Anda di halaman 1dari 19

PERMASALAHAN ALERGI SUSU SAPI

Dr Widodo Judarwanto SpA,


email : wido25@hotmail.com

Si Upik yang berusia 9 bulan baru saja divonis alergi susu sapi oleh dokter.
Orangtuanya sempat keheranan, kenapa sejak lahir sudah minum susu sapi tidak pernah
ada masalah. Si Ibu sempat kawatir karena banyak informasi beredar bahwa bila minum
susu soya dan susu hipoalergenik tidak cerdas dan tidak bisa gemuk. Benarkah bayi yang
sebelumnya tidak mengalami alergi susu sapi kemudian jadi berubah? Benarkah minum
susu soya atau hipoalergenik menjadi tidak cerdas dan tidak bisa gemuk?

Susu sapi dianggap sebagai penyebab alergi makanan pada anak yang paling sering
dan paling awal dijumpai dalam kehidupannya. Alergi susu sapi adalah suatu penyakit yang
berdasarkan reaksi imunologis yang timbul sebagai akibat pemberian susu sapi atau
makanan yang mengandung susu sapi. Alergi susu sapi adalah suatu kumpulan gejala yang
mengenai banyak organ dan sistem tubuh yang ditimbulkan oleh alergi terhadap susu sapi.
Deteksi dan pencegahan alergi susu sapi harus dilakukan dengan cermat sejak dini.
Pitfall diagnosis alergi susu sapi sering dialami karena gejalanya mirip gejala reaksi
simpang komponen susu sapi formula dan pengaruh diet ibu saat pemberian ASI.

Hippocrates pertama kali melaporkan adanya reaksi susu sapi sekitar tahun 370
masehi. Dalam beberapa dekade belakangan ini prevalensi dan perhatian terhadap alergi
susu sapi semakin meningkat. Susu sapi sering dianggap sebagai penyebab alergi
makanan pada anak yang paling sering Beberapa penelitian di beberapa negara di dunia
prevalensi alergi susu sapi pada anak dalam tahun pertama kehidupan sekitar 2%. Sekitar
1-7% bayi pada umumnya menderita alergi terhadap protein yang terdapat dalam susu sapi.
Sedangkan sekitar 80% susu formula bayi yang beredar di pasaran ternyata menggunakan
bahan dasar susu sapi.

Alergi susu sapi adalah suatu kumpulan gejala yang mengenai banyak organ dan
sistem tubuh yang ditimbulkan oleh alergi terhadap susu sapi dengan keterlibatan
mekanisme sistem imun. Mekanisme reaksi terhadap susu yang dasarnya adalah reaksi
hipersensitifitas tipe I dan hipersensitifitas terhadap makanan yang dasarnya adalah reaksi
hipersensitifitas tipe III dan IV. Reaksi simpang makanan yang tidak melibatkan mekanisme
sistem imun dikenal sebagai intoleransi susu.. Alergi terhadap protein susu sapi atau alergi
terhadap susu formula yang mengandung protein susu sapi merupakan suatu keadaan
dimana seseorang memiliki sistem reaksi kekebalan tubuh yang abnormal terhadap protein
yang terdapat dalam susu sapi. Sistem kekebalan tubuh bayi akan melawan protein yang
terdapat dalam susu sapi sehingga gejala-gejala reaksi alergi pun akan muncul.

Alergi susu sapi akan 80% akan menghilang atau menjadi toleran sebelum usia 3
tahun. Penanganan alergi susu sapi adalah penghindaran susu sapi dan makanan yang
mengandung susu sapi, dengan memberikan susu kedele sampai terjadi toleransi terhadap
susu sapi. Perbedaan yang mencolok antara penyakit alergi susu sapi dan alergi terhadap
makanan lain pada bayi adalah bahwa toleransi dapat terjadi secara spontan semasa usia
dini.
Penghindaran susu sapi harus dikerjakan sampai terjadi toleransi sekitar usia 2-3
tahun sehingga harus diberikan susu pengganti formula soya atau susu sapi hidrolisat
sempurna dan makanan padat bebas susu sapi dan produk susu sapi. Pencegahan alergi
harus dikerjakan sedini mungkin pada anak berisiko atopik, Penelitian menunjukkan bahwa
85% ASS akan ditoleransi sebelum anak berumur 3 tahun. Walaupun akan terjadi toleransi
pada usia tersebut, tindakan pencegahan maupun tata laksana yang tepat perlu untuk
mencegah terjadinya alergi yang lebih parah serta alergi terhadap makanan alergen lain di
kemudian hari.
Alergi merupakan masalah penting yang tidak harus diremehkan. Reaksi yang
ditimbulkan dapat mengganggu semua organ tubuh dan perilaku anak. Sehingga dapat
mengganggu tumbuh dan berkembangnya seorang anak. Pada usia tahun pertama
kehidupan, sistim imun seorang anak relatif masih imatur dan sangat rentan. Bila ia
mempunyai bakat atopik akan mudah tersensitisasi dan berkembang menjadi penyakit alergi
terhadap alergen tertentu misalnya makanan dan inhalan.

MEKANISME TERJADINYA GANGGUAN

Alergi susu sapi terjadi karena mekanisme pertahanan spesifik dan non-spesifik
saluran cerna bayi belum sempurna. Susu sapi adalah protein asing utama yang diberikan
kepada seorang bayi, Harus dibedakan antara alergi susu sapi suatu reaksi imunologis dan
reaksi intoleransi yang bukan berdasarkan kelainan imunologis seperti efek toksik dari
bakteri stafilokok, defek metabolik akibat kekurangan enzim laktase, reaksi idiosinkrasi atau
reaksi simpang dari bahan-bahan lain yang terkandung dalam susu formula.
Protein susu sapi merupakan alergen tersering pada berbagai reaksi hipersensitivitas
pada anak. Susu sapi mengandung sedikitnya 20 komponen protein yang dapat
mengganggu respon imun yang menyimpang pada seseorang.. Protein susu sapi terbagi
menjadi kasein and whey. Kasein yang berupa bagian susu berbentuk kental biasanya
didapatkan pada terdiri dari 76-86% dari protein susu sapi. Kasein dapat dipresipitasi
dengan zat asam pada pH 4,6. Whey terdiri dari 20% total protein susu, tang terdiri dari β
-lactoglobulin (9% total protein susu), α -lactalbumin (4%), bovine immunoglobulin (2%),
bovine serum albumin (1%), dan sebagian kecil beberapa proteins seperti lactoferrin,
transferrin, lipases (4%). Dengan pasteurisasi rutin tidak cukup untuk menghilangkan protein
ini tetapi sebaliknya meningkatkan sifat alergenitas beberapa protein susu seperti b-
laktoglobulin.

Karakteristik komponen protein susu sapi.

KOMPONEN BERAT PERSENTASE ALERGINISITAS STABILITAS


PROTEIN MOLEKUL (kD) PROTEIN TOTAL PADA SUHU
100 C
β -lactoglobulin 18.3 10 +++ ++
Casein 20-30 82 ++ +++
α -lactalbumin 14.2 4 ++ +
Serum albumin 67 1 + +
Immunoglobulins 160 2 + +

Banyak penelitian mengenai alergenitas protein susu sapi. Terdapat lebih dari 40
jenis protein yang berbeda dalam susu sapi yang berpotensi untuk menyebabkan
sensitivitas. Kandungan pada susu sapi yang paling sering menimbulkan alergi adalah
lactoglobulin, selanjutnya casein, lactalbumin bovine serum albumin (BSA). Analisa
Immunoelectrophoretic menunjukkan bahwa casein berkurang alergenisitasnya setelah
pemanasan sekitar 120 C selama 15 menit, sedangkan lactoglobulin, lactalbumin berkurang
terhadap pemanasan lebih dari 100C. BSA and gammaglobulin kehilangan antigenisitasnya
pada suhu antara 70C . 80C.

Pemanasan penuh akan terjadi denaturasi dari beberapa protein whey. β


.lactoglobulin merupakan penyebab alergen paling kuat. Penelitian lain menyebutkan
antibodi IgE antibodi terhadap α -lactalbumin, β -lactoglobulin, bovine serum albumin, and
bovine gamma globulin adalah penyebab alergi paling sering pada manusia, sedangkan
caseins adalah penyebab alergi terbanyak. Penelitian terakhir menyebutkan casein-specific
IgE didapatkan 100% pada kelompok penderita alergi, IgE dari β .lactoglobulin sekitar
13%, α -lactalbumin sekitar 6%.

MANIFESTASI KLINIS

Gejala yang terjadi pada alergi susu sapi secara umum hampir sama dengan gejala
alergi makanan lainnya. Target organ utama reaksi terhadap alergi susu sapi adalah kulit,
saluran cerna dan saluran napas. Reaksi akut (jangka pendek) yang sering terjadi adalah
gatal dan anafilaksis. Sedangkan reaksi kronis (jangka panjang) yang tyerjadi adalah astma,
dermatitis (eksim kulit) dan gangguan saluran cerna. Beberapa manifestasi reaksi simpang
karena susu sapi melalui mekanisme IgE dan Non IgE.

Target organ yang sering terkena adalah kulit berupa urticaria dan angioedema.
Sistem saluran cerna yang terganggu adalah sindrom oral alergi, gastrointestinal
anaphylaxis, allergic eosinophilic gastroenteritis. Saluran napas yang terjadi adalah asma,
pilek, batuk kronis berulang. Target multiorgan berupa anafilaksis karena makanan atau
anafilaksis dipicu karena aktifitas berkaitan dengan makanan
Selain target organ yang sering terjadi tersebut di atas, manifetasi klinis lainnya
berupa Manifestasi tidak biasa (anussual Manifestation). Diantaranya adalah manifestasi
kulit berupa vaskulitis, fixed Skin Eruption. Sistem saluran cerna yang terganggu adalah
chronic Pulmonary disease (Heiner Syndrome), hypersensitivity pneumonitis. Saluran cerna
yang terjadi adalah konstipasi, gastroesophageal refluk, saluran napas seperti hipersekresi
bronkus (napas bunyi grok-grok) dan obstruksi duktus nasolakrimalis (mata sering berair
dan belekan) Target multiorgan berupa irritability/Sleeplessness in infants, artropati,
nefropati dan trombositopeni
Reaksi susu sapi yang timbul karena reaksi non Ige berupa dermatitis atopik,
ermatitis Herpetiformis, proktokolitis, entero colitis, alergi eosinophilic gastroenteritis,
sindrom enteropati, penyakit celiac dan sindrom Heiner
Terdapat 3 pola klinis respon alergi protein susu pada anak : Reaksi Cepat, waktu
dari setelah minum susu hingga timbulnya gejala. Reaksi sedang (pencernaa), 45 menit
hingga 20 jam. Sedangkan Reaksi Lambat (kulit dan sal.cerna), Lebih dari 20 jam. Reaksi
awal kulit gejala timbul dalam 45 menit setelah mengkonsumsi susu. Reaksi tersebut dapat
berupa bintik merah (seperti campak) atau gatal. Gejala lain berupa gangguan system
saluran napas seperti napas berbunyi .ngik. (wheezing), atau rhinoconjuncy=tivitis (bersin,
hidung dan mata gatal, dan mata merah). Gejala tersebut bias terjadi meskipun hanya
mengkonsumsi sedikit susu sapi. Hill dkk telah mellaporkan bahwa hamper semua (92%
penderita dalam kelompok ini dalam pemeriksaan skin prick test terhadap susu sapi
hasilnya positif.. Anafilaksis susu sapi adalah merupakan reaksi paling penting dalam
kelompok ini.

Dalam kelompok reaksi sedang gejala yang sering timbul adalah muntah, diare
dimulai setelah 45 menit hingga 20 jam setelah mendapatkan paparan dengan susu.
Menurut penelitian sekitar sepertiga dari kelompok ini didapatkan hasil positif hasil tes kulit
(skin prick test).

Gejala yang timbul dalam reaksi lambat terjadi dalam sekitar 20 jam setelah terkena
paparan susus sapi. Untuk terjadinya reaksi ini dibutuhkan jumlah volume susu sapi yang
cukup besar. Dalam kelompok ini hanya sekitar 20% yang didapatkan hasil uji kulit yang
positif. Uji temple alergi ( Patch Test) yang dilakukan selama 48 jam sering terdapat hasil
positif pada kelompok ini. Sebagian besar terjadi dalam usia lebih dari 6 bulan. Tanda dan
gejala yang sering timbul adalah diare, konstipasi (sulit uang air besar) dan dermatitis
(gangguan kulit)
DIAGNOSIS ALERGI SUSU SAPI

Diagnosis alergi susu sapi adalah suatu diagnosis klinis berupa anamnesis yang
cermat, mengamati tanda atopi pada pemeriksaan fisis, pemeriksaan imunoglobulin E total
dan spesifik susu sapi. Untuk memastikan alergi susu sapi harus menggunakan provokasi
makanan secara buta (Double Blind Placebo Control Food Chalenge = DBPCFC). DBPCFC
yang menjadi gold standard atau baku emas. Namun cara DBPCFC tersebut sangat rumit
dan membutuhkan waktu, tidak praktis dan biaya yang tidak sedikit. Beberapa pusat
layanan alergi anak melakukan modifikasi terhadap cara itu. Children Allergy Center Rumah
Sakit Bunda Jakarta melakukan modifikasi dengan cara yang lebih sederhana, murah dan
cukup efektif. Modifikasi DBPCFC tersebut dengan melakukan .Eliminasi Provokasi
Makanan Terbuka Sederhana..
Anamnesis atau mengetahui riwayat gejala dilihat dari jangka waktu timbulnya gejala
setelah minum susu sapi atau makanan yang mengandung susu sapi. Harus diketahui
riwayat pemberian makanan lainnya termasuk diet ibu saat pemberian ASI dan pemberian
makanan pendamping lainnya. Harus diketahui juga gejala alergi asma, rinitis alergi,
dermatitis atopik, urtikaria, alergi makanan, dan alergi obat pada keluarga (orang tua,
saudara, kakek, nenek dari orang tua), dan pasien sendiri.
Gejala klinis pada kulit seperti urtikaria, dermatitis atopik, ras. Saluran napas: batuk
berulang terutama pada malam hari, setelah latihan asma, rinitis alergi. Gangguan saluran
cerna, muntah, diare, kolik dan obstipasi.
Pemeriksaan fisik yang mungkin didapatkan hadala ada kulit tampak kekeringan
kulit, urtikaria, dermatitis atopik allergic shiner.s, Siemen grease, geographic tongue,
mukosa hidung pucat, dan wheezing (mengi).

PITFALL DIAGNOSIS DAN PENANGANAN

Pitfall atau .kesalahan yang menjerumuskan. terjadi pada awal penentuan diagnosis
dilakukan hanya berdasarkan data laboratorium baik tes kulit atau IgE spesifik terhadap
susu sapi. Padahal baku emas diagnosis adalah dengan melakukan menggunakan
provokasi makanan secara buta (Double Blind Placebo Control Food Chalenge = DBPCFC).
Penelitian yang dilakukan penulis terungkap bahwa 25 anak dengan hasil IgE spesifik
terhadap susu sapi positif, ternyata setelah dilakukan elimisasi provokasi terbuka sekitar
48% dapat toleran terhadap susu sapi .nutrien dense., 40% toleran terhadap susu sapi
evaporasi, 24% toleran terhadap susu formula sapi biasa.

Pitfall diagnosis juga sering terjadi hanya berdasarkan anamnesa tanpa pemeriksaan
penunjang dan DBPCFC. Bila anamnesis tidak cermat sering terjadi kesalahan karena
karena faktor yang mempengaruhi gejala yang timbul bukan hanya protein susu sapi.
Reaksi simpang yang terjadi dapat juga diakibatkan oleh beberapa kandungan tambahan
yang ada di dalam susu formula dan reaksi yang ditimbulkan karena diet ibu saat pemberian
ASI. Faktor lain yang memicu timbulnya gejala adalah faktor terjadinya infeksi pada anak.
Saat terjadi infeksi seperti batuk, pilek atau panas sering memicu timbulnya gejala alergi.
Misalnya saat infeksi saluran napas akut pada penderita alergi sering disertai gejala diare,
muntah dan dermatitis.

Terlalu cepat memastikan suatu anak menderita alergi susu sapi biasanya
didasarkan ketidakcermatan dalam menganalisa permasalahan kesehatan pada penderita.
Dalam menentukan apakah suatu anak mengalami alergi susu sapi diperlukan ketelitian dan
kecermatan. Bila anak minum PASI (Pengganti Air Susu Ibu) dan ASI (Air Susu Ibu), harus
cermat dalam menentukan penyebab gangguan tersebut. Dalam kasus tersebut, PASI atau
ASI dapat dicurigai sebagai penyebab alergi. Pada pemberian ASI, diet yang dimakan
ibunya dapat mempengaruhi bayi. Bila pemberian PASI sebelumnya sudah berlangsung
lebih dari 1 . 2 minggu tidak terdapat gangguan, kemungkinan susu formula sapi tersebut
bukan sebagai penyebab alergi. Harus diperhatikan apakah diet ibunya sebagai penyebab
alergi.

Kadang ada beberapa anak dengan susu formula sapi yang satu tidak cocok tetapi
susu formula sapi lainnya bisa diterima. Hal inilah yang menunjukkan bahwa komposisi dan
kandungan lain di dalam susu formula tersebut yang ikut berperanan. Faktor yang
berpengaruh mungkin saja karena perbedaan dalam proses pembutan bahan dasar susu
sapi. Dengan pemanasan dan proses tertentu yang berbeda beberapa kandungan protein
tertentu akan menghilang.

Sebagian besar alergi susu sapi pada bayi adalah tipe cepat yang diperan oleh IgE
dan gejala utama adalah ras kulit, eritema perioral, angioedema, urtikaria dan anafilaksis.
Sedangkan bila gejala lambat pada saluran cerna berupa muntah, konstipasi dan diare dan
gangguan kulit dermatitis herpertiformis biasanya bukan diperani oleh IgE. Peranan Non
IgE inilah biasanya disebabkan bukan oleh kandungan protein susu sapi.. Melihat berbagai
jenis kandungan protein dalam susu sapi dan beberapa zat tambahan seperti AA, DHA,
sumber komponen lemak (minyak safflower, minyak kelapa sawit, minyak jagung, minyak
kedelai) atau aroma rasa (coklat, madu dan strawberi). Masing masing kandungan tersebut
mempunyai potensi berbeda sebagai penyebab alergi atau reaksi simpang dari susu
formula..

Kandungan DHA dalam susu formula kadang dapat mengakibatkan gangguan pada
anak tertentu berupa gangguan kulit. Sedangkan kandungan minyak kelapa sawit dapat
mengakibatkan gangguan saluran cerna berupa konstipasi. Aroma rasa susu seperti coklat
sering menimbulkan reaksi batuk atau kosntipasi. Begitu juga kandungan lemak tertentu,
minyak jagung dan laktosa pada susu formula tersebut dapat mengakibatkan manifestasi
yang hampir sama dengan alergi susu sapi. Bila gangguan akibat susu formula tersebut
hanya ringan mungkin penggantian susu sapi formula tanpa DHA atau susu sapi formula
tertentu keluhannya dapat berkurang. Jadi bila ada keluhan dalam pemakaian susu sapi
formula belum tentu harus diganti dengan susu soya atau susu hidrolisat. Tapi bila
keluhannya cukup berat mungkin penggantian susu sapi formula tersebut perlu
dipertimbangkan untuk pemberian susu soya atau hidrolisat protein.

Bayi atau anak yang sebelumnya telah mengkonsumsi salah satu jenis susu sapi
dan tidak mengalami keluhan dalam waktu lebih 2 minggu. Biasanya setelah itu tidak akan
mengalami alergi susu yang sama dikemudian hari. Hal ini sering disalah artikan ketika anak
mengalami gejala alergi, kemudian susunya diganti. Padahal sebelumnya anak telah
beberapa bulan mengkonsumsi susu yang diganti tersebut tanpa keluhan. Sering terjadi
saat terjadi gangguan terdapat faktor penyebab lainnya. Riwayat pemberian makanan
lainnya atau adanya infeksi yang diderta anak saat itu dapat menimbulkan gejala yang
sama. Kasus yang seperti ini menunjukkan bahwa kita harus cermat dan teliti dalam
mencurigai apakah seorang anak alergi susu sapi atau bukan.
Beberapa penelitian menunjukkan alergi susu sapi sekitar 80% akan menghilang
atau menjadi toleran sebelum usia 3 tahun. Penelitian yang dilakukan penulis terhadap 120
penderita alergi susu sapi menunjukkan bila gejalanya ringan akan bisa toleran usia di atas
1 tahun. Bila gangguannya berat, disertai gangguan kulit dan mengakibatkan batuk dan
pilek biasanya akan tahan terhadap susu sapi di atas usia 2 hingga 5 tahun.
Pitfal penanganan yang sering terjadi adalah saat gejala alergi timbul, penderita
paling sering direkomendasikan oleh para klinisi adalah pemberian susu partial hidrolisa.
Padahal relkomendasi yang seharusnya diberikan adalah susu formula ekstensif hidrolisat
atau susu soya, Pemberian partial hidrolisa secara klinis hanya digunakan untuk
pencegahan alergi bagi penderita yang beresiko alergi yang belum timbul gejala. Namun
pada pengalaman beberapa kasus bila didapatkan gejala alergi yang ringan ternyata
pemberian susu parsial hidrolisa bisa bermanfaat.
Pemberian obat anti alergi baik peroral atau topikal bukan merupakan jalan keluar
yang terbaik untuk penanganan jangka panjang. Pemberian anti alergi jangka panjang
merupakan bukti kegagalan dalam mengidentifikasi penyebab alergi.

PEMBERIAN SUSU DAN MAKANAN UNTUK PENDERITA

Pemberian susu adalah merupakan masalah yang tersendiri pada penderita alergi
susu sapi. Untuk menentukan penderita alergi susu sapi pilihan utama adalah susu ektensif
hidrolisat. Tetapi beberapa penderita juga bisa toleran terhadap susu soya. Beberapa bayi
dengan gejala alergi yang ringan dapat mengkonsumsi susu hodrolisat parsial. Meskipun
sebenarnya susu ini untuk pencegahan alergi bukan untuk pengobatan.
Secara klinis dan laboratoris seringkali sulit untuk memastikan anak menderita alergi
susu sapi. Tidak mudah untuk menentukan pemilihan susu yang terbaik untuk anak
tersebut. Seringkali sulit memastikan apakah seseorang alergi susu sapi atau intoleransi
atau bereaksi terhadap kandungan tertentu dari kandungan yang ada di dalam formula.
Dalam menghadapi kasus seperti ini klinik Children Allergy Center Rumah Sakit Bunda
Jakarta melakukan eliminasi provokasi terbuka sederhana. Secara awal penderita diberikan
susu ekstensif hidrolisat. Bila gejala alergi membaik selanjutnya dilakukan provokasi formula
berturut turut yang lebih beresiko seperti soya, parsial hidrolisat, dan susu formula yang
minimal kandungan AA, DHA, minyak kelapa sawit dan sebagainya. Formula yang paling
tepat adalah yang tidak menimbulkan gangguan. Bila timbul gejala pada salah satu formula
tersebut kita harus pilih formula satu tingkat lebih aman di atasnya. Bila susu parsial
hidrolisa dan soya timbul gangguan dilakukan provokasi terhadap susu laktosa dan lemah
rantai tunggal (Monochain Trigliceride/MCT).

Banyak keraguan terhadap kualitas gizi susu pengganti susu sapi. Keraguan
tersebut seperti .soya tidak menggemukkan., .susu hipoalergenik tidak mebuat anak pintar
karena tidak mengadung DHA. dan sebagainya. Secara umum semua susu formula yang
beredar secara resmi kandungan gizinya sama. Karena mengikuti standard RDA
(Recomendation Dietery Allowence) dalam jumlah kalori, vitamin dan mineral harus sesuai
dengan kebutuhan bayi dalam mencapai tumbuh kembang yang optimal. Keraguan bahwa
susu formula tertentu tidak menggemukkan tidak beralasan karena kandungan kalori,
vitamin dan mineral tidak berbeda. Penggunaan apapun merek susu formula yang sesuai
kondisi dan usia anak selama tidak menimbulkan gangguan fungsi tubuh adalah susu yang
terbaik untuk anak tersebut. Bila ketidakcocokan susu sapi terus dipaksakan pemberiannya,
akan mengganggu fungsi tubuh terutama saluran cerna sehingga membuat gangguan
pertumbuhan dan perkembangan anak..

British Nutrition Foundation, ESPGAN (European Society for Pediatric


Gastroenterology and Nutrition), WHO (World Health Organization) dan FAO (Food
Agriculture Organization) merekomendasikan penambahan DHA dan AA hanya perlu untuk
susu formula bayi prematur. Secara teoritis dan bukti klinis penambahan tersebut hanya
bermanfaat untuk bayi prematur, karena belum bisa mensintesa AA dan DHA secara baik.
Penambahan AA dan DHA secara langsung tidak terlalu penting karena sebenarnya tubuh
bayi cukup bulan sudah bisa mensitesa atau memproduksi sendiri AA dan DHA dari asam
lemak esessial lain.

Beberapa alternatif pilihan untuk pengganti susu sapi sangat bervariasi tergantung
kondisi setiap anak. Susu pengganti tersebut meliputi ASI, susu soya, susu kambingI, susu
ektensif hidrolisa, susu parsial hidrolisat, sintesi asam amino dan sebagainya.

Air Susu ibu


ASI adalah pilihan terbaik bagi bayi yang mengalami alergi susu sapi. Pemberian
ASI secara klinis sudah terbukti dapat mencegah kejadian alergi di kemudian hari. Meskpiun
dapat mencegah alergi, tetapi diet yang dikonsumsi ibu ternyata juga bisa menimbulkan
alergi pada bayinya. Sehingga sebaiknya ibu juga melakukan eliminasi diet tertentu yang
dapat mengganggu bayi. Ibu harus menghindari berbagai jenis susu sapi atau bahan
makanan yang mengandung susu sapi.

Susu Soya

Susu formula soya adalah susu formula bebas laktosa untuk bayi dan anak yang
mengalami alergi terhadap protein susu sapi. Nutrilon Soya adalah susu formula bebas
laktosa yang aman dipakai oleh bayi/ anak yang sedang menderita diare atau memerlukan
diet bebas laktosa. Soya menggunakan isolat protein kedelai sebagai bahan dasar. Isolat
protein kedelai tersebut memiliki kandungan protein tinggi yang setara dengan susu sapi.
Seperti halnya pada ASI, kalsium dan fosfor pada susu formula soya memiliki perbandingan
2: 1 untuk menunjang pembentukan tulang dan gigi yang kuat. Susu formula ini juga ada
yang mengandung asam lemak esensial, yaitu Omega 6 dan Omega 3 dengan rasio yang
tepat sebagai bahan dasar pembentukan AA & DHA untuk tumbuh kembang otak yang
optimal. Pemberian AA dan DHA secara langsung pada formula ini tidak terlalu penting
karena sebenarnya tubuh bayi cukup bulan sudah bisa mensitesa atau memproduksi sendiri
AA dan DHA dari asam lemak esessial lain yang ada dalam kandungan susu tersebut

Karbohidrat pada formula soya adalah maltodextrin, yaitu sejenis karbohidrat yang
dapat ditoleransi oleh sistem pencernaan bayi yang terluka saat mengalami diare ataupun
oleh sistem pencernaan bayi yang memang alergi terhadap susu sapi. Susu formula soya
(kedelai) kurang lebih sama manfaat nutrisinya dibandingkan formula hidrolisat ekstensif,
tetapi lebih murah dan rasanya lebih familiar.

Pada penelitian yang dilakukan terhadap 170 bayi alergi susu sapi didapatkan susu
soya bisa diterima oleh sebagian besar bayi dengan alergi susu sapi baik IgE dan Non IgE .
Perkembangan IgE berkaitan dengan susu soya termasuk jarang. Susu soya
direkomendasikan untuk alternatif pilihan p;ertama pada penderita alergi susu sapi pada
usia di atas 6 bulan. Tetapi bukan berarti penelitian ini merubah pemberian susu formula
soya di bawah usia 6 bulan. Anak yang mengalami alergi susu sapi, ternyata didapatkan
sekitar 30 . 40% mengalami alergi susu soya.

Susu Kambing

Pada beberapa negara secara tradisional susu kambing sering diberikan terhadap
penderita alergi susu sapi. Susu kambing bukan merupakan susu dengan nutrisi yang
lengkap untuk bayi.. Kandungan vitamin tertentu sangat kecil, seperti asam folat, vitamin
B6, B12, C, and D, tetapi kaya mineral. Susu kambing dan susu sapimemiliki epitop yang
identik sebagai bahan allergen. Sehingga susu kambing biasanya tidak bisa ditoleransi juga
oleh penderita alergi susu sapi.

Susu Formula Ekstensif Hidrolisa

Alternatif pengganti pada alergi susu sapi adalah susu formula yang mengandung
protein susu sapi hidrolisa (melalui pemrosesan khusus). Susu formula ini rasanya memang
tidak begitu enak dan relatif lebih mahal.. Protein Whey sering lebih mudah di denaturasi
(dirusak) oleh panas dibandingkan protein kasein yang lebih tahan terhadap panas.
Sehingga proses denaturasi whey dapat diterima oleh penderita alergi susu sapi, seperti
susu sapi evaporasi.
European Society of Paediatric Allergy dan Clinical Immunology (ESPACI)
mendefinisikan formula ekstensif hidrolisa adalah formula dengan bahan dasar protein
hidrolisa dengan fragmen yang cukup kecil untuk mencegah terjadinya alergi pada anak.
Formula ekstensif hidrolisa akan memenuhi criteria klinis bila secara klinis dapat diterima
90% oleh penderita proven IgE-mediated alergi susu sapi (95% confidence interval) seperti
yang direkomendasikan American Academy of Paediatrics Nutritional Committee. Sejauh ini
sekitar 10% penderita alergi susu sapi dapat menimbulkan reaksi terhadap susu formula
ekstensif hidrolisa. Secara pasti penderita yang alergi terhadap formula ekstensif hidrolisa
belum diketahui, diperkirakan lebih dari 19%. Pengalaman penggunaan hidrolisa kasein
telah dilakukan hampir 50 tahun lebih, Beberapa penelitian menunjukkan sangat efektif
untuk penderita alergi susu sapi. Susu Hidrolisa kasein yang terdapat dipasaran adalah
Nutramigen (Mead Johnson) dan Pregestimil (Mead Johnson). Sedangkan hidrolisa whey
dalam waktu terakhir ini mulai dijadikan alternatif, dan tampaknya toleransi secara klinik
hampir sama dengan hidrolisa kasein. Beberapa contoh susu hidrolisa whey adalah Aalfa-
Re (nestle) dan Pepti- Junior (Nutricia). Protein Whey lebih mudah didenaturasi dengan
suhu panas tetapi kasein sangat tahan panas..

Formula Parsial hidrolisa

Susu formula parsial hidrolisa masih mengandung peptida cukup besar sehingga
masih berpotensi untuk menyebabkan reaksi alergi susu sapi.Susu ini tidak
direkomendasikan untuk pengiobatan atau pengganti susu untuk penderita alergu susu
sapi.

Susu hipoalergenik atau rendah alergi ini contohnya NAN HA dan Enfa HA. Susu ini
direkomendasikan untuk penderita yang beresiko tinggi alergi sebelum menunjukkan
adanya gejala alergi. Penelitian menunjukkan pemberian Formula hidrolisa Parsial
mengurangi onset gejala alergi yang dapat ditimbulkan.

Formula sintetis asam amino

Neocate adalah sintetis asam amino 100% yang merupakan bahan dasar susu
formula hipoalergenik. Rasa susu formula ini relatif lebih enak dan lebih bisa rasanya lebih
bisa diterima oleh bayi pada umumnya, tetapi harganya sangat mahal.

Neocate digunakan untuk mengatasi gejala alergi makanan persisten dan berat.
Seperti Multiple Food Protein Intolerance, alergy terhadap extensively hydrolysed formulae,
alergi makanan dengan gangguan kenaikkan berat badan, alergi colitis, GER yang tidak
berespon dengan terapi standar. Multiple food protein intolerance atau MFPI didefinisikan
sebagai intoleransi terhadap lebih dari 5 makanan utama termasuk EHF (extensive
Hydrolysa Milk) dan susu formula soya. MFPA (Multiple food protein allergy) didefinisikan
sebagai alergi lebih dari 1 makanan dasar seperti susu, tepung, telur dan kedelai. Susu ini
juga digunakan sebagai placebo dalam DBPCFC untuk mendiagnosis alergi susu sapi

Pemberian Makanan
Penderita alergi susu sapi juga harus menghindari makanan yang mengandung
bahan dasar susu sapi seperti skim, dried, susu evaporasi maupun susu kondensasi.
Lactaid, yaitu produk susu yang diproses secara khusus untuk mereka yang mengalami
gangguan lactose intolerance. Lactaid diduga masih mengandung protein susu sapi, jadi
sebaiknya jangan diberikan kepada anak-anak yang menderita alergi. Mentega atau susu
mentega, Produk kedelai yang mengandung susu sapi, Produk-produk makanan yang
mengandung kasein, kaseinat, sodium atau kalsium kaseinat, lactalbumin, dan wheyArtificial
butter, Butter, Buttermilk, Casein, Keju, Cream, Keju cottage, Yoghurt, Kasein hidrolisat,
Susu kambing, Laktalbumin, Laktglobulin, Laktosa, Laktulosa, Sour cream, Whey.
Penderita alergi susu sapi biasanya juga mengalami alergi terhadap makanan
lainnya. Makanan yang harus diwaspadai adalah telor, buah-buahan tertentu, kacang dan
ikan laut. Penderita alergi susu sapi sangat jarang juga mengalami alergi terhadap daging
sapi. Banyak penderita alergi susu sapi dapat mengkonsumsi daging sapi tanpa mengalami
gejala alergi.

PENCEGAHAN ALERGI SUSU SAPI

Pencegahan terjadinya alergi susu sapi harus dilakukan sejak dini. Hal ini terjadi saat
sebelum timbul sensitisasi terhadap protein susu sapi, yaitu sejak intrauterin. Penghindaran
harus dilakukan dengan pemberian susu sapi hipoalergenik yaitu susu sapi yang dihidrolisis
parsial untuk merangsang timbulnya toleransi susu sapi di kemudian hari. Bila sudah terjadi
sensitisasi terhadap protein susu sapi atau sudah terjadi manifestasi penyakit alergi, maka
harus diberikan susu sapi yang dihidrolisis sempurna atau pengganti susu sapi misalnya
susu kacang kedele.

Alergi susu sapi yang sering timbul dapat memudahkan terjadinya alergi makanan
lain di kemudian hari bila sudah terjadi kerusakan saluran cerna yang menetap.
Pencegahan dan penanganan yang baik dan berkesinambungan sangat diperlukan untuk
mencegah terjadinya alergi makanan yang lebih berta dikemudian hari..Tindakan
pencegahan alergi susu sapi juga hampir sama seperti yang dilakukan pada alergi lainnya.
Secara umum tindakan pencegahan alergi susu sapi dilakukan dalam 3 tahap yaitu:

Pencegahan primer

Dilakukan sebelum terjadi sensitisasi. Saat penghindaran dilakukan sejak pranatal


pada janin dari keluarga yang mempunyai bakat atopik. Penghindaran susu sapi berupa
pemberian susu sapi hipoalergenik, yaitu susu sapi yang dihidrolisis secara parsial, supaya
dapat merangsang timbulnya toleransi susu sapi di kemudian hari karena
masihmengandung sedikit partikel susu sapi, misalnya dengan merangsang timbulnya IgG
blocking agent. Tindakan pencegahan ini juga dilakukan terhadap makanan penyebab alergi
lain serta penghindaran asap rokok. Meskipun demikian AAAI hanya merekomendasikan
penghondaran [pemberian kacang-kacangan selama kehamilan.

Pencegahan sekunder
Dilakukan setelah terjadi sensitisasi tetapi belum timbul manifestasi penyakit alergi.
Keadaan sensitisasi diketahui dengan cara pemeriksaan IgE spesifik dalam serum atau
darah talipusat, atau dengan uji kulit. Saat tindakan yang optimal adalah usia 0 sampai 3
tahun. Penghindaran susu sapi dengan cara pemberian susu sapi non alergenik, yaitu susu
sapi yang dihidrolisis sempurna, atau pengganti susu sapi misalnya susu kedele supaya
tidak terjadi sensitisasi lebih lanjut hingga terjadi manifestasi penyakit alergi..
Pemberian ASI ekslusif terbukti dapat mengurangi resiko alergi, tetapi harus
diperhatikan diet ibu saat menyusui Selain itu juga disertai tindakan lain misalnya pemberian
imunomodulator, Th1-immunoajuvants, probiotik. Tindakan ini bertujuan mengurangi
dominasi sel limfosit Th2, diharapkan dapat terjadi dalam waktu 6 bulan.

Pencegahan tersier
Dilakukan pada anak yang sudah mengalami sensitisasi dan menunjukkan
manifestasi penyakit alergi yang masih dini misalnya dermatitis atopik atau rinitis tetapi
belum menunjukkan gejala alergi yang lebih berat seperti asma. Saat tindakan yang optimal
adalah pada usia 6 bulan sampai 4 tahun.
Penghindaran juga dengan pemberian susu sapi yang dihidrolisis sempurna atau
pengganti susu sapi. Pemberian obat pencegahan seperti setirizin, imunoterapi,
imunomodulator tidak direkomendasikan karena secara klinis belum terbukti bermanfaat.

DAFTAR PUSTAKA
1. Axelsson I, Jakobsson I, Lindberg T, Benediktsson B: Bovine beta-lactoglobulin in the human milk. A longitudinal study
during the whole lactation period. Acta Paediatr Scand 1986 Sep; 75(5): 702-7.
2. Blackshaw AJ, Levison DA: Eosinophilic infiltrates of the gastrointestinal tract. J Clin Pathol 1986 Jan; 39(1): 1-7.
3. Bleumink E, Young E. Identification of the atopic allergen in cow.s milk. Int Arch Allergy 1968; 34:521-43.
4. Bishop MJ, Hasting. Natural history of cow.s milk allergy. Clinical outcome. J Pediatr 1990; 116:862-7.
5. Bock SA: Evaluation of IgE-mediated food hypersensitivities. J Pediatr Gastroenterol Nutr 2000; 30 Suppl: S20-7.
6. Bock SA.Prospective appraisal of complaints of adverse reactions to foods in children during the first 3 years of life.
Pediatrics 1987; 79:683-8.
7. Carroccio A, Montalto G, Custro N, et al: Evidence of very delayed clinical reactions to cow's milk in cow's milk-intolerant
patients. Allergy 2000 Jun; 55(6): 574-9.
8. Crittenden RG, Bennett LE..Cow's milk allergy: a complex disorder. J Am Coll Nutr. 2005 Dec;24(6 Suppl):582S-91S.
9. Dupont C, Heyman M: Food protein-induced enterocolitis syndrome: laboratory perspectives. J Pediatr Gastroenterol Nutr
2000; 30 Suppl: S50-7.
10. Jacobson O, Lindberg T. A prospective study of cow.s milk protein intolerance in Swedish infants. Acta Paediatr Scand
1979; 68:853-9.
11. Kaczmarski M, Wasilewska J, Lasota M..Hypersensitivity to hydrolyzed cow's milk protein formula in infants and
young children with atopic eczema/dermatitis syndrome with cow's milk protein allergy. Rocz Akad Med Bialymst.
2005;50:274-8..
12. Hill DJ, Heine RG, Cameron DJ: The natural history of intolerance to soy and extensively hydrolyzed formula in infants
with multiple food protein intolerance. J Pediatr 1999 Jul; 135(1): 118-21.
13. Host A, Halken S, Jacobsen HP, et al: Clinical course of cow's milk protein allergy/intolerance and atopic diseases in
childhood. Pediatr Allergy Immunol 2002; 13 Suppl 15: 23-8.
14. Host Halken S. A prospective study of cow milk allergy in Danish infants during the first years of life.Allergy 1990; 45:587-
96.
15. Hosking CS, Heine RG, Hill DJ. The Melbourne milk allergy study-two decades of clinical research. Allergy and Clinical
Immunol International 2000;12:198-205
16. Iacono G, Cavataio F, Montalto G: Intolerance of cow's milk and chronic constipation in children. N Engl J Med 1998 Oct
15; 339(16): 1100-4.
17. Judarwanto W. Using Nutrient Dense in Children with Gastroenterointestinal Allergies. 24 TH INTERNATIONAL
CONGRESS OF PEDIATRICS CANCZN MIXICO AUGUST 15TH . 20TH ,2004.
18. Judarwanto W. Effects on Stool Characteristics, Gastrointestinal Manifestation and Sleep Pattern of Palm Olein in
Formula-fed Term Infants. 24TH INTERNATIONAL CONGRESS OF PEDIATRICS CANCZN MIXICO AUGUST 15TH .
20TH ,2004
19. Judarwanto W. Manifestasi Klinis Alergi Susu Sapi pada Anak Usia di bawah 2 tahun. (Belum dipublikasikan).
20. Kelly KJ, Lazenby AJ, Rowe PC: Eosinophilic esophagitis attributed to gastroesophageal reflux: improvement with an
amino acid-based formula. Gastroenterology 1995 Nov; 109(5): 1503-12.
21. Kokkonen J, Karttunen TJ, Niinimaki A: Lymphonodular hyperplasia as a sign of food allergy in children. J Pediatr
Gastroenterol Nutr 1999 Jul; 29(1): 57-62.
22. Kokkonen J, Haapalahti M, Laurila K, et al: Cow's milk protein-sensitive enteropathy at school age. J Pediatr 2001 Dec;
139(6): 797-803.
23. Lake AM: Food-induced eosinophilic proctocolitis. J Pediatr Gastroenterol Nutr 2000; 30 Suppl: S58-60.
24. Lake AM, Whitington PF, Hamilton SR: Dietary protein-induced colitis in breast-fed infants. J Pediatr 1982 Dec; 101(6):
906-10.
25. Lowichik A, Weinberg AG: A quantitative evaluation of mucosal eosinophils in the pediatric gastrointestinal tract. Mod
Pathol 1996 Feb; 9(2): 110-4.
26. Novembre E, Vierucci A: Milk allergy/intolerance and atopic dermatitis in infancy and childhood. Allergy 2001; 56 Suppl
67: 105-8.
27. Sampson HA, Anderson JA: Summary and recommendations: Classification of gastrointestinal manifestations due to
immunologic reactions to foods in infants and young children. J Pediatr Gastroenterol Nutr 2000; 30 Suppl: S87-94.
28. Sicherer SH: Food protein-induced enterocolitis syndrome: clinical perspectives. J Pediatr Gastroenterol Nutr 2000; 30
Suppl: S45-9.
29. Sampson HA.Food allergy. Part I:Immunopathogenesis and clinical disorders. J.Allergy Clin Immunol 1999; 103:717-28.
30. Tokodi I, Maj C, Gabor S.[Cycle vomiting syndrome as a clinical appearance of eosinophilic gastroenteritis]. Orv Hetil.
2005 Oct 30;146(44):2265-9. Hungarian..
31. Paajanen L, Korpela R, Tuure T, Honkanen J, Jarvela I, Ilonen J, Knip M, Vaarala O, Kokkonen J..Cow milk
is not responsible for most gastrointestinal immune-like syndromes--evidence from a population-based study. Am J Clin
Nutr. 2005 Dec;82(6):1327-35.
32. Sampson HA. Food allergy. Part 2: diagnosis and management. J Allergy Clin Immunol 1999; 103:981-9.
33. Walker WA. Adverse reactions to food in infancy and childhood, J Pediatr 1992; 121:4-6.
34. Rogier Schade P. Cow.s milk allergy in infancy and childhood. Immunological and clinical aspects. Didapat
dari:http//www.library.uu.nl
35. Savilahti E .Cow.s milk allergy. Allergy 1981; 36:37-88.
36. Swaisgood HE. Chemistry of milk protein. Dalam: Fox PF,editor. Developments in dairy chemistry, London,Applied
Science Publishers, 1982. h. 1-59.
37. Sampson HA. Adverse reactions to foods. Dalam: Middleton E, Reed CE, Elliot EF, Adkinson NF,
38. Walker WA: Cow's milk protein-sensitive enteropathy at school age: a new entity or a spectrum of mucosal immune
responses with age. J Pediatr 2001 Dec; 139(6): 765-6.
39. Zeiger RS,Sampson HA, Bock SA, Burks JR, dkk. Soy allergy in infants and children with IgE associated cow.s allergy. J
Pediatr 1999; 134:614-22.

KORESPONDENSI DAN KOMUNIKASI


CHILDREN ALLERGY CENTER, RUMAH SAKIT BUNDA JAKARTA
telp : (021) 70081995 - 4264126
email : wido25@hotmail.com

Alergi Susu Sapi? Beri Susu Hidrolisis


Sabtu, 20 Desember 2008 | 09:02 WIB

SUSU merupakan makanan utama bayi. Yang terbaik tentu saja air susu ibu (ASI). Sayang,
tidak semua bayi bisa mendapat ASI. Sebagai gantinya, susu formula yang diberikan kepada
si bayi. Namun, tidak semua bayi bisa menerima susu tersebut karena timbul reaksi alergi.

Sita merasa bingung. ASI-nya tak mau keluar. Padahal, anaknya, Dea, belum lagi berusia 6
bulan. Ia kemudian menggantinya dengan susu formula. Namun, Dea malah mengalami diare
dan warna kemerahan di kulitnya. Setelah berkonsultasi ke dokter, baru ketahuan kalau Dea
alergi susu sapi.

Sekitar 2-3 persen bayi berusia 0-3 tahun mengalami alergi susu sapi (ASS). Sekitar 28
persen gejala alergi timbul setelah 3 hari minum susu sapi, 41 persen setelah 7 hari, dan 68
persen setelah 1 bulan. ASS ini, dikatakan Dr Zakiudin Munasir, Sp A-KAI, konsulen alergi
imunologi anak dari FKUI, hanya terjadi pada anak yang mempunyai bakat atopik atau
alergi. Hal ini terjadi karena adanya antibodi di tubuh sang anak.

Antibodi ini, yaitu imunoglobulin E (IgE), dibentuk pada orang yang memiliki bakat alergi.
IgE akan bereaksi terhadap protein susu sapi. Protein ini dianggap sebagai benda asing oleh
tubuh. Dengan kata lain, tubuh sang anak hipersensitif terhadap protein susu sapi.

Setidaknya ada 20 protein dalam susu sapi yang bisa merangsang terjadinya alergi. “Tetapi,
yang sering itu adalah beta laktoglobulin,” ujar Kepala Divisi Alergi Imunologi Anak
Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI ini.

Belum sempurna
Kasus ASS paling sering terjadi pada usia bayi hingga 3 tahun. Ini karena, menurut konsulen
alergi imunologi lulusan Academisch Ziekenhuis Groningen, Belanda itu, sistem pencernaan
pada bayi, terutama yang baru lahir usia 2-3 tahun, masih belum sempurna. Hal tersebut
membuat protein yang dikenali sebagai alergi akan diserap secara utuh dan tidak dipecah oleh
saluran cerna.

Sejalan dengan pertambahan usia, pada saat memasuki usia 2-3 tahun, saluran cernanya
sudah mulai matang. Di waktu yang bersamaan, enzim pencernaan pun telah terbentuk
dengan baik. Imunoglobulin A sekretorik yang berguna menangkal protein asing juga sudah
terbentuk sempurna. Pada 85 persen bayi yang mengalami ASS akan menghilang (toleran)
sebelum usia 3 tahun.

“Bayi yang sudah toleran ini terjadi karena protein sudah dipecah-pecah. Sifat alergi dari
protein yang ada pada susu sapi pun sudah hilang,” ujar Dr Zaki.

ASS disebut Dr Zaki sebagai salah satu jenis alergi yang bisa hilang. Gejala awal alergi pada
bayi biasanya adalah gejala kulit seperti eksim maupun timbul warna kemerahan. Timbulnya
ruam kemerahan pada kulit bayi juga bisa terjadi pada bayi yang mendapat ASI.

Ruam tersebut kerap dikira berasal dari ASI. Padahal, tidak demikian. Besar kemungkinan
karena sang ibu mengonsumsi susu sapi maupun produk olahannya. Alergennya masuk ke
ASI dan kemudian diisap oleh bayi dan menimbulkan reaksi alergi. Untuk itu, sang ibu harus
menghindari susu sapi serta produk olahannya.

Tindakan antisipasi
Terjadinya reaksi alergi bisa diketahui dari gejala yang ditimbulkan. Untuk meyakini alergi
yang timbul, bisa dilakukan beberapa tes pada bayi. Tes yang umumnya digunakan adalah tes
pada kulit (lewat uji kulit gores, uji tusuk, dan uji kulit intraderma) ataupun tes darah.

Meski demikian, menurut Dr Zaki, uji kulit pada anak berusia kurang dari satu tahun kerap
memberi hasil negatif yang palsu. Pengujian juga bisa dilakukan dengan menghindari susu
sapi selama 2-3 minggu untuk kemudian memprovokasi makanan terbuka. Istilahnya uji
eliminasi dan provokasi.

Dalam tes tersebut, setelah gejala berkurang, anak kemudian diberi susu sapi secara bertahap
hingga tercapai jumlah susu yang diminum. Bila setelah 2 jam tidak timbul gejala, berarti
hasil uji provokasi negatif. Tes ini sering dilakukan pada anak berusia di bawah 3 tahun.

Sebenarnya orangtua bisa mengantisipasi timbulnya alergi pada anak. Terutama bila ada
riwayat alergi atau asma pada salah satu dari orangtua atau malah keduanya. Sebagai
gambaran, jika orangtua alergi, kemungkinan anaknya menderita alergi adalah sekitar 80
persen. Bila hanya ibu yang mengalami alergi, kemungkinan anak mewarisi alergi sekitar 50
persen.

Bila demikian, pemberian susu sapi ada baiknya dihindari. Sesungguhnya hal tersebut tidak
terlalu bermasalah pada ibu yang memberi ASI. Sang ibu saja yang menghindari susu sapi
dan produk olahannya. Namun, masalah akan terjadi bila ibu tidak bisa memberi bayi.

Beri ASI
Bayi lebih baik diberi susu yang telah mengalami hidrolisis atau hidrolisat. Ada yang
dihidrolisis sempurna dan ada yang hanya dihidrolisis parsial atau sebagian. Pada susu yang
dihidrolisis sempurna, seluruh protein susu sapi sudah dipecah-pecah dengan sempurna. Susu
jenis ini dikenal dengan sebutan susu nonalergenik. Susu ini digunakan pada bayi yang sudah
timbul gejala alergi seperti eksim maupun asma.

Pada susu yang dihidrolisis parsial, protein susu sapi hanya dipecah sebagian saja.
Maksudnya, supaya bayi nantinya juga mempunyai kekebalan terhadap susu sapi.

“Susu yang disebut sebagai susu hipoalergenik ini biasanya digunakan pada anak yang belum
mempunyai gejala alergi, tetapi sudah tahu akan timbul alergi karena bapak-ibunya punya
riwayat alergi,” tambah Dr Zaki.

Selain susu yang telah dihidrolisis, pemberian susu kedelai juga bisa digunakan untuk bayi
yang mengalami ASS. Masalahnya, banyak bayi tak menyukai susu kedelai karena rasanya
tidak enak. Sama seperti susu hidrolisis yang rasanya juga tidak begitu enak. Lagi pula,
“Sekitar 30-40 persen bayi yang alergi susu sapi juga alergi terhadap susu kedelai,” ungkap
Dr Zaki. Sayangnya, susu pengganti tersebut harganya lebih mahal!

Jelas beda!
Bedakah alergi susu sapi dengan intoleransi laktosa? Pertanyaan tersebut kerap diajukan oleh
orangtua. “Jelas beda,” jawab Dr Zaki. Alergi susu sapi (ASS) umumnya karena tidak tahan
dengan protein susu sapi, sedangkan intoleransi laktosa (IL) karena tidak tahan dengan
laktosa.

Terjadinya IL karena kurangnya enzim laktase pada usus yang berfungsi untuk mencerna
laktosa. Oleh karena itu, gejala yang terjadi biasanya berhubungan dengan saluran cerna
dengan timbulnya diare.

IL bisa terjadi, baik pada orang dewasa, maupun anak-anak. Orang dewasa atau bahkan
orangtua yang sudah berusia pertengahan umumnya mengalami IL. “Karena orangtua zaman
dulu tidak terbiasa minum susu. Jadi, tidak terbentuk enzim laktasenya,” kata Dr Zaki.

Sebaliknya, anak sekarang sudah minum susu sejak kecil sehingga mereka lebih terbiasa.
Dengan minum susu, tubuh akan merangsang enzim laktase. Hanya saja, bila rangsangan
tersebut malah menimbulkan diare terus-menerus, pemberian susu harus dihentikan sesaat.
Dikhawatirkan, kerusakan usus yang terjadi akan menetap dan kematangan saluran cerna
tidak akan terjadi. Akibatnya, kondisi tersebut akan terbawa hingga dewasa.

IL juga bisa terjadi pada anak yang sedang mengalami diare. Menurut Dr Zaki, kondisi itu
disebabkan usus pada anak yang diare rusak sehingga enzim laktase berkurang. Dengan kata
lain, IL bisa terjadi pada anak yang sedang diare atau sebaliknya.

Jika hal ini yang terjadi, anak bisa dibantu dengan tambahan enzim laktosa. Bisa juga
diberikan susu rendah laktosa. “Bila sudah sembuh, anak baru bisa diberi susu kembali,”
katanya./*

Apakah alergi susu sapi itu?

Alergi susu sapi adalah sebuah kondisi dimana sistem kekebalan tubuh memberikan reaksi
yang berlebihan terhadap protein yang terkandung dalam susu sapi.

Diperkirakan 0,3% - 7,5% bayi mengalami alergi susu sapi. Hal ini biasanya terjadi pada saat
bayi berumur satu bulan.

Gejala umum dari alergi susu sapi adalah kolik, gelisah berkepanjangan yang mengganggu
tidur, muntah, dan diare.

Sistem pernapasan bayi juga dapat terganggu, misalnya: batuk, pilek, bersin, dan sesak napas.

Alergi susu sapi juga dapat menyebabkan eksim, bengkak, bintik merah, gatal, dan ruam pada
mulut dan dahi.

Gejala paling parah biasanya terjadi 30 menit keatas setelah bayi mengkonsumsi susu.
Alergi susu sapi dapat menjadi penyakit yang parah apabila:

Sesak napas parah sampai berwarna biru


Kulit bayi berbintik merah gatal
Bengkak pada kepala dan leher
Diare berdarah
Pucat dan lemah

Segeralah berkonsultasi dengan ahli kesehatan dan dokter anda bila gejala-gejala diatas
terjadi pada bayi anda. Meskipun hal-hal diatas tidak anda temui, tetaplah segera temui ahli
kesehatan atau dokter anda bila anda mencurigai bayi anda menderita alergi susu sapi.

Sulit untuk menentukan apakah gejala yang dialami oleh bayi merupakan gejala alergi susu
sapi atau gejala infeksi laktosa. Kadang bayi menderita keduanya, karena alergi yang
disebabkan kerusakan usus dapat mengurangi kemampuan bayi untuk mencerna laktosa.

Ahli kesehatan anda dapat memberikan beberapa tes untuk menentukan apakah bayi anda
menderita alergi susu sapi atau tidak.

Bila salah satu orang tua atau saudara bayi menderita alergi susu sapi, bayi anda mungkin
juga akan menderita alergi susu sapi.

Mengkonsumsi susu formula yang berbahan dasar sapi sejak lahir dapat mempertinggi
kemungkinan alergi bila ada sejarah alergi pada keluarga. Pemberian ASI dapat
memperlambat bahkan mencegah terjadinya alergi susu sapi pada bayi.

Bayi yang sangat sensitif dapat mengalami alergi susu sapi melalui makanan yang
dikonsumsi oleh ibu, tetapi hal ini sangat jarang sekali terjadi.

Berkonsultasilah dengan ahli kesehatan anda untuk menentukan kemungkinan alergi pada
bayi anda.

Hilangkanlah semua makanan berbahan dasar susu dari daftar makanan anda dan bayi,
misalnya: susu, keju, yogurt, dan es krim. Makanan yang mengandung kasein dan gandum
sebaiknya juga dihindari.

Ahli kesehatan anda akan menentukan susu formula yang cocok bagi bayi penderita alergi
susu sapi. Beberapa jenis obat-obatan, seperti: antihistamin, dekongestan, dan anti asma,
mungkin juga akan direkomendasikan oleh ahli kesehatan anda untuk mengatasi alergi yang
dialami oleh bayi anda.

Kandungan nutrisi yang lengkap dan seimbang, termasuk beta-karoten, taurin, karnitin, dan
selenium.
Mengandung protein susu kedelai yang bermutu tinggi dan murni.
Mempunyai rasa manis yang dapat diterima oleh bayi.

Susu formula Wyeth mengandung semua kandungan diatas.


Alergi susu kedelai sangat jarang sekali sekali terjadi jika dibandingkan dengan alergi susu
sapi. Berkonsultasilah dengan ahli kesehatan anda bila bayi anda alergi terhadap susu kedelai.

Menghindari susu dan turunanannya selama beberapa waktu akan mengatasi bayi anda dari
alergi ini.

Bayi anda mempunyai kemungkinan sebesar 50% untuk sembuh pada usia 1 tahun, 75% pada
usia 2 tahun, dan 85% pada usia 3-4 tahun. Alergi susu sapi jarang terjadi pada usia dewasa.

Ahli kesehatan anda akan menentukan waktu yang tepat untuk pemberian susu sapi. Anda
harus memberikannya secara bertahap dibawah pengawasan ahli kesehatan anda.

Janganlah mulai memberikan susu walaupun gejala alergi mulai berkurang, karena meskipun
sedikit, susu dapat memberikan reaksi pada bayi yang masih alergi.

Ketika Bayiku Alergi Susu Sapi Susu kambing banyak direkomendasikan sebagai bahan
substitusi bagi bayi, anak, dan orang dewasa yang alergi terhadap susu sapi ataupun berbagai
jenis makanan lainnya. Pada bayi, alergi terhadap susu sapi (cow milk allergy) banyak
dijumpai, akan tetapi mekanisme terjadinya alergi masih belum jelas.

Bagi bayi yang alergi terhadap susu sapi jika diberikan susu sapi terus-menerus akan
menyebabkan reaksi pembesaran lamina propia dan peningkatan permeabilitas molekur
makro dan aktivitas elektrogenik lapisan epitel. Gejala klinis seperti ini akan hilang jika bayi
tersebut diberikan makanan bebas susu sapi. Jadi, potensi susu kambing sebagai pengganti
susu sapi pada bayi ataupun pasien yang alergi terhadap susu sapi sangatlah besar.

Gejala alergi terhadap protein susu biasanya timbul pada bayi yang berumur dua sampai
empat minggu, dan gejalanya akan semakin jelas pada saat bayi berumur enam bulan. Bagian
tubuh yang terserang alergi ini adalah saluran pencernaan, saluran pernapasan, dan kulit.
Gejala-gejala yang tampak akibat alergi terhadap protein susu di antaranya muntah, diare,
penyerapan nutrisi yang kurang sempurna, asma, bronkitis, migren, dan hipersensitif.

Gejala patologis yang terlihat pada bayi yang alergi terhadap susu sapi di antaranya iritasi
usus halus, lambat pertambahan bobot badannya, volume feces yang berlebihan, dan bau
yang khas. Akan tetapi, perlu diingat bahwa sering kali gejala ini dicampuradukkan dengan
gejala tidak tolerannya seseorang terhadap laktose (lactose intolerance).

Kelebihan susu kambing

Susu kambing dilaporkan telah banyak digunakan sebagai susu pengganti susu sapi ataupun
bahan pembuatan makanan bagi bayi-bayi yang alergi terhadap susu sapi. Alergi pada saluran
pencernakan bayi dilaporkan dapat berangsur-angsur disembuhkan setelah diberi susu
kambing. Dilaporkan bahwa sekitar 40 persen pasien yang alergi terhadap protein susu sapi
memiliki toleransi yang baik terhadap susu kambing. Pasien tersebut kemungkinan besar
sensitif terhadap lactoglobulin yang terkandung pada susu bangsa sapi tertentu.

Diduga protein susu (-lactogloglobulin yang paling bertanggung jawab terhadap kejadian
alergi protein susu.Susu kedelai sering pula digunakan sebagai salah satu alternatif pengganti
susu sapi bagi bayi yang alergi terhadap susu sapi. Walaupun demikian, masih terdapat
sekitar 20 persen-50 persen dari bayi-bayi yang diteliti memperlihatkan gejala tidak toleran
terhadap susu kedelai. Oleh sebab itu, susu kambing bubuk lebih direkomendasikan untuk
susu bayi.

Panas yang digunakan selama proses pengolahan susu mengurangi reaksi alergi. Denaturasi
panas merubah struktur dasar protein dengan cara menurunkan tingkatan alerginya.Susu
kambing mengandung lebih banyak asam lemak berantai pendek dan sedang (C4:0-C12:0)
jika dibandingkan dengan susu sapi. Perbedaan ini diduga menyebabkan susu kambing lebih
mudah dicerna.

Ukuran butiran lemak susu kambing lebih kecil jika dibandingkan dengan susu sapi atau susu
lainnya. Sebagai gambaran ukuran butiran lemak susu kambing, sapi, kerbau, dan domba
bertutur-turut adalah: 3,49, 4,55, 5,92, dan 3,30 mm.Dari hasil penelitian Mack pada tahun
1953 disimpulkan bahwa kelompok anak yang diberi susu kambing memiliki bobot badan,
mineralisasi kerangka, kepadatan tulang, vitamin A plasma darah, kalsium, tiamin, riboflavin,
niacin, dan konsentrasi hemogloninnya yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan kelompok
anak yang diberi susu sapi.

Disamping itu, susu kambing memiliki kapasitas bufer yang lebih baik, sehingga bermanfaat
bagi penderita gangguan pencernaan.Kandungan folic acid dan Vitamin B12 yang rendah
merupakan kelemahan susu kambing. Selain kelemahan ini, susu kambing dapat dikatakan
merupakan makanan yang sempurna. Komposisi dan struktur lemak susu kambing dan sapi
memiliki perbedaan. Butiran lemak susu kambing berukuran 2 mikrometer, sementara lemak
susu sapi berukuran 2,5 - 3,5 mikrometer. Dengan ukuran lemak lebih kecil, susu kambing
lebih cepat terdispersi dan campurannya lebih homogen (merata).

Susu sapi dibuat homogen dengan perlakuan mekanis. hal itu menyebabkan ikatan lemak
susu sapi dipecahkan dan enzim yang terikat di dalamnya, oksida santin (xanthine oxidase)
memasuki dinding pembuluh darah dan ikut dalam aliran darah. Enzim itu dapat
memengaruhi jantung dan saluran arteri. Akibatnya, tubuh dirangsang melepaskan kolesterol
ke dalam darah sebagai bentuk pertahanan terhadap materi lemak. Kejadian itu dapat
menyebabkan arteriosklerosis (pengapuran pembuluh nadi). Akan lain kejadiannya jika susu
sapi tetap dalam kondisi alami yaitu tidak homogen (unhomogenized). Dengan demikian
enzim oksida santin tidak terurai dan dikeluarkan dari tubuh tanpa diserap.

Perbedaan lain adalah susu sapi memiliki banyak lemak dengan rantai asam lemak pendek.
Lantas kandungan eter gliserol (glycerol ethers) pada susu kambing jauh lebih banyak
dibandingkan susu sapi. Kandungan unsur itu sangat bermanfat bagi bayi dibandingkan susu
formula asal sapi.Susu kambing juga mengandung lebih sedikit asam orotic yang akan
berpengaruh baik bagi pencegahan sindrom pelemakan hati. Baik susu sapi dan susu kambing
memiliki tingkat keasaman dengan pH antara 6,4 - 6,7. Kandungan protein susu kambing dan
sapi relatif sama, meski unsur (alfa-s-1-) kasein pada susu sapi tidak ada pada susu kambing.

Sementara vitamin A susu kambing lebih banyak, demikian pula dengan Vitamin B, terutama
riboflavin dan niacin, meski harus diakui kandungan vitamin B6 dan B12 pada susu sapi jauh
lebih banyak. Susu kambing juga kaya kandungan mineral, kalsium, potasium, magnesium,
fosfor, klorin dan mangan. Kandungan unsur sodium, besi, sulfur, seng dan molibdenum
lebih rendah.Kandungan enzim ribonuklease, alkaline phosphatase, lipase dan xanthine
oxidase pada susu kambing juga lebih rendah.

Memang, susu kambing tidak akan pernah menggantikan kesuksesan komersial susu sapi.
Tapi susu kambing sangat bermanfaat sebagai pangan alternatif pada anak-anak, penderita
sakit karena sifatnya mudah dicerna.Susu kambing juga bisa diolah menjadi berbagai produk,
mulai dari minuman, makanan hingga kosmetika. Campuran susu kambing, minyak olive,
kelapa, kedelai, bubuk cokelat dan sodium hidroksida merupakan bahan sabun yang lembut,
sekaligus menjaga kelembaban kulit.Susu kambing juga menjadi bahan pembuatan cairan
pelembab (lotion), lipstik dan garam untuk mandi.

Dibandingkan sabun biasa yang menyebabkan kulit kering, susu kambing yang diproses
menjadi sabun secara manual pada suhu dingin bisa mempertahan kandungan alami gliserin
yang baik bagi kulit. Bagi penderita eksim, jerawat atau kulit peka, sabun dari bahan susu
kambing bisa membantu mengatasi persoalannya.

Dr Ir Ronny Rachman Noor MRur Sc Laboratorium Pemuliaan dan Genetika Ternak Fakultas
Peternakan Institut Pertanian Bogor.

Tahukah Anda bahwa alergi susu sapi adalah suatu kelainan yang cukup serius dan umum
dijumpai pada bayi?

Apa itu alergi susu sapi?

Tubuh kita memiliki sistem kekebalan tubuh untuk melindungi kita dari bahaya infeksi.
Sistem kekebalan tubuh ini menyerang virus dan bakteri yang dapat menyebabkan kita jatuh
sakit. Dengan adanya alergi susu sapi ini, sistem kekebalan tubuh kita tidak dapat
membedakan protein susu dengan virus atau bakteri, hal ini dikenal dengan istilah allergen.

Respon dari kekebalan tubuh kita terhadap protein susu sapi dan juga gejala-gejala akibat dari
hal tersebut, dinamakan reaksi alergi. Respon kekebalan tubuh akibat alergi susu sapi
seringkali muncul hanya dalam jangka waktu beberapa menit setelah bayi mengkonsumsi
susu dan mungkin berlangsung atau berkembang dalam jangka waktu beberapa jam sampai
beberapa hari.

Seberapa umumkah alergi terhadap makanan?

Diperkirakan sekitar 6 sampai 8 dari 100 bayi memiliki alergi terhadap satu atau beberapa
jenis makanan. Dari 8 allergen makanan yang sering ditemukan adalah protein yang terdapat
pada susu, kacang kedelai, gandum, telur, kacang-kacangan, ikan, seafood yang bercangkang
(mis. kepiting, udang, kerang) dan kacang pohon.

Namun demikian, seorang anak mungkin saja alergi terhadap semua jenis makanan
berprotein. Sebagian besar anak dapat melewati masa alergi makanan setelah berusia 3 tahun
(walaupun demikian, alergi terhadap ikan dan kacang-kacangan dapat saja diderita seumur
hidup).

Mengapa alergi terhadap makanan dapat terjadi pada anak?

Tidak dapat dijelaskan secara rinci, mengapa pada beberapa anak terjadi kekebalan tubuh
terhadap satu atau lebih jenis protein makanan. Seorang anak mempunyai peluang lebih besar
untuk memiliki alergi makanan, apabila terdapat sanak keluarganya yang mempunyai alergi
makanan atau keturunan penyakit asthma, hives, hay fever atau eksim.
Bayi dengan alergi susu sapi tidak dapat menerima rantai protein kompleks yang terdapat
pada susu sapi. Akibatnya terjadi reaksi alergi yang ditandai dengan timbulnya beberapa
gejala dalam waktu singkat (kurang dalam 1 jam), maupun dalam waktu yang cukup lama
(lebih dari 24 jam).

Bayi Anda dapat memberikan hanya satu gejala ataupun beberapa gejala sekaligus. Dalam
sebuah studi di Denmark pada tahun 1985, sebagian besar bayi (92%) yang didiagnosis
mengidap alergi susu sapi memiliki dua gejala atau lebih, dan 72% bayi memiliki gejala pada
dua organ atau lebih di tubuhnya.

Gejala-gejala yang cukup umum terjadi adalah:


• Diare terus-menerus
• Terdapat darah/mucus pada feces
• Seringkali muntah-muntah
• Gatal-gatal pada kulit
• Masalah pada pernapasan
• Tidak berhenti menangis
• Berat badan sulit bertambah

Gejala-gejala kompleks di atas yang menyebabkan alergi susu sapi seringkali sulit untuk
didiagnosis. Selain itu, berbagai keterbatasan alat tes diagnosis yang umum tersedia pada saat
ini juga menyebabkan alergi susu sapi tertunda untuk diketahui.

Anda dapat pula melakukan tes pada website ini, jika Anda mencurigai adanya gejala alergi
susu sapi pada bayi Anda. Jangan lupa, segera konsultasikan ke dokter Anda mengenai
diagnosis lebih lanjut.

Alergi susu sapi. Pada prinsipnya alergi dapat disebabkan oleh dua faktor yaitu genetika dan
lingkungan. Anak yang punya faktok genetik atau keturunan alergi, tidak alergi kalau tidak
bertemu dengan faktor lingkungan. Sebaliknya, jika lingkungan penuh zat-zat alergi, anak
tidak alergi kalau tidak ada faktor genetik.

Alergi bisa terjadi karena makanan, infeksi atau faktor lingkungan. Semua makanan, pada
prinsipnya, dapat menjadi penyebab alergi, hanya derajatnya berbeda. Ada yang
hiperalergenic (mudah membuat alergi) dan ada yang hipoalergenic (jarang membuat alergi).
Contoh makanan hiperallergenic, antara lain , kacang tanah, susu sapi, telur, dan seafood.
Ada beberapa makanan yang harus dipantang seumur hidup, misalnya seafood. Tapi ada pula
yang hanya dipantang untuk beberapa saat, seperti alergi susu sapi. Alergi susu sapi
biasanya terjadi karena saluran pencernaan anak belum sempurna fungsinya, sehingga protein
susu sapi belum dapat dipecah dengan baik dalam tubuh. Sejalan dengan bertambahnya usia
anak, dan dengan semakin matangnya fungsi pencernaannya, pada usia sekitar 2 – 3 tahun,
susu sapi dapat dicerna dengan baik.

Pada anak penderita alergi, atau punya bakat alergi (atopik), sistem kekebalan tubuh tidak
berjalan baik, karena hipersensitivitas (reaksi tubuh berlebihan). Reaksi alergi pada anak
dapat terkena pada semua organ, seperti kulit (biduran, eksim), mata (gatal, merah), saluran
cerna (diare), saluran napas (pilek, asma), dan sistem saraf (pening-pening, migren).
Pengalaman anak pertama kami adalah seringnya diare dan muntah2, pada saat itu kami tidak
mengira jika sakitnya itu karena alergi susu sapi. Ketika diperiksakan ke dokterpun hanya
diberi obat untuk diare dan anti mual. Keadaan ini berlangsung sampai usia satu tahun.
Akhirnya kami memutuskan untuk memeriksakan ke dokter lain di surabaya. Saran dokter
saat itu adalah cek lab. total, photo thorax dan tes alergi, karena saat itu anak kami juga sering
batuk2.

Hasil lab. menunjukkan bahwa anak kami alergi susu sapi dengan hasil tersebut kami
semakin mudah untuk mengatasinya karena sudah mengetahui penyebab penyakitnya.

Langkah pertama tentu saja mencari susu lain selain susu sapi, selain itu juga kami
menghindari makanan atau jajan yang mengandung protein susu. Sehingga sampai sekarang
(usia 6 th) dia terbiasa atau suka dengan makanan/jajan tradisional.

Awalnya kita memilih susu soya formula yang banyak beredar di pasaran, meski harganya
mahal tapi kami tetap berusaha untuk mencukupinya. Masalahnya ketika anak kedua kami
lahir dan ternyata ada kemungkinan juga terkena alergi susu sapi. Kami lantas mencoba untuk
mencari susu soya lain, sampai akhirnya menemukan susu soya produksi melilea, alasan kami
saat itu selain harga juga karena susu soya melilea merupakan susu organik yang bebas dari
campuran zat kimia.

Anda mungkin juga menyukai