kemajuan
perusahaan tersebut. Motivasi berprestasi menjadi semacam kekuatan
pendorong yang ada pada diri seseorang untuk mencapai keberhasilan atau
kesuksesan. Implikasi dari beberapa pengertian di atas, menyimpulkan
bahwa penguraian motivasi berprestasi tersebut didasarkan atas dua hal,
yaitu tendensi untuk meraih kesuksesan atau tendensi untuk menghindari
kegagalan. Ditinjau dari prosesnya, maka motivasi mempunyai proses
sebagai berikut. Seseorang mempunyai keinginan untuk mencapai sesuatu
yang lebih tinggi dibandingkan keadaannya yang sekarang. Hal ini akan
mendorong dirinya untuk mencapai apa yang diinginkannya itu. Inilah yang
disebut “termotivasi”. Adapun sesuatu yang mendorongnya itu disebut
dengan motivator. Motivator ini dapat berasal dari dalam maupun dari luar diri
seseorang. Motivasi dari dalam adalah dorongan yang memotivasi dari dalam
dirinya sendiri, sedangkan motivasi dari luar adalah dorongan yang berasal
dari orang lain atau lingkungan dimana seseorang itu berada, misalnya
keluarga, sahabat, atasan, dan lain-lain.Sebagai kesimpulan, yang dimaksud
motivasi berprestasi dalam penelitian ini adalah keinginan yang kuat untuk
mencapai keberhasilan dalam pekerjaan yang ditandai dengan upaya
aktualisasi diri, kepedulian pada keunggulan dan pelaksanaan tugas yang
optimal berdasarkan perhitungan yang rasional. 2. Aspek-aspek
Motivasi Berprestasi Motivasi Berprestasi adalah suatu proses
psikologis yang merupakan suatu kekuatan yang menyebabkan orang untuk
melakukan sesuatu kemudian mengarahkan prilaku itu untuk mendapatkan
tujuan yang khusus dan kekuatan itu menambahkan usaha dalam mencapai
tujuan tersebut. Aspek – aspek dalam motivasi berprestasi ada dua yaitu
aspek ekstrinsik dan aspek intrinsik. Dalam teori penguatan
menekankan pada penghargaan eksternal atau ekstrinsik. Orang-orang
termotivasi untuk melaksanakan suatu perilaku karena mereka menerima
beberapa penghargaan ekstrinsik dari lingkungan. Menurut teori Deci dan
Ryan (Riggio, 2003) bahwa orang-orang sering termotivasi dari dalam, atau
motivasi intrinsik. Penghargaan dari dalam berasal dari para pekerja yang
memiliki perasaan berprestasi dan kemampuan untuk melaksanakan dan
menguasai tugas – tugas pekerjaan, dan dari suatu perasaan kebebasan atau
kontrol atas pekerjaan itu sendiri. Pemikiran motivasi intrinsik, para pekerja
termotivasi oleh tantangan-tantangan ditempat kerja, dengan penghargaan
yang kepuasannya diperoleh dari tantangan kerja atau dari suatu pekerjaan
yang diselesaikan dengan baik. Anda mungkin telah mengalami motivasi
intrinsik pertama kali di sekolah atau bekerja, ketika anda merasakan
kebutuhan berprestasi dengan mengerjakan tugas yang menantang.
Demikian juga, orang-orang yang dikatakan mencintai pekerjaannya karena
tantangan dan peluangnya untuk menunjukkan ketrampilan-ketrampilan dan
kemampuan-kemampuan mereka pada motivasi intrinsik para pekerja.

Menurut ahli teori motivasi intrinsik, penghargaan ekstrinsik para pekerja


tidaklah cukup untuk dijadikan ukuran. Untuk memotivasi para pekerja pada
hakekatnya, pekerjaan perlu untuk disiapkan sehingga mereka akan tertarik
dan tertantang, dengan demikian akan menimbulkan kreativitas para pekerja
dan peningkatan kemampuan (Deci dkk dalam Riggio, 2003). Lebih dari itu,
kepercayaan yang diberikan dalam penghargaan ekstrinsik akan mengurangi
motivasi intrinsik (orang tua berkata, sebagai contoh, bahwa memberi
seorang anak uang agar ia baik dalam kelas akan menurunkan motivasi
intrinsik anak itu untuk bekerja keras di sekolah; Deci dkk dalam Riggio 2003).
Itu memberikan sugesti bahwa organisasi yang kerjanya menekankan pada
penghargaan ekstrinsik akan merusakan motivasi intrinsik (Heath dalam
Riggio 2003).

Pendekatan lain digunakan untuk mempromosikan motivasi intrinsik di


tempat kerja untuk mengontrol para pekerja, atau memberikan kebebasan,
dalam memutuskan bagaimana pekerjaan mereka harus direncanakan dan
diselenggarakan (Deci dalam Riggio, 2003).

Aspek motivasi dikenal dengan apek aktif atau dinamis dan aspek
pasif atau statis (Hasibuan,2007). Aspek aktif atau dinamis : motivasi
tampak sebagai suatu usaha positif dalam menggerakkandan mengarahkan
sumber daya manusia agar secara produktif berhasil mencapai tujuan yang
diinginkan.

Aspek pasif Atau statis : motivasi akan tampak sebagai kebutuhan dan juga
sekaligus sebagai perangsang untuk dapat mengarahkan dan menggerakkan
potensi sumber daya manusia itu kearah tujuan yang diinginkan.

Keinginan dan kegairahan kerja ini dapat ditingkatkan berdasarkan


pertimbangan tentang adanya dua aspek motivasi yang bersifat statis, yaitu ;
1. Aspek motivasi statis tampak sebagai keinginan dan kebutuhan
pokok manusia yang menjadi dasar dan harapan yang akan diperolehnya
dengan tercapainya tujuan organisasi2. Aspek motivasi statis adalah
berupa alat perangsang insentif yang diharapkan akan dapat memenuhi apa
yang menjadi keinginan dan kebutuhan pokok yang diharapkannya
tersebutBerkaitan dengan aspek-aspek motivasi berprestasi,

McClelland (1987) menjelaskan ada empat ciri tindakan orang yang


mempunyai motivasi berprestasi tinggi yang meliputi :

a. Bertangung jawab. Individu lebih menyukai situasi yang


memungkinkannya bertanggung jawab secara pribadi atas tindakan yang
diambil dalam rangka mencapai tujuan. Ditunjukkan dengan memilih
tantangan yang memiliki resiko sedang sehingga individu benar-benar akan
melaksanakan suatu tugas tanpa beban, karena ia memilih resiko yang
sebanding dengan kemampuannya. Individu juga lebih percaya pada
kemampuannya dan biasanya tidak suka terlibat pada situasi-situasi yang
menentukan apa yang harus dilakukannya.b. Memerlukan dan
menyukai adanya umpan balik (feedback). Lebih menyukai umpan balik
tentang bagaimana tindakannya, dan sangat responsif terhadap umpan balik
yang nyata. Individu yang mempunyai motivasi berprestasi tinggi sangat
mengharapkan adanya umpan balik, sebagai upaya untuk memacu
prestasinya. Individu melihat imbalan hanya sebagai simbol keberhasilannya,
bukan sebagai pendorong tingkah laku atau tujuan akhirnya.c.
Inovatif dan berinisiatif. Individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi
akan terus bergerak untuk mencapai hal baru dan tidak terlalu banyak
istirahat serta menghindari rutinitas (McCleland, 1987). Berinisiatif meneliti
lingkungannya, banyak melakukan perjalanan, mencoba hal-hal yang baru
atau lebih bersifat inovatif.d. Sukses dalam pekerjaan. Kinerja yang
optimal dan hasil yang maksimal yang ditunjukkan individu yang memiliki
motivasi berpestasi tinggi menjadi indikator kesuksesan dalam bidang
pekerjaanya. Menempatkan tujuan yang sedang dan bekerja lebih keras jika
kemungkinan untuk meraih sukses cukup besar. Dari pemikiran yang telah
dipaparkan di atas, aspek-aspek motivasi beprestasi atau ciri-ciri individu
yang memiliki motivasi berprestasi tinggi dapat disimpulkan sebagai berikut:
memiliki kepercayaan diri, suka bekerja keras, senang dengan umpan balik
(feed back), berorientasi pada masa depan, mampu memanfaatkan waktu
dan kesempatan, optimis, bertanggung jawab. Selanjutnya aspek-aspek ini
akan dijadikan acuan dalam pembuatan aitem skala motivasi berpestasi yang
akan digunakan dalam penelitian ini. 3. Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Motivasi BerprestasiMotivasi berprestasi karyawan yang
tinggi akan membawa dampak yang positif bagi perusahaan dan salah satu
gambaran untuk mewujudkan sumber daya manusia yang berkuaAndreani
(2000), menjelaskan bahwa ada dua faktor yang mempengaruhi motivasi
berprestasi pada karyawan yaitu meliputi : 1. Faktor internalFaktor internal
terdiri dari 1) tingkat kecerdasan, 2) kepribadian, 3) pengalaman
kerja, 4) jenis kelamin, dan 5) usia.2. Faktor eksternalFaktor internal terdiri
dari 1) hubungan pimpinan dengan bawahan, 2) hubungan antar rekan
sekerja, 3) sistem pembinaan dan pelatihan, 4) sistem kesejahteraan, dan 5)
lingkungan fisik tempat kerja.

Menurut Stooner dan Freeman (1999) ada beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi motivasi intrinsik dan ekstrinsik seseorang yaitu :

a. Faktor individual, yaitu pribadi individu seperti minat, sikap, kebutuhan –


kebutuhan khusus sesuai dengan keinginannya. b. Faktor pekerjaan,
yaitu tingkat pengawasan terhadap jenis jenis pekerjaan tertentu dan tingkat
tanggung jawab terhadap pekerjaan. c. Faktor lingkungan kerja, yaitu situasi
atau lingkungan disekitar individu bekerja seperti hubungan antar kelompok
dan antar individu, iklim organasi, sistem pelatihan kerja dan sistem
pengupahan. Mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi
berprestasi ini, Herzberg (dalam Dipboye, 1994) mengemukakan Teori Dua-
Faktor. Teori dua faktor terdiri dari dua faktor, yaitu faktor motivator dan faktor
hygiene. Teori ini beranggapan setiap orang mempunyai dua macam
kebutuhan, yaitu hygiene dan motivator. Kebutuhan hygiene terdiri dari faktor
ekstrinsik yang ada dalam lingkungan kerja berupa kondisi kerja,
pengawasan, dan penggajian. Kebutuhan motivator terdiri dari faktor intrinsik
berupa aktualisasi diri, pengakuan, dan aktivitas kerja (Dipboye,
1994). Menurut Herzberg (dalam Dipboye, 1994) ketika kebutuhan
hygiene tidak terpenuhi, pekerja akan merasa tidak puas. Ketika kebutuhan
hygiene terpenuhi, pekerja tidak akan merasa tidak puas. Jadi pemenuhan
kebutuhan kebutuhan hygiene tidak menghasilkan pernyataan kepuasan, tapi
lebih kepada kenetralan. Sebagai contoh, jika sampah di rumah tidak diambil
oleh petugas sampah, maka seseorang akan merasa sangat tidak puas, akan
tetapi sebaliknya, jika sampah dikumpulkan oleh petugas sampah, maka
orang tersebut akan biasa saja. Ketika kebutuhan motivator terpenuhi,
pekerja akan merasa puas; ketika tidak terpenuhi, pekerja akan merasa tidak
puas. Sebagai contoh, ketika seorang pekerja mendapatkan aktualisasi diri
dan tanggung jawab dari pekerjaannya, maka pekerja itu akan merasa puas.
Akan tetapi jika pekerja yang bersangkutan tidak mendapatkan aktualisasi diri
dan tanggung jawab dari pekerjaannya, pekerja tersebut akan merasa tidak
puas. Jadi dalam teori hygiene, walaupun kebutuhan pekerja terpenuhi tidak
akan tercipta kepuasan, sedangkan di dalam teori motivator, akan tercipta
kepuasan. Pada organisasi, teori dua faktor ini lebih banyak diterapkan
pada masalah teori motivator, yaitu organisasi berusaha memberikan
kepuasan kepada karyawannya dengan memberikan kesempatan untuk
aktualisasi diri dan mendapatkan tanggung jawab dalam pekerjaannya,
sedangkan sebelumnya biasanya organisasi hanya memperhatikan masalah-
masalah yang berkaitan dengan hygiene factor saja. Di lain pihak bagi
karyawan tetap, motivasi yang membuat mereka berprestasi adalah keinginan
untuk mendapatkan kebutuhan aktualisasi diri. Menurut teori hirarki
kebutuhan Maslow, orang mempunyai lima jenjang kebutuhan, yaitu
kebutuhan fisiologis, kebutuhan keamanan, kebutuhan sosial, kebutuhan ego,
dan kebutuhan aktualisasi diri. Menurut Maslow, semua kebutuhan ini
tersusun secara hirarkis menurut kepentingannya, Kebutuhan yang
mempunyai tingkatan lebih tinggi tidak akan penting jika kebutuhan yang lebih
rendah tingkatannya belum terpenuhi (Maslow dalam Dipboye, 1994).

http://www.psb-psma.org/content/blog/motivasi

Anda mungkin juga menyukai