Anda di halaman 1dari 41

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Islam mengajarkan berbagai macam kebaikan. Kebaikan merupakan

perbuatan yang sangat terpuji atau merupakan kearifan atau suatu bentuk

kebijaksanaan. Apa yang dikerjakan sekarang mungkin tidak lagi bisa dikerjakan

satu menit ataupun satu tahun yang akan datang. Saat itu seseorang akan menyesal

mengapa tidak mengerjakannya waktu itu. Tidak ada siapapun yang bisa

menolongnya, ketika dia kehilangan satu kesempatan.

Allah swt sebagai pencipta seluruh makhluk, dengan kasih sayangnya

memberikan dorongan dan motivasi kepada manusia dalam berperilaku di dunia

untuk melakukan kebaikan. Pendapat itu sejauh yang penulis ketahui sesuai

dengan firman Allah swt Q.S Al - baqarah ayat 148 :

‫َو ِلُك ٍّل ِّو ْج َهٌة ُهَو ُمَو ِّلْيَها َفاْسَتِبُقوا اْلَخ ْيٰر ِۗت َاْيَن َم ا َتُك ْو ُنْو ا َيْأِت ِبُك ُم ُهّٰللا‬
‫َج ِم ْيًعاۗ ِاَّن َهّٰللا َع ٰل ى ُك ِّل َش ْي ٍء َقِد ْيٌر‬
Terjemahnya:
Dan setiap umat mempunyai kiblat yang dia menghadap kepadanya. Maka
berlomba-lombalah kamu dalam kebaikan. Di mana saja kamu berada,
pasti Allah akan mengumpulkan kamu semuanya. Sungguh, Allah
Mahakuasa atas segala sesuatu.1
Manusia diciptakan Allah berbeda dari makhluk lainnya, yaitu diberinya

akal fikiran. Hal ini menunjukan agar manusia mau berfikir sehingga

1
Departemen Agama Republik Indonesia, Alquran dan terjemah-Nya, (Surabaya:Jawara
Surabaya, 2000)., 38
2

memudahkannya dalam menentukan perbuatan, dengan akal manusia dapat

memilih untuk berbuat baik dan taat pada Tuhannya.

Akal lah yang membimbing manusia dalam kehidupan untuk mengetahui

sisi perbuatan baik atau sisi buruk pada setiap perbuatan. Seseorang mengetahui

sisi baik maka ia telah mengetahui kebaikan perbuatan tersebut secara pasti,

begitupun jika ia mengetahui sisi buruk dalam perbuatan buruk, maka ia pun

mengetahui keburukan dari perbuatan tersebut dengan demikian segeralah

berlomba dalam melakukkan kebaikan (fastabiqul khairaat).

Salah seorang sahabat yang bernama Mujahid mengatakan bahwa

kebaikan itu adalah apa yang ditetapkan di dalam hati berupa ketaatan kepada

Allah swt selanjutnya tokoh lain berpendapat yaitu Adh-Dhahhak, mengatakan

mengenai kebaktian dan ketakwaan adalah pelaksanaan semua kewajiban menurut

semestinya. 2

Mengenai tafsir Q.S al-Baqarah ayat 148 ini, Al - Aufi meriwayatkan dari

Ibnu Abbas bahwasanya tiap-tiap pemeluk suatu agama ada tujuannya sendiri.

orang yang beriman tujuan atau kiblatnya hanya satu, yaitu mendapat ridha Allah

swt.3 Kiblat bukanlah pokok, bagi Allah swt timur dan barat adalah sama, yang

pokok ialah menghadapkan hati langsung kepada Allah. Itulah wijhah atau tujuan

yang sebenarnya. Dalam agama tidak ada paksaan, hanya berlombalah berbuat

kebaikan, sama-sama beramal dan membuat jasa dalam kehidupan ini. Kalau

manusia dipanggil menghadap kepada Allah, dipertanggung jawabkanlah amalan

2
Disadur dari Abdullah bin Muhammad, Tafsir Ibnu Katsir, Jilid I (Bogor. Pustaka imam
asyafi’i, 2001)., 330
3
Disadur dari Hamka, Tafsir Al-Azhar juz II, (Jakarta:PT. Pustaka Panjmas: 1984)., 14
3

yang telah dikerjakan di dunia. Ayat ini adalah seruan merata, seruan damai ke

dalam masyarakat manusia berbagai agama. Bukan khusus kepada umat

Muhammad saja.

Pada ayat tersebut di atas mengandung janji kebaikan bagi orang yang taat

dan ancaman siksa bagi orang yang maksiat. Kemudian Allah menegaskan tidak

sulit bagi-Nya untuk menghimpun kembali semua manusia pada hari pembalasan

nanti.

B. Rumusan dan Batasan Masalah

1. Rumusan Masalah

Dari kandungan uraian singkat yang melatar belakangi pemilihan

judul skripsi ini, penulis mencoba mengemukakan pokok permasalahan

"Al - khair dalam perspektif Al-Qur'an" dengan sub masalah sebagai

berikut :

a. Bagaimana term-term al-khair dalam perspektif al-Qur'an?

b. Bagaimana bentuk al-khair dalam persperktif al-Qur'an?

2. Batasan Masalah

Setelah penulis merumuskan masalah yang diangkat dalam permasalahan

dan pembahasan skripsi ini, maka penulis memberikan batasannya kepada

pembagian ayat al-Qur'an yang membahas masalah al-khair dalam bentuk mufrad

(tunggal), sementara untuk bentuk jamaknya hanya dicantumkan sebagai

tambahan untuk diketahui. Selain itu penulis juga memaparkan sinonim

(persamaan kata) dan antonim (lawan kata) dari kata al-khair dan penggunaanya
4

demi membantu dan memperjelas maksud dari masing-masing sinonim dan

antonim dari kata al-khair itu sendiri.

C. Pengertian Judul
Untuk menghindari kekeliruan dalam penafsiran judul skripsi ini, maka

penulis akan mengemukakan beberapa pengertian yang terangkum dalam skripsi

ini sebagai berikut :

1. Al-khair

Kata khair merupakan bentuk mashdar (bentuk infinitif) dari

khaara yakhiiru yang berarti menjadi baik. Di dalam penggunaannya,

kata ini berfungsi sebagai isim (kata benda), sebagai isim tafdhil

(tingkat perbandingan) dan bisa pula sebagai shifah musyabbahah

(kata yang serupa dengan sifat).4

2. Perspektif

Persepektif yaitu cara melukiskan suatu benda dan lain lain

pada permukaan yang mendatar sebagaimana yang terlihat oleh mata

dengan tiga dimensi (panjang, lebar dan tinggi). Dalam pengertian lain

adalah sudut pandang.5

3. Al-Qur’an

Secara harafiah, Al-Qur’an berarti “bacaan yang sempurna”. Hal ini

senada dengan bunyi firman Allah sebagai berikut : (QS. Al-Qiyamah (75): 17(

4
Sahabuddin, Ensiklopedi Alquran: Kajian Kosa Kata, (Jakarta: Lentera hati, 2007, 448.
5
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Cet III;
Jakarta: Balai Pustaka.)., 675
5

‫ِإَّن َع َلْيَنا َج ْمَع ُه َو ُقْر َء اَنُه َفِإَذَقَر ْأَنُه َفاَّتِبْع ُقْر َء اَنُه‬
Terjemahnya:
Sesungguhnya mengumpulkan Alquran (di dalam dadamu) dan
(menetapkan) membacanya (pada lidahmu) itu adalah tanggungan kami
(karena itu) jika kami telah membacakannya, hendaklah kamu mengikuti
bacaannya.6

Sedangkan menurut Quraish shihab, al-Qur’an yang secara harafiah berarti

“bacaan sempurna.”7 Dari segi istilah dalam kitab Al-Tibyaan fii’ulum al-Qur’an

terdapat pengertian sebagai al-Qur’an sebagai berikut :

“Al-Qur’an adalah kalam Allah yang tiada tandingannya (mu’jizat)

diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, penutup para Nabi dan dengan

perantaraan Malaikat Jibril as, ditulis dalam mushaf-mushaf yang disampaikan

kepada umat manusia secara mutawatir (oleh orang banyak). Serta

mempelajarinya merupakan ibadah dimulai dengan surat al-fatihah dan ditutup

dengan surah an-Naas”8

D. Tinjauan Pustaka
Di dalam penulisan karya ilmiah, ada beberapa penulisan yang

menyinggung tentang al-khair antara lain :

Muhammad Fuad ‘Abdul Baqi dalam kitab al-Mu’jam al-Mufakhras

disebutkan bahwa kata al-khair sebagai berikut :9

6
Departemen Agama Republik Indonesia, op.cit., 999.
7
Disadur dari M. Quraish Shihab, Wawasan Alquran, Tafsir Maudu’I Atas Berbagai
Persoalan Umat, cet. I; Bandung: Mizan,)., 3
8
M. Aly Asy-Shaabuuny, Attibyaan fii’ ulum Alquran, diterjemakan oleh M. Mudhari
Umar dan M. Matsir, H.S dengan judul Pengantar Study Alquran (Jakarta: Al-Maarif, [t. Th])., 18
9
Disadur dari Muhammad Fuad Abdul Baqi, al-Mu’jam al-Mufakhras li al-Fadzilquran
(Cairo: Daarul Hadits)., 316-319
6

1. 139 kata khairun/khairin antara lain dalam Q.S. al-Baqarah (2) : 54, 180,

221, al-Imran (5): 110, 150 dan surah al-Maidah (5): 48.

2. 37 kata khairan antara lain dalam surah al-Baqarah (2): 158, 184, an-Nisa

(4): 19, 46, 170, al-an’am (6): 158.

3. 2 kata akhyar terdapat dalam surah Shaad (38): 47, 48.

4. 10 kata al-khairaat antara lain dalam surah al-Baqarah (2): 148, al-Maidah

(5): 48, al-Anbiyah (21): 90.

Sedangkan kata yang bersinonim dengan al-khair antara lain :

1. Al-birr dalam al-Qur’an dalam segala bentuknya disebur sebanyak 32 kali,

diantaranya dalam surah al-Baqarah (2): 44, 177, 189, 224 dan al-Imran

(3): 96, 193, 198.10 Bila kata Barr dihubungkan dalam konteks

pembicaraan dalam al-Qur’an maka akan ditemukan dua pengertian.

a. Sesuai dengan makna aslinya “daratan”, al-An’am (6): 63, 97,

Yunus (10): 22, al-Ankabut (29): 65.

b. “pemberi kebaikan” yang merupakan salah satu sifat Allah swt,

sesuai dengan firman-Nya surat at-Tur ayat 28 :

‫ِإَّنا ُكَّنا ِم ْن َقْبُل َنْد ُع ْو ُه ِإَّنُه ُهَو اْلَبُّر اْلُّر ِح يُم‬

Terjemahnya:
"Sesungguhnya kami menyembah-Nya sejak dahulu. Dialah Yang Maha
Melimpahkan kebaikan, Maha Penyayang."11

Yang maha pemberi kebaikan terhadap semua makhluk-Nya tanpa

membedakan rasa dan warna kulit, juga tanpa membedakan apakah seorang itu

10
Disadur dari Ibid
11
Departemen Agama Republik Indonesia, op.cit., 867.
7

mukmin atau kafir. Termasuk dalam kategori pertama ini segala bentuk kebaikan

yang dilakukan oleh manusia, seperti dalam QS. al-Baqarah ayat 44 :

‫َأَتْأُم ُرْو َنالَّناَس ِبْالِبِّر َو َتْنَس ْو َن َأْنُفَس ُك ْم َو َاْنُتْم َتْتُلْو َناْلِكَتَب َأَفَال َتْع ِقُلوَن‬
Terjemahnya:
"Mengapa kamu menyuruh orang lain (mengerjakan) kebajikan,
sedangkan kamu melupakan dirimu sendiri, padahal kamu membaca Kitab
(Taurat)? Tidakkah kamu mengerti?"12

Jika diperhatikan penggunaannya dalam al-Qur’an, maka makna yang

paling dominan adalah “kebaikan” atau “pelaku kebaikan”.

Bahkan Muhammad Nuruddin mengutip perkataan al Imam al Raqib al

Asfihani, beliau mengatakan “al-Birr” ialah segala bentuk kebaikan.

2. Hasanah dalam al-Qur’an disebutkan sebanyak 28 kali dalam surah. 13

Makna hasanah ialah kenikmatan yang menggembirakan manusia berupa

pertolongan, kesehatan, kebaikan dan sebagainya. Pada intinta makna

hasanah menurut al Raqib ialah “kebaikan yang didapat oleh manusia”,

sekalipun sebagian ahli tafsir memberikan makna dilihat dari tatanan

kalimatnya (siaqul kalimah) seperti firman Allah SWT dalam surah al-

Imran ayat 120:

‫ِاْن َتْمَس ْس ُك ْم َح َس َنٌة َتُس ْؤ ُهْم و َو ِإْن ُتِص ْبُك ْم َس ِّيَئٌة َيْفَر ُحوْاِبَها َو ِإْن َتْض ِبُروْا‬
‫َو َتَّتُقوْااَل َيُصُّر ُك ْم َكْيُدُهْم َش يًئا ِإَّناَهَّلل ِبَم ا َيعَم ُلْو َن ُمِح ْيٌط‬
Terjemahnya:
"Jika kamu memperoleh kebaikan, (niscaya) mereka bersedih hati, tetapi
jika kamu tertimpa bencana, mereka bergembira karenanya. Jika kamu
bersabar dan bertakwa, tipu daya mereka tidak akan menyusahkan kamu

12
Ibid., 16
13
Disadur dari Muhammad Fuad Abdul Baqi, op.cit
8

sedikit pun. Sungguh, Allah Maha Meliputi segala apa yang mereka
kerjakan."14

Hasanah disini mempunyai makna “kemenangan” atau “rampasan

perang”, ini dilihat dari susunan kalimatnya bukan dari lafadznya. Namun Abu

Hayyan berpendapat makna al-Hasanah dilihat dari lafadznya bukan dari dilalah

lafadznya, apapun penfsiran yang dikatakan oleh para mufassir pada intinya

semuanya terkandung segala bentuk kebaikan.15

3. Al Husna disebut dalam al-Qur’an sebanyak 17 kali dan maknanya sama

seperti hasanah terkandung makna “kebaikan”.16

4. Ihsan dalam al-Qur’an disebut sebanyak 12 kali, 4 dengan memakai isim

fa’il dan 33 dalam bentuk jamak, diantaranya dalam surah al-Baqarah ayat

195:

‫َو َأْح ِس ُنوْا ِإَّناَهلل ُيِح ُّب اْلُم ْح ِسِنْيَن‬


Artinya :
Dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai Orang-orang yang
berbuat baik.17

E. Metode Penelitian
Dalam penyusunan skripsi ini penulis menggunakan metode yang

sesuai dengan pembahasan. Adapun metodenya yaitu sebagai berikut :

14
Departemen Agama Republik Indonesia, op.cit., 96
15
Disadur dari Muhammad Nuruddin, al-Istirok al-Lafdzi fi Alquran al-Karim, (Suria:
Dar al-Fikr)., 109
16
Disadur dari Muhammad Fuad Abdul Baqi., op.cot.,
17
Ibid., 47
9

1. Metode Pelaksanaan Penelitian

Dalam merealisasikan kegiatan penelitian, penulis

mengintensifkan studi literatur dimana penulis membahas masalah

dalam satu literatur dan kemudian membandingkannya dengan

literatur-literatur lainnya menyangkut objek pembahasan yang akan

dibahas dalam skripsi ini.

2. Metode Pendekatan

Untuk memperoleh pembahasan yang akurat, identik dengan

judul yang dikehendak, makan dalam penyusunan skripsi ini

diperlukan metode pendekatan dalam bentuk pendekatan-pendekatan

teori tertentu. Adapun metode pendekatan yang penulis gunakan dalam

penyusunan skripso ini yaitu :

a. Pendekatan interpretasi tematik dalam al-Qur’an, yaitu pendekatan

interpretasi al-Qur’an yang berkaitan dengan tema pokok al-khair,

kemudian mengangkat dalam satu topik.

b. Pendekatan tafsir, yaitu dengan menganalisis panafsiran-penafsiran

ayat yang berkaitan dengan pembahasan al-khair, khususnya tafsir

yang menggunakan metode maudh’i (tematik)

3. Tehnik Pengumpulan Data

Dalam tahap pengumpulan data, penulis menggunakan tehnik

library research (penelitian kepustakaan) yaitu penulis membahas


10

skripsi ini berdasarkan tinjauan kepustakaan dengan meneliti buku-

buku, literatur, majalah atau surat kabar, buletin dan semacamnya.18

Metode ini menggunakan kutipan langsung dan kutipan tidak

langsung. Kutipan langsung yaitu mengambil suatu pendapat atau

pokok pikiran dan komentar dari suatu sumber pustaka sesuai aslinya

tanpa melakukan perubahan redaksi atau makna. Sedangkan kutipan

tidak langsung yaitu mengambil suatu pendapat atau pokok pikiran dan

komentar dari suatu sumber pustaka dengan mengambil ide pokoknya

saja sedangkan bahasa dan kalimatnya diformulasi oleh penulis

sendiri.19

4. Tehnik Pengolahan dan Analisis Data

Setelah sejumlah data berhasil dikumpulkan oleh penulis, maka

langkah selanjutnya adalah mengolah dan menganalisis kembali

melalui metode-metode sebagai berikut:

a. Tehnik Pengolahan Data

Data-data yang ada pada penulis diolah dengan menggunakan

metode kualitatif, dimana penulis mengolah data dalam bentuk

non statistik, seperti halnya mengomentari data, menjelaskan dan

menyimpulkan terhadap teori-teori tertentu yang dikaji.

b. Tehnik Analisis Data

18
Pedoman Penulisan Karya Tulis Ilmiah Bagi Mahasiswa STAIN Datokaramah Palu,
2008., 12
19
Ibid.
11

Dalam rangka menganalisis data sampai pada wujud tulisan karya

ilmiah, maka penulis menggunakan tehnik sebagai berikut :

1. Tehnik analisis induktif yaitu tehnik analisis yang berangkat dari

pernyataan-pernyataan yang bersifat khusus menuju pernyataan-

pernyataan yang bersifat umum.20

2. Tehnik analisis deduktif yaitu tehnik analisis yang berangkat dari

pernyataan-pernyataan yang bersifat umum menuju pernyataan-

pernyataan yang bersifat khusus21

3. Tehnik analisis komparatif yaitu tehnik analisis yang merupakan

penggabungan antara tehnik analisis infuktif dan tehnik analisis

deduktif.

F. Tujuan dan Manfaat Penelitian


Kita mengetahui bahwa segala sesuatu yang diusahakan oleh manusia

tentunya mempunyai maksud dan tujuan tersendiri. Oleh karena itu, adapun

tujuan serta manfaar dari penelitian skripsi ini adalah :

1. Tujuan Penelitian

a. Ingin mengetahui bagaimana al-Qur’an membicarakan tentang al-

Khair, sekaligus mencari sinonim atau persamaan kata al-Khair dalam

al-Qur’an

20
Ibid., 13
21
Ibid.
12

b. Ingin mengembangkan makna atau term dari kata al-khair dalam

perspektif al-Qur’an

2. Manfaat Penelitian

a. Secara ilmiah penelitian ini merupakan sumbangsih penulis terhadap

ilmu pengetahuan agama yang berkaitan dengan syariat islam,

sekaligus menjadi media pembelajaran yang dijadikan landasan

berfikir yang sistematis dan rasional sesuai dengan prosedur yang ada

karena penelitian ini menuntut penalaran secara ilmiah, baik dari segi

kebahasaan maupun keakuratan data.

b. Secara praktis penulis mengharapkan agar tulisan ini dapat dipahami

sehingga memberikan wahana baru sekaligus berfungsi untuk berdaya

dan berhasil guna.

G. Garis-Garis Besar Isi Skripsi


Untuk mempermudah pembaca dalam memahami skripsi ini, maka berikut

ini akan dikemukakan gambaran umum atau garis besar dari skripsi ini ialah

sebagai berikut :

Bab pertama, penulis mengemukakan hal-hal yang melatar belakangi

masalah al-Khaid. Selanjutnya, dirumuskan beberapa masalah penting yang

dilanjutkan pemberian batasan permasalahan serta diteruskan pada pengertian

judul yang merujuk kembali pada berbagai bahan bacaan agar lebih jelas
13

keberadaannya. Kemudian, dilanjutkan pada metode penelitian serta dihubungkan

dengan garis-garis besar isi skripsi.

Bab ketiga, penulis mengemukakan istilah-istilah alkhair dalam al-Qur’an

yang meliputi sub bab tentang perubahan kata, sinonim kata alkhair dan

penggunaannya dan alkhair dalam struktur kalimat.


14

BAB II

GAMBARAN UMUM TENTANG TAFSIR TEMATIK

A. Pengertian Tafsir Tematik

Kata maudhu'i berasal dari bahasa Arab yaitu maudhu' yang

merupakan isim maf'ul dari fi 'ił madhi wadha'a yang berarti meletakkan,

menjadikan, mendustakan dan membuat-buat.22 Arti maudhu 'i yang

dimaksud di sini iaiah yang dibicarakan atau judul atau topik atau sektor,

sehingga tafsir maudhu'i berarti penjelasan ayąt-ayat al-Qur'an yąng

mengenai satu judul atau topik atau sektor pembicaraan tertentu, bukan

maudhu'i yang berarti yang didustakan atau dibuat-buat, seperti arti kata

hadits maudhu 'i yang berarti hadits yang didustakan atau dipalsukan atau

dibuat-buąt.23

Adapun pengertian tafsir maudhu'i (tematik) ialah mengumpulkan

ayat-ayat al-Qur'an yang mempunyai tujuan yang satu yang bersama-sama

membahas judul atau topik atau sektor tertentu dan menertibkannya

sedapat mungkin sesuai dengan masa turunnya selaras dengan sebab-sebab

turunnya, kemudian memperhatikan ayat-ayat tersebut dengan penjelasan-

penjelasan, keterangan-keterangan dan hubungan-hubungannya dengan

ayat-ayat lain, kemudian mengistinbatkan hukum-hukum.24

22
http://maragustam siregar.wirdpress.com. Diakses pada 8 juni 2023
23
Abdul Djalal, Urgensi Tafsir Maudu’I pada masa kini (Jakarta: kalam mulia, 1990),
83-84
24
Metode Tafsir Maudu’I, op cit., diakses pada februari 2023
15

Menurut al-Sadr bahwa istilah maudhu 'i digunakan untuk

menerangkan ciri pertama bentuk tafsir ini, yaitu ia mulai dari sebuah tema

yang berasal dari kenyataan eksternal dan kembali ke al-Qur'an. la juga

disebut sintesis karena merupakan upaya menyatukan pengalaman

manusia dengan al-Qur'an.25 Namun bukan berarti metode ini berusaha

untuk memaksakan pengalaman ini kepada al-Qur'an dan menundukkan

al-Quran kepadanya. Melainkan menyatukan keduanya di dalam konteks

suatu pencarian tunggal yang ditunjukkan untuk sebuah pandangan Islam

mengenai suatu pengalaman manusia tertentu atau suatu gagasan khusus

yang dibawa oleh si mufassir ke dalam konteks pencariannya. Bentuk

tafsir ini disebut tematik atas dasar keduanya, yaitu karena ia memilih

sekelompok ayat yang berhubungan dengan sebuah tema tunggal. Disebut

sistetis, atas dasar ciri kedua ini karena ia melakukan sintesa terhadap

ayat-ayat berikut artinya ke dalam sebuah pandangan yang tersusun.

Dari beberapa gambaran di atas dapat dirumuskan bahwa tafsir

maudhu'i ialah upaya menafsirkan ayat-ayat al-Quran mengenai suatu

tema tertentu, dengan mengumpulkam semua ayat atau sejumlah ayat yang

dapat mewakili dan menjelaskannya sebagai suatu kesatuan untuk

memperoleh jawaban atau pandangan al-Quran secara utuh tentang tema

tertentu, dengan memperhatikan tertib turunnya masing-masing ayat dan

sesuai dengan asbabun nuzul.

B. Sejarah Perkembangan Tafsir Tematik


25
Ibid
16

Dasar-dasar tafsir maudhu 'i telah dimulai oleh Nabi SAW sendiri

ketika menafsirkan ayat dengan ayat, yang kemudian dikenal dengan nama

tafsir bi alma’sur. Seperti yang dikemukakan oleh al Farmawi bahwa

semua penafsiran ayat dengan ayat bisa dipandang sebagai tafsir maudhu 'i

dalam bentuk awal.26 Menurut Quraish Shihab, tafsir tematik berdasarkan

surah digagas pertama kali oleh seorang guru besar jurusan Tafsir, fakultas

Ushuluddin Universitas al-Azhar, Syaikh Mahmud Syaltut, pada Januari

1960, karya ini termuat dalam kitabnya "Tafsir al-Qur'an al-Karim",

sedangkan tafsir maudhu'i berdasarkan subjek digagas pertama kali oleh

Prof. Dr. Ahmad Sayyid al-Kumiy, seorang guru besar di institusi yang

sama dengan Syaikh Mahmud Syaltut, jurusan tafsir, fakultas Ushuluddin

Universitas al-Azhar, dan menjadi ketua jurusan tafsir sampai tahun 1981,

model tafsir ini digagas pada tahun seribu sembilan ratus enam puluhan.

Buah dari tafsir model ini menurut Quraish Shihab di antaranya

adalah karyakarya Abbas Mahmud al Aqqad , al-Insan fi al-Qur'åL al-

Mar'ah fi al-Qur'än, dan karya Abul A’la al-Maududi, al-Ribä fi al-Qur

'än.27 Kemudian tafsir model ini dikembangkan dan disempurnakan lebih

sistematis oleh Prof. Dr. Abdul Hay al-Farmawi, pada tahun 1977, dalam

kitabnya al-Bidayahfi al-Tafsir al-Maudu 'i: Dirasah Manhajiyah

Maudu'iyah. Namun, jika merujuk pada catatan lain, kelahiran tafsir

26
Al-Farmawati, al-Biadayyah fi al-Tafsir al-Maudu’I diterjemahkan Rosidin Anwar
dengan judul Metode Tafsir Maudu’i (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1994)., 15

27
M. Quraish Shihab, Membumikan al-Quran(Cet; I, Bandung: Mizan, 1992)., 114
17

tematik jauh lebih awal dari apa yang dicatat Quraish Shihab, baik tematik

berdasar surah maupun berdasarkan subjek.28

Kaitannya dengan tafsir tematik berdasar surah al-Qur'an, Zarkashi

(745794/1344-1392), dengan karyanya al- Burhân, misalnya adalah salah

satu contoh yang paling awal yang menekankan pentingnya tafsir yang

menekankan bahasan surah demi surah. Demikian juga Suyuti (w.

911/1505) dalam karyanya al-ltqan. Sementara tematik berdasar subyek,

diantaranya adalah karya Ibn Qayyim alJauziyah (1292- 1350H.), ulama

besar dari mazhab Hambali, yang berjudul al-Bayan fi Aqsam al-Qur’an,

Majaz al- Qur'an oleh Abu 'Ubaid, Mufradat alQur'an oleh al-Raghib al-

lsfahani, Asbab al-Nuzul oleh Abu al-Hasan al-Wahidi al-Naisaburi (w.

468/1076), dan sejumlah karya dalam Nasikh wal Mansukh,yakni :

1. Naskh al-Qur’an oleh Abu Bakar Muhammad al-Zuhri (w.124/742),

2. Kitab al-Nasikh wa al-Mansukh fi al-Qur’an al-Karim oleh al-Nahhas

(w.338/949),

3. al-Nasikh wa al-Mansukh oleh Ibn Salama (w.410/1020),

4. al-Nasikh wa al-Mansukh oleh Ibn al-‘Ata`iqi (w.s.790/1308),

5. Kitab al-Mujaz fi al-Nasikh wa al-Mansukh oleh Ibn Khuzayma al-

Farisi.

Sebagai tambahan, tafsir Ahkam al-Qur’an karya al-Jasas (w. 370 H),

adalah contoh lain dari tafsir semi tematik yang diaplikasikan ketika

menafsirkan seluruh al-Qur’an.29


28
Ibid
29
http:.//id.wikipediaa.org/wiki/tafsir_al-Quran, di akses pada tanggal 20 Feruari 2023
18

Oleh karena itu, meskipun tidak fenomena umum, tasfir tematik sudah

diperkenalkan sejak sejarah awal tafsir. Lebih jauh, perumusan konsep

ini secara metodologis dan sistematis berkembang di masa

kontemporer. Demikian juga jumlahnya semakin bertambah di awal

abad ke 20, baik tematik berdasarkan surah al-Qur’an maupun tematik

berdasarkan subyek atau topik.

C. Metodologi Tafsir Tematik

Metode tafsir maudhu 'i adalah metode tafsir yang berusaha

mencari jawaban al-Qur'an dengan cara mengumpulkan ayat-ayat Al-

Qur'an yang mempunyai tujuan satu, yang bersama-sama membahas topik

atau judul tertentu dan menertibkannya sesuai dengan masa turunnya

selaras dengan sebab-sebab turunnya, kemudian memperhatikan ayat-ayat

tersebut dengan penjelasan-penjelasan, keterangan-keterangan dan

hubungan-hubungannya dengan ayat-ayat lain kemudian mengambil

hukum-hukum darinya.

Menurut Al-farmawi metode tafsir maudhu'i ialah metode yang

membahas ayat-ayat al-Qur'an sesuai dengan tema atau judul yang telah

ditetapkan. Semua ayat yang berkaitan dihimpun, kemudian dikaji secara

mendalam dan tuntas dari berbagai aspek yang terkait dengannya, seperti

asbab al-nuzul, kosakata, dan sebagainya, semua dijelaskan dengan rinci

dan tuntas, serta didukung oleh dalil-dalil atau fakta-fakta yang dapat

dipertanggungjawabkan secara ilmiah, baik argumen yang berasal dari al-

Qur'an, hadits, maupun pemikiran rasional. Jadi, dalam metode ini tafsir
19

al-Qur'an tidak dilakukan ayat demi ayat. la mencoba mengkaji al-Qur'an

dengan mengambil sebuah tema khusus dari berbagai macam tema

doktrinal, sosial, dan kosmologis yang dibahas oleh al-Qur'an. Misalnya ia

mengkaji dan membahas doktrin tauhid di dalam al- Qur'an, konsep

nubuwwah di dalam al-Qur'an, pendekatan al-Qur'an terhadap ekonomi

dan sebagainya.30

M. Quraish Shihab, mengatakan bahwa metode maudhu 'i

mempunyai dua pengertian. Pertama, penafsiran menyangkut satu surat

dalam al-Qur'an dengan menjelaskan tujuan-tujuannya secara umum dan

yang merupakan tema ragam dalam surat tersebut antara satu dengan

lainnya dan juga dengan tema tersebut, sehingga satu surat tersebut dengan

berbagai masalahnya merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan.

Kedua, penafsiran yang bermula dari menghimpun ayat-ayat al-Qur'an

yang dibahas satu masalah tertentu dari berbagai ayat atau surat al-Qur'an

dan sedapat mungkin diurut sesuai dengan urutan turunnya, kemudian

menjelaskan pengertian menyeluruh ayat-ayat tersebut, guna menarik

petunjuk al-Qur'an secara utuh tentang masalah yang dibahas itu. Lebih

lanjut M. Quraish Shihab mengatakan bahwa, dalam perkembangan

metode maudhu 'i ada dua bentuk penyajian pertama menyajikan kotak

berisi pesan-pesan al-Qur'an yang terdapat pada ayat-ayat yang terangkum

pada satu surat saja. Biasanya kandungan pesan tersebut diisyaratkan oleh

nama surat yang dirangkum padanya selama nama tersebut bersumber dari

30
Al-Farmawi, Al-Bidayyah fi al-Tafsir al-Maudu’I, op cit., 44
20

informasi rasul. Kedua, metode maudhu'i mulai berkembang tahun 60-an.

Bentuk kedua ini menghimpun pesan-pesan al-Qur'an yang terdapat tidak

hanya pada satu surah saja.31

Ciri metode ini ialah menonjolkan tema, judul atau topik

pembahasan, sehingga tidak salah jika dikatakan bahwa metode ini juga

disebut metode topikal. Jadi, mufassir mencari tema-tema atau topik-topik

yang ada di tengah masyarakat atau berasal dari al-Qur’an itu sendiri, atau

dari lain lain. Kemudian tema-tema yang sudah dipilih itu dikaji secara

tuntas dan menyeluruh dari berbagai aspeknya sesuai dengan kapasitas

atau petunjuk yang termuat di dalam ayat-ayat yang ditafsirkan tersebut.

Jadi penafsiran yang diberikan tidak boleh jauh dari pemahaman ayat-ayat

al-Qur’an agar tidak terkesan penafsiran tersebut berangjat dari pemikiran

atau terkaan berkala (al-ra’y al-mahdh). Oleh karena itu, dalam

pemakaiannya, metode ini tetap menggunakan kaidah-kaidah yang berlaku

secara umum di dalam ilmu tafsir.32

Dalam perkembangannya, metode maudhu’i memiliki dua bagian :

a. Mengkaji sebuah surat dengan kajian universal (tidak parsial), yang

didalamnya dikemukakan misi awalnya, lalu misi utamanya, serta kaitan

antara satu bagian surat dan bagian lain, sehingga wajah surat itu mirip seperti

bentuk yamg sempurna dan saling melengkapi. Contoh :33

31
M. Quraish Shihab op cit., 156

32
http://www.al-bidayah.com Diakses pada 20 Februari 2023
33
Ibid
21

‫َاْلَح ْم ُد ِهّٰلِل اَّلِذ ْي َلٗه َم ا ِفى الَّسٰم ٰو ِت َو َم ا ِفى اَاْلْر ِض َو َلُه اْلَح ْم ُد‬
‫ِفى اٰاْل ِخ َر ِۗة َو ُهَو اْلَح ِكْيُم اْلَخ ِبْيُر‬

Artinya : “Segala puji bagi Allah yang memiliki apa yang ada di langit dan apa

yang ada di bumi dan segala puji di akhirat bagi Allah. Dan Dialah Yang

Mahabijaksana, Mahateliti.” (QS. Al-saba’ ayat 1)

‫َيْع َل ُم َم ا َيِلُج ِفى اَاْلْر ِض َو َم ا َيْخ ُرُج ِم ْنَه ا َو َم ا َيْن ِزُل ِم َن‬
‫الَّس َم ۤا ِء َو َم ا َيْعُرُج ِفْيَهۗا َو ُهَو الَّر ِح ْيُم اْلَغ ُفْو ُر‬

Artinya : “Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi, apa yang keluar

darinya, apa yang turun dari langit, dan apa yang naik kepadanya. Dan Dialah

Yang Maha Penyayang, Maha Pengampun”.34

Pada QS. Al-saba’ ayat 1-2 diawali pujian bagi Allah dengan

menyebutkan kekuasaan-Nya. Setelah itu, mengemukakan pengetahuan-Nya yang

universal, kekuasaan-Nya yang menyeluruh pada kehendak-Nya yang bijak.

b. Menghimpun seluruh ayat Al-Qur’an yang berbicara tentang tema yang sama.

Semuanya diletakkan dibawah satu judul, lalu ditafsirkan dengan metode

maudhu’i. Contoh :

34
Departemen Agama Republik Indonesia, Alqurandan Terjemahnya, (Surabaya: Jawara
Surabaya, 2000).,683
22

‫ٰٓيَاُّيَها اَّلِذ ْيَن ٰا َم ُنْٓو ا َاْو ُفْو ا ِباْلُع ُقْو ِۗد ُاِح َّلْت َلُك ْم َبِهْيَم ُة اَاْلْنَع اِم ِااَّل‬
‫َم ا ُيْتٰل ى َع َلْيُك ْم َغْيَر ُمِح ِّلى الَّصْيِد َو َاْنُتْم ُحُر ٌۗم ِاَّن َهّٰللا َيْح ُك ُم َم ا‬
‫ُيِرْيُد‬

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Penuhilah janji-janji. Hewan ternak

dihalalkan bagimu, kecuali yang akan disebutkan kepadamu, dengan tidak

menghalalkan berburu ketika kamu sedang berihram (haji atau umrah).

Sesungguhnya Allah menetapkan hukum sesuai dengan yang Dia kehendaki.”35

Artinya: “Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, dan

(daging) hewan yang disembelih bukan atas (nama) Allah, yang tercekik, yang

dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali

yang sempat kamu sembelih. Dan (diharamkan pula) yang disembelih untuk

berhala. Dan (diharamkan pula) mengundi nasib dengan azlam (anak panah)

(karena) itu suatu perbuatan fasik. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa

untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka,

tetapi takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu

untukmu, dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridai Islam

sebagai agamamu. Tetapi barang siapa terpaksa karena lapar bukan karena ingin

berbuat dosa, maka sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (QS.

Al-Ma'idah 5: ayat 3)

35
Ibid., 15
23

Dari berbagai pembahasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa metode

tafsir maudhu’i adalah suatu metode yang cara kerjanya mengumpulkan ayat-ayat

al-Qur’an yang mempunyai tujuan yang satu yang bersama-sama membahas judul

atau topik tertentu dan menertibkannya sedapat mungkin sesuai dengan masa

turunnya selaras dengan sebab-sebab turunnya, kemudian memperhatikan ayat-

ayat tersebut dengan penjelasan-penjelasan, keterangan-keterangan dan hubungan-

hubungannya dengan ayat-ayat lain, kemudian menetapkan satu hukum

BAB III
CORAK AL-KHAIR DALAM AL-QUR’AN

A. Bentuk-bentuk kata Al-khair dalam al-Qur’an


24

Kata khair merupakan bentuk mashdar (bentuk infinitif) dari kata khaara-

yakhiiru yang berarti menjadi baik. Di dalam al-Qur’an sangat banyak ditemukan

kata al-khair, mulai dari bentuk mufradnya hingga bentuk jamaknya. Kata khair

sendiri di dalam al-Qur’an terdapat sebanyak 176 kali, dan kata tersebut antara

lain terdapat dalam QS. Al-Baqarah ayat (54, 180, 216, 221), QS. Ali-Imran ayat

(15, 26, 30, 54), QS. An-Nisa ayat (25, 59, 114, 127), QS. Al-An’am ayat (17, 32,

57), QS. Al-Ma’idah ayat (114)

QS. Al-Baqarah ayat (54, 180, 216, 221) :

‫َو ِإ ْذ َق ا َل ُم و َس ٰى ِل َق ْو ِم ِه َيا َق ْو ِم ِإ َّنُك ْم َظَل ْم ُتْم َأْنُفَس ُك ْم ِب ا ِّت َخ ا ِذ ُك ُم‬


‫ا ْل ِع ْج َل َفُتوُبوا ِإَل ٰى َبا ِر ِئ ُك ْم َفا ْق ُتُلوا َأْنُفَس ُك ْم َٰذ ِل ُك ْم َخ ْيٌر َلُك ْم ِع ْن َد‬
‫َبا ِر ِئ ُك ْم َف َتا َب َع َل ْي ُك ْم ۚ ِإ َّنُه ُهَو ال َّتَّو اُب الَّر ِح ي ُم‬
Artinya :

“Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada kaumnya, "Wahai kaumku! Kamu

benar-benar telah menzalimi dirimu sendiri dengan menjadikan (patung) anak sapi

(sebagai sesembahan), karena itu bertobatlah kepada Penciptamu dan bunuhlah

dirimu. Itu lebih baik bagimu di sisi Penciptamu. Dia akan menerima tobatmu.

Sungguh, Dia-lah Yang Maha Penerima Tobat, Maha Penyayang.”36

‫ُك ِتَب َع َل ْي ُك ْم ِإ َذ ا َح َض َر َأَح َد ُك ُم ا ْل َم ْو ُت ِإ ْن َت َر َك َخ ْي ًر ا ا ْل َو ِص َّيُة‬


‫ِل ْل َو ا ِل َد ْي ِن َو ا َأْلْق َر ِب ي َن ِب ا ْل َم ْع ُر و ِف ۖ َح ًّق ا َع َل ى ا ْل ُم َّتِق ي َن‬

36
Departemen Agama Republik Indonesia, Alquran dan Terjemahnya, (Surabaya: Jwara
Surabaya, 2000)., 17
25

Artinya : “Diwajibkan atas kamu, apabila maut hendak menjemput seseorang di

antara kamu, jika dia meninggalkan harta, berwasiat untuk kedua orang tua dan

karib kerabat dengan cara yang baik, (sebagai) kewajiban bagi orang-orang yang

bertakwa.”37

‫َي ْس َأُلو َنَك َم ا َذ ا ُيْن ِف ُقو َن ۖ ُقْل َم ا َأْن َف ْق ُتْم ِم ْن َخ ْي ٍر َف ِل ْل َو ا ِل َد ْي ِن‬


‫َو ا َأْلْق َر ِب ي َن َو ا ْل َي َتا َم ٰى َو ا ْل َم َس ا ِك ي ِن َو اْب ِن الَّس ِب ي ِل ۗ َو َم ا َتْف َع ُلوا ِم ْن‬
‫َخ ْي ٍر َفِإَّن ال َّلَه ِب ِه َع ِل ي ٌم‬
Artinya : “Diwajibkan atas kamu berperang, padahal itu tidak menyenangkan

bagimu. Tetapi boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik

bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu.

Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.”38

‫ُك ِتَب َع َل ْي ُك ُم ا ْل ِق َتاُل َو ُهَو ُك ْر ٌه َلُك ْم ۖ َو َع َس ٰى َأ ْن َت ْك َر ُهوا َشْي ًئا َو ُهَو‬


‫َخ ْيٌر َلُك ْم ۖ َو َع َس ٰى َأ ْن ُتِح ُّبوا َشْي ًئ ا َو ُهَو َش ٌّر َلُك ْم ۗ َو ال َّلُه َي ْع َل ُم َو َأْنُتْم‬
‫اَل َتْع َل ُم و َن‬
Artinya : “Dan janganlah kamu nikahi perempuan musyrik sebelum mereka

beriman. Sungguh, hamba sahaya perempuan yang beriman lebih baik daripada

perempuan musyrik meskipun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu nikahkan

orang (laki-laki) musyrik (dengan perempuan yang beriman) sebelum mereka

beriman. Sungguh, hamba sahaya laki-laki yang beriman lebih baik daripada laki-

laki musyrik meskipun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka,

sedangkan Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. (Allah)

menerangkan ayat ayat-Nya kepada manusia agar mereka mengambil pelajaran.” 39


37
Ibid., 44
38
Ibid.,52
39
Ibid 53
26

QS. Ali-Imran ayat (15, 26, 30, 54) :

‫ُقْل َأُؤ َن ِّب ُئُك ْم ِب َخ ْي ٍر ِم ْن َٰذ ِل ُك ْم ۚ ِل َّلِذ ي َن ا َّتَق ْو ا ِع ْن َد َر ِّب ِه ْم َج َّنا ٌت َتْج ِر ي‬
ۗ ‫ِم ْن َتْح ِتَها ا َأْل ْن َهاُر َخ ا ِلِد ي َن ِف ي َها َو َأْز َو اٌج ُم َط َّهَر ٌة َو ِر ْض َو ا ٌن ِم َن ال َّلِه‬
‫َو ال َّلُه َبِص يٌر ِب ا ْل ِع َبا ِد‬
Artinya : “Katakanlah, "Maukah aku kabarkan kepadamu apa yang lebih baik dari

yang demikian itu?" Bagi orang-orang yang bertakwa (tersedia) di sisi Tuhan

mereka surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di

dalamnya, dan pasangan-pasangan yang suci, serta rida Allah. Dan Allah Maha

Melihat hamba-hamba-Nya.”40

‫ُتْؤ ِت ي ا ْل ُم ْل َك َم ْن َتَش ا ُء َو َت ْن ِز ُع ا ْل ُم ْل َك ِم َّم ْن‬ ‫ُقِل ال َّلُهَّم َم ا ِل َك ا ْل ُم ْل ِك‬


‫َو ُتِذ ُّل َم ْن َتَش ا ُء ۖ ِب َيِد َك ا ْل َخ ْيُر ۖ ِإ َّنَك َع َل ٰى ُك ِّل‬ ‫َتَش ا ُء َو ُتِع ُّز َم ْن َتَش ا ُء‬
‫َش ْي ٍء َق ِد يٌر‬
Artinya : “Katakanlah (Muhammad), "Wahai Tuhan Pemilik kekuasaan, Engkau

berikan kekuasaan kepada siapa pun yang Engkau kehendaki, dan Engkau cabut

kekuasaan dari siapa pun yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan siapa pun

yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan siapa pun yang Engkau kehendaki.

Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sungguh, Engkau Mahakuasa atas segala

sesuatu.”41

‫َي ْو َم َتِج ُد ُك ُّل َنْف ٍس َم ا َع ِم َلْت ِم ْن َخ ْي ٍر ُم ْح َض ًر ا َو َم ا َع ِم َلْت ِم ْن ُسو ٍء‬


‫َت َو ُّد َل ْو َأ َّن َب ْيَن َها َو َب ْيَن ُه َأَم ًدا َبِع يًداۗ َو ُيَح ِّذ ُر ُك ُم ال َّلُه َنْف َس ُهۗ َو ال َّلُه‬
‫َر ُء و ٌف ِب ا ْل ِع َبا ِد‬

40
Ibid., 77
41
Ibid
27

Artinya : “(Ingatlah) pada hari (ketika) setiap jiwa mendapatkan (balasan) atas

kebajikan yang telah dikerjakan dihadapkan kepadanya, (begitu juga balasan) atas

kejahatan yang telah dia kerjakan. Dia berharap sekiranya ada jarak yang jauh

antara dia dengan (hari) itu. Dan Allah memperingatkan kamu akan diri (siksa)-

Nya. Allah Maha Penyayang terhadap hamba-hamba-Nya.”42

‫َو َم َك ُر وا َو َم َك َر ال َّلُهۖ َو ال َّلُه َخ ْيُر ا ْل َم ا ِك ِر ي َن‬


Artinya : “Dan mereka (orang-orang kafir) membuat tipu daya, maka Allah pun

membalas tipu daya. Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya.”43

QS. An-Nisa ayat (25, 59, 114, 127) :

‫َو َم ْن َل ْم َي ْس َت ِط ْع ِم ْنُك ْم َط ْو اًل َأ ْن َي ْن ِكَح ا ْل ُم ْح َص َنا ِت ا ْل ُم ْؤ ِم َنا ِت َف ِم ْن َم ا‬


‫َم َل َك ْت َأْي َم ا ُنُك ْم ِم ْن َف َت َيا ِت ُك ُم ا ْل ُم ْؤ ِم َنا ِت ۚ َو ال َّلُه َأْع َل ُم ِبِإي َم ا ِن ُك ْم ۚ َب ْع ُض ُك ْم‬
‫ِم ْن َبْع ٍض ۚ َفا ْن ِك ُح و ُهَّن ِبِإْذ ِن َأْه ِل ِه َّن َو آ ُتو ُهَّن ُأُج و َر ُهَّن ِب ا ْل َم ْع ُر و ِف‬
‫ُم ْح َص َنا ٍت َغ ْي َر ُم َس ا ِفَح ا ٍت َو اَل ُم َّتِخ َذ ا ِت َأْخ َد ا ٍن ۚ َف ِإَذ ا ُأْح ِص َّن َفِإْن‬
‫َأَتْي َن ِب َف ا ِح َش ٍة َف َع َل ْي ِه َّن ِن ْص ُف َم ا َع َل ى ا ْل ُم ْح َص َنا ِت ِم َن ا ْل َع َذ ا ِب ۚ َٰذ ِل َك‬
‫ِل َم ْن َخ ِش َي ا ْل َع َنَت ِم ْنُك ْم ۚ َو َأ ْن َتْص ِب ُر وا َخ ْيٌر َلُك ْم ۗ َو ال َّلُه َغ ُفوٌر َر ِح ي ٌم‬

Artinya : “Dan barang siapa di antara kamu tidak mempunyai biaya untuk

menikahi perempuan merdeka yang beriman, maka (dihalalkan menikahi

perempuan) yang beriman dari hamba sahaya yang kamu miliki. Allah

mengetahui keimananmu. Sebagian dari kamu adalah dari sebagian yang lain

(sama-sama keturunan Adam-Hawa), karena itu nikahilah mereka dengan izin

tuannya dan berilah mereka maskawin yang pantas, karena mereka adalah

42
Ibid., 80
43
Ibid., 84
28

perempuan-perempuan yang memelihara diri, bukan pezina, dan bukan (pula)

perempuan yang mengambil laki-laki lain sebagai piaraannya. Apabila mereka

telah berumah tangga (bersuami), tetapi melakukan perbuatan keji (zina), maka

(hukuman) bagi mereka setengah dari apa (hukuman) perempuan-perempuan

merdeka (yang tidak bersuami). (Kebolehan menikahi hamba sahaya) itu, adalah

bagi orang-orang yang takut terhadap kesulitan dalam menjaga diri (dari

perbuatan zina). Tetapi jika kamu bersabar, itu lebih baik bagimu. Allah Maha

Pengampun, Maha Penyayang.”44

‫ُأ‬
‫َيا َأُّي َه ا ا َّلِذ ي َن آ َم ُنوا َأ ِط يُعوا ال َّلَه َو َأِط يُعوا الَّر ُسو َل َو و ِل ي ا َأْل ْم ِر‬
‫ِم ْنُك ْم ۖ َف ِإْن َتَنا َز ْع ُتْم ِف ي َش ْي ٍء َف ُر ُّد و ُه ِإ َل ى ال َّلِه َو الَّر ُسو ِل ِإ ْن ُكْنُتْم‬
‫ُتْؤ ِم ُنو َن ِب ال َّلِه َو ا ْل َي ْو ِم ا آْل ِخ ِر ۚ َٰذ ِل َك َخ ْيٌر َو َأْح َس ُن َتْأ ِو ي اًل‬
Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul

(Muhammad), dan ulil amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian,

jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah

(Al-Qur'an) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari

kemudian. Yang demikian itu, lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”45

‫َأْو‬ ‫اَل َخ ْي َر ِف ي َك ِث ي ٍر ِم ْن َنْج َو ا ُهْم ِإ اَّل َم ْن َأَم َر ِب َص َد َقٍة‬


‫ا َء‬ ‫َم ْع ُر و ٍف َأْو ِإْص اَل ٍح َبْي َن ال َّن ا ِس ۚ َو َم ْن َيْف َع ْل َٰذ ِل َك اْب ِت َغ‬
‫َم ْر َض ا ِت ال َّلِه َفَس ْو َف ُنْؤ ِت ي ِه َأْج ًر ا َع ِظ ي ًم ا‬

Artinya : “Tidak ada kebaikan dari banyak pembicaraan rahasia mereka kecuali

pembicaraan rahasia dari orang yang menyuruh (orang) bersedekah, atau berbuat

44
Ibid., 121
45
Ibid., 128
29

kebaikan, atau mengadakan perdamaian di antara manusia. Barang siapa berbuat

demikian karena mencari keridaan Allah, maka kelak Kami akan memberinya

pahala yang besar.”46

‫َو َي ْس َتْف ُتو َنَك ِف ي ال ِّن َس ا ِء ۖ ُقِل ال َّلُه ُيْف ِت ي ُك ْم ِف ي ِه َّن َو َم ا ُيْتَل ٰى َع َل ْي ُك ْم ِف ي‬
‫ا ْل ِك َتا ِب ِف ي َي َتا َم ى ال ِّن َس ا ِء ال اَّل ِت ي اَل ُتْؤ ُتو َن ُهَّن َم ا ُك ِتَب َل ُهَّن‬
‫َو َتْر َغ ُبو َن َأ ْن َت ْن ِك ُح و ُهَّن َو ا ْل ُم ْس َتْض َع ِف ي َن ِم َن ا ْل ِو ْل َد ا ِن َو َأْن َتُقو ُم وا‬
‫ِل ْل َي َتا َم ٰى ِب ا ْل ِق ْس ِط ۚ َو َم ا َتْف َع ُلوا ِم ْن َخ ْي ٍر َف ِإَّن ال َّلَه َك ا َن ِب ِه َع ِل ي ًم ا‬
Artinya : “Dan mereka meminta fatwa kepadamu tentang perempuan. Katakanlah,

"Allah memberi fatwa kepadamu tentang mereka, dan apa yang dibacakan

kepadamu dalam Al-Qur'an (juga memfatwakan) tentang para perempuan yatim

yang tidak kamu berikan sesuatu (maskawin) yang ditetapkan untuk mereka,

sedang kamu ingin menikahi mereka dan (tentang) anak-anak yang masih

dipandang lemah. Dan (Allah menyuruh kamu) agar mengurus anak-anak yatim

secara adil. Dan kebajikan apa pun yang kamu kerjakan, sesungguhnya Allah

Maha Mengetahui.”47

QS. Al-An’am ayat (17, 32, 57) :

‫َو ِإ ْن َيْم َس ْس َك ال َّلُه ِب ُض ٍّر َفاَل َك ا ِش َف َل ُه ِإ اَّل ُهَو ۖ َو ِإ ْن َيْم َس ْس َك ِب َخ ْي ٍر‬


‫َف ُهَو َع َل ٰى ُك ِّل َش ْي ٍء َق ِد يٌر‬
Artinya : “Dan jika Allah menimpakan suatu bencana kepadamu, tidak ada yang

dapat menghilangkannya selain Dia. Dan jika Dia mendatangkan kebaikan

kepadamu, maka Dia Mahakuasa atas segala sesuatu.”48

46
Ibid., 140
47
Ibid., 143
48
Ibid., 188
30

ۗ ‫َو َم ا ا ْل َح َيا ُة ال ُّد ْن َي ا ِإ اَّل َل ِع ٌب َو َل ْه ٌو ۖ َو َل ل َّد اُر ا آْل ِخ َر ُة َخ ْيٌر ِل َّلِذ ي َن َي َّتُقو َن‬
‫َأَفاَل َتْع ِق ُلو َن‬
Artinya : “Katakanlah (Muhammad), "Aku (berada) di atas keterangan yang nyata

(Al-Qur'an) dari Tuhanku sedang kamu mendustakannya. Bukanlah

kewenanganku (untuk menurunkan azab) yang kamu tuntut untuk disegerakan

kedatangannya. Menetapkan (hukum itu) hanyalah hak Allah. Dia menerangkan

kebenaran dan Dia pemberi keputusan yang terbaik49.”

QS. Al-Ma’idah ayat 114 :

‫َقاَل ِع ْيَس ى اْبُن َم ْر َيَم الّٰل ُهَّم َر َّبَنٓا َاْنِزْل َع َلْيَنا َم ۤا ِٕىَد ًة ِّم َن الَّس َم ۤا ِء َتُك ْو ُن َلَنا ِع ْيًدا‬
‫َاِّلَّو ِلَنا َو ٰا ِخ ِرَنا َو ٰا َيًة ِّم ْنَك َو اْر ُز ْقَنا َو َاْنَت َخ ْيُر الّٰر ِزِقْيَن‬
Artinya : “Isa putra Maryam berdoa, "Ya Tuhan kami, turunkanlah kepada kami

hidangan dari langit (yang hari turunnya) akan menjadi hari raya bagi kami, yaitu

bagi orang-orang yang sekarang bersama kami ataupun yang datang setelah kami,

dan menjadi tanda bagi kekuasaan Engkau; berilah kami rezeki, dan Engkaulah

sebaik-baik pemberi rezeki50.”

Sedangkan dalam bentuk jamak (plural), al-khair adalah akhyaar di dalam al-

Qur’an disebut sebanyak 2 kali, yaitu pada QS. Shaad ayat 47-48, kata khairaat

sebanyak 10 kali antara lain terdapat dalam QS. Al-Baqarah ayat 148, QS. Al-

Ma’idah ayat 48, QS. Al-Anbiya ayat 90, kata al-khiyarat terulang dalam al-

Qur’an sebanyak 2 kali yaitu pada QS. Al-Qashas ayat 68 dan QS. Al-Ahzab ayat

36.51
49
Ibid,191
50
Ibid,183
51
Muhuammad fuad Abdul baqi, al-Mu’jam al-Mufakhras li al-fadzilqur’an,h.319
31

B. Sinonim kata al-Khair dan penggunaannya


Al-Qur’an banyak membicarakan tentang kebaikan atau al-khair, kata al-

khair memiliki sinonim atau persamaan kata. Adapun sinonim atau persamaan

kata al-khair di dalam al-Qur’an adalah sebagai berikut :

1. al-birr

Secara bahasa, al-bire berarti kebaikan. Bahkan sebagian ulama

mendefinisikan al-birr ini dengan sebuah nama atau istilah yang mencakup segala

macam bentuk kebaikan. Terdapat juga ulama yang secara khusus memberikan

makna yang dimaksud dari kata al-birr ini, antara maknanya adalah hubungan

baik, ketaatan dan kelembutan52. Kata al-birr disebutkan sebanyak 8 kali dalam

al-Qur’an diantaranya yaitu QS. Al-Baqarah ayat 44, 177, 189, QS. Ali-Imran

ayat 2, 92, QS. Al-An’am ayat 59, QS. Al-Ma’idah ayat 253.

Kata al-birr berarti kebajikan dalam segala hal, baik dalam hal keduniaan

atau akhirat maupun interaksi. Sementara ulama mengatakan bahwa al-birr

mencakup 3 hal; kebajikan dalam hal beribadah kepada Allah SWT, kebajikan

dalam melayani keluarga, dan kebajikan dalam melakukan interaksi dengan orang

lain. Apa yang dikemukakan ini belum mencakup semua kebaikan, karena Agama

menganjurkan hubungan yang serasi dengan Allah SWT, sesama manusia,

lingkungan serta diri sendiri. Segala yang menghasilkan keserasian dalam

keempat unsur tersebut adalah kebajikan.54

52
Arti,makna dan subtansi al-Birr, http://digg.com.Diakses pada Januari 2011
53
Muhammad Fuat Abdul Baqi.,149
54
M.Quraish Shihab,Al-Misbah, Pesan, Kesan Dan Keserasian Al-Qur’an,(Cet.1; Vol.2;
ciputat: Lentera Hati,2000),h.174
32

2. al-hasanah

Kata al-hasanah disebutkan dalam al-Qur’an sebanyak 28 kali dalam 15

surah, diantaranya yaitu pada QS. Al-Baqarah ayat 201, QS. Ali-Imran ayat 120,

dan QS. Al-An’am ayat 160. Dalam kamus al-Munawir disebutkan bahwa al-

hasanah ialah perbuatan baik atau kebajikan,55 sedangkan dalam kamus kecil al-

Qur’an kata al-hasanah mempunyai 6 arti, yaitu :56

a. Kemenangan dan perolehan rampasan perang (ghanimah). Arti ini

terdapat pada ayat, “jika kamu memperoleh kebaikan, niscaya

mereka bersedih hati” (QS. Ali-Imran ayat 120) yakni,

memperoleh kemenangan dan rampasan perang pada perang badar.

Kemudian pada QS. An-Nisa ayat 78 “dan jika mereka

memperoleh kebaikan, mereka mengatakan ini adalah dari sisi

Allah” ayat ini menjelaskan tentang kemenangan dan ghanimah.

b. Tauhid. Arti ini terdapat pada ayat, “barang siapa yang membawa

kebaikan, maka ia memperoleh (balasan) yang lebih baik dari

padanya” (QS. Al-Naml ayat 89), kemudian pada ayat “barang

siapa yang datang dengan membawa kebaikan (ajaran tauhid),

maka baginya (pahala) yang lebih baik dari pada kebaikannya itu”

(QS. Al-Qashash ayat 84)

c. Hujan dan kemakmuran. Ini terkandung dalam ayat, “kemudian

apabila datang kepada mereka kebaikan, mereka berkata: itu adalah


55
A.W.munawir,Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap,(Surabaya: Pustaka
Progresif,1997).,h.265
56
Abdul FadhI Hubasyi Tiblisi, Kamus Kecil Al-Qur’an: Homonim Kata Secara
Alfabetis,diterjemahkan oleh Musa Muzawir,(Cet.I;Jakrta: Penerbit citra,2012,h109
33

karena (usaha) kami.” (QS. Al-A’raf ayat 131), dan ayat “dan kami

coba mereka dengan (nikmat) yang baik baik” (QS. Al-A’raf ayat

168) yaitu banyaknya hujan dan kemakmuran.

d. Kesehatan yang sempurna (‘afiat), sebagaimana terkandung dalam

ayat-ayat, “mereka meminta kepadamu supaya disegerakan

(datangnya) siksa, (sebelum mereka) kebaikan” (QS. Ar-Ra’ad

ayat 6), kemudian pada QS. Al-Naml ayat 46, “hai kaum-Ku

mengapa kamu minta disegerakan keburukan sebelum (kamu

minta) kebaikan.” Kata kebaikan dalam ayat-ayat ini adalah

ke’afiatan.

e. Kata-kata yang baik. Ini termaksud dalam ayat, “mereka itu diberi

pahala dua kali disebabkan kesabaran mereka, dan mereka menolak

kejahatan dengan kebaikan” (QS. Al-Qashash ayat 54). Ayat ini

menjelaskan bahwa mereka menolak kata-kata buruk dan gangguan

dengan kata-kata yang baik. Kemudian pada ayat, “dan tidaklah

sama kebaikan dan kejahatan” (QS. Fushshilat ayat 34), yaitu kata

maaf dan ucapan yang baik tidak sama dengan kata-kata jahat.

f. Kebaikan. Ini dinyatakan dalam “barang siapa membawa kebaikan,

maka baginya pahala sepuluh kali lipat amalnya” (QS. Al-An’am

ayat 160)

Selain kata al-hasanah, ada beberapa kata yang sama dengan al-hasanah

yaitu kata al-husna dan ihsan. Kedua kata ini memiliki pengertian yang sama

dengan al-hasanah yaitu kebaikan. Di dalam al-Qur’an kata al-husna terulang


34

sebanyak 17 kali, diantaranya ialah QS. An-Nisa ayat 95, QS. Al-A’raf ayat 168

dan QS. Hud ayat 114, sedangkan kata ihsan di dalam al-Qur’an terulang

sebanyak 12 kali, 4 dengan menggunakan isim fail dan 33 dalam bentuk jamak.

3. al-ma’ruf

Al-ma’ruf berarti kebaikan yang sesuai dengan fitrah manusia yang

diciptakan Allah SWT. Kata ‘ruf dalam terminologi syariat Islam (Hukum),

menurut manna al-Qattan dalam Tarikh at-Tasyri’ al-Islam, bermakna kebaikan.

Dalam kamus lisanul ‘arab, al-ma’ruf dimaknai sebagai segala kebaikan yang

dikehendaki jiwa dimana seseorang menjadi tenang karenanya. Abdul Karim

Zaidan, pengarang buku ushul ad-Da’wah, mengatakan al-ma’ruf merupakan

istilah yang mencakup segala tuntutan syariat islam. 57 Kata al-ma’ruf di dalam al-

Qur’an terulang sebanyak 25 kali, diantaranya adalah pada QS. Al-Baqarah ayat

263.58

Ada beberapa pendapat ulama mengenai makna al-ma’ruf, yaitu :

1. Ibnu Atsir rahimatullah mengatakan :

Ma’ruf adalah satu nama yang mencakup segala apa yang dikenal

berupa ketaatan kepada Allah, pendekatan diri kepada-Nya,

berbuat baik kepada manusia dan segala apa yang disunnahkan

oleh syariat dari berbagai kebaikan dan apa yang dilarang olehnya

dari segala macam keburukan59.


57
Muhammad Syyaid Yusuf dan Ahamd Durrah, Manhaj al-Qur’an al-Karim Fi Ishlah
al-Mujstama’Qashas al-‘Ilm FI al-Qur’an, diterjemahkan oleh abu bakar Ahmad dengan judul
Pustka dengan pengetahuan al-Qur’an(PT,Rehal Publika,th-).,h.127
58
Muhammad Fuad Abdul Baqi,op cit.,583
59
Arti Makna al-ma’ruf,http://digg.blokspot.com.Diakses Pda September 2011
35

2. Yazid bin Abdul Qadir Jawas mengemukakan :

Al-ma’ruf adalah apa yang dikenal kebenarannya oleh setiap orang

yang berakal, dan lawannya adalah kemungkaran. Ada yang

mengatakan bahwa al-ma’ruf adalah ketaatan kepada Allah dan

kemungkaran adalah berbuat maksiat kepada-Nya60.

3. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimatullah mengatakan :

Ma’ruf adalah satu nama yang mencakup bagi segala apa yang

dicintai oleh Allah, berupa iman dan amal shalih.61

Dari beberapa pendapat para ulama di atas, dapat diambil satu kesimpulan bahwa

al-ma’ruf adalah satu jenis kebaikan yang tanpa dalil pun orang tahu bahwa itu

adalah suatu kebaikan, bahkan semua orang menyetujuinya, seperti berbakti

kepada kedua orang tua, taat perintah Allah SWT dan memberi makan kepada

fakir miskin, bahkan orang non muslim pun sadar atau sudah mengetahui bahwa

hal itu adalah suatu kebaikan. Oleh karena itu, asal arti kata al-ma’ruf adalah

(sudah) dikebal atau sudah biasa dikenal.

C. Antonim kata al-Khair dan penggunaannya

Di dalam al-Qur’an ada kata yang merupakan antonim kata al-khair, yaitu

kata mungkar. Mungkar berarti keburukan yang bertentangan dengan fitrah

manusia. Dalam terminologi syariat, ungkapan Manna al-Qattan, istilah ini

bermakna keburukan, dam menurut Abdul Karim Zaidan, Mungkar adalah istilah

yang mencakupi segala jenis larangan Allah SWT. Mungkar merupakan segala

60
Ibid.
61
Ibid.
36

perbuatan yang menjauhkan kita dari pada-Nya. Dalam Kamus Besar Bahasa

Indonesia mungkar adalah durhaka atau melanggar perintah Tuhan,62 sedangkan

dalam kamus al-Munawwir mungkar adalah yang tidak dikenal, perkara yang keji.
63
Kata mungkar selalu berdampingan dengan kata ma’ruf , hal ini dikarenakan

bahwa ma’ruf merupakan perintah untuk melakukan kebaikan, sedangkan

mungkar merupakan larangan untuk melakukan kejahatan atau keburukan.


64
Dengan demikian, setiap ada perintah untuk melakukan kebaikan, maka ada

larangan untuk melakukan kejahatan.

Para ulama berkata bahwa :

“orang yang menyampaikan amar ma’ruf nahi mungkar tidaklah

diharuskan dirinya telah sempurna melaksanakan semua yang menjadi perintah

agama dan meninggalkan semua yang menjadi larangannya. Ia tetap wajib

menjalankan amar ma’ruf nahi mungkar sekalipun perbuatannya sendiri

menyalahi hal itu. Hal ini karena seseorang wajib melakukan dua perkara, yaitu

menjalankan amar ma’ruf nahi mungkar kepada diri sendiri dan kepada orang

lain. Jika yang satu (amar ma’ruf nahi mungkar kepada diri sendiri) dikerjakan,

tidak berarti yang satunya (amar ma’ruf nahi mungkar kepada orang lain)

gugur.”65

Kara mungkar dalam al-Qur’an terulang sebanyak 16 kali, yaitu

diantaranya terdapat pada QS. Ali- Imran ayat 104, 110 dan 114.

62
Departemen pendidikan nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia,(Edisi III; Cet.III;
Jakarta: Balai Pustaka,2005.,h
63
A.W. Munawwir,Op Cit,h
64
M.Quraish Shihab,op cit.,h162
65
Kemungkaran, http://el-fathne.blokspot.com.html.Diakses Pada agustus 2011
37

‫َو ْل َت ُك ْن ِم ْنُك ْم ُأَّم ٌة َي ْد ُع و َن ِإ َل ى ا ْل َخ ْي ِر َو َيْأ ُم ُر و َن ِب ا ْل َم ْع ُر و ِف‬


‫َو َيْن َه ْو َن َع ِن ا ْل ُم ْن َك ِر ۚ َو ُأو َٰل ِئ َك ُهُم ا ْل ُم ْف ِل ُح و َن‬

Artinya : “Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru

kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang

mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.”66

‫ُكْنُتْم َخ ْي َر ُأَّمٍة ُأْخ ِر َج ْت ِل ل َّنا ِس َتْأ ُم ُر و َن ِب ا ْل َم ْع ُر و ِف َو َتْن َه ْو َن‬


ۚ ‫َع ِن ا ْل ُم ْن َك ِر َو ُتْؤ ِم ُنو َن ِب ال َّلِه ۗ َو َل ْو آ َم َن َأْه ُل ا ْل ِك َتا ِب َل َك ا َن َخ ْي ًر ا َل ُهْم‬
‫ِم ْن ُهُم ا ْل ُم ْؤ ِم ُنو َن َو َأْك َث ُر ُهُم ا ْل َف ا ِس ُقو َن‬
Artinya : “Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk

manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari

yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah

itu lebih baik bagi mereka. Di antara mereka ada yang beriman, namun

kebanyakan mereka adalah orang-orang fasik.”67

‫ُيْؤ ِم ُنو َن ِب ال َّلِه َو ا ْل َيْو ِم ا آْل ِخ ِر َو َيْأُم ُر و َن ِب ا ْل َم ْع ُر و ِف َو َيْن َهْو َن‬


‫َع ِن ا ْل ُم ْن َك ِر َو ُيَس ا ِر ُع و َن ِف ي ا ْل َخ ْي َر ا ِت َو ُأو َٰل ِئ َك ِم َن الَّص ا ِلِح ي َن‬
Artinya : “Mereka beriman kepada Allah dan hari Akhir, menyuruh (berbuat)

yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar dan bersegera (mengerjakan)

berbagai kebajikan. Mereka termasuk orang-orang saleh.”68

Pada pembahasan di atas, penulis menghasilkan suatu kesimpulan bahwa

al-Qur’an menggunakan kata yang berbeda-beda untuk menyatakan kebaikan dan

66
Departemen Agama Republik Indonesia,op cit., h,93
67
Ibid,h.94
68
Ibid.
38

keburukan dengan menggunakan istilah al-ma’ruf yang merupakan sinonim kata

al-khair diperlawankan dengan al-munkar, kata al-khair mengarah pada dimensi

personal dan sosial berdasarkan komparasi, sedangkan lawan katanya yaitu al-

munkar mengarah pada dimensi syariah hubungan vertikal dengan Allah SWT.
39

DAFTAR PUSTAKA

A.W. Munawwir,Op Cit,h

A.W.munawir,Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap,(Surabaya:

Pustaka Progresif,1997).

Abdul Djalal, Urgensi Tafsir Maudu’I pada masa kini (Jakarta: kalam mulia,

1990)

Abdul FadhI Hubasyi Tiblisi, Kamus Kecil Al-Qur’an: Homonim Kata Secara

Alfabetis,diterjemahkan oleh Musa Muzawir,(Cet.I;Jakrta: Penerbit

citra,2012

Al-Farmawati, al-Biadayyah fi al-Tafsir al-Maudu’I diterjemahkan Rosidin

Anwar dengan judul Metode Tafsir Maudu’i (Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada, 1994)

Al-Farmawi, Al-Bidayyah fi al-Tafsir al-Maudu’I, op cit.,

Arti Makna al-ma’ruf,http://digg.blokspot.com.Diakses Pda September 2011

Arti,makna dan subtansi al-Birr, http://digg.com.Diakses pada Januari 2011

Departemen Agama Republik Indonesia, Alquran dan terjemah-Nya,

(Surabaya:Jawara Surabaya, 2000).,

Departemen Agama Republik Indonesia,op cit.,

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Cet

III; Jakarta: Balai Pustaka.).,


40

Departemen pendidikan nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia,(Edisi III;

Cet.III; Jakarta: Balai Pustaka,2005.,

Disadur dari Abdullah bin Muhammad, Tafsir Ibnu Katsir, Jilid I (Bogor. Pustaka

imam asyafi’i, 2001).,

Hamka, Tafsir Al-Azhar juz II, (Jakarta:PT. Pustaka Panjmas: 1984).,

M. Quraish Shihab, Wawasan Alquran, Tafsir Maudu’I Atas Berbagai Persoalan

Umat, cet. I; Bandung: Mizan,).,

Muhammad Fuad Abdul Baqi, al-Mu’jam al-Mufakhras li al-Fadzilquran (Cairo:

Daarul Hadits)., 316-319

Muhammad Fuad Abdul Baqi., op.cot.,

Muhammad Nuruddin, al-Istirok al-Lafdzi fi Alquran al-Karim, (Suria: Dar al-

Fikr).,

http:.//id.wikipediaa.org/wiki/tafsir_al-Quran, di akses pada tanggal 20 Feruari

2023

http://maragustam siregar.wirdpress.com. Diakses pada 8 juni 2023

http://www.al-bidayah.com Diakses pada 20 Februari 2023

Kemungkaran, http://el-fathne.blokspot.com.html.Diakses Pada agustus 2011

M. Aly Asy-Shaabuuny, Attibyaan fii’ ulum Alquran, diterjemakan oleh M.

Mudhari Umar dan M. Matsir, H.S dengan judul Pengantar Study

Alquran (Jakarta: Al-Maarif, [t. Th]).

M. Quraish Shihab op cit.,

M. Quraish Shihab, Membumikan al-Quran(Cet; I, Bandung: Mizan, 1992).,


41

M.Quraish Shihab,Al-Misbah, Pesan, Kesan Dan Keserasian Al-Qur’an,(Cet.1;

Vol.2; ciputat: Lentera Hati,2000),

M.Quraish Shihab,op cit.,

Metode Tafsir Maudu’I, op cit., diakses pada februari 2023

Muhammad Fuad Abdul Baqi,op cit.,

Muhammad Fuat Abdul Baqi.,

Muhammad Syyaid Yusuf dan Ahamd Durrah, Manhaj al-Qur’an al-Karim Fi

Ishlah al-Mujstama’Qashas al-‘Ilm FI al-Qur’an, diterjemahkan oleh

abu bakar Ahmad dengan judul Pustka dengan pengetahuan al-

Qur’an(PT,Rehal Publika,th-).,

Muhuammad fuad Abdul baqi, al-Mu’jam al-Mufakhras li al-fadzilqur’an,

Pedoman Penulisan Karya Tulis Ilmiah Bagi Mahasiswa STAIN Datokaramah

Palu, 2008.,

Sahabuddin, Ensiklopedi Alquran: Kajian Kosa Kata, (Jakarta: Lentera hati, 2007,

Anda mungkin juga menyukai