Anda di halaman 1dari 6

3 (Tiga) Dosa yang Paling Besar Di Sisi Allah

Subhanahu Wa Ta’ala
Ditulis oleh Admin di/pada 31/03/2010

3 (Tiga) Dosa yang Paling Besar Di Sisi Allah Subhanahu Wata’ala

Pada suatu hari, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam sedang duduk bermajelis
bersama para shahabatnya dan memberikan pelajaran kepada mereka. Beliau shalallahu
‘alaihi wa sallam kemudian mengatakan:

‫أَالَ أ ُ َن ِّب ُئ ُك ْم ِبأ َ ْك َب ِر ْال َك َبائ ِِر ؟‬


“Perhatikanlah (wahai para shahabat), maukah aku tunjukkan kepada kalian dosa-dosa
yang paling besar?” Beliau shalallahu ‘alaihi wa sallam mengatakannya tiga kali.
Kemudian para shahabat mengatakan: “Tentu wahai Rasulullah.”

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam pun menerangkan:

ُّ ُ ‫الز ْو ِر أَ ْو َق ْول‬
‫الز ْو ِر‬ َ ‫هلل َو ُعقُ ْوقُ ا ْل َوالِ َد ْي ِن َو‬
ُّ ُ‫ش َها َدة‬ ْ ِ‫اإل‬.
ِ ‫ش َرا ُك ِبا‬

“(Dosa-dosa yang paling besar itu adalah) syirik kepada Allah, durhaka kepada kedua
orang tua, dan persaksian palsu (perkataan dusta).” (HR. Al Bukhari dan Muslim dari
shahabat Abu Bakrah radhiallahu ‘anhu )

Itulah sepenggal kisah bagaimana Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam membimbing dan
mengajarkan ilmu agama ini kepada para shahabatnya. Beliau adalah seorang yang
sangat bersemangat dalam mengajarkan segala permasalahan agama ini kepada
umatnya.

Beliau mengajarkan kebaikan agar umatnya melakukan kebaikan tersebut. Dan beliau
juga menerangkan beberapa bentuk kejelekan agar umatnya menjauhi kejelekan
tersebut.

Dalam hadits tersebut, secara khusus Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam menerangkan
sekaligus memperingatkan beberapa bentuk perbuatan dosa yang paling besar. Betapa
pentingnya peringatan tersebut sampai-sampai Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam
mengulanginya tiga kali. Perbuatan-perbuatan itu adalah:

1. Syirik kepada Allah ‘Azza wa Jalla.

Para pembaca yang dimuliakan Allah ‘Azza wa Jalla, Allah ‘Azza wa Jalla adalah Dzat
yang Maha Tunggal, Dialah satu-satunya yang menciptakan alam semesta ini, Dialah
satu-satunya Dzat yang memberi rizki kepada seluruh makhluk-Nya, dan Dialah satu-
satunya yang mengatur alam semesta ini. Maka dari itulah, Allah ‘Azza wa Jalla adalah
satu-satunya Dzat yang berhak untuk diibadahi, ditujukan kepada-Nya segala macam
permintaan dan do’a, dimintai rizki, dimintai pertolongan dan perlindungan.

Sangatlah tidak pantas jika seorang hamba beribadah kepada selain Allah ‘Azza wa
Jalla, memohon dan meminta kepada makhluk dengan permintaan yang tidak mungkin
bisa dipenuhi kecuali oleh Allah ‘Azza wa Jalla saja, seperti rizki, keselamatan, atau
menyandarkan nasib hidupnya kepada selain Allah ‘Azza wa Jalla.

Maka sangatlah tepat ketika Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam memposisikan syirik ini
sebagai dosa yang paling besar, karena seorang yang berbuat syirik berarti dia telah
berbuat lancang dan melampaui batas terhadap Penciptanya. Menjadikan tandingan /
sekutu bagi Allah ‘Azza wa Jalla, padahal Allah ‘Azza wa Jalla adalah Maha Tunggal dan
tidak ada sekutu baginya. Sungguh ini adalah kezhaliman yang sangat besar
sebagaimana Allah ‘Azza wa Jalla firmankan (artinya):

“Sesungguhnya kesyirikan merupakan kezhaliman yang besar.” (Luqman: 13)

Betapa zhalimnya ketika seorang muslim menyembelih hewan untuk kemudian


dipersembahkan kepada makhluk yang diyakini memiliki kekuatan sehingga dia akan
terhindar dari bencana, padahal Allah ‘Azza wa Jalla lah satu-satunya Dzat yang mampu
untuk mendatangkan bencana.

Dan betapa zhalimnya ketika seorang muslim meminta-minta keselamatan dan rizki yang
lancar kepada orang-orang shalih yang sudah meninggal di samping kuburannya,
padahal Allah ‘Azza wa Jalla sajalah yang mampu untuk memberikan keselamatan dan
rizki kepada makhluk-Nya.

Oleh karena itulah ketika shahabat ‘Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu bertanya
kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam:

‫ب أَ ْع َظ ُم ِع ْن َد هللاِ ؟‬ ُّ َ‫أ‬
ِ ‫ي ال َّذ ْن‬

“Dosa apa yang paling besar di sisi Allah?”

Beliau shalallahu ‘alaihi wa sallam menjawab:

‫أَنْ َت ْج َعل َ هّلِل ِ نِ ًّدا َوه َُو َخلَ َق َك‬.

“Engkau menjadikan tandingan bagi Allah (menyekutukan Allah) padahal Allah lah yang
telah menciptakanmu.” (HR. Al Bukhari dan Muslim)

Ketika syirik telah diposisikan sebagai dosa yang paling besar, maka tentunya adzab dan
bencana yang akan ditimpakan kepada pelakunya pun juga sangat besar. Allah ‘Azza wa
Jalla mengancam untuk tidak akan mengampuni pelaku kesyirikan selama dia belum
bertaubat ketika meninggal.

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik dan Dia akan mengampuni
dosa yang di bawah kesyirikan bagi siapa saja yang dikehendaki-Nya.” (An Nisa’: 48)

Amalan ibadah seseorang yang dikerjakan dengan susah payah dan kesungguhan yang
besar akan hilang nilainya dan sia-sialah apa yang dia amalkan tadi dengan sebab
kesyirikan yang dia lakukan. Yang demikian itu karena Allah ‘Azza wa Jalla akan
menghapus nilai amalan seseorang manakala dia telah berbuat lancang dengan
menyekutukan Allah ‘Azza wa Jalla dalam ibadah. Allah ‘Azza wa Jalla menegaskan
dalam ayat-Nya (artinya):
“Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) sebelummu:
jika kamu mempersekutukan (berbuat syirik) kepada Allah, niscaya akan terhapuslah
amalanmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi.” (Az Zumar: 65)

Dan pada akhirnya, sungguh malang nasib seorang yang berbuat syirik karena tempat
tinggal terakhirnya adalah di An Nar (neraka) dan dia kekal di dalamnya karena Allah
‘Azza wa Jalla telah mengharamkan baginya untuk masuk ke dalam Al Jannah
sebagaimana yang Allah ‘Azza wa Jalla firmankan (artinya):

“Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah
mengharamkan kepadanya Al Jannah, dan tempatnya adalah An Nar, tidaklah ada bagi
orang-orang yang zhalim itu seorang penolongpun.” (Al Ma’idah: 72)

Dan sebagaimana juga yang Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam sabdakan:

َ ‫مَنْ َماتَ َوه َُو يَدْ ُع ْو مِنْ د ُْو ِن هللاِ نِدٌّا‬.


َ ‫دَخل َ ال َّن‬
‫ار‬

“Barangsiapa yang meninggal dunia dalam keadaan dia berdo’a (beribadah) kepada
selain Allah (sebagai) tandingan / sekutu (bagi Allah), maka dia akan masuk ke dalam An
Nar. (HR. Al Bukhari)

2. Durhaka kepada kedua orang tua

Durhaka kepada kedua orang tua diposisikan sebagai dosa besar setelah syirik. Yang
demikian itu karena perintah untuk berbuat baik kepada orang tua sering diiringkan dan
diletakkan setelah perintah untuk beribadah dan mengesakan ibadahnya tersebut kepada
Allah ‘Azza wa Jalla. Ini menunjukkan besarnya hak orang tua untuk mendapatkan
perlakuan yang baik dari anak-anaknya.

Allah ‘Azza wa Jalla berfirman (artinya):

“Dan beribadahlah kalian kepada Allah dan jangan menyekutukan-Nya dengan sesuatu
apapun dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua …” (An Nisa’: 36)

Durhaka kepada kedua orang tua apapun bentuknya merupakan perbuatan yang
diharamkan oleh Allah ‘Azza wa Jalla dan Rasul-Nya shalallahu ‘alaihi wa sallam.
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ِ ‫هللا َت َعالَى َح َّر َم َعلَ ْي ُك ْم ُعقُ ْوقَ ْاأل ُ َّم َها‬


‫ت‬ َ َّ‫… إِن‬..

“Sesungguhnya Allah Ta’ala mengharamkan atas kalian durhaka kepada para ibu (yakni
orang tua), …” (Muttafaqun ‘Alaihi).

Ketika kedua orang tua sudah lanjut usia dan lemah, mestinya mereka mendapatkan
kasih sayang dan perhatian yang sungguh-sungguh dari anak-anaknya. Tetapi apa yang
terjadi di masyarakat kita justru sebaliknya, mereka menitipkan orang tuanya di panti
jompo atau yang semisalnya. Sungguh ini merupakan salah satu bentuk kedurhakaan
anak kepada orang tuanya.

Para pembaca yang dirahmati Allah ‘Azza wa Jalla, masih banyak lagi contoh sikap
durhaka anak kepada orang tuanya. Yang terpenting bagi kita adalah bagaimana kita
berusaha mengamalkan perintah Allah ‘Azza wa Jalla untuk berbuat baik kepada orang
tua kita dan menunaikan hak-hak mereka sebagaimana yang dituntunkan oleh syari’at
Islam yang mulia ini.

3. Persaksian palsu atau perkataan dusta

Larangan untuk berkata dusta ini telah Allah ‘Azza wa Jalla firmankan dalam ayat-Nya
yang mulia (artinya):

“… maka jauhilah olehmu berhala-berhala yang najis itu dan jauhilah perkataan-
perkataan dusta.” (Al Hajj: 30)

Kalau anda perhatikan ayat tersebut, Allah ‘Azza wa Jalla mengiringkan larangan berkata
dusta dengan perintah untuk menjauhi perbuatan syirik dan meninggalkan berhala-
berhala yang disembah selain Allah ‘Azza wa Jalla.

Sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa perbuatan syirik merupakan perkara besar
yang diperingatkan dalam agama ini, maka perkataan dusta juga demikian, karena
tidaklah dua perkara disebutkan dalam satu rangkaian kalimat melainkan di sana
terkandung substansi permasalahan yang tidak jauh berbeda, dan dalam pembahasan
kali ini adalah keduanya sama-sama perbuatan terlarang yang menyebabkan pelakunya
terjatuh ke dalam perbuatan dosa besar. Wallahu A’lam.

Ketika kita membaca Al Qur’an, kita akan mendapati di ayat yang ke 63 dan seterusnya
dari surat Al Furqan, di situ disebutkan beberapa ciri hamba-hamba Allah ‘Azza wa Jalla
yang mendapatkan kemuliaan di sisi-Nya. Dan di antara ciri dan sifat mereka adalah tidak
memberikan persaksian palsu sebagaimana disebutkan dalam ayat yang ke 72 (artinya):

“Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu.” (Al Furqan: 72)

Para pembaca yang mulia, mengapa dusta yang kelihatannya perkara sepele dan
diremehkan oleh sebagian manusia itu, ternyata merupakan salah satu bentuk dosa yang
paling besar di antara dosa-dosa besar yang dilarang dalam agama? Mari kita perhatikan
pemaparan berikut.

Berkata dusta tergolong dosa besar karena pangkal dari kejelekan dan kerusakan yang
dilakukan manusia itu bernuara pada perbuatan ini, karena dusta merupakan amalan
yang bisa mengantarkan kepada kejelekan sebagaimana sabda Nabi ‘Azza wa Jalla:

ً ‫ب عِ ْندَ هللاِ َك َّذابا‬ ُ ‫الر ُجل َ لَ َي ْكذ‬


َ ‫ِب َح َّتى ُي ْك َت‬ َّ َّ‫ار َوإِن‬ َ ‫ َوإِنَّ ا ْل َكذ‬.
ِ ‫ِب َي ْهدِي إِلَى ا ْلفُ ُح ْو ِر َوإِنَّ ا ْلفُ ُح ْو َر َي ْهدِي إِلَى ال َّن‬

“Dan sesungguhnya dusta itu bisa mengantarkan kepada kejelekan, dan kejelekan itu
bisa mengantarkan kepada An Nar, dan senantiasa seseorang itu berbuat dusata sampai
dia dicatat di sisi Allah sebagai pendusta.” (HR. Al Bukhari dan Muslim)

Seorang yang berdusta berarti dia telah melanggar salah satu prinsip penting dalam
Islam, karena di antara misi yang diemban Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam dalam
mengajarkan Islam adalah menjunjung tinggi sikap kejujuran. Hal ini sebagaimana yang
dikatakan oleh Abu Sufyan ketika ditanya oleh Heraklius (kaisar Romawi ketika itu)
tentang pokok-pokok ajaran yang dibawa Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam:

‫الصلَ ِة‬ ِ ‫الصدْ ِق َوا ْل َع َفا‬


ِّ ‫ف َو‬ َّ ‫ش ْي ًئا َوا ْت ُر ُكوا َما َيقُ ْول ُ آ َبا ُء ُك ْم َو َيأْ ُم ُر َنا ِبال‬
ِّ ‫صالَ ِة َو‬ ْ ‫هللا َو ْحدَ هُ َوالَ ُت‬
َ ‫ش ِر ُكوا ِب ِه‬ ْ .
َ ‫اع ُبدُوا‬
“Beribadahlah kepada Allah satu-satunya dan jangan menyekutukan-Nya dengan
sesuatupun, tinggalkan ajaran-ajaran nenek moyangmu (yang tidak baik, pen), beliau
juga memerintahkan kepada kami untuk shalat, jujur, menjaga diri dari perbuatan yang
haram, dan menyambung tali silaturrahim.” (Muttafaqun ‘Alaihi)

Para pembaca, balasan apa yang pantas untuk dirasakan kepada orang yang suka
berdusta? Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam pernah bermimpi (dan tentunya mimpi
beliau adalah benar), di mana dalam mimpi tersebut beliau melihat manusia disiksa
dengan siksaan yang beragam sesuai dengan perbuatan yang mereka lakukan. Dan di
antara yang beliau lihat adalah sebagaimana yang dituturkan dalam sabdanya (artinya):

“Kemudian kami mendapatkan seseorang yang terlentang, sedangkan di dekatnya ada


seorang yang berdiri dengan memegang semacam gergaji dari besi, kemudian ia
membelah salah satu sisi mukanya yaitu dari mulut sampai ke tengkuknya, dari hidung
sampai ke tengkuknya, dari mata sampai ke tengkuknya, kemudian pada sisi muka yang
lain dengan perlakuan yang sama dengan sisi muka yang pertama tadi. Apabila telah
selesai, maka muka itu utuh kembali dan apabila sudah utuh maka diperlakukan lagi
seperti sebelumnya.”

Pada mulanya beliau shalallahu ‘alaihi wa sallam tidak tahu apa yang menyebabkan
orang tadi disiksa dengan siksaan yang seperti itu. Kemudian dikatakanlah kepada beliau
shalallahu ‘alaihi wa sallam:

‫الر ُج` ل ُ َي ْغ` دُو مِنْ َب ْيتِ` ِه‬ َّ ‫ َفإِ َّن ُه‬،ُ‫ َو َع ْي ُن ُه إِلَى َق َفاه‬،ُ‫ َو َم ْن ِخ ُرهُ إِلَى َق َفاه‬،ُ‫ش ُر شِ دْ قُ ُه إِلَى َق َفاه‬ َ ‫الر ُجل ُ الّذِي أَ َت ْيتَ َعلَ ْي ِه ُي‬
َ ‫ش ْر‬ َّ ‫َوأَ َّما‬
ُ ‫ َف َي ْكذ‬.
َ‫ِب ا ْل َك ْذ َب َة َت ْبلُ ُغ ْاآل َفاق‬

“Dan adapun seorang yang engkau datangi dan dibelah salah satu sisi mukanya yaitu
dari mulut sampai ke tengkuknya, dari hidung sampai ke tengkuknya, dari mata sampai
ke tengkuknya, itu adalah seorang yang suka membuat berita bohong sampai berita itu
tersebar ke mana-mana.”

Kisah tersebut merupakan potongan hadits yang panjang diriwayatkan oleh Al Imam Al
Bukhari.

Mudah-mudahan Allah ‘Azza wa Jalla menjauhkan kita dan kaum muslimin semuanya
dari perbuatan tercela ini.

Menjauhi dosa besar, penghapus dosa kecil

Di antara bentuk kasih sayang Allah ‘Azza wa Jalla kepada hamba-Nya adalah
dijadikannya amalan kebaikan itu sebagai penghapus dari amalan kejelekan. Setiap
amalan shalih yang dikakukan oleh seorang muslim, maka amalannya tadi akan
menghapus dosa dan kesalahan yang dia lakukan. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman
(artinya):

“Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-


perbuatan yang buruk.” (Hud: 114)

Oleh karena itulah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

‫س َن َة َت ْم ُح َها‬ َّ ‫َوأَ ْت ِب ِع ال‬


َ ‫س ِّي َئ َة ا ْل َح‬
“Dan iringilah kejelekan itu dengan kebaikan, niscaya (kebaikan tadi) akan
menghapuskannya.” (HR. At Tirmidzi)

Dan di antara bentuk kebaikan pada diri seorang hamba adalah dia menjauhi perbuatan-
perbuatan yang tergolong dosa besar. Lihatlah wahai pembaca, sebatas dia menjauhi
dan tidak melakukan dosa besar, sudah terhitung baginya kebaikan yang akan
menghapus dosa kecil yang pernah dia lakukan. Inilah bukti rahmah dan kasih sayang
Allah ‘Azza wa Jalla yang telah berfirman dalam kitab-Nya (artinya):

“Jika kamu menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang kamu dilarang
megerjakannya, niscaya Kami hapus kesalahan-kesalahanmu (dosa-dosamu yang kecil)
dan Kami masukkan kamu ke tempat yang mulia (Al Jannah).” (An Nisa’: 31)

Sumber: http://www.assalafy.org Judul: Peringatan Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam dari Tiga Dosa Besar

Anda mungkin juga menyukai