Anda di halaman 1dari 22

RANGKUMAN MATERI

BAHASA INDONESIA
BAB XII
PENYAJIAN LISAN

• Bismar Ranu P. 120810504G


• Dwi Febriani 120810503G
• Fahmi Hastyanto P. 120810136G
• Primadino A. P. 120810495G
• Putri Meilda Yessica 120810516G
• Ranti Putri N. 120810190G
• Rudinal Habibie 120810491G
• Satwika P. T. 120810483G
• Zulfikar 120810508G
• Aria 120810506G

FAKULTAS ILMU BUDAYA


DEPARTEMEN D3 BAHASA INGGRIS
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
1. Peranan Pidato

Peranan pidato, ceramah, penyajian penjelasan lisan

kepada suatu kelompok massa merupakan suatu hal yang

sangat penting, baik pada waktu sekarang maupun pada

waktu-waktu yang akan datang .Dalam sejarah umat manusia

dapat dicatat betapa keampuhan penyajian lisan mengubah

sejarah umat manusia atau sejarah suatu bangsa .

Penyajian lisan dapat berguna bagi masyarakat, untuk

mengembangkan suatu tingkat kebudayaan yang lebih tinggi

dan lebih luhur . Tetapi sebaiknya keahlian bicara itu

menenggelamkan umat manusia beserta nilai-nilai dan hasil-

hasil kebudayaannya .

Sebab itu sebagai seorang mahasiswa harus berusaha

pula memiliki kemahiran mengungkapkan pikiran secara lisan

atau dengan singkat penyajian lisan, bukan saja menghendaki

penguasaan bahasa yang baik dan lancar, tetapi di samping itu

menghendaki pula persyaratan-persyaratan lain .


2 .Metode Penyajian Oral

Terdapat 2 perbedaan dalam persiapan-persiapan yang

diadakan pada waktu menyusun komposisi penyajian lisan .

Pertama, dalam penyajian lisan perlu diperhatikan gerak-gerik,

sikap, hubungan langsung dengan hadirin, sedangkan

komposisi tertulis sama sekali tak diperhitungkan . Kedua,

dalam penyajian lisan tidak ada kebebasan bagi pendengar

untuk memilih mana yang harus didahulukan mana yang dapat

diabaikan . Sebab itu persiapan-persiapan yang diperlukan

untuk menyusun sebuah uraian lisan, di samping

memperhatikan hal-hal tersebut di atas, tergantung pula dari

metode penyajiannya .Dikenal empat macam metode penyajian

lisan, yaitu :

a. metode Impromptu (serta-merta): metode penyajian

berdasarkan kebutuhan sesaat . Tidak ada

persiapan sama sekali, pembicara secara serta-

merta berbicara berdasarkan pengetahuannya dan

kemahirannya .
b. metode menghafal : metode ini merupakan lawan

dari metode pertama di atas . Penyajian lisan yang

dibawakan dengan metode ini bukan saja

direncanakan, tetapi ditulis secara lengkap

kemudian dihafal kata demi kata . Cara ini juga akan

menyulitkan pembicara untuk menyesuaikan dirinya

dengan situasi dan reaksi-reaksi pendengar selagi

menyajikan gagasannya .

c. metode naskah : metode ini jarang dipakai, kecuali

dalam pidato resmi atau pidato-pidato radio .

Metode ini sifatnya masih agak kaku, sebab bila

tidak mengadakan latihan yang cukup maka

pembicara seolah-olah menimbulkan suatu tirai

antara dia dengan pendengar .

d. metode ekstemporan (tanpa persiapan naskah):

metode ini sangat dianjurkan karena merupakan

jalan tengah. Uraian yang akan dibawakan dengan

metode ini direncanakan dengan cermat dan dibuat

catatan-catatan yang penting. Metode ini lebih

banyak memberikan fleksibilitas dan variasi dalam


memilih diksinya. Sebaliknya metode ini terlalu

bersifat sketsa, maka hasilnya sama dengan metode

impromptu.

3. Persiapan Penyajian Lisan

Terdapat 7 langkah persiapan untuk penyajian lisan

diantaranya :

A. Meneliti masalah : 1. Menentukan maksud.

2. Menganalisa pendengar dan

situasi.

3. Memilih dan menyempitkan

topik.

B. Menyusun uraian : 4. Mengumpulkan bahan.

5. Membuat kerangka uraian.

6. Menguraikan secara

mendetail.

C. Mengadakan latihan : 7. Melatih dengan suara nyaring.

Urutan ketujuh langkah di atas tidak mutlak harus diikuti

dengan cermat seperti itu, tetapi yang jelas urutan kelompok

meneliti masalah harus mendahului kelompok menyusun

uraian, dan mengadakan latihan oral merupakan bagian yang


terakhir. Namun perubahan urutan dapat saja dilakukan dalam

tiap kelompok.

4. Menentukan maksud dan topik

Setiap tulisan selalu menentukan topik tertentu yang

ingin disampaikan kepada para hadirin, dan mengharapkan

suatu reaksi tertentu dari para pembaca atau pendengar.

Sebab itu dalam menentukan maksud sebuah uraian

lisan, pembicara harus selalu memikirkan tanggapan apa

yang diinginkan para pendengar.

Oleh karena itu topik pembicaraan dan tujuannya

merupakan hal yang tidak dipisahkan satu dari yang lain.

Topik dan tujuan pertama-tama merupakan persoalan

dasar bagi tema uraian dan wujud dari tema itu sendiri, dan

kedua, topik dan tujuan bertalian sangat erat dengan

tanggapan yang diharapkan dari para pendengar dengan

mengemukakan tema.

4.1 Topik dan judul

Untuk memilih sebuah topik yang baik, maka

pembicara memperhatikan beberapa aspek berikut:


1. Topik yang dipilih hendaknya sudah di ketahui serba sedikit,

serta ada kemungkinan untuk memperoleh lebih banyak

keterangan atau informasi.

2. Persoalan yang di bawakan hendaknya menarik perhatian

pembicara sendiri.

3. Persoalan yang dibicarakan hendaknya menarik pula perhatian

pendengar. Suatu topic dapat menarik perhatian pendengar

karena:

a. Topik itu mengenai persoalan para pendengar itu sendiri;

b. Merupakan suatu jalan keluar dan suatu persoalan yang

tengah di hadapi;

c. Merupakan persoalan yang tengah ramai dibicarakan

dalam masyarakat, atau persoalan yang jarang terjadi;

4. Persoalan yang di bahas tidak boleh melampaui daya-tangkap

pendengar, atau sebaliknya terlalu mudah untuk daya

intelektual pendengar.

5. Persoalan yang dibawakan dalam penyajian itu, harus dapat

diselesaikan dalam waktu yang disediakan.


Hal kedua yang harus diperhatikan di samping topik

adalah judul komposisi lisan itu. Topik mengandung materi

pembicaraan atau masalah yang di uraikan serta objek atau

aktivitas yang perlu di ketahui pendengar. Sedangkan judul

atau title adalah etiket yang di berikan kepada komposisi

lisan itu,untuk menimbulkan rasa ingin tahu terhadap

masalah yang diuraikan. Judul adalah semacam slogan

yang menampilkan topik dalam bentuk yang menarik. Oleh

sebab itu judul yang baik dan menarik haruslah bersifat

relevan,provokatif dan singkat.

4.2 Maksud dan Tujuan

Maksud dan tujuan sebuah komposisi lisan tergantung

dari keadaan dan apa yang dikehandaki oleh pembicara. Maksud

atau tujuan tersebut dapat dibedakan atas maksud umum dan

maksud khusus. Setiap maksud umum selalu akan menimbulkan

reaksi-reaksi yang umum, sedangkan maksud–maksud khusus

diharapkan akan menimbulkan reaksi yang khusus.


a. Maksud umum

Maksud-maksud umum beserta reaksi-reaksi umum yang

terdapat dalam uraian-uraian tertulis atau lisan dapat di

bedakan atas :

1. Mendorong ilham atau inspirasi;membangkitkan

emosi.(persuasif)

2. Meyakinkan persesuainan pendapat,persesuaian

intelektual;percaya dan yakin.

(persuasif)

3. Bertindak/berbuat tindakan atau perbuatan tertentu dari

para pendengar(persuasif)

4. Memberitahukan pengertian yang tepat.(instruktif)

5. Menyenangkan minat dan kegembiraan.(rekreatif)

(1) Mendorong

Tujuan sebuah komposisi mendorong bila pembicara

berusaha untuk memberi semangat, membangkitkan

kegairahan, serta menunjukkan rasa pengabdian.


(2) Meyakinkan

Bila pembicara berusaha untuk mempengaruhi

keyakinan atau sikap mental atau intelektual para

pendengar, maka komposisi itu bertujuan untuk meyakinkan.

Alat yang esensial dari komposisi lisan semacam ini adalah

argumentasi. Karena itu komposisi semacam ini biasanya

disertai bukti-bukti, fakta-fakta dan contoh-contoh yang

kongkret.

(3) Berbuat atau bertindak

Tujuan sebuah presentasi lisan adalah berbuat atau

bertindak bila pembicara menhendaki beberapa macam

tindakan atau reaksi fisik dari para pendengar. Dasar dari

tindakan-tindakan tersebut adalah keyakinan yang

mendalam atau terbakarnya emosi, atau kedua-duanya.

Oleh sebab itukedua jenis komposisi lisan itu disebut

sebagai jenis komposisi persuasive yang artinya tidak lain

dari “membujuk atau mendorong”.

(4) Memberitahukan

Uraian lisan yang bertujuan memberitahukan adalah bila

pembicara ingin memberitahukan atau menyampaikan agar


mereka dapat mengerti tentang suatu hal, atau memperluas

bidang pengetahuan mereka. Jenis atau sifat uraian ini

adalah komposisi instruktif atau komposisi yang

mengandung ajaran.

(5) Menyenangkan

Bila pembicara bermaksud menggembirakan orang

yang mendengar pembicaraannya, atau menimbulkan

suasana gembira pada suatu pertemuan, maka tujuan

umumnya adalah menyenangkan. Humor merupakan alat

yang penting dalam penyajian semacam ini. Uraian

semacam ini termasuk uraian yang bersifat rekreatif, atau

menimbulkan kegembiraan dan kesenangan pada para

hadirin.

b. Maksud khusus

Penyusunan sebuah komposisi lisan tidak hanya selesai

dengan menetapkan tujuan umum dari uraian itu. Sebelum

penggarapan dimulai harus ditentukan pula apa tujuan

khususnya. Tujuan khusus itu dapat diartikan sebagai suatu

tanggapan khusus.
5.Menganalisa Situasi dan Pendengar

5.1 Menganalisa Situasi

Pertama-tama sebelum memulai berbicara, atau bila

perlu jauh sebelumnya, pembicara sudah harus

menganalisa situasi yang mungkin ada pada waktu akan

dilangsungkan presentasi oralnya, pendengar-

pendengarnya.

5.2 Menganalisa pendengar

Ada beberapa topik yang dapat dipakai untuk menganalisa

pendengar yang akan dihadapi. Sebab itu sebelum

pembicara menganalisa pendengar berdasarkan beberapa

topik khusus, ia harus mulai dengan data-data umum.

a. Data-Data Umum

Data-data umum yang dapat dipakai untuk menganalisa

para hadirin adalah:

jumlah,kelamin,usia,pekerjaan,pendidikan,dan keanggotaan

politik atau social.

b. Data-Data Khusus
Di samping factor-faktor umum sebagai di kemukakan di

atas, pembicara harus memperhatikan pula data-data

khusus untuk lebih mendekatkan dirinya dengan situasi

pendengar yang sebenarnya. Data-data tersebut meliputi

1. Pengetahuan pendengar mengenai topik yang

dibawakan.

2. Minat dan keinginan pendengar.

3. Sikap pendengar.

6. Penyesuaian Diri

Pembicara yang berpengalaman akan menghadapi

situasi dengan melakukan dua hal: pertama, ia akan

menyiapkan dan mempelajari topik pembicaraannya dengan

sebaik-baiknya,dan kedua, mengadakan konsentrasi kepada

kebutuhan pendengar, sehingga nilai informasinya tidak akan

diragukan.

Apabila pembicara mendapat kesan bahwa pembicara

bersikap sombong atau merasa diri lebih tinggi, maka reaksi

pendengar adalah menolak pembicara dan topik

pembicaraannya. Sebab itu pembicara harus aktif

mengusahakan penyesuaian pendapat itu. Ia harus mengambil


langkah-langkah untuk sejauh mungkin menyesuaikan diri.

Beberapa macam penyesuaian yang harus dilakukan adalah

sebagai berikut:

a. Penyesuaian terhadap sikap bermusuhan

Bila dalam analisanya pembicara telah meramalkan

adanya sikap bermusuhan, maka tindakan pertama yang harus

dilakukan adalah berusaha untuk menguasai pendengar.

Pembicara tidak akan menyesalkan maksudnya dengan baik,

bila selama pembicaranya berlangsung sikap bermusuhan ini

belum dilenyapkan.

Pembicara dapat memilih salah satu dari beberapa

metode berikut untuk menguasai pendengar yang bersikap

bermusuhan tersebut:

1. Menunjukkan sikap bersahabat dengan mereka.

2. Menunjukkan kesesuaian atau kesamaan pandangan

antara pembicara dan pendengar.

3. Menunjukkan sikap jujur, sopan, serta menciptakan

humor yang sehat dan menyenangkan.

4. Menunjukkan pengalaman-pengalaman yang umum,

yang juga dialami para pendengar.


5. Menunjukkan rasa penghargaan terhadap

kesanggupan pendengar dan hasil-hasil yang mereka

capai atau yang dicapai sahabat-sahabat mereka.

b. Penyesuaian terhadap sikap angkuh

Langkah yang tidak boleh dilakukan oleh pembicara bila

pendengar menunjukkan sikap angkuh adalah melawan

kembali. Pembicara harus menunjukkan kepercayaan atas diri

sendiri yang harus diimbangi dengan rasa sopan santun, serta

berusaha untuk memperkuat atau mengkongkretkan

pembicaraannya dengan fakta-fakta dan bukan dengan

menonjolkan dirinya. Kalimat-kalimat yang mengandung frasa

“saya kira“, “saya sangka”, dan sebagainya haruslah dihindari.

c. Penyesuaian terhadap beberapa sikap umum


Beberapa sikap umum yang mungkin ditimbulkan oleh

maksud dan tujuan pembicaraan adalah:

1. Bila tujuan utama adalah menggembirakan atau

memberitahukan sesuatu, maka sikap terhadap tujuan

pembicaraan dikuasai oleh sikap terhadap topiknya.

Sebab itu mungkin timbul sikap-sikap berikut:

a.berminat, atau

b.apatis.

2. Bila tujuan utama sebuah uraian adalah mendorong,

meyakinkan, atau bertindak, maka sikap terhadap

tujuan dikuasai oleh perasaan atau keyakinan tertentu.

Sebab itu ada kemungkinan akan timbul sikap-sikap

berikut :

a. dapat menerima tujuan itu, tetapi tidak

mendorong.

b. apatis.

c. berminat, teteapi tidak menentukan apa yang

harus dibuat atau dipikirkan mengenai persoalan

tersebut.
d. berminat, tetapi mengambil sikap bermusuhan

terhadap keyakinan sikap, atau tindakan yang

dianjurkan.

e. tidak senang terhadap tiap perubahan dari

keadaan sekarang.

Setelah pembicara menetapkan sikap pendengar

terhadap maksud pembicaraan, maka terserahlah

pada pembicara untuk menentukan metode yang

dianggap paling baik untuk menguasai pendengarnya.

7.Penyusunan Bahan

7.1 Teknik Penyusunan Bahan

Penyusunan bahan-bahan melalui tiga tahap yaitu

mengumpulkan bahan, membuat kerangka karangan, dan

menguraikan secara mendetail. Teknik susunan ini sebenarnya

mencoba untuk memanfaatkan kecenderunagn alamiah yang

ada pada setiap manusia.Untuk memanfaatkan aspek

psikologis tersebut pembicara dapat mepergunakan teknik

berikut untuk menyusun materinya:

a. Pertama, dalam bagian pengantar uraiannya, ia

menyampaikan suatu orientasi mengenai apa yang akan


diuraikannya. Bila pendengar telah mendapatkan gambaran

dan kesan yang baik mengenai urutan penyajian maka meraka

akan lebih siap untuk mengikuti uraian tersebut dengan cermat

dan penuh perhatian.

b. Sesudah memasuki materi uraian, pembicara harus

menonjolkan bagian-bagian yang penting. Tiap bagian

kemudian diikuti penjelasan, ilustrasi, atau keterangan yang

sifatnya kurang penting. Demikian dilakukan berulang kali

dengan topik-topik penting berikutnya.

c. Pada akhir uraian sekali lagi pembicara menyampaikan

seluruh ikhtisar uraiannya tadi sehingga pendengar

memperoleh gambaran utuh atas seluruh masalah yang

dibicarakan tadi.

7.2 Menyiapkan Catatan

Suatu variasi dari metode ekstemporan ialah pembicara

menyiapkan sebuah naskah yang lengkap untuk penyajian

lisannya, namun untuk presentasi oralnya sendiri naskah itu

hanya berfungsi sebagai catatan atau pemandu. Perlu

ditegaskan pula bahwa yang dimaksud denagn catatan tidak

sama dengan kerangka karangan. Kerangka karangan hanya


berfungsi untuk menyusun informasi dan tidak merupakan cara

yang baik sebagai catatan untuk metode ekstemporan. Catatan

dapat pula dibuat dalam beberapa tahap, mula-mula pembicara

menyiapkan suatu catatan yang mendetail atau suatu uraian

yang lengkap. Bila materi sudah dikuasai, ia dapat membuat

catatan-catatan baru yang lebih singkat sebagai pemandu

urutan materi pembicaraannya itu. Karena waktu pembicaraan

biasanya dibatasi, maka dengan catatan-catatan itu pembicara

akan lebih mudah menyesuaikan dirinya.

8. Penyajian Lisan

Penyajian lisan merupakan puncak dari seluruh persiapan

yang dilakukan melalui ketujuh langkah di atas, khususnya

latihan oral. Dalam bagian ini akan diketemukan beberapa hal

yang perlu diperhatikan dalam penyajian lisan, baik yang

menyangkut penyajian lisan pada suatu kelompok kecil,

maupun pada suatu kelompok besar.


8.1 Penyajian pada Kelompok Kecil

a. Gerak-gerik

Setiap pembicara harus memperlihatkan dirinay betul-betul

sebagai seorang manusia yang hidup. Gerak-geriknya harus

lincah, bebas, tidak kaku. Ia bukan saja mengadakan

komunikasi melalui ucapan-ucapannya, tetapi juga

mengadakan komunikasi melalui tatapan mata,air muka dan

sebagainya. Karena alasan inilah maka membaca dari naskah

akan mengandung kelemahan yang besar, yaitu bahaya

hilangnya kontak pandangan antara pembicara dan pendengar.

b. Teknik Bicara

Biasanya kecepatan berbicara akan turut menentukan

pula keberhasilan uraian seseorang. Dalam hal ini lafal dan

volume suara harus jelas agar pendengar dapat

memahami dengan jelas.

c. Transisi

Transisi dari suatu topik ke topik yang lain dapat

dilakukan dengan beberapa cara, yaitu: pertama, sesudah

menyelesaikan satu topik, pembicara berhenti sejenak.

Kedua, pembicara menggunakan satu-dua kalimat sebagai


pengantar bagi topik yang baru. Ketiga, peralihan dapat

dinyatakan dengan perubahan sikap.

d. Alat Peraga

Pembicara dapat membantu uraiannya dengan

mempergunakan bermacam-macam alat peraga. Alat

peraga hanya dapat digunakan dengan pertimbangan

bahwa alat-alat itu menambah kejelasan uraian.

Penggunaan ikhtisar tertulis sebagai alat peraga

sebaiknya dihindari.

8.2 Penyajian pada Kelompok Besar

a. Pembukaan

Sebelum mulai, pembicara menggunakan satu-dua menit

untuk mengukur situasi. Yang paling penting adalah

komunikasinya dengan massa pendengar. Sebab itu

jangan tergesa-gesa masuk dalam materi pembicaraan.

Jangan menampilkan kekurang-siapan atau kekurangan

lainnya yang dapat menghilangkan kepercayaan atau

perhatian hadirin.
b. Kecepatan bicara

Kecepatan dan volme suara harus disesuaikan dengan

jumlah pengunjung, besarnya ruangan, serta sifat mudah

atau sulitnya topik pembicaraan.

c. Artikulasi

Bila artikulasi jelek, maka makin sulit pendengar

memberikan perhatiannya. Sebab itu artikulasi pembicara

harus jelas sekali, bila melihat massanya banyak.

Anda mungkin juga menyukai