Anda di halaman 1dari 9

BAB IV

SASARAN DAN PENGEMBANGAN SIKAP PROFESIONAL

I. PENGERTIAN SIKAP PROFESIONAL GURU


Sikap Profesional guru adalah sikap seorang guru dalam menjalankan
pekerjaannya yang mencakup keahlian, kemahiran dan kecakapan yang memenuhi
standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi keguruan.
Profesionalisme guru sering dikaitkan dengan tiga faktor yang cukup penting, yaitu
kompetensi guru, sertifikasi guru, dan tunjangan profesi guru. Ketiga faktor tersebut
disinyalir berkaitan erat dengan maju mundurnya kualitas pendidikan di Indonesia.
Sebagai reaksi maka sikap selalu berhubugan dengan dua alternatif, yaitu senang (like)
atau tidak senang (dislike), menurut dan melaksanakan atau menjauhi/menghindari
sesuatu. Nana Sudjana sendiri menjelaskan profesional adalah pekerjaan atau kegiatan
yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang
memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakap. Pekerjaan yang bersifat profesional
adalah pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh mereka khusus dipersiapkan untuk itu
dan bukan pekerjaan yang dilakukan oleh mereka karena tidak dapat memperoleh
pekerjaan yang lain”.
Menurut para ahli profesionalisme menekankan kepada penguasaan ilmu
pengetahuan atau kemampuan manajemen beserta strategi penerapannya. Maister sendiri
mengemukakan bahwa profesionalisme bukan sekedar pengetahuan teknologi dana
manajemen tatapi lebih merupakan sikap, pengembangan profesionalisme lebih dari
seorang teknisi bukan hanya memiliki keterampilan yang tinggi tetapi memiliki suatu
tingkah laku yang dipersyaratkan. Guru sebagai pendidikan profesional mempunyai citra
yang baik dimasyarakat apabila dapat menunjukkan kepada masyarakat bahwa ia layak
menjadi panutan atau teladan masyarakat sekelilingnya. Masyarakat terutama akan
mepelihat bagaimana sikap dan perbuatan guru itu sehari-hari, apakah memang ada yang
patut diteladani atau tidak. Walaupun segala prilaku guru selalu diperhatikan masyarakat
tetapi harus diperhatikan adalah sikap guru yang berkaitan dengan profesinya.

II. PENGERTIAN KINERJA PROFESIONAL GURU


Setiap individu yang diberi tugas atau kepercayaan untuk bekerja pada suatu
organisasi tertentu diharapkan mampu menunjukkan kinerja yang memuaskan dan
memberikan konstribusi yang maksimal terhadap pencapaiantujuan organisasi
tersebut.Kinerja adalah tingkat keberhasilan seseorang atau kelompok orang dalam
melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya serta kemampuan untuk mencapai tujuan
dan standar yang telah ditetapkan (Sulistyorini, 2001).Sedangkan Ahli lain berpendapat
bahwa Kinerja merupakan hasil dari fungsi pekerjaan atau kegiatan tertentu yang di
dalamnya terdiri dari tiga aspekyaitu: Kejelasan tugas atau pekerjaan yang menjadi
tanggung jawabnya, Kejelasan hasil yang diharapkan dari suatu pekerjaan atau fungsi,
Kejelasan waktu yang diperlukan untuk menyelesikan suatu pekerjaan agar hasil
yangdiharapkan dapat terwujud (Tempe, A Dale, 1992).Maka dari penjelasan di atas
dapat di simpulkan bahwa kinerja profesional guru adalah tingkat keberhasilan seorang
guru dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya serta kemampuan untuk
mencapai tujuan dan standar yang telah ditetapkan.

III. SASARAN SIKAP PROFESIONAL GURU


Secara umum, sikap profesional seorang guru dapat dilihat dari faktor luar. Akan
tetapi, hal tersebut belum mencerminkan seberapa baik potensi yang dimiliki guru
sebagai seorang tenaga pendidik. Menurut PP No. 74 Tahun 2008 pasal 1.1 Tentang Guru
dan UU. No. 14Tahun 2005 pasal 1.1 Tentang Guru dan Dosen, guru adalah pendidik
profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan,
melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur
pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Berikut ini yang
dijadikan sasaran dengan profesi keguruan yaitu meliputi sikap profesional keguruan
terhadap (1) Peraturan Perundang-undangan, (2) Organisasi Profesi, (3) Teman sejawat,
(4) Anak didik, (5) Tempat kerja, (6) pemimpin, dan (7) dan Pekerjaan.
1. Sikap Terhadap Peraturan Perundang-Undangan
Kode etik Guru Indonesia pada butir kesembilan bahwasannya: “Guru
melaksanakan segala kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan” (PGRI, 1973).
Kebijakan pendidikan di negara ini dipegang oleh pemerintaah dalam hal ini oleh
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan yang mengeluarkan ketentuan-ketentuan dan
peraturan-peraturan yang merupakan kebijakan yang akan dilaksanakan oleh aparatnya
antara lain: pembangunangedung-gedung pendidikan, pemerataan kesempatan belajar
antara lain dengan melalui kewajiban belajar, peningkatan mutu pendidikan, pembinaan
generasi muda dengan mengiatkan keguatan karang taruna. Guru merupakan unsur
aparatur Negara dan abdi Negara. Karena itu, guru mutlak perlu mengetahui
kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan, sehingga dapat melaksanakan
ketentuan-ketentuan yang merupakan kebijaksanaan tersebut. Kebijaksanaan pemerintah
dalam bidang pendidikan ialah segala peraturan peratuan baik yang dikeluarkan oleh
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan di Pusat maupun di daerah, maupun
departemen lain dalam rangka pembinaan pendidikan di negara kita. Seperti peraturan
tentang berlakunya kurikulum sekolah tertentu Pembebasan uang sumbangan pembiayan
pendidikan (SPP). Ketentuan tentang penerimaan murid baru penyelenggaraan evaluasi
belajar tahap akhir (EBTA) dan lain sebagainya. Kode etik guru Indonesia mengatur agar
guru Indonesia tetap melaksanakan ketentuan-ketentuan yang merupakan kebijaksanaan
pemerintah dalam bidang pendidikan seperti yang tertuang dalam dasar kesembilan dari
kode etik guru. Dasar ini menunjukkan bahwa guru Indonesia harus tunduk dan taat
kepada pemerintah Indonesia dalam menjalankan tugas pengabdiannya, sehingga guru
Indonesia tidak mendapat pengaruh yang negative dari pihak luar, yang ingin
memaksakan idenya melalui dunia pendidikan. Dengan demikian, setiap guru Indonesia
wajib tunduk dan taat kepada segala ketentuan-ketentuan pemerintah, baik yang
dikeluarkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, maupun departemen lain
yang berwenang mengatur pendidikan.
2. Sikap Terhadap Organisasi Profesi
Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI
sebagai sarana perjuangan dan pengabdian. Dasar ini menunjukkan bahwa betapa
pentingnya peranan organisasi profesi sebagai wadah dan sarana pengabdian.
PGRI sebagai organisasi profesi memerlukan pembinaan, agar lebih berdaya guna
dan berhasil guna sebagai wadah usaha untuk membawakan misi dan menetapkan profesi
guru. Keberhasilannya sangat bergantung kepada kesadaran para anggotanya, rasa
tanggung jawab dan kewajiban para anggotanya. Organisasi PGRI adalah suatu sistem
yang unsur pembentuknya adalah guru-guru. Oleh karena itu, guru harus bertindak sesuai
dengan tujuan sistem. Ada hubungan timbal balik antara anggota prfose dengan
organisasi, baik dalam melaksanakan kewajiban maupun dalam mendapatkan hak. Dalam
dasar ke enam dari kode etik guru Indonesia dituliskan, bahwa Guru secara pribadi dan
bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya. Dasar
ini sangat tegas mewajibkan kepada seluruh anggota profesi guru untuk selalu
meningkatkan mutu dan martabat profesi guru itu sendiri. Siapa lagi, kalau tidak anggota
profesi itu sendiri yang akan mengangkat martabat suatu profesi serta meningkatkan
mutunya. Untuk meningkatkan suatu profesi dapat dilakukan dengan berbagai cara
khususnya profesi keguruan. Misalnya dengan melakukan penataan, lokakarya,
pendidikan lanjutan, pendidikan dalam jabatan, studi perbandingan, dan berbagai
kegiatan akademik lainnya. Jadi, kegiatan pembinaan profesi tidak terbatas pada
pendidikan prajabatan atau pendidikan lanjutan di perguruaan tinggi saja, melaikan dapat
juga dilakukan setalah yang bersangkutan lulus dari pendidikan prajabatan atau sedang
dalam melaksanakan jabatan.
Usaha peningkatan dan pengembangan mutu profesi dapat dilakukan secara
perseorangan oleh para anggotanya, ataupun juga dapat dilakukan secara bersama.
Lamanya program peningkatan pembinaan itu pun beragam sesuai dengan yang
diperlukan. Secara perseorangan peningkatan mutu profesi seorang guru dapat dilakukan
baik secara formal maupun secara informal. Peningkatan secara formal merupakan
peningkatan mutu melalui pendidikan dalam berbagai kursus, sekolah, maupun kuliah di
perguruan tinggi atau lembaga lain yang berhubungan dengan bidang profesinya.
Sedangkan peningkatan secara informal, guru dapat meningkatkan mutu profesinya
dengan mendapatkan informasi dari massa media (surat kabar, majalah, radio, televisi,
dan lain-lain) atau dari buku-buku yang sesuai dengan bidang profesi yang bersangkutan.
Peningkatan mutu profesi keguruan dapat pula direncanakan dan dilakukan secara
bersama atau berkelompok. Kegiatan berkelompok ini dapat berupa penataran, lokakarya,
seminar, simposium, atau bahkan kuliah di suatu lembaga pendidikan yang diatur secara
tersendiri. Misalnya program penyetaraan D-III guru-guru SMP, adalah contoh-contoh,
kegiatan berkelompok yang diatur tersendiri.
3. Sikap Terhadap Teman Sejawat
Dalam ayat 7 Kode Etik Guru disebutkan bahwa “Guru memelihara hubungan
seprofesi, semangat kekeluargaan, kesetiakawanan sosial.” Ini berarti bahwa: (1) Guru
hendaknya menciptakan dan memelihara hubungan sesama guru dalam lingkungan
kerjanya, dan (2) Guru hendaknya menciptakan dan memelihara semangat kekeluargaan
dan kesetiakawanan sosial di dalam di luar lingkungan kerjanya. Dalam hal ini Kode Etik
Guru Indonesia menunjukkan kepada kita betapa pentingnya hubungan yang harmonis
perlu diciptakan dengan mewujudkan perasaan bersaudara yang mendalam antara sesama
anggota profesi. Hubungan sesama anggota profesi dilihat dari dua segi, yakni hubungan
formal dan hubungan kekeluargaan.
Hubungan formal yaitu hubungan dalam tugas atau dalam tugas kedinasan.
Hubungan kekeluargaan adalah suatu hubungan dalam lingkungan kerja maupun
keseluruhan sebagai penunjang tercapainya keberhasilan anggota profesi dalam
membawakan. Hubungan Guru Berdasarkan Lingkungan Kerja
Seperti diketahui, dalam setiap sekolah terdapat seorang kepala sekolah dan
beberapa orang guru ditambah dengan beberapa orang personel sekolah lainnya sesuai
dengan kebutuhan sekolah tersebut. Berhasil tidaknya sekolah membawa misinya akan
banyak bergantung kepada semua manusia yang terlibat di dalamnya. Agar setiap
personel sekolah dapat berfungsi sebagaimana mestinya, mutlak adanya hubungan yang
baik dan harmonis di antara sesama personel yaitu hubungan baik antara kepala sekolah
dengan guru, guru dengan guru, dan kepala sekolah ataupun guru dengan semua personel
sekolah lainnya. Semua personel sekolah ini harus dapat menciptakan hubungan baik
dengan anak didik di sekolah tersebut.Sikap profesional lain yang perlu ditumbuhkan
oleh guru adalah sikap ingin bekerja sama, saling harga menghargai, saling pengertian,
dan rasa tanggung jawab. Jika ini sudah berkembang, akan tumbuh rasa senasib
sepenanggungan serta menyadari akan kepentingan bersama, tidak mementingkan
kepentingan diri sendiri dengan mengorbankan kepentingan orang lain dalam suatu
hubungan, wajar jika terdapat perbedaan pikiran, sikap, watak, dan lain sebagainya.
Tetapi dengan perbedaan itu akan menjadi berjalan lancar, tenteram, dan harmonis jika
diantara mereka tumbuh sikap saling pengertian dan tenggang rasa antara satu dengan
yang lain.Kebiasan atau sikap guru pada umumnya bersikap kurang sungguh-sungguh
dan kurang bijaksana, sehingga hal ini menimbulkan keretakan diantara sesama. Hal ini
tidak boleh terjadi, karena jika diketahui oleh murid atau orang tua murid, bahkan
masyarakat luas, meraka akan resah dan tidak percaya kepada sekolah. Hal ini akan dapat
mendatangkan pengaruh yang bersifat negatif kepada anak didik. Oleh sebab itu, perlu
adanya sikap saling memaafkan dan memupuk suasana kekeluargaan yang akrab antara
sesama guru dan aparatur sekolah.
4. Sikap Terhadap Anak Didik
Dalam Kode Etik Guru Indonesia dengan jelas ditulis bahwa: Guru berbakti
membimbing peserta didik untuk membina manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa
Pancasila. Dasar ini mengandung beberapa prinsip yang harus dipahami oleh guru dalam
menjalankan tugasnya sehari-hari, yakni: tujuan pendidikan nasional, prinsip
membimbing, dan prinsip pembentukan manusi Indonesia seutuhnya. Tujuan pendidikan
nasional dengan jelas dapat dibaca UU No. 2/1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
yakni membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila. Prinsip lain
adalah membimbing peserta didik, bukan mengajar,atau mendidik saja. Pengertian
membimbing seperti yang dikemukakan oleh ki Hajar Dewantara dalam sistem
amongnya. Tiga kalimat padat yang terkenal dari sistem itu adalah ing ngarso sung
tulodo, ing madyo mangun karso, dan tut wuri handayani. Ketiga kalimat itu mempunyai
arti bahwa pendidikan harus dapat memberi contoh, harus memberikan pengaruh, dan
harus dapat mengendalikan peserta didik. Dalam tut wuri terkandung maksud
membiarkan peserta menuruti bakat dan kodratnya sementara guru memperhatikannya.
Dalam handayani berarti guru mempengaruhi peserta didik, arti membimbing atau
mengajarnya. Dengan demikian membimbing mengandung arti bersikap menentukan ke
arah pembentukan manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila, dan bukanlah
mendikte peserta didik, apalagi memaksanya menurut kehendak sang pendidik.
Guru dalam mendidik seharusnya tidak hanya mengutamakan pengetahuan dan
perkembangan intelektual saja, tetapi juga harus memperhatikan perkembangan seluruh
pribadi peserta didik, baik jasmani, rohani, sosial maupun yang lainnya sesuai dengan
hakikat pendidikan. Hal ini dimasudkan agar peserta didik pada akhirnya akan dapat
menjadi manusia yang mampu menghadapi tantangan-tantangan dalam kehidupannya
sebagai insan yang dewasa.
5. Sikap Terhadap Tempat Kerja
Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa suasana yang baik di tempat kerja akan
meningkatkan produktivitas. Hal ini disadari dengan sebaik-baiknya oleh setiap guru, dan
guru berkewajiban menciptakan suasana yang demikian dalam lingkungannya. Untuk
menciptakan suasana kerja yang baik ini ada dua hal yang harus diperhatikan yaitu:
 Hubungan terhadap guru sendiri
 Hubungan guru dengan orang tua dan masyarakat sekeliling
Hubungan terhadap guru sendiri dengan jelas juga dituliskan dalam salah satu butir
dari Kode Etik yang berbunyi: “ Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang
menunjang berhasilnya proses belajar mengajar.” Oleh sebab itu, maupun dengan
penyediaan alat belajar yang cukup, serta pengaturan organisasi kelas yang mantap,
ataupun pendekatan biaya lainnya yang diperlukan. Suasana harmonis di sekolah tidak
akan terjadi bila personil yang terlibat di dalamnya, yakni kepala sekolah, guru, staf
administrasi dan siswa, tidak menjalin hubungan yang baik di antara sesamanya.
Penciptaan suasana kerja menantang harus dilengkapi dengan terjalinnya hubungan yang
baik dengan orang tua dan masyarakat di sekitarnya. Ini dimaksudkan untuk membina
peran serta dan rasa tanggung jawab bersama terhadap pendidikan.
Dalam menjalin hubungan kerjasama dengan orang tua dan masyarakat, sekolah
dapat mengambil prakarsa, misalnya dengan cara mengundang orang tua sewaktu
pengambilan rapor, mengadakan kegiatan-kegiatan yang melibatkan masyarakat sekitar,
mengikutsertakan persatuan orang tua siswa atau Komite Sekolah dalam membantu
meringankan permasalahan sekolah, terutama menanggulangi kekurangan fasilitas
ataupun dana penunjang kegiatan sekolah.
Keharusan guru membina hubungan dengan orang tua dan masyarakat sekitarnya ini
merupakan isi dari butir ke lima Kode Etik Guru Indonesia.
6. Sikap Terhadap Pemimpin
Sebagai salah seorang anggota organiasi, baik organisasi guru maupun organisasi
yang lebih besar (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan) guru akan selalu berada
dalam bimbingan dan pengawasan pihak atasan Sudah jelas bahwa pemimpin suatu unit
atau organisasi akan mempunyai kebijaksanaan dan arahan dalam memimpin
organisasinya, di mana tiap anggota organisasi itu dituntut berusaha untuk bekerja sama
dalam melaksanakan tujuan organisasi tersebut. Dapat saja kerja sama yang dituntut
pemimpin tersebut berupa tuntutan akan kepatuhan dalam melaksanakan arahan dan
petunjuk yang diberikan mereka. Kerja sama juga dapat diberikan dalam bentuk usulan
dan malahan kritik yang membangun demi pencapaian tujuan yang telah digariskan
bersama dan kemajuan organisasi. Oleh sebab itu, dapat disimpulkan bahwa sikap
seorang guru terhadap pemimpin harus positif, dalam pengertian harus bekerja sama
dalam menyukseskan program yang sudah disepakati, baik di sekolah maupun di luar
sekolah.
7. Terhadap Pekerjaan
Profesi keguruan berhubungan dengan anak didik, yang secara alami mempunyai
persamaan dan perbedaan. Tugas melayani orang yang beragam sangat memerlukan
kesabaran dan ketelatenan yang tinggi, terutama bila berhubungan dengan peserta didik
yang masih kecil. Barangkali tidak semua orang dikaruniai sifat seperti itu, namun bila
seseorang telah memilih untuk memasuki profesi guru, ia dituntut untuk belajar dan
berlaku seperti itu. Orang yang telah memilih suatu karier tertentu biasanya akan berhasil
baik, bila dia mencitai dengan sepenuh hati. Artinya, ia akan berbuat apa pun agar
kariernya berhasil baik, ia komitmen dengan pekerjaannya. Ia harus mau dan mampu
melaksanakan tugasnya serta mampu melayani dengan baik pemakai jasa yang
membutuhkannya. Agar dapat memberikan layanan yang memuaskan masyarakat, guru
harus selalu dapat menyesuaikan kemampuan dan pengetahuannya dengan keinginan dan
permintaan masyarakat, dalam hal ini peserta didik dan para orang tuannya. Keinginan
dan permintaan ini selalu berkembang sesuai dengan perkembangan masyarakat yang
biasanya dipengaruhi oleh perkembangan ilmu dan teknologi. Oleh karenaya, guru selalu
dituntut untuk secara terus-menerus meningkatkan dan mengembangkan pengetahuan,
keterampilan, dan mutu layanannya. Keharusan meningkatkan dan mengembangkan
mutu ini merupakan butir yang keenam dalam Kode Etik Guru Indonesia yang berbunyi:
Guru secara pribadi dan bersama-sama, mengembangkan dan meningkatkan mutu dan
martabat profesinya.

IV. PENGEMBANGAN SIKAP PROFESIONAL


Seperti telah disebutkan, bahwa dalam rangka meningkatkan mutu, baik mutu
profesional, maupun mutu layanan, guru harus juga meningkatkan sikap profesionalnya.
Ini berarti bahwa ketujuh sasaran penyikapan yang telah dibicarakan harus selalu
dipupuk, dikembangkan. Pengembangan sikap profesional ini dapat dilakukan baik
selama dalam pendidikan prajabatan maupun setelah bertugas (dalam jabatan).
 Pengembangan Sikap Selama Pendidikan Prajabatan
Dalam pendidikan prajabatan, calon guru dididik dalam berbagai pengetahuan,
sikap, dan keterampilan yang diperlukan dalam pekerjaannya nanti. Karena tugasnya
yang bersifat unik, guru selalu menjadi panutan bagi siswanya, dan bahkan bagi
masyarakat sekelilingnya. Oleh sebab itu, bagaimana guru bersikap terhadap pekerjaan
dan jabatannya selalu menjadi perhatian siswa dan masyarakat. Pembentukan sikap yang
baik tidak mungkin muncul begitu saja, tetapi harus dibina sejak calon guru memulai
pendidikannya di lembaga pendidikan guru. Berbagai usaha dan latihan, contoh-contoh
dan penerapan ilmu, keterampilan dan bahkan sikap profesional dirancang dan
dilaksanakan selama calon guru berada dalam pendidikan prajabatan. Sering juga
pembentukan sikap tertentu terjadi sebagai hasil sampingan (by-product) dari
pengetahuan yang diperoleh calon guru. Sikap teliti dan disiplin, misalnya dapat
terbentuk sebagai hasil sampingnnya dari hasil belajar matematika yang benar, karena
belajar metematika selalu menuntut ketelitian dan kedisplinan penggunaan aturan dan
prosedur yang telah ditentukan. Sementara itu pembentukan sikap seorang guru dapat
diberikan dengan memberikan pengetahuan, pemahaman dan penghayatan khusus yang
direncanakan.
 Pengembangan Sikap Selama dalam Jabatan
Pengembangan sikap profesional tidak berhenti apabila calon guru selesai
mendapatkan pendidikan prajabatan. Banyak usaha yang dapat dilakukan dalam rangka
peningkatan sikap profesional keguruan dalam masa pengabdiannya sebagai -guru.
Seperti telah disebut, peningkatan ini dapat dilakukan dengan cara formal melalui
kegiatan, mengikuti penataran, lokakarya, seminar, atau kegiatan ilmiah lainnya ataupun
secara informal melalui media massa televisi, radio, koran, dan majalah maupun
publikasi lainnya. Kegiatan ini selain dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan,
sekaligus dapat meningkatkan sikap profesional keguruan.

V. KINERJA PROFESIONAL GURU


Kinerja profesional terdiri dari dua kata, yaitu kinerja dan profesional. Istilah kinerja
sering diidentikkan dengan istilah prestasi. Istilah kinerja atau prestasi merupakan
pengalih bahasaan dari kata Inggris ‘performance’. Terdapat beberapa pengertian
mengenai kinerja dalam Utami (2011), yaitu sebagai berikut.
 Mangkunegara mendefinisikan kinerja adalah hasil kerja yang secara kualitas dan
kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai
dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
 Sulistiyani dan Rosidah menyatakan kinerja seseorang merupakan kombinasi dari
kemampuan, usaha, dan kesempatan yang dapat dinilai dari hasil kerjanya.
 Bernandin dan Russell mengemukakan kinerja adalah suatu hasil kerja yang
dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya
yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman, dan kesungguhan, serta waktu.

Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, definisi kinerja sebagai hasil kerja yang
dicapai oleh individu yang disesuaikan dengan peran atau tugas individu tersebut dalam
suatu organisasi pada suatu periode tertentu, yang dihubungkan dengan suatu ukuran nilai
atau standar tertentu dari organisasi di mana individu tersebut bekerja.

Sedangkan profesional adalah seseorang yang hidup dengan mempraktekkan suatu


keahlian pada pendidikan dan jenjang pendidikanya atau dengan terlibat dalam suatu
kegiatan tertentu yang menurut keahlian, yang dimiliknya yang merupakan jalan untuk
mendapatkan hasil yang maksimal dari apa yang berupa perkerjaanya.

Dengan demikian, kinerja profesional merupakan hasil kerja yang dicapai oleh
individu dengan mempraktekkan suatu keahlian pada pendidikan dan jenjang
pendidikanya pada suatu periode tertentu, yang dihubungkan dengan suatu ukuran nilai
atau standar tertentu dari organisasi di mana individu tersebut bekerja.

VI. PENINGKATAN KINERJA PROFESIONAL GURU


Peningkatan kinerja professional guru terbagi menjadi dua bagian yaitu:
 Akuntabilitas Publik
Otonomi pengelolaan sekolah dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat,
pemerintah, dan stakeholder lainnya, seperti dana yang diterima, kualitas SDM guru, dan
sumber daya lainnya harus diimbangi dengan meningkatnya tanggung jawab sosial
terhadap institusi.Otonomi dalam pengelolaan guru seharusnya lebih fleksibel.
Kompensasi yang diterima guru seharusnya tidak mengacu pada sistem kompensasi PNS,
tetapi didasarkan pada prestasi kerja dalam kurun waktu guru mempertahankan kinerja
prima.
 Pengembangan Total Quality Management dalam Pendidikan
Implementasi Total Quality Management (TQM) di bidang pendidikan secara
fungsional dalam struktur organisasi lembaga pendidikan terbagi menjadi tiga, yaitu
sebagai berikut.
1. Quality control, yang diperankan oleh guru sebagai lini depan pelaksanaan proses
pembelajaran.
2. Quality assurance, yang dijalankan oleh para pemimpin menengah.
3. Quality management, yang merupakan tanggung jawab pucuk pimpinan.

TQM sebagai roh peningkatan mutu dalam pendidikan ada lima unsur, yaitu sebagai
berikut.

1. Quality first, yaitu semua pikiran dan tindakan pengelola pendidikan harus
memprioritaskan mutu.
2. Stakeholders-in,yaitu semua tindakan pengelola pendidikan ditujukan kepada
kepentingan stakeholders.
3. The next process is our stakeholders, yaitu target utama dari proses
pendidikan adalah kepuasan pengguna akhir.
4. Speak with data,yaitu setiap kebijakan atau keputusan dalam pengelolaan
pendidikan harus berdasarkan hasil data yang teruji kebenarannya.
5. Upstream management,yaitu semua pengambilan keputusan dalam proses
pendidikan dilakukan secara partisipatif.

Anda mungkin juga menyukai