ARSITEKTUR RUMAH TRADISIONAL SUNDA DAN KEBERLANJUTANNYA STUDI KASUS: PERMUKIMAN SINDANG BARANG 1
sedangkan curah hujan terendah mencapai 1761,80 mm/tahun sebanyak 87 hari. Kota-
kota dengan curah hujan mencapai 2000-3000 mm/tahun antara lain Bogor, Sukabumi,
Cianjur, Tasikmalaya dan Subang sedangkan Kota dengan curah hujan 1000-2000
mm/tahun berada di Majalengka, Cirebon dan Bandung. Dapat disimpulkan bahwa
rata-rata curah hujan di Jawa Barat tergolong tinggi sehingga berpengaruh terhadap
arsitektur rumah tradisional sunda.
b. Suhu
ARSITEKTUR RUMAH TRADISIONAL SUNDA DAN KEBERLANJUTANNYA STUDI KASUS: PERMUKIMAN SINDANG BARANG 2
Sumber: Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika 2020
Kecepatan angin tahun 2019 maksimum mencapai angka 18 mm/det
sedangkan suhu minimum mencapai 0,2 m/det sehingga kecepatan angin rata-rata
mencapai 1,08 mm/det. Kondisi kecepatan angin rata-rata tahun 2018 dan 2019
mengalami penurunan dari 2,82 mm/det menjadi 1,08 mm/det. Dapat disimpulkan
bahwa kecepatan angin di Jawa Barat tergolong tinggi berdasarkan BSN (2001)
berkisar antara 0,15-0,25 m/det.
ARSITEKTUR RUMAH TRADISIONAL SUNDA DAN KEBERLANJUTANNYA STUDI KASUS: PERMUKIMAN SINDANG BARANG 3
bulan September sampai Pebruari (Szokolay, 1981). Intensitas radiasi sinar matahari
ini dipengaruhi oleh posisi tempat atau lokasi terhadap garis edar matahari, arah
hadap bangunan, bentuk bangunan
Kelembaban yang cocok berkisar antara 40% sampai 70%. Pada kelembaban
yang tinggi, dinding akan cenderung basah serta mengurangi isolasi kalor.
Kelembaban yang tidak dihalau pergi oleh angin dapat menjadi penyebab ketidak
nyamanan dalam ruangan. Kelembaban juga dapat menyebabkan kerusakan bahan
bangunan, kayu membusuk, logam berkarat serta muai susut yang berlebihan.
Pergerakan udara terjadi apabila ada perbedaan suhu, angin mengalir dari daerah
bersuhu rendah ke daerah bersuhu tinggi. Pada daerah tropis lembab angin diperlukan
untuk mengurangi suhu dan kelembaban. Pergerakan udara yang diinginkan adalah
angin sepoi-sepoi, yakni pada kecepatan sampai 1 m/detik. Pergerakan angin dalam
skala permukiman ditentukan oleh kepadatan serta pola kelompok bangunan. Dalam
skala rumah ditentukan oleh bentuk masa, lebar dan letak ventilasi, tata ruang, serta
vegetasi di sekitar bangunan (Lippsmeier, 1994).
Dalam konteks respon terhadap iklim tropis, bangunan dianggap baik apabila
dapat merubah kondisi iklim luar yang relatif tidak nyaman menjadi kondisi yang
nyaman bagi manusia yang tinggal di dalam bangunan tersebut. Dengan demikian
arsitektur tropis akan mengacu pada kualitas fisik ruang dalamnya, yakni: suhu ruang
yang rendah, kelembaban relatif tidak terlalu tinggi, pencahayaan alam cukup,
pergerakan udara memadai, terhindar dari hujan dan terik matahari. (Juhana, 2001).
Namun anggapan tersebut kiranya perlu dikaji lebih jauh, kaitannya dengan
masyarakat tradisional Sunda serta umumnya di nusantara. Penilaian terhadap baik
buruknya sebuah karya arsitektur tropis diukur secara kuantitatif menurut kriteria-
kriteria tertentu, meliputi: suhu ruang, kelembaban, intensitas cahaya, aliran udara,
adakah air hujan masuk bangunan, serta adakah terik matahari mengganggu penghuni
dalam bangunan. Dalam bangunan yang dirancang menurut kriteria semacam ini,
penghuni bangunan diharapkan dapat merasakan kondisi yang lebih nyaman
dibanding ketika mereka berada di alam luar. (Karyono, 2000)
Beberapa kriteria rancangan bangunan tropis: Bentuk dan Denah bangunan
sebaiknya segi panjang dimana sisi panjang menghadap utara selatan dengan bukaan
secukupnya pada arah ini. Bangunan tipis untuk menjamin sirkulasi udara silang,
lobang ventilasi terletak berhadapan. Lebar bukaan sekitar 20% luasan dinding.
Bukaan-bukaan dinding untuk ventilasi dan penerangan. Atap mempunyai kemiringan
yang mencukupi untuk mengurangi intensitas radiasi matahari serta pengaliran air
hujan. Material atap dipilih yang memungkinkan aliran udara panas, isolasi panas
serta meredam bunyi ketika hujan. Overstek atau pelindung penting untuk
pembayangan, air hujan dan penahan silau. Penanggulangan aliran panas akibat
konveksi dilakukan dengan atap ganda dengan atap bawah berfungsi sebagai isolator.
Penggunaan material serta warna yang dapat memantulkan sinar.
Pematah sinar matahari dapat menciptakan bayangan pada fasade bangunan.
Terciptanya bayangan berarti berkurangnya jumlah radiasi sinar matahari yang
diterima fasade bangunan, dengan demikian akan berkurang jumlah panas yang
diterima yang akan menyebabkan temperaturnya menjadi lebih rendah (Zulfikri,2008).
ARSITEKTUR RUMAH TRADISIONAL SUNDA DAN KEBERLANJUTANNYA STUDI KASUS: PERMUKIMAN SINDANG BARANG 4
Pada figurasi kelompok bangunan, bangunan terbuka dengan jarak antar bangunan
mencukupi untuk menjamin sirkulasi udara serta mempunyai lorong-lorong yang
menerus untuk mengalirkan angin. Gerakan udara menimbulkan pelepasan panas dari
permukaan kulit oleh penguapan. Semakin cepat semakin banyak panas yang hilang.
ARSITEKTUR RUMAH TRADISIONAL SUNDA DAN KEBERLANJUTANNYA STUDI KASUS: PERMUKIMAN SINDANG BARANG 5
c. Kaki (Suku)
Kaki sebagai posisi paling bawah (tanah). Posisi tersebut sebagai tempat
tinggal makhluk-makhluk gaib, roh-roh jahat yang mengganggu manusia.
Tanah merupakan simbol kematian. Oleh karena itu lantai dibuat tidak
menempel langsung dengan tanah. Lantai ditinggikan dengan menggunakan
umpak.
ARSITEKTUR RUMAH TRADISIONAL SUNDA DAN KEBERLANJUTANNYA STUDI KASUS: PERMUKIMAN SINDANG BARANG 6
b. Suhunan Julang Ngapak
Atap julang ngapak memiliki bentuk yang melebar di kedua sisi bidang
atapnya. Dilihat dari arah muka rumahnya, bentuk atap menyerupai sayap
burung julang (nama sejenis burung) yang merentangkan sayapnya (Deny,
2008). Bentuk atap julang ngapak memiliki empat buah bidang atap. Dua
bidang pertama merupakan bidang-bidang yang menurun dari arah garis
suhunan, dua bidang lainnya sebagai
kelanjutan dari bidang tersebut dengan bentuk sudut tumpul pada garis
pertemuannya. Bidang atap lanjutan atau disebut sebagai leang-leang lebih
landai dibanding bidang utama (Ilham dkk., 2012)
ARSITEKTUR RUMAH TRADISIONAL SUNDA DAN KEBERLANJUTANNYA STUDI KASUS: PERMUKIMAN SINDANG BARANG 7
Gambar 10: Buka Palayu bentuk suhunan
jolopong dan parahu kumureb
Sumber: Ilham dkk, 2012
e. Buka Pongpok
Bentuk atap ini sama saja dengan bentuk atap buka palayu. Perbedaannya
hanya pada letak pintunya saja. Pada bentuk atap ini, letak pintu berada pada
sisi atap yang nampak bentuk segitiganya, bukan pada bidang atap yang
menjalar keluar (Ilham dkk., 2012)
ARSITEKTUR RUMAH TRADISIONAL SUNDA DAN KEBERLANJUTANNYA STUDI KASUS: PERMUKIMAN SINDANG BARANG 8
Gambar 12: Badak Heauy
Sumber: Ilham dkk, 2012
g. Togo Anjing/Tagog Anjing
Bentuk tagog anjing ini merupakan bentuk atap yang menyerupai sikap anjing
yang sedang duduk. Bentuk atap ini bidang pertamanya lebih lebar dibanding
dengan bidang atap lainnya yang keduanya merupakan penutup ruangan.
Umumnya sisi bawahnya tidak disangga dengan tiang. Bidang atap yang
sempit ini berfungsi sebagai penutup cahaya maupun air hujan agar tidak silau
dan tampias air. Ruangan berada pada atap belakangnya. Bentuk ini mendapat
pengaruh dari kebudayaan Jawa (Mataram).
ARSITEKTUR RUMAH TRADISIONAL SUNDA DAN KEBERLANJUTANNYA STUDI KASUS: PERMUKIMAN SINDANG BARANG 9
kebutuhan manusia, baik fisik maupun psikologis. Fungsi, sebagai awal perwujudan
bentuk, dapat berubah dan berkembang tiada henti. Penyesuaian bangunan terhadap
iklim, menjadikan adanya hubungan erat antara bentuk, fungsi dan alam (Horatio
Greenough dalam Sutrisno, 1984). Lebih lanjut dikenalkan form follow function
(bentuk mengikuti fungsi) dengan dua prinsip utama: bentuk akan berubah jika fungsi
berubah dan fungsi baru tidak mungkin diikuti bentuk lama.
ARSITEKTUR RUMAH TRADISIONAL SUNDA DAN KEBERLANJUTANNYA STUDI KASUS: PERMUKIMAN SINDANG BARANG 10
Secara teknis, rumah tradisional Sunda memiliki ciri yang khas, yaitu bentuk
atap yang menyesuaikan terhadap keadaan alam, fungsi, dan adat istiadat dari
kampung setempat (Anwar dan Nugraha, 2013). Material yang digunakan untuk
membangun semua bersumber dari alam. Hasil karya mereka tampak harmoni dengan
lingkungan sekitarnya sehingga keberlangsungan hidup generasi pada masa yang akan
datang tetap terjaga dengan baik.
Sawah
Irigasi
Samah
Irigasi
Sawah
Irigasi
Hutan
Lapang
an
Gambar 15: Siteplan Permukiman Sindang Barang
Sumber: ARTEKS (Hutomo et al., 2020)
Tata Ruang Secara tipologi bentuk bangunan secara rumah tradisional sunda
berbentuk panggung memiliki ketinggian 40 cm- 1,5 m. Rumah panggung sangat
berguna menghindari binatang buas dan banjir, tahan terhadap gempa serta
memperlancar sirkulasi udara segar. Bentuk massa bangunan berbentuk persegi
Panjang. Pola tata ruang membagi tatanan bagian atas,tengah dan bawah.
Tata ruang kampung sindang barang memiliki kamar tidur,ruang tidur dan
dapur. Tata ruang kampung ini tidak memiliki kamar di dalam bangunan. Konsep tata
ruang seperti pada umumnya rumah tradisional sunda bagian depan berfungsi sebagai
penerima tamu dan bagian ruang depan bersifat publik
ARSITEKTUR RUMAH TRADISIONAL SUNDA DAN KEBERLANJUTANNYA STUDI KASUS: PERMUKIMAN SINDANG BARANG 11
Gambar 16: Denah Rumah Sindang Barang
Sumber: ARTEKS (Hutomo et al., 2020)
a. Kenyamanan Termal
Menurut Givoni (1976) dan Szokolay (1980) tingkat kenyamanan thermal
secara alamiah sulit dan tidak akan mungkin dicapai tetapi hanya akan mendekati,
kecuali apabila memakai sistem penghawaan buatan. Kenyamanan hanya akan dicapai
apabila pada suatu kondisi suhu udara tertentu terdapat suatu kecepatan angin tertentu
yang mampu menghasilkan proses penguapan tubuh yang seimbang.
Pada arsitektur rumah tradisional sunda dengan aplikasi material dinding,
lantai pintu dan jendela yang banyak rongga dapat membuat pergerakan udara
didalam rumah lancar sehingga dapat memenuhi kenyamanan termal. bahan atau
material yang menggunakan kayu dan bambu dengan tingkat penyerapan panas
sedikit, sehingga laju aliran panas yang menembus bahan tersebut akan terhambat.
Sedangkan bahan atap terbuat dari ijuk yang disusun berlapis-lapis selain mempunyai
tahanan panas dan kapasitas panas yang lebih kecil dari dinding juga dapat menahan
turunnya air hujan.
b. Aliran Udara
Aliran udara terjadi karena adanya gaya thermal yaitu terdapat perbedaan
temperatur antara udara di dalam dan diluar ruangan dan perbedaan tinggi antara
lubang ventilasi. Kedua gaya ini dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk
mendapatkan jumlah aliran udara yang dikehendaki. Jumlah aliran udara dapat
memenuhi kebutuhan kesehatan pada umumnya lebih kecil daripada yang diperlukan
ARSITEKTUR RUMAH TRADISIONAL SUNDA DAN KEBERLANJUTANNYA STUDI KASUS: PERMUKIMAN SINDANG BARANG 12
untuk memenuhi kenyamanan thermal. Pergerakan udara merupakan faktor terpenting
untuk sebuah ruang demi mencapai kenyaman termal di dalam ruang.angin yang
diterima dari luar bangunan ke dalam bangunan seharusnya dapat diperkirakan
dengan baik,untuk itu pergerakan udara dapat menentukan orientasi bukaan dan besar
ventilasi pada suatu bangunan tersebut.
ARSITEKTUR RUMAH TRADISIONAL SUNDA DAN KEBERLANJUTANNYA STUDI KASUS: PERMUKIMAN SINDANG BARANG 13
Gambar 18: Analisis Aspek Radiasi Matahari di Kampung Sindang Barang
Sumber: Aprita, 2020
d. Aspek Curah Hujan
Aspek curah hujan dapat menjadi beberapa aspek dalam mendalami kasus
kenyamanan termal. Pada aspek curah hujan akan berpengaruh pada sudut kemiringan
atap,berapa besar lebar tritisan dan vegetasi di sekitar pemukiman kampung sindang
barang. Tingkat curah hujan yang tinggi di kabupaten bogor hal tersebut yang akan
mempengaruhi pada desain seperti kemiringan pada atap hal ini dilakukan agar air
dapat mudah turun dan tidak mengendap lama agar tidak ada air yang masuk. Tritisan
yang lebar ini berfungsi untuk menghalangi air agar tidak mudah mengenai bagian
dinding pada bangunan,hal ini juga dilakukan agar dinding lebih lama. Karena
dinding yang terbuat dari bambu jika terkena air terus menerus akan mudah rusak.
ARSITEKTUR RUMAH TRADISIONAL SUNDA DAN KEBERLANJUTANNYA STUDI KASUS: PERMUKIMAN SINDANG BARANG 14
Gambar 20: Analisis Orientasi Udara Hujan Rumah di Kampung Sindang
Sumber: Aprita, 2020
Orientasi bukaan merupakan salah satu hal terpenting yang harus di perhatikan
karena bukaan berfungsi untuk memasukan cahaya matahari dan udara. Di kampung
sindang barang bentukan masa berbentuk persegi Panjang,dengan meletakan sisi
terpendek di barat dan timur dan sisi terpanjang di letakkan di bagian sisi utara dan
selatan. Jumlah bukaan yang terletak di sisi selatan dan utara berjumlah 3 hal ini akan
berpengaruh pada banyaknya pergerakan udara yang masuk ke dalam bangunan.
ARSITEKTUR RUMAH TRADISIONAL SUNDA DAN KEBERLANJUTANNYA STUDI KASUS: PERMUKIMAN SINDANG BARANG 15
pembuatan pondasi seperti ini adalah untuk menghindari keretakan atau pada
kolom bangunan pada saat terjadi gempa, sedangkan bentuk lantai panggung
bertujuan untuk memungkinkan sirkulasi udara dari bawah lantai dapat
berjalan baik, sehingga kemungkinan terjadi kelembaban pada lantai bangunan
dapat dihindari.
b. Lantai
ARSITEKTUR RUMAH TRADISIONAL SUNDA DAN KEBERLANJUTANNYA STUDI KASUS: PERMUKIMAN SINDANG BARANG 16
Gambar 24: Tinggi Lantai dari Permukaan Tanah
Sumber: Frans, 2011
Lantai rumah tradisional Sunda terbuat dari pelupuh (bamboo yang sudah
dibelah). Alasan pembuatan lantai dari pelupuh adalah seperti yang telah
dijelaskan di atas yaitu agar udara yang melewati kolong rumah dapat masuk
ke ruang – ruang, selain itu dengan menggunakan lantai bambu, tingkat
kelembaban di dalam rumah juga akan berkurang, mengingat ketinggian lantai
rumah tradisional Sunda tidak seperti rumah tradisional lain pada umumnya
yaitu berkisar antara 50 – 60 centi meter dari permukaan tanah.
Gambar 25: Material Dinding (Kiri), Konstruksi Dinding dan Detail (kanan)
Sumber: Frans, 2011
Selain itu ada juga pintu dan jendela yang mempunyai daun pintu dan daun
jendela tunggal. Materialnya terbuat dari kisi – kisi bambu yang dapat
ditembus oleh udara, hal ini membuat suasana di dalam rumah tetap nyaman.
ARSITEKTUR RUMAH TRADISIONAL SUNDA DAN KEBERLANJUTANNYA STUDI KASUS: PERMUKIMAN SINDANG BARANG 17
Gambar 26: Jenis Pintu dan Jendela
Sumber: Frans, 2011
d. Plafon
Plafon selain sebagai penghias langit – langit rumah juga berfungsi sebagai
tempat untuk menyimpan barang. Kerangka plafon terbuat dari susunan
bambu bulat, dan di atasnya diletakan pelupuh sebagai bahan penutup plafon.
e. Atap
Atap sebagai mahkota dari sebuah bangunan mempunyai fungsi untuk
melindungi penghuni yang berada di dalamnya. Atap dari rumah Sunda
terbuat dari ijuk, alasan pemilihan ijuk sebagai material atap karena ijuk
merupakan material yang dapat menyerap panas dengan baik sehingga tidak
menimbulkan suasana gerah di dalam rumah. Tritisan pada sisi depan rumah
mempunyai panjang 2 meter. Hal ini membuat dinding bangunan tidak
langsung terkena cahaya matahari sehingga dinding sebagai penyekat tidak
panas dan ruang di dalamnya tetap dingin. Selain itu ada juga sisi yang disebut
sebagai bidang atap terbuat dari anyaman bambu dan berfungsi sebagai
ventilasi atap.
ARSITEKTUR RUMAH TRADISIONAL SUNDA DAN KEBERLANJUTANNYA STUDI KASUS: PERMUKIMAN SINDANG BARANG 18
Gambar 28: Tritisan Atap
Sumber: Frans, 2011
ARSITEKTUR RUMAH TRADISIONAL SUNDA DAN KEBERLANJUTANNYA STUDI KASUS: PERMUKIMAN SINDANG BARANG 19
Gambar 30: Arsitektur Rumah Tradisional Sunda
Sumber: Iswanto, 2014
Menarik pada masyarakat tradisional begitu kaya akan filosofi dan pandangan hidup
mereka terhadap alam semesta. Falsafah hidup tersebut mempengaruhi desain arsitektur
mereka. Mari kita diskusikan hal ini. Beberapa yang saya catat tentang konsep
berkelanjutan (sustainable) pada arsitektur tradisional sunda dirangkum ke dalam tiga
aspek yaitu pada bentuk bangunan, struktur bangunan dan material yang digunakan untuk
membangun.
ARSITEKTUR RUMAH TRADISIONAL SUNDA DAN KEBERLANJUTANNYA STUDI KASUS: PERMUKIMAN SINDANG BARANG 20
3.2 Struktur Bangunan
● Pondasi Rumah tradisional Sunda dibangun dengan menggunakan pondasi
umpak. Pondasi umpak ini terletak di atas permukaan tanah. Sehingga
mengangkat massa bangunan ke atas. Pondasi umpak ini menyebabkan terjadinya
ruang kosong di bawah massa bangunan yaitu kolong. Kolong dibiarkan secara
alami berupa tanah tanpa sentuhan penyelesaian. Tanah yang dibiarkan apa
adanya tersebut menciptakan area untuk resapan air. Pada saat hujan turun, air
hujan akan meresap dengan cepat ke dalam tanah sehingga mencegah terjadinya
banjir.
● Lantai, biasanya masyarakat sunda menggunakan lantai yang disebut dengan
palupuh (lantai bambu). Lantai bambu ini menimbulkan celah-celah sempit yang
memungkinkan untuk masuknya aliran udara dari kolong.
● Dinding, dinding pada rumah tradisional Sunda menggunakan bilik bambu.
● Atap, masyarakat Sunda menggunakan material ijuk atau alang-alang untuk
penutup atap rumahnya. Material ijuk atau alang-alang dapat menyerap hawa
panas dari radiasi sinar matahari sehingga suhu di bawah atap menjadi tetap sejuk.
4. KESIMPULAN
Sebagaimana dikatakan Rapoport (1969) bahwa iklim merupakan salah satu
pertimbangan penting dalam pembentukan rumah. Namun pada bagian lain
dikatakannya bahwa iklim bukan faktor yang dominan dalam menentukan bentuk
melainkan budaya. Pada Rumah tradisional Sunda, arah hadap rumah ke Selatan
menjadi salah satu faktor yang penting dalam merespon Iklim yang ada, walau
sebenarnya orientasi ini lebih dipengaruhi unsur kepercayaan hinduisme masyarakat
Sunda sendiri.
Adanya konstruksi panggung pada bangunan utama akan mengurangi lembab
yang berasal dari tanah. Elemen maupun faktor tersebut tidak semata-mata ada karena
pemikiran terhadap iklim, namun lebih pada pemikiran mengenai kepercayaan serta
wadah dari aktivitas yang dilakukan masyarakat setempat. Jadi adalah mungkin
ARSITEKTUR RUMAH TRADISIONAL SUNDA DAN KEBERLANJUTANNYA STUDI KASUS: PERMUKIMAN SINDANG BARANG 21
bahwa bentuk yang tercipta lebih dikarenakan budaya sekalipun respon terhadap iklim
cukup baik, atau sebaliknya bahwa sekalipun ada di daerah tropis namun bentuk yang
terjadi tidak begitu baik merespon iklim karena pertimbangan budaya lebih berperan.
Fatthy (1986) dalam bukunya Natural Energy and Vernacular Architecture
menyanggah anggapan bahwa arsitektur vernakular yang dibangun dengan dasar
tradisi tersebut tidak ilmiah dan tidak tanggap terhadap lingkungan. Pembelajaran
masyarakat tradisional yang berulang berdasarkan pengalaman serta diuji serta
diperbaiki selama kurun waktu yang panjang merupakan bukti cara berfikir ilmiah
mereka yang tanggap terhadap lingkungan.
ARSITEKTUR RUMAH TRADISIONAL SUNDA DAN KEBERLANJUTANNYA STUDI KASUS: PERMUKIMAN SINDANG BARANG 22
REFERENSI
Anwar H, Nugraha HA. (2013). Rumah Etnik Sunda. Jakarta : Griya Kreasi
Hartono, 2010, IMPLIKASI INTERAKSI DESA-KOTA TERHADAP PERKEMBANGAN
RUMAH TRADISIONAL MASYARAKAT SUNDA, Bandung
Ilham, A. N., & Sotyan, A. (2012). TlPOLOGI BANGUNAN RUMAH TINGGAL ADAT
SUNDA DI KAMPUNG NAGA JAWA BARAT. Jurnal Tesa Arsitektur Vol 10 no
18
Iswanto HY. (2013). Kajian Konsep Green Architecture Berbasis Arsitektur Tradisional
Sebagai Manifestasi Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia. File Presentasi
Kasepuhan Ciptarasa ke Ciptagelar di Kab.Sukabumi-Jawa Barat. Laporan Tesis
Magister Arsitektur, SAPPK-ITB. Tidak diterbitkan
Muanas, D. (1998). Arsitektur Tradisional Jawa Barat. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia.
Nuryanto. (2006). Kontinuitas dan Perubahan Pola Kampung dan Rumah Tinggal
RAPOPORT, AMOS, 1969, House Form and Culture. London: Prentice-Hall
SATWIKO, PRASASTO, 2003, Fisika Bangunan I, Yogyakarta, Penerbit Andi
Suharjanto, G. (2014). Konsep Arsitektur Tradisional Sunda Masa Lalu dan Masa Kini.
Jurnal COMTECH Vol 5 No 1, 505-521.
ZUBAIDI, FUAD, 2009, Arsitektur Kaili Sebagai Proses Dan Produk Vernakular, Jurnal
Ruang Volume 1 Nomor 1 September 2009, Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik
Universitas Tadulako
ARSITEKTUR RUMAH TRADISIONAL SUNDA DAN KEBERLANJUTANNYA STUDI KASUS: PERMUKIMAN SINDANG BARANG 23