PROFESIONALISASI GURU
Dosen pengampuh : Peny Husna Handayani.S.Pd.,M.Pd
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK III
Kelompok III
A.FAKTOR PENENTUAN DAN KINERJA GURU
1. Pengertian Guru
Guru ialah “siapa saja yang bertanggung jawab terhadap perkembangan anak didik.
Dapat diartikan juga orang kedua yang paling bertanggung jawab terhadap anak didik setelah
orang tua”[1]. Sedangkan menurut Mulyasa, “istilah guru adalah pendidik yang menjadi tokoh,
panutan dan identifikasi para peserta didik dan lingkungannya, karena itulah guru harus memiliki
standar kualitas pribadi tertentu yang mencakup tanggung jawab, wibawa, mandiri dan
disiplin”[2]. Menurut Mc. Leod sebagaimana dikutip oleh Trianto bahwa Guru adalah “A person
whose occupation is teaching others, artinya ialah, seseorang yang tugas utamanya adalah
mengajar”[3]. Status guru adalah “kedudukan yang dicapai melalui upaya yang disengaja
(pendidikan dan pelatihan) yang dikenal dengan achieved status dan status yang diberikan
(assigned status) yaitu legalitas yang diperoleh melalui surat keputusan pengangkatan sebagai
guru oleh lembaga yang berwewenang (negara atau lembaga pendidikan)”.[4]
Dalam proses pendidikan guru adalah “orang dewasa yang bertanggung jawab
membimbing anak didik menuju kepada situasi pendidikan”[5]. Sementara Hamdani Ihsan
menjelaskan guru atau pendidik adalah “orang dewasa yang bertanggung jawab memberikan
bimbingan atau bantuan kepada anak didik dalam perkembangan jasmani dan rohaninya agar
mencapai kedewasaannya, namun melaksanakan tugasnya sebagai makhluk Allah, khalifah di
bumi sebagai makhluk sosial dan sebagai individu yang sanggup berdiri sendiri”[6].
Dalam situasi formal, seorang guru harus bisa menempatkan dirinya sebagai seorang
yang mempunyai kewibawaan dan otoritas tinggi, guru harus bisa menguasai kelas dan bisa
mengontrol anak didiknya. Hal ini sangat perlu guna menunjang keberhasilan dari tugas-tugas
guru yang bersangkutan yakni mengajar dan mendidik murid-muridnya. Hal-hal yang bersifat
pemaksaan pun kadang perlu digunakan demi tujuan di atas. Misalkan pada saat guru
menyampaikan materi belajar padahal waktu ujian sangat mendesak, pada saat bersamaan ada
seorang murid ramai sendiri sehingga menganggu suasana belajar mengajar di kelas, maka guru
yang bersangkutan memaksa anak tadi untuk diam sejenak sampai pelajaran selesai dengan cara-
cara tertentu.
2. Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Guru
Guru merupakan faktor yang sangat dominan dan paling penting dalam pendidikan
formal pada umumnya karena bagi siswa guru sering dijadikan tokoh teladan bahkan menjadi
tokoh identifikasi diri. “Di sekolah guru merupakan unsur yang sangat mempengaruhi
tercapainya tujuan pendidikan selain unsur murid dan fasilitas lainnya”[7]. Keberhasilan
penyelenggaraan pendidikan sangat ditentukan kesiapan guru dalam mempersiapkan peserta
didiknya melalui kegiatan belajar mengajar. Namun demikian posisi strategis guru untuk
meningkatkan mutu hasil pendidikan sangat dipengaruhi oleh kemampuan profesional guru dan
mutu kinerjanya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja guru diantaranya “tingkat pendidikan guru,
supervisi pengajaran, program penataran, iklim yang kondusif, sarana dan prasarana, kondisi
fisik dan mental guru, gaya kepemimpinan kepala sekolah, jaminan kesejahteraan, kemampuan
manajerial kepala sekolah dan lain-lain”[8].
Menurut Sudarwan Danim, faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja guru adalah
sebagai berikut:
1. Tingkat pendidikan guru akan sangat mempengaruhi baik tidaknya kinerja guru. Kemampuan
seorang sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikannya, karena melalui pendidikan itulah
seseorang mengalami proses belajar dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak bisa menjadi bisa.
Selama menjalani pendidikannya seseorang akan menerima banyak masukan baik berupa ilmu
pengetahuan maupun keterampilan yang akan mempengaruhi pola berpikir dan prilakunya. Ini
berarti jika tingkat pendidikan seseorang itu lebih tinggi maka makin banyak pengetahuan serta
ketrampilan yang diajarkan kepadanya sehingga besar kemungkinan kinerjanya akan baik karena
didukung oleh bekal ketrampilan dan pengetahuan yang diperolehnya.
2. faktor lain yang mempengaruhi kinerja guru adalah supervisi pengajaran yaitu serangkaian
kegiatan membantu guru dalam mengembangkan kemampuannya. Kepala sekolah bertugas
memberikan bimbingan, bantuan, pengawasan dan penelitian pada masalah-masalah yang
berhubungan dengan pengembangan pengajaran berupa perbaikan program dan kegiatan belajar
mengajar. Sasaran supervisi ditujukan kepada situasi belajar mengajar yang memungkinkan
terjadinya tujuan pendidikan secara optimal.
3. kinerja guru juga dipengaruhi oleh program penataran yang diikutinya. Untuk memiliki kinerja
yang baik, guru dituntut untuk memiliki kemampuan akademik yang memadai, dan dapat
mengaplikasikan ilmu yang dimilikinya kepada para siswa untuk kemajuan hasil belajar siswa.
Hal ini menentukan kemampuan guru dalam menentukan cara penyampaian materi dan
pengelolaan interaksi belajar mengajar. Untuk iitu guru perlu mengikuti program-program
penataran.
4. Iklim yang kondusif di sekolah juga akan berpengaruh pada kinerja guru, di antaranya:
pengelolaan kelas yang baik yang menunjuk pada pengaturan orang (siswa), maupun pengaturan
fasilitas (ventilasi, penerangan, tempat duduk, dan media pengajaran). Selain itu hubungan antara
pribadi yang baik antara kepala sekolah, guru, siswa dan karyawan sekolah akan membuat
suasana sekolah menyenangkan dan merupakan salah satu sumber semangat bagi guru dalam
melaksanakan tugasnya.
5. Agar guru memiliki kinerja yang baik maka harus didukung oleh kondisi fisik dan mental yang
baik pula. Guru yang sehat akan dapat menyelesaikan tugas-tugasnya dengan baik. Oleh
karenanya faktor kesehatan harus benar-benar diperhatikan. Begitu pula kondisi mental guru,
bila kondisi mentalnya baik dia akan mengajar dengan baik pula.
6. Tingkat pendapatan dapat mempengaruhi kinerja guru. Agar guru benar-benar berkonsentrasi
mengajar di suatu sekolah maka harus diperhatikan tingkat pendapatannya dan juga jaminan
kesejahteraan lainnya seperti pemberian intensif, kenaikan pangkat/gaji berkala, asuransi
kesehatan dan lain-lain.
7. Peningkatan kinerja guru dapat dicapai apabila guru bersikap terbuka, kreatif, dan memiliki
semangat kerja yang tinggi. Suasana kerja yang demikian ditentukan oleh gaya kepemimpinan
kepala sekolah, yaitu cara kepala sekolah melaksanakan kepemimpinan di sekolahnya.
8. Kemampuan manajerial kepala sekolah akan mempunyai peranan dalam meningkatkan kinerja
guru. Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal merupakan suatu pola kerjasama antara
manusia yang saling melibatkan diri dalam satu unit kerja (kelembagaan). Dalam proses
mencapai tujuan pendidikan, tidak bisa terlepas dari dari kegiatan administrasi.[9]
a). Motivasi kinerja;
Keberhasilan kinerja akan tampak apabila terdapat motivasi kepala sekolah,lingkungan
sekitar juga dapat menentukan keberhasilan kinerja seseorang oleh karena itu, selain gurunya
sendiri yang berusaha meningkatkan kualitas kerjanya, pihak sekolah juga berusaha
mengupayakan pemberdayaan gurunya agar memiliki kinerja yang baik, dan profesional dalam
menjalankan tugasnya.
Kinerja kita berhasil apabila ada motivasi yang akan menggerakkan kita untuk bekerja lebih
bersemangat. Dalam hal ini sebagai berikut:Motivasi dari dasar pembentukannya, Menurut
pembagian dari Woord Worth dan Marquis, Motivasi jasmani dan rohani, Motivasi intrinsik dan
ekstrinsik. Motivasi terbagi dua yakni intrinsik dan ekstrinsik.” Dengan ketekunan keyakinan
dan usaha yang sungguh-sungguh serta adanya motivasi yang kuat, maka guru akan dapat
mengemban tugasnya dengan sebaik-baiknya dan berusaha meningkatkan keberhasilan
kinerjanya, meskipun banyak rintangan yang dihadapi dalam melaksanakan tugas.[12]
Adanya peningkatan dalam mutu pendidikan tidak terlepas dari peran guru sebagai
unsur utama dalam keseluruhan proses pendidikan. Guru mempunyai tuas untuk membimbing,
mengarahkan dan juga menjadi teladan yang baik bagi para peserta didiknya maka dari itu,
dengan setumpuk tugas serta tanggung jawab yang di embannya guru mampu menunjukkan
bahwa dia mampu menghasilkan kinerja yang baik demi terciptanya pendidikan yang bermutu.
c). Lingkungan kinerja;
Lingkungan yang baik untuk bekerja akan menimbulkan perasaan nyaman dan kerasan dalam
bekerja. Faktor penting dari kondisi kerja fisik dalam kebanyakan kantor adalah penerangan,
warna, musik, udara dan suara. Lingkungan kerja yang dapat mendukung guru dalam
melaksanakan tugas secara efektif dan efisien adalah lingkungan sosial psikologis dan
lingkungan fisik. Dengan lingkungan yang baik akan dapat meningkatkan semangat kerja para
guru sehingga produktivitas kinerja meningkat, kualitas kinerja lebih baik dan prestise sekolah
bertambah baik yang selanjutnya menarik pelanggan datang ke sekolah. Sedangkan lingkungan
kotor, kacau, hiruk pikuk dan bising dapat menimbulkan ketegangan, malas dan tidak
konsentrasi bekerja.[14]
Dari uraian diatas maka dapat di simpulkan bahwa keberhasilan pendidikan sebagaian
besar di tentukan. Oleh kinerja guru dalam dunia pendidikan adalah prioritas, guru memikul
tugas dan tanggung jawab yang tidak ringan.di samping itu dia harus membuat pinter anak
muridnya secara akal, (mengasah kecerdesan IQ).
e). Optimalisasi kinerja.
Guru berhadapan dengan siswa adalah pada saat proses belajar mengajar berlangsung.
Seorang guru harus memiliki kinerja yang baik terutama pada saat proses belajar berlangsung.
Guru diharapkan memiliki ilmu yang cukup sesuai bidangnya, pandai berkomulikasi mengasuh
dan menjadi belajar yang baik bagi siswanya untuk tubuh dan berkembang menjadi dewasa.
Guru melakukan pembentukan kelompok dalam melaksanakan pekerjaannya, karena dengan
adanya pembentukan kelompok maka guru dapat melaksanakan kegiatan sekolah dengan lancar
dan sesuai dengan tujuan pendidikan. Dirawat, Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja
kedalam dua kategori yakni: Faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yaitu faktor
yang berasal dari dalam diri seseorang yang dapat mempengaruhi kinerja seseorang dalam
menjalankan pekerjaannya, sedangkan faktor eksternal yaitu faktor yang datang dari luar diri
seseorang yang dapat mempengaruhi kinerjanya. Begitu juga dengan guru yang dapat
dipengaruhi oleh lingkungan sekitar dan masyarakat khususnya orang tua siswa lainnya dalam
meningkatkan kinerjanya agar kegiatan sekolah dapat tercapai dengan baik.[16]
1.Profesionalisme Guru
Guru sebagai komponen penting dalam sistem pendidikan diharapkan mampu menjadi fasilitator,
motivator dan dinamisator dalam proses belajar siswa. Oleh karena itu guru dituntut untuk dapat
mempunyai kompetensi dalam dunia pendidikan. Dalam rangka pelaksanaan kurikulum, perlu
adanya metode pembelajaran yang sesuai dengan mata pelajaran yang diampu oleh masing-
masing guru. Dengan demikian proses belajar mengajar akan berjalan seiring dengan
pengembangan aspek-aspek belajar siswa yang meliputi aspek kognitif, aspek afektif dan aspek
psikomotor.
Untuk mewujudkan niat baik yang tertuang di dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
tersebut perlu adanya komitmen dari berbagai pihak, terutama pemerintah dalam
mengakomodasikan keinginan para guru dalam pengembangan karier sesuai dengan Pasal 40
ayat (1).c. pembinaan karier sesuai dengan tuntutan pengembangan kualitas.
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 26 tahun 1989,
tentang penetapan jabatan guru sebagai jabatan fungsional membuka peluang bagi semua guru
dalam meniti kariernya melalui jenjang kepangkatan yang didasarkan atas angka kredit yang
telah diperoleh dan dikumpulkannya. Sehingga memungkinkan guru untuk menduduki pangkat
tertinggi dalam lingkungan pegawai negeri sipil (PNS).Oleh karena itu , kemampuan dan
kreativitas guru merupakan unsur atau aspek yang sangat diperlukan. Itu berarti faktor internal
guru perlu ditumbuhkembangkan. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah kecakapan,
kemampuan, motivasi , sikap, persepsi inovatif, kemampuan mengadopsi peraturan yang
berlaku, termasuk usia dan masa kerja. Sedangkan faktor eksternal yang perlu diperhatikan para
guru adalah bobot dan banyaknya beban mengajar guru untuk sekolah tertentu.
Sebelum tahun 1960-an jabatan guru demikian terpandang. Untuk menarik minat para pemuda,
pemerintah memberikan ikatan dinas bagi mereka yang berkeinginan menjadi guru, sehingga
banyak yang tertarik untuk memasuki LPTK. Namun demikian hal itu bukanlah daya tarik yang
menggiurkan, karena kebijakan pemerintah itu tidak didukung kebijakan pemerintah
memberikan insentif dan fasilitas bagi guru. Padahal peluang kerja lain yang lebih menjanjikan
sangat terbuka lebar. Dampaknya banyak guru yang penguasaan terhadap mata pelajaran yang
diampunya rendah karena mereka yang memasuki lembaga pendidikan guru pada umumnya
bukan mereka yang memilih jabatan guru sebagai pilihan yang pertama, tetapi banyak dari
mereka yang memasuki pendidikan guru dikarenakan takut tidak diterima di perguruan tinggi
lainnya.
Menurut UNESCO, bahwa guru sebagai agen pembawa perubahan yang mampu mendorong
pemahaman dan toleransi diharapkan tidak hanya mampu mencerdaskan peserta didik tetapi juga
harus mampu mengembangkan kepribadian yang utuh, berakhlak dan berkarakter. Untuk itu
dibutuhkan suatu proses pendidikan guru yang secara professional dapat
dipertanggungjawabkan. Guru merupakan pekerjaan profesi. Dalam pelaksanaan tugasnya
membutuhkan kemampuan teknis yang diperoleh melalui pendidikan dan atau latihan, berupa
perbuatan yang rasional dan memiliki spesifikasi tertentu dalam pelaksanaan tugasnya. Untuk
menjadi guru yang baik maka dituntut adanya sejumlah kompetensi yang harus dimiliki guru,
yaitu :
9. Kemampuan memahami prinsip dan menafsirkan hasil penelitian untuk keperluan
pengajaran
Sosok guru yang mampu mengemban tugas yang disebutkan di atas sebenarnya sudah diberikan
moto oleh Bapak Pendidikan kita, Ki Hajar Dewantara, ing ngarso sung tulodo, ing madyo
mangun karso, tut wuri handayani. Untuk dapat melaksanakan fungsi pertama, berarti guru
haruslah berkepribadian yang utuh dengan kemampuan akademik dan profesional yang andal.
Untuk dapat melaksanakan fungsi kedua dibutuhkan guru yang memahami dan menyayangi
peserta didik. Sedangkan untuk dapat melaksanakan fungsi yang ketiga, guru harus terus
memantau terus proses belajar peserta didik dan mendorong semangat belajar peserta didiknya.
Akan tetapi sejauh ini moto tersebut seakan tidak bermakna karena tidak adanya pelaksanaan di
lapangan.
Jadi untuk menyiapkan tenaga pendidik tidak hanya diperlukan suatu proses pendidikan
akademik yang handal akan tetapi juga diperlukan suatu proses pendidikan yang mampu
mengembangkan kepribadian dan karakter seorang pendidik. Oleh karena itu infrastruktur
lembaga pendidikan tenaga kependidikan (LPTK) haruslah dilengkapi dengan asrama mahasiswa
dan laboratorium kependidikan (sekolah model) dan lain-lain. Sangat disayangkan bahwa UNY
(dh. IKIP Yogyakarta) yang sebelum tahun 1980-an mempunyai sekolah laboratorium dari
sekolah dasar hingga lanjutan atas malah justru pengelolaannya diserahkan ke kementerian pusat
(dh. Depdikbud).
Proses penempatan guru yang tidak terarah, tidak adil dan tidak proporsional akan berpengaruh
negatif terhadap guru dalam mengembangkan kemampuan dan pengabdiaan profesional
kependidikannya. Selain itu juga menyurutkan niat generasi muda untuk memasuki profesi
keguruan. Kenyataan yang dihadapi banyak guru yang berada di daerah terpencil tidak memiliki
masa depan, baik bagi pengembangan karirnya maupun kesehatan rohani dan jasmaninya.
Dihapuskannya program rotasi semakin menjadikan ciut semangat guru untuk meningkatkan
profesionalismenya, karena dalam benaknya sudah merasa bahwa sampai pensiun dia tetap
berada di sekolah tersebut.
Rasio jumlah guru terhadap jumlah peserta didik semakin tidak seimbang. Adanya sekolah yang
kelebihan guru, namun di sisi lain masih banyak sekolah-sekolah yang kekurangan guru.
Sekolah-sekolah yang kekurangan guru ini terpaksa mengangkat guru honorer/guru tidak tetap
(GTT) yang gajinya jauh di bawah upah minimum. Lebih celakanya jenis guru yang satu ini
tidak mempunyai ikatan perjanjian hukum yang jelas sehingga sewaktu-waktu dapat
diberhentikan karena ada droping guru negeri baru.
Di sisi lain kepala sekolah yang seharusnya merupakan atasan langsung dari si guru sibuk
dengan proyek-proyek pembangunan fisik sekolah. Pembinaan yang dilakukan kepala sekolah
kadang-kadang hanya dilakukan secara massal, misalnya pada saat rapat dinas. Padahal sudah
sewajarnyalah jika ada guru yang bermasalah langsung dibina saat itu juga, sehingga
permasalahannya tidak berlarut-larut dan mengimbas pada guru yang lain.
Dalam pelaksanaan manajemen pendidikan yang moderen, praktek guru mencari penghasilan
tambahan dilarang, dan bagi pelanggarnya harus memilih untuk tetap bekerja sebagai guru atau
meninggalkannya. Di negara yang mendudukkan pendidikan sebagai priortas utama, penghasilan
guru demikian bersaing dengan profesi lain, sehingga larangan rangkap profesi dapat diterapkan.
Oleh karena itu upaya apapun yang dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan tidak akan
dapat dicapai selama masalah jaminan kesejahteraan minimal seorang tenaga pengajar tidak
dipenuhi.
Aspek utama yang bersentuhan langsung dengan nasib para guru adalah Teacher
Management (Manajemen Guru). Menurut Worldbank (1998: 20) disebutkan bahwa guru juga
mempunyai kesempatan promosi (peningkatan). Struktur karier bagi guru pada pendidikan dasar
berbentuk piramida. Promosi guru selalu berarti bahwa kerja guru beralih ke bidang administrasi
dan meninggalkan tugasnya sebagai pengajar di kelas. Pola semacam itu mempunyai efek negatif
terhadap moral guru dan menurunkan kualitas hasil pengajaran karena guru yang senior
memperoleh promosi bukan sebagai guru, melainkan sebagai tenaga administrasi. Beberapa
negara seperti Australia dan Irlandia mengembangkan sejumlah jabatan guru, sebagai contoh
jabatan bertingkat yang lebih difokuskan dalam hal tanggung jawab khusus. Jabatan-jabatan itu
menambah promosi jabatan konvensional yang sudah ada, yaitu kepala dan deputi kepala. Tugas-
tugas yang berkaitan dengan jabatan khusus tersebut dipusatkan pada pengajaran sekolah dan
kebutuhan-kebutuhan pengembangan staf, tepatnya lebih dari pada sekedar tugas administrasi
rutin.
2.Pengembangan Karier
Secara harafiah pengertian pengembangan karier (career development) menuntut seseorang
untuk membuat keputusan dan mengikatkan dirinya untuk mencapai tujuan-tujuan karier. Pusat
gagasan dalam pengembangan karier ialah waktu, yang dipengaruhi cost and benefit. Cost and
benefit ini selalu dipertimbangkan dalam memilih pekerjaan, apa kerjanya, apa organisasinya,
dan apa untung ruginya (Sigit : 2003). Sedangkan pengertian pengembangan karier secara awam
adalah peningkatan jabatan yang didasarkan pada prestasi, masa kerja, dan kesempatan. Dengan
mengacu pada pengertian awam tersebut maka pengembangan karier bagi guru perlu diupayakan
oleh pihak-pihak yang berkepentingan, yaitu Dinas Pendidikan dan Kebudayaan.
Namun sejauh ini ternyata pengembangan karier bagi guru belum memperoleh porsi yang sesuai,
karena dengan dicanangkannya otonomi daerah ternyata menimbulkan kebimbangan para
birokrat daerah untuk memberikan kewenangan pengelolaan aspek-aspek pendidikan terhadap
kaum guru. Hal ini dapat dimaklumi sebab dengan memberikan jabatan-jabatan tersebut menutup
peluang bagi mereka (birokrat) untuk ‘berkuasa’.
Menurut Worldbank, terjadi kerancuan tentang pengembangan karier bagi guru. Selama ini
pengembangan karier bagi guru diartikan sebagai pengalihan tugas-tugas guru yang tadinya
sebagai pengajar berubah menjadi administrator (tenaga adminstrasi). Tentu saja hal tersebut
berseberangan dengan tujuan semula. Oleh karena itu menurut tulisan tersebut pengembangan
karier bagi guru diartikan dengan tambahan kewenangan bagi guru selain tugas pokoknya
sebagai pengajar (pendidik). Jadi walaupun seorang guru mempunyai/naik jabatan menduduki
jabatan struktural tertentu akan tetapi tugas pokoknya sebagai pengajar/pendidik tetap menjadi
tanggung jawabnya. Dengan kata lain seorang guru tidak serta merta menjadi birokrat dan
meninggalkan profesi mengajar ketika ia naik jabatan.
Guru merupakan profesi mulia. Banyak orang hebat terlahir dari didikan guru. melalui
profesinya guru berbakti kepda negara. Tugasnya dilaksanakan dengan sepenuh hati. Profesi
guru bukan hanya sebatas mengajar dan menyampaikan materi pelajaran. Tapi tugas guru telah
tercaantum di dalam UU No 14 Tahun 2005 yakni guru bertugas mengajar, mendidik, melatih,
membimbing dan mengevaluasi siswa. Jadi seorang guru selain mengajar harus juga
membimbing dan melatih siswa.
Banyak ha yang menyebabkan terjadinya pelangggaran hukum terhadap anak di sekolah. Terlalu
rumit untuk diperdebatkan permasalahan ini. Ada seorang anak mendapat perlakuan kasar dari
guru karena prilakunya yang kasar terhadap guru, ada yang tidak sopan terhadap guru sehingga
memunculkan emosi guru.
Sebagai pembangun insan cendikia seorang guru diharapkan tidak terpancing emosi ketika
proses mendidik anak. Hal yang perlu diingat guru harus melek hukum. Guru harus mengetahui
batas-batas dimana yang akan mengakibatkan guru bisa dipolisikan. Dalam mendidik anak perlu
sudut pandangan yang sama antara guru dan orang tua siswa sehingga tidak saling
mempolisikan. Karena tujuan keduanya adalah menjadikan anak tersebut orang yang baik
dikemudian hari.
Permasalahan di atas merupakan segelintir permasalahan hukum yang dialami oleh guru. Sudah
saatnya profesi guru mengerti akan hukum yang dihadapi dan juga bentuk perlindungan hukum
yang diberikan pemerintah kepada guru.
Ketika siswa mendapat perlindungan hukum, bagaimanakah dengan guru? Apakah guru juga
memiliki perlindungan profesi? Ini selalu menjadi pertanyaan di kalangan guru. Oleh karena itu
guru wajib melek hukum. Pada dasarnya, pemerintah sudah menerbitkan Undang-undang
perlindangan profesi guru. Bentuk perlindungan guru itu dengan diterbitkannya Undng-undang
No. 74 Tahun 2008 tentang guru dan terbitnya Permendikbud No 10 Tahun 2017 tentang
perlindungan pendidik dan Tenaga Kependidikan. Pada Permendikbud No 10 Tahun 2017 telah
dijelaskan bahwa Pemerintah pusat, pemerintah daerah dan Organisasi guru wajib memberikan
perlindungan hukum kepada profesi guru.
Perlindungan hukum merupakan salah satu perlindungan yang diberikan terhadap profesi guru.
Pelindungan hukum bagi guru diberikan terhadap tindak kekerasan, ancaman, perlakuan
diskriminatif serta intimidasi atau perlakuan tidak adil terhadap guru.
Perlindungan lainnya yang diberikan pemerintah terhadap guru adalah perlindungan profesi.
Perlindungan profesi mencakup pemutusan hubungan kerja secara sepihak dan tidak adil,
pembatasan terhadap penyampaian pendapat, pelecehan terhadap profesi danjuga perlindungan
profesi atas pembatasan/pelarangan lain yang dapat mnghambat guru dalam melakukan tugas.
Jadi, jika guru menghadapi situasi seperti ini maka guru bisa meminta perlindungan profesi dari
pemerintah pusat, pemerintah daerah, dinas pendidikan dan organisasi profesi guru.
Perlindungan profesi selanjutnya yang tercantum paa UU no 14 Tahun 2005 adalah perlindungan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jadi, secara hukum yang sah pemerintah wajib melindungi
keselamatan dan kesehatan guru. Sebagai contoh ketika bencana alam maka guru harus diberi
perlindungan. Kejadian bencana asap yang terjadi di Riau setiap tahunnya perlu diperhatikan
kesehatan guru ketika kegiatan belajar mengajar.
Selain dari perlindungan yang telah disebutkan diatas ada satu lagi perlindungan yang diberikan
kepada guru yakni perlindungan HAKI. HAKI adalah Hak Atas Kekayaan Intelektual.
Perlindungan HAKI merupakan perlindungan terhadap karya intelektual guru. Setiap karya
Intelektual guru harus dilaporkan Ke Kemenkumham untuk mendapatkan Hak paten terhadap
karyanya.
Guru melek hukum merupakan suatu keharusan. Hal ini agar guru mengetahui yang mana
perbuatan melanggar hukum dan yang mana merupakan hak pelindungan profesi guru. Sehingga
tidak terjadi lagi kasus-kasus guru yang dipolisikan. Guru melek hukum juga akan membuat guru
tau mana hak perlindungan bagi profesi guru agar guru tidak lagi di intimidasi oleh pihak-pihak
tertentu. Dengan demikian guru akan merasa nyaman ketika melaksanakan tugasnya sebagai
profesi guru.
DAFTAR PUSTAKA
[14] Ibid., hal. 42.
[15] Ibid., hal. 43.
[16] Ibid., hal. 44.