Aljismu: kumpulan dari badan atau anggota-anggota seorang manusia, onta, binatang
berkaki empat, dan lain-lain yang merupakan bagian yang makhluk yang besar.
Para ahli bahasa hanya menggunakan istilah Jism untuk sesuatu yang berat dan padat,
mereka tidak menamakan udara sebagai jism dan jasad lain halnya dengan tubuh manusia
yang jelas mereka sebut sebagai jism. Pandangan ahli bahasa tentang Jism sesuai dengan
firman Allah taala:
Artinya: Dan apabila kamu melihat mereka, tubuh-tubuh mereka menjadikan kamu
kagum. (QS al Munâfiqûn:4)
Artinya: Sesungguhnya Allah telah memilih rajamu dan menganugerahinya ilmu yang
luas dan tubuh yang perkasa.(QS albaqarah:247)
Adapun ahli kalam dan para filosof berselisih tentang makna Jism: Sebagian dari mereka
mengatakan bahwa Jism itu adalah sesuatu yang eksis, sebagian lagi mengatakan bahwa
jism adalah sesuatu yang berdiri sendiri, sebagian lagi mengatakan bahwa jism adalah
sesuatu yang tersusun dari atom, sebagian lagi mengatakan bahwa jism adalah sesuatu
yang tersusun dari materi dan gambaran, sebagian lagi mengatakan bahwa bahwa jism
adalah sesuatu yang bisa ditunjuk dengan isyarat indra, sebagian lagi mengatakan bahwa
jism itu tidak tersusun dari apapun tapi ia justeru yang ditunjuk[1]
Apa yang didefinisikan oleh para mutakallimin dan ahli filsafat sama sekali tidak dikenal
dalam bahasa arab baik dalam kitab-kitab maupun syair-syair mereka. Ruh sekalipun
ditunjuk, turun, dan naik serta berdiri sendiri namun tidak dinamakan sebagai jism oleh
ahli bahasa oleh karena itu mereka menyebutkan istilah jism dan ruh. Disini bisa kita
ketahui bahwa “dan” disini berkonsekwensi perbedaan makna (mughayarah).
Teka-teki
Jadi manakah yang anda pilih ketika menjawab yah atau tidak?
Jika dinafikan, lalu bagaimana dengan orang yang mengatakan bahwa jism itu sesuatu
yang bisa ditunjuk, padahal Ahlusunnah dan juga Asyairah beriman bahwa Allah bisa
dilihat disyurga. Padahal sesuatu yang dilihat dengan mata adalah sesuatu yang ditunjuki
dengan indra.?
Jika dikatakan Allah adalah jism, lalu bagaimana dengan pendapat ahli bahasa yang
mengatakan bahwa tubuh dan anggota-anggotanya adalah jism[2]?
Bingungkah anda?
Adapun pembicaraan tentang jism dan jawhar serta penafian dan penetapannya
merupakan kebidahan yang tidak memiliki asal dari kitab Allah dan sunnah rasulnya
serta tidak pernah dibicarakan oleh seorangpun dari para imam-imam Salaf dengan
menafikannya atau menetapkannya.[3]
Dan adapun pendapat yang ketiga: itulah pendapat yang tetap dari para imam Sunnah
yang murni. Seperti Imam Ahmad dan selainnya. Mereka tidak memutlakkan lafadz jism
baik dalam penafian maupun penetapan karena dua hal.
Pertama: hal tersebut tidak ma’tsur baik dalam qur’an, sunnah, maupun atsar sahabat
serta orang-orang yang mengikuti mereka dalam kebaikan. Tidak juga dari para imam
kaum musllimin yang lain. Maka jadilah hal tersebut sebagai bid’ah yang tercela.
Orang-orang yang menetapkannya [secara mutlak] bisa masuk dalam penjelekkan dan
penyerupaan yang merupakan kebathilan.[4]
Sedangkan orang yang menafikannya [secara mutlak] bisa masuk dalam ta’thil dan
tahrif yang merupakan kebatilan.[5] [6]
Kesimpulan
Lafadz jism terkait sifat Allah adalah lafadz yang Muhtamil serta sebuah bahasan
muhdats yang diada-adakan oleh para filosof dan Mutakallimun. Sebagai Ahlissunnah
kita harus menghindarinya. Jika kita ditanya tentang hal ini maka Ibnu Taimiyah
memberikan Jalan keluar dengan perkataannya:
Kalau yang engkau maksud dengan lafadz Jism mengandung penyerupaan Allah dengan
makhluknya, maka jawaban untukmu ada didalan Alqur’an dan Sunnah.[7]
ولهذا اتفق السلف والئمة على النكار على المشبهة الذين يقولون
Oleh karena itu Salaf telah bersepakat untuk mengingkari Musyabbihah yang
mengatakan penglihatan [Allah] seperti penglihatanku, tangan [Allah] seperti tanganku,
kaki [Allah] seperti kakiku.[8]
Disini Ahlussunnah dan salaf tidak membicarakan penafian maupun penetapan jism pada
Allah, begitu juga lafadz-lafadz lain yang tidak terdapat dalam al Qur’an maupun Sunnah
seperti arah dan tahayyuz dan semisalnya. Tetapi Ahlussunnah menyifatkan Allah Taala
sesuai dengan apa yang Ia Sifatkan bagi dirinya dalam alQur’an dan apa yang disifatkan
oleh Rasulnya. Mereka tidak melangkahi alQur’an dan Hadits.
Tidak membicarakan rabb kecuali sesuai dengan apa yang Ia sifatkan bagi dirinya Ajja
Wajalla dalam Qur’an dan yang dijelaskan oleh Rasulullah untuk para sahabatnya.[9]
Beliau juga menjelaskan bahwa lafadz-lafadz bid’ah tersebut adalah sumber bid’ah:
Ketahuilah! Semoga Allah memuliakanmu! Kalau saja manusia menahan diri dalam
perkara-perkara muhdats, tidak melangkah lebih jauh, dan tidak melahirkan kalimat-
kalimat yang tidak pernah datang dari atsar Rasulullah juga sahabatnya,maka niscaya
tidak akan ada kebid’ahan[10]
Al Hafidz Abdul Ghani al Maqdisi Rahimahullah menyetujui kaidah seperti ini dengan
mengatakan:
“Termasuk Sunnah yang tetap adalah diam dari sesuatu yang tidak datang nashnya dari
Rasulullah Shallallâhu alaihi Wasallam atau yang telah disepakati oleh kaum muslimin
untuk memutlakkannya dan meninggalkan perselisihan dalam penafian dan
penetapannya. Begitu juga pada perkara yang hanya bisa ditetapkan dengan nash
Syari’,dan juga pada perkara yang hanya bisa dinafikan dengan dalil Sami’ [11]
Tulisan dan nukilan Ibnu taimiyah juga menjadi bukti bahwa beliau bukanlah seorang
mujassimah, Justeru ketika Asyairah membatasi bahwa jism itu adalah satu hal, ternyata
ibnu taimiyah telah merinci dan menyikapi lafadz jism dari berbagai isu yang beredar
tentang jism menurut berbagai firqah dan mengambil solusi yang wasath.
Semoga bermanfaat
Saudaramu: dobdob
[2] Sekte karamiyah merupakan golongan Mujassimah yang berkeyakinan Allah adalah
Jism dalam artian bertubuh dan bertulang. wal iyadzubillah
[4] Kalau kita mengatakan Allah jism maka bisa jadi kita akan seperti karamiyah yang
menetapkan bahwa Allah adalah seperti tubuh yang terdiri dari tulang dan daging.
Waliyadzubillah
[5] Ada yang berpendapat bahwa jism itu yang ditunjuk padahal sesuatu yang terlihat itu
adalah sesuatu yang ditunjuki oleh indra. Dengan menafikannya secara mutlak maka bisa
jadi kita seperti mu’tazilah yang tidak mengimani bahwa kita bisa melihat Allah diakhirat
kelak.
http://syaikhulislam.wordpress.com/2010/09/21/fitnah-tajsim/