932103713
Nurul Choiriyah
932103913
Dody Utomo
932113114
JURUSAN TARBIYAH
PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kaidah Al-Umuru Bi Maqasidiha merupakan salah
satu daripada kaedah yang digunakan oleh para Fukaha
dalam dalam Qawaid Fiqhiyyah. Jadi kaidah ini bolehlah
ditafsirkan dari dua sudut yaitu dari segi bahasa dan
istilah.
Pengertian
kaedah
dari
segi
bahasa
boleh
perkara
pokok
kemudian
dipraktikkan
terhadap
B. Rumusan Masalah
1. Apa makna al-Umuru bi maqasidiha ?
2. Apa dalil al-Umuru bi maqasidiha ?
3. Apa cabang-cabang dari al-umuru bi maqosidiha dan
bagaimana penerapannya ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Makna kaidah
dari
lafadz
al-amru
yang
berarti
keadaan,
al-umuru
bi
maqashidiha
diartikan
sebagai
dapat
dikatakan:
qashada-yaqshidu-qashdan-
sesuatu,
sedangkan
menurut
istilah
berarti
Kaidah
pertama
ini
(al-umuru
bi
maqasidiha)
kaidah
ini
bahwa
hukum
yang
atau
perkataan
subjek
hukum
(mukallaf)
dengan
segala
ketundukan
karena
ada
tersebut.
Sehingga
apabila
melanggar
akan
firman
Allah
SWT
Diharamkan
bagimu
ganjaran
dari
Allah
SWT
dan
pelaku
pahala-pahala
kebaikannya
disisiNya.
Berbeda
bangkai,
tanpa
memandang
nash
yang
Ayat al-Quran dan hadis yang menjelaskan tentang
(
Artinya: Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya
menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepadaNya dalam (menjalankan) agama yang lurus dan supaya
mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat dan yang
demikian Itulah agama yang lurus.
Ayat ini menegaskan bahwa manusia diperintahkan
untuk melakukan ketaatan kepada Allah dengan ikhlas.
2. Q.S Ali Imron ayat: 145
.
:
( .
(
(
Artinya: Dari Amirul Muminin, Abi Hafs Umar bin Al
Khottob
radiallahuanhu,
mendengar Rasulullah
setiap
dia
berkata:
bersabda : Sesungguhnya
sesungguhnya
Saya
setiap
orang
Dan
(akan
hijrahnya
karena
(ingin
mendapatkan
(
Artinya: Tidak ada (pahala) bagi perbuatan yang
tidak disertai niat. (HR. Anas Ibn Malik ra.)
3 Mashum Zainy Al-Hasimy, Qowaidh Fiqhiyyah Al-Faroidul Bahiyyah
( Jombang : Darul Hikmah , 2010)hlm 26
(
Artinya: "Barangsiapa berperang dengan maksud
meninggikan kalimah Allah, maka dia ada di jalan
Allah" (HR. Bukhari dari Abu Musa).
Artinya: "Barangsiapa yang tidur dan ia berniat akan
shalat
malam,
kemudian
dia
ketiduran
sampai
C. Kaidah
Cabang
dan
Penerapannya
Adapun kaidah cabangnya sebagai berikut:
(
Tidaklah ada pahala kecuali dengan niat.
Kaidah ini, memberikan kepada kita pedoman untuk
membedakan perbuatan yang bernilai ibadah dengan yang
bukan bernilai ibadah, baik itu ibadah yang mahdah (jika
dilakukan tanpa niat,ibadah tersebut tidak sah karena niat
merupakan rukun) maupun ibadah yang ammah (jika
dilakukan
perbuatan
tanpa
menyertakan
keduniaan
niat
semata
tidak
beribadah
maka
mendatangkan
pahala).5
(
Niat seorang mukmin lebih baik daripada amalnya.
Misalkan, apabila ada seseorang yang mengalami
musibah kecelakaan dan kita pada saat berkata pada
semua orang akan membantu orang tersebut untuk dibawa
ke RS dan menanggung semua biaya RS tersebut. Namun
kenyataannya setelah keluarga orang itu datang, kita
langsung
memberikan
kuitansi
pembayaran
kepada
Apabila berbeda antara yang diucapkan dengan yang di
hati, yang dijadikan pegangan adalah yang didalam hati
Sebagai contoh, apabila hati niat wudhu, sedang
yang diucapkan adalah mendinginkan anggota badan,
maka wudnya tetap sah.
(
(
Tidak wajib niat ibadah dalam setiap bagian, tetapi niat
wajib dalam keseluruhan yang dikerjakan.
Contohnya, yaitu sebagai berikut, ketika kita berniat
untuk melakukan shalat, maka niat cukup satu kali, dan
tidak perlu mengucapkan niat pada tiap kali gerakan
shalat.6
(
Setiap dua kewajiban tidak boleh dengan satu niat,
kecuali ibadah haji dan umrah.
Berdasarkan kaidah di atas, dapat diambil contoh
sebagai berikut, yaitu seseorang berniat melakukan mandi
wajib kemudian orang tersebut ingin berwudhu dengan
menggunakan niat yang pertama yaitu niat mandi wajib,
maka hal itu tidak diperbolehkan sebab dalam dua
kewajiban tidak boleh dengan satu niat saja.
membayar
hutang
puasa
dan
ingin
hanya
(
Sumpah itu harus berdasarkan kata-kata dan maksud.
Khusus untuk sumpah ada kata-kata yang khusus
yang digunakan, yaitu wallahi atau demi Allah saya
bersumpah bahwa saya... dan seterusnya. Selain itu harus
diperhatikan pula apa maksud dengan sumpahnya itu.
Selain itu harus diperhatikan pula apa maksud dengan
sumpahnya. Dalam hukum Islam, antara niat, cara, dan
tujuan harus ada dalam garis lurus, artinya niatnya harus
ikhlas, caranya harus benar dan baik, dan tujuannya harus
mulia untuk mencapai keridhaan Allah SWT.
(sesuatu yang disyaratkan {diharuskan} untuk ditentukan,
kesalahan pada penentuan menjadikan sesuatu itu batal).
Misalnya, orang yang melaksanakan sholat dhuhur,
tetapi ia keliru niat sholat ashar maka sholatnya tidak sah.
Sehingga dalam kasus ini menentukan bahwa sholat
dhuhur adalah keharusan bagi sahnya ibadah tersebut.
(Sesuatu yang di syaratkan menyebutkannya secara garis
besar, jika di dalam pelaksanaannya ditentukan secara
rinci, jika salah dalam penentuan berakibat fatal).
Misalnya, orang yang niat melaksanakan sholat
jenazah laki-laki, tetapi ternyata jenazahnya perempuan,
maka sholatnya tidak sah. Dalam hal ini menentukan jika
sholat jenazah sangat dipersyaratkan secara rinci.
(Sesuatu yang tidak di syaratkan untuk menyebutkannya,
baik secara garis besar, maupun secara detail, jika
disebutkan dan ternyata salah, maka tidak membawa
kerusakan).
Misalnya orang yang niat sholat ashar di Mesir,
ternyata ia berada di Irak, shalatnya tetap sah. Dalam hal
ini menentukan tempat sholat tidak dipersyaratkan sama
sekali, baik secara garis besar maupun detail.8
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
bahwa hukum
Pengertian kaidah
hukum
subjek
perkataan
atau
perbuatan
(
(
(
(
(
(
DAFTAR PUSTAKA