Anda di halaman 1dari 9

1

PERKEMBANGAN KOGNITIF PRAWICARA PROSODIK

Oleh Lily Farida


NIM: 10706259059

PENDAHULUAN

Sejak hari pertama lahir bayi-bayi tampaknya di program untuk bisa menyesuaikan diri
dengan lingkungan linguistik mereka yang tujuan spesifiknya adalah menguasai kemahiran
berbahasa (Sternberg. 307).
Sebagian besar ketidakberdayaan bayi yang baru lahir berasal dari ketidakmampuan
mereka untuk menyatakan kebutuhan dan keinginan mereka dalam bentuk yang dapat
dipahami oleh orang lain dan ketidakmampuan mereka memahami kata dan isyarat yang di
gunakan orang lain. Ketidakberdayaan ini berkurang dengan cepat pada awal tahun kehidupan,
yakni pada waktu anak dapat mengendalikan otot yang dibutuhkan bagi berbagai mekanisme
komunikasi.
kpmunikasi pada bayi dikenal dengan nama wicara karena wicara merupakan kontinum
bunyi bahasa yang di gunakan untuk berkomunikasi berbeda dengan bicara yang merupakan
bentuk bahasa yang menggunakan artikulasi atau kata-kata untuk menyampaikan maksud.
Bicara merupakan keterampilan mental motorik(Elisabeth.1978). berbicara tidak hanya
melibatkan koordinasi kumpulan otot mekanisme suara yang berbeda, tetapi juga mempunyai
aspek mental yakni kemampuan mengaitkan arti dengan bunyi yang dihasilkan. Meskipun
demikian, tidak semua bunyi yang di hasilkan anak dapat di pandang sebagai wicara. Sebelum
anak cukup dapat mengendalikan mekanisme otot syaraf untuk menimbulkan bunyi yang jelas,
berbeda dan terkendali, ungkapan suara hanya bunyi artikulasi. Lebih lanjut sebelum mereka
mampu mengaitkan arti dengan bunyi yang terkendali itu, tidak jadi soal betapapun betulnya
ucapan yang mereka ucapkan, pembicaraan mereka hanya ‘membeo” karena kekurangan
unsur mental dari makna yang di maksud. Ada dua kriteria yang dapat di gunakan untuk
memutuskan apakah anak berbicara dalam artian yang benar atau hanya “membeo”. Pertama
anak harus mengetahui arti kata yang di gunakannya dan mengaitkannya dengan objek yang di
wakilinya. Sebagai contoh, kata “bola” harus mengacu hanya pada bola, bukan pada mainan
umumnya. Kedua, anak harus melafalkan kata-katanya sehingga orang lain memahaminya
dengan mudah.
Beberapa studi telah menunjukkan bahwa, pada setiap tingkatan umur , kosa kata pasif
atau “pemahaman” lebih luas ketimbang kosa kata aktif atau “bicara”. Sebagai contoh, sebelum
dapat berbicara, anak memahani arti umum dari hal-hal yang dikatakan oleh orang lain. Ini
bukan karena memahami kata yang sesungguhnya, tetapi agaknya karena memahami intonasi
suara,isyarat dan ekspresi wajah pembicara.Sebelum anak berumur 18 bulan, pembicara harus
memantapkan kata-katanya dengan isyarat, jika pembicara menginginkan supaya anak
mengerti maksud pembicaraanya dengan tepat. Meskipun petunjuknya sederhana seperti
“Letakkan gelas itu di atas meja” hal itu harus disertai dengan isyarat telunjuk ke arah meja dan
cangkir agar anak mengerti apa yang di minta untuk di lakukannya.
Walaupun anak belum mencapai ulang tahun pertamanya, nereka mengetahui betapa
pentingnya kemampuan berkomunikasi dengan orang lain. Pada waktu mereka menemukan
bahwa upaya awal mereka untuk berkomunikasi dengan menangis atau dengan menggunakan
isyarat tidak selalu di pahami, mereka memiliki motivasi yang kuat untuk belajar berbicara.
Segera setelah mereka siap melakukan hal itu, mereka berusaha belajar berbicara karena
mereka mengetahui bahwa bicara merupakan alat berkomunikasi yang lebih baik ketimbang
tangisan,isyarat, dan bentuk prawicara lainnya yang telah mereka gunakan sebelumnya.
Faktor yang juga sangat penting dalam pemerolehan bahasa adalah faktor neorologis,
yakni kaitan antara otak dngan bahasa. Berbahasa itu sendiri merupakan proses kompleks
yang tidak terjadi begitu saja. Manusia berkomunikasi lewat bahasa memerlukan proses yang
berkembang dalam tahap-tahap usianya. Sejak hari pertama lahir bayi-bayi tampaknya di
program untuk bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan linguistik mereka yang tujuan
spesifiknya adalah mengasai kemahiran berbahasa (Sternberg. 307).

PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN

Bagi setiap makhluk hidup, sejak kelahirannya dan dalam menjalani kehidupan
seterusnya terdapat dasar-dasar dan pola-pola kehidupan yang berlaku umum sesuai dengan
jenisnya. Di samping itu terdapat pula pola-pola yang berlaku khusus sehubungan dengan sifat-
sifat individualnya. Pola kehidupan yang dimaksudkan bisa dipergunakan sebagai patokan
untuk mengenal ciri perkembangan anak-anak. Hukum-hukum perkembangan itu antara lain:
1. Hukum Cephalocoudal
Hukum ini berlaku pada pertumbuhan fisik yang menyatakan bahwa pertumbuhan fisik
dimulai dari kepala ke arah kaki. Seorang bayi yang baru dilahirkan mempunyai bagian-
bagian dan alat-alat kepala yang lebih matang daripada bagian-bagian tubuh lainnya.
2. Hukum Proximodistal
Hukum Proximodistal adalah hukum yang berlaku pada pertumbuhan fisik, dan menurut
hukum ini pertumbuhan fisik berpusat pada sumbu dan mengarah ke tepi. Alat-alat tubuh
yang terdapat di pusat, seperti jantung, hati, dan alat-alat pencernaan lebih dahulu berfungsi
daripada anggota tubuh yang ada di tepi. Hal ini tentu saja karena alat-alat tubuh yang
terdapat pada daerah pusat itu lebih vital daripada misalnya anggota gerak seperti tangan
dan kaki.
3. Perkembangan Terjadi dari Umum ke Khusus
Pada setiap aspek terjadi proses perkembangan yang dimulai dari hal-hal yang umum,
kemudian secara sedikit demi sedikit meningkat ke hal-hal yang khusus. Terjadi proses
diferensiasi seperti dikemukakan oleh Werner. Anak lebih dahulu mampu menggerakkan
lengan atas, lengan bawah, tepuk tangan terlebih dahulu daripada menggerakkan jari-jari
tangannya.
4. Perkembangan Berlangsung dalam Tahapan-Tahapan Perkembangan
Dalam perkembangan terjadi penahapan yang terbagi-bagi ke dalam masa-masa
perkembangan. Pada setiap masa perkembangan terdapat ciri-ciri perkembangan yang
berbeda antara ciri-ciri yang ada pada suatu masa perkembangan dengan ciri-ciri yang ada
pada masa perkembangan yang lain.
5. Hukum Tempo dan Ritme Perkembangan
Tahapan perkembangan berlangsung secara berurutan, terus-menerus dan dalam tempo
perkembangan yang relatif tetap serta bisa berlaku umum. Justru perbedaan-perbedaan
waktu, yaitu cepat-lambatnya sesuatu tahapan perkembangan terjadi, atau sesuatu masa
perkembangan dijalani, menampilkan adanya perbedaan-perbedaan individu.

Dalam kehidupan sehari-hari sering terlihat dua hal sebagai petunjuk keterlambatan pada
keseluruhan perkembangan mental, yakni:
Jika perkembangan kemampuan fisiknya untuk berjalan jauh tertinggal dari patokan umum,
tanpa ada sebab khusus maka itu artinya fungsi fisiknya yang terganggu.
Jika perkembangan kemampuan berbicaranya sangat terlambat dibandingkan dengan
anak-anak lain pada masa perkembangan yang sama. Seorang anak yang pada umur
empat tahun misalnya masih mengalami kesulitan dalam berbicara, mengemukakan
sesuatu dan terbatasnya perbendaharaan kata yang dimilikinya, maka mudah
3

diramalkan anak itu akan mengalami keterlambatan pada seluruh aspek


perkembangannya.

Perkembangan lebih lanjut tentang perkembangan berpikir ini ditunjukkan pada


perilakunya, yaitu tindakan menolak dan memilih sesuatu. Tindakan itu berarti telah
mendapatkan proses mempertimbangkan atau yang lazim dikenal dengan proses analisis,
evaluasi, sampai dengan kemampuan menarik kesimpulan dan keputusan. Perkembangan
kemampuan berpikir semacam ini dikenal pula sebagai perkembangan kognitif. Perkembangan
kognitif seseorang menurut Piaget (Sarlito, 1991: 81) mengikuti tahap-tahap sebagai berikut.
1. Tahap pertama : Masa sensori motor (0 – 2,5 tahun)
Masa ketika bayi mempergunakan sistem penginderaan dan aktivitas motorik untuk
mengenal lingkungannya.
2. Tahap kedua : Masa pra-operasional (2,0 – 7,0 tahun)
Ciri khas masa ini adalah kemampuan anak menggunakan simbol yang mewakili suatu
konsep. Kemampuan simbolik ini memungkinkan anak melakukan tindakan-tindakan yang
berkaitan dengan hal-hal yang telah lewat; misalnya seorang anak yang pernah melihat
dokter berpraktek, akan (dapat) bermain “dokter-dokteran”.
3. Tahap ketiga : Masa konkreto prerasional (7,0 – 11,0 tahun)
Pada tahap ini anak sudah dapat melakukan berbagai macam tugas yang konkret. Anak
mulai mengembangkan tiga macam operasi berpikir, yaitu identifikas; mengenali sesuatu
Negasi; mengingkari sesuatu dan reprokas; mencari hubungan timbal-balik antara beberapa
hal.
4. Tahap keempat : Masa operasional (11,0 – dewasa)
Tahapan perkembangan kognitif anak usia prawicara hanya mencapai tahapan pertama
saja yakni usia antara 0-2,5 tahun. Dimana pada usia ini bayi-bayi sanggup memproduksi bunyi
dari dirinya sendiri, salah satunya adalah aspek-aspek komunikatif dari tangisan – entah
diniatkan atau tidak - berfungsi cukup efektif. Meskipun demikian, tidak semua bunyi yang di
hasilkan anak dapat di pandang sebagai wicara. Pada masa ini,bayi sedang berlatih untuk
melemaskan otot-otot artikulatornya dalam rangka mempersiapkan kematangan mentalnya
untuk melaju pada tahapan berikutnya. Sebelum anak cukup dapat mengendalikan mekanisme
otot syaraf untuk menimbulkan bunyi yang jelas, berbeda dan terkendali, ungkapan suara
hanya merupakan bunyi artikulasi bukan komunikasi.

1. Mendekut
Pada masa ini anak/bayi sudah mulai mengeluarkan bunyi-bunyi yang menyerupai bunyi
vocal dan konsonan. Bunyi-bunyi tersebut belum dapat di identifikasi sebagai bunyi apa, tetapi
sudah merupakan bunyi.
2. Sylabe
Pada masa ini usia 3 minggu sampai 2 bulan mulai terdengar suara-suara namun belum
jelas. Bayi mulai dapat mendengar pada usia 2 s/d 6 bulan sehingga ia mulai dapat
mengucapkan kata dengan suku kata yang diulang-ulang, seperti: “ba….ba…, ma..ma….”
3. Mereban
Lebih lanjut sebelum mereka mampu mengaitkan arti dengan bunyi yang terkendali itu,
tidak jadi soal betapapun betulnya ucapan yang mereka ucapkan, pembicaraan mereka hanya
‘membeo” karena kekurangan unsur mental dari makna yang di maksud. Ada dua kriteria yang
dapat di gunakan untuk memutuskan apakah anak berbicara dalam artian yang benar atau
hanya “membeo”. Pertama anak harus mengetahui arti kata yang di gunakannya dan
mengaitkannya dengan objek yang di wakilinya. Sebagai contoh, kata “bola” harus mengacu
hanya pada bola, bukan pada mainan umumnya. Kedua, anak harus melafalkan kata-katanya
sehingga orang lain memahaminya dengan mudah.
Perkembangan pemerolehan bahasa pada anak usia prawicara hanya sampai pada
tahap ini dan tahap ini (celoteh) merupakan dasar dari kemampuan bicara selanjutnya

PROSODIK

Dalam linguistik, prosodi (diucapkan / prɒsədi /, PROSS-ə-dee) adalah ritme, stres, dan intonasi
berbicara. Prosodi mungkin mencerminkan berbagai fitur pembicara atau ucapan: keadaan
emosional seorang pembicara; apakah suatu ucapan itu adalah pernyataan, pertanyaan, atau
perintah, penekanan, kontras, dan fokus; atau unsur-unsur lain dari bahasa yang mungkin tidak
dikodekan oleh tata bahasa atau pilihan kosa kata.
Dalam hal akustik, yang merupakan prosodics bahasa lisan melibatkan variasi panjang suku
kata, kenyaringan, pitch, dan frekuensi forman suara.Dalam bahasa isyarat, prosodi melibatkan
irama, panjang, dan tegangan gerak, bersama dengan ekspresi mengucapkan dan wajah.
Dalam bahasa tulisan konvensi Ortografi biasanya digunakan untuk menandai atau sebagai
pengganti prosodi termasuk tanda baca (koma, tanda seru, tanda tanya, tanda kutip dan elips),
dan styling tipografi untuk penekanan.

Teori Prosodik-Akustik: Waterson


Waterson (1970) memperkenalkan teori pemerolehan bahasa berdasarkan pandangan bahwa
pemerolehan bahasa merupakan proses sosialisasi sehingga kajian pemerolehan data si anak
di rumah lebih terpercaya daripada eksperimen di lapangan.
Teori prosodik-akustik ini bisa diantaranya sebagai berikut.
Proses pemerolehan fonologi anak-anak lebih dahulu akan mempertimbangkan
lingkungannya.
Ucapan yang ditujukan kepada si anak oleh orang dewasa mangandung kata-kata yang
sangat menonjol dari segi prosodik, yakni tekanan suara, pitch, durasi, dan fitur-fitur
lain yang sering diulang-ulang dalam situasi yang sama
Proses pemerolehan bahasa anak-anak berkisar pada pemerolehan fonologi dan semantik,
kemudian baru pemerolehan sintaksis.
Hipotesis pemerolehan fonologi dari sudut akustik ini sesuai dengan perkembangan kognisi
dari Piaget, yakni asimilasi, akomodasi, sinkretis, persepsi non-analitis, serta kognisi.
Pada usia prawicara sudah terdapat embrio dari prosodi. Hal tersebut dapat terlihat
pada lengkingan tangisan pertama ketika bayi di lahirkan. Tangisan tersebut belum memiliki arti
apapun sehingga tidak terdapat unsur komunikasi pada tangisan tersebut. Lengkingan tersebut
bukan merupakan prosodi karena lengkingan tersebut tidak mencerminkan kondisi emosoinal si
bayi melainkan refleks yang disebabkan udara yang di tarik secara cepat melalui pita suara,
sehingga terjadi vibrasi di dalamnya. Tangisan pertama ini di kenal juga dengan “bunyi
kelahiran “atau “tangisan kelahiran”. Tangisan ini memiliki dua tujuan yakni mengedarkan
(supply) darah dengan oksigen yang cukup dan mengembangkan paru-paru sehingga
memungkinkan terjadinya pernafasan.

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ANAK DALAM BERBAHASA

Ada tiga faktor paling signifikan yang mempengaruhi anak dalam berbahasa, yaitu
biologis, kognitif,dan linkungan
1. Evolusi Biologi
5

Evolusi biologis menjadi salah satu landasan perkembangan bahasa. Mereka menyakini bahwa
evolusi biologi membentuk manusia menjadi manusia linguistik. Noam Chomsky (1957)
meyakini bahwa manusia terikat secara biologis untuk mempelajari bahasa pada suatu waktu
tertentu dan dengan cara tertentu. Ia menegaskan bahwa setiap anak mempunyai language
acquisition device (LAD), yaitu kemampuan alamiah anak untuk berbahasa. Tahun-tahun awal
masa anak-anak merupakan periode yang penting untuk belajar bahasa (critical-period). Jika
pengenalan bahasa tidak terjadi sebelum masa remaja, maka ketidakmampuan dalam
menggunakan tata bahasa yang baik akan dialami seumur hidup. Selain itu, adanya periode
penting dalam mempelajari bahasa bisa dibuktikan salah satunya dari aksen orang dalam
berbicara. Menurut teori ini, jika orang berimigrasi setelah berusia 12 tahun kemungkinan akan
berbicara bahasa negara yang baru dengan aksen asing pada sisa hidupnya, tetapi kalau orang
berimigrasi sebagai anak kecil, aksen akan hilang ketika bahasa baru akan dipelajari (Asher &
Gracia, 1969).
2. Faktor kognitif
Individu merupakan satu hal yang tidak bisa dipisahkan pada perkembangan bahasa anak.
Para ahli kognitif juga menegaskan bahwa kemampuan anak berbahasa tergantung pada
kematangan kognitifnya (Piaget,1954). Tahap awal perkembangan intelektual anak terjadi dari
lahir sampai berumur 2 tahun. Pada masa itu anak mengenal dunianya melalui sensasi yang
didapat dari inderanya dan membentuk persepsi mereka akan segala hal yang berada di luar
dirinya. Misalnya, sapaan lembut dari ibu/ayah ia dengar dan belaian halus, ia rasakan, kedua
hal ini membentuk suatu simbol dalam proses mental anak. Perekaman sensasi nonverbal
(simbolik) akan berkaitan dengan memori asosiatif yang nantinya akan memunculkan suatu
logika. Bahasa simbolik itu merupakan bahasa yang personal dan setiap bayi pertama kali
berkomunikasi dengan orang lain menggunakan bahasa simbolik. Sehingga sering terjadi
hanya ibu yag mengerti apa yang diinginkan oleh anaknya dengan melihat/mencermati bahasa
simbol yang dikeluarkan oleh anak. Simbol yang dikeluarkan anak dan dibahasakan oleh ibu
itulah yang nanti membuat suatu asosiasi, misalnya saat bayi lapar, ia menangis dan
memasukkan tangan ke mulut, dan ibu membahasakan, “lapar ya.. mau makan?”
3. lingkungan luar
Sementara itu, di sisi lain proses penguasaan bahasa tergantung dari stimulus dari lingkungan.
Pada umumnya, anak diperkenalkan bahasa sejak awal perkembangan mereka, salah satunya
disebut motherse, yaitu cara ibu atau orang dewasa, anak belajar bahasa melalui proses imitasi
dan perulangan dari orang-orang disekitarnya.
Anak-anak belajar untuk bicara melalui tahap mengerti (bahasa pasif) dan melalui bicara
(bahasa aktif). akibat adanya hubungan interaksi dengan ibu dan ayahnya yang selalu bersama
dan berbicara padanya. Dengan berjalannya waktu kata-kata dan kalimat yang diucapkan akan
menjadi bentuk yang bisa dipahaminya sebagai hasil dari abstraksinya, dengan sendirinya
kelak akan lepas dari konotasi afeksi tadi. Pergeseran aktivitas otak dari kanan ke kiri juga akan
lebih menghasilkan suatu perkembangan kognitif dalam bentuk kemampuan analitik yang lebih
diatur oleh belahan otak kiri. Dengan adanya pergeseran ini maka anak akan lebih mampu
membuat kalimat. Kemudian perkembangan morfologis (bentuk kata dan kalimat) dan syntaxis
(gramatika) akan tergantung dari kematangan perkembangan belahan otak kiri. Sedang
perkembangan belahan otak kanan akan tetap aktif antara lain dalam rangka untuk mengatur
aspek prosodi (ritme, melodi dan intonasi) saat bicara dan juga berbahasa yang kurang formal
seperti misalnya puisi. Karena perkembangan dini otak sebelah kanan masih belum banyak
dikenal Pemahaman ini sangat penting diketahui oleh orang tua dalam rangka menstimulasi
perkembangan anak.

Beberapa studi telah menunjukkan bahwa, pada setiap tingkatan umur , kosa kata pasif
atau “pemahaman” lebih luas ketimbang kosa kata aktif atau “bicara”. Sebagai contoh, sebelum
dapat berbicara, anak memahani arti umum dari hal-hal yang dikatakan oleh orang lain. Ini
bukan karena memahami kata yang sesungguhnya, tetapi agaknya karena memahami intonasi
suara,isyarat dan ekspresi wajah pembicara.Sebelum anak berumur 18 bulan, pembicara harus
memantapkan kata-katanya dengan isyarat, jika pembicara menginginkan supaya anak
mengerti maksud pembicaraanya dengan tepat. Meskipun petunjuknya sederhana seperti
“Letakkan gelas itu di atas meja” hal itu harus disertai dengan isyarat telunjuk ke arah meja dan
cangkir agar anak mengerti apa yang di minta untuk di lakukannya..

BENTUK-BENTUK KOMUNIKASI PRAWICARA

Walaupun anak belum mencapai ulang tahun pertamanya, nereka mengetahui betapa
pentingnya kemampuan berkomunikasi dengan orang lain. Pada waktu mereka menemukan
bahwa upaya awal mereka untuk berkomunikasi dengan menangis atau dengan menggunakan
isyarat tidak selalu di pahami, mereka memiliki motivasi yang kuat untuk belajar berbicara.
Segera setelah mereka siap melakukan hal itu, mereka berusaha belajar berbicara karena
mereka mengetahui bahwa bicara merupakan alat berkomunikasi yang lebih baik ketimbang
tangisan,isyarat, dan bentuk prawicara lainnya yang telah mereka gunakan sebelumnya.
Belajar berbicara adalah proses yang panjang dan rumit. Sebelum anak siap untuk
belajar, alam menyediakan bentuk komunikasi tertentu yang sifatnya sementara. Jika tidak,
maka periode ketidakberdayaan anak akan berlangsung lama. Sebagian anak belum
mngucapkan sepatah katapun sebelum usia mereka mencapai 12 sampai dengan 15 bulan.
Komunikasi mereka tentunya masih dalam bentuk persiapan bicara. Mereka akan terus
menggunakan bentuk komunikasi persiapan tersebut sebelum mereka menguaai keterampilan
berbahasa yang cukup untuk menggunakan kata-kata yang berarti yang dapat di pahami, baik
olah anak itu sendiri maupun oleh orang lain. Selama tahun pertama dan tengah tahun kedua
pascalahir, sebelum anak mempelajari kata-kata yang cukup untuk di gunakan sebagai bentuk
komunikasi, mereka menggunakan empat bentuk komunikasi prawicara, yakni :
1. Tangisan
Menurut Ostwald dan Pelttzman bahwa “menangis merupakan salah satu cara pertama yang
dapat dilakukan bayi untuk berkomunikasi dengan dunia luas”. Tangisan ini baru di mulai ketika
bayi mencapai usia 3 atau 4 bulan. Sedangkan tangis pertama bayi bukan merupakan bentuk
komunikasi karena tangisan tersebut tidak memiliki makna. Melalui tangisan bayi
memeritahukan kebutuhannya kepada seseorang untuk menghilangkan rasa; lapar, pedih, lelah
dan keadaan tubuh yang tidak menyenangkan lainnya dan untuk memenuhi keinginan
diperhatikan.
Untuk membuat komunikasi tersebut lebih mudah dipahami orang lain, alam menyediakan
perbedaan kualitas suara tangis sedini tiga atau empat minggu setelah dilahirkan. Sebagai
contoh, rasa pedih diungkapkan dengan tangisan melengking, keras, diselingi dengan rintihan
dan rengekan. Sedangkan tangisan karena lapar terdengar keras dan diselingi dengan gerakan
menghisap. (Elizabeth B Hurlock.179)
Gambar 71.
7

Tangisan juga bervariasi menurut saat harinya. Hal tersebut bertepatan dengan saat jadwal
bayi. Misalnya, bayi paling sering menangis sebelum saatnya diberi makan dan sebelum
waktunya tidur. Pada waktu bayi dapat menyesuaikan diri dengan jadwal waktu makan dan
tidur, tangisan pada saat-saat tersebut berkurang.

2. Ocehan / Celoteh
Bentuk komunikasi prawicara kedua disebut “ocehan” (cooing) atau “celoteh” (babbling).
Disamping tangisan, selama berbulan-bulan awal kehidupan bayi banyak mengeluarkan suara
sederhana seperti: merengek karena jijik aatu sakit, menjerit karena senang, meguap, bersin
dan batuk.
Ocehan atau cooing merupkan bunyi eksplosif awal yang disebabkan oleh perubahan gerakan
mekanisme suara. Bunyi itu sendiri sebagian besar bergantung pada bentuk lubang mulut dan
caranya memodifikasi yang dikeluarkan paru-paru melalui pita suara. Sedangkan jumlah bunyi
yang dikeluarkan bayi meningkat secara perlahan, selain itu juga terjadi peningkatan kepastian
ucapan berbagai bunyi. Pada mulanya huruf vocal digabungkan pada huruf konsonan, seperti;
“da’, “ma”, “uh”, dan “na”. kemudian dengan praktek pengendalian suara memungkinkan anak
mengulangi bunyi tersebut dengan menggabungkannya seperti; “ma”, “ma” atau “uh”, “uh”. Ini
disebut celoteh yang sesungguhnya atau lalling.
Karena meningkatnya kemampuan mengendalikan arus udara yang yang melewati pita suara,
bayi dapat mengucapkan bunyi seperti yang diinginkannya. Oleh karena itu, celoteh adalah
bentuk senam suara, yang timbul secara spontan, tetapi tidak ada arti atau asosiasi yang
sesungguhnya bagi bayi. Celoteh mengandung nilai jangka panjang yang besar karena tiga
alasan. Pertama, berceloteh adalah praktek verbal yang meletakkan dasar bagi perkembangan
gerakan terlatih yang dikehendaki dalam berbicara. Kedua, celoteh mendorong keinginan
berkomunikasi dengan orang lain. Apabila bersama-sama dengan orang-orang yang sedang
berbicara satu sama lain, bayi sering kali mencoba berceloteh untuk ikut serta dalam
percakapan. Ketiga, berceloteh membantu bayi merasakan bahwa ia adalah bagian dari
kelompok sosial. Dengan merasa bahwa ia adalah bagian dari kelompok sosial, bayi terhindar
dari perasaan terkucil yang selamanya menimbulkan ketidakmampuan berkomunikasi.

3. Isyarat
Bentuk komunikasi ketiga adalah isyarat, yakni gerakan anggota badan yang berfungsi sebagai
pengganti atau pelengkap bicara. Pada usia prawicara isyarat merupakan pendukung verbal
pada proses belajar bicara. Proses ini melibatkan kemampuan kognisi bayi dalam
mengungkapkan keinginannya. Makna dari isyarat itu sendiri merupakan hasil penafsiran orang
tua atau orang dewasa yang mendampingi atau merawatnya sehingga seringkali hanya ibu
atau pengasuhnyalah yang mengerti maksud dari isyarat itu sendiri. Sebagian besar isyarat
yang di lakukan bayi mudah di pahami. Oleh karena itu, dapat berfungsi sebagai pengganti
bicara yang memuaskan bayi sebelum dapat berkomunikasi dengan kata-kata. Beberapa
isyarat yang umum pada masa bayi yang merupakan hasil penafsiran orang dewasa adalah
sebagai berikut:
Isyarat Artinya

Mengeluarkan makanan dari mulut Kenyang atau tidak lapar

Mendorong puting susu dari mulut dengan Kenyang atau tidak lapar
lidah
Mendorong benda jauh-jauh Tidak menginginkannya

Menjangkau benda Ingin memilikinya

Menjangkau seseorang Ingin ditimang atau digendong

Tersenyum dan mengacungkan tangan Ingin digendong

Bersin berlebihan Basah dan dingin

Bergeliat dan bergetar Dingin

Menggeliat dan meronta dan menangis Tidak suka adanya pembatasan kegiatan
selama berpakaian dan mandi
Menolehkan kepala dari putting susu Kenyang atau tidak lapar

Mengcapkan bibir atau mengeluarkan lidah Lapar

Mencabik Tidak senang

Sumber: Elizabeth B, Hurlock, 1978.

4. Bentuk komunikasi prawicara yang keempat adalah ungkapan emosi melalui perubahan
tubuh dan roman wajah. Emosi senang di sertai dengan suara senang seperti dalam bentuk
ocehan, bunyi ketawa kecil dan tertawa, sedangkan emosi tidak senang dengan tangisan dan
rengekan. Misalnya pada waktu bayi sedang merasa gembira, mereka mengendurkan badan,
melambaikan tangan dan kaki, dan tampak senyum di wajahnya. Sebaliknya rasa marah
diungkapkan dengan menegangkan badan, gerakan membanting kaki dan tangan,
menunjukkan muka tegang dan menangis.Karena bayi belum mengetahui cara mengendalikan
ungkapan emosinya, orang lain dalam hal ini orang dewasa dapat dengan mudah menafsirkan
dan mengetahui perasaan bayi tentang orang dan situasi yang dikehendakinya maupun yang
tidak diinginkannya.
Dari keempat bentuk komunikasi prawicara tersebut yang paling penting dalam
perkembangan bicara adalah berceloteh, karena akan menjadi dasar bagi bicara yang
sesungguhnya.
9

KESIMPULAN

Unsur linguistik pada perkembangan kognitif usia prawicara terletak pada unsur prosodiknya.
Hal tersebut terlihat pada bentuk komunikasi prawicara yang dilakukan bayi yakni pada bentuk
komunikasi yang berupa tangisan.Hal tersebut

DAFTAR PUSTAKA

Hurlock B Elizabeth, Perkembangan Anak, Jakarta, Erlangga, 1978.


Sternberg J Robert, Psikologi Kognitif, Yogyakarta, Pustaka Pelajar,2008.
Dardjiwidjojo soenjono, Psikolinguistik, Jakarta, obor, 2005.
Chaer, Abdul . Psikolinguistik: Kajian Teoretik. Jakarta. Rineka Cipta. 2003

Anda mungkin juga menyukai