Anda di halaman 1dari 23

1.

DESCRIPTION CLIMATE AND BUILDING


1.1 GEOGRAFIS DAN IKLIM
Secara astronomis, Provinsi Jawa Barat terletak antara 5°50’ - 7°50’ Lintang
Selatan dan 104°48’ - 108°48’ Bujur Timur. Luas keseluruhan 2.053.268,459 ha,
Tanah Perkebunan 316.000,000 Tanah Hutan 944.872,670 ha. Berdasarkan posisi
geografisnya, Provinsi Jawa Barat memiliki batas-batas: Utara, dengan Laut Jawa dan
Provinsi DKI Jakarta; Timur, dengan Provinsi Jawa Tengah; Selatan, dengan Samudra
Indonesia; dan Barat, dengan Provinsi Banten.
Provinsi Jawa Barat memiliki kondisi alam dengan struktur geologi yang
kompleks dengan wilayah pegunungan berada di bagian tengah dan selatan serta
dataran rendah di wilayah utara. Memiliki kawasan hutan dengan fungsi hutan
konservasi, hutan lindung dan hutan produksi yang proporsinya mencapai 22,10%
dari luas Jawa Barat; curah hujan berkisar antara 2000-4000 mm/th dengan tingkat
intensitas hujan tinggi; memiliki 40 Daerah Aliran Sungai (DAS) dengan debit air
permukaan 81 milyar m3 /tahun dan air tanah 150 juta m3 /th.
lklim yang berlaku di lndonesia yakni iklim tropis dengan musim penghujan
dan kemarau berlaku pula di Jawa Barat. Bahkan dibanding dengan daerah-daerah
lain seperti Jawa Tengah dan Jawa Timur. daerah Jawa Barat merupakan daerah yang
paling banyak menerima hujan.
a. Curah Hujan

Gambar 1: Data Curah Hujan Tiap Kota di Jawa Barat


Sumber: Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika 2020
Curah hujan dalam tahun 2019 mencapai jumlah rata-rata 3555.9 mm/tahun
atau sebanyak 202/hari/tahun. Sedang angka rata-rata per tahun sebelum sebelumnya
adalah 2982.8/mm/tahun dengan hari hujan sebanyak 167 hari/tahun. Identitas dan
kepastian curah hujan setiap daerah atau kabupaten di Jawa Barat tidak sama. Curah
hujan tertinggi mencapai 3656,80 mm/tahun sebanyak 340 hari terjadi di Kota Bogor

ARSITEKTUR RUMAH TRADISIONAL SUNDA DAN KEBERLANJUTANNYA STUDI KASUS: PERMUKIMAN SINDANG BARANG 1
sedangkan curah hujan terendah mencapai 1761,80 mm/tahun sebanyak 87 hari. Kota-
kota dengan curah hujan mencapai 2000-3000 mm/tahun antara lain Bogor, Sukabumi,
Cianjur, Tasikmalaya dan Subang sedangkan Kota dengan curah hujan 1000-2000
mm/tahun berada di Majalengka, Cirebon dan Bandung. Dapat disimpulkan bahwa
rata-rata curah hujan di Jawa Barat tergolong tinggi sehingga berpengaruh terhadap
arsitektur rumah tradisional sunda.
b. Suhu

Gambar 2: Data Suhu di Jawa Barat Tahun 2018-2019


Sumber: Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika 2020
Suhu tahun 2019 maksimum mencapai angka 36,1 derajat celcius sedangkan
suhu minimum mencapai 18,2 derajat celcius sehingga suhu rata-rata mencapai 26,31
derajat celcius. Kondisi suhu rata-rata tahun 2018 dan 2019 mengalami penurunan
sebesar 0,05 derajat celcius. Dapat disimpulkan bahwa suhu di Jawa Barat termasuk
kategori zona nyaman berdasarkan ASHRAE (1981) berkisar antara 22°C – 26°C.
c. Kelembaban Udara

Gambar 3: Data Kelembaban di Jawa Barat Tahun 2018-2019


Sumber: Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika 2020
Kelembaban udara tahun 2019 maksimum mencapai angka 96,3 %
kelembaban minimum mencapai 61,3 % sehingga kelembaban rata-rata mencapai
81,05%. Kondisi kelembaban udara rata-rata tahun 2018 dan 2019 mengalami
kenaikan mencapai 0,08% Dapat disimpulkan bahwa kelembaban udara di Jawa Barat
termasuk kategori sangat lembab melebihi standar ASHRAE (1981) antara 20%-70%.
d. Kecepatan Angin

Gambar 4: Data Kecepatan Angin di Jawa Barat Tahun 2018-2019

ARSITEKTUR RUMAH TRADISIONAL SUNDA DAN KEBERLANJUTANNYA STUDI KASUS: PERMUKIMAN SINDANG BARANG 2
Sumber: Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika 2020
Kecepatan angin tahun 2019 maksimum mencapai angka 18 mm/det
sedangkan suhu minimum mencapai 0,2 m/det sehingga kecepatan angin rata-rata
mencapai 1,08 mm/det. Kondisi kecepatan angin rata-rata tahun 2018 dan 2019
mengalami penurunan dari 2,82 mm/det menjadi 1,08 mm/det. Dapat disimpulkan
bahwa kecepatan angin di Jawa Barat tergolong tinggi berdasarkan BSN (2001)
berkisar antara 0,15-0,25 m/det.

1.2 PERMUKIMAN SINDANG BARANG


Kota Bogor terletak di Provinsi Jawa Barat, Kota ini punya masa lalu
yang erat dengan suku Sunda pada zamannya, tak heran jika melihat eksistensi
masyarakat Sunda di Kota Bogor. Kampung Budaya Sindang Barang bisa
menjadi tempat wisata sambil mengenal dan belajar budaya Sunda. Mari kita
mengenal lebih jauh Kampung Budaya Sindang Barang, mulai dari letaknya,
fasilitas yang tersedia, kegiatan-kegiatan yang terselenggara, hingga pada
sejarahnya. Alamat Kampung Budaya Sindang Barang berada di Jl. Endang
Sumawijaya, RT. 02 / RW. 08, Sindang Barang, Dukuh Menteng, Desa Pasir
Eurih, Kecamatan Tamansari, Bogor, Jawa Barat. Sindang Barang telah
dijadikan tujuan wisata budaya Sunda karena banyak peninggalan Kerajaan
Sunda abad ke-12.

Gambar 5: Suasana Kampung Sindang Barang


Sumber: Sumber: instagram.com/kampungbudayasindangbarang

1.3 PENGARUH IKLIM TROPIS LEMBAB TERHADAP ARSITEKTUR


Iklim tropis adalah iklim yang terjadi atau berlaku pada daerah tropis, yakni
daerah diantara isotherm 20° dibelahan bumi utara dan selatan. Terdapat dua macam
iklim tropis yakni tropis kering dan tropis lembab. Menurut Lippsmeier (1994)
Indonesia termasuk dalam daerah hutan hujan tropis atau tropika basah yang meliputi
daerah sekitar khatulistiwa sampai sekitar 15° utara dan selatan. Karakter iklim tropis
lembab ditandai dengan presipitasi (hujan) dan kelembaban tinggi dengan temperatur
yang hampir selalu tinggi (suhu tahunan berkisar antara 23°C pada musim hujan
sampai dengan 38°C pada musim panas), angin sedikit, radiasi matahari sedang
sampai kuat, pertukaran panas kecil karena tingginya kelembaban. Curah hujan tinggi.
Terdapat dua musim dalam tiap tahunnya, yakni musim kemarau yang berlangsung
antara bulan maret sampai Agustus dan musim penghujan yang berlangsung antara

ARSITEKTUR RUMAH TRADISIONAL SUNDA DAN KEBERLANJUTANNYA STUDI KASUS: PERMUKIMAN SINDANG BARANG 3
bulan September sampai Pebruari (Szokolay, 1981). Intensitas radiasi sinar matahari
ini dipengaruhi oleh posisi tempat atau lokasi terhadap garis edar matahari, arah
hadap bangunan, bentuk bangunan
Kelembaban yang cocok berkisar antara 40% sampai 70%. Pada kelembaban
yang tinggi, dinding akan cenderung basah serta mengurangi isolasi kalor.
Kelembaban yang tidak dihalau pergi oleh angin dapat menjadi penyebab ketidak
nyamanan dalam ruangan. Kelembaban juga dapat menyebabkan kerusakan bahan
bangunan, kayu membusuk, logam berkarat serta muai susut yang berlebihan.
Pergerakan udara terjadi apabila ada perbedaan suhu, angin mengalir dari daerah
bersuhu rendah ke daerah bersuhu tinggi. Pada daerah tropis lembab angin diperlukan
untuk mengurangi suhu dan kelembaban. Pergerakan udara yang diinginkan adalah
angin sepoi-sepoi, yakni pada kecepatan sampai 1 m/detik. Pergerakan angin dalam
skala permukiman ditentukan oleh kepadatan serta pola kelompok bangunan. Dalam
skala rumah ditentukan oleh bentuk masa, lebar dan letak ventilasi, tata ruang, serta
vegetasi di sekitar bangunan (Lippsmeier, 1994).
Dalam konteks respon terhadap iklim tropis, bangunan dianggap baik apabila
dapat merubah kondisi iklim luar yang relatif tidak nyaman menjadi kondisi yang
nyaman bagi manusia yang tinggal di dalam bangunan tersebut. Dengan demikian
arsitektur tropis akan mengacu pada kualitas fisik ruang dalamnya, yakni: suhu ruang
yang rendah, kelembaban relatif tidak terlalu tinggi, pencahayaan alam cukup,
pergerakan udara memadai, terhindar dari hujan dan terik matahari. (Juhana, 2001).
Namun anggapan tersebut kiranya perlu dikaji lebih jauh, kaitannya dengan
masyarakat tradisional Sunda serta umumnya di nusantara. Penilaian terhadap baik
buruknya sebuah karya arsitektur tropis diukur secara kuantitatif menurut kriteria-
kriteria tertentu, meliputi: suhu ruang, kelembaban, intensitas cahaya, aliran udara,
adakah air hujan masuk bangunan, serta adakah terik matahari mengganggu penghuni
dalam bangunan. Dalam bangunan yang dirancang menurut kriteria semacam ini,
penghuni bangunan diharapkan dapat merasakan kondisi yang lebih nyaman
dibanding ketika mereka berada di alam luar. (Karyono, 2000)
Beberapa kriteria rancangan bangunan tropis: Bentuk dan Denah bangunan
sebaiknya segi panjang dimana sisi panjang menghadap utara selatan dengan bukaan
secukupnya pada arah ini. Bangunan tipis untuk menjamin sirkulasi udara silang,
lobang ventilasi terletak berhadapan. Lebar bukaan sekitar 20% luasan dinding.
Bukaan-bukaan dinding untuk ventilasi dan penerangan. Atap mempunyai kemiringan
yang mencukupi untuk mengurangi intensitas radiasi matahari serta pengaliran air
hujan. Material atap dipilih yang memungkinkan aliran udara panas, isolasi panas
serta meredam bunyi ketika hujan. Overstek atau pelindung penting untuk
pembayangan, air hujan dan penahan silau. Penanggulangan aliran panas akibat
konveksi dilakukan dengan atap ganda dengan atap bawah berfungsi sebagai isolator.
Penggunaan material serta warna yang dapat memantulkan sinar.
Pematah sinar matahari dapat menciptakan bayangan pada fasade bangunan.
Terciptanya bayangan berarti berkurangnya jumlah radiasi sinar matahari yang
diterima fasade bangunan, dengan demikian akan berkurang jumlah panas yang
diterima yang akan menyebabkan temperaturnya menjadi lebih rendah (Zulfikri,2008).

ARSITEKTUR RUMAH TRADISIONAL SUNDA DAN KEBERLANJUTANNYA STUDI KASUS: PERMUKIMAN SINDANG BARANG 4
Pada figurasi kelompok bangunan, bangunan terbuka dengan jarak antar bangunan
mencukupi untuk menjamin sirkulasi udara serta mempunyai lorong-lorong yang
menerus untuk mengalirkan angin. Gerakan udara menimbulkan pelepasan panas dari
permukaan kulit oleh penguapan. Semakin cepat semakin banyak panas yang hilang.

1.4 ARSITEKTUR TRADISIONAL SUNDA


Tradisional berasal dari kata tradisi atau dalam bahasa Latin tradition yang
berarti kebiasaan yang bersifat turun temurun (Rosadi, 2012). Arsitektur Tradisional
dibangun berdasarkan kaidah-kaidah tradisi yang dianut masyarakat setempat.
Arsitektur tradisional juga merupakan suatu bentukan dari unsur kebudayaan yang
tumbuh dan berkembang bersamaan dengan pertumbuhan suatu suku bangsa sehingga
dijadikan sebagai suatu identitas suku bangsa tersebut (Rahmansah et al., 2014).
Arsitektur tradisional yang ada di Indonesia berkembang melalui proses akumulasi
waktu yang panjang. Arsitektur tradisional merupakan cerminan bentuk dan adaptasi
terhadap lingkungan, baik iklim, budaya maupun kondisi sosial masyarakat (Prasetyo
et al., 2017). Oleh karena itu, desain dan bentuk arsitektur tradisional yang ada di
Indonesia sudah pasti mampu bertahan dengan kondisi iklim maupun berbagai faktor
alam lainnya.
Menurut Suharjanto (2014) konsep dasar rancangan arsitektur tradisional
Sunda adalah menyatu dengan alam. Alam sebagai potensi atau kekuatan yang sudah
seharusnya untuk dihormati dan dimanfaatkan secara tepat dalam kehidupan sehari-
hari. Bumi sebagai sebutan secara halus untuk tempat tinggal bagi orang Sunda.
Masyarakat Sunda memiliki sistem kosmologi mengenai alam semesta. Di dalam
sistem tersebut terdapat pembagian tiga jenis dunia, yakni 1) Buana nyungcung atau
ambu luhur, artinya dunia atas sebagai tempat tinggal Sanghyang, para dewa, batara,
atau leluhur yang sangat disucikan; 2) Buana panca tengah atau ambu tengah, adalah
dunia tengah sebagai tempat tinggal manusia atau makhluk ciptaan Sanghyang; 3)
Buana larang atau ambu handap, artinya dunia bawah sebagai tempat kembalinya
manusia ke asalnya yaitu tanah (kematian) (Nuryanto, 2014).
Menurut Info Budaya (2018) struktur dan konstruksi rumah panggung
Masyarakat Sunda terlihat ringan dan sederhana, karena bahan-bahan yang dipakai
seluruhnya berasal dari alam sekitar dan dibuat sendiri. Menurut Nuryanto (2014)
rumah tradisional Sunda disusun berdasarkan kosmologi dari tubuh manusia yang
juga merupakan perwujudan alam semesta. Susunan rumah tradisional menurut
Nuryanto (2014) terdiri dari tiga bagian yaitu :
a. Kepala (Hulu)
Kepala sebagai posisi yang agung, mulia, tinggi dan terhormat. Dalam struktur
bangunan, kepala merupakan atap bangunan. Bentuk umum atap rumah
tradisional Sunda adalah bentuk pelana dan jure/ suhunan.
b. Badan (Awak)
Badan merupakan bagian tengah yang bermakna keseimbangan (area netral)
dan
kehidupan. Di dalam bagian tengah ini digunakan sebagai tempat tinggal
manusia dan pusat dunia.

ARSITEKTUR RUMAH TRADISIONAL SUNDA DAN KEBERLANJUTANNYA STUDI KASUS: PERMUKIMAN SINDANG BARANG 5
c. Kaki (Suku)
Kaki sebagai posisi paling bawah (tanah). Posisi tersebut sebagai tempat
tinggal makhluk-makhluk gaib, roh-roh jahat yang mengganggu manusia.
Tanah merupakan simbol kematian. Oleh karena itu lantai dibuat tidak
menempel langsung dengan tanah. Lantai ditinggikan dengan menggunakan
umpak.

Gambar 6: Bangunan Utama Arsitektur Tradisional Sunda


Sumber: Kustianingrum, 2013

1.4.1 Tipologi Rumah Tradisional Sunda


Rumah tradisional Sunda memiliki berbagai macam tipologi. Menurut Deny
(2008) dan Ilham dkk (2012) terdapat beberapa tipologi rumah tradisional Sunda
dengan berbagai bentuk atapnya, yakni sebagai berikut :
a. Suhunan Jolopong
Suhunan jolopong (suhunan panjang) memiliki arti tergolek lurus. Bentuk
jolopong ini memiliki dua bidang atap saja. Kedua bidang atap dengan jalur
suhunan di tengah bangunan rumah (Deny, 2008). Menurut Ilham dkk (2012)
bentuk atap suhunan jolopong ini merupakan bentuk dasar atap rumah adat
Sunda. Hampir di seluruh rumah adat Sunda di perkampungan Jawa Barat
menggunakan bentuk ini.

Gambar 7: Suhunan Jolopong


Sumber: Deny, 2018

ARSITEKTUR RUMAH TRADISIONAL SUNDA DAN KEBERLANJUTANNYA STUDI KASUS: PERMUKIMAN SINDANG BARANG 6
b. Suhunan Julang Ngapak
Atap julang ngapak memiliki bentuk yang melebar di kedua sisi bidang
atapnya. Dilihat dari arah muka rumahnya, bentuk atap menyerupai sayap
burung julang (nama sejenis burung) yang merentangkan sayapnya (Deny,
2008). Bentuk atap julang ngapak memiliki empat buah bidang atap. Dua
bidang pertama merupakan bidang-bidang yang menurun dari arah garis
suhunan, dua bidang lainnya sebagai
kelanjutan dari bidang tersebut dengan bentuk sudut tumpul pada garis
pertemuannya. Bidang atap lanjutan atau disebut sebagai leang-leang lebih
landai dibanding bidang utama (Ilham dkk., 2012)

Gambar 8: Suhunan Julang Ngapak


Sumber: Ilham dkk, 2012
c. Suhunan Perahu Kumerep
Bentuk atap ini memiliki empat bidang atap. Sepasang atap yang
berseberangan memiliki luas bidang yang sama. Letak kedua bidang atap
lainnya berbentuk segitiga sama kaki dengan kedua titik ujung suhunan
sebagai titik puncak segitiga itu.

Gambar 9: Suhunan Perahu Kumerep


Sumber: Ilham dkk, 2012
d. Suhunan Buka Palayu
Buka palayu merupakan istilah yang memiliki arti “menghadap ke bagian
panjangnya”. Selain itu, nama palayu juga sebagai letak pintu muka dari
rumah yang menghadap ke arah salah satu sisi dari bidang atapnya (Deny,
2008). Menurut Ilham dkk (2012) pada umumnya menggunakan bentuk atap
parahu tengkureb (parahu kumureb) dan atap suhunan jolopong.

ARSITEKTUR RUMAH TRADISIONAL SUNDA DAN KEBERLANJUTANNYA STUDI KASUS: PERMUKIMAN SINDANG BARANG 7
Gambar 10: Buka Palayu bentuk suhunan
jolopong dan parahu kumureb
Sumber: Ilham dkk, 2012
e. Buka Pongpok
Bentuk atap ini sama saja dengan bentuk atap buka palayu. Perbedaannya
hanya pada letak pintunya saja. Pada bentuk atap ini, letak pintu berada pada
sisi atap yang nampak bentuk segitiganya, bukan pada bidang atap yang
menjalar keluar (Ilham dkk., 2012)

Gambar 11: Suhunan Buka Pongpok


Sumber: Ilham dkk, 2012
f. Badak Heuay
Bentuk atap badak heuay ini menyerupai bentuk badak dengan mulut yang
menganga. Bentuk atap badak heuay ini sangat mirip dengan bentuk atap
tagog anjing. Perbedaannya pada bidang atap yang belakang. Bidang atap
yang belakang ini dilebihkan sedikit hingga melewati bidang atap yang ada di
depannya. Bidang atap yang melewati ini dinamakan rambu (Ilham dkk.,
2012).

ARSITEKTUR RUMAH TRADISIONAL SUNDA DAN KEBERLANJUTANNYA STUDI KASUS: PERMUKIMAN SINDANG BARANG 8
Gambar 12: Badak Heauy
Sumber: Ilham dkk, 2012
g. Togo Anjing/Tagog Anjing
Bentuk tagog anjing ini merupakan bentuk atap yang menyerupai sikap anjing
yang sedang duduk. Bentuk atap ini bidang pertamanya lebih lebar dibanding
dengan bidang atap lainnya yang keduanya merupakan penutup ruangan.
Umumnya sisi bawahnya tidak disangga dengan tiang. Bidang atap yang
sempit ini berfungsi sebagai penutup cahaya maupun air hujan agar tidak silau
dan tampias air. Ruangan berada pada atap belakangnya. Bentuk ini mendapat
pengaruh dari kebudayaan Jawa (Mataram).

Gambar 13: Togo Anjing/Tagog Anjing


Sumber: Ilham dkk, 2012

2. EXPLAINATION OF CLIMATIC DESIGN STRATEGY AND ADAPTATION


Awal mula arsitektur lahir sekadar untuk menciptakan tempat tinggal sebagai
wadah perlindungan terhadap gangguan alam dan binatang (Rapoport,1969). Dalam
perkembangannya respon terhadap lingkungan yang sama memiliki kecenderungan
untuk menghasilkan satu cara dan bentuk yang sama. Suatu cara yang lahir begitu saja
dan kemudian membentuk satu pola yang dianut bersama dan menjadi satu tradisi
yang dikenal sebagai arsitektur vernacular (Rudolvsky dalam Zubaidi, 2009). Bentuk
dalam arsitektur terwujud karena tuntutan pemenuhan aktivitas manusia, termasuk di
dalamnya pemenuhan terhadap kondisi alami. Sementara itu aktivitas timbul dari

ARSITEKTUR RUMAH TRADISIONAL SUNDA DAN KEBERLANJUTANNYA STUDI KASUS: PERMUKIMAN SINDANG BARANG 9
kebutuhan manusia, baik fisik maupun psikologis. Fungsi, sebagai awal perwujudan
bentuk, dapat berubah dan berkembang tiada henti. Penyesuaian bangunan terhadap
iklim, menjadikan adanya hubungan erat antara bentuk, fungsi dan alam (Horatio
Greenough dalam Sutrisno, 1984). Lebih lanjut dikenalkan form follow function
(bentuk mengikuti fungsi) dengan dua prinsip utama: bentuk akan berubah jika fungsi
berubah dan fungsi baru tidak mungkin diikuti bentuk lama.

2.1 Respon Rumah Tradisional Sunda Terhadap Iklim


Bentuk rumah masyarakat Sunda adalah panggung, yaitu rumah berkolong
dengan menggunakan pondasi umpak. Di samping itu, panggung merupakan bentuk
yang paling penting bagi masyarakat Sunda, dengan suhunan panjang dan jure.
Bentuk panggung yang mendominasi sistem bangunan di Tatar Sunda mempunyai
fungsi teknik dan simbolik. Secara teknik rumah panggung memiliki tiga fungsi, yaitu:
tidak mengganggu bidang resapan air, kolong sebagai media pengkondisian ruang
dengan mengalirnya udara secara silang baik untuk kehangatan dan kesejukan, serta
kolong juga dipakai untuk menyimpan persediaan kayu bakar dan lain sebagainya
(Adimihardja dalam Nuryanto, 2006).

Gambar 14: Fungsi simbolik Rumah Tradisional Sunda


Sumber: Iswanto, 2013
Fungsi secara simbolik didasarkan pada kepercayaan Orang Sunda, bahwa
dunia terbagi tiga: buana larang, buana panca tengah, dan buana nyuncung. Buana
panca tengah merupakan pusat alam semesta dan manusia menempatkan diri sebagai
pusat alam semesta, karena itulah tempat tinggal manusia harus terletak di tengah-
tengah, tidak ke buana larang (dunia bawah/bumi) dan buana nyuncung (dunia
atas/langit). Dengan demikian, rumah tersebut harus memakai tiang yang berfungsi
sebagai pemisah rumah secara keseluruhan dengan dunia bawah dan atas. Tiang
rumah juga tidak boleh terletak langsung di atas tanah, oleh karena itu harus di beri
alas yang berfungsi memisahkannya dari tanah yaitu berupa batu yang disebut umpak
sebagainya (Adimihardja dalam Nuryanto, 2006).

ARSITEKTUR RUMAH TRADISIONAL SUNDA DAN KEBERLANJUTANNYA STUDI KASUS: PERMUKIMAN SINDANG BARANG 10
Secara teknis, rumah tradisional Sunda memiliki ciri yang khas, yaitu bentuk
atap yang menyesuaikan terhadap keadaan alam, fungsi, dan adat istiadat dari
kampung setempat (Anwar dan Nugraha, 2013). Material yang digunakan untuk
membangun semua bersumber dari alam. Hasil karya mereka tampak harmoni dengan
lingkungan sekitarnya sehingga keberlangsungan hidup generasi pada masa yang akan
datang tetap terjaga dengan baik.

2.1.1 Tata Letak Pemukiman Kampung Sindang Barang


Pola permukiman kampung sindang barang dikelilingi dengan area
persawahan. Berdasarkan kepercayaan masyarakat sunda filosofi pola permukiman
kampung ini memiliki konsep lemah-cai. Lemah-cai memiliki pengertian dimana
lemah elemen tanah yang bermaksud tempat untuk tempat tinggal masyarakat
sedangkan cai yaitu air yang bermaksud ladang sawah yang memiliki mata air untuk
berlangsungnya masyarakat (Kustianingrum et al., 2013).

Sawah
Irigasi
Samah
Irigasi
Sawah
Irigasi
Hutan
Lapang
an
Gambar 15: Siteplan Permukiman Sindang Barang
Sumber: ARTEKS (Hutomo et al., 2020)

Tata Ruang Secara tipologi bentuk bangunan secara rumah tradisional sunda
berbentuk panggung memiliki ketinggian 40 cm- 1,5 m. Rumah panggung sangat
berguna menghindari binatang buas dan banjir, tahan terhadap gempa serta
memperlancar sirkulasi udara segar. Bentuk massa bangunan berbentuk persegi
Panjang. Pola tata ruang membagi tatanan bagian atas,tengah dan bawah.
Tata ruang kampung sindang barang memiliki kamar tidur,ruang tidur dan
dapur. Tata ruang kampung ini tidak memiliki kamar di dalam bangunan. Konsep tata
ruang seperti pada umumnya rumah tradisional sunda bagian depan berfungsi sebagai
penerima tamu dan bagian ruang depan bersifat publik

ARSITEKTUR RUMAH TRADISIONAL SUNDA DAN KEBERLANJUTANNYA STUDI KASUS: PERMUKIMAN SINDANG BARANG 11
Gambar 16: Denah Rumah Sindang Barang
Sumber: ARTEKS (Hutomo et al., 2020)

2.1.2 Bentuk Arsitektur Berdasarkan Prinsip Arsitektur Tropis


Pada bagian ini akan dikaji bagaimana rumah tradisional sunda merespon
iklim dimana bangunan berdiri. Empat aspek iklim tropis lembab, yakni Sinar
Matahari, Pergerakan Udara, Kelembaban serta Hujan akan menjadi sub bahasan yang
dihubungkan dengan pola kelompok rumah, orientasi, tata ruang serta penggunaan
bahan. Menurut DR. Ir. RM. Sugiyatmo, kondisi yang berpengaruh dalam
perancangan bangunan pada iklim tropis lembab adalah, yaitu:

a. Kenyamanan Termal
Menurut Givoni (1976) dan Szokolay (1980) tingkat kenyamanan thermal
secara alamiah sulit dan tidak akan mungkin dicapai tetapi hanya akan mendekati,
kecuali apabila memakai sistem penghawaan buatan. Kenyamanan hanya akan dicapai
apabila pada suatu kondisi suhu udara tertentu terdapat suatu kecepatan angin tertentu
yang mampu menghasilkan proses penguapan tubuh yang seimbang.
Pada arsitektur rumah tradisional sunda dengan aplikasi material dinding,
lantai pintu dan jendela yang banyak rongga dapat membuat pergerakan udara
didalam rumah lancar sehingga dapat memenuhi kenyamanan termal. bahan atau
material yang menggunakan kayu dan bambu dengan tingkat penyerapan panas
sedikit, sehingga laju aliran panas yang menembus bahan tersebut akan terhambat.
Sedangkan bahan atap terbuat dari ijuk yang disusun berlapis-lapis selain mempunyai
tahanan panas dan kapasitas panas yang lebih kecil dari dinding juga dapat menahan
turunnya air hujan.

b. Aliran Udara
Aliran udara terjadi karena adanya gaya thermal yaitu terdapat perbedaan
temperatur antara udara di dalam dan diluar ruangan dan perbedaan tinggi antara
lubang ventilasi. Kedua gaya ini dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk
mendapatkan jumlah aliran udara yang dikehendaki. Jumlah aliran udara dapat
memenuhi kebutuhan kesehatan pada umumnya lebih kecil daripada yang diperlukan

ARSITEKTUR RUMAH TRADISIONAL SUNDA DAN KEBERLANJUTANNYA STUDI KASUS: PERMUKIMAN SINDANG BARANG 12
untuk memenuhi kenyamanan thermal. Pergerakan udara merupakan faktor terpenting
untuk sebuah ruang demi mencapai kenyaman termal di dalam ruang.angin yang
diterima dari luar bangunan ke dalam bangunan seharusnya dapat diperkirakan
dengan baik,untuk itu pergerakan udara dapat menentukan orientasi bukaan dan besar
ventilasi pada suatu bangunan tersebut.

Gambar 17: Analisis Pergerakan Udara


Sumber: Aprita, 2020

c. Radiasi Panas atau Pencahayaan


Radiasi panas atau pencahayaan dapat terjadi oleh sinar matahari yang
langsung masuk ke dalam bangunan dan dari permukaan yang lebih panas dari
sekitarnya, untuk mencegah hal itu dapat digunakan alat-alat peneduh (Sun Shading
Device) (Aprita, 2020). Menurut Satwiko (2004) cahaya alami merupakan cahaya
yang didapatkan dari sinar matahari secara langsung dari awal matahari terbit hingga
terbenam . pencahayaan adalah proses lengkap dalam mendesain bangunan untuk
memanfaatkan cahaya alami secara maksimal. Hal ini meliputi aktivitas berikut
(karlen,2007 ; 31):
1. Menempati bangunan, yaitu mengorientasikan bangunan untuk memperoleh
cahaya matahari secara optimal.
2. Pembentukan massa bangunan, menampilkan permukaan bangunan yang
secara optimum menghadap kearah matahari
3. Memilih bukaan bangunan yang memungkinkan jumlah cahaya yang cukup
masuk ke dalam bangunan, dengan memperhitungkan siklus matahari, musim,
cuaca
4. Menambahkan peralatan pelindung yang tepat dan dapat diatur, seperti kerai
atau tirai, untuk memungkinkan penghuni bangunan untuk mengontrol cahaya
matahari yang masuk kedalam bangunan
Kenyamanan termal berdasarkan permukiman dapat dilihat dari keadaan
sekitar. Pada permukiman sindang barang terdapat vegetasi hal ini yang akan
berpengaruh terhadap sirkulasi udara dan radiasi sinar matahari. Dari segi aspek
radiasi matahari pada permukiman panas matahari diserap oleh vegetasi hal ini
mengakibatkan udara yang dihasilkan lingkungan sekitar terasa sejuk. Aspek radiasi
akan berpengaruh pada radiasi yang dipaparkan ke massa bangunan menjadi sedikit
dan berpengaruh terhadap bayangan yang dihasilkan.

ARSITEKTUR RUMAH TRADISIONAL SUNDA DAN KEBERLANJUTANNYA STUDI KASUS: PERMUKIMAN SINDANG BARANG 13
Gambar 18: Analisis Aspek Radiasi Matahari di Kampung Sindang Barang
Sumber: Aprita, 2020
d. Aspek Curah Hujan
Aspek curah hujan dapat menjadi beberapa aspek dalam mendalami kasus
kenyamanan termal. Pada aspek curah hujan akan berpengaruh pada sudut kemiringan
atap,berapa besar lebar tritisan dan vegetasi di sekitar pemukiman kampung sindang
barang. Tingkat curah hujan yang tinggi di kabupaten bogor hal tersebut yang akan
mempengaruhi pada desain seperti kemiringan pada atap hal ini dilakukan agar air
dapat mudah turun dan tidak mengendap lama agar tidak ada air yang masuk. Tritisan
yang lebar ini berfungsi untuk menghalangi air agar tidak mudah mengenai bagian
dinding pada bangunan,hal ini juga dilakukan agar dinding lebih lama. Karena
dinding yang terbuat dari bambu jika terkena air terus menerus akan mudah rusak.

Gambar 19: Analisis Curah Hujan Rumah di Kampung Sindang Barang


Sumber: Aprita, 2020
e. Orientasi Bukaan
Kota Bogor merupakan daerah beriklim tropis dengan pergerakan angin dari
Utara dan Barat Laut menuju Selatan. Hal tersebut juga dimanfaatkan untuk
memaksimalkan bukaan. Berdasarkan hasil survei bukaan hanya berada di beberapa
titik sedangkan bagian Barat Daya merupakan bagian yang dapat memaksimalkan
bukaan.

ARSITEKTUR RUMAH TRADISIONAL SUNDA DAN KEBERLANJUTANNYA STUDI KASUS: PERMUKIMAN SINDANG BARANG 14
Gambar 20: Analisis Orientasi Udara Hujan Rumah di Kampung Sindang
Sumber: Aprita, 2020
Orientasi bukaan merupakan salah satu hal terpenting yang harus di perhatikan
karena bukaan berfungsi untuk memasukan cahaya matahari dan udara. Di kampung
sindang barang bentukan masa berbentuk persegi Panjang,dengan meletakan sisi
terpendek di barat dan timur dan sisi terpanjang di letakkan di bagian sisi utara dan
selatan. Jumlah bukaan yang terletak di sisi selatan dan utara berjumlah 3 hal ini akan
berpengaruh pada banyaknya pergerakan udara yang masuk ke dalam bangunan.

2.2 Elemen arsitektur yang beradaptasi dengan iklim


a. Pondasi/Umpak

Gambar 21: Pondasi Umpak Rumah Sunda


Sumber: diaryarchitect.blogspot.com
Bentuk pondasi rumah tradisional Sunda mirip dengan pondasi umpak yang
dipakai untuk rumah – rumah tradisional jaman sekarang. Perbedaan yang
dapat dilihat dari pondasi rumah tradisional Sunda dengan pondasi umpak
yang sering dipakai sekarang adalah bentuk berupa kolom bangunan hanya
diletakan di atas sebuah batu datar yang sudah terbentuk di alam. Tujuan

ARSITEKTUR RUMAH TRADISIONAL SUNDA DAN KEBERLANJUTANNYA STUDI KASUS: PERMUKIMAN SINDANG BARANG 15
pembuatan pondasi seperti ini adalah untuk menghindari keretakan atau pada
kolom bangunan pada saat terjadi gempa, sedangkan bentuk lantai panggung
bertujuan untuk memungkinkan sirkulasi udara dari bawah lantai dapat
berjalan baik, sehingga kemungkinan terjadi kelembaban pada lantai bangunan
dapat dihindari.

b. Lantai

Gambar 20: Detail Hubungan Struktur Lantai


Sumber: Frans, 2011

Gambar 22: Detail Balok Penahan Lantai


Sumber: Frans, 2011

Gambar 23: Detail Struktur Lantai


Sumber: Frans, 2011

ARSITEKTUR RUMAH TRADISIONAL SUNDA DAN KEBERLANJUTANNYA STUDI KASUS: PERMUKIMAN SINDANG BARANG 16
Gambar 24: Tinggi Lantai dari Permukaan Tanah
Sumber: Frans, 2011
Lantai rumah tradisional Sunda terbuat dari pelupuh (bamboo yang sudah
dibelah). Alasan pembuatan lantai dari pelupuh adalah seperti yang telah
dijelaskan di atas yaitu agar udara yang melewati kolong rumah dapat masuk
ke ruang – ruang, selain itu dengan menggunakan lantai bambu, tingkat
kelembaban di dalam rumah juga akan berkurang, mengingat ketinggian lantai
rumah tradisional Sunda tidak seperti rumah tradisional lain pada umumnya
yaitu berkisar antara 50 – 60 centi meter dari permukaan tanah.

c. Dinding, Pintu, dan Jendela


Dinding, pintu, dan jendela memungkinkan udara dapat melewatinya. Dinding
bangunan terbuat dari anyaman bambu yang dapat dilewati udara, jendela
yang selalu terbuka dan hanya ditutupi kisi-kisi bambu maka udara dapat
bebas masuk dalam ruangan, sehingga suhu didalam ruangan tidak panas.
Dinding yang ringan terbuat dari anyaman bambu yang dapat menyerap dan
mencegah terjadinya panas akibat radiasi matahari sore hari. Selain itu
material dinding yang terbuat dari anyaman bambu memungkinkan udara
untuk masuk ke dalam rumah.

Gambar 25: Material Dinding (Kiri), Konstruksi Dinding dan Detail (kanan)
Sumber: Frans, 2011
Selain itu ada juga pintu dan jendela yang mempunyai daun pintu dan daun
jendela tunggal. Materialnya terbuat dari kisi – kisi bambu yang dapat
ditembus oleh udara, hal ini membuat suasana di dalam rumah tetap nyaman.

ARSITEKTUR RUMAH TRADISIONAL SUNDA DAN KEBERLANJUTANNYA STUDI KASUS: PERMUKIMAN SINDANG BARANG 17
Gambar 26: Jenis Pintu dan Jendela
Sumber: Frans, 2011
d. Plafon
Plafon selain sebagai penghias langit – langit rumah juga berfungsi sebagai
tempat untuk menyimpan barang. Kerangka plafon terbuat dari susunan
bambu bulat, dan di atasnya diletakan pelupuh sebagai bahan penutup plafon.

Gambar 27: Plafon


Sumber: Frans, 2011

e. Atap
Atap sebagai mahkota dari sebuah bangunan mempunyai fungsi untuk
melindungi penghuni yang berada di dalamnya. Atap dari rumah Sunda
terbuat dari ijuk, alasan pemilihan ijuk sebagai material atap karena ijuk
merupakan material yang dapat menyerap panas dengan baik sehingga tidak
menimbulkan suasana gerah di dalam rumah. Tritisan pada sisi depan rumah
mempunyai panjang 2 meter. Hal ini membuat dinding bangunan tidak
langsung terkena cahaya matahari sehingga dinding sebagai penyekat tidak
panas dan ruang di dalamnya tetap dingin. Selain itu ada juga sisi yang disebut
sebagai bidang atap terbuat dari anyaman bambu dan berfungsi sebagai
ventilasi atap.

ARSITEKTUR RUMAH TRADISIONAL SUNDA DAN KEBERLANJUTANNYA STUDI KASUS: PERMUKIMAN SINDANG BARANG 18
Gambar 28: Tritisan Atap
Sumber: Frans, 2011

Gambar 29: Struktur Atap


Sumber: Frans, 2011

3. ASPEK KEBERLANJUTAN ARSITEKTUR SUNDA


Arsitektur tradisional Sunda adalah karya arsitektur yang tumbuh dan berkembang
pada masyarakat Sunda di Indonesia. Arsitektur tradisional terbangun dengan bahan-
bahan alami. Dalam masyarakat tradisional Sunda, untuk mendirikan sebuah bangunan
perlu ritual-ritual khusus. Pada intinya mereka mempercayai bahwa lokasi site yang akan
dibangun ada yang memilikinya. Ritual khusus tersebut bermaksud untuk memohon izin
kepada Yang Maha Kuasa agar pada lokasi yang akan dihuni tersebut nantinya
memberikan keselamatan dan keberkahan bagi penghuninya. Dalam membangun pun
tidak sembarangan. Material alam yang akan dipakai untuk membangun dipilih dan
diupayakan agar tidak merusak komunitas alam. Hal ini berbanding terbalik dengan
realita kehidupan masyarakat modern saat ini yang cenderung mengeksploitasi alam.
Inilah mengapa terjadi persoalan banjir dan tanah longsor. Bahkan masalah banjir telah
menjadi perhatian khusus bagi para kepala daerah di Indonesia.

ARSITEKTUR RUMAH TRADISIONAL SUNDA DAN KEBERLANJUTANNYA STUDI KASUS: PERMUKIMAN SINDANG BARANG 19
Gambar 30: Arsitektur Rumah Tradisional Sunda
Sumber: Iswanto, 2014

Menarik pada masyarakat tradisional begitu kaya akan filosofi dan pandangan hidup
mereka terhadap alam semesta. Falsafah hidup tersebut mempengaruhi desain arsitektur
mereka. Mari kita diskusikan hal ini. Beberapa yang saya catat tentang konsep
berkelanjutan (sustainable) pada arsitektur tradisional sunda dirangkum ke dalam tiga
aspek yaitu pada bentuk bangunan, struktur bangunan dan material yang digunakan untuk
membangun.

3.1 Konsep Bangunan


Rumah pada arsitektur tradisional Sunda didesain dengan menggunakan rumah
panggung. Pada rumah panggung, massa bangunan diangkat ke atas dengan pondasi
umpak sehingga terbentuk kolong di bawah rumah. Kolong pada rumah panggung
memungkinkan terjadinya sistem sirkulasi udara secara menyilang yang diilustrasikan
pada gambar berikut.

Gambar 30: Konsep Bangunan Rumah Tradisional Sunda


Sumber: Iswanto, 2014
Berdasarkan ilustrasi tersebut, sirkulasi udara terjadi tidak hanya horizontal tetapi
juga dari bawah bangunan. Udara yang masuk adalah udara yang masih bersih dan sejuk
sehingga menyehatkan kondisi di dalam bangunan. Udara yang telah tercemar atau telah
berputar di dalam ruangan akan dikeluarkan melalui ventilasi dan bukaan.

ARSITEKTUR RUMAH TRADISIONAL SUNDA DAN KEBERLANJUTANNYA STUDI KASUS: PERMUKIMAN SINDANG BARANG 20
3.2 Struktur Bangunan
● Pondasi Rumah tradisional Sunda dibangun dengan menggunakan pondasi
umpak. Pondasi umpak ini terletak di atas permukaan tanah. Sehingga
mengangkat massa bangunan ke atas. Pondasi umpak ini menyebabkan terjadinya
ruang kosong di bawah massa bangunan yaitu kolong. Kolong dibiarkan secara
alami berupa tanah tanpa sentuhan penyelesaian. Tanah yang dibiarkan apa
adanya tersebut menciptakan area untuk resapan air. Pada saat hujan turun, air
hujan akan meresap dengan cepat ke dalam tanah sehingga mencegah terjadinya
banjir.
● Lantai, biasanya masyarakat sunda menggunakan lantai yang disebut dengan
palupuh (lantai bambu). Lantai bambu ini menimbulkan celah-celah sempit yang
memungkinkan untuk masuknya aliran udara dari kolong.
● Dinding, dinding pada rumah tradisional Sunda menggunakan bilik bambu.
● Atap, masyarakat Sunda menggunakan material ijuk atau alang-alang untuk
penutup atap rumahnya. Material ijuk atau alang-alang dapat menyerap hawa
panas dari radiasi sinar matahari sehingga suhu di bawah atap menjadi tetap sejuk.

3.3. Material/Bahan Bangunan


Masyarakat Sunda membangun rumah mereka berdasarkan kepercayaan
terhadap pembagian kekuasaan dunia. Masyarakat Sunda percaya dengan konsep
buana panca tengah yang merupakan metafora alam semesta tempat dimana manusia
hidup. Representasi terhadap kepercayaan tersebut menyebabkan rumah tradisional
Sunda tidak langsung menyentuh kepada tanah, tetapi diberi jarak untuk menghormati
tempat orang yang sudah meninggal. Tanah dalam kosmologi masyarakat Sunda
merupakan larangan bagi orang yang masih hidup. Oleh karena itu material bangunan
yang dipilih menghindari unsur tanah di dalamnya seperti batu bata, genteng yang
berasal dari tanah liat, dan keramik. Masyarakat Sunda beranggapan apabila orang
yang masih hidup menggunakan material yang terbuat dari tanah sama artinya dengan
mengubur diri. Sehingga material yang dipilih banyak berupa kayu, bambu, dan ijuk.
Hal ini cukup beralasan karena wilayah Jawa Barat sebagai tempat tinggal masyarakat
Sunda, dianugerahi kekayaan alam yang melimpah ruah.

4. KESIMPULAN
Sebagaimana dikatakan Rapoport (1969) bahwa iklim merupakan salah satu
pertimbangan penting dalam pembentukan rumah. Namun pada bagian lain
dikatakannya bahwa iklim bukan faktor yang dominan dalam menentukan bentuk
melainkan budaya. Pada Rumah tradisional Sunda, arah hadap rumah ke Selatan
menjadi salah satu faktor yang penting dalam merespon Iklim yang ada, walau
sebenarnya orientasi ini lebih dipengaruhi unsur kepercayaan hinduisme masyarakat
Sunda sendiri.
Adanya konstruksi panggung pada bangunan utama akan mengurangi lembab
yang berasal dari tanah. Elemen maupun faktor tersebut tidak semata-mata ada karena
pemikiran terhadap iklim, namun lebih pada pemikiran mengenai kepercayaan serta
wadah dari aktivitas yang dilakukan masyarakat setempat. Jadi adalah mungkin

ARSITEKTUR RUMAH TRADISIONAL SUNDA DAN KEBERLANJUTANNYA STUDI KASUS: PERMUKIMAN SINDANG BARANG 21
bahwa bentuk yang tercipta lebih dikarenakan budaya sekalipun respon terhadap iklim
cukup baik, atau sebaliknya bahwa sekalipun ada di daerah tropis namun bentuk yang
terjadi tidak begitu baik merespon iklim karena pertimbangan budaya lebih berperan.
Fatthy (1986) dalam bukunya Natural Energy and Vernacular Architecture
menyanggah anggapan bahwa arsitektur vernakular yang dibangun dengan dasar
tradisi tersebut tidak ilmiah dan tidak tanggap terhadap lingkungan. Pembelajaran
masyarakat tradisional yang berulang berdasarkan pengalaman serta diuji serta
diperbaiki selama kurun waktu yang panjang merupakan bukti cara berfikir ilmiah
mereka yang tanggap terhadap lingkungan.

ARSITEKTUR RUMAH TRADISIONAL SUNDA DAN KEBERLANJUTANNYA STUDI KASUS: PERMUKIMAN SINDANG BARANG 22
REFERENSI

Anwar H, Nugraha HA. (2013). Rumah Etnik Sunda. Jakarta : Griya Kreasi
Hartono, 2010, IMPLIKASI INTERAKSI DESA-KOTA TERHADAP PERKEMBANGAN
RUMAH TRADISIONAL MASYARAKAT SUNDA, Bandung
Ilham, A. N., & Sotyan, A. (2012). TlPOLOGI BANGUNAN RUMAH TINGGAL ADAT
SUNDA DI KAMPUNG NAGA JAWA BARAT. Jurnal Tesa Arsitektur Vol 10 no
18
Iswanto HY. (2013). Kajian Konsep Green Architecture Berbasis Arsitektur Tradisional
Sebagai Manifestasi Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia. File Presentasi
Kasepuhan Ciptarasa ke Ciptagelar di Kab.Sukabumi-Jawa Barat. Laporan Tesis
Magister Arsitektur, SAPPK-ITB. Tidak diterbitkan
Muanas, D. (1998). Arsitektur Tradisional Jawa Barat. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia.
Nuryanto. (2006). Kontinuitas dan Perubahan Pola Kampung dan Rumah Tinggal
RAPOPORT, AMOS, 1969, House Form and Culture. London: Prentice-Hall
SATWIKO, PRASASTO, 2003, Fisika Bangunan I, Yogyakarta, Penerbit Andi
Suharjanto, G. (2014). Konsep Arsitektur Tradisional Sunda Masa Lalu dan Masa Kini.
Jurnal COMTECH Vol 5 No 1, 505-521.
ZUBAIDI, FUAD, 2009, Arsitektur Kaili Sebagai Proses Dan Produk Vernakular, Jurnal
Ruang Volume 1 Nomor 1 September 2009, Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik
Universitas Tadulako

ARSITEKTUR RUMAH TRADISIONAL SUNDA DAN KEBERLANJUTANNYA STUDI KASUS: PERMUKIMAN SINDANG BARANG 23

Anda mungkin juga menyukai