Anda di halaman 1dari 12

UPAYA MENJADI GURU YANG BAIK

DAN PROFESIONAL
Oleh Zainuddin1*

A. PENDAHULUAN
Kehidupan terasa seimbang satu sama lain, tatkala manusia dapat
memposisikan dirinya dalam beraktivitas, serta dapat membedakan mana yang
hak dan mana kewajiban dalam memenuhi kebutuhannya. Oleh karena itu
manusia dalam aktifitasnya selalu berhubungan dengan manusia lainnya,
begitupun dalam memenuhi kebutuhan affektifnya. Hal ini menjadi bukti bahwa
manusia harus bermanfaat untuk orang lain dalam segala hal. Untuk
meningkatkan dan menjadikan dirinya bermanfaat haruslah dengan pengetahuan
baik yang didapat secara formal maupun nonformal.
Pada saat seperti inilah manusia harus belajar dengan tujuan agar hidupnya
tak terlalu bergantung kepada orang lain, tahu diri dengan lingkungan sekitarnya,
berimtak dan beriptek serta mamatuhi norma-norma agama, adat dan masyarakat.
Dan tak kalah pentingnya agar mampu menjadi pemimpin bagi dirinya sendiri.
Berhubungan dengan term “belajar” banyak aspek yang terkait di
dalamnya, karena belajar dapat dilakukan kapan dan dimana saja, yang jelas
dalam belajar tentu adanya orang yang memberi pelajaran dalam hal ini guru atau
pendidik, adanya orang yang menerima pelajaran dalam hal ini murid atau
terdidik, serta adanya proses untuk belajar dalam hal ini pendidikan. Adapun kata
lain yang sering pula digunakan adalah “mendidik”.
Mendidik adalah kata imbuhan yang berakar kata “didik”, dari kata itu
pula terbentuk kata lain yakni pendidik dan terdidik. Kata mendidik merupakan
kata kerja dari suatu perbuatan didik, yakni membuat orang jadi terdidik,
mentransfer pengetahuan kepada orang lain dengan cara yang sistimatis. Jadi

1
* Dosen STAIN Zawiyah Cot Kala Langsa; disampaikan pada kegiatan mahasiswa HMJ Jurusan
Tarbiyah 30 Oktober 2010
mendidik adalah suatu perbuatan pentrasferan pengetahuan kepada seseorang dari
tidak tahu menjadi tahu secara sistimatis, sehingga bermanfaat dalam
kehidupannya dimasa kini dan mendatang serta tidak ketergantungan berlebihan
kepada orang lain. Hal ini berarti dengan adanya pendidikan manusia mampu
hidup mandiri, dapat membedakan antara yang baik dengan yang tidak baik dan
tentunya dapat menjadi khalifah di bumi. Adapun kata pendidik lebih ditujukan
kepada orang yang memberi didikan yakni Guru, sedangkan terdidik adalah orang
yang menerima didikan yakni murid/siswa. Selain tiga kata tersebut diatas kita
juga mengenal istilah pendidikan yang merupakan bentukan lain dari kata didik.
Guru, peserta didik, dan kurikulum merupakan tiga komponen utama
pendidikan. Ketiga komponen ini saling terkait dan saling mempengaruhi, serta
tidak dapat dipisahkan antara satu komponen dengan komponen yang lainnya.
Dari ketiga komponen tersebut, faktor gurulah yang dinilai sebagai satu faktor
yang paling penting dan strategis, karena di tangan para gurulah proses belajar
dan mengajar dilaksanakan, baik di dalam dan di luar sekolah, dengan
menggunakan bahan ajar, baik yang terdapat di dalam kurikulum nasional
maupun kurikulum lokal.
Untuk melaksanakan proses belajar dan mengajar secara efektif, guru
harus memiliki kemampuan profesionalisme yang dapat dihandalkan.
Kemampuan profesionalisme yang handal tersebut tidak dibawa sejak lahir oleh
calon guru, tetapi harus dibangun, dibentuk, dipupuk dan dikembangkan melalui
satu proses, strategi, kebijakan dan program yang tepat. Proses, strategi,
kebijakan, dan program pembinaan guru di masa lalu perlu dikaji ulang, dan
kemudian proses, strategi, kebijakan, dan program yang baru perlu dirumuskan
kembali.
Dewasa ini, para guru belum memiliki pedoman berupa standar tentang
apa yang harus dilakukan jika mereka akan mencapai satu posisi karir tertentu,
misalnya menjadi wakil kepala sekolah, kepala sekolah, dan kalau dapat
menduduki puncak karirnya sebagai kepala dinas pendidikan di daerahnya.
Sebagai guru dapat menduduki karir tertentu hanya karena kebetulan sedang
memperoleh dewi fortuna, atau yang lebih fatal bahkan karena harus memiliki
kedekatan dan atau menerima tawaran untuk melakukan tindakan yang tidak
terpuji, seperti KKN. Kondisi seperti ini, sudah barang tentu akan memiliki
dampak yang kontraproduktif, dan justru akan menurunkan kinerja profesionalnya
sebagai teladan bagi generasi muda bangsa.
1. Standar Pengembangan Karir Guru
Mutu pendidikan amat ditentukan oleh mutu gurunya. Belajar bisa
dilakukan di mana saja, tetapi guru tidak dapat digantikan sepenuhnya oleh siapa
atau alat apa pun jua. Untuk membangun pendidikan yang bermutu, yang paling
penting bukan membangun gedung sekolah atau sarana dan prasarananya,
melainkan harus dengan upaya peningkatan proses pengajaran dan pembelajaran
yang berkualitas, yakni proses pembelajaran yang menyenangkan, mengasyikkan,
dan mencerdaskan. Hal ini hanya dapat dilakukan oleh guru yang bermutu.
Sebagai salah satu komponen utama pendidikan, guru harus memiliki tiga
kualifikasi dasar: (1) menguasai materi atau bahan ajar, (2) antusiasme, dan (3)
penuh kasih sayang (loving) dalam mengajar dan mendidik2
Peningkatan mutu guru merupakan upaya yang amat kompleks, karena
melibatkan banyak komponen. Pekerjaan besar ini mulai dari proses yang menjadi
tugas lembaga pendidikan prajabatan yang dikenal dengan Lembaga Pendidikan
Tenaga Kependidikan (LPTK). Ternyata, LPTK mengalami kesulitan besar ketika
dihadapkan kepada masalah kualitas calon mahasiswa kelas dua yang akan dididik
menjadi guru. Ketidakmampuan LPTK ternyata memang di luar tanggung
jawabnya, karena masalah rendahnya mutu calon guru itu lebih disebabkan oleh
rendahnya penghargaan terhadap profesi guru. Pada akhirnya orang mudah
menebak, karena ujung-ujungnya menyangkut duit atau UUD atau gaji dan
penghargaan. Gaji dan penghargaan guru belum dapat disejajarkan dengan profesi
lain, karena indikasi adanya mutu profesionalisme guru masih rendah. Terjadilah
lingkaran setan yang sudah dideteksi ujung pangkalnya. Banyak orang
menganggap bahwa gaji dan penghargaan terhadap guru menjadi biang keladinya.
Namun ada orang yang berpendapat bahwa antara gaji dan dedikasi tidak dapat
dipisahkan. Gaji akan mengikuti dedikasi. Di samping itu gaji dan dedikasi terkait
2
Abdurrahman Mas’ud, Menggagas Format Pendidikan Nondikotomik, (Yogyakarta:
Gama Media, 2002), h. 194
erat dengan faktor lain yang bernama kompetensi profesional. Jadi, selain
memang harus dipikirkan dengan sungguh-sungguh upaya untuk meningkatkan
gaji dan penghargaan kepada guru, namun masih ada pekerjaan besar yang harus
segera dilakukan, yakni meningkatkan dedikasi dan kompetensi guru.
Apakah yang dimaksud kompetensi? Istilah kompetensi memang bukan
barang baru. Pada tahun 70-an, terkenal wacana akademis tentang apa yang
disebut sebagai Pendidikan dan Pelatihan Berbasis Kompetensi atau Competency-
Based Training and Education (CBTE). Untuk menjelaskan tentang pengertian
tentang kompetensi itulah maka Gronczi (1997) dan Hager (1995) menjelaskan
bahwa “An integrated view sees competence as a complex combination of
knowledge, attitudes, skills, and values displayed in the context of task
performance”. Secara sederhana dapat diartikan bahwa kompetensi guru
merupakan kombinasi kompleks dari pengetahuan, sikap, keterampilan, dan nilai-
nilai yang ditunjukkan oleh guru dalam konteks kinerja tugas yang diberikan
kepadanya.
Berdasarkan pengertian tersebut, standar kompetensi guru diartikan
sebagai ‘suatu ukuran yang ditetapkan atau dipersyaratkan dalam bentuk
penguasaan pengetahuan dan perilaku perbuatan bagi seorang guru agar
berkelayakan untuk menduduki jabatan fungsional sesuai bidang tugas,
kualifikasi, dan jenjang pendidikan’3 Standar kompetensi guru terdiri atas tiga
komponen yang saling kait mengait, yakni (1) pengelolaan pembelajaran, (2)
pengembangan profesi, dan (3) penguasaan akademik.
Ketiga standar kompetensi tersebut dijiwai oleh sikap dan kepribadian
yang diperlukan untuk menunjang pelaksanaan tugas guru sebagai tenaga profesi.
Ketiga masing-masing terdiri atas dua kemampuan. Oleh karena itu, ketiga
komponen tersebut secara keseluruhan meliputi 7 (tujuh) kompetensi, meliputi (1)
penyusunan rencana pembelajaran, (2) pelaksanaan interaksi belajar mengajar, (3)
penilaian prestasi belajar peserta didik, (4) pelaksanaan tindak lanjut hasil
penilaian prestasi belajar peserta didik, (5) penegmbangan profesi, (6)
pemahaman wawasan kependidikan, (7) penguasaan bahan kajian akademik.
3
Standar Kompetensi Guru Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama, Direktorat Tenaga
Kependidikan, 2003, h. 5
Untuk apa standar kompetensi itu? Standar kompetensi guru memiliki
tujuan dan manfaat ganda. Standar Kompetensi Guru bertujuan ‘untuk
memberoleh acuan baku dalam pengukuran kinerja guru untuk mendapatkan
jaminan kualitas proses pembelajaran’4 Di samping itu, Standar Kompetensi Guru
bermanfaat untuk ‘(1) menjadi tolok ukur semua pihak yang berkepentingan di
bidang pendidikan dalam rangka pembinaan, peningkatan kualitas dan
penjenjangan karir guru, (2) meningkatkan kinerja guru dalam bentuk kreativitas,
inovasi, keterampilan, kemandirian, dan tanggung jawab sesuai dengan jabatan
profesinya.
Disamping itu untuk meningkatkan kualitas dirinya sebagai guru,
sebagaimana yang dinyatakan oleh Wasty Soemanto sebagai berikut:
1. Fasilitator sebaiknya memberi perhatian kepada pencintaan
suasana awal, situasi kelompok atau pengalaman kelas
2. Fasilitator membantu untuk memperoleh dan memperjelas tujuan-
tujuan perorangan di dalam kelas dan juga tujuan-tujuan kelompok
yang bersifat lebih umum
3. Dia mempercayai adanya keinginan dari masing-masing siswa
untuk melaksanakan tujuan-tujuan yang bermakna bagi sendirinya,
sebagai kekuatan pendorong yang tesembunyi di dalam belajar yang
bermakna
4. Dia mencoba mengatur dan menyediakan sumber-sumber untuk
belajar ang paling luas dan mudah dimanfaatkan para siswa untuk
membantumencapai tujuan mereka
5. Dia menempatkan dirinya sendiri sebagai suatu sumber yang
fleksibel untuk dapat dimanfaatkan oleh kelompok
6. Didalam menanggapi ungkapan-ungkapan di dalam kelompok
kelas dan menerima baik isi yang bersifat intelektual dan sikap-sikap
perasaan dan mencoba untuk menanggapi dengan cara yang sesuai,
baik bagi individual ataupun bagi kelompok

4
SKG, Direktorat Tendik, 2003, h. 5
7. Bilamana cuaca penerimaan kelas telah mantap, fasilitator
berangsur-angsur dapat berperan sebagai seorang siswa yang turut
berpartisifasi, seorang anggota kelompok, dan turut menyatakan
pandangannya sebagai seorang individu, seperti siswa yang lain
8. Dia mengambil prakarsa untuk ikut serta dalam kelompok
perasaannya dan juga pikirannya dengan tidak menuntut dan juga tidak
memaksakan, tetapi sebagai suatu andil secara pribadi yang boleh saja
digunakan atau ditolak oleh siswa
9. Dia harus tetap waspada terhadap ungkapan-ungkapan yang
menandakan adanya perasaan yang dalam dan kuat selama belajar
10. Di dalam berperan sebagai fasilitator, pimpinan harus mencoba untuk
mengenali dan menerima keterbatasan-keterbatasannya sendiri.5
Poin-poin di atas dapat dikatakan sebagai guidance bagi seorang guru,
yang dapat memposisikan dirinya dalam berbagai hal, baik di dalam kelas maupun
di luar kelas, bahkan di luar sekolah. Oleh karena itu Hamacheek6 berpendapat
bahwa guru yang efektif adalah guru yang ”manusiawi”. Artinya guru tersebut
mempunyai rasa humor, adil, menarik, demokratis dan mampu berhubungan
dengan mudah dan wajar kepada para siswa baik perorangan maupun kelompok.
Ruang kelas mampu diolah sebagai perusahaan kecil yang tampak mereka (para
siswa dan guru) lebih terbuka, spontanitas dan mampu menyesuaikan diri kepada
perubahan.
Lain lagi dengan Combs7 yang memberikan batasan bahwa guru yang baik
adalah yang bercirikan sebagai berikut:
1. Yang melihat bahwa orang lain mempunyai sifat ramah dan
bersahabat, serta bersifat ingin berkembang dan perkembangan itu
berada dalam dirinya sendiri sehingga mereka mempunyai dinamika

5
Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan: Landasan Kerja Pemimpin Pendidikan,
(Jakarta, Rineka Cipta: 2006), h. 233-234
6
Ibid.

7
Ibid.
dan kreatifitas, juga mempunyai kemampuan untuk memecahkan
masalah mereka sendiri dengan baik
2. Yang cenderung melihat orang lain sebagai orang yang sepatutnya
dihargai, dipercaya dan dapat diandalkan sehingga akan berprilaku
menurut aturan-aturan yang ada, serta dapat meningkatkan kualitas
dirinya.
Namun perlu digaris bawahi bahwa guru yang baik adalah dalam mengajar
tidak hanya sekedar memenuhi dan menguasai teknik-teknik dan metodologi
mengajar saja, melainkan mampu menjadi tempat penuangan aktifitas dan
kreatifitas siswa, di samping menjadi fasilitator seperti dijelaskan di atas. Oleh
karena itu nilai kompeten dalam dunia pendidikan tidak hanya terletak pada
kemampuan berdasarkan keahlian yang dituntut dan dipelajari dalam jangka
waktu tertentu melainkan juga harus dapat ditauladani segala sikap dan prilakunya
dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga output pembelajaran yang didapat siswa
dapat berupa koognitif, affektif dan psikomotorik.
Dalam rangka memanifestasikan hal di atas, maka setiap guru dituntut
untuk dapat menguasai kemampuan (kompetensi) yang dimilikinya terutama
dalam hal pembelajaran, yakni:
1. Mampu menguasai materi pembelajaran yang diajarkan (Mastery
of subject Matter)
2. Mampu mengelola program belajar mengajar (Managing the
teaching learning program)
3. Mampu mengelola kelas (Managing the Class room)
4. Mampu menggunakan media dan sumber belajar (Managing the
media and teaching learning resources)
5. Mampu menggunakan landasan kependidikan (Managing the basic
of education)
6. Mampu mengelola interaksi belajar mengajar (Managing the
teaching learning interaction)
7. Mampu menilai prestasi peserta didik (Managing to evaluate the
students achievement)
8. Mampu mengenali fungsi program bimbingan dan penyuluhan
(Managing the function of guidance and counseling)
9. Mampu menyelenggarakan administrasi sekolah (Managing the
school administration)
10. Mampu menguasai prinsip-prinsip penelitian (Mastery of basically
research) dan menafsirkannya (interpretation)8

2. Karakteristik Guru Yang Efektif


Edmonds (1979) sebagaimana dikutip oleh Shahril Charil Marzuki, dalam
penelitiannya bertajuk ‘Profil Sekolah Berkesan di Malaysia: Berdasarkan Model
Lima Faktor’, disebutkan bahwa sekolah yang efektif memiliki lima faktor utama,
yakni ‘(1) strong principal leadership, (2) safe and conducive school climate, (3)
emphasis on the acquisition of basic skills, (4) teacher high expectation, dan (5)
frequency of evaluation’9 Dalam tulisannya bertajuk “The Teacher as a Decision
Maker’, Cooper mengutip pendapat B.O. Smith yang telah menyarankan bahwa
seorang guru yang terlatih harus dipersiapkan dengan empat bidang kompetensi
agar ia menjadi seorang guru yang efektif, yakni: (1) command of theoretical
knowledge about learning and human behavior, (2) display of attitudes that foster
learning and genuine human relationship, (3) command of knowledge in the
subject matter to be taought, (4) control of technical skills of teaching that
facilitate student learning.
Dengan kata lain, guru efektif harus memiliki kemampuan (1) menguasai
pengetahuan teoretikal tentang pembelajaran dan tingkah laku manusia, (2)
menunjukkan sikap yang menunjang proses pembelajaran dan hubungan antar
manusia secara murni, (3) menguasai pengetahuan dalam mata pelajaran yang
diajarkan, dan (4) memiliki kemampuan kecakapan teknikal tentang pembelajaran
yang mempermudal siswa untuk belajar.

8
Aminuddin Rasyad, Teori Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta, Uhamka Press: 2006), h.
111
9
Marzuki, Shahril @ Chairil. Profil Sekolah Berkesan di Malaysia: Berdasarkan Model
Lima Faktor, (Dalam Jurnal Pendidikan ,Journal of Educational Research, Jilid 18, 1997), h. 97
Karakteristik guru profesional, guru yang efektif, guru yang telah memiliki
kompetensi dasar sesuai dengan ketentukan, pada hakikatnya merupakan rambu-
rambu yang dirumuskan untuk menciptakan guru yang berkualitas. Guru yang
demikian selaras dengan hasil studi Heyneman dan Hoxley tahun 1983 di 29
negara yang menghasilkan temuan bahwa sepertiga faktor yang menentukan mutu
pendidikan (hasil belajar siswa) ditentukan oleh faktor guru, sementara sepertiga
faktor yang lainnya adalah faktor fasilitas, termasuk buku, dan kurikulum, serta
faktor masukan instrumental lainnya.
Lebih lanjut Aminuddin Rasyad menjelaskan bahwa untuk mampu
melaksanakan kompetensi, setiap guru sebagai sumber ilmu dan pendidik, dituntut
untuk selalu meningkatkan kualitas diri dengan membina: Kompetensi akademik,
kompetensi kepribadian dan kompetensi sosial. Pembinaan terhadap kompetensi
ini dapat dilakukan dengan selalu belajar seumur hidup (long life education),
sebagaimana diisyaratkan oleh Al-Quran, bahwa Allah akan selalu meninggikan
orang-orang yang beriman dan berilmu pengetahuan dengan beberapa derajat (Qs.
Al-Mujadilah: 11), ayat ini juga mengandung pengertian selain ilmu pengetahuan
yang akan meningkatkan derajat seseorang, maka dengan ilmu pengetahuan juga
perubahan akan terjadi pada seseorang dan inilah yang disebut dengan dinamika
kehidupan. Manusia sebagai pelaksana kehidupan harus mengerti dan
mengantisipasi perubahan tersebut. Terlebih seorang guru yang harus memberikan
ilmu pengetahuan sesuai dengan zaman dan perkembangan anak didik.
Selain itu seorang guru juga harus memiliki keahlian dalam dunianya.
Karena keahlian merupakan modal dasar dalam melakukan sesuatu, tanpa adanya
keahlian sangatlah sulit mengerjakan sesuatu dengan baik. Hal ini telah
diungkapkan oleh Hadits Rasulullah Saw: “Sesuatu pekerjaan yang diserahkan
kepada seseoang ang bukan ahlinya (profesinya), maka tunggu sajalah
kehancurannya”. Hadits ini memberi gambaran bahwa profesionalitas adalah
keahlian dalam bidangnya. Pada sisi lain profesi mempunyai pengertian seseorang
yang menekuni pekerjaan berdasarkan keahlian, kemampuan, teknik dan prosedur
berdasarkan intelektualitas. Sedangkan Volmer dan Mills, Mecully, dan Diana W.
Kommers10 mengartikan profesi sebagai spesialisasi dari jabatan intelektual yang
diperoleh melalui studi dan training, bertujuan menciptakan keterampilan,
pekerjaan yang bernilai tinggi, sehingga keterampilan dan pekerjaan itu diminati,
disenangi oleh orang lain dan dia dapat melakukan pekerjaan itu dengan mendapat
imbalan berupa bayaran, upah, dan gaji.
Dari pengertian di atas dapat ditarik benang merah bahwa profesi yang
disandang oleh tenaga kependidikan atau guru adalah sesuatu pekerjaan yang
membutuhkan pengetahuan, keterampilan, kemampuan, keahlian, dan ketelatenan
untuk menciptakan anak memiliki perilaku sesuai yang diharapkan. Pengertian ini
memberi gambaran bahwa untuk menjadi seorang guru yang profesional sangat
didukung oleh aktifitas dirinya dalam mendalami keprofesionalitasan keahliannya,
karena profesi ini bukanlah sesuatu yang permanen, ia akan mengalami perubahan
dan mengikuti perkembangan kebutuhan manusia. Karena itu tepat apa yang
dikatakan oleh Ki Hajar Dewantara bahwa guru itu harus “ing ngarso sung
tulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani”. Hal ini berarti seorang
guru tidak cukup dengan menguasai materi pelajaran akan tetapi mengayomi
murid, menjadi contoh atau teladan bagi murid serta selalu mendorong murid
untuk lebih baik dan lebih maju.
Guru profesional selalu mengembangkan dirinya terhadap pengetahuan
dan mendalami keahliannya, kemudian guru profesional rajin membaca literatur-
literatur, dengan tidak merasa rugi membeli buku-buku yang berkaitan dengan
pengetahuan ang digelutinya. Oleh karena itu Oemar Hamalik dalam bukunya
Proses Belajar Mengajar, mensyaratkan bahwa guru profesional harus memiliki:
1. Bakat
2. Keahlian
3. Keahlian yang baik dan terintegrasi
4. Mental yang sehat
5. Berbadan sehat
6. Pengalaman dan pengetahuan yang luas
7. Berjiwa Pancasila dan berwarga negara yang baik.
10
H. Martinis Yamin, Profesionalisasi Guru dan Implementasi Kurikulum Berbasis
Kompetensi, (Jakarta, Gaung Persada Press: 2006), h. 3
Sebagai kesimpulan dapatlah dikatakan bahwa upaya saya menjadi guru
yang baik dan profesional adalah seorang guru yang mempunyai kemampuan
mencakup hal-hal sebagai berikut:
1. Penguasaan materi pelajaran yang terdiri atas penguasaan bahan
yang harus diajarkan, dan konsep-konsep dasar keilmuan dari bahan
yang diajarkannya itu
2. Penguasaan dan penghayatan atas landasan dan wawasan
kependidikan dan keguruan
3. Penguasaan proses-poses kependidikan, keguruan dan
pembelajaran siswa
4. Kemampuan menyesuaikan diri kepada tuntutan kerja dan
lingkungan sekitar pada waktu membawa tugasnya sebagai guru
5. Kemampuan untuk menampilkan sikap yang positif terhadap
keseluruhan tugasnya sebagai guru
6. Kemampuan untuk memahami, menghayati dan menampilkan
nilai-nilai yang seyogianya dianut oleh seorang guru
7. Kemampuan untuk menampilkan dirinya sebagai panutan dan
teladan bagi para siswanya.

Wallahu 'alam

DAFTAR PUSTAKA
Yamin, Martinis, Profesionalisasi Guru dan Implementasi Kurikulum
Berbasis Kompetensi, (Jakarta, Gaung Persada Press: 2006)
Rasyad, Aminuddin, Teori Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta, Uhamka
Press: 2006)
Soemanto, Wasty, Psikologi Pendidikan: Landasan Kerja Pemimpin
Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta, 2006.
Cooper, James M (General Editor). Classroom Teaching Skills, Lexington:
.C. Heath and Company,1986.
Marzuki, Shahril @ Chairil. Profil Sekolah Berkesan di Malaysia:
Berdasarkan Model Lima Faktor, Dalam Jurnal Pendidikan ,Journal of
Educational Research, Jilid 18, 1997
Mas’ud, Abdurrahman. Menggagas Format Pendidikan Nondikotomik,
Yogyakarta: Gama Media, 2002.
Suparlan, Standar Pengembangan Karir Guru Di Indonesia: Masukan
Awal, Makalah Diklat Instruktur/Pengembang Matematika SMA Jenjang Dasar
Tanggal 6 s.d. 19 Agustus 2004 di PPPG Matematika

------ @zia.2010------

Anda mungkin juga menyukai