1
Oleh
Dr. Nelmida, SE., M.Si1
Eviews merupakan salah satu software statistika yang powerful dalam menganalisis data
khususnya data time series. Software ini bersifat user friendly karena berbasiskan window dengan
berbagai fasilitas seperti data analysis¸ regression, dan forecasting. Dengan Eviews ini kita dapat
mengaplikasikan dengan cepat dan mudah metode statistika sesuai dengan perilaku data, dan
selanjutnya dengan metode terpilih ini akan digunakan untuk meramalkan nilai dugaan di masa
depan. Beberapa contoh cakupan penggunaan Eviews antara lain: scientific data analysis and
evaluation, financial analysis, macroeconomic forecasting, simulation, sales forecasting and cost
analysis.
Untuk Menginstal Eviews ini diperlukan beberapa persyaratan kemampuan komputer yang
digunakan:
1. Menggunakan processor Minimal A386,486, Pentium atau procesor intel lainnya yang
dijalankan dengan Windows 3.1, Windows 95, atau Windows NT.
2. Minimal RAM 4 MB untuk Windows 3.1, untuk Windows 95 dan NT sangat disarankan 8 MB
atau lebih.
3. Monitor VGA, Super VGA atau lainnya yang kompartibel.
4. Menggunakan mouse, trackball, atau pen pad.
5. Instalasi program akan membutuhkan sekitar lebih dari 10 MB.
Ketika pertama kali EViews dijalankan akan keluar tampilan sebagai berikut:
Window
Jika Clik Restore/Maximize
Minimize, membuat ukuran window kecil
Restore, ukuran window sedang, atau Maximize, ukuran window penuh/besar
Close, menutup window EViews
Status line menunjukkan :
1. Tempat pesan suatu perintah 3. Default database
2. Default directory 4. Workfile yang aktif
1
Dosen Tetap Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Bung Hatta Padang. Email:
nelmida_fe@yahoo.co.uk.
Pembuatan Workfile
Sebelum menjalankan perintah metode statistika yang ada di Eviews, terlebih dahulu
harus dibuka file Eviews workfile. Jika belum terdapat data yang dimaksud maka kita harus
membuat workfile baru dengan mengimpor dari data Excel spreadsheet.
Dalam modul ini akan digunakan data dari tahun 1996 sampai tahun 2005 dalam file data1.xls
Tahapan berikut merupakan langkah membuat workfile data baru
Pilihan waktu dari data , pilihan ini sesuai dengan waktu dari data di Excel
spreadsheet
Annual : data tahunan
Semi-annual : data per semeter
Quarterly : data triwulanan
Monthly : data bulanan
Weekly : data mingguan
Daily (5 day weeks) : data mingguan 5 hari
Daily (7 day weeks) : data harian
Undated or irregular : bukan data time series atau tidak beraturan
Ketik 4, pada Names for series or Number of series if names infiles untuk
menyatakan banyaknya series variabel yang diimpor.
OK
Save Workfile
Save, pada toolbar window workfile, atau File/save, pada menu windows EViews dan
tulis nama file DATA (atau apa saja sesuai keinginan kita) pada suatu directori atau
drive.
Klik
Klik Kanan
Paste
Copy data dari Excel dengan cara : Block data1.xls (dengan judulnya) dan copy pada
window Excel. Kemudian pindah ke window Eviews, Klik kanan/paste pada window
Series Data. Maka akan tampak sebagai berikut :
ORDINARY LEAST SQUARE
A. Regresi Sederhana (OLS Sederhana)
Model regresi sederhana adalah suatu model yang melihat hubungan antar dua variabel.
Salah satu variabel menjadi variabel bebas (Independent variable) dan variabel yang lain menjadi
variabel terikat (Dependent variable). Dalam regresi sederhana ini, akan kita ambil suatu contoh
kasus mengenai hubungan antara pengeluaran konsumsi dan pendapatan di US pada tahun 1996
– 2005 (Gujarati, 2003: 6). Persamaan model ini adalah:
Y = 0 + 1X +
Dimana, Y adalah pengeluaran konsumsi, 0 adalah konsumsi autonom, X merupakan
pendapatan dan adalah error term.
Sebagai contoh, apabila ditanyakan berapa tingkat konsumsi individu jika pendapatan
tahun depan diperkirakan sebesar 5000 milyar dollar US?. Maka
Y = 24.45455 + 0.509091(5000)
Y = 2569.91
Jadi, jika pendapatan sebesar 5000 milyar dolar US maka tingkat konsumsi individu adalah
sebesar 2569.91 milyar dolar US.
B. Regresi Berganda
Model regresi berganda merupakan suatu model regresi yang terdiri dari lebih dari satu variabel
independen. Bentuk umum regresi berganda dapat ditulis sebagai berikut:
Y1 = 0 + 1X1 + 2X2 + 3X3 + ….+ nXn + ei
Pada intinya, langkah – langkah estimasi regresi berganda didalam Eviews tidak jauh berbeda
dengan regresi sederhana seperti yang telah dibahas sebelumnya. Berikut ini adalah tampilan
data yang akan digunakan dalam regresi berganda.
Dari hasil regresi diatas maka akan didapatkan persamaan sebagai berikut:
Y = 38.59690942 + 0.004889344622*X2 - 0.6518875293*X3 + 0.2432418207*X4 +
0.1043176111*X5 - 0.07111034011*X6
Dengan cara yang sama seperti pada regresi sederhana kita akan meregresi variabel dependen
yaitu ekspor dan veriabel independen yang terdiri dari suku bunga, nilai tukar rupiah, serta inflasi.
Cara mengintepretasikan hasil regresi sama dengan estimasi pada regresi sederhana.
Dari hasil diatas maka langkah selanjutnya adalah melakukan uji normalitas error term:
1. H0 : error term terdistribusi normal
H1 : error term tidak terdistribusi normal
2. α = 5% maka daerah kritis penolakan H0 adalah P-Value < α
3. Karena P-Value = 0,678100 > 0,05 maka H0 diterima
4. Kesimpulan, dengan tingkat keyakinan 95%( α = 5% ) maka dapat dikatakan bahwa error term
terdistribusi normal.
Dari tampilan diatas terlihat bahwa antara variabel X 2, X3, X4, X5, dan X6 terjadi multikolinieritas,
karena memiliki nilai Correlation matrix lebih dari 0,8. Cara mengatasi adanya multikol dapat
dilakukan dengan cara: (1) menghilangkan variabel independent, (2) transformasi variabel, (3)
penambahan data. Berikut ini dilakukan cara mengatasi multikol dengan transformasi data, yaitu
penambahan log. Dari hasil tersebut, semua koefisien telah signifikan.
D.3. Heteroskedasitas
Heteroskedasitas merupakan keadaan dimana varians dari setiap gangguan tidak
konstan. Uji heteroskedasitas dapat dilakukan dengan menggunakan White Heteroskedasticity
yang tersedia dalam program Eviews. Hasil yang peril diperhatikan dari Uji ini adalah nilai F dan
Obs*R-Squared. Jika nilai Obs*R-Squared lebih kecil dari X2 tabel maka tidak terjadi
heteroskedastisitas, dan sebaliknya
Untuk mendeteksi adanya masalah hetero dapat dilihat pada residual dari hasil estimasi. Jika
residual bergerak konstan artinya tidak ada hetero dan jika membentuk suatu pola tertentu maka
mengindikasikan adanya hetero.
Dengan melihat hasil Obs*R-Squared sebesar 12,92698 > 9,48773 (nilai kritis Chi square (X 2) pada
α = 5%), maka dapat disimpulkan bahwa pada estimasi tersebut terjadi hetero. Cara lain yaitu
dengan melihat nilai probabilitas dari nilai chi squares. Pada hasil diatas nilai probabilitasnya
sebesar 0,011638 artinya terjadi hetero pada tingkat α = 1%. Semakin besar nilai probabilitasnya
berarti semakin tidak terjadi hetero.
D.4. Autokorelasi
Autokorelasi menunjukkan adanya hubungan antar gangguan. Metode yang digunakan
dalam mendeteksi ada tidaknya masalah autokorelasi adalah Metode Bruesch-Godfrey yang lebih
dkenal dengan LM-Test. Metode ini didasarkan pada nilai F dan Obs*R-Squared. Dimana jika nilai
probabilitas dari Obs*R-Squared melebihi tingkat kepercayaan maka Ho diterima, berarti tidak
ada masalah autokorelasi.
Dapat dilihat dari hasil estimasi sepertinya tidak terjadi per masalahan yang melanggar
asumsi klasik. Dimana terlihat bahwa nilai t-statistik signifikan., R2 bagus, dan Uji F juga
signifikan. Namun dalam hasil tersebut terdapat DW stat yang relatif kecil. Nilai DW yang kecil
tersebut merupakan salah satu indikator adanya masalah autokorelasi.
Untuk membuktikan adanya masalah autokorelasi dalam model dapat kita lakukan
dengan melakukan uji LM.
Lakukan prosedur berikut: Dari hasil estimasi – Klik View – Residual test – Serial Correlation LM
test - OK
Dari hasil test diatas dapat disimpulkan bahwa dalam hasil estimasi tersebut terjadi masalah
autokorelasi. Hal ini dapat dilihat dari nilai probabilitas kurang dari tingkat keyakinan (α = 1%)
maka Ho ditolak yang berarti dalam model terdapat autokorelasi.
Lakukan pengujian pada tingkat Level dengan asumsi trend dan intercept -OK
Dari hasil pengujian dapat dilihat nilai ADFstatistik sebesar 2,215287 lebih kecil dari dengan
probabilitas diatas 10%, yaitu 0,4749. Berarti data masih mengandung akar unit, dengan kata lain
data tidak stasioner pada tingkat level. Lakukan kembali pengujian unit root pada tingkat first
difference.
Dari pengujian yang kedua didapat bahwa nilai ADFstatistik lebih besar dari critical value dan
probabilitasnya signifikan pada tingkat keyakinan 1%. Hal ini berarti data telah stasioner pada
first difference. Secara tidak langsung ordo integrasi telah ditemukan, yaitu d = 1. Berikutnya
adalah penentuan ordo suku AR dan MA.
b. Penentuan Ordo AR – MA
Lakukan pengujian correlogram, dengan hasil derajat integrasi yang diperoleh dari uji unit root
dan biarkan Eviews menentukan panjang lag maksimumnya.
Lakukan prosedur berikut ini:
Klik View – Correlogram – First Difference - OK
Cara melihat stasioner atau tidaknya
model bisa di lihat dari nilai AC dan PAC
dibandingkan dengan + 1.96 ( ), atau
sama dengan
+1.96( )=
+ 1.96 (0.1066)= -0.208 sd + 0.208
Jadi kalau AC dan PAC ada diantara
-0.208 sd + 0.208 maka datanya stasioner
namun jika diluar angka -0.208 sd + 0.208
maka tidak stasioner
Dari grafik diatas terlihat bahwa terjadi pelanggaran garis batang AC pada lag 1, 8, dan 12, maka
kita memiliki kandidat MA (1). Dari grafik batang PAC, terlihat kalau pelanggaran garis batas juga
terjadi pada lag 1, maka diperoleh juga kandidat AR (1). 3 kandidat model yang akan digunakan
adalah bentuk ARIMA (1,1,1); ARIMA (1,1,0) atau ARI (1) dan ARIMA (0,1,1) atau IMA (1).
Selanjutnya adalah penentuan model terbaik.
c. Penentuan Model Terbaik.
Untuk model ARIMA (1,1,1) : Klik Quick – Estimate equation – Ketik: d(gdp) c AR(1) MA(1) – OK
Jangan lupa untuk memberi nama persamaan tersebut, Klik Name – Arima – OK
Hasil regresi pada model ARIMA (1,1,1) menunjukkan bahwa probabilitas MA(1) tidak signifikan,
yaitu sebesar 0,5210, maka model ini dinyatakan gugur.
Selanjutnya kita akan melihat model yang kedua yaitu model ARI(1) Klik Quick –
Estimate equation – ketik: d(gdp) c AR(1) – OK. Kemudian namai persamaan tersebut, misal ARI.
Begitu pula untuk model yang ketiga yaitu, IMA (1), kembali Klik Quick – Estimate equation –
ketik: d(gdp) c MA(1) - OK
Model ARI(1) dan IMA(1), memiliki nilai probabilitas yang signifikan, hal ini didukung pula oleh
nilai │IRM│< 1. Maka pemilihan modeol terbaik akan dilanjutkan dengan pengujian autokorelasi.
Lakukan uji correlogram Q stat, Klik View – residual test – correlogram Q statistic - OK
Correlogram AR Correlogram MA
Ternyata kedua model berhasil menyelesi kan
permasalahan autokorelasi masing-masing,
terlihat dari nilai Q-stat yang tidak signifikan di setiap lag. Maka langkah terakhir
pemilihan model akan bergantung pada nilai SC yang lebih kecil. ARI (1)
memiliki nilai SC sebesar 9.986, sementara IMA (1) sebesar 10.00805, maka
model ARI(1)- lah yang terbaik.
Model Adjusted R-square AIC SC
IMA (1) 0.070053 9.951364 10.00805
ARI (1) 0.09082 9.929234 9.986311
ARIMA (1,1,1) 0.084202 9.947766 10.03338
d. Peramalan
Dengan menggunakan model ARI(1), kita lakukan pengecekan kelayakan model bagi peramalan.
Dalam hal ini data yang digunakan adalah data asli, yaitu GDP, karena data ini yang akan diramal.
Klik Forecast – pilih GDP - OK
Terlihat bahwa nilai bias proportion sebesar 0.053880 (dibawah 0.2), sementara covariance
proportion 0.856076 (hampir mendekati 1), maka model ini dapat meramal nilai GDP kedepan.
Bila mengasumsi model sudah benar, maka langkah selanjutnya adalah memperpanjang
range data. Pada menu utama :
Klik Procs – Change workfile range (ubah End date menjadi 1992:1) – OK
Ubah juga sample data : Procs – sample – ketik tahun yang akan diforcast
1991:2 4865.329
1991:3 4888.771
1991:4 4912.212
1992:1 4935.654
ARCH/GARCH
1. Pengantar
Data time series, terutama seperti data indeks saham, tingkat bunga, nilai tukar, dan
inflasi, sering kali bervolatilitas. Implikasi data yang bervolatilitas adalah variance dari error tidak
constant. Dengan kata lain mengalami heteroskedatisitas. Implikasi dari adanya
heteroskedatisitas terhadap estimasi OLS tetap tidak bias, tetapi standart error dan interval
keyakinan menjadi terlalu sempit sehingga dapat memberikan sense of precision yang salah.
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan mengenai volatilitas, peralatan standar yang
digunakan adalah model Autoregressive Conditional Heteroskedasticity Model (ARCH)/
Generalized Autoregressive Conditional Heteroskedasticity Model (GARCH). Model ini
menganggap variance yang tidak constant (heteroskedatisitas) bukan suatu masalah, tetapi justru
dapat digunakan untuk modeling dan peramalan.
Tampak hasil pengujian dengan menggunakan ARCH LM Test menunjukkan hasil yang signifikan,
oleh karena itu secara statistik kita menolak H nul (Ho) yang berarti varian residual tidak konstan
atau dengan kata lain model yang digunakan mengandung unsur ARCH.
Kemudian pilih metode estimasinya dengan menggunakan ARCH, lalu klik metode tersebut
sehingga aka muncul tampilan sebagai berikut :
Tampak ARCH menunjukkan hasil yang signifikan berarti kesalahan prediksi (residual) CPI
dipengaruhi oleh residual kuadrat periode sebelumnya ARCH(1).
Namun dengan memasukkan unsur persamaan ARCH ini, apakah kemudian model terbebas dari
unsur ARCH? Lakukan pengujian dengan klik View/Residual Test/ARCH LM Test
ARCH Test:
F-statistic 0.091028 Probability 0.762974
Obs*R-squared 0.091302 Probability 0.762528
Test Equation:
Dependent Variable: STD_RESID^2
Method: Least Squares
Date: 10/25/07 Time: 12:37
Sample(adjusted): 3 637
Included observations: 635 after adjusting endpoints
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 0.008176 0.004775 1.712304 0.0873
STD_RESID^2(-1) 0.011991 0.039745 0.301708 0.7630
R-squared 0.000144 Mean dependent var 0.008275
Adjusted R-squared -0.001436 S.D. dependent var 0.119956
S.E. of regression 0.120042 Akaike info criterion -1.398799
Sum squared resid 9.121638 Schwarz criterion -1.384772
Log likelihood 446.1188 F-statistic 0.091028
Durbin-Watson stat 2.000168 Prob(F-statistic) 0.762974
Tampak hasil perhitungan menunjukkan nilai prob sebesar 0.762528 (lebih besar dari 0.05),
dengan demikian pada lag (1) secara statistik tidak signifikan sehingga kita menerima hipotesis
nul (Ho) yang berarti varian residual konstan atau dengan kata lain model yang digunakan sudah
tidak mengandung unsur ARCH.
Kemudian pilih metode estimasinya dengan menggunakan GARCH, lalu klik metode tersebut
sehingga aka muncul tampilan sebagai berikut :
Tampak GARCH menunjukkan hasil yang signifikan berarti varian kesalahan prediksi (residual) CPI
dipengaruhi oleh varian residual periode sebelumnya GARCH(1). Nilai ARCH juga menunjukkan
hasil yang signifikan berarti varian kesalahan prediksi (residual) CPI dipengaruhi oleh varian
residual kuadrat periode sebelumnya GARCH(1)
Namun dengan memasukkan unsur persamaan GARCH ini, apakah kemudian model terbebas dari
unsur ARCH? Lakukan pengujian dengan klik View/Residual Test/ARCH LM Test
ARCH Test:
F-statistic 405.6918 Probability 0.000000
Obs*R-squared 248.0180 Probability 0.000000
Test Equation:
Dependent Variable: STD_RESID^2
Method: Least Squares
Date: 10/25/07 Time: 12:53
Sample(adjusted): 3 637
Included observations: 635 after adjusting endpoints
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 0.160692 0.018725 8.581812 0.0000
STD_RESID^2(-1) 0.618926 0.030728 20.14179 0.0000
R-squared 0.390580 Mean dependent var 0.425404
Adjusted R-squared 0.389617 S.D. dependent var 0.430193
S.E. of regression 0.336097 Akaike info criterion 0.660311
Sum squared resid 71.50446 Schwarz criterion 0.674338
Log likelihood -207.6488 F-statistic 405.6918
Durbin-Watson stat 3.192647 Prob(F-statistic) 0.000000
Tampak hasil perhitungan menunjukkan nilai prob sebesar 0.000 (lebih kecil dari 0.05), dengan
demikian pada lag (1) secara statistik signifikan sehingga kita menolak hipotesis nul (Ho) yang
berarti varian residual tidak konstan atau dengan kata lain model yang digunakan sudah masih
mengandung unsur ARCH.
Dimana kedua variabel stasioner pada tingkat first difference. Selanjutnya, kedua variabel
diregresi sehingga dihasilkan bentuk output Eviews sebagai berikut:
Hasil unit root test dapat ditulis dalam bentuk persamaan sebagai berikut:
∆ût = -0275132ut-1
Hasil uji unit root dari residual (u) kita bandingkan dengan nilai
𝜏=0+1T-1+2T-2
Jika nilai t-statistik > dari nilai 𝜏, maka residual tersebut (u) terkointegrasi. Berdasarkan
perhitungan nilai r = -2.899, sehingga karena nilai t-statistik lebih besar dari nilai 𝜏 (-3.779071)
maka residualnya teritegrasi
Metode yang ditekankan pada penerapan model VAR adalah (Gujarati, 2003:853) :
1. Kemudahan dalam penggunaan, tidak perlu mengkhawatirkan tentang
penentuan variabel endogen dan variabel eksogen. Semua variabel dianggap sebagai
variabel endogen.
2. Kemudahan dalam estimasi, metode Ordinary Least Square (OLS) dapat
diaplikasikan pada tiap persamaan secara terpisah.
3. Forecast atau peramalan yang dihasilkan pada beberapa kasus
ditemukan lebih baik daripada yang dihasilkan oleh model persamaan simultan yang
kompleks.
4. Impulse Respon Function (IRF). IRF melacak respon saat ini dan masa
depan setiap variabel akibat perubahan atau shock suatu variabel tertentu.
5. Variance Decompotition, memberikan informasi mengenai kontribusi
(persentase) varians setiap variabel terhadap perubahan suatu variabel tertentu.
Di sisi lain, terdapat beberapa kritik terhadap model VAR menyangkut permasalahan
berikut (Gujarati, 2003:853) :
1. Model VAR merupakan model yang atheoritic atau tidak berdasarkan teori, hal ini tidak
seperti pada persamaan simultan. Pada persamaan simultan, pemilihan variabel yang
akan dimasukkan dalam persamaan memegang peranan penting dalam mengidentifikasi
model.
2. Pada model VAR penekanannya terletak pada forecasting atau peramalan sehingga
model ini kurang cocok digunakan dalam menganalisis kebijakan.
3. Permasalahan yang besar dalam model VAR adalah pada pemilihan lag length atau
panjang lag yang tepat. Karena semakin panjang lag, maka akan menambah jumlah
parameter yang akan bermasalah pada degrees of freedom.
4. Variabel yang tergabung pada model VAR harus stasioner. Apabila tidak stasioner, perlu
dilakukan transformasi bentuk data, misalnya melalui first difference.
5. Sering ditemui kesulitan dalam menginterpretasi tiap koefisien pada estimasi model
VAR, sehingga sebagian besar peneliti melakukan interpretasi pada estimasi fungsi
impulse respon dan variance decompotition.
Ada beberapa hal yang penting dalam melakukan estimasi menggunakan model VECM
(Harris,1995: 76) yaitu :
1. Data yang digunakan harus stasioner
2. Identifikasi bentuk model
3. Penentuan lag length optimal
Kita akan menguji data pada tingkat level I(0). Jika nilai ADF statistik lebih besar dari Mackinnon
critical value, maka data tidak mengandung unit root sehingga data dikatakan stasioner.
Demikian pula sebaliknya, jika nilai ADF statistik lebih kecil dari t-statistik pada Mackinnon critical
value berarti terdapat unit root sehingga data dikatakan tidak stasioner.
Dari hasil pengujian ternyata variabel M1 pada tingkat level tidak stasioner. Hal ini
dapat dilihat pada nilai ADF test statistic yang lebih kecil dari test critical values-nya, baik 1%, 5%,
dan 10%. Selain itu juga terlihat nilai probabilitas yang lebih besar dari α = 10%. Jika dari hasil uji
stasioneritas berdasarkan uji ADF diperoleh data seluruh variabel belum stasioner pada level,
maka untuk memperoleh data yang stasioner dapat dilakukan dengan cara differencing data,
yaitu dengan mengurangi data tersebut dengan data periode sebelumnya, sehingga akan
diperoleh data dalam bentuk first difference.
Setelah data dirubah kedalam bentuk first difference maka diperoleh hasil sebagai
berikut:
Baik pada variabel M1 dan R data telah stasioner pada tingkat first difference. Dapat dilihat
bahwa nilai ADF test statistic kedua variabel lebih besar dari nilai test critical values-nya dan nilai
probabilitas keduanya signifikan pada α = 1%. Sehingga kedua variabel tersebut telah stasioner.
Dari hasil diatas terlihat bahwa semua tanda bintang berada pada lag 2. Hal ini menunjukkan
bahwa lag optimal terletak pada lag 2.
c. Uji Kausalitas Granger
Uji Kausalitas Granger digunakan untuk melihat arah hubungan suatu variabel dengan
variabel yang lain. Bagaimana pengaruh x terhadap y dengan melihat apakah nilai sekarang dari y
bisa dijelaskan dengan nilai historis y serta melihat apakah penambahan lag x bisa meningkatkan
kemampuan menjelaskan model. Adapun persamaan Granger-Causality adalah:
n n
Yt 1 j Yt j 2 j X t j u1t
j 1 j 1
n n
X t 1 j Yt j 2 j X t j u 2t
j 1 j 1
Dalam penelitian ini, ada beberapa kasus yang dapat diintepretasikan dari persamaan Granger
Causality diatas (Gujarati,2003:696-697) :
1. Unidirectional causality dari Y ke X, artinya kausalitas satu arah dari Y ke X terjadi jika
koefisien lag Y pada persamaan Yt adalah secara statistik signifikan berbeda dengan nol,
koefisien lag X pada persamaan Xt sama dengan nol,
2. Unindirectional causality dari X ke Y, artinya kausalitas satu arah dari X ke Y terjadi jika
koefisien lag X pada persamaan Xt adalah secara statistik signifikan berbeda dengan nol
dan koefisien lag Y pada persamaan Yt secara statistik signifikan sama dengan nol.
3. Feedback/bilaterall causality, artinya kausalitas timbal balik yang terjadi jika koefisien
lag Y dan lag X adalah secara statistik signifikan berbeda dengan nol pada kedua
persamaan Yt dan Xt di atas.
4. Independence, artinya tidak saling ketergantungan yang terjadi jika koefisien lag Y dan
lag X adalah secara statistik sama dengan nol pada masing-masing persamaan Y t dan Xt
diatas.
d. Estimasi VAR
Pada kasus ini persamaan VAR dapat ditulis sebagai berikut:
n n
M 1t j M 1t j j Rt j u1t
j 1 j 1
n n
Rt j M 1t j j Rt j u 2 t
j 1 j 1
Dari Workfile, tandai semua variabel – Klik kanan – Open – as VAR – pilih Unrestricted VAR –
OK.
Vector Autoregression Estimates
Standard errors in ( ) & t-statistics in [ ]
D(M1) D(R)
D(M1(-1)) 0.169618 0.001629
(0.17182) (0.00056)
[ 0.98719] [ 2.90445]
C 222.8912 -0.533556
(113.810) (0.37161)
[ 1.95844] [-1.43580]
R-squared 0.414380 0.250815
Adj. R-squared 0.341178 0.157166
Sum sq. resids 7187605. 76.62843
S.E. equation 473.9332 1.547462
F-statistic 5.660741 2.678264
Log likelihood -277.7743 -65.96965
Akaike AIC 15.28510 3.836198
Schwarz SC 15.50279 4.053889
Mean dependent 405.9368 -0.026126
S.D. dependent 583.8926 1.685579
Determinant Residual Covariance 536064.1
Log Likelihood (d.f. adjusted) -349.0536
Akaike Information Criteria 19.40830
Schwarz Criteria 19.84369
Untuk melihat apakah variabel M1 mempengaruhi R dan sebaliknya dapat dilihat dengan cara
membandingkan nilai t-statistic hasil estimasi dengan nilai t-tabel. Jika nilai t-statistic lebih besar
dari nilai t-tabelnya, maka dapat dikatakan bahwa variabel M1 mempengaruhi R.
f. Variance Decompositions
Variance decompotition akan memberikan informasi mengenai proporsi dari pergerakan
pengaruh shock pada sebuah variabel terhadap shock variabel yang lain pada periode saat ini dan
periode yang akan datang.
Lakukan Prosedur berikut:
Dari hasil estimasi VAR – View – Variance Decompotition
Variance Decompotition – Table – None (standart Errors)
g. Forecast
Metode VAR juga dapat digunakan untuk meramal data di periode yang akan datang.
Lakukan prosedur berikut: Klik Procs – Change Workfile Range (Ubah End date: 1989:4)
Ubah juga pada sampel, Klik Procs – Sample – Ubah End date: 1989:4
Kembali ke estimasi VAR, Klik Procs – Make Model – Solve – OK
Maka di kertas kerja akan muncul data baru yang didalamnya terdapat data periode yang
diramalkan.
1. Pengantar
VECM merupakan bentuk VAR yang terestriksi. Restriksi tambahan ini harus diberikan
karena keberadaan bentuk data yang tidak stasioner namun terkointegrasi. VECM kemudian
memanfaatkan informasi restriksi kointegrasi tersebut kedalam spesifikasinya. Karena itulah
VECM sering disebut sebagai desain VAR bagi series nonstasioner yang memiliki hubungan
kointegrasi.
Spesifikasi VECM merestriksi hubungan jangka panjang variabel-variabel endogen agar
konvergen ke dalam hubungan kointegrasinya, namun tetap membiarkan keberadaan dinamisasi
jangka pendek. Istilah kointegrasi dikenal juga sebagai istilah error, karena deviasi terhadap
ekuilibrium jangka panjang dikoreksi secara bertahap melalui series parsial penyesuaian jangka
pendek.
Dari hasil estimasi VAR – View - Lag Structure - Lag Length Criteria
Lag LogL LR FPE AIC SC HQ
0 45.06723 NA 8.51E-05 -0.858515 -0.779383 -0.826508
1 257.3937 407.3201 1.34E-06 -5.008034 -4.691508* -4.880006
2 272.7921 28.59704 1.18E-06 -5.138614 -4.584692 -4.914564
3 281.1133 14.94429 1.20E-06 -5.124762 -4.333446 -4.804691
4 319.0398 65.79086 6.65E-07 -5.715099 -4.686387 -5.299006*
5 328.3972 15.65928 6.63E-07* -5.722392* -4.456286 -5.210278
6 329.5543 1.865521 7.82E-07 -5.562333 -4.058831 -4.954197
7 335.7140 9.553857 8.36E-07 -5.504368 -3.763472 -4.800211
8 348.0830 18.42718* 7.89E-07 -5.573122 -3.594830 -4.772944
Berdasarkan hasil penentuan lag optimal, Lag optimal pada VAR adalah 5 (tanda bintang yang
paling banyak). Maka lag optimal pada VECM adalah 4
c. Uji Kointegrasi
Lakukan prosedur berikut : Tandai semua variabel – Klik kanan: as VAR – pilih VEC –
Cointegration – pilih no.5 – OK
Kemudian muncul hasil estimasi VEC, Pilih View - Cointegration test – pilih no.6 (summary) - OK
Berdasarkan hasil uji kointegrasi, terlihat bahwa nilai Trace statistic lebih besar dari nilai
kritis 5% dan 1%. Selain itu, nilai Max-Eigen juga lebih besar nilai kritis 5%, maka dapat
disimpulkan bahwa data tersebut terkointegrasi. Hal ini menujukkan behwa terdapat hubungan
jangka panjang antara variabel y, m, dan r. Terkointegrasinya suatu data menunjukkan sinyal
yang tepat untuk menggunakan metode VECM. Selanjutnya kita dapat menentukan estimasi
VECM.
d. Estimasi VECM
Dalam estimasi VECM ini akan menunjukkan hubungan antara variabel satu dengan
variabel lain baik dalam jangka panjang maupun jangka pendek. Pada tabel bagian atas
menunjukkan hubungan antar variabel dalam jangka panjang, sedangkan bagian bawah
menunjukkan hubungan jangka pendek.
Prosedur: Dari hasil kointegrasi sebelumnya, pilih estimate – pastikan lag pada lag optimal –
check lagi spesifikasinya sesuai dengan hasil uji kointegrasi Johansen – pada endogenous
variabel, pastikan variabel dependent ada didepan – OK
M(-1) 0.261660
(0.05059)
[ 5.17208]
R(-1) -0.173293
(1.07856)
[-0.16067]
@TREND(1) -0.014203
(0.00183)
[-7.78090]
C -13.45238
Error Correction: D(Y) D(M) D(R)
CointEq1 0.007934 -4.783336 0.006771
(0.01536) (0.92859) (0.01736)
[ 0.51661] [-5.15120] [ 0.38998]
Cara membaca impulse respon dalam VECM juga sama dengan membaca impulse respon dalam
VAR. Pada kuadran atas tengah menggambarkan bagaimana respon dari variabel Y ketida ada
shock/perubahan pada variabel M. Pada awal periode perubahan pada variabel M direspon
positif oleh Y hingga periode ke-3, kemudian kembali ke titik keseimbangan hingga period eke-4.
Setelah periode ke-4, kembali direspon positif hingga periode ke-7, dan seterusnya. Cara analisis
yang sama juga berlaku untuk kuadran-kuadran yang lain.
f. Variance Decompotition
Variance decompotition akan memberikan informasi mengenai proporsi dari pergerakan
pengaruh shock pada sebuah variabel terhadap shock variabel yang lain pada periode saat ini dan
periode yang akan datang. Fungsi variance decompotition pada VAR dan VECM adalah sama
Lakukan Prosedur berikut:
Dari hasil estimasi VECM – View – Variance Decompotition
Variance Decompotition – Table – None (standart Errors)
Variance Decomposition of Y:
Period S.E. Y M R
1 0.021139 100.0000 0.000000 0.000000
2 0.025839 97.57081 1.638515 0.790677
3 0.028262 96.09882 1.419300 2.481880
4 0.029422 95.01546 1.339942 3.644598
5 0.037348 93.50825 1.188237 5.303511
6 0.040533 92.78137 1.416427 5.802205
7 0.042433 92.01668 1.307736 6.675588
8 0.043511 91.52031 1.262838 7.216850
9 0.048385 91.46999 1.179670 7.350343
10 0.050719 91.23877 1.264402 7.496827
Variance Decomposition of M:
Period S.E. Y M R
1 1.278729 0.340643 99.65936 0.000000
2 1.321457 5.858214 93.57737 0.564415
3 1.327996 5.930684 92.79204 1.277274
4 1.336317 5.878751 91.87353 2.247720
5 1.338717 5.932915 91.72344 2.343645
6 1.339175 5.977487 91.67374 2.348770
7 1.346131 6.836227 90.73443 2.429338
8 1.349543 7.194223 90.27748 2.528300
9 1.349951 7.206192 90.23991 2.553895
10 1.350541 7.237450 90.16444 2.598108
Variance Decomposition of R:
Period S.E. Y M R
1 0.023764 0.974576 0.007788 99.01764
2 0.030144 9.346332 0.437286 90.21638
3 0.034270 12.11273 0.823662 87.06360
4 0.037618 15.28430 0.878929 83.83677
5 0.040741 20.03636 1.020732 78.94291
6 0.043801 24.49639 1.151648 74.35196
7 0.046135 25.91246 1.164449 72.92309
8 0.048313 27.02703 1.147191 71.82578
9 0.050671 28.67368 1.201958 70.12436
10 0.053074 30.49034 1.251721 68.25794
Cara membaca variance decompotition ini sama dengan sebelumnya ketika VAR. Pada
tabel pertama, menunjukkan variance decompotition dari variabel Y. Pada awal periode baik
variabel M maupun R tidak memberikan pengaruh apa-apa terhadap Y. Sehingga pada awal
periode Variabel Y dipengaruhi oleh variabel itu sendiri. Pada periode ke-2 baik variabel M
maupun R mulai memberikan pengaruhnya, walaupun kontribusinya sangat kecil. Hingga periode
ke-10 kedua variabel tersebut memberikan pengaruh yang kecil terhadap Y, kurang dari 10%.
Analisis yang sama juga dilakukan untuk variance decompotition yang lain.
Panel Data
1. Pengantar
Data panel atau pooled data adalah kombinasi dari data time series dan data cross section.
Dengan menggabungkan data time series dan cross section (pooling), maka jumlah observasi
bertambah secara signifikan tanpa melakukan treatment apapun terhadap data.
Ada tiga metode yang bisa digunakan untuk bekerja dengan data panel. Menurut Verbeek
(2000:313-19) metode yang pertama adalah pendekatan pooled least square (PLS) secara
sederhana menggabungkan (pooled) seluruh data time series dan cross section dan kemudian
mengestimasi model dengan menggunakan metode ordinary least square (OLS). Kedua,
pendekatan fixed effect (FE) memperhitungkan kemungkinan bahwa peneliti menghadapi
masalah omitted variables dimana omitted variables mungkin membawa perubahan pada
intercept time series atau cross section. Model dengan FE menambahkan dummy variables untuk
mengizinkan adanya perubahan intercept ini. Ketiga, pendekatan efek acak (random effect)
memperbaiki efisiensi proses least square dengan memperhitungkan error dari cross section dan
time series.
a. Pooled least square
Yit = β1 + β2 + β3X3it +....+ βnXnit + uit ....................(3.1)
b. Fixed effect
Yit = α1 + α2D2 + .....+ αnDn + β2X2it + ...+ βnXnit + uit ....................(3.2)
c. Random effect
Yit = β1 + β2X2it + ...+ βnXnit + εit + uit ....................(3.3)
Di mana:
R2r = R2 model PLS
R2ur = R2 model FEM
m = jumlah restricted variabel
n = jumlah sample
k = jumlah variabel penjelas
Dari rumus diatas, jika kita mendapatkan hasil nilai F hitung > F tabel pada tingkat keyakinan (
α ) tertentu maka kita menolak hipotesis H 0 yang menyatakan kita harus memilih teknik PLS,
sehingga kita menerima hipotesis H 1 yang menyatakan kita harus menggunakan model Fixed
Effect untuk teknik estimasi dalam penelitian ini.
Sedangkan uji Hausman digunakan untuk memilih antara metode fixed effect atau
metode random effect. Uji Hausman didapatkan melalui command eviews yang terdapat pada
direktori panel (Widarjono, 2005:272). Rumus untuk mendapatkan nilai Chi Square uji Hausman
adalah:
Apabila Chi Sqare hitung > Chi Square tabel dan p-value signifikan maka H0 ditolak dan model
fixed effect lebih tepat untuk digunakan ( Aulia, 2004:31).
Misal kita ingin mengetahui bagaimana investasi (Y) tergantung pada nilai perusahaan
(X2) dan stok modal (X3). Untuk hal tersebut ada empat data perusahaan yaitu General Electric
(GE), General Motor (GM), U.S. Steel (US), dan Westinghouse (WEST). Data untuk tiap
perusahaan dengan tiga variabel tersebut tersedia untuk periode 1935-1954. Maka ada empat
cross-sectional units dan 20 time period. Untuk keseluruhan terdapat 80 observasi. X2 dan X3
diperkirakan berhubungan positif terhadap Y.
Pooling atau combining semua 80 observasi, kita dapat menulis fungsi investasi sebagai
berikut:
Yit 1 2 X 2it 3 X 3it u it
i 1,2,3,4
t 1,2,...,20
i menunjukkan unit cross-sectional ke-i dan t menunjukkan periode waktu i.
Selanjutnya pada direktori New Object pilih Pool dan Klik OK.
Setelah Klik OK muncul Pool. Dibawah cross section identifiers kita isikan unit cross-section. Kita
tulis GE, GM, US, West sesuai dengan data yang ada dalam program excel.
Setelah itu masih tetap pada Pool, Klik Procs Import Pool data.
Kemudian kita cari file data panel yang telah disimpan sebelumnya.
Selanjutnya kita coba dengan model fixed efect. Pada Pool Klik Objects Copy Object.
Kemudian muncul dua Pool yang sama.
Beri nama salah satu Pool dengan Klik Name Object Name, misalnya kita beri nama pls karena
menunjukkan hasil estimasi pooled least square.
b. Fixed Effect
Pada Pool yang belum kita beri nama Klik Estimate dan langkahnya sama seperti
semula. Sekarang pada Intercept Klik fixed effect OK.
Estimasi Fixed effect akan muncul sebagai berikut:
c. Random Effect
Dengan langkah yang sama kita beri nama Pool estimasi fixed effect dan random effect. Jika
estimasi fixed effect kita beri nama fix, kemudian estimasi random effect diberi nama ran maka
pada Workfile muncul ketiga Pool. Hasilnya terlihat pada tampilan berikut:
Untuk menghasilkan hasil regresi dengan random effect pada pooled estimation pilih
intercept/random effect
Cari Folder Eviews folder Example files folder cpr Hausman. prg Open
Maka muncul program Hausman seperti tampilan dibawah ini. Pada program ada beberapa
command yang harus disesuaikan menurut Workfile kita. Command tersebut adalah :
load..\data\lat2
Hasil tes Hausman akan muncul seperti di bawah ini. Ada dua nilai yaitu chi-square dan nilai
probabilitas.
Karena hasilnya tidak signifikan(0.967 > 0.05) maka pilih model FEM
PERSAMAAN SIMULTAN
1. Sifat Dasar Model Persamaan Simultan
Sebuah system persamaan simultan merupakan persamaan di mana variabel tak bebas
dalam satu atau lebih persamaan juga merupakan variabel bebas di dalam persamaan lainnya.
Maka, sebuah variabel memiliki dua peranan sekaligus sebagai variabel bebas dan variabel tak
bebas. Dalam sebuah persamaan simultan dikenal istilah – istilah sebagai berikut:
a. Sistem persamaan simultan atau model adalah suatu himpunan persamaan dimana
variabel tak bebas dalam satu atau lebih persamaan juga merupakan variabel bebas
dalam beberapa persamaan lainnya, yaitu keadaan dimana didalam system persamaan
suatu variabel sekaligus memiliki dua peranan yaitu sebagai variabel tak bebas dan
variabel bebas.
b. Variabel endogen adalah variabel tak bebas dalam persamaan simultan yang nilainya
ditentukan di dalam system persamaan, walaupun variabel-variabel tersebut mungkin
juga muncul sebagai variabel bebas didalam system persamaan. Variabel endogen
dianggap bersifat stokastik.
c. Variabel predetermined adalah variabel yang nilainya tidak ditentukan secara langsung
di dalam system. Variabel ini ditetapkan lebih dulu dan nilainya ditetapkan lebih dulu
(nonstokastik). Variabel predetermined terbagi menjadi dua kategori, yaitu variabel
eksogen dan variabel lag endogen. Variabel lag dikategorikan sebagai predetermine
dengan asumsi tidak ada korelasi serial dengan error di dalam persamaan yang
mengandung variabel lag tersebut.
d. Model structural adalah model yang terdiri dari beberapa persamaan yang dibentuk
berdasarkan landasan teori. Model ini dapat dianggap pula sebagai model dasar.
e. Bentuk persamaan sederhana/reduksi adalah sebuah penyelesaian system persamaan
simultan dimana variabel endogen dinyatakan dalam variabel predetermine dan error.
Persamaan reduksi diperoleh dengan memecahkan system persamaan structural
sedemikian rupa sehingga bisa dinyatakan setiap variabel endogen dalam model sebagai
fungsi hanya dari variabel eksogen atau predetermined variables dan error dalam
modal. Secara umum, juga bisa dinyatakan dalam bentuk implisit maupun eksplisit. Cara
implisit lebih mudah dilakukan, sedangkan cara eksplisit cukup susah karena harus
mencari besarnya nilai-nilai koefisien.
Dimana Qd adalah kuantitas yang diminta, Q s adalah kuantitas yang ditawarkan, dan t adalah
waktu.
Dimana C adalah belanja konsumsi, Y adalah pendapatan, I adalah Investasi (diasumsikan bersifat
eksogen), dan S adalah tabungan.
3. Masalah Identifikasi/Pengidentifikasian
Pengidentifikasian adalah menaksir angka dari parameter persamaan structural apakah
dapat diperoleh dari koefisien bentuk yang direduksi dapat ditaksir. Jika ini dapat dilakukan, kita
mengatakan bahwa persamaan tertentu diidentifikasikan (identified). Suatu persamaan yang
diidentifikasikan bisa berupa tepat (sepenuhnya) diidentifikasikan (exactly atau fully atau just
identified) atau terlalu diidentifikasikan (overidentified).
Dikatakan tepat diidentifikasikan jika nilai angka yang unik dari parameter structural
dapat diperoleh. Dikatakan terlalu diidentifikasikan (overidentified) jika lebih dari satu nilai angka
dapat diperoleh untuk beberapa parameter persamaan structural.
3.3 Overidentification
Dalam fungsi demand : Qt 0 1 Pt 2 X t 3 Rt u1t
Fungsi supply : Qt 0 1 Pt 2 Pt 1 u 2t
2 0 0
1 0
1 1 1 1
2 3
3 2
1 1 1 1
2 1 0 1
dimana, 5 4 1 0
1 1 1 1
7 1 2 6 3 1
1 1 1 1
u u1t u 1u1t
vt 2t wt 1 2t
1 1 1 1
b. Two Stage Least Square (2SLS/ Metode Kuadrat Terkecil Dua Tahap)
2SLS digunakan untuk memperoleh nilai parameter struktural pada persamaan yang
teridentifikasi berlebih. Metode ini dapat diterapkan pada suatu sistem persamaan individu
dalam sistem tanpa memperhitungkan persamaan lain secara langsung dalam sistem.
Fungsi supply : Qt 0 1 Pt u 2 t
s
Kemudian Klik Procs Make Equation Masukkan variable dalam Equation Specification
Estimasi dengan metode Least Square Klik OK.
Pada estimasi pertama adalah P sebagai endogent variabel dan X sebagai eksogent variabel.
Hasil regresi persamaan pertama keluar.
Selanjutnya pada Equation, Klik View Actual, Fitted, Residual Actual, Fitted, Residual
Table. Maka akan muncul tampilan tabel residual grafiknya.
Buka Group, Klik Edit+/- tempatkan kursor pada kolom kosong sebelah variabel X kemudian
Klik kanan Paste. Pastikan data telah terkopi dengan lengkap dan benar.
Kemudian pada Group, Klik Procs Make Equation Tulis persamaan pada Equation
Specification, Q menjadi endogen variabel, Fitted menjadi eksogen variabel Method Least
Square Klik OK.
Hasil regresi persamaan model simultan seperti berikut:
Pada Equation Specification, Q sebagai endogen variabel dan P sebagai eksogen variabel. Klik
OK. Estimation Setting menggunakan Two Stage Least Squares. Klik OK.
Ketik Q menjadi endogen variabel dan X menjadi variabel eksogen di dalam kolom Equation
Specification. Estimation setting gunakan Method Least Square Klik OK.
Hasil regresi persamaan pertama sebagai berikut:
Kemudian lakukan copy object untuk melakukan regresi persamaan kedua. Pada Equation Klik
Objects Copy Object. Kemudian di Equation yang baru buat estimasi seperti tampilan dibawah
ini. P menjadi endogen variabel dan X menjadi eksogen variabel. Estimation Setting
menggunakan Method Least Square.
Hasil regresi persamaan kedua telah didapatkan. Dua hasil regresi yang ada menjadi sumber
untuk mendapatkan persamaan model awal. Ambil koefisien dari kedua hasil regresi ini dan kita
hitung koefisien untuk persamaan awal.
5. ESTIMASI SYSTEM
Misalnya kita akan menyelesaikan persamaan berikut: .
Income Function : y1t 1 2 y 2t 3 X 1t 4 X 2t 5 X 3t u1t
Money Supply Function : y 2t 6 7 y1t u 2t
Dalam system Eviews, masukkan persamaan berikut:
Y1 = C(1)+C(2)*Y2+C(3)*X1+C(4)*X2+C(5)*X3
Y2 = C(6)+C(7)Y1
INST C X1 X2 X3
Langkah pertama membuat workfile dan mengimpor data dengan langkah sama seperti data
time series atau cross-section. Buka Eviews Klik File New Workfile.
Impor data yang akan digunakan yakni data Y1, Y2, X1, X2, dan X3. Klik OK.
Muncul System. Ketik semua persamaan yang ada dalam persamaan simultan yang telah
dipersiapkan dengan diawali persamaan perilaku, persamaan identitas, dan diakhiri dengan
instrument list.
Jika semua command sudah benar, Klik Estimate di Tampilan System, tampak seperti tampilan di
bawah. Pilih Two-Stage Least Square pada Estimation Method dan Klik Simultaneous pada
Iteration Control, Klik OK.
Hasil regresi persamaan simultan tadi seperti gambar di bawah ini. Tugas anda adalah
menganalisis hasil regresinya.