Naskah Drama
Naskah Drama KRAKATOA 5
Diadaptasi dari novel ‘Drama Krakatau’ karya Kwee Tek Hoay
Krakatoa
Oleh Mahdiduri
Photo Sampul
Kolase
SATU
Sudahlah, Den Ayu. Buat apa bersedih akan sebuah perkara yang tidak
jelas sumbernya. Toh, bahaya dan kesedihan tidak akan bisa dirubah
dengan ratap tangis. Lebih baik kita serahkan nasib kita pada Tuhan.
Ia yang tahu bagaimana melindungi hambanya.
R. AYU SADIJAH
Itu betul, kang. Dan aku tidak sedikit pun merasa khawatir pada mimpi
yang datang berulang-ulang selama beberapa minggu ini. Jika yang
hidup di dunia ini hanya kita berdua, aku tidak takut pada bencana
yang akan melanda. Hanya saja aku mengkhawatirkan kedua anak kita
, Hasan dan Suryati.
Apa jadinya kalau distrik ini benar-benar disapu ombak yang lebih
tinggi dari pohon kelapa, disertai hujan api dan lahar panas yang akan
membinasakan mahluk hidup, kang?
R. AYU SADIJAH
Iya kang. Dan rasanya sudah bukan mimpi lagi. Aku merasa itu sebuah
pertanda atas apa yang akan terjadi. Bahkan kini aku sering merasa
mendengar jeritan orang-orang yang akan jadi korban
R. TJAKRA AMIDJAJA
Kalau begitu, ini tidak bisa dibiarkan. Ya sudah, nanti sore akang akan
R. AYU SADIJAH
R. TJAKRA AMIDJAJA
Bukan itu maksud akang, den ayu. Hanya saja akang khawatir
dengan kondisi den ayu. Tidak ada salahnya kan kalau den ayu pergi
periksa ke dokter?
R. AYU SADIJAH
Aku mau saja ikut akang ke dokter atau dukun sekalipun, kalau akang
memang menganggap yang aku alami ini sebagai penyakit. Hanya saja
aku merasa ini adalah pertanda dari bahaya yang akan datang. Sejak
beberapa kali kita dilanda gempa dan pulau krakatau di tengah laut
itu mengeluarkan asap dan bunyi menggelegar, aku merasa ini firasat
buruk. Aku sangat takut gunung itu akan datangkan bencana
R. TJAKRA AMIDJAJA
Oleh karenanya Den ayu tak usahlah bersusah hati dan murung secara
tak beralasan. Tegarlah seperti halnya turunan bangsawan, mengingat
kau akan menjadi Raden Ayu Bupati.
R. AYU SADIJAH
Kalau saja orang-orang itu juga dapat melihat mimpiku dengan jelas!
Akang tentu ingat mimpiku tentang perahu karam di teluk carita yang
benar-benar terjadi
R. TJAKRA AMIDJAJA
R. AYU SADIJAH
R. TJAKRA AMIDJAJA
Lebih baik kita simpan cerita ini sebagai rahasia. Jangan sampai
didengar orang, nantinya akan menimbulkan kekalutan. Kalau hatimu
tetap merasa takut, baiklah. Besok pagi kau dengan Muhammad dan
Suryati berangkat ke Rangkas-Gombong, ke tempat ayahku yang jadi
bupati di sana. Kalian tinggal sana sampai semua bencana ini berakhir.
Sekalian Den Ayu berobat. Dan awal bulan, kira-kira tanggal empat
atau lima nanti akang menyusul kalian.
R. AYU SADIJAH
R. TJAKRA AMIDJAJA
Bahaya apa? Bahaya itu Cuma ada dalam pikiranmu, Den Ayu.
Orang lain tidak merasakan adanya bahaya
R. AYU SADIJAH
R. TJAKRA AMIDJAJA
Itu tidak mungkin Den Ayu. Aku terlanjur jatuh hati dengan
kehidupan di distrik ini. Lagipula, pemimpin macam apa aku ini
berani meninggalkan rakyatnya di tengah bencana. Kalau memang
bencana itu terjadi. Tidak. Apapun yang terjadi, aku tetap di sini.
R. AYU SADIJAH
Seandainya mimpi itu hanya isapan jempol belaka. Tapi aku mohon,
akang ijinkan aku tinggal di sini sampai senin tanggal 27, kalau di
hari itu tidak terjadi apa-apa, baru aku akan berangkat ke Rangkas-
Gombong
R. TJAKRA AMIDJAJA
DUA
R. TJAKRA AMIDJAJA
LURAH
R. TJAKRA AMIDJAJA
Kalau begitu, aku ingin kau adakan pengawasan penuh di pesisir sini
siang atau pun malam. Kau suruh saja para mandor yang melakukannya.
Dan kalau terjadi apa-apa yang dirasa mengkhawatirkan, segera
kasih tahu aku. Biarpun tengah malam, kau harus memberi tahu.
Mengerti!?
LURAH
Baik juragan… Tapi hamba sendiri merasa tidak ada bahaya apa-apa,
mengingat gunung itu jauh dari sini.
R. TJAKRA AMIDJAJA
Aku juga merasa begitu. Tapi bersikap waspada dan hati-hati tidak ada
jeleknya…. Aku pamit dulu lurah, jangan lupa laksanakan tugasmu.
LURAH
Iya, juragan…..
LAMPU PADAM
LAMPU PADAM
EMPAT
R. TJAKRA AMIDJAJA
SEMUA
Baik, juragan.
R. AYU SADIJAH
Aku tidak bisa pergi sekarang, Den. Aku tidak bisa meninggalkan
tempat ini sebelum semua orang sudah mengungsi. Lagipula aku ini
kepala distrik, maka aku wajib menjaga harta benda milik rakyat, agar
tidak dicuri orang
R. AYU SADIJAH
R. TJAKRA AMIDAJAJA
R. AYU SADIJAH
R. TJAKRA AMIDAJAJA
Jangan berpikir begitu, Den! Kau harus pergi dari sini dan mencarikan
tempat aman bagi anak-anak kita. Tentang aku, jangan kau khawatirkan.
Sebab aku punya kuda tunggangan yang bisa kupakai setiap saat. Jadi
aku bisa menyingkir kapanpun kalau bencana ini terjadi.
R. AYU SADIJAH
R. TJAKRA AMIDAJAJA
Kalau begitu, baiklah, Den! Biar Hasan dan Suryati berangkat lebih
dulu diantar mandor Karnaen dan Bi Satimah. Aku akan mengerjakan
tugasku dengan lebih bersemangat dengan kau ada di sisiku.
R. AYU SADIJAH
Akang….
Karnaen!
MANDOR KARNAEN
Ya, gan.
R. TJAKRA AMIDAJAJA
Siapkan dokar dan bawa segala kebutuhan buat Hassan dan Suryati.
Lekas!
MANDOR KARNAEN
Baik, gan.
BI SATIMAH
Gan. Den!
R. TJAKRA AMIDAJAJA
BI SATIMAH
Baik, gan.
R. TJAKRA AMIDAJAJA
KARNAEN (Terharu)
Baik, den!
R. TJAKRA AMIDAJAJA
LAMPU PADAM
SATU
RADEN MULIA
Masuk!
NURHALI
RADEN MULIA
NURHALI
RADEN MULIA
Dari informasi yang bapak dapat, apa kiai itu berbahaya atau tidak?
Dan apa yang dilakukannya di gunung itu?
RADEN MULIA
NURHALI
RADEN MULIA
Bukan?
NURHALI
Ya. Karena ketika saya berdialog tentang Islam, dia tidak tahu menahu
segala ajaran yang saya bicarakan. Menurut orang yang sering bertemu
dengannya. Cara berdoanya sangat lain dengan kita. Ia sering menyebut
nama-nama dewa yang ada dalam pewayangan. Seperti Batara Guru,
Batara Wishnu dan lainnya.
Selain itu dia yang dipanjatkan memakai bahasa kawi atau sansakerta
yang saya tidak mengerti.
RADEN MULIA
NURHALI
RADEN MULIA
NURHALI
Tidak sama sekali. Tapi saya dengar dari orang-orang, sejak beberapa
tahun lalu sebelum bapaknya meninggal, ia sering datang ke gunung
itu bersama bapaknya.
RADEN MULIA
NURHALI
RADEN MULIA
NURHALI
Tepat sekali, gan. Tapi dia ini kelihatan pintar, punya sopan santun.
Tidak seperti orang baduy di gunung Kedeng yang punya tabiat aneh,
tidak mau bergaul selain kaumnya sendiri
RADEN MULIA
NURHALI
Tak ada yang bisa pastikan. Dan kalau ia ditanya soal itu, ia hanya
tertawa dan menjawab kalau ia berasal dari tempat yang jauh. Tapi
ia enggan menyebutkan tempat asalnya. Salah seorang penduduk
pernah bercerita kalau ia pertama kali bertemu embah itu di pesisir
Ini sungguh aneh… Buat apa dia datang kemari? Kalau Cuma buat
mengobati orang sakit. Dan dia tidak mau meminta bayaran….
hmmm
NURHALI
Justru kelakuannya itu yang membuat penduduk sana juga heran tidak
habis pikir, gan. Ia selalu datang ke tempat itu setiap bulan Desember,
dan tinggal di puncak gunung Walirang selama sebulan lamanya.
Sesudahnya ia pergi lagi secara diam-diam dengan tidak ada satu
orang pun tahu dari mana datangnya, kemana ia pergi dan apa yang ia
kerjakan di puncak gunung yang sepi itu. Kelakuannya seperti seorang
pertapa.
RADEN MULIA
NURHALI
RADEN MULIA
NURHALI
Iya, gan. Dan ini semakin membuat orang kampong bingung. Soalnya
anak perempuan itu sangat cantik parasnya seperti seorang menak.
Umurnya sekitar 20 an. Pokoknya berbeda dengan anak-anak desa
lainnya. Ya, meskipun tingkah lakunya sama.
RADEN MULIA
NURHALI
RADEN MULIA
NURHALI
RADEN MULIA
NURHALI
RADEN MULIA
RADEN MULIA
NURHALI
Di puncak gunung Walirang itu kita bisa memandang laut selat sunda
serta pulau-pulau di sekelilingnya, bahkan pesisir Sumatera.
RADEN MULIA
Baiklah. Besok pukul enam, saya harap bapak sudah ada di sini.
NURHALI
LAMPU PADAM
DUA
P. NUSA BRAHMA
RADEN MULIA
P. NUSA BRAHMA
Betul juragan
RADEN MULIA
P. NUSA BRAHMA
Itu betul, juragan. Tapi saya kesini sebenarnya bukan untuk mengobati
atau jadi dukun. Makanya saya hanya meluangkan waktu saya untuk
mengobati hanya pada hari Jum’at. Soal kemujaraban jampi atau
ramuan saya bukan berasal dari keahlian saya, melainkan pertolongan
RADEN MULIA
Sebenarnya tidak ada dukun, tabib ataupun dokter yang bisa menyiasati
kematian, hanya saja ada yang mengherankan saya dengan cara
pengobatan pandhita dalam mengobati pasien yang sakit parah.
P. NUSA BRAHMA
Juragan, dalam dunia ini tak ada yang perlu diherankan kalau sudah
tahu rahasianya. Apa yang sudah saya perbuat, orang lainpun bisa kalau
tahu jalannya. Meski begitu, di dunia ini masih banyak orang-orang
bodoh yang mudah ditipu oleh dukun atau tabib yang dikira sakti.
Hingga tidak sedikit orang diperas kekayaannya untuk kepentingan
dukun tersebut, kalau orang itu sampai masuk dalam perangkapnya
RADEN MULIA
Tuan Pandhita, dari cara bicara dan gaya bahasamu, saya yakin bahwa
Anda adalah seorang yang bijaksana. Saya senang mengenal Anda.
Saya kagum pada Anda yang telah banyak menolong orang sakit tanpa
mengharapkan pamrih apa pun, tidak mencari keuntungan pribadi,
meski Anda sendiri bukan orang kaya.
P. NUSA BRAHMA
Dan hal seperti itu lebih berat tinimbang mendapatkan upah uang atau
barang.
RADEN MULIA
Oh, jadi itu yang menyebabkan tuan Pandhita enggan memberi tahu
tempat tinggal tuan sebenarnya, supaya orang-orang yang disembuhkan
tuan tidak mencari tuan guna membalas budi tuan?
P. NUSA BRAHMA
Begitulah kira-kira. Tapi itu bukan satu-satunya alasan. Ada yang lebih
penting dari itu yang saya tidak boleh beri tahu pada siapa saja, yang
membuat saya terus berpindah-pindah.
Juragan, lebih baik kita pindah dari sini, anginnya terlalu kencang.
Kita tidak bisa berbincang dengan leluasa… mari…
RADEN MULIA
Baik.
LAMPU PADAM
RADEN MULIA
Pondokan ini nyaman sekali, tuan Pandhita. Saya jadi betah tinggal di
sini. Pandai sekali tuan memilih tempat tinggal
P. NUSA BRAHMA
Tempat ini bukan pilihan saya. Sudah ada sejak dulu semenjak Aki dan
Bapak saya masih hidup. Kami selalu tinggal di sini setiap kali datang
ke gunung ini, ya tentunya dengan membangun pondokan baru.
RADEN MULIA
P. NUSA BRAHMA
Betul. Bahkan sudah beberapa generasi. Bagi kami, tempat ini adalah
tempat yang keramat, jauh sebelum orang-orang putih dan atau Islam
datang.
RADEN MULIA
Tuan Pandhita, boleh saya tahu alasannya? Apa yang membuat tempat
ini suci? Sejauh pengamatan saya, gunung Ciwalirang ini tidak jauh
beda dengan gunung lain yang ada di Bantam. Malah ada gunung yang
lebih tinggi dan angker, di mana ada kuburan keramat yang sering
P. NUSA BRAHMA
Begitu pun bagi kami yang datang kemari dan menetap selama satu
bulan, tak lebih hanya untuk sekedar menjalankan ajaran agama kami
RADEN MULIA
Tapi tuan, mengapa hanya keluarga Anda saja yang datang kemari.
Kemana orang-orang yang memiliki kepercayaan sama dengan tuan
tidak ikut serta?
P. NUSA BRAHMA
Itulah mengapa kewajiban ini hanya berlaku bagi pandhita saja. Lain
dari itu, juragan tahu sendiri, orang-orang Bantam membenci dan
memusuhi orang lain agama. Juragan tahu, kejadian di Cilegon tahun
1888, ada beberapa priyayi Islam yang dibunuh karena mereka telah
dianggap kafir dengan bekerja pada Belanda.
RADEN MULIA
P. NUSA BRAHMA
RADEN MULIA
Tapi maafkan saya tuan Pandhita, kalau saya tak pintar menyimpan
perasaan saya. Saya merasa heran dengan sosok Anda yang
berpengetahuan luas dan cerdas ini sampai meninggalkan kaum
Anda sendiri tertinggal dalam berbagai hal? Dan kenapa Anda tidak
mengajak mereka perbaiki jalan hidupnya, agar mereka jadi masyarakat
modern?
P. NUSA BRAHMA
Apa yang terjadi dengan kaum saya, itu sudah menjadi takdir dari yang
kuasa, hingga tak ada kecerdasan manusia mampu memperbaikinya.
Seperti juga tak ada orang yang mampu mengembalikan bunga layu
segar kembali.
RADEN MULIA
P. NUSA BRAHMA
RADEN MULIA
P. NUSA BRAHMA
Memang. Saya belum mencoba itu semua. Tapi saya tahu kalau itu
akan percuma saja dan malah akan membuat kaum saya lebih celaka
lagi
RADEN MULIA
Bagaimana bisa?
P. NUSA BRAHMA
Agama yang saya peluk sekarang ini ialah agama yang suci seperti
yang diturunkan oleh nenek moyang kami, yang bagi orang baduy
sama asingnya dengan agama Islam atau Kristen. Maka saya yakin,
RADEN MULIA
RADEN MULIA
P. NUSA BRAHMA
Saya tetap orang baduy, Pandhita dari kaum baduy. Meskipun saya
tidak diakui. Kedudukan saya ini tidak bisa diganggu gugat oleh
siapapun karena sifatnya turunan. Saya selalu memerhatikan kebaikan
dan keselamatan kaum saya dan masih tetap berhubungan dengan para
tetua, baik itu soal nasehat sipirtual atau pun soal obat-obatan.
Saya sudah mengawasi dan mengerti pola hidup kaum saya, akhirnya
saya ambil keputusan untuk tidak turut campur segala berjalan seperti
adanya dan tidak akan membuat mereka maju agar mereka senang dan
beruntung
RADEN MULIA
P. NUSA BRAHMA
RADEN MULIA
P. NUSA BRAHMA
RADEN MULIA
P. NUSA BRAHMA
Baiklah, akan saya ceritakan. Seperti yang juragan dengar atau tahu
kalau kaum saya itu punya adat kebisaaan yang buruk dan tercela.
Tetapi sesungguhnya mereka juga punya sifat yang baik, seperti tidak
suka berbohong, menipu, mencuri, bikin keonaran. Selalu hidup rukun
antar sesama, jadi tidak perlu lagi yang namanya pengadilan atau pun
polisi.
Lain dari itu, mereka tidak suka keramaian, menumpuk kekayaan dan
kemewahan. Tidak ada dengki diantara sesama, dan inilah yang paling
bersih. Memang benar mereka hidup di bawah kemiskinan, bodoh dan
percaya takhayul, tapi mereka hidup aman dan damai. Tidak mengenal
persaingan dan segala hal yang membuat bangsa maju berani berbuat
apa saja untuk mewujudkan mimpinya.
Sebagai gantinya, nanti pulau Jawa ini akan dipenuhi oleh orang-orang
yang hanya memikirkan uang, tidak peduli dengan jalan mencuri,
mencopet, merampok atau membunuh. Akan terciptalah keserakahan
atas nama “Pengetahuan dan kemajuan” yang kini juga sedang dicari
oleh para pribumi di pulau ini yang notabene mengejar kemerdekaan
dan harkat derajat bangsa. Semua itu hanya menghasilkan kekacauan,
seperti pemberontakan kaum komunis yang menelan korban ribuan
nyawa manusia.
RADEN MULIA
P. NUSA BRAHMA
P. NUSA BRAHMA
Makan siang…? Eh, tentu tuan Pandhita. Saya senang sekali bisa
menemani tuan Pandhita makan. Lalapan dan sambal, sudah lebih dari
P. NUSA BRAHMA
RADEN MULIA
ISTRI PANDHITA
Ah, tidak apa-apa. Mohon maklum, gan, kalau makanannya tidak pas
dengan selera agan.
Ehemmm….
RADEN MULIA
ISTRI PANDHITA
RADEN MULIA
Anak Ibu?
ISTRI PANDHITA
Betul, Gan. Namanya Ratna Sari. Dia anak semata wayang kami.
P. NUSA BRAHMA
RADEN MULIA
SESUDAH MAKAN
RADEN MULIA
Tuan Pandhita punya anak gadis sudah besar. Saya kira tidak lama lagi
tuan akan dapat mantu
Tidak segampang itu, gan. Sebab kami bukan orang Islam. Hingga
tidak gampang mencarikan jodoh buat Ratna, sedang di antara kaum
kami, saya belum melihat sosok yang pantas mendampingi dia
RADEN MULIA
P. NUSA BRAHMA
RADEN MULIA
Apa yang terjadi sampai keluarga besar tuan habis? Mungkin kalau
dicari, masih ada sanak keluarga lain.
P. NUSA BRAHMA
Akan saya katakana yang sejujurnya. Keluarga besar saya habis karena
dulu kami sangat keras dengan prinsip hidup tidak boleh menikah
kecuali dengan kaum sendiri, hingga banyak yang harus kawin
sedarah. Ini menyebabkan keluarga kami kondisi tubuhnya lemah,
umurnya pendek dan rentan kena penyakit hingga akhirnya mati.
Keturunan kami sudah putus puluhan tahun silam, tatkala Ibu saya
meninggal, hingga saya harus dicarikan istri dari luar kaum tapi masih
yang seiman dengan kami.
RADEN MULIA
Kalau begitu, kenapa tuan tidak mengikuti cara bapak tuan? Memungut
seorang anak lelaki dan didik dia dari kecil hingga layak jadi mantu?
Dengan begitu, turunan tuan tidak putus, karena tuan akan dapat cucu
lelaki hingga bisa meneruskan pekerjaan sebagai Pandhita?
P. NUSA BRAHMA
Hal itu tidak bisa dilakukan, juragan. Lantaran keluarga kami tidak
boleh menikah sembarangan dengan keluarga yang kastanya lebih
rendah dan tidak sederajat.
RADEN MULIA
P. NUSA BRAHMA
RADEN MULIA
P. NUSA BRAHMA
Itu betul. Tapi halangan itu tidak terlalu berat bagi saya. Saya sudah
mempelajari banyak agama, dan kesemuanya berpokok satu, hanya
kulitnya saja yang berbeda sedang isinya sama. Yang saya khawatirkan
justru tentangan itu datang dari pihak luar. Umpamanya seorang suku
sunda yang beragama Islam, tentu tidak mau menikahi orang di luar
Islam, sedang saya tidak mau anak saya di duakan.
RADEN MULIA
Kalau begitu, tuan tidak keberatan kalau anak tuan menikah dengan
orang lain agama?
P. NUSA BRAHMA
RADEN MULIA
RADEN MULIA
Saya tidak jelaskan lebih lanjut soal ini. Saya Cuma mau bilang bahwa
adalah keliru orang yang memandang saya sama derajatnya dengan
para santri, penghulu atau pandhita seantero Bantam ini. Saya juga
tidak lebih rendah dari Sultan Jogja atau Sunan Solo. Hanya itu yang
bisa saya jelaskan, saya mohon jangan perpanjang persoalan ini…
RADEN MULIA
P. NUSA BRAHMA
Silakan
RADEN MULIA
Kalau tidak ada yang orang dirasa cocok dengan keinginan tuan, apa
Ratna Sari akan diijinkan menikah dengan siapapun?
RADEN MULIA
P. NUSA BRAHMA
Kalau aku sudah mati, ia boleh berbuat sesukanya, meski nantinya roh
saya tidak akan tenang dan akan mengutuk kalau ia berani menikah
sembarangan. Kalau saya masih hidup dan ia melanggar ketentuan
saya, akan saya bunuh dia!
RADEN MULIA
Baiklah, tuan Pandhita. Saya rasa cukup dulu pembicaraan kita sampai
di sini. Kami pulang dulu…
P. NUSA BRAHMA
RADEN MULIA
Terima kasih….
LAMPU PADAM
SATU
RADEN MULIA
Aku makin yakin. Mengingat dia juga punya tabiat seperti seorang raja
dari zaman Hindu. Ancaman bagi Ratna Sari yang tak boleh menikah
dengan kaum bawah itulah alasannya. Persis seperti lakon dalam
pewayangan yang menegaskan soal kehormatan keluarga dijunjung
di atas segalanya. Dan menikah dengan yang tidak sederajat adalah
suatu dosa besar.
Kalau itu benar, kenapa pula dia sampai menikah dengan perempuan
dari Bantam, yang nyata di luar ketentuannya sendiri? Siapa istri
dia itu sebenarnya? Apa anak pungut yang dijadikan istrinya itu
perempuan bangsawan? Tapi siapa pula bangsawan Sunda yang sudi
menyerahkan anaknya untuk di asuh orang baduy di pegunungan?
Ah…makin pusing aku dibuatnya….
(Jalan mondar-mandir)….
Bicara tentang Ibu itu dan Ratna Sari….Aku seperti kenal dengan raut
wajah itu. Tapi di mana?
DUA
ORANG I
Kalau niat kau sudah bulat, kau harus segera membicaran hal ini
dengan tuan Pandhita. Sebab aku dengar, dua minggu lagi mereka
akan meninggalkan tempat ini, kembali ke tempatnya yang jauh, entah
di mana. Dan pastinya kita akan kesusahan mencari jejak keberadaan
mereka. Paling-paling kau harus menunggu satu tahun lagi, dan kau
akan semakin bertambah tua! Hahaa!
ORANG II
Dan mungkin saja, dalam tempo satu tahun itu Ratna Sari sudah jadi
milik orang lain… Iya gak? Hahahaa…
ORANG I
ABDUL SINTIR
Tapi aku sudah berjanji kalau sudah menikahi Ratna Sari, aku akan
tinggal bersama mereka. Lagipula aku sudah menganggap Pandhita itu
bak ayahku sendiri karena jasanya menyembuhkan penyakit mataku.
ORANG III
Menurutmu, apa ia akan tetap menolak, kalau aku memberi mas kawin
sebanyak sepuluh ribu dan semua hasil perkebunan karetku? Dia pasti
akan menerima! Abdul Sintir!
ORANG II
Jangan sombong dulu kau!. Kau tentu tahu kalau pandhita itu tidak
mau menerima pemberian setiap kita yang diobatinya. Uang ataupun
barang!
ABDUL SINTIR
Alah! Sudah banyak dukun aku datangi, dan mereka semua mata
duitan! Ingat, Uang yang berkuasa! Jadi aku pikir Pandhita itu pun
akan tergoda kalau aku sodorkan seluruh kekayaanku padanya. Bahkan
aku sudah berniat akan menggunakan segala kekayaan dan cara zntuk
mendapatkan Ratna Sari!
Beban sakit mata, memang sudahlah hilang. Tapi beban hati yang
mencinta makinlah besar. Buat apa mataku sembuh kalau harus
menderita kerinduan tak berbalas pada bidadari yang bernama
Ratna Sari. O, Ratna! Ratna! Sia-sia ayahmu menyembuhkan
kebutaanku kalau harus jauh darimu. Lebih baik aku buta, tapi ada
ORANG I
Kau jangan gila, Tir! Kau punya hutang budi besar pada Pandhita itu.
Kau tidak kurang ajar dengan meminta paksa Ratna Sari untukmu
ABDUL SINTIR
Siapa yang gila!? Lagipula belum tentu Pandhita itu menolak. Apalagi
kalau aku iming-imingi seluruh kekayaanku. Aku akan meratap,
berlutut di hadapan Pandhita dan istrinya itu, agar mereka iba. Akan
kutunjukan kesungguhanku. Bahkan kalau perlu, aku akan mengancam
bunuh diri kalau aku ditolaknya. Kalau sudah begitu, tentunya aku
akan diangkat sebagai mantunya. Iya kan!? Hahaha….
ORANG I
ABDUL SINTIR
Kalau ia tetap menolakku, terpaksa aku harus memilih dua cara. Bunuh
diri atau bawa lari paksa anaknya. Aku tahu Ratna Sari menaruh hati
padaku, aku tahu dari tatapannya padaku. Ia pun sudah menerima
pemberianku.
ORANG III
Apa?
ABDUL SINTIR
ORANG II
Aku setuju dengan rencanamu, kawan! Kita bawa lari paksa Ratna
ORANG I
Caranya?
ORANG II
Kita bawa dia dengan mobil. niscaya sebentar saja kita sudah jauh
dari sini. Lagipula kalau kawan kita ini sampai bunuh diri atau
menyerahkan kekayaannya, itu percuma saja. Kalian seperti tidak tahu
saja sifat perempuan. Kalau kekayaan kita habis, pasti ia akan rewel
dan minta cerai. Apalagi gadis-gadis sunda! Kita harus waspada! Aku
saja sudah habis-habisan dieret sama aceuk-aceuk Bandung!
RADEN MULIA
RADEN MULIA
Kau bercanda atau tidak, aku tidak peduli! Aku hanya ingin
mengingatkan, bahwa niatan kau tidak pantas, mengingat kau
berhutang budi pada Pandhita itu yang telah menyembuhkan matamu.
Aku peringatkan, kalau kalian sampai berani mengganggu Ratna Sari
LAMPU PADAM
TIGA
Ratna! Ratna!
RATNA SARI
Tak apa Juragan, saya sudah terbisaa bawa baranng naik turun
gunung.
Aku memaksa
Apa kau betah di sini Ratna? Aku rasa tempat sunyi ini tidak cocok
bagi gadis ayu sepertimu
RATNA SARI
Sunyi. Ya, saya sudah dekat dengan kesunyian. Bahkan saya hidup
dengan kesunyian. Tempat ini tidak seberapa sunyinya. Malah saya
merasa tidak suka tempat ini, karena banyak orang datang berobat.
Dan setiap kali saya ke pancuran, selalu saja ada laki-laki yang
mengintip dan mengajak saya bicara. Terlebih orang palembang itu
yang memaksa saya menerima pemberian dia.
RADEN MULIA
Apa benar kau menerima sejumlah uang emas Inggris, sarung dan
arloji?
RATNA SARI
Benar. Tapi tolong juragan jangan beri tahu ayah saya. Tentunya ia
akan marah kalau tahu saya menerima pemberian orang, meski saya
dipaksa menerima oleh orang-orang itu.
RADEN MULIA
RATNA SARI
Ibu saya sudah tidak kuat naik turun ke pancuran setiap hari. Selain
itu tak ada kawan, sebab ayah tidak mengijinkan siapapun tinggal
bersama kami. Di puncak sana tidak ada air buat minum, mencuci atau
RADEN MULIA
RATNA SARI
Yang ada di belakang pondok kami. Gua itu panjang dan gelap. Di
sana ayah saya setiap hari sembahyang kecuali hari Jumat. Kalau
turun hujan deras, bisaanya kami berteduh di sana, karena pondok
kami bocor.
RADEN MULIA
RATNA SARI
Sekitar lima sepuluh meter, tapi kata ayah masih ada terusannya.
Saya tidak pernah masuk karena gelap dan sempit. Kalau mau masuk,
juragan mesti merangkak di celah-celah karangnya.
RADEN MULIA
O…Begitu….
ISTRI PANDHITA
RADEN MULIA
Saya dapat kabar kalau tuan tidak lama lagi akan pergi dari sini. Apa
betul?
P. NUSA BRAHMA
RADEN MULIA
Itu alasannya kenapa saya datang lagi kemari. Saya ingin belajar pada
tuan yang sudah saya anggap sebagai guru sendiri.
Pelajaran semacam apa yang mesti saya berikan pada juragan? Saya
ini tak lebih dari orang desa yang bodoh
RADEN MULIA
P. NUSA BRAHMA
RADEN MULIA
Makanya, tuan Pandhita, saya perlu masukan dari orang bijak seperti
P. NUSA BRAHMA
Begini, juragan. Dalam dunia ini ada dua pengabdian. Pertama aturan
negara yang kalau dijalankan dengan benar akan membuahkan
kehormatan dari atasan tuan, dan inilah yang banyak dipegang oleh
para pejabat.
RADEN MULIA
P. NUSA BRAHMA
Pengabdian pada hati. Aturan yang berasal dari Tuhan yang sudah
ada semenjak manusia lahir. Semakin luas pengetahuan, kesopanan
dan budi bahasanya bagus, maka artinya semakin aturan hatinya itu
bermakna. Aturan macam ini tidak berbentuk kongkrit, tidak nampak,
tidak ada hurufnya, tapi merupakan aturan tertinggi diantara Aturan
lainnya di dunia ini.
RADEN MULIA
P. NUSA BRAHMA
Aturan negara dibuat oleh manusia, bisa dirubah atau diganti kapanpun,
orang berbuat salah bisa tidak dihukum, umpamanya polisi yang tidak
punya bukti atau saksi kuat. sedang aturan hati akan selamanya tetap,
tidak bisa digeser. Tidak seorang pintar pun bisa membohongi dan
menyangkalnya. aturan hati ini akan sanggup menghukum siapapun
orangnya, meski kesalahannya ditutupi di bawah bumi.
P. NUSA BRAHMA
Tidak serumit itu, juragan. Kalau saja seseorang mau berpikir dan
bertindak untuk tidak menyakiti orang, sebagaimana ia juga tidak
mau disakiti dan memperlakukan orang sebagaimana kita ingin
diperlakukan niscaya akan menciptakan keseimbangan hidup. Untuk
itulah kita semua perlu mempelajari tentang keadilan dan kesesuaian.
RADEN MULIA
P. NUSA BRAHMA
RADEN MULIA
Tapi, bukankah…
Sudahi dulu bicara kita gan. Sudah waktunya makan siang, mari
makan bersama… Ratna! Ratna….
LAMPU PADAM
EMPAT
KOM. POLISI
Bangun!
Siapa?
KOM. POLISI
KUSDI
KOM POLISI
Jangan banyak omong! Cepat buka pintu pondok! Kalau tidak kami
akan masuk paksa!
KUSDI (Takut)
KOM. POLISI
P. NUSA BRAHMA
Betul, tuan
KOM. POLISI
P. NUSA BRAHMA
KOM. POLISI
P. NUSA BRAHMA
KOM. POLISI
Saya tidak punya pengikut, tuan. Saya hanya punya satu pembantu
KOM. POLISI
Kowe berani bohong sama saya!? Apa kowe pikir kami tidak tahu
setiap hari Jumat banyak orang berkumpul di sini, ha!?
P. NUSA BRAHMA
KOM. POLISI
Apa kowe punya surat ijin jadi dokter, ha!? Kalau kowe pintar
mengobati, kenapa kowe tidak ke tempat ramai, di mana kowe bisa
dapat uang banyak dari orang-orang yang bisa kowe tipu?
P. NUSA BRAHMA
KOM. POLISI
Semua santri dan kiayi penipu bilang begitu. Kowe boleh kasih
keterangan nanti di depan polisi penyidik
P. NUSA BRAHMA
Polisi sudah tahu pekerjaan saya. Asisten Wedana daerah ini sudah
dua kali datang kemari. Ia bisa menjadi saksi kalau saya bukan penipu
atau penghasut
KOM. POLISI
Ya, itu boleh jadi, sebab asisten wedana itu sudah jad murid dan takut
sama kowe. Sekarang kowe mesti ikut kami!
P. NUSA BRAHMA
KOM. POLISI
Ya!
P. NUSA BRAHMA
KOM. POLISI
P. NUSA BRAHMA
KOM. POLISI
P. NUSA BRAHMA
Saya mohon tuan, besok saja saya dibawanya. Saya tidak bisa
meninggalkan istri dan anak saya.
KOM. POLISI
Kowe punya istri dan anak musti diperiksa juga, tapi tidak usah malam
ini. Besok pagi mereka boleh nyusul ke rumah itu asisten wedana.
Ini Reserse dan dua kawannya akan jaga ini tempat. Ayo berangkat!
Kowe jangan takut, siapa yang tidak salah, tidak nanti dihukum!
ORANG I
Coba kalian lihat di sana (Menunjuk ke arah lautan) Api itu menandakan
perahu kita sudah siap. Ayo, jangan tunggu lagi
RESERSE
Aku mengerti.
RESERSE
Ibu, Saya baru terima perintah dari komandan saya agar membawa ibu
dan anak ibu untuk diperiksa.
ISTRI PANDHITA
Tapi, tuan. Hari sudah sangat larut. Bagaimana kami bisa menuruni
gunung dengan kondisi seperti ini?
RESERSE
Jangan takut. Kami sudah sediakan lampu senter. Nanti kita berangkat
bersama. Silakan ibu bersiap-siap, jangan ragu lagi, kalau terlambat,
saya khawatir terjadi apa-apa pada Pandhita.
Selain itu, karena perjalanan kita cukup panjang dan melelahkan, jadi
kita nanti naik perahu, biar cepat sampai.
LAMPU PADAM
LIMA
KOMANDAN
Kita orang baru tangkap ini orang tua yang tinggal di puncak gunung
Ciwalirang. Sebab kita dapat kabar kalau dia ada jadi penghasut yang
berbahaya, menjual jimat pada itu orang-orang kampung dan punya
banyak murid.
RADEN MULIA
Saya kira Anda keliru, tuan! Tuduhan ini tidak beralasan. Saya kenal
baik dengan Pandhita ini, seseorang yang berbudi dan tidak punya
niatan jahat sama sekali.
KOMANDAN
RADEN MULIA
Itu tidak benar, tuan. Sesudah saya mendapat kabar tentang banyaknya
orang-orang yang berobat padanya, saya langsung suruh orang
kepercayaan saya guna mengusut kebenaran berita itu. Dari laporan
yang saya peroleh, dia tak lebih dari orang bisaa yang tak berbahaya.
Untuk memastikan laporan ini, saya langsung pergi ke sana, ke
puncak gunung Ciwalirang pada hari minggu tanggal 18. Dan tiga hari
sesudahnya saya kembali ke sana. Dan sama seperti laporan yang saya
terima, saya tidak menemukan bukti kalau ia berbahaya.
KOMANDAN
Saya dapat laporan dari beberapa orang bumiputra yang diantar mata-
mata kewedanaan. Awalnya saya sarankan agar melaporkan hal ini
pada tuan selaku asisten wedana, karena saya tahu kepandaian Anda
dalam menuntaskan perkara seperti ini. Tapi mereka bilang kalau
Anda sendiri sudah jadi muridnya ini Pandhita. Mereka meminta saya
untuk menggerebek malam ini juga, sebab mereka berani menjadi
saksi kalau orang tua ini betul-betul seorang komunis yang menghasut
rakyat agar melawan pemerintah.
RADEN MULIA
KOMANDAN
RADEN MULIA
KOMANDAN
Saya tidak tahu nama-nama mereka, hanya saja saya yakin kalau orang-
orang pribumi itu bukan orang sini. Wajahnya seperti menunjukan
kalau mereka orang-orang Palembang atau Bengkulen. Mereka
mengaku hendak berobat pada ini orang tua, malah dikasih jimat kebal
tidak mempan senjata, dan memintanya agar melawan pemerintah.
KOMANDAN
Soal ini Anda tidak perlu khawatir. Mereka semua masih di puncak
Ciwalirang.
RADEN MULIA
KOMANDAN
Besok pagi saja, tuan! Sebab mereka tentu tidak akan melarikan diri.
Lagipula saya sudah sangat capek kalau harus naik gunung itu lagi.
Orang tua dan temannya ini saya serahkan pada tuan untuk pemeriksaan
lebih lanjut. Kami harus kembali ke Labuan malam ini juga, sebab
besok pagi saya tugaskan jaga di Citereup. Perkara ini selesaikan saja
oleh Anda sebagaimana mestinya. Tiga orang polisi akan tinggal di
sini supaya bisa bantu menyelesaikan perkara ini.
P. NUSA BRAHMA
Bagaimana, juragan!?
RADEN MULIA
P. NUSA BRAHMA
RADEN MULIA
VELD POLITIE
Baik, tuan!
P. NUSA BRAHMA
RADEN MULIA
Silakan tuan.
ENAM
MIKUNG
Tuan Pandhita!
P. NUSA BRAHMA
Mana para polisi itu dan mana Istri dan anakku, Mikung? Apa yang
terjadi?
MIKUNG
MIKUNG
P. NUSA BRAHMA
MIKUNG
P. NUSA BRAHMA
MIKUNG
P, NUSA BRAHMA
Ya. Aku kenal dia. Orang yang memaksa aku menerima segala
pemberiannya, tapi aku tolak. Rupanya dia tidak senang dengan itu,
maka dia pergi dari sini tanpa berpamitan.
MIKUNG
Kalau begitu Mbah tidak tahu, kalau orang itu pernah diancam oleh
tuan Asisten Wedana kalau tidak hengkang dari tempat ini?
P. NUSA BRAHMA
Lantaran apa?
MIKUNG
Sebab Abdul Sintir tergila-gila pada neng Ratna. Setiap kali neng
Ratna ke pancuran, selalu diikuti oleh orang palembang itu. Lantas
ia kasih banyak barang mahal agar neng Ratna mau jadi istrinya.
Tuan Asisten Wedana yang mendengar ini menjadi gusar dan marah,
terlebih saat orang-orang palembang ini merencanakan membawa lari
neng Ratna. Karenanya tuan Asisten mengancam akan menangkapnya
kalau mereka berani macam-macam.
P. NUSA BRAHMA
MIKUNG
Anu…anu Mbah, saya kira neng Ratna atau Juragan Asisten sudah
beri tahu kelakuan orang-orang Palembang itu Mbah.
P. NUSA BRAHMA
MIKUNG
Eee…ampun, Mbah. Saya dengar sendiri dari Abdul Sintir kalau Ratna
sudah menerima pemberiannya
P. NUSA BRAHMA
Kalian Polisi, lakukanlah apa yang harus kalian lakukan! Aku sendiri
akan memberi hukuman pada mereka dengan caraku! Pergilah!
Tuan-tuan, saya kira tidak ada gunanya kita berdiam di sini. Karena
mereka sudah ada di tengah laut.
POLISI I
kejadian ini harus saya laporkan pada tuan Asisten Wedana, biar ia
perintahkan mengejar dan menangkap mereka
LURAH
P. NUSA BRAHMA
Semua sudah ludes! Apa yang bisa kuharapkan lagi di dunia ini?
Kalau istri dan anakku tega berkhianat dan tinggalkan aku sendiri
dan mengejar kesenangan dan harta dunia; Kalau orang-orang yang
kuhargai dan kucintai bisa berbalik hatinya; Kalau Abdul Sintir yang
aku sembuhkan matanya tega membawa lari istri dan anakku, milikku
yang paling berharga di dunia ini…. Apalagi yang bisa kuharapkan
dari dunia yang penuh dosa ini? Apa gunanya aku, ayahku dan nenek
moyangku berabad-abad berupaya menjaga sebisa-bisanya penduduk
Bantam dan Sumatera dari bencana?
Oh, Ratna Sari. Sri Ratu Dewi Ratna Sari, ahli waris dari ratu kerajaan
Padjajaran, yang bakal jadi penggantiku. Sungguh sia-sia didikanku
padamu hingga kau bisa tergoda oleh bangsat rendah derajat! Sia-sia
kau menjadi Ratu Padjajaran yang begitu agung dan mulia! ….Musna!
Putuslah harapanku! ….Biarlah dunia ini kiamat!
Kusdi, angkatlah batu yang menutupi mulut gua itu, bersihkan dalamnya
serta siapkan kembang-kembangan. Juga dupa buat sembahyang.
MIKUNG
Mbah….! Mbah..!
P. NUSA BRAHMA
Ada apa?
MIKUNG (Terengah-engah)
MIKUNG
P. NUSA BRAHMA
Saya yakin, Mbah. Sebab saya hapal betul ciri-cirinya. Dua buah
pasang tiang dan layarnya yang hijau. Selain itu arah yang ditujunya
tidak ke tempat lain, mereka menuju pulau Krakatau yang jarang
dilintasi perahu-perahu lain.
P. NUSA BRAHMA
Kalau begitu. Saya minta kau lekas ke rumah asisten wedana dan beri
tahu dia untuk tidak mengejar perahu itu, karena sebentar lagi gunung
api itu akan meletus hingga akan membumi hanguskan segala yang
ada di sekitarnya.
Kenapa kau tersenyum? Kau pikir saya main-main? Saya tidak suka
bercanda. Ini kenyataannya. Beberapa jam lagi gunung krakatau itu
akan bekerja kembali dan nanti seluruh Bantam dan Sumatera akan
binasa seperti kejadian 45 tahun silam.
Hai! Orang-orang yang tidak tahu terima kasih! Sebentar lagi kalian
akan binasa! Agar dunia yang sudah kotor dan penuh dosa ini, tidak
jadi lebih kotor lagi dengan adanya kalian. Api dari Betara Wishnu
yang suci, akan dimuntahkan Krakatau dan melebur sekalian bumi
agar terbersihkan kembali dari dosa-dosa kalian
KUSDI
Baiklah Kusdi. Sekarang saya minta kau untuk menjaga tempat ini.
Kalau ada yang datang bilang saya sedang sembahyang dan baru
kembali besok pagi.
LAMPU PADAM
TUJUH
MIKUNG
Tuan, saya Cuma mengingatkan pesan dari Mbah Pandhita agar tuan
jangan berlayar mendekati pulau Krakatau. Karena gunung merapi itu
sebentar lagi akan meletus.
RADEN MULIA
MIKUNG
Tidak. Saya yakin tidak salah terima dengan pesan dari mbah Pandhita
itu
MIKUNG
Tapi tuan!?
RADEN MULIA
Sudahlah Mikung. Tekad saya sudah bulat. Apapun yang terjadi saya
harus selamatkan Ratna Sari dan Ibu.
JURU MUDI
Tiarap!
Jangan! Saya khawatir nanti akan mengenai Ratnasari dan Ibu. Kita
tunggu sampai dekat betul agar tidak salah sasaran. mengerti?
OPAS I
Baik tuan.
Berpegangan!
Terus maju! Kita harus menyelamatkan kedua wanita itu meski kapal
ini karam!
MIKUNG
RADEN MULIA
LAMPU PADAM
RADEN MULIA
R. HASAN DININGRAT
Tak apa.
RADEN MULIA
Ada beberapa hal penting yang harus dibicarakan terkait letusan yang
terjadi di Gunung Krakatau. Rama, Apa rama akan percaya kalau
ada orang yang bisa tahu bencana yang akan menimpa? Di sini ada
seorang pendhita turunan orang Kanekes yang sudah beri tahu letusan
Krakatau sebelumnya, bahkan ia meminta kita untuk tidak melaut
disekitarnya dan agar kita mengungsi?
R. HASAN DININGRAT
Rama masih ingat betul raut muka nenekmu yang sangat sedih saat
ia buka sepasang gelangnya yang terbuat dari uang emas Turki,
lantas dipakaikan pada rama dan bibimu masing-masing satu. Sedang
Kakekmu memberikan rante perak dan medali Arab yang juga
dikasihkan pada kami setiap orang satu.
Belum jauh Dokar kami melaju, langit menjadi sangat gelap dan suara
letusan Krakatau itu sangat hebat, menyebabkan kuda penarik Dokar
ketakutan dan kabur. Maka dokar itu pun terbalik. Rama mengalami
luka di kepala dan Suryati bibimu telah hilang entah kemana.
RADEN MULIA
RADEN MULIA
Takut atau tidak, Tugas harus dilaksanakan, bu. Tadi pagi saya baru
saja kembali dari Pulau Krakatau. Dengan Stoombarkas saya sudah
melewati lokasi terjadinya letusan itu. Kalau sudah ditakdirkan,
tentunya saya sudah mati di sana. Sebab beberapa menit dari letusan
pertama disusul letusan yang lebih hebat yang telah menghantam satu
kapal lainnya.
R. HASAN DININGRAT
RADEN MULIA
RADEN MULIA
Istri dan anak Pandhita orang Kanekes itu. Ceritanya panjang, bu.
Nanti saja saya paparkan. Yang pasti, sekarang kedua perempuan itu
selamat dan ada di kantor, sedang dimintai keterangan.
Penjahatnya?
RADEN MULIA
R. HASAN DININGRAT
RADEN MULIA
RADEN MULIA
Masuk.
OPAS I
Maaf tuan, pemeriksaan istri dan anak Pandhita sudah selesai. Sesuai
RADEN MULIA
Bawa masuk
OPAS I
Baik.
RADEN MULIA
Saya senang akhirnya bisa bertemu langsung dengan Ibu. Anak saya
sudah cerita pengalaman pahit ibu hari ini dan saya bersyukur ibu dan
anak ibu selamat.
ISTRI PANDHITA
Saya yang harus berterima kasih pada juragan Mulia, karena tanpa
bantuan juragan Mulia, kami tentu sudah tewas di sana.
RADEN MULIA
Sama-sama bu.
ISTRI PANDHITA
Kecantikan Ratna, anak kami tak lain pemberian sang hyang widi.
Umurnya sekitar 20 tahun. Selama ini kami hidup mengembara dan
tidak menetap, jadi Ratna tidak pernah kami sekolahkan.
Oo…begitu.
R. HADI DININGRAT
Mulia, kapan tuan Pandhita akan kemari? Rama sangat ingin bertemu
dengannya.
RADEN MULIA
Saya sudah menyuruh orang memberi tahu kabar ini pada Pandhita.
Semoga sebentar lagi beliau datang Rama. (pada Rukmini) Rukmini,
cobalah ajak jalan-jalan Ratna Sari. Jangan didiamkan begitu saja,
Ratna Sari ini orangnya sangat sopan dan berbudi halus.
RUKMINI
LAMPU PADAM
RUKMINI
Adik, apa benar kalau adik selalu tinggal di dalam hutan atau
pegunungan, jarang bergaul dengan orang?. Kalau benar, menurutku
keadaan seperti itu kurang baik, sebab selamanya adik akan ketinggalan
zaman, di mana pengetahuan kita terus bertambah.
RATNA SARI
RATNA SARI
Kenapa tidak boleh? Yang dimaksud kebahagiaan itu kan tidak lebih
dari kepuasan. Di mana kalau seseorang merasa tidak puas, maka di
situlah orang itu tidak bahagia. Biarpun ia orang berada dalam istana
kerajaan. Sebaliknya, meski hidup di gubug di atas gunung yang sepi,
kalau orang bisa merasa puas, maka ia akan bahagia.
RUKMINI
RATNA SARI
RADEN MULIA
Tapi saya rasa, Ratna bukan orang miskin. Pernah satu kali bapak
Pandhita bilang kalau ia punya derajat dan kehormatan tidak lebih
rendah dari sunan Solo atau Sultan Jogja. Meskipun Pandhita hidup
sederhana sesuai ajaran agamanya, tapi ia bukan dari kasta rendah.
Anak dari orang miskin tidak mungkin pakai gelang uang emas yang
mahal.
RUKMINI
RATNA SARI
Gelang ini bukan pemberian bapak. Tapi milik ibu, warisan dari orang
tuanya. Begitu juga kalung perak yang saya pakai, semua barang
pusaka ibu saya.
RADEN MULIA
Ini aneh….aneh sekali. Ada dua gelang yang sama bentuknya. Dan
bahannya juga dari uang emas Turki yang langka. Coba katakan,
Ratna darimana ibumu dapat gelang ini.
RATNA SARI
Saya tidak tahu. Coba juragan tanya pada ibu saya. Beliau tentu bisa
menjelaskannya.
RUKMINI
Ini kan potret Aki dan Nini, Raden Tjakra Amidjaja dengan istrinya.
Kalau tak salah mereka meninggal saat meletus Karakatau meletus
zaman dulu.
RADEN MULIA
Kau benar. tapi cobalah kau pandang baik-baik wajah nini kita, Raden
Ayu Sadijah. Sesudah itu kau bandingkan dengan wajah Ratna dan
ibunya. Apa kau tidak melihat sesuatu yang menarik?
RUKMINI
Kamu benar, kang. Ratna, wajahmu sedikit mirip dengan niniku yang
sudah lama meninggal.
RADEN MULIA
Bukan sedikit, Rukmini. Tapi sangat mirip. Persoalan ini tidak bisa
didiamkan. Gelang yang kau pakai adalah peninggalan nini kita waktu
Krakatau meletus yang mengakibatkan bapak dan bibi kita, Suryati
Apa mungkin, ibumu Ratna adalah bibi kami? Kalau benar, maka
kemiripan wajah kalian sangat wajar. Gelang dan kalung yang kalian
berdua pakai, semakin membuatku yakin tentang kebenaran ini!.
RUKMINI (Haru)
RADEN MULIA
Tunggu! Sabar Rukmi. Salam perkara ini kita tidak boleh terburu
nafsu. Kita harus beritakan ini secara pelan-pelan. Biar aku saja yang
tangani. Jangan grabak-grubuk, nanti rama dan ibu kaget. Ratna, saya
minta kamu juga diam dulu, jangan kagetkan ibumu.
RATNA SARI
Baik, juragan.
RADEN MULIA
RADEN MULIA
RADEN MULIA
RUKMINI (memotong)
RADEN MULIA
RADEN MULIA
Maaf Rama, tidak bisa. Perkara ini menyangkut Ibu, Istri Pandhita dan
Rama sendiri.
RUKMINI
Baiklah. Apa boleh buat. Kalau kalian berdua sudah sepakat begitu,
Rama dan ibu tidak bisa menolak.
RADEN MULIA
Apa yang akan saya terangkan ini, bisa dibilang cukup aneh atau
ajaib seperti dongeng. Maka saya minta Rama, Ibu dan Ibu Ratna Sari
untuk tidak memotong keterangan saya ini. Saya hanya minta agar
setiap yang saya tanya berkenan menjawab. Saya mohon rama tidak
keberatan kalau saya menempatkan diri sebagai penyidik. Saya yakin
Rama akan setuju dengan tindakan saya ini pada akhirnya.
Ya, ya. Tapi cepat jelaskan persoalan yang kamu maksud Mulia.
RADEN MULIA
Baik. tapi sebelumnya saya ingin bertanya pada Ibu Pandhita. Saya
ingin tahu nama asli Ibu siapa?
ISTRI PANDHITA
RADEN MULIA
RADEN MULIA
ISTRI PANDHITA
RADEN MULIA
ISTRI PANDHITA
RADEN MULIA
ISTRI PANDHITA
Pandhita Asheka
RADEN MULIA
RADEN MULIA
ISTRI PANDHITA
RADEN MULIA
Coba ibu ingat-ingat lagi, siapa orang tua ibu sebelum diasuh Pandhita
Asheka? Apa ibu ingat dimana ibu tinggal, jauh atau dekat dari sini?
Apa ibu punya saudara?
ISTRI PANDHITA
Saya tidak ingat lagi sebab sudah terlalu lama dan saya masih kecil,
juragan
RADEN MULIA
ISTRI PANDHITA
RADEN MULIA
ISTRI PANDHITA
Gelap pekat, hujan abu, suara petir saling menyambar bikin kuping
sakit.
RADEN MULIA
ISTRI PANDHITA
Tidak tahu…
Ayolah, bu. coba diingat-ingat. Apa waktu itu ibu ada di sawah atau
di atas perahu?
ISTRI PANDHITA
Tidak
RADEN MULIA
ISTRI PANDHITA
RADEN MULIA
ISTRI PANDHITA
RADEN MULIA
ISTRI PANDHITA
RADEN MULIA
ISTRI PANDHITA
RADEN MULIA
ISTRI PANDHITA
Kedua-duanya
RADEN MULIA
Kalau begitu, ibu bisa ingat kalau ibu punya orang tua?
ISTRI PANDHITA
RADEN MULIA
ISTRI PANDHITA
Saya lupa…
RADEN MULIA
ISTRI PANDHITA
RADEN MULIA
Ah, sekarang ibu ingat kalau punya saudara. Lelaki atau perempuan?
ISTRI PANDHITA
Lelaki
RADEN MULIA
Namanya?
RADEN MULIA
Tidak apa-apa. Ibu kumpulkan saja ingat ibu. (Hening sesaat) Sekarang
saya tanya lagi. Apa pekerjaan orang tua ibu?
ISTRI PANDHITA
Saya lupa
RADEN MULIA
ISTRI PANDHITA
RADEN MULIA
ISTRI PANDHITA
Rasanya besar
RADEN MULIA
ISTRI PANDHITA
RADEN MULIA
Apa ada opas polisi, juru tulis atau mandor yang sering datang?
ISTRI PANDHITA
RADEN MULIA
ISTRI PANDHITA
Orang panggil juragan. Ya saya ingat bapak saya orang yang punya
jabatan dan dihormati orang banyak
RADEN MULIA
ISTRI PANDHITA
Ya
RADEN MULIA
ISTRI PANDHITA
RADEN MULIA
ISTRI PANDHITA
Saudara saya
RADEN MULIA
Saudara perempuan?
ISTRI PANDHITA
Bukan, lelaki.
Namanya Hasan?
ISTRI PANDHITA
RADEN MULIA
RADEN MULIA
Tentunya Ibu dan saudara ibu naik dokar diantar, tidak mungkin
sendirian. Siapa yang mengantar?
ISTRI PANDHITA
Itu betul-betul saya sudah lupa. Saya hanya ingat seorang pembantu
perempuan.
RADEN MULIA
Saya hanya ingat, dengan dokar itu kami coba menyelamatkan diri
RADEN MULIA
Sudah sejauh mana dokar itu bisa mengantarkan ibu dan saudara ibu?
ISTRI PANDHITA
RADEN MULIA
ISTRI PANDHITA
RADEN MULIA
ISTRI PANDHITA
RADEN MULIA
ISTRI PANDHITA
Oh! Ya, ada. Ibu dan bapak memberi kami masing-masing satu buah
gelang dan kalung. Pesannya waktu itu, kalau tidak salah agar kami
menjaga baik-baik gelang dan kalung itu, jangan sampai hilang. Saya
masih ingat amanat itu. Makanya saya jaga betul gelang dan kalung
yang dipakai Ratna
RADEN MULIA
ISTRI PANDHITA
Benar. Ratna, kenapa kau pakaikan gelangmu pada orang lain? Gelang
itu hanya khusus untukmu.
RADEN MULIA
ISTRI PANDHITA
RADEN MULIA
ISTRI PANDHITA
LAMPU PADAM
SEPULUH
Kami ikhlas kalau kami harus hidup bersembunyi dari yang lain,
hidup di hutan-hutan selama berabad-abad, atau kaum dan rakyat kami
terbelakang dari bangsa lain. Kami ikhlas. Semua ini kami lakukan
sebagai ujud kesetiaan kami padamu, oh, betara yang mulia!
Tapi…oh, betara Wishnu yang suci! Hukuman apa yang kau timpakan
padaku hingga menyebabkan aku hidup sendirian di dunia ini!
Betapa berat tanggungan dan kehinaan ini. Istri dan anakku pergi
meninggalkanku sendiri. Apa ini semua takdir dari Betara Brahma dan
betara guru !?
Kalau benar, semua pewaris tahta kerajaan pajajaran harus binasa, apa
tidak ada jalan baik dari semua ini? Mengapa turunan Prabu Siliwangi
harus menyaksikan anak perempuan satu-satunya jatuh pada kehinaan
yang dalam?
Oh, Sri maha dewa! Karena Ratna Sari sudah merendahkan dirinya,
maka pupuslah haknya atas mahkota kerajaan Pajajaran! Setelah semua
ini, aku merasa aku sudah tidak sanggup lagi hidup di dunia! Kalau
aku sudah tidak ada lagi, maka habislah penjagamu di gua yang suci
ini! Tidak ada lagi kepul asap, kembang-kembang, dan patungmu akan
berlumut! Tidak akan ada lagi tangan manusia yang membersihkan
patungmu dan akhirnya altarmu juga akan musnah!
LAMPU PADAM
Mulia, apa orang suruhanmu sudah kembali bawa berita dari gunung
Ciwalirang?
RADEN MULIA
Saya sudah tidak sabar ingin bertemu dengan tuan Pandhita. Saya
ingin mengucapkan rasa terima kasih saya padanya karena telah
menyelamatkan adik Suryati. Kira-kira bagaimana ekspresinya kalau
beliau tahu kebenaran ini?
RADEN MULIA
Saya pun penasaran, Rama. Tapi yakinlah kalau tuan Pandhita itu
sangat bijaksana dalam melihat persoalan. Tentunya beliau juga akan
senang mendengar ini
SURYATI
Benar kang Hasan. Suamiku itu seorang yang halus budi bahasanya
dan pemikirannya selalu ditumpahkan demi kebaikan orang lain.
Justru karena itu, saya ingin lekas bertemu. Suryati, selain suamimu
selalu datang setahun sekali ke gunung Ciwalirang untuk mengobati
orang apalagi yang dilakukannya?
SURYATI
Tujuan apa?
SURYATI
Suamiku percaya kalau arca itu sampai rusak, maka Bantam dan
daerah sekitarnya akan dapat musibah besar dengan meletusnya
gunung Krakatau dan turunan raja Pajajaran akan binasa.
RADEN MULIA
Tapi bu, kenapa beliau mesti jalan sendiri? Apa tugas itu tidak bisa
dikerjakan orang lain?
SURYATI
Ada pantangan keras kenapa orang lain tidak bisa melakukan tugas
suami ibu. Yang boleh melaksanakan ritual itu hanya keturunan raja
pajajaran yang juga menjabat sebagai Pandhita atau pemimpin agama.
Kang Hasan, suamiku adalah keturunan terakhir raja Pajajaran, ia
sudah tidak punya sanak famili lagi. Oleh karenanya hanya dia yang
bisa melakukan tugas ini.
Kalau Nusa Brahma meninggal, hanya Ratna sari atau anak lelakinya
kelak saja yang bisa melanjutkan. Tapi karena ia seorang perempuan,
maka ia tidak bisa menjadi Pandhita, hanya tetap pangkat raja diemban
oleh Ratna. Tahun ini, Ratna sudah berumur 20 tahun dan sudah
waktunya untuk di mahkotai dan dikenalkan pada seluruh rahasia
yang diketahui bapaknya.
Soal suamiku, di tempat ini dia dijuluki sebagai Nusa Brahma, tapi di
gunung Kendeng, para tetua kaum Kanekes memanggilnya sebagai Sri
SURYATI
Begitulah, kang.
RADEN AYU
SURYATI
RADEN MULIA
RADEN AYU
Jeng, apa Ratna pernah ada yang melamar atau pernah bertemu lelaki
yang dirasa pantas jadi suaminya.
SURYATI
RADEN AYU
Dalam hal ini, bapaknya Ratna tidak mau gegabah memilihkan calon
suami. Selain derajat tinggi, sifat dan prilaku juga menjadi bahan
pertimbangan. Ini agar Ratna sari tidak disia-siakan di tengah jalan
SURYATI
Siapa? Siapa?
SURYATI
Tak lain dari anakmu, Raden Mulia. Sudah beberapa hari kemarin
ia selalu datang ke tempat kami. Dan ia tidak mau pulang sebelum
bertemu dengan Ratna Sari.
RADEN MULIA
Betul, Bi. Saya merasa aneh saja dengan hati saya yang tertarik pada
Ratna. Seolah ditarik satu tenaga yang tak tampak. Waktu pertama
kali bertemu, saya merasa saya sudah dipertalikan dengan Bi Suryati
dan Ratna Sari. Saya akui saya mencintai Ratna Sari, lagipula siapa
orang yang tidak tertarik pada gadis manis seperti Ratna? (Tersenyum)
Apalagi kalau Ratna adalah satu turunan bangsawan yang jadi
misanannya sendiri.
Oh, jadi ini sebabnya, kamu kirim kabar pada Ramamu supaya tidak
dulu melamar anak gadis Bupati Cianyar?
Tidak salah, Rama. Dan rasanya saya tidak bisa hidup tanpa Ratna Sari,
biarpun ia seorang gadis desa yang tidak terpelajar. Toh sekarang kita
tahu asal-usulnya, di satu sisi Ratna adalah sanak keluarga kita, di sisi
lain Ratna ada keturunan bangsawan agung yang tidak kalah derajatnya
dengan Sunan Solo atau Sultan Jogja. Tentang pengetahuannya, saya
yakin Rukmini bisa mengajarinya membaca dan menulis.
Saya sangat berharap, Rama dan Ibu tidak keberatan kalau saya
menikah dengan misanan saya.
SEMUA TERTAWA
SURYATI
LAMPU PADAM
DUA BELAS
Kusdi…!
KUSDI
SURYATI
Mana Mbahmu?
KUSDI
Eh, anu bu, ada di dalam goa. Beliau pesan agar tidak diganggu.
Sepertinya setelah ibu dan neng Ratna pergi dengan orang Palembang
itu, Mbah sedih dan bahkan marah.
SURYATI
RATNA
RADEN MULIA
Rama, di sinilah rama bisa melihat fenomena gunung Krakatau itu. Itu
Rama, sebelah sana.
RADEN MULIA
Iya, Rama. Saya pun tak bisa bayangkan kalau benar Krakatau meletus.
Terlebih kini penduduk di sekitar Bantam kidul ini lebih banyak.
Yang pasti, kita harus lebih hati-hati dalam menghadapi bencana yang
akan datang. Persiapan kita harus sudah matang, kita harus cekatan
mengungsikan penduduk kalau hari bencana itu menerjang.
RUKMINI
Rama, Ibu dan aku setuju kalau Kang Mulia menikahi Ratna, kita
harus buatkan pesta yang meriah dan mengundang banyak orang
RADEN MULIA
Kamu itu apa-apaan sih Rukmi. Belum juga ada putusan dari Pandhita,
sudah memikirkan hari pernikahan.
RUKMINI
Kenapa tidak? Rukmi yakin kalau lamaran kita akan diterima bapak
Pandhita. Ah, kang Mulia malu ya…
RADEN MULIA
RUKMINI
Ibu….
Sudah. Kalau lamaran kita diterima, tentu saja kita harus merayakannya.
Tapi tentunya kita lihat keadaan rakyat kita dulu. Jangan sampai
kebahagiaan keluarga kita merugikan kepentingan rakyat.
RADEN MULIA
RATNA SARI
SURYATI
Kang, kenalkan ini Raden Hasan, bupati Rangkas Gombong. Yang ini
Raden Ayu, istrinya, dan yang cantik itu Rukmini putrinya.
P. NUSA BRAHMA
Gan…. Salam kenal. Tadi di dalam goa, istri saya sudah jelaskan
perkara sebenarnya. Dan saya sangat menyesali kekeliruan besar
karena terburu nafsu dan menyalahkan semua orang
RADEN MULIA
P. NUSA BRAHMA
Betul Den, memang sekarang belum ada, tapi siapa yang bisa pastikan
keselamatan orang banyak kalau Krakatau meletus?
P. NUSA BRAHMA
Kalau saya berkuasa akan hal itu, tentulah saya tidak akan menyesal.
Tapi sesudah araca betara Wishnu saya hancurkan, sekarang tidak ada
yang bisa menghentikan bencana ini dan musnahnya keturunan raja
Pajajaran.
P. NUSA BRAHMA
Hal ini tidak bisa saya katakan, tapi ditilik dampaknya, saya yakin
ada benarnya apa yang bapak saya katakan soal arca Betara Wishnu
memiliki pengaruh yang luar bisaa bagi keselamatan negeri ini.
P. NUSA BRAHMA
Karena saya telah jadi gelap mata saat mendengar kalau istri dan
anak saya minggat dengan orang-orang Palembang. Saya putus asa
dan marah, sebagai balasan kemarahan, saya hancurkan arca itu agar
Krakatau meletus dan menghancurkan negeri ini.
Lantaran perbuatan istri dan anak saya itu, saya menganggap dunia ini
Soal kedalaman rasa itu, saya sudah tahu. Istri tuan yang juga adik
saya telah paparkan seluruh persoalan. Saya senang, saudara saya
bersuamikan keturunan terakhir raja Pajajaran yang agung. Dan saya
tahu anakmu, Ratna Sari adalah ahli waris dan putri mahkota tunggal
P. NUSA BRAHMA
Benar, Pandhita. Gelang yang dipakai Ratna itu sama dengan yang
dipakai anak kami, Rukmini. Dan itu merupakan peninggalan Bapak
dan Ibu kami sebelum terjadinya bencana itu. Rukmi, perlihatkan
gelang dan kalungmu.
P. NUSA BRAHMA
Saya senang istri saya bisa bertemu lagi dengan kanjeng; saudara
kandungnya. Seorang priyayi berderajat tinggi, saya percaya kanjeng
bisa mencerahkan masa depan anak dan istri saya.
P. NUSA BRAHMA
P. NUSA BRAHMA
Tidak bisa, kanjeng adipati. Saya masih punya tugas yang harus
diselesaikan. Saya akan berusaha keras memperbaiki kesalahan dan
mencegah terjadinya bencana besar dari Krakatau.
P. NUSA BRAHMA
Bagaimana caranya?
LAMPU PADAM
TIGA BELAS
P. NUSA BRAHMA
Sanak saudara, hari ini anak saya satu-satunya Ratna Sari, saya
tetapkan sebagai pengganti saya sebagai kepala rakyat Pajajaran. Dia
akan bergelar Sri Ratu Dewi Ratrna Sari. Tapi karena ia sebentar lagi
akan menikah dengan Raden Mulia anak dari Adipati Raden Hasan
Hadi Diningrat, maka ia tidak bisa memegang jabatan. Dengan begitu,
dinasti kerajaan Pajajaran yang sudah berjalan turun temurun lebih
dari lima ratus tahun akan berakhir di sini. Terkecuali kalau Ratna
Sari mampu memberikan seorang anak lelaki yang akan meneruskan
pangkat dan gelaran dari ibunya, menjadikannya Pandhita seperti
yang saya kerjakan. Anak itu harus memeluk agama jaman dulu dan
mengunjungi tempat-tempat suci sekaligus menjaga pusaka kerajaan.
Soal itu, saya tidak keberatan. Hanya saja saya ingin tahu apakah
benar-benar perlu di jaman seperti sekarang ini? Menjadi seorang
Pandhita yang menyerahkan seluruh hidupnya tinggal di hutan dan
sembahyang dalam goa-goa yang tidak dijamah manusia?
P. NUSA BRAHMA
P. NUSA BRAHMA
Begini, sesuai amanat dari Bapak saya yang didapat dari buyutnya.
Tempat-tempat suci itu perlu dirawat dan dijaga setiap tahunnya. Sebab
pada saat pulau jawa ini terlilit besi, rumah-rumah bisa pindah sendiri
dari satu tempat ke tempat lain. Saat orang-orang bisa bepergian lewat
udara, maka itu tandanya orang-orang bumiputera memegang kembali
kekuasaan di pulau ini. Pengaruhnya adalah orang-orang asing akan
tersingkir.
Saat itulah akan muncul kerajaan besar di Jawa Kulon di mana orang-
orang sunda akan berkuasa, dan turunan kerajaan Pajajaran akan
kembali berkuasa seperti dulu. Kalau sudah terjadi, maka pusaka-
pusaka dan tempat-tempat suci harus di rawat dan dihormati. Oleh
karenanya sejarah keturunan kerajaan Pajajaran harus tetap hidup
sebelum ramalan itu menjadi kenyataan.
Apa yang Anda katakan tadi, tuan Pandhita, bisa jadi benar dan bisa
jadi keliru. Tapi saya rasa memang pantas kalau ada orang yang
dipercaya untuk menilik dan menjaga tempat-tempat suci itu dan
menjaga pusaka kerajaan Pajajaran yang sudah tentu sangat berharga.
Tapi dimanakah barang-barang itu di simpan dan siapakah yang tahu
tempat itu kalau tuan sudah tiada?
P. NUSA BRAHMA
RADEN MULIA
Apa Ratna Sari yang sekarang jadi ahli waris kerajaan Pajajaran juga
tidak akan diberi tahu?
P. NUSA BRAHMA
Tidak ada gunanya, den. Sebab satu anak perempuan seperti dia
belum tentu bisa menjalankan kewajiban. Tadinya memang saya
berniat mengajak ia ke tempat-tempat suci itu, tapi lebih baik sekarang
RADEN MULIA
Tapi kalau bapak dan ibunya sendiri tidak tahu, siapakah yang akan
menunjukkan tempat-tempat itu?
P. NUSA BRAHMA
Jangan khawatir. Nanti akan ada beberapa orang kepala suku Baduy
yang menerangkan itu semua. Kalau anak itu sudah lima belas tahun,
suruhlah ia menetap di dekat desa Citorek di kaki gunung Kendeng.
Di sana ia akan diperlakukan terhormat dan diajarkan apa yang mesti
diketahuinya oleh tetua atau pemimpin adat orang baduy.
Jagalah pusaka ini. Niscaya anakmu nanti akan dipertuan oleh seluruh
orang Baduy di seantero Bantam. Tapi ingatlah, jangan sampai kau
ceritakan pada sembarang orang atas apa yang terjadi di sini, terlebih
soal mahkota ini. Terkutuklah orang yang memakai mahkota ini kalau
bukan berasal dari keturunan kerajaan Pajajaran.
RADEN MULIA
Baiklah, tuan Pandhita. Akan saya jaga dengan seluruh hidup saya.
P. NUSA BRAHMA
P. NUSA BRAHMA
KUSDI
Baik, bapak.
P. NUSA BRAHMA
Maka dengan ini, Ratna Sari telah sah sebagai istri dari Raden
Mulia. Sekarang saya minta, kecuali Raden Hasan dan Kusdi untuk
meninggalkan goa ini.
Sekarang saya sudah resmi turun tahta sebagai raja Pajajaran atau
kepala dari kaum Baduy. Oleh karenanya kekuasaan tertinggi kini
ada di tangan Ratna Sari. Sudah tiba waktunya saya harus meluruskan
kekeliruan yang pernah saya buat karena terburu nafsu yang
menyebabkan banyak jiwa terancam dengan meletusnya Krakatau itu.
Untuk mencegah semua itu tak ada jalan lain, kecuali saya harus pergi
ke Swargaloka atau Dewachan. Di sana nenek moyang saya berdiam
dan saya akan minta pertolongan agar bencana itu bisa dicegah.
Tegasnya, saya harus menyingkirkan diri dari dunia ini lantaran
menanggung dosa besar dari kekeliruan saya
P. NUSA BRAHMA
P. NUSA BRAHMA
LAMPU PADAM
TAMAT