PENDAHULUAN
Sebelum masuk ke materi kita harus paham apa itu”integritas” Integritas
dapat dipahami dari makna huruf menjadi kata bermakna yaitu (I)krar, (N)iat,
(T)abiat, (E)mosional, (G)una, (R)asional, (I)hsan, (T)awakkal, (A)manah, (S)abar.
Jadi bila kata tersebut disusun kedalam suatu untaian kalimat yang bermakna, maka
pemahaman INTEGRITAS adalah manusia secara sadar membuat (I)krar dengan
membangun (N)iat sebagai keinginannya secara ihklas untuk meningkatkan
kedewasaan (E)mosional agar memberi (G)una kedalam pikiran (R)asional dengan
berbuat (I)hsan bakal memproleh kebaikan duniawi yang berlandaskan dengan
(T)aqwa, (A)manah dan (S)abar. untuk bersikap dan berperilaku.Jadi jika ingin jadi
seorang pemimpin kita harus punya integritas karena dengan Kepemimpinan yang
dibangun atas kekuatan berpikir dengan kebiasaan yang produktif yang dilandasai
oleh kekuatan moral berarti ia memiliki “Integritas” untuk bersikap dan berperilaku
sehingga ia mampu memberikan keteladanan untuk mempengaruhi orang lain untuk
melakukan perubahan yang terkait dengan proses berpikir. Oleh karena itu seseorang
yang memiliki kepemimpinan yang mampu menerapkan arti dan makna integritas
berarti ia meyakini benar bahwa jika hanya orang yang kuat yang dapat bertahan dan
keinginan menghambat kemajuan orang, menjadi kaum penjilat, bermuka dua , tidak
akan menjadi orang yang mampu mengikuti perubahan ?
Dengan pemikiran diatas, maka “Integritas” menjadi kunci kepemimpinan
“bagaimana ia membuat keputusan yang benar pada waktu yang benar” dalam
bersikap dan berperilaku karena disitulah terletak pondasi dalam membangun
kepercyaan dan hubungan antara individu dalam organisasi. Dimana kita
memperhatikan legalitas dan prosedur yang harus ditempuh, namun yang lebih
penting “Integritas” seseorang dapat menuntun mana yang jujur dan yang tidak jujur
yang tidak mudah di kacaukan hal-hal yang bersifat formal tapi dapat menyesatkan.
Jadi kepmimpinan yang memiliki “intergritas”, maka ia menyadari benar
bahwa rimba hukum memang tidak pernah jelas, itu tidak berarti ia akan
mempergunakan dengan dalih kekuasaan untuk ikut bermain dalam arena tersebut,
karena ia akan menolak untuk ikut serta dalam persaingan yang tidak sehat, walaupun
hal itu merupakan tugas yang akan dilaksanakannya. Oleh karena ia dalam bersikap
dan berperilaku tidak akan melepaskan diri dari membuat suatu keputusan yang adil
dan objektif. Jadi dengan intergritas itu berarti ia memiliki manajemen intuitif untuk
mengintergrasikan otak kanan dan kiri dengan hati sebagai keterampilan manajemen
abad baru.
TEORI-TEORI ETIKA
Etika menjadi acuan atau panduan bagi ilmu dalam realisasi
pengembangan.Untuk mengatasi konflik batin dikemukakan teori-teori etika yang
bermaksud menyediakan konsistensis atau koheren dalam mengambil keputusan-
keputusan moral.Teori-teori tersebut adalah :
Konsekuensialisme. Teori ini menjawab “apa yang harus kita lakukan”, dengan
memandang konsekuensi dari bebagai jawaban. Ini berarti bahwa yang harus
dianggap etis adalah konsekuensi yang membawa paling banyak hal yang
menguntungkan, melebihi segala hal merugikan, atau yang mengakibatkan
kebaikan terbesar bagi jumlah orang terbesar. Manfaat paling besar daru
teori ini adalah bahwa teori ini sangat memperhatikan dampak aktual sebuah
keputusan tertentu dan memperhatikan bagaimana orang terpengaruh.
Kelemahan dari teori ini bahwa lingkungan tidak menyediakan standar untuk
mengukur hasilnya.
Deontologi, berasal dari kata Yunani deon yang berarti “kewajiban”. Teori ini
menganut bahwa kewajiban dalam menentukan apakah tindakannya bersifat
etis atau tidak, dijawab dengan kewajiban-kewajiban moral. Suatu perbuatan
bersifat etis, bila memenuhi kewajiban atau berpegang pada tanggungjawab,
Jadi yang paling penting adalah kewajiban-kewajiban atau aturan-aturan,
karena hanya dengan memperhatikan segi-segi moralitas ini dipastikan tidak
akan menyalahkan moral. Manfaat paling besar yang dibawakan oleh etika
deontologis adalah kejelasan dan kepastian. Problem terbesar adalah bahwa
deontologi tidak peka terhadap konsekuensi-konsekuensi perbuatan. Dengan
hanya berfokus pada kewajiban, barangkali orang tidak melihat beberapa
aspek penting sebuah problem.
Etika Hak. Teori ini memandang dengan menentukan hak dan tuntutan moral
yang ada didalamnya, selanjutnya dilema-dilema ini dipecahkan dengan
hirarkhi hak. Yang penting dalam hal ini adalah tuntutan moral seseorang
yaitu haknya ditanggapi dengan sungguh-sungguh. Teori hak ini pantas
dihargai terutama karena terkanannya pada nilai moral seorang manusia dan
tuntutan moralnya dalam suatu situasi konflik etis. Selain itu teori ini juga
menjelaskan bagiaman konflik hak antar individu. Teori ini menempatkan
hak individu dalam pusat perhatian yang menerangkan bagaimana
memecahklan konflik hak yang biasa timbul.
Intuisionisme, teori ini berusaha memecahkan dilema-dilema etis dengan
berpijak pada intuisi, yaitu kemungkinan yang dimiliki seseorang untuk
mengetahui secara langsung apakah sesuatu baik atau buruk. Dengan
demikian seorang intuisionis mengetahui apa yang baik dan apa yang buruk
berdasarkan perasaan moralnya, bukan berdasarkan situasi, kewajiban atau
hak. Dengan intuisi kita dapat meramalkan kemungkinan-kemunginan yang
terjadi tetapi kita tidak dapat mempertanggungjawabkan keputusan tersebut
karena kita tidak dapat menjelaskan proses pengambilan keputusan.Etika
menjadi acuan bagi pengembangan ilmu pengetahuan karena penghormatan
atas manusia. Sebagaimana dikemukakan, fisuf Jerman, Imanuel Kant,
penghormatan kepada martabat manusia adalah suatu keharusan karena
manusia adalah satu-satunya makhluk yang merupakan tujuan pada dirinya,
tidak boleh ditaklukkan untuk tujuan lain.
PENUTUP
Integritas bukan hanya penuntun dan wasit antara dua keinginan yang kita
sebut dengan “orang yang bahagia dan jiwa yang terbagi” Dengan pemahaman
integritas dari sudut kata yang bermakna yang telah kita kemukakan diatas, maka
membebaskan kita untuk menjadi diri yang utuh tidak peduli apa yang akan datang
kepada kita.sehingga tingkat kedewasaan kita akan menunjukkan “kalau apa yang
saya katakan dan apa yang saya lakukan sama, hasilnya konsisten dalam bersikap dan
berperilaku.
Berbicara etika sama artinya dengan berbicara tentang moral atau susila,
mempelajari kaidah-kaidah yang membimbing kelakuan manusia sehingga baik dan
lurus. Penilaian moral diukur dari sikap manusia sebagai pelakuknya, timbul pula
perbedaan penafsiran. Timbulnya dilema-dilema nurani yang mengakibatkan konflik
berkembangnya ilmu (pengetahuan) dengan moral, kemudian muncul teori etika,
tetapi juga tidak bisa serta merta menjadi pegangan untuk mempertanggungjawaban
pengambilan keputusan. Meski demikan, teori etika memberikan kerangka analisis
bagi pengembangan ilmu agar tidak melanggar penghormatan terhadap martabat
kemanusiaan.
Selain itu, pengembangan ilmu harus memperhitungkan perasaan moral dan
bukannya berdasarkan situasi, kewajiban dan hak. Pengembangan ilmu harus berpijak
pada proyeksi tentang kemungkinan yang secara etis dapat diterima oleh masyarakat
atau individu-individu manusia selaku pengguna atau penerima hasil pengembangan
ilmu (teknologi). Apa yang baik dan buruk dari hasil pengembangan ilmu harus dapat
dipertanggungjawabkan pihak yang mengembangkan ilmu (ilmuwan ataupun
penemu). Sebagaimana namanya, “intiusionisme” memang tidak bisa menjelaskan
proses pengambilan keputusan, karena berpijak pada intuisi. Ini dapat dimaknai,
ilmuwan secara pribadi, menjadi penentu pertimbangan moral dari pengembangan
ilmu tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Charis Zubeir,. Ahmad. 2002. Kajian Filsafat Ilmu; Dimensi Etik dan Asketik Ilmu
Pengetahuan Manusia. Lembaga Studi Filsafat Islam. Yogyakarta
Van Melsen,. A. G. M.1992. Ilmu Pengetahuan dan Tanggungjawab Kita. Terj. Dr.
K. Bertens. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
KELOMPOK 12 :
ARI SUJIPTO NIM : E12109012
WAHIDYAH SYAM NIM : E12109
ADERIANSYAH NIM : E12109
ILMU PEMERINTAHAN
JURUSAN POLITIK PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN
POLITIK