1
Oleh
Dr. Nelmida, SE., M.Si1
Ketika pertama kali EViews dijalankan akan keluar tampilan sebagai berikut:
1
Dosen Tetap Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Bung Hatta Padang.
Email: nelmida_fe@yahoo.co.uk.
Pembuatan Workfile
Sebelum menjalankan perintah metode statistika yang ada di Eviews,
terlebih dahulu harus dibuka file Eviews workfile. Jika belum terdapat data
yang dimaksud maka kita harus membuat workfile baru dengan mengimpor
dari data Excel spreadsheet.
Dalam modul ini akan digunakan data dari tahun 1996 sampai tahun 2005
dalam file data1.xls
Tahapan berikut merupakan langkah membuat workfile data baru
Pilihan waktu dari data , pilihan ini sesuai dengan waktu dari data di
Excel spreadsheet
Annual : data tahunan
Semi-annual : data per semeter
Quarterly : data triwulanan
Monthly : data bulanan
Weekly : data mingguan
Daily (5 day weeks) : data mingguan 5 hari
Daily (7 day weeks) : data harian
Undated or irregular : bukan data time series atau tidak
beraturan
Save Workfile
Save, pada toolbar window workfile, atau File/save, pada menu
windows EViews dan tulis nama file DATA (atau apa saja sesuai
keinginan kita) pada suatu directori atau drive.
Klik
Klik
Kanan
Paste
Dengan cara yang sama seperti pada regresi sederhana kita akan meregresi
variabel dependen yaitu ekspor dan veriabel independen yang terdiri dari
suku bunga, nilai tukar rupiah, serta inflasi.
D.3. Heteroskedasitas
Heteroskedasitas merupakan keadaan dimana varians dari setiap
gangguan tidak konstan. Uji heteroskedasitas dapat dilakukan dengan
menggunakan White Heteroskedasticity yang tersedia dalam program Eviews.
Hasil yang peril diperhatikan dari Uji ini adalah nilai F dan Obs*R-Squared. Jika
nilai Obs*R-Squared lebih kecil dari X2 tabel maka tidak terjadi
heteroskedastisitas, dan sebaliknya
Untuk mendeteksi adanya masalah hetero dapat dilihat pada residual dari
hasil estimasi. Jika residual bergerak konstan artinya tidak ada hetero dan jika
membentuk suatu pola tertentu maka mengindikasikan adanya hetero.
Dependent Variable: PROFIT
Method: Least Squares
Date: 08/26/07 Time: 22:40
Sample: 1 18
Included observations: 18
Variable Coefficien Std. Error t-Statistic Prob.
t
RD 0.369500 0.305947 1.207726 0.2459
SALES 0.068854 0.014112 4.879106 0.0002
C 791.5363 1214.194 0.651903 0.5243
R-squared 0.810248 Mean dependent 8102.45
var 0
Adjusted R-squared 0.784947 S.D. dependent var 7281.31
5
S.E. of regression 3376.620 Akaike info criterion 19.2381
5
Sum squared resid 1.71E+08 Schwarz criterion 19.3865
5
Log likelihood - F-statistic 32.0252
170.1433 1
Durbin-Watson stat 2.853771 Prob(F-statistic) 0.00000
4
Dengan melihat hasil tersebut, dapat diduga terjadi hetero pada hasil
estimasi. Dimana residualnya membentuk suatu pola atau tidak konstan.
Untuk membuktikan dugaan tersebut perlu dilakukan Uji White Hetero.
Lakukan prosedur berikut: Dari hasil Estimasi Klik View Residual test
White Hetero (no cross) - OK
White Heteroskedasticity Test:
F-statistic 8.281590 Probability 0.001508
Obs*R-squared 12.92698 Probability 0.011638
Dengan melihat hasil Obs*R-Squared sebesar 12,92698 > 9,48773 (nilai kritis
Chi square (X2) pada = 5%), maka dapat disimpulkan bahwa pada estimasi
tersebut terjadi hetero. Cara lain yaitu dengan melihat nilai probabilitas dari
nilai chi squares. Pada hasil diatas nilai probabilitasnya sebesar 0,011638
artinya terjadi hetero pada tingkat = 1%. Semakin besar nilai
probabilitasnya berarti semakin tidak terjadi hetero.
D.4. Autokorelasi
Autokorelasi menunjukkan adanya hubungan antar gangguan. Metode
yang digunakan dalam mendeteksi ada tidaknya masalah autokorelasi adalah
Metode Bruesch-Godfrey yang lebih dkenal dengan LM-Test. Metode ini
didasarkan pada nilai F dan Obs*R-Squared. Dimana jika nilai probabilitas dari
Obs*R-Squared melebihi tingkat kepercayaan maka Ho diterima, berarti tidak
ada masalah autokorelasi.
Dapat dilihat dari hasil estimasi sepertinya tidak terjadi per masalahan
yang melanggar asumsi klasik. Dimana terlihat bahwa nilai t-statistik
signifikan., R2 bagus, dan Uji F juga signifikan. Namun dalam hasil tersebut
terdapat DW stat yang relatif kecil. Nilai DW yang kecil tersebut merupakan
salah satu indikator adanya masalah autokorelasi.
Untuk membuktikan adanya masalah autokorelasi dalam model dapat
kita lakukan dengan melakukan uji LM.
Lakukan prosedur berikut: Dari hasil estimasi Klik View Residual test
Serial Correlation LM test - OK
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:
F-statistic 13.24422 0.000060
Probability
Obs*R-squared 17.36554 0.000169
Probability
Dari hasil test diatas dapat disimpulkan bahwa dalam hasil estimasi tersebut
terjadi masalah autokorelasi. Hal ini dapat dilihat dari nilai probabilitas kurang
dari tingkat keyakinan ( = 1%) maka Ho ditolak yang berarti dalam model
terdapat autokorelasi.
Lakukan pengujian pada tingkat Level dengan asumsi trend dan intercept
-OK
Dari hasil pengujian dapat dilihat nilai ADFstatistik sebesar 2,215287 lebih kecil
dari dengan probabilitas diatas 10%, yaitu 0,4749. Berarti data masih
mengandung akar unit, dengan kata lain data tidak stasioner pada tingkat
level. Lakukan kembali pengujian unit root pada tingkat first difference.
Dari pengujian yang kedua didapat bahwa nilai ADFstatistik lebih besar dari
critical value dan probabilitasnya signifikan pada tingkat keyakinan 1%. Hal ini
berarti data telah stasioner pada first difference. Secara tidak langsung ordo
integrasi telah ditemukan, yaitu d = 1. Berikutnya adalah penentuan ordo
suku AR dan MA.
b. Penentuan Ordo AR MA
Lakukan pengujian correlogram, dengan hasil derajat integrasi yang diperoleh
dari uji unit root dan biarkan Eviews menentukan panjang lag maksimumnya.
Lakukan prosedur berikut ini:
Klik View Correlogram First Difference - OK
Cara melihat stasioner atau
tidaknya model bisa di lihat dari
nilai AC dan PAC dibandingkan
dengan + 1.96 ( ), atau sama
dengan
+1.96( )=
+ 1.96 (0.1066)= -0.208 sd +
0.208
Jadi kalau AC dan PAC ada
diantara
-0.208 sd + 0.208 maka datanya
stasioner namun jika diluar angka
-0.208 sd + 0.208 maka tidak
stasioner
Dari grafik diatas terlihat bahwa terjadi pelanggaran garis batang AC pada lag
1, 8, dan 12, maka kita memiliki kandidat MA (1). Dari grafik batang PAC,
terlihat kalau pelanggaran garis batas juga terjadi pada lag 1, maka diperoleh
juga kandidat AR (1). 3 kandidat model yang akan digunakan adalah bentuk
ARIMA (1,1,1); ARIMA (1,1,0) atau ARI (1) dan ARIMA (0,1,1) atau IMA (1).
Selanjutnya adalah penentuan model terbaik.
c. Penentuan Model Terbaik.
Untuk model ARIMA (1,1,1) : Klik Quick Estimate equation Ketik:
d(gdp) c AR(1) MA(1) OK
Jangan lupa untuk memberi nama persamaan tersebut, Klik Name Arima
OK
Variable Coefficien Std. Error t-Statistic Prob.
t
C 23.50643 5.942537 3.955622 0.0002
AR(1) 0.499690 0.275101 1.816384 0.0729
MA(1) - 0.312614 -0.644572 0.5210
0.201502
R-squared 0.105750 Mean dependent 23.3453
var 5
Adjusted R-squared 0.084202 S.D. dependent var 35.9379
4
S.E. of regression 34.39166 Akaike info criterion 9.94776
6
Sum squared resid 98171.24 Schwarz criterion 10.0333
8
Log likelihood - F-statistic 4.90760
424.7539 6
Durbin-Watson stat 1.994227 Prob(F-statistic) 0.00967
3
Inverted AR Roots .50
Inverted MA Roots .20
Model ARI(1) dan IMA(1), memiliki nilai probabilitas yang signifikan, hal ini
didukung pula oleh nilai IRM< 1. Maka pemilihan modeol terbaik akan
dilanjutkan dengan pengujian autokorelasi.
Lakukan uji correlogram Q stat, Klik View residual test correlogram Q
statistic - OK
Correlogram AR Correlogram MA
Ternyata kedua model berhasil menyelesikan permasalahan autokorelasi
masing-masing, terlihat dari nilai Q-stat yang tidak signifikan di setiap lag.
Maka langkah terakhir pemilihan model akan bergantung pada nilai SC yang
lebih kecil. ARI (1) memiliki nilai SC sebesar 9.986, sementara IMA (1) sebesar
10.00805, maka model ARI(1)- lah yang terbaik.
Model Adjusted R- AIC SC
square
IMA (1) 0.070053 9.951364 10.00805
ARI (1) 0.09082 9.929234 9.986311
ARIMA (1,1,1) 0.084202 9.947766 10.03338
d. Peramalan
Dengan menggunakan model ARI(1), kita lakukan pengecekan kelayakan
model bagi peramalan. Dalam hal ini data yang digunakan adalah data asli,
yaitu GDP, karena data ini yang akan diramal. Klik Forecast pilih GDP -
OK
Terlihat bahwa nilai bias proportion sebesar 0.053880 (dibawah 0.2),
sementara covariance proportion 0.856076 (hampir mendekati 1), maka
model ini dapat meramal nilai GDP kedepan.
Bila mengasumsi model sudah benar, maka langkah selanjutnya adalah
memperpanjang range data. Pada menu utama :
Klik Procs Change workfile range (ubah End date menjadi 1992:1)
OK
Ubah juga sample data : Procs sample ketik tahun yang akan
diforcast
1991:2 4865.329
1991:3 4888.771
1991:4 4912.212
1992:1 4935.654
ARCH/GARCH
1. Pengantar
Data time series, terutama seperti data indeks saham, tingkat bunga,
nilai tukar, dan inflasi, sering kali bervolatilitas. Implikasi data yang
bervolatilitas adalah variance dari error tidak constant. Dengan kata lain
mengalami heteroskedatisitas. Implikasi dari adanya heteroskedatisitas
terhadap estimasi OLS tetap tidak bias, tetapi standart error dan interval
keyakinan menjadi terlalu sempit sehingga dapat memberikan sense of
precision yang salah.
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan mengenai volatilitas,
peralatan standar yang digunakan adalah model Autoregressive Conditional
Heteroskedasticity Model (ARCH)/ Generalized Autoregressive Conditional
Heteroskedasticity Model (GARCH). Model ini menganggap variance yang tidak
constant (heteroskedatisitas) bukan suatu masalah, tetapi justru dapat
digunakan untuk modeling dan peramalan.
(lokasi file Excel berada di d:Eviews/data/data3 ARCH.xls)
ARCH Test:
F-statistic 6235215. 0.000000
Probability
Obs*R-squared 635.9353 0.000000
Probability
Test Equation:
Dependent Variable: STD_RESID^2
Method: Least Squares
Date: 10/25/07 Time: 12:37
Sample(adjusted): 3 637
Included observations: 635 after adjusting endpoints
Variable Coefficien Std. Error t-Statistic Prob.
t
C 0.008176 0.004775 1.712304 0.0873
STD_RESID^2(-1) 0.011991 0.039745 0.301708 0.7630
R-squared 0.000144 Mean dependent 0.00827
var 5
Adjusted R-squared - S.D. dependent var 0.11995
0.001436 6
S.E. of regression 0.120042 Akaike info criterion -
1.39879
9
Sum squared resid 9.121638 Schwarz criterion -
1.38477
2
Log likelihood 446.1188 F-statistic 0.09102
8
Durbin-Watson stat 2.000168 Prob(F-statistic) 0.76297
4
ARCH Test:
F-statistic 405.6918 Probability 0.00000
0
Obs*R-squared 248.0180 Probability 0.00000
0
Test Equation:
Dependent Variable: STD_RESID^2
Method: Least Squares
Date: 10/25/07 Time: 12:53
Sample(adjusted): 3 637
Included observations: 635 after adjusting endpoints
Variable Coefficien Std. Error t-Statistic Prob.
t
C 0.160692 0.018725 8.581812 0.0000
STD_RESID^2(-1) 0.618926 0.030728 20.14179 0.0000
R-squared 0.390580 Mean dependent 0.42540
var 4
Adjusted R-squared 0.389617 S.D. dependent var 0.43019
3
S.E. of regression 0.336097 Akaike info criterion 0.66031
1
Sum squared resid 71.50446 Schwarz criterion 0.67433
8
Log likelihood - F-statistic 405.691
207.6488 8
Durbin-Watson stat 3.192647 Prob(F-statistic) 0.00000
0
Tampak hasil perhitungan menunjukkan nilai prob sebesar 0.000 (lebih kecil
dari 0.05), dengan demikian pada lag (1) secara statistik signifikan sehingga
kita menolak hipotesis nul (Ho) yang berarti varian residual tidak konstan atau
dengan kata lain model yang digunakan sudah masih mengandung unsur
ARCH.
Residual dari persamaan regresi antara variabel PCE dan PDI diuji
stasioneritasnya dengan unit root test.
Null Hypothesis: RESID01 has a unit root
Exogenous: None
Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=11)
t-Statistic Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic -3.779071 0.0002
Test critical values: 1% level -2.591813
5% level -1.944574
10% level -1.614315
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Hasil unit root test dapat ditulis dalam bentuk persamaan sebagai berikut:
t = -0275132ut-1
Hasil uji unit root dari residual (u) kita bandingkan dengan nilai
=0+1T-1+2T-2
Jika nilai t-statistik > dari nilai , maka residual tersebut (u) terkointegrasi.
Berdasarkan perhitungan nilai r = -2.899, sehingga karena nilai t-statistik lebih
besar dari nilai (-3.779071) maka residualnya teritegrasi
Hasil regresi Eviews akan menghasilkan output pada tabel dibawah ini:
Dependent Variable: D(PCE)
Method: Least Squares
Variable Coefficien Std. Error t-Statistic Prob.
t
C 11.69183 2.195675 5.324936 0.0000
D(PDI) 0.290602 0.069660 4.171715 0.0001
RESID01(-1) - 0.054180 -1.600311 0.1133
0.086706
R-squared 0.171727 Mean dependent 16.9034
var 5
Adjusted R-squared 0.152006 S.D. dependent var 18.2902
1
S.E. of regression 16.84283 Akaike info criterion 8.51960
1
Sum squared resid 23829.19 Schwarz criterion 8.60463
2
Log likelihood - F-statistic 8.70791
367.6026 8
Durbin-Watson stat 1.923381 Prob(F-statistic) 0.00036
6
Dari persamaan diatas dapat dikatakan bahwa dalam jangka pendek PDI
mempunyai hubungan positif dengan PCE. Dapat dikatakan bahwa MPC dalam
jangka pendek sebesar 0.2906. Sedangkan MPC dalam jangka panjang
sebesar 0.967250 (didapat dari regresi awal).
Tabel Respon Surface For Critical Value Cointegration Test
Kita akan menguji data pada tingkat level I(0). Jika nilai ADF statistik lebih besar
dari Mackinnon critical value, maka data tidak mengandung unit root sehingga
data dikatakan stasioner. Demikian pula sebaliknya, jika nilai ADF statistik lebih
kecil dari t-statistik pada Mackinnon critical value berarti terdapat unit root
sehingga data dikatakan tidak stasioner.
Baik pada variabel M1 dan R data telah stasioner pada tingkat first difference.
Dapat dilihat bahwa nilai ADF test statistic kedua variabel lebih besar dari
nilai test critical values-nya dan nilai probabilitas keduanya signifikan pada
= 1%. Sehingga kedua variabel tersebut telah stasioner.
d. Estimasi VAR
Pada kasus ini persamaan VAR dapat ditulis sebagai berikut:
n n
M 1t j M 1t j j Rt j u1t
j 1 j 1
n n
Rt j M 1t j j Rt j u 2t
j 1 j 1
C 222.8912 -0.533556
(113.810) (0.37161)
[ 1.95844] [-1.43580]
R-squared 0.414380 0.250815
Adj. R-squared 0.341178 0.157166
Sum sq. resids 7187605. 76.62843
S.E. equation 473.9332 1.547462
F-statistic 5.660741 2.678264
Log likelihood -277.7743 -65.96965
Akaike AIC 15.28510 3.836198
Schwarz SC 15.50279 4.053889
Mean 405.9368 -0.026126
dependent
S.D. dependent 583.8926 1.685579
Determinant Residual 536064.1
Covariance
Log Likelihood (d.f. -349.0536
adjusted)
Akaike Information Criteria 19.40830
Schwarz Criteria 19.84369
g. Forecast
Metode VAR juga dapat digunakan untuk meramal data di periode yang
akan datang. Lakukan prosedur berikut: Klik Procs Change Workfile
Range (Ubah End date: 1989:4)
Ubah juga pada sampel, Klik Procs Sample Ubah End date: 1989:4
Kembali ke estimasi VAR, Klik Procs Make Model Solve OK
Maka di kertas kerja akan muncul data baru yang didalamnya terdapat data
periode yang diramalkan.
Dari hasil estimasi VAR View - Lag Structure - Lag Length Criteria
Lag LogL LR FPE AIC SC HQ
0 45.06723 NA 8.51E-05 -0.858515 -0.779383 -0.826508
1 257.3937 407.3201 1.34E-06 -5.008034 -4.691508* -4.880006
2 272.7921 28.59704 1.18E-06 -5.138614 -4.584692 -4.914564
3 281.1133 14.94429 1.20E-06 -5.124762 -4.333446 -4.804691
4 319.0398 65.79086 6.65E-07 -5.715099 -4.686387 -5.299006
*
5 328.3972 15.65928 6.63E-07* -5.722392* -4.456286 -5.210278
6 329.5543 1.865521 7.82E-07 -5.562333 -4.058831 -4.954197
7 335.7140 9.553857 8.36E-07 -5.504368 -3.763472 -4.800211
8 348.0830 18.42718* 7.89E-07 -5.573122 -3.594830 -4.772944
Berdasarkan hasil penentuan lag optimal, Lag optimal pada VAR adalah 5
(tanda bintang yang paling banyak). Maka lag optimal pada VECM adalah 4
c. Uji Kointegrasi
Lakukan prosedur berikut : Tandai semua variabel Klik kanan: as VAR
pilih VEC Cointegration pilih no.5 OK
Kemudian muncul hasil estimasi VEC, Pilih View - Cointegration test pilih
no.6 (summary) - OK
d. Estimasi VECM
Dalam estimasi VECM ini akan menunjukkan hubungan antara variabel
satu dengan variabel lain baik dalam jangka panjang maupun jangka pendek.
Pada tabel bagian atas menunjukkan hubungan antar variabel dalam jangka
panjang, sedangkan bagian bawah menunjukkan hubungan jangka pendek.
Prosedur: Dari hasil kointegrasi sebelumnya, pilih estimate pastikan
lag pada lag optimal check lagi spesifikasinya sesuai dengan hasil
uji kointegrasi Johansen pada endogenous variabel, pastikan
variabel dependent ada didepan OK
M(-1) 0.261660
(0.05059)
[ 5.17208]
R(-1) -0.173293
(1.07856)
[-0.16067]
@TREND(1) -0.014203
(0.00183)
[-7.78090]
C -13.45238
Error Correction: D(Y) D(M) D(R)
CointEq1 0.007934 -4.783336 0.006771
(0.01536) (0.92859) (0.01736)
[ 0.51661] [-5.15120] [ 0.38998]
Cara membaca impulse respon dalam VECM juga sama dengan membaca
impulse respon dalam VAR. Pada kuadran atas tengah menggambarkan
bagaimana respon dari variabel Y ketida ada shock/perubahan pada variabel
M. Pada awal periode perubahan pada variabel M direspon positif oleh Y
hingga periode ke-3, kemudian kembali ke titik keseimbangan hingga period
eke-4. Setelah periode ke-4, kembali direspon positif hingga periode ke-7, dan
seterusnya. Cara analisis yang sama juga berlaku untuk kuadran-kuadran
yang lain.
f. Variance Decompotition
Variance decompotition akan memberikan informasi mengenai proporsi
dari pergerakan pengaruh shock pada sebuah variabel terhadap shock
variabel yang lain pada periode saat ini dan periode yang akan datang. Fungsi
variance decompotition pada VAR dan VECM adalah sama
Lakukan Prosedur berikut:
Dari hasil estimasi VECM View Variance Decompotition
Variance Decompotition Table None (standart Errors)
Variance Decomposition of Y:
Period S.E. Y M R
1 0.021139 100.0000 0.00000 0.000000
0
2 0.025839 97.57081 1.63851 0.790677
5
3 0.028262 96.09882 1.41930 2.481880
0
4 0.029422 95.01546 1.33994 3.644598
2
5 0.037348 93.50825 1.18823 5.303511
7
6 0.040533 92.78137 1.41642 5.802205
7
7 0.042433 92.01668 1.30773 6.675588
6
8 0.043511 91.52031 1.26283 7.216850
8
9 0.048385 91.46999 1.17967 7.350343
0
10 0.050719 91.23877 1.26440 7.496827
2
Variance Decomposition of M:
Period S.E. Y M R
1 1.278729 0.340643 99.6593 0.000000
6
2 1.321457 5.858214 93.5773 0.564415
7
3 1.327996 5.930684 92.7920 1.277274
4
4 1.336317 5.878751 91.8735 2.247720
3
5 1.338717 5.932915 91.7234 2.343645
4
6 1.339175 5.977487 91.6737 2.348770
4
7 1.346131 6.836227 90.7344 2.429338
3
8 1.349543 7.194223 90.2774 2.528300
8
9 1.349951 7.206192 90.2399 2.553895
1
10 1.350541 7.237450 90.1644 2.598108
4
Variance Decomposition of R:
Period S.E. Y M R
1 0.023764 0.974576 0.00778 99.01764
8
2 0.030144 9.346332 0.43728 90.21638
6
3 0.034270 12.11273 0.82366 87.06360
2
4 0.037618 15.28430 0.87892 83.83677
9
5 0.040741 20.03636 1.02073 78.94291
2
6 0.043801 24.49639 1.15164 74.35196
8
7 0.046135 25.91246 1.16444 72.92309
9
8 0.048313 27.02703 1.14719 71.82578
1
9 0.050671 28.67368 1.20195 70.12436
8
10 0.053074 30.49034 1.25172 68.25794
1
Di mana:
R 2r = R2 model PLS
R2ur = R2 model FEM
m = jumlah restricted variabel
n = jumlah sample
k = jumlah variabel penjelas
Dari rumus diatas, jika kita mendapatkan hasil nilai F hitung > F tabel pada
tingkat keyakinan ( ) tertentu maka kita menolak hipotesis H0 yang
menyatakan kita harus memilih teknik PLS, sehingga kita menerima hipotesis
H1 yang menyatakan kita harus menggunakan model Fixed Effect untuk teknik
estimasi dalam penelitian ini.
Sedangkan uji Hausman digunakan untuk memilih antara metode
fixed effect atau metode random effect. Uji Hausman didapatkan melalui
command eviews yang terdapat pada direktori panel (Widarjono, 2005:272).
Rumus untuk mendapatkan nilai Chi Square uji Hausman adalah:
Apabila Chi Sqare hitung > Chi Square tabel dan p-value signifikan maka H0
ditolak dan model fixed effect lebih tepat untuk digunakan ( Aulia, 2004:31).
Misal kita ingin mengetahui bagaimana investasi (Y) tergantung pada
nilai perusahaan (X2) dan stok modal (X3). Untuk hal tersebut ada empat data
perusahaan yaitu General Electric (GE), General Motor (GM), U.S. Steel (US),
dan Westinghouse (WEST). Data untuk tiap perusahaan dengan tiga variabel
tersebut tersedia untuk periode 1935-1954. Maka ada empat cross-sectional
units dan 20 time period. Untuk keseluruhan terdapat 80 observasi. X2 dan X3
diperkirakan berhubungan positif terhadap Y.
Pooling atau combining semua 80 observasi, kita dapat menulis fungsi
investasi sebagai berikut:
Yit 1 2 X 2it 3 X 3it u it
i 1,2,3,4
t 1,2,...,20
i menunjukkan unit cross-sectional ke-i dan t menunjukkan periode waktu i.
Setelah Klik OK muncul Pool. Dibawah cross section identifiers kita isikan
unit cross-section. Kita tulis GE, GM, US, West sesuai dengan data yang ada
dalam program excel.
Setelah itu masih tetap pada Pool, Klik Procs Import Pool data.
Kemudian kita cari file data panel yang telah disimpan sebelumnya.
b. Fixed Effect
Pada Pool yang belum kita beri nama Klik Estimate dan langkahnya
sama seperti semula. Sekarang pada Intercept Klik fixed effect OK.
c. Random Effect
Dengan langkah yang sama kita beri nama Pool estimasi fixed effect dan
random effect. Jika estimasi fixed effect kita beri nama fix, kemudian estimasi
random effect diberi nama ran maka pada Workfile muncul ketiga Pool.
Hasilnya terlihat pada tampilan berikut:
Untuk menghasilkan hasil regresi dengan random efect pada pooled
estimation pilih intercept/random effect
Hasil persamaan random efect sebagai berikut :
^ = -73.03 + 0.1X2 + 0.34X3 + + u
it it it i it
Y
Catatan : Pertama apabila nilai random efect dari keempat perusahaan
dijumlah maka hasilnya nol. Kedua, nilai rata-rata random error component, it,
adalah nilai intersep common sebesar -73.03. Nilai random efect GE
sebesar -169.92 menunjukkan seberapa besar perbedaan komponen random
error dari GE dari nilai intersep common. Ketiga nilai R 2 diperoleh dari
transformasi GLS regression.
Kembali ke eviews, kita beri nama pool estimasi pooled least square, fixed
efect, dan random efect. Estimasi pooled test square telah kita namakan
dengan pls, estimasi fixed efect kita beri nama fix dan estimasi random
efect diberi nama ran, sehingga workfile yang muncul dari hasil common,
fixed efect, dan random efect tampak sebagai berikut :
d. Uji Hausman
Jika kita ingin menjalankan program tes Hausman ada beberapa
langkah yang harus dikalankan. Pertama, Workfile tersebut kita simpan dalam
Eviews data. Caranya Klik File Save As. Cari Program Eviews
Example Files Data. Beri nama filenya misal lat2 lalu Klik OK.
Kemudian Klik File Open Program.
Hasil tes Hausman akan muncul seperti di bawah ini. Ada dua nilai yaitu chi-
square dan nilai probabilitas.
Karena hasilnya tidak signifikan(0.967 > 0.05) maka pilih model FEM
PERSAMAAN SIMULTAN
1. Sifat Dasar Model Persamaan Simultan
Sebuah system persamaan simultan merupakan persamaan di mana
variabel tak bebas dalam satu atau lebih persamaan juga merupakan variabel
bebas di dalam persamaan lainnya. Maka, sebuah variabel memiliki dua
peranan sekaligus sebagai variabel bebas dan variabel tak bebas. Dalam
sebuah persamaan simultan dikenal istilah istilah sebagai berikut:
a. Sistem persamaan simultan atau model adalah suatu himpunan
persamaan dimana variabel tak bebas dalam satu atau lebih
persamaan juga merupakan variabel bebas dalam beberapa
persamaan lainnya, yaitu keadaan dimana didalam system persamaan
suatu variabel sekaligus memiliki dua peranan yaitu sebagai variabel
tak bebas dan variabel bebas.
b. Variabel endogen adalah variabel tak bebas dalam persamaan simultan
yang nilainya ditentukan di dalam system persamaan, walaupun
variabel-variabel tersebut mungkin juga muncul sebagai variabel bebas
didalam system persamaan. Variabel endogen dianggap bersifat
stokastik.
c. Variabel predetermined adalah variabel yang nilainya tidak ditentukan
secara langsung di dalam system. Variabel ini ditetapkan lebih dulu
dan nilainya ditetapkan lebih dulu (nonstokastik). Variabel
predetermined terbagi menjadi dua kategori, yaitu variabel eksogen
dan variabel lag endogen. Variabel lag dikategorikan sebagai
predetermine dengan asumsi tidak ada korelasi serial dengan error di
dalam persamaan yang mengandung variabel lag tersebut.
d. Model structural adalah model yang terdiri dari beberapa persamaan
yang dibentuk berdasarkan landasan teori. Model ini dapat dianggap
pula sebagai model dasar.
e. Bentuk persamaan sederhana/reduksi adalah sebuah penyelesaian
system persamaan simultan dimana variabel endogen dinyatakan
dalam variabel predetermine dan error. Persamaan reduksi diperoleh
dengan memecahkan system persamaan structural sedemikian rupa
sehingga bisa dinyatakan setiap variabel endogen dalam model
sebagai fungsi hanya dari variabel eksogen atau predetermined
variables dan error dalam modal. Secara umum, juga bisa dinyatakan
dalam bentuk implisit maupun eksplisit. Cara implisit lebih mudah
dilakukan, sedangkan cara eksplisit cukup susah karena harus mencari
besarnya nilai-nilai koefisien.
3. Masalah Identifikasi/Pengidentifikasian
Pengidentifikasian adalah menaksir angka dari parameter persamaan
structural apakah dapat diperoleh dari koefisien bentuk yang direduksi dapat
ditaksir. Jika ini dapat dilakukan, kita mengatakan bahwa persamaan tertentu
diidentifikasikan (identified). Suatu persamaan yang diidentifikasikan bisa
berupa tepat (sepenuhnya) diidentifikasikan (exactly atau fully atau just
identified) atau terlalu diidentifikasikan (overidentified).
Dikatakan tepat diidentifikasikan jika nilai angka yang unik dari
parameter structural dapat diperoleh. Dikatakan terlalu diidentifikasikan
(overidentified) jika lebih dari satu nilai angka dapat diperoleh untuk beberapa
parameter persamaan structural.
3.3 Overidentification
Dalam fungsi demand : Qt 0 1 Pt 2 X t 3 Rt u1t
Fungsi supply : Qt 0 1 Pt 2 Pt 1 u 2t
2 0 0
1 0
1 1 1 1
2 3
3 2
1 1 1 1
0 1
dimana, 5 2 1 4 1 0
1 1 1 1
7 1 2 6 3 1
1 1 1 1
u u1t u 1u1t
vt 2t wt 1 2t
1 1 1 1
Fungsi supply : Qt 0 1 Pt u 2t
s
Blok seluruh data Fitted dan copy ke Group. Caranya Blok semua data
dalam kolom Fitted Klik kanan Copy.
Buka Group, Klik Edit+/- tempatkan kursor pada kolom kosong
sebelah variabel X kemudian Klik kanan Paste. Pastikan data telah
terkopi dengan lengkap dan benar.
3. METODE ILS
Buka Workfile dan Import data kedalam Workfile. Kemudian Blok
seluruh variabel dan Klik kanan Open as Group.
Ketik Q menjadi endogen variabel dan X menjadi variabel eksogen di
dalam kolom Equation Specification. Estimation setting gunakan Method
Least Square Klik OK.
Hasil regresi persamaan kedua telah didapatkan. Dua hasil regresi yang ada
menjadi sumber untuk mendapatkan persamaan model awal. Ambil koefisien
dari kedua hasil regresi ini dan kita hitung koefisien untuk persamaan awal.
5. ESTIMASI SYSTEM
Misalnya kita akan menyelesaikan persamaan berikut: .
Income Function : y1t 1 2 y 2t 3 X 1t 4 X 2t 5 X 3t u1t
Money Supply Function : y 2t 6 7 y1t u 2t
Dalam system Eviews, masukkan persamaan berikut:
Y1 = C(1)+C(2)*Y2+C(3)*X1+C(4)*X2+C(5)*X3
Y2 = C(6)+C(7)Y1
INST C X1 X2 X3
Impor data yang akan digunakan yakni data Y1, Y2, X1, X2, dan X3. Klik OK.
Hasil regresi persamaan simultan tadi seperti gambar di bawah ini. Tugas anda
adalah menganalisis hasil regresinya.